•
Batas Divergen: 7 3 %
•
Batas konvergen (zona subduksi): 15%
•
hotspot: 12%.Magma yang meletus dari sebuah gunung berapi berpe-rilaku sesuai dengan
viskositas, ditentukan oleh tempe-ratur, komposisi, dan konten kristal. Magma suhu ting-gi,
yang sebagian besar komposisinya adalah basaltik ,berperilaku dalam cara yang
mirip dengan minyak te-bal dan, ketika mendingin, seperti karamel. Aliran basaltyang panjang
dan tipis dengan permukaan pahoehoe sa-ngat umum terbentuk pada magma jenis
ini. Komposisiintermediet magma, seperti andesit, cenderung memben-tuk cerobong kerucut yang
terdiri atas campuran abu, tufdanlava, d a n m u n g k i n m e m i l i k i v i s k o s i t a s y a n g s a m a d e -
ngan molase tebal dan dingin atau bahkan karet saat me-letus. Magma felsik, seperti riolit, biasanya
meletus padasuhu rendah dan 10.000 kali lebih kental dibandingkanbasalt. Gunung berapi
dengan magma riolitik umumnyameletus eksplosif, dan aliran lava riolitik biasanya terba-tas
dalamluasan dan memiliki lereng yang curam, karenamagma yang begitu kental.Magma felsik
dan menengah yang meletus sering terjadisecara merusak, dengan ledakan didorong oleh
dikeluar-kannya gas terlarut-biasanya uap air, juga karbon diok-sida. Material piroklastik yang
meletus secara eksplosifdisebut tefra dan termasuk tuf, aglomerat dan Ignimbrit.Abu vulkanik halus juga
meletus dan membentuk depositabu tuf yang sering dapat menutupi daerah yang luas.Karena lava
mendingin dan mengkristal dengan cepat,batuan ini berbutir halus. Jika pendinginan begitu
cepatsehingga mencegah pembentukan bahkan kristal-kristalkecil setelah ekstrusi, batuan yang
dihasilkan mungkinsebagian besar kaca/gelas (seperti batuan obsidian). Jikapendinginan lava
terjadi lebih lambat, batuan akan kasar.Karena mineralnya sebagian besar halus, jauh lebih su-lit
untuk membedakan antara berbagai jenis batuan bekuekstrusif dibandingkan antara berbagai
jenis batuan bekuintrusif. Umumnya, konstituen mineral halus batuan be-ku ekstrusif hanya
dapat ditentukan dengan pemeriksaansayatan tipis dari batuan di bawah mikroskop
polarisasi,sehingga hanya klasifikasi perkiraan yang dapat dibuat dilapangan.
2.3 Hipabissal
Batuan beku Hypabyssal terbentuk pada kedalaman diantara batuan plutonik dan
vulkanik. Batuan ini terben-tuk karena pendinginan dan pembekuan yang dihasilkandari naiknya
magma di bawah permukaan bumi. BatuanHypabyssal kurang umum daripada batuan plutonik
atauvulkanik dan sering membentuk dike, sill, lakolit, lopolitatau pakolit.
3 Tekstur
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubunganyang erat antar mineral-mineral
sebagai bagian dari batu-an dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yangmembentuk
massa dasar dari batuan.Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tigahal yang
penting, yaitu:
3.1 Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuanbeku pada waktu terbentuknya
batuan tersebut. Kris-talinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukk-an berapa
banyak yang berbentuk kristal dan yang
tidakberbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkankecepatan pembekuan
magma. Apabila magma dalampembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya ka-
sar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepatmaka kristalnya akan halus,
akan tetapi jika pendingi-nannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnyaberbentuk
amorf.Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kris-talisasi, yaitu:
•
Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanyatersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin
adalahkarakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalinyang telah membeku di dekat
permukaan.
•
Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiridari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari
massakristal.
•
Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya ter-susun dari massa gelas. Tekstur holohialin
banyakterbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atausebagai fasies yang lebih kecil dari
tubuh batuan.
3.2 Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran)pada batuan beku. Pada
umumnya dikenal dua kelom-pok tekstur ukuran butir, yaitu:
3.2.1 Fanerik/fanerokristalin
Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakansatu sama
lain secara megaskopis dengan mata biasa.Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan
menja-di:
•
Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurangdari 1 mm.
4
4 STRUKTUR
•
Sedang (medium), apabila ukuran diameter butirantara 1 – 5 mm.
•
K a s a r ( c o a r s e ) , a p a b i l a u k u r a n d i a m e t e r b u t i r a n t a r a 5 – 30 mm.
•
Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameterbutir lebih dari 30 mm.
3.2.2 Afanitik
Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibe-dakan dengan mata biasa sehingga
diperlukan bantuanmikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersu-
sunolehkristal,gelasataukeduanya. Dalamanalisismik-roskopis dapat dibedakan:
•
Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batu-an beku bisa diamati dengan
bantuan mikroskop de-ngan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.
•
Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam ba-tuan beku terlalu kecil untuk diamati
meskipun de-ngan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisarantara 0,01 – 0,002 mm.
•
Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusunoleh gelas.
3.3 Bentuk Kristal
B e n t u k k r i s t a l a d a l a h s i f a t d a r i s u a t u k r i s t a l d a l a m b a t u a n , jadi bukan sifat batuan
secara keseluruhan. Ditinjau daripandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
•
Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentukasli dari bidang kristal.
•
Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya su-dah tidak terlihat lagi.
•
Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyaibidang kristal asli.Ditinjaudari
pandangantiga dimensi, dikenalempatben-tuk kristal, yaitu:
•
Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga di-mensinya sama panjang.
•
Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebihpanjang dari satu dimensi yang lain.
•
Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebihpanjang dari dua dimensi yang lain.
•
Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.
3.4 Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefini-sikan sebagai hubungan antara
kristal/mineral yang satudengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis besar,relasi dapat
dibagi menjadi dua,
3.4.1 Equigranular
Yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang mem-bentuk batuan berukuran sama
besar. Berdasarkan kei-dealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi men-jadi tiga, yaitu:
•
Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian be-sar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-
mineralyang euhedral.
•
Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian be-sar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-
mineralyang subhedral.
•
Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian be-sar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-
mineralyang anhedral.
3.4.2 Inequigranular
Yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentukbatuan tidak sama besar. Mineral yang
besar disebut fe-
n o k r i s d a n y a n g l a i n d i s e b u t m a s s a d a s a r a t a u m a t r i k y a n g bisaberupamineralataugel
as. Apabilakristal-kristalpe-nyusun massa dasar dapat terlihat jelas dengan mata ataulup
maka disebut Faneroporfiritik, dan apabila kristal pe-nyusun massa dasar tidak dapat terlihat
dengan mata ataulup maka disebut Faneroafanitik
4 Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro
yangmeliputikedudukanlapisanyangjelas/umumdarilapisan batuan. Struktur batuan beku
sebagian besar hanya dapatdilihat dilapangan saja, misalnya:
•
Pillow lava
atau lava bantal, yaitu struktur palingkhas dari batuan vulkanik bawah laut,
membentukstruktur seperti bantal.
•
Joint
struktur, merupakan struktur yang ditandaiadanya kekar-kekar yang tersusun secara
teratur te-gak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang da-pat dilihat pada contoh-contoh
batuan (hand speci-ment sample), yaitu:
•
Masif
, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifataliran, jejakgas(tidakmenunjukkanadanyalubang-
lubang)dantidakmenunjukkanadanyafragmenlain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
6
8 REFERENSI
8 Referensi
[1] Prothero, Donald R.; Schwab, Fred (2004).
Sedimentary geology : an introduction to sedimentary rocks and stra-tigraphy
( 2 n d e d . ) . N e w Y o r k : F r e e m a n . p . 1 2 . I S B N 978-0-7167-3905-0.[ 2 ] F i s h e r , R .
V. & Schmincke H.-U., (1984)
Pyroclastic Rocks
, Berlin, Springer-Verlag
Yaw