Anda di halaman 1dari 10

TRANSFORMASI DIGITAL MENUJU KETAHANAN

PANGAN: MEMBANGUN MASA DEPAN INDONESIA


MELALUI INTERNET OF THINGS DALAM ERA SOCIETY
5.0
Sub Tema: Teknologi

Disusun Oleh:
Dea Syntya Diningsih 202154015@student.unsil.ac.id 081322728624
Isnandita Putri Reychan 202154011@student.unsil.ac.id 081214084338
Fajar Nuralim 212165097@student.unsil.ac.id 081395304857

2023
TASIKMALAYA
PENDAHULUAN
Dewasa ini kehidupan sudah semakin maju terutama dalam segi teknologi
digital yang dapat dilihat dan dirasakan di manapun dan kapan pun. Dunia saat ini
tengah berada dalam era transformasi digital yang pesat, di mana teknologi telah
mengubah cara kita berinteraksi, bekerja, dan hidup. Dengan adanya kemajuan ini
tentunya dapat memudahkan berbagai aktivitas manusia dalam menjalani
kehidupan sehari-harinya. Kemajuan teknologi yang pesat memunculkan konsep
Society 5.0 sebagai wacana yang menggabungkan teknologi digital dengan
pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Konsep ini dikembangkan demi
terbentuknya masyarakat super smart dengan perilaku yang lebih mengedepankan
penggunaan internet atau biasa disebut dengan Internet of Things, Big Data, dan
Artificial Intelligent untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera (Setiawan & Lenawati, 2020)
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sangat besar terutama
dalam sektor pertanian karena memiliki kondisi geografis yang baik dan memiliki
tanah yang subur. Tetapi dengan kondisi yang potensial tersebut belum sejalan
dengan kondisi ketahanan pangan yang masih jauh di bawah rata-rata.
Berdasarkan data pada tahun 2010, Indonesia memiliki 90 juta petani atau sekitar
45% dari jumlah penduduknya yang harus memberi pasokan makanan untuk
seluruh penduduk Indonesia (Rossi Prabowo). Kondisi tersebut memperlihatkan
kondisi ketahanan pangan yang masih kurang. Di berbagai negara, baik yang
termasuk dalam kategori maju maupun berkembang seperti Indonesia, minat
generasi muda terhadap sektor pertanian mengalami penurunan. Faktor-faktor
yang menyebabkan hal ini antara lain perbedaan pendapatan yang signifikan
antara pekerjaan petani dan pekerjaan di kantor, kesulitan dalam menjalankan
profesi sebagai petani, serta pergeseran dalam budaya masyarakat. Pada tahun
2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan dalam The 2015 Revision
of World Population Prospects bahwa populasi global diperkirakan akan
mencapai 8,5 miliar pada tahun 2030, kemudian meningkat menjadi 9,7 miliar
pada tahun 2050, dan bahkan mencapai lebih dari 11 miliar pada tahun 2100.
Prediksi ini juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi global yang berarti
pendapatan per individu akan meningkat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
daya beli untuk bahan pangan. Ahli seperti Alexandratos dan Bruinsma
menyatakan bahwa pada tahun 2050, setiap orang diperkirakan akan
mengkonsumsi kalori sekitar 14 persen lebih banyak dibandingkan saat ini.
Dengan peningkatan drastis dalam permintaan pangan, mereka memperkirakan
produksi pangan harus meningkat sekitar 60% pada tahun 2050 (Efendi & Sagita,
2022)
Tantangan-tantangan tersebut mendorong manusia untuk mencari solusi
dan mengembangkan alternatif-alternatif untuk menjaga kelangsungan hidup di
planet ini. Inovasi di bidang pertanian terus diupayakan sebagai bagian dari solusi
untuk tantangan ini salah satunya dengan penerapan Internet of Things (IoT).
Indonesia, sebagai negara agraris dengan tantangan ketahanan pangan yang
signifikan, memiliki peluang besar untuk memanfaatkan IoT guna membangun
masa depan yang lebih berkelanjutan
ISI
Secara umum konsep Society 5.0 mengusung visi integrasi yang erat
antara dunia fisik dan digital. Teknologi seperti IoT, kecerdasan buatan (AI), big
data, dan robotika menghubungkan kehidupan sehari-hari dengan solusi teknologi
canggih. Society 5.0 bukan sekadar tentang kemajuan teknologi, tetapi juga
tentang menciptakan inklusi sosial, meningkatkan inovasi, dan menghadirkan
pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks pertanian, IoT memungkinkan petani
untuk memanfaatkan data secara real-time untuk pengambilan keputusan yang
lebih baik, menciptakan lingkungan pertanian yang lebih efisien dan lestari.
Penerapan konsep Society 5.0 melalui IoT pada sektor pertanian dan
ketahanan pangan telah menjadi fokus perhatian di tengah pertumbuhan populasi
yang pesat dan perubahan pola makan. Transformasi digital telah membuka pintu
untuk solusi inovatif dalam menghadapi tantangan ini. Dalam sektor pertanian,
teknologi seperti smart farming memungkinkan pemantauan dan pengelolaan
tanaman secara akurat, sehingga meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Beberapa teknologi dan inovasi lain yang dianggap sebagai solusi potensial yaitu
pertanian perkotaan, vertikultur (pertanian secara vertikal), dan perusahaan
tanaman terintegrasi (plant factory) (Efendi & Sagita, 2022). Dengan penggunaan
teknologi dalam pertanian di masa mendatang diharapkan dapat secara simultan
meningkatkan produksi pangan. Teknologi pertanian harus memiliki kapasitas
tinggi dan presisi yang tinggi untuk mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja
manusia, terutama mengingat minat generasi muda terhadap pertanian yang
semakin menurun. Prediksi masa depan juga menunjukkan penggunaan teknologi
canggih dalam produksi pertanian, mulai dari alat mesin yang berbasis kecerdasan
buatan, robot pertanian, hingga sistem berbasis Internet of Things (IoT).
Pertanian memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup manusia
dengan memenuhi kebutuhan pangan. Di Indonesia, banyak masyarakat
bergantung pada pertanian, namun masih banyak yang menggunakan metode
manual dalam pengolahan lahan pertanian. Kemajuan teknologi saat ini membawa
efisiensi dalam pekerjaan sehari-hari, terutama dalam pertanian. Teknologi IoT
digunakan untuk mengatasi masalah pertanian. Pemanfaatan teknologi IoT dalam
pertanian bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan inovasi kepada peneliti
dan petani, dengan harapan meningkatkan kualitas hasil pertanian. Internet of
Things (IoT) adalah jaringan perangkat yang terhubung dan saling berkomunikasi
melalui internet. Dalam pertanian, IoT memberikan peluang untuk merevolusi
cara kita berinteraksi dengan lingkungan pertanian. Misalnya, penggunaan sensor
dan perangkat pintar memungkinkan pemantauan dan pengendalian lingkungan
tumbuhan secara akurat, termasuk pengaturan irigasi, pengelolaan hama, dan
pemantauan kualitas tanah. Data yang dikumpulkan oleh IoT dapat membantu
petani mengoptimalkan produksi, mengurangi biaya, dan menghindari potensi
kerugian.(Efendi & Sagita, 2022)
Alat dan perangkat berbasis Kecerdasan Buatan (AI) atau yang sering
disebut sebagai robot telah mengalami proses pengembangan yang signifikan,
terutama di negara-negara maju. Tren perkembangan ini diperkirakan akan terus
berlanjut di masa depan, mengingat kemajuan teknologi saat ini. Kehadiran AI
dan teknologi robot diharapkan menjadi solusi utama dalam mengatasi tantangan
di berbagai sektor, termasuk pertanian. Implementasi robot pertanian (RP) telah
menjadi indikator penting dalam menjaga kelangsungan hidup masyarakat,
terutama jika desain sistemnya memungkinkan penyelesaian masalah-masalah tak
terduga di bidang pertanian. RP memiliki kemampuan untuk beroperasi secara
kontinu, dapat diatur untuk berbagai tugas, efisiensinya dapat ditingkatkan
melalui algoritma yang dioptimalkan, dan secara ekonomi efisien dalam jangka
panjang. Dalam konteks robot traktor, RP memiliki berbagai aplikasi yang
berpotensi untuk berkolaborasi dalam menjalankan satu atau beberapa tugas di
berbagai bidang. (Sukarno et al., 2022)
Keunggulan dari perangkat dan mesin yang mengadopsi AI dan teknologi
robotik adalah dapat meningkatkan produktivitas pertanian dengan presisi tinggi.
Mereka dapat bekerja tanpa lelah, menunjukkan ketelitian yang tinggi dalam
pekerjaan mereka, dan memiliki kapasitas kerja yang lebih besar dibandingkan
manusia. Kesadaran akan pentingnya hal ini telah mendorong perkembangan
mekanisasi pertanian yang berfokus pada otomasi hingga penerapan teknologi AI
di berbagai negara maju. Di Indonesia, potensi penerapan IoT dalam pertanian
sangat besar. Dengan adopsi teknologi ini, pertanian dapat menjadi lebih efisien
dan produktif. Misalnya, petani dapat memantau tanaman mereka secara real-time
dari jarak jauh, mengurangi ketergantungan pada faktor cuaca, dan meningkatkan
hasil panen (Sandi & Fatma, 2023). Melalui platform digital, petani dapat
mengakses informasi harga pasar terkini, membantu mereka dalam pengambilan
keputusan yang lebih bijaksana dalam pemasaran produk mereka. Berkontribusi
tak terbantahkan dalam pertanian berkelanjutan di masa mendatang, robot
pertanian memegang peran krusial yang tidak dapat diabaikan. Operasinya
melibatkan interaksi dengan elemen biologis yang senantiasa berubah di
lingkungan alam yang heterogen. Oleh karena itu, robot pertanian dihadapkan
pada berbagai kondisi kerja di area luas seperti lapangan atau kebun, namun juga
di area sempit seperti kanopi, batang, cabang, daun, serta buah atau hasil panen.
Semua ini terjadi sambil menangani tugas-tugas yang rumit dan sering kali tidak
terduga. (Adiputra et al., 2022)
Salah satu contoh pemanfaatan IoT dalam sektor pertanian adalah
"Pertanian presisi (precision farming) dan kendaraan otonom lahan pertanian
(autonomous vehicles)", Pertanian presisi mengacu pada penggunaan informasi
dan teknologi dalam mengelola pertanian dengan lebih efisien. Ini melibatkan
analisis informasi spasial dan temporal di lahan untuk mengoptimalkan hasil
tanaman, menjaga lingkungan, dan memenuhi kebutuhan lokasi yang spesifik.
Penggunaan sistem informasi manajemen dalam pertanian presisi mencakup
sistem informasi geografis, sistem pendukung keputusan, dan data seperti model
tanaman dan sejarah lapangan (Taufiqurrahman Akbar et al., 2022). Di Indonesia,
pengembangan pertanian presisi penting untuk menghasilkan peta hasil, peta
tanah, peta pertumbuhan tanaman, dan peta informasi lahan. Ini memungkinkan
penggunaan variable rate application yang sesuai dengan kebutuhan setiap lokasi.
Teknologi drone atau pesawat udara tak berawak adalah sebuah perangkat yang
dimanfaatkan dalam praktik pertanian presisi. Drone ini mampu dioperasikan oleh
pengguna dari tanah melalui remote control. Dilengkapi dengan kamera udara,
sistem penentuan lokasi geografis (Geographic Positioning System/GPS), dan
perangkat lunak untuk merancang pola penerbangan dan gambaran udara berupa
mozaik. Dalam konteks ini, drone memberikan informasi yang diperlukan ke
ruang kontrol untuk memastikan penggunaan pupuk dan bibit yang tepat sesuai
kebutuhan, secara real-time. Drone memiliki kemampuan untuk mengatasi
tantangan topografi yang sulit, berbeda dengan kendaraan pertanian roda standar.
Drone berfungsi tanpa dipengaruhi oleh cuaca dan dapat beroperasi bahkan saat
cuaca buruk seperti hari mendung atau hujan. Dilengkapi dengan kamera
inframerah, drone dapat mengambil gambar multispektral dari langit yang sesuai,
kemudian dapat diolah menggunakan perangkat lunak khusus. Sensor yang
tertanam pada drone memungkinkan pemantauan indeks vegetatif tanaman
melalui pemindaian laser. Dengan membandingkannya dengan parameter standar,
keputusan pertanian dapat diambil lebih cepat, termasuk kapan tepatnya pupuk
diterapkan, bahan kimia disemprotkan, dan operasi penyiangan dilakukan secara
optimal, selain digunakan di sektor pertanian, drone juga memiliki berbagai
aplikasi lain dalam pertanian, seperti penyemprotan pestisida dan pupuk,
pemantauan tanah dan kualitas air, pemantauan erosi, serta tahap pertumbuhan
tanaman. Hampir 25 tahun lalu, pada akhir tahun 1980-an, Jepang menjadi negara
pertama yang menerapkan teknologi pesawat tak berawak di bidang pertanian.
Saat ini, pesawat tak berawak seperti quadcopter dan helikopter digunakan untuk
operasi pertanian di lebih dari 10% daerah padi di Jepang. Perusahaan manufaktur
Jepang seperti Fuji Heavy Industries dan Yamaha saat ini memproduksi dan
menjual penyemprot otonom sepenuhnya. Yamaha mengkomersialkan helikopter
remote controlled (UAV) yang dapat digunakan untuk penyemprotan bahan kimia
atau penyebaran butiran. Dengan penggunaan penyemprotan udara, termasuk
pupuk, fungisida, dan pestisida, biaya tenaga kerja dapat dikurangi secara
signifikan, dan operasi pertanian dapat dilakukan tepat waktu. Penggunaan drone
dalam pertanian memerlukan lebih sedikit bahan bakar dan biaya pemeliharaan
dibandingkan dengan model utilitas militer atau logistik. Operasi perlindungan
tanaman yang melibatkan pekerjaan manual sering menyebabkan masalah alergi,
iritasi mata, gangguan kulit, dan bahkan risiko penyakit jangka panjang seperti
kanker. Ini dapat dihindari melalui penyemprotan udara dengan bantuan drone.
Transformasi digital melalui IoT dalam pertanian dan ketahanan pangan
memiliki dampak yang luas. Secara ekonomi, penggunaan IoT ini dapat
meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan
ketahanan ekonomi di tingkat lokal. Memang penggunaan teknologi pintar ini
dapat menganalisis kualitas air dan udara, memantau cuaca, mendeteksi hama dan
penyakit, menyesuaikan siklus panen, merespon ancaman penyakit, distribusi dan
kontrol kualitas akan unggul karena penggunaan teknolog ini meminimalisir
potensi dampak yang merugikan. Diharapkan teknologi smart farming ini dapat
meningkatkan ketahanan dan produktivitas pangan sehingga pangan selalu aman,
bermutu dan terjangkau oleh semua khalayak masyarakat, terutama bagi negara
yang berkembang seperti di negara kita, Indonesia. Contoh ini adalah dampak IoT
sebagai alat untuk mencapai SDG, dan mendorong kemajuan, dan meningkatkan
kesejahteraan. Namun, ada banyak juga tantangan yang perlu diatasi terutama
yang berkaitan dengan infrastruktur dan kapasitas teknis negara-negara yang
sedang berkembang. (Meutia Ernita Dewi, 2017)
Dari sudut pandang lingkungan, penggunaan sumber daya yang efisien
seperti air dan pupuk dapat mengurangi dampak lingkungan dari praktik pertanian
konvensional, tetapi jaringan IoT ini menggunakan data yang besar, sehingga
memerlukan pusat pemrosesan data yang besar, yang juga menghasilkan sejumlah
besar konsumsi energi,permintaan energi yang sangat besar ini akan menambah
masalah di sektor energi yang sedang kita hadapi saat ini, untuk memprediksi
bahwa perangkat IoT harus dirancang dengan penggunaan energi dan sumber
daya yang berkelanjutan. Lebih jauh lagi, bahkan perangkat yang digunakan untuk
IoT yang sudah atau akan beredar di lingkungan masyarakat akan menimbulkan
masalah baru bagi lingkungan. Pasalnya e-waste dalam jumlah besar akan
membutuhkan penanganan khusus selama pengelolaannya agar tidak mencemari
lingkungan. Lebih jauh lagi, penggunaan nanopartikel dalam nanoteknologi akan
memberikan dampak tersendiri bagi kesehatan. Ukuran limbahnya beracun dan
mikroskopis, sehingga mudah diserap melalui kulit, pencernaan, dan pernapasan
(Meutia Ernita Dewi, 2017).
Dari sudut pandang sosial, ini bisa mengurangi kesenjangan pengetahuan
di antara para petani dan membantu mengatasi permasalahan di daerah pedesaan.
Namun, dengan mengintegrasikan banyak perangkat pintar ke dalam jaringan,
tentu akan terjadi pertukaran, pengumpulan, dan akses informasi yang besar.
Situasi ini berpotensi membahayakan privasi dan mengancam baik perangkat
maupun sistem secara keseluruhan. Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya
perbaikan dalam perlindungan data, yang mendasarkan pada prinsip Privasi
melalui Desain (PbD), yaitu pendekatan dalam merancang sistem dengan
memprioritaskan aspek privasi sepanjang proses perancangannya. Konsep PbD
telah dikembangkan untuk menjaga sistem dari berbagai ancaman privasi, seperti
penghentian tag, penghalang tag, bit privasi, tag penjaga, preferensi privasi, serta
teknik enkripsi (Meutia Ernita Dewi, 2017).
Selain itu, diperlukan adanya regulasi dan kerangka hukum yang kuat,
termasuk dukungan dari pemerintah dan lembaga pengaturan, untuk mengambil
peran dalam membentuk peraturan yang mengikat bagi seluruh pengguna
Teknologi Internet of Things (IoT). Lembaga pengaturan juga memiliki peran
penting dalam menetapkan standar yang memastikan kompatibilitas antara
berbagai sistem dan teknologi pendukung IoT. Pemerintah juga memiliki
tanggung jawab untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan
dari penggunaan IoT beriringan dengan penyelesaian isu-isu sosial.
Meskipun potensi besar, penerapan IoT dalam pertanian juga menghadapi
beberapa tantangan. Infrastruktur teknologi dan akses internet yang masih terbatas
di beberapa wilayah adalah hambatan utama. Selain itu, pelatihan dan literasi
digital juga menjadi faktor penentu dalam adopsi teknologi ini. Upaya kolaboratif
antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi diperlukan untuk mengatasi
hambatan ini. Regulasi yang tepat juga harus diimplementasikan untuk
memastikan keamanan data dan penggunaan teknologi yang bertanggung jawab.
KESIMPULAN
Perkembangan teknologi digital, terutama Internet of Things (IoT), telah
membuka peluang baru dalam meningkatkan ketahanan pangan dan pertanian di
Indonesia. Konsep Society 5.0, yang mengintegrasikan teknologi digital dengan
pembangunan berkelanjutan, memberikan potensi untuk mengatasi tantangan
dalam sektor pertanian, seperti penurunan minat generasi muda dan meningkatnya
permintaan pangan global. Penerapan IoT dalam pertanian memiliki dampak yang
signifikan dalam hal efisiensi, produktivitas, dan keberlanjutan. Teknologi seperti
smart farming, drone, dan robot pertanian memberikan solusi untuk pemantauan
dan pengelolaan lingkungan pertanian secara lebih akurat. Dengan data yang
dikumpulkan melalui IoT, petani dapat mengambil keputusan yang lebih baik,
meningkatkan produksi, mengurangi biaya, dan menghindari kerugian potensial.
Namun, penggunaan IoT juga membawa tantangan sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Tantangan ini termasuk perlindungan data, masalah e-waste, risiko
kesehatan dari nanopartikel, dan potensi ancaman terhadap privasi. Selain itu,
diperlukan regulasi yang kuat dan kerangka hukum yang mendukung untuk
mengatasi masalah yang muncul akibat penggunaan IoT. Pentingnya kerja sama
antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat dalam mengatasi
tantangan ini juga ditekankan. Dengan adopsi teknologi IoT yang bijaksana dan
terencana, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan pertanian
yang lebih efisien, produktif, dan berkelanjutan, serta meningkatkan ketahanan
pangan dalam menghadapi tantangan global di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, D., Kristanto, T., Albana, A. S., Samuel, G. W., Andriyani, S., Jose, C.,
& Kurniawan, A. (2022). Penerapan Teknologi Hidroponik Berbasis IoT
Untuk Mendukung Pengembangan Desa Wisata Edukasi. 2(2).
Efendi, R., & Sagita, D. (2022). Teknologi pertanian masa depan dan peranannya
dalam menunjang ketahanan pangan. Sultra Journal of Mechanical
Engineering (SJME), 1(1), 1–12.
Meutia Ernita Dewi. (2017). Dampak Sosial IoT. Seminar Nasional Dan Expo
Teknik Elektro, 102–106.
Sandi, G. H., & Fatma, Y. (2023). PEMANFAATAN TEKNOLOGI INTERNET
OF THINGS (IOT) PADA BIDANG PERTANIAN. In Jurnal Mahasiswa
Teknik Informatika (Vol. 7, Issue 1).
Setiawan, D., & Lenawati, M. (2020). Peran Dan Strategi Perguruan Tinggi
Dalam Menghadapi Era Society 5.0. In Research : Journal of Computer
(Vol. 3, Issue 1).
Sukarno, P., Yasirandi, R., Al Makky, M., Husen, J. H., Riskiana, R. R.,
Nugraha, N. D., Nastiti, N. E., Aulia, R., Anggis Suwastika, N., &
Oktaria, D. (2022). Pemanfaatan dan Uji Kelayakan Teknologi Internet of
Things (IoT) untuk Budidaya Ternak Lele dan Tanaman Kangkung untuk
Mendukung Ketahanan Pangan Masyarakat Kelurahan Margasari Kota
Bandung di Era Pandemik COVID19.
Taufiqurrahman Akbar, A., Latief Arda, A., & Taufiq, I. (2022). ALAT
PENGUSIR BURUNG PADA TANAMAN PADI BERBASIS IoT. 8(2).
http://ejournal.fikom-unasman.ac.id

Anda mungkin juga menyukai