Anda di halaman 1dari 12

SMART FARMING 4.

0 AKAN MENJADI MASA


DEPAN PERTANIAN INDONESIA

DISUSUN OLEH

ALFIQRIYANSYAH (119330091)
FACHRI HASTO P. (119250092)

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA


PENGENALAN KOMPUTER DAN
SOFTWARE 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Pada saat ini, pemerintah sedang membentuk dedikasi untuk agenda kemajuan
teknologi yang terus berkembang dari tahun ketahun dari masing-masing negara di
seluruh dunia. Pemerintah focus untuk generasi selanjutnya dalam memanfaatkan
teknologi dan inovasi yang bisa mereka manfaatkan untuk menghadapi tantangan yang
harus dipecahkan secara universal melalui pengetahuan dan teknologi. Pemerintah berada
di pusat pertukaran fungsi itu. inovasi dan, teknologi, merupakan masa depan dari
kepemimpinan jaringan dan platform yang dianggap sebagai di pelopor dan pakar
pembuat kebijakan untuk pembangunan berfungsi sebagai masa depan untuk gerbang
menuju puncak peradaban manusia. (Oliver Wyman, 2018)
Tren Industry 4.0 dipandang sebagai perubahan kekuatan yang akan sangat
berdampak pada industri. Trennya adalah membangun berbagai digital teknologi:
Internet of Things, Pengimpanan Data Besar, Kecerdasan Buatan, dan digital
praktik: kerja sama, mobilitas, terbuka inovasi. Mereka menyiratkan transformasi dari
infrastruktur produksi: terhubung dengan peternakan, peralatan produksi baru, traktor dan
terhubung dengan mesin. Mereka akan memungkinkan peningkatan keduanya dengan
produktivitas dan kualitas dan perlindungan lingkungan. Tetapi mereka juga
menghasilkan modifikasi dalam rantai nilai dan model bisnis dengan lebih banyak
penekanan pada pengumpulan pengetahuan, analisis dan pertukaran.
Pemerintah sedang mengembangkan kemampuan petani untuk memodernisasi
tantangan penting lain,terutana dalam adopsi Industri Pertanian 4.0 adalah kemampuan
petani untuk berinvestasi dan memodernisasi praktik produksi mereka. Mereka sering
menghadapi ekonomi yang ketat situasi dengan investasi yang sangat terbatas
kemampuan dalam alat produksi baru dan akses terbatas keuangan. Selain itu tenaga
kerja menua dengan lebih dari 56% di Indonesia. Keterampilan digital tenaga kerja
adalah keterampilan yang terbatas dan memerlukan tambahan investasi dalam pelatihan
untuk diadopsi teknologi. Selanjutnya, kemauan dan kemampuan untuk berinvestasi
dalam menghadapi teknologi baru adalah perbedaan penting yang diikuti dengan risiko
menciptakan celah penting dalam produksi kemampuan antar wilayah dan eksploitasi
dalam memodernisasi infrastruktur. Tantangan penting lainnya di adopsi IOT dalam
pertanian adalah perkembangan komunikasi infrastruktur di daerah pedesaan. Arus
memiliki jaringan komunikasi nirkabel hanya memiliki penekanan kuat pada daerah
perkotaan saja. Seperti yang telah kita lihat, kemampuan untuk bertukar dan menganalisis
data (sering di platform level) adalah kunci keberhasilan Industri Pertanian 4.0 Dengan
demikian, jaringan komunikasi akan harus dikembangkan terutama di daerah pedesaan.
(European commission, 2017)

Internet of things adalah sebuah platform dimana sebuah perangkat setiap hari
menjadi cerdas, memproses setiap hari menjadi cerdas, dan komunikasi sehari hari
menjadi cerdas. Paradigma dari Internet of Things (IoT), adalah dimana "benda" bisa
menjadi jenis karya seni apa pun. Pendekatan IoT untuk konservasi seni akan melibatkan
pemasangan node sensor kecil dan gateway untuk transfer data ke cloud. Sistem yang
mengunakan teknologi Internet of things mengunakan sensor wireless untuk proses data
yang didapat oleh sensor sehingga menjadi informasi. Konsep Internet of things dibagi
menjadi 3 lapisan: lapisan persepsi(sensing), lapisan jaringan (transfer data) dan lapisan
aplikasi(penyimpanan data).
Salah satu hasil Internet of Thing adalah Smart farming yang mengunakan teknologi
masa kini untuk menunjang produktivitas hasil pertaniaan yang maksimal. (Taufik
Hidayt, 2017)
BAB II
PENJELASAN PEMAHAMAN

Pertanian pintar (Smart Farming) merupakan solusi agar pertanian lebih mudah,
efisien dan menguntungkan serta pengelolaan pertanian berbasis teknologi dan inovasi
dengan memanfaatkan mesin dan peralatan pertanian (agricultural tools and device) serta
teknologi digital di sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas, nilai tambah
(added value), daya saing dan keuntungan (benefit) secara berkelanjutan.
Karaketistik petani milenial antara lain:
(1) Petaninya mahir teknologi digital (digital farmer)
(2) Kegiatan on farm merupakan padat modal dan teknologi atau inovasi,
(3) Pengolahan hasil (agroindusri) berbasis inovasi untuk meningkatkan daya saing,
nilai tambah dan benefit, dan
(4) Pemasaran efisien dengan memanfaatkan teknologi informasi/digital. Negara maju
dengan dukungan sumber daya terampil dan teknologi berbasis inovasi (innovation
based technology) akan semakin merajai dan menjadi produsen pangan dunia dan
mampu mendesak atau menggeser produk-produk pertanian negara berkembang.
Indonesia sebagai negara agraris perlu segera melalukan akselerasi dan
transformasi inovasi untuk meningkatkan daya tarik pertanian bagi kaum generasi
muda (generasi milenial/digital) dan memberikan insentif dan kemudahan bagi petani
milenials berinovasi untuk meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya
saing sehingga Indonesia tidak lagi bertumpu pada ekspor pertanian dalam bentuk
bahan baku (raw materials), tetapi berbasis produk olahan dan inovasi dengan nilai
tambah yang besar. Artinya keunggulan kompetitif dan ciptaan (innovation)
menjadi kekuatan pertanian Indonesia dalam pasar regional maupun global.

Data terkini menunjukkan bahwa kontribusi inovasi terhadap pertumbuhan


ekonomi Indonesia sangat kecil, yakni sekitar 1%, jauh lebih rendah negara tetangga
yangb sudah berkisar 14-35% Total faktor produktivitas (TPF=total productivity
factor) adalah penentu pertumbuhan diluar faktor labor dan modal. Kontribusi
modal terhadap pertumbuhan ekonomi untuk periode 1970-2016 sangat besar yakni
82%, Artinya bahwa pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada modal bukan
pada teknologi dan Inovasi. Peranan TPF sangat kecil yakni hanya sekitar 1%
menggambarkan bahwa peranan teknologi dan inovasi (technological change and
innovation) sangat kecil (APO, 2018).

Tabel 1. Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kontribusi inovasi


(TPF=total productivity factor) dari tahun 1970-2016 dibandingkan dengan beberapa
negara di kawasan Asia Negara Sumber Pertumbuhan Ekonomi dari tahun 1970-2016
(%)

NEGARA LABOR KAPITAL TPF


Cina 12 54 34
India 22 43 35
Indonesia 17 82 1
Jepang 2 72 29
Thailand 15 61 25

Dikawasan Asean Indonesia memiliki TPF yang paling kecil. Artinya,


Indonesia sebagai produsen utama produk pertanian (kelapa sawit, karet, kopi,
kakao, teh, dan berbagai produk pertanian lainnya) hanya mendapat keuntungan
yang sangat kecil (nilai tambah hanya 1-10 kali). Sebaliknya negara lain dengan
mengelola produk tersebut dengan teknologi dan inovasi akan mendapatkan
benefit paling besar (nilai tambah 100-kali atau lebih). Upaya dan kerja keras
sangat diperlukan untuk mempercepat transformasi pertanian menjadi
berbasis teknologi dan inovasi (innovation based agriculture). Hal ini berarti
peningkatan sumber daya petani (human capital) menjadi kunci sukses.
Pertanian dengan bertumpu pada pertanian konvensional (labor dan capital)
akan sulit bersaing atau tidak akan mampu dengan pertanian yang berbasis
teknologi dan Inovasi. Konsekuensinya, mendorong kaum generasi muda menjadi
petani pintar (smart farmer) yang mampu mengakses, memanfaatkan teknologi
dan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing menjadi pilihan
yang tepat.
Pertanian berbasis inovasi (innovation based agriculture) berkaitan
langsung agroprenuership untuk menghasilkan benefit (make benefit) melalu
sistem produksi cerdas (smart production), peningkatan nilai tambah (smart
agroindustry), pemasaran cerdas (smart marketing) dengan smart branding
(product imaging). Fokus inovasinya adalah berbasis pemecahan masalah
(bermula dari akhir berakhir diawal) (market driven), dengan langkah sebagai
berikut:
(1) Lakukan terobosan kreatif (think the new thing)
(2) Kerjakan dan operasionalkan dengan efisien (doing the new thing), dan
(3) Ciptakan keuntungan (make benefit from the new thing) berbasis
agrotechnopreneur (entrepreneurship). Adopsi pertanian cerdas ini telah
menjadikan pertanian menjadi karir pilihan diberbagai negara maju (farming
as a fast-growing career)
(Tualar Simarmarta, 2017)

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi


(Kemendes PDTT) bersama PT Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB)
meluncurkan Smart Farming 4.0 di Desa Battal, Kecamatan Panji, Situbondo,
Jawa Timur. Ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional pada
24 September 2019.

Smart Farming 4.0 merupakan metode pertanian cerdas berbasis teknologi.


Teknologi yang digunakan dalam Smart Farming 4.0 di antaranya Agri Drone
Sprayer (Drone penyemprot pestisida dan pupuk cair), Drone Surveillance (Drone
untuk pemetaan lahan) serta Soil and Weather Sensor (Sensor tanah dan cuaca).
Teknologi karya anak bangsa ini merupakan hasil produksi RiTx, unit bisnis PT
Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB), sebuah perusahaan teknologi
agrikultur dari Yogyakarta. Teknologi seperti ini sangat perlu untuk pertanian di
Indonesia. Agriculture bisa jadi agri-cool-ture dan menarik minat anak muda
untuk bertani. Potensi daerah pun bisa meningkat. Penerapan metode Smart
Farming 4.0 bukan sekadar tentang penerapan teknologi. Namun, kunci utama
Smart Farming 4.0 adalah tentang data yang terukur. Apa saja yang dibutuhkan
tanaman untuk mencapai hasil produksi yang optimal? Apa yang harus dilakukan
petani? Semua pertanyaan ini bisa dijawab dengan penerapan metode Smart
Farming 4.0. Agri Drone Sprayer misalnya, digunakan untuk menyemprot
pestisida serta pupuk cair dengan lebih presisi. Pemberian pupuk dan pestisida
secara berlebih pun bisa dihindari. Tak hanya itu, didukung dengan penggunaan
Drone Surveillance, pemetaan lahan juga bisa dilakukan. Dari hasil pemetaan,
petani bisa mengetahui kondisi tanaman di lahan mereka. Keberadaan sensor
tanah dan cuaca yang terpasang di lahan pertanian, juga akan membantu petani
dalam memantau kondisi tanaman. Data yang dapat diperoleh dari sensor ini
diantaranya seperti kelembapan udara dan tanah, suhu, pH tanah, kadar air,
hingga estimasi masa panen. Terintegrasi dengan aplikasi berbasis android RiTx,
peringatan dini akan diterima petani jika terjadi anomali terhadap kondisi lahan
mereka. (DwiMurdaningsih,2018)

Smart farming memanfaatkan teknologi seperti big data, machine learning,


dan Internet of Things (IoT) demi meningkatkan kualitas maupun kuantitas
produksi dalam industri agrikultur. Hal seperti ini seharusnya bisa dimanfaatkan
oleh tech startup di tanah air yang kebanyakan hanya menjadi penyalur barang
dan jasa dengan ‘menggelar lapak’ di dunia digital.

Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan teknologi informasi pada


smart farming. Kami berharap contoh penerapan teknologi pada smart farming ini
dapat dijadikan referensi oleh para penggiat tech startup di tanah air.
1. Prediksi Hasil Panen

Menggunakan model matematika untuk menganalisa data hasil panen


sebelumnya, cuaca, kandungan kimiawi, kondisi daun, dan biomassa, seorang
petani dapat memprediksi hasil pertanian. Peran machine learning dapat
dilibatkan di sini dalam pencarian insight maupun pengambilan keputusan.
Sedangkan sensor IoT yang diletakan di lahan pertanian akan memudahkan
kita dalam mengumpulkan data dan juga akan meningkatkan akurasi data.

Dengan prediksi semacam ini para petani akan tahu apa yang akan
ditanam, di mana, dan kapan untuk mencapai hasil panen yang maksimal.
Menurut International Journal of Computers and Mathematical Science
prediksi hasil pertanian seperti ini dapat meningkatkan produksi pertanian di
daerah yang laju pertumbuhan penduduknya tinggi seperti India.

2. Manajemen Resiko

Tak ada bidang lain yang begitu diuntungkan dengan hadirnya jaringan
perangkat yang terhubung dan algoritma selain manajemen resiko. Dan
sekarang giliran para petanilah yang diuntungkan dari manajemen resiko ini
karena sekarang petani dapat menggunakan big data untuk mengetahui
seberapa besar resiko gagal panen di musim ini.

3. Keamanan Pangan dan Pencegahan Hama

Kemajuan teknologi pada saat ini memungkinkan petani untuk mendeteksi


hama dan beberapa kontaminasi eksternal. Pengumpulan data seperti
kelembaban udara, temperatur, dan kadar keasaman tanah dapat membantu
petani terutama petani organik dalam memonitor lahan pertaniannya. Jika
ingin termonitor lagi, petani bisa menempatkan wireless CCTV dengan solar
panel di beberapa titik di lahannya. Akan tetapi solusi ini mungkin agak
sedikit ekstrim untuk petani Indonesia karena selain ukuran lahan yang tidak
seberapa luas, harga perangkat CCTV model ini juga terlalu mahal untuk
petani di Indonesia.

4. Manajemen Operasional

Penerapan teknologi informasi manajemen operasi pada pertanian


mungkin akan banyak berkutat di peralatan pertanian seperti traktor. Dari
data-data yang dikumpulkan oleh sensor-sensor di semua mesin kita dapat
menentukan berapa liter bahan bakar yang diperlukan untuk membajak setiap
meter persegi lahannya. Kita juga dapat mengetahui kapan dan bagaimana
membajak lahan pertanian agar lebih efisien dan memang mereka. telah
berhasil mengotomatisasi beberapa traktor yang mereka produksi. Belum
diketahui seberapa banyak data yang mereka kumpulkan dari mesin-mesin
pertaniannya. Mereka hanya mengatakan bahwa data yang dikumpulkan
cukup besar tapi tak sebesar Wallmart ataupun Amazon dan mereka
menggunakan bahasa pemrograman R untuk mengolah data-data tersebut.
Mereka juga membuat banyak aplikasi canggih yang dapat dipakai oleh
pelanggannya untuk memantau dan menjalankan operasional pertanian
dari layar smartphone. (inixindojogja, 2018)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1. Internet of things adalah sebuah platform dimana sebuah perangkat setiap hari
menjadi cerdas, memproses setiap hari menjadi cerdas, dan komunikasi sehari hari
menjadi cerdas
2. Pertanian pintar (Smart Farming) merupakan solusi agar pertanian lebih mudah,
efisien dan menguntungkan serta pengelolaan pertanian berbasis teknologi dan
inovasi dengan memanfaatkan mesin dan peralatan pertanian (agricultural tools and
device) serta teknologi digital di sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas,
nilai tambah (added value), daya saing dan keuntungan (benefit) secara
berkelanjutan.
3. Smart farming memanfaatkan teknologi seperti big data, machine learning, dan
Internet of Things (IoT) demi meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi
dalam industri agrikultur
BAB IV
PEMBAGIAN TUGAS

FACHRI HASTO P. (119250092) : Mencari bagian Bab 1

ALFIQRIYANSYAH (119330091) : Mencari bagian Bab 2


DAFTAR PUSTAKA
Wyman, Oliver. 2018. Agriculture 4.0 : the Future of Farming of technology. (online)
Diakses pada 22 Oktober 2019.
(www.worldgovernmentsummit.org/api/publications/document?id)

2017. Industry 4.0 in agriculture: Focus on IoT aspects. European commission. (online)
Diakses pada 22 Oktober 2019.
(https://ec.europa.eu/growth/tools-
databases/dem/monitor/sites/default/files/DTM_Agriculture)

Tualar, Simarmarta. 2017.Percepatan Transformasi Teknologi dan Inovasi dalam Era Smart
Farming dan Oetani Milenial Untuk Meningkatkan Produktivitas, Nilai Tambah
danDaya Saing Pertanian Indonesia.(online) Diakses pada 22 Oktober 2019.
(www.researchgate.net/publication)

Murdaningsih, Dwi.2018. Smart Farming 4.0, Masa Depan Pertanian Indonesia. (online)
Diakses pada 22 Oktober 2019. (https://www.republika.co.id)

2018. Smart Farming : Industri Agrikultur di Masa Depan. (online). Diakses pada 22 oktober
2019. (https://inixindojogja.co.id/smart-farming-industri-agrikultur-di-masa-depan/)

Hidayat,Taufik.2017.Internet of Things Smart Agriculture on ZigBee: A Systematic Review


(online). Diakses pada 23 oktober 2019

(http://publikasi.mercubuana.ac.id/index.php/Incomtech/article/download/)

Anda mungkin juga menyukai