Anda di halaman 1dari 12

TERM OF REFERENCE (ToR)

“Membangun Ekosistem Usaha Untuk Pertanian dan Maritim 4.0”


Penyusun : Rikardus P. Hayon,S.Fil.,M.AP

I. Pendahuluan

Era Revolusi Industri 4.0 sudah di depan mata, tipping point tahun 2025
tinggal 5 tahun lagi. Begitu kita masuk industri 4.0, maka tidak ada jalan
kembali, mau tidak mau kita harus mengikutinya. Oleh karena itu, kita harus
segera berkemas dan bersiap untuk juga masuk ke sistem ekonomi 4.0.

Di Indonesia, sebagian dari kehidupan ekonomi kita saat ini sudah


masuk dalam kategori ekonomi 4.0. Menjamurnya SuperApps seperti Gojek,
dan toko online seperti Tokopedia, adalah satu bagian dari industry 4.0 yang
disebut dengan SuperApps. Kedua super apps tersebut di atas adalah yang
diciptakan oleh anak negeri dan sudah menjadi unicorn (dengan nilai ekonomi
U$D 1 milyar) bahkan segera akan menjadi dekatrn (nilai ekonomi U$D 10
milyar).

Fenomena ojek online (Ojol) dan taksi online (Taksol), sempat


menghebohkan, karena menimbulkan disrupsi pada sistem ekonomi yang ada,
seperti ojek dan taksi konvensional, dan terlihat sistem regulasi terlambat
mengantisipasinya. Namun, akhirnya ojol dan taksol sudah menjadi bagian
dari kehidupan kita sehari-hari, dan memberikan peluang kerja bagi ratusan
ribu orang.

Di bidang pertanian, perikanan dan peternakan, teknologi yang


dibutuhkan adalah yang mampu menjawab berbagai persoalan yang kita
hadapi. Teknologi pertanian kita sangat tertinggal, jika dibandingkan dengan
teknologi 4.0, teknologi pertanian kita masuk kategori primitif. Kita masih
berkutat dengan mekanisasi, industri 4.0 sudah masuk pada otomasi.
Berbagai persoalan yang kita hadapi saat ini diketiga sektor ini antara lain:

1. Menurunnya dan menuanya tenaga kerja;


2. Tingkat efisiensi rendah;
3. Produktivitas rendah;
4. Lahan dan ruang usaha kecil;
5. Akses terhadap modal;
6. Dan lain-lain.

Beberapa teknologi industri 4.0 sudah masuk di Indonesia bahkan ada


inovasi-inovasi yang sudah berhasil dibuat oleh anak bangsa. Drone untuk
precision agriculture, yang diberi sensor untuk mampu melakukan analisis
tanah sehingga kebutuhan pupuk dapat diperkirakan dengan tepat
sebenarnya sudah ada, baik yang dibuat perusahaan besar maupun yang
merupakan inovasi anak bangsa. Traktor autonomous, yang dapat diprogram
untuk melakukan pengolahan tanah, penanaman dan pemanenan juga sudah
ada dan dapat dikembangkan.

Belajar dari pengalaman ojek online dan taksi online, yang membuat
disrupsi yang cukup mengagetkan, kita perlu mempersiapkan ekosistem
usaha yang mampu membuat teknologi dan inovasi-inovasi ini menjadi
komersial sehingga terjangkau dan bermanfaat oleh petani, nelayan dan
peternak kita.

Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab adalah:

1. Apa saja regulasi yang dibutuhkan untuk membuat kecerdasan


buatan (Artificial Intelligent), Internet Of Things, SuperApps, Maha data
(Big Data) dan bahkan mesin cetak 3 dimensi (3D printer) dapat
berkembang secara massif dengan harga yang terjangkau?
2. Bagaimana agar petani, peternak dan nelayan, yang bekerja di lahan
yang kecil, secara sendiri-sendiri, dapat mengkonsolidasi diri dan
mengelola lahannya secara bersama-sama dalam system 4.0?

Pertanyaan-pertanyaan itu akan diurai satu persatu dan coba dijawab


dalam Talkshow berikut:

II. Narasumber

Adapun yang akan menjadi narasumber dalam talkshow ini adalah:


1. Pemateri I Kementerian Pertanian
2. Pemateri II Kementerian Kelautan dan Maritim
3. Penanggap :
Presiden Direktur PT Wahana Inti
Selaras (John Deer Indonesia) : …………………
CEO PT. Awina Internasional
Indonesia : ………………...
4. Moderator : …………………
III. Teknis Pelaksanaan
3.1. Tema Talkshow : “Membangun Ekosistem Usaha Untuk
Pertanian dan Maritim4.0”
3.2. Lokasi : ………………
3.3. Waktu Talkshow : ………………
3.4. Pukul : ………………

IV. Audiens
4.1. Peserta Talkshow
TERM OF REFERENCE (ToR)
“Mendorong Penelitian dan Pengembangan Untuk Inovasi 4.0”
Penyusun : Rikardus P. Hayon.,S.Fil,M.AP

I. Latar Belakang

Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) melahirkan


teknologi, inovasi-inovasi dan produk-produk baru. Dalam ekonomi 4.0,
penelitian dan pengembangan (Research and Development) memang sangat
diperlukan untuk menciptakan alat-alat dan sistem yang mampu menjawab
masalah dan menjadikan pertanian dan maritim sebagai sektor unggulan.
Dalam ekonomi 4.0, pionir mengambil keuntungan sedangkan pengikut
dirugikan. Untuk menjadi pionir, inovasi mesti didorong, untuk itu penelitian
dan pengembangan adalah mutlak.

Inovasi keluar dari hasil penelitian dan pengembangan, berperan dalam


menentukan cepat lambatnya kemajuan dan perkembangan suatu negara, tapi
membutuhkan dana yang relatif besar. Selama ini hingga tahun 2018,
pemerintah mengalokasikan dana APBN untuk R&D sangat minim, hanya
sekitar 0.2 % dari Produk Domestic Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product
(GDP), Bank Indonesia (2019). Anggaran 0,2 persen dari PDB tersebut tentu
terbilang minim dan sangat kecil bila dibandingkan dengan negara-negara lain
di Asia. Seperti Malaysia yang kini sudah mencapai 1,25 persen, Singapura
(2,20 persen), Cina (2,0 persen), Jepang (3,60 persen), dan Korea Selatan (4,0
persen).

Indonesia jauh tertinggal di bandingkan dengan Singapura dalam hal


penelitian dan pengembangan iptek ini. Singapura sejak tahun 1960-an sudah
mengundang perusahaan asing untuk menanamkan modalnya. Pada saat
bersamaan, diundang pula ilmuwan-ilmuwan andal dunia membuat pelatihan
riset ilmiah bagi generasi muda Singapura. Upaya membangun industri
berbasis riset iptek itu semakin diperkuat dengan terbentuknya Singapore
Institute of Standards and Industrial Research (SISIR) pada tahun 1969. Hingga
saat ini terlihat sekitar 30 persen dari anggota institut tersebut merupakan
para peneliti asing. Singapura mendahului negara-negara tetangganya
menjadi negara maju, berkat keseriusan pemerintahnya membangun ekonomi
bagi penduduknya dengan dorongan industri berteknologi tinggi berbasis riset
dan inovasi. Berbagai perhatian ditingkatkan mulai dari anggaran memadai
disiapkan untuk melakukan riset, menciptakan inovasi dan mendorong
perusahaan industri berbasis teknologi tinggi. Dengan perhatian yang tinggi
terhadap riset, Singapura selalu menempati posisi teratas dalam Indeks
Inovasi Global (Global Innovation Index-GII) yang setiap tahun dipublikasikan
bersama oleh World Intellectual Property Organization (WIPO), lembaga riset
INSEAD dan Universitas Cornel.

Sejak 2015 posisi Global Innovation Index Indonesia berada paling bawah di
antara ASEAN6 yaitu Singapore, Malaysia, Thailand, Vietnam, Phillippines dan
Indonesia (Global Inovation Index)). Tahun 2019, Indonesia juga berada pada
peringkat terbawah dalam Trade, Competition & Market Scale di antara
ASEAN6 dan berada pada peringkat kedua dari terakhir dalam Innovation
Linkages.

Gambar 1: Nilai Indeks Inovasi Global Negara-negara ASEAN

Berdasarkan penjelasan di atas, muncul beberapa pertanyaan:

1.1 Bagaimana meningkatkan Research and Development di Indonesia?


1.2 Bagaimana Meningkatkan Research and Development oleh Swasta?
1.3 Riset-riset apa sajakah yang dibutuhkan dalam usaha peningkatan
inovasi 4.0?
1.4 Bagaimana usaha dalam membangun teknologi 4.0 di Indonesia
sendiri selain impor?

Pertanyaan-pertanyaan itu akan diurai satu persatu dan coba dijawab dalam
proses Talkshow.

II. Narasumber

Adapun yang akan menjadi narasumber dalam talkshow ini adalah:

Penanggap : Kementerian Riset Dan Teknologi

Pembicara :
1. Deputi Bidang Teknologi Agroindustri
& Bioteknologi : ……..

Moderator : …….

III. Teknis Pelaksanaan

3.1 Tema Talkshow : “Mendorong Penelitian dan Pengembangan


Untuk Inovasi 4.0”
3.2 Lokasi : ……..
3.3 Waktu Talkshow : ……..

3.4 Pukul : …….

IV. Audiens
a. Peserta
TERM OF REFERENCE (ToR)

“Membangun Komunitas Petani, Peternak, Nelayan Cyber Indonesia


Menghadapi Revolusi 4.0, Harapan dan Tantangannya”
Penyusun : Rikardus P. Hayon, S.Fil.,M.AP

I. Latar Belakang

Peningkatan pendapatan di pedesaan harus menjadi fokus bangsa ini


apabila negara ini, yang sudah menjadi anggota G-20, ingin menghapuskan
kemiskinan di pedesaan. Apalagi dunia akan masuk ke tipping point Revolusi
Industri 4.0 pada tahun 2025, yang tidak mungkin dihambat. Sektor
pertanian, peternakan dan perikanan kita perlu dibenahi, jika tidak, maka
akan semakin tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malasya, Thailand
dan Vietnam.

Saat ini petani, peternak dan nelayan kita dihadapkan dengan berbagai
masalah antara lain proses produksi yang tidak efisien sehingga berbiaya
mahal akibat lahan kecil, alat pertanian maupun alat tangkap ikan yang
kecil dan tidak efisien, kurangnya akses informasi harga komoditas hasil
pertanian, peternakan dan perikanan, kurangnya akses permodalan,
kurangnya akses pasar, rantai perdagangan yang panjang, ketiadaan fasilitas
pemrosesan serta ketiadaan sistem pergudangan yang memadai sehingga
petani tidak menikmati nilai tambah dari hasil produksi mereka. Karena itu
petani, peternak, nelayan perlu mengkonsolidasikan diri dan memobilisasi diri
untuk mengatasi persoalan mereka.

Dalam era industry 4.0, mobilisasi ini dapat dilakukan lewat dunia cyber
maupun secara fisik, misalnya konsolidasi lahan dalam upaya menjadi
bankable maupun memudahkan untuk pengelolaan secara teknologi 4.0.
Untuk dapat mengakses alsintan 4.0, misalnya tractor autonomous, atau
drone utnuk menganalisis tanah, hama dan penyakit atau mendeteksi waktu
panen, hanya dapat dilakukan apabila unit pertanian cukup luas, misal satu
desa atau satu kecamatan. Di dunia perikanan tangkap, nelayan pesisir
dengan sampan atau ketinting dapat mengkosilidasikan diri menjadi
kelompok nelayan dengan kapal 30GT, yang mempunyai peralatan tangkap
dan pendeteksi ikan 4.0. Peternak dapat mengkonlidasikan diri menjadi
kelompok-kelompok dalam unit yang
besar sehingga dapat menggunakan drone dan chip, atau alat tetas DOC
berteknologi 4.0 secara berkelompok.

Selain itu, upaya membangun komunitas petani, peternak, nelayan


cyber juga dilakukan dengan cara mengintegrasikan unit bisnis dari proses
produksi hingga paska produksi, penyimpanan, pengolahan, dan pemasaran
dengan menghimpun petani, peternak dan nelayan dalam kumpulan data yang
besar yang disebut Maha Data (Big Data) yang kemudian diolah menjadi
sebuah platform e-commerce yang di dalamnya terdiri dari berbagai aplikasi
yang saling berintegrasi menjadi sebuah ekosistem bisnis dari hulu ke hilir
(super apps) yang mempertemukan petani, peternak dan nelayan tidak hanya
dengan pasar tetapi juga dengan para pakar penyuluh , juga petani, peternak,
nelayan dengan petani, peternak, nelayan lainnya untuk berbagi pengalaman
dan informasi , melalui integrasi vertikal dan horizontal. System pergudangan
pun dapat memanfaatkan big data ini melalui system e-commerce membuat
aplikasi pembayaran melalui system gerbang pembayaran (gate way system,
melalui e-ID petani, peternak dan nelayan lewat barcode yang dioperasikan
lewat smart phone. Kedepan diharapkan dengan adanya industrialisasi
pengolahan hasil pertanian, peternakan dan nelayan di desa muncul
komunitas petani penghasil produk jadi yang langsung terhubung dengan
pasar dunia melalui aplikasi e-commerce.

II. Tujuan

Talk Show ini ingin menjawab beberapa pertanyaan :

2.1 Bagaimana membangun Komunitas petani, peternak, nelayan Cyber di


Indonesia dengan unit bisnisnya adalah desa atau kecamatan?
2.2 Bagaimana status dan perkembangan e-commerce di Indonesia baik dari
sisi regulasi, legalitas, infrastrukur penunjang IT, system
perpajakannya, tantangan, peluang, hambatan dan ancamannya ?
2.3. Bagaimana pengalaman-pengalaman dari pelaku Industri e-commerce,
di Indonesia , juga pelaku pengusaha layanan pengolahan big data dan
blok chain data saat ini ?

III. Audiens
3.1 Gubernur dan Bupati serta Walikota Seantero Nusantara
3.2 Anggota DPR RI, DPRD Propinsi Dan DPRD Kabupaten/Kota
3.3 Komunitas Petani dan Nelayan Indonesia

IV. TEKNIS PELAKSANAAN


Talk Show dengan Tema “Membangun Komunitas Petani , Peternak, Nelayan
Cyber Indonesia menghadapi Revolusi 4.0 , Harapan dan Tantangannya” .

Penanggap : Drs. Teten Masduki –Menteri Koperasi dan UKM

Nara Sumber :
1. Semuel Abrijani Pangerapan, B.Sc
2. Sanny Gadaffi – Founder 8Villages (Super Aps di Bidang Pertanian)
3. Imron Zuhri – CTO Hara (Block Data Chain Provider)
4. Imam Pesuwaryantoro -CIO Nyayur.com (Aps)

Moderator : ………
KERANGKA ACUAN
TERM OF REFERENCE (ToR)

“Kecerdasan Buatan Pertanian, Perikanan dan Peternakan di Idonesia


Menghadapi Revolusi 4.0, Harapan dan Tantangannya”
Penyusun : Rikardus P. Hayon, S.Fil.,M.AP

I. LATAR BELAKANG

Artificial Intelligent (Kecerdasan Buatan) adalah simulasi kecerdasan


manusia dalam mesin yang diprogram untuk berpikir seperti manusia dan
meniru tindakannya. Istilah ini juga dapat diterapkan pada mesin apa pun
yang menunjukkan sifat-sifat yang terkait dengan pikiran manusia. Di mana
prosesnya termasuk dengan pembelajaran (perolehan informasi dan aturan
untuk menggunakan informasi), penalaran (menggunakan aturan untuk
mencapai perkiraan kesimpulan yang pasti) dan kemampuan untuk
mengoreksi secara otomatis.

Saat ini, teknologi kecerdasan buatan dapat digunakan dalam berbagai


sektor, mulai dari pertanian, farmasi, militer, hingga mitigasi bencana. Di
bidang pertanian ada beberapa alsintan yang menggunakan teknologi AI ini
antara lain berupa tractor autonomous, autonomous transplater, wood chipper
autonomous, sensor hama dan kelembaban juga drone yang dengan berbagai
kegunaannya yang semuanya bekerja berdasarkan algoritma tertentu.

Kecerdasan buatan ini mampu mengidentifikasi masalah seperti,


pertumbuhan jamur dan kekurangan air, pada tanaman jagung dan kedelai
beberapa minggu sebelum mata telanjang akan menyadarinya. Dengan
mengolah foto-foto yang diambil dari drone yang terbang beberapa kaki di atas
ladang terkumpulah data yang kemudian dianalisis dan menghasilkan
pencitraan termal yang digunakan untuk mengidentifikasi penyakit lebih awal.
Setelah dua hingga tiga minggu kemudian penyakit akan terlihat secara kasat
mata, yang menandakan bahwa kecerdasan buatan terbukti benar

Singkatnya, teknologi Kecerdasan Buatan ini membuat sebuah mesin


mampu memecahkan masalah dengan lebih cepat, lebih teliti, lebih efektif dan
efisien sehingga membuat pekerjaan manusia menjadi lebih mudah, ringan
dan lebih cepat selesai dan tepat sehingga mendapatkan hasil yang lebih
maksimal. Teknologi ini juga mampu mengumpulkan dan menganalisis data
sehingga petani dapat memprediksi peluang adanya hama, potensi kekeringan
tanah, kualitas tanaman dan lain sebagainya secara lebih cepat dan akurat
untuk segera dapat diatasi secara real time.

Tantangan lainnya adalah masalah regulasi yang memadai terkait


teknologi AI ini yakni bagaimana membangun digital ekosistem, utamanya
dengan mempersiapkan roadmap untuk industri AI seperti yang telah
dilakukan pada industry e-commerce. Tantangan lainnya adalah keterbatasan
sumber daya manusia yang ahli dan ketersediaan infrastruktur yang
memadai. Misalnya, ketiadaan aturan mengenai frekwensi yang boleh dipakai
untuk alat autonomous tractor atau drone menyebabkan alat ini belum dapat
dikembangkan secara komersial. Pendaftaran hak cipta dan kekayaan
intelektual juga masih perlu untuk didorong.

II. Tujuan

Talk Show ini ingin menjawab beberapa pertanyaan :

2.1 Regulasi apa saja yang dibutuhkan agar AI di dbiang pertanian,


peternakan dan maritim dapat berkembang dan maju
2.2 Bagaimana memberikan insentif kepada para perekayasa dan innovator
berupa royalty atas temuan-temuannya yang didaftarkan dalam HAKI
maupun hak patent.
2.3 Dimana competitive advantage Indonesia dalam dunia AI?

III. Audiens :

3.4 Gubernur dan Bupati serta Walikota Seantero Indonesia


3.5 Anggota DPR RI, DPRD Propinsi Dan DPRD Kabupaten/Kota
3.6 Komunitas Petani dan Nelayan
3.7 Media

IV. TEKNIS PELAKSANAAN

Talk Show dengan Tema: “Kecerdasan Buatan Pertanian, Perikanan dan


Peternakan di Idonesia menghadapi Revolusi 4.0, Harapan dan Tantangannya”

Penanggap :
Semuel Abrijani Pangerapan, BSc – Dirjen Aplikasi Informatika

Nara Sumber :
1. Dr. Freddy Harris, S.H.,LLM., ACCS-Dirjen Kekayaan Intelektual
2. Roseno Rasul -PT Karya Solusi

Moderator: ………

Anda mungkin juga menyukai