Anda di halaman 1dari 75

M.

Ikhwan Lukmanudin

PEMBUATAN SEDIAAN OBAT LIQUID ORAL


SESUAI KONSEP ISLAM DAN FARMASI
PEMBUATAN SEDIAAN OBAT LIQUID ORAL
SESUAI KONSEP ISLAM DAN FARMASI

Penulis:
M. Ikhwan Lukmanudin

ISBN:
978-602-6116-741

Penyunting dan Editor:


Hari Primayuda

Desain Cover:
M. Ikhwan Lukmanudin

Penerbit:
Al Qolam

Alamat Redaksi:
Jl. Sedap Malam III, No 62, RT 02, RW 17
Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Cetakan Pertama, Juni 2017


Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk
dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit
PEMBUATAN SEDIAAN OBAT LIQUID ORAL
SESUAI KONSEP ISLAM DAN FARMASI

DISERTASI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


guna mencapai gelar Doktor dalam
bidang Agama dan Kesehatan

Muhamad Ikhwan Lukmanudin


NIM. 31151200000001

Promotor:
Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo. MA
Prof. Dr. Arif Sumantri. M.Kes

PROGRAM DOKTOR
BIDANG AGAMA DAN KESEHATAN
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017 M / 1438 H
i
ii
PEMBUATAN SEDIAAN OBAT LIQUID ORAL
SESUAI KONSEP ISLAM DAN FARMASI

DISERTASI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


guna mencapai gelar Doktor dalam
bidang Agama dan Kesehatan

Muhamad Ikhwan Lukmanudin


NIM. 31151200000001

Promotor:
Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo. MA
Prof. Dr. Arif Sumantri. M.Kes

PROGRAM DOKTOR
BIDANG AGAMA DAN KESEHATAN
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017 M / 1438 H
iii
iv
PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Muhamad Ikhwan Lukmanudin
NIM : 31151200000001
Judul Disertasi : PEMBUATAN SEDIAAN OBAT LIQUID ORAL SESUAI
KONSEP ISLAM DAN FARMASI

Menyatakan bahwa draf disertasi ini telah diverifikasi oleh Prof. Dr. Didin
Saepudin.MA pada tanggal 19 Mei 2017.
Draf disertasi ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi meliputi :
1. Jurnl yang digunkan cukup
2. Buku referensi yng digunkan cukup
3. Catatan kaki sesuai pedoman
Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan pertimbangan untuk
menempuh ujian pendahuluan disertasi.

Jakarta, 19 Mei 2017


Saya yang membuat

v
PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Muhamad Ikhwan Lukmanudin
NIM : 31151200000001
Judul Disertasi : PEMBUATAN SEDIAAN OBAT LIQUID ORAL SESUAI
KONSEP ISLAM DAN FARMASI

Menyatakan bahwa draf disertasi ini telah diverifikasi oleh Dr. JM. Muslimin .MA
pada tanggal 19 Mei 2017.
Draf disertasi ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi meliputi :
1. Perdalam Sub bab judulnya
2. Gunakan istilah-istilah yangh sifatnya sosial jangan monoton ke istilah-istilah
farmasi terus
Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan pertimbangan untuk
menempuh ujian pendahuluan disertasi.

Jakarta, 19 Mei 2017


Saya yang membuat

vi
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhamad Ikhwan Lukmanudin


Nomor Induk : 31151200000001
Tempat dan Tgl.Lahir : Musi Banyuasin, 26 September 1991
Pekerjaan : Dosen

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa disertasi yang berjudul


‚PEMBUATAN SEDIAAN OBAT LIQUID ORAL SESUAI KONSEP ISLAM
DAN FARMASI‛ adalah benar karya asli saya sendiri, kecuali kutipan-kutipan yang
disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan di dalamnya,
maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya yang dapat berakibat gelar
kesarjanaan saya dibatalkan. Surat pernyataan ini saya buat dengan sesuangguhnya
agar semua pihak yang berkepentingan dengan pernyataan ini menjadi maklum
adanya.

Jakarta, 17 Mei 2017

vii
viii
PERSETUJUAN

Disertasi yang berjudul ‚PEMBUATAN SEDIAAN OBAT LIQUID ORAL SESUAI


KONSEP ISLAM DAN FARMASI‛ yang ditulis oleh saudara Muhamad Ikhwan
Lukmanudin, Nomor Pokok 31151200000001 disetujui untuk di bawa ke sidang ujian
terbuka (promosi).

ix
TIM PENGUJI
UJIAN PENDAHULUAN

Prof. Dr. Masykuri Abdillah


Prof. Dr. Hasanuddin AF, MA
Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah, SH, MH
Prof. Dr. Teti Indrawati, MS, Apt
Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo, MA
Prof. Dr. Arief Sumantri, M.Kes

x
xi
xii
\

xiii
xiv
xv
xvi
xvii
xviii
ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa obat dapat diformulasikan sesuai dengan


konsep Islam dan farmasi. Lima belas golongan obat yang dibuat pada penelitian ini
menggunakan senyawa aktif dan eksipien yang ḥalāl menurut Islam, serta diuji secara
laboratorium terkait stabilitas dan evektifitasnya yang ṭayyib menurut farmasi. Hasil
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa, senyawa aktif obat dan eksipien
yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan analisis studi literatur bersumber dari
bahan yang ṭayyib dan ḥalāl. Pada tahap praktek uji labortaorium, di mana peralatan,
sumber daya manusia dan prosesnya sesuai dengan ketentuan BPOM dan LPPOM,
sehingga menghasilkan obat yang stabil dan efektif untuk digunakan sebagai pengobatan
yang sesuai dengan konsep Islam dan farmasi. Berdasarkan hal tersebut, maka obat
ḥarām yang selama ini dihalalkan karena ‘illat ḍarūrat sirna dengan ditemukannya obat
yang ḥalāl dan ṭayyib (‫)ما جاز لعذر بطل بزواله‬. Standar yang menjadi output dalam
penelitian ini untuk selanjutnya dijadikan bahan untuk merumuskan peraturan dalam
mengimplementasikan produksi obat yang ḥalālan ṭayyiban.
Penelitian ini mendukung Undang-Undang No.33 Tahun 2014 Tentang Jaminan
Produk Halal dan keputusan Majelis Ulama Indonesia tahun 2010 bahwa, obat-obatan
harus terjamin kehalalannya. Teori ini sejalan dengan kalangan ulama yaitu Ali Musthafa
Yaqub (2013) dan Mahrus Ali (w.1985 M), dan dari kalangan farmasis yaitu Stephanie
Von (2014) dan D. Eastern Kang (2013) yang sependapat bahwa, obat-obatan harus
terbebas dari usur yang haram dan berbahaya. Penelitian ini berbeda dengan Kementerian
Kesehatan dan Kementerian Perindustrian yang menyatakan bahwa, obat tidak perlu
diformulasikan secara ḥalāl karena sulit dan hanya mengganggu investasi. Teori ini
kurang sejalan dengan ulama Dzulkifly Mat Hashim (2010) dan Sahal Mahfudh (w.2014
M) serta dari kalangan farmasis yaitu Kyoko Kogawa Seto (2012) dan Amanda K.
Gilmore (2013) yang sependapat bahwa, penggunaan bahan haram diperbolehkan
secukupnya dalam pengobatan karena illat ḍarūrat dan yang penting tidak berlebih-
lebihan.
Penelitian ini menggunakan disain Research and Development yang meliputi tahap
deskriptif (preformulsi) yaitu penelitian kualitatif (studi literatur) menggunakan
pendekatan ilmu keislaman dan kefarmasian, kemudian tahap eksperimental (formulasi)
dan evaluatif (uji stabilitas dan efektivitas) merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan alat ukur teknologi farmasi berupa Spektrofotometer UV-Visible
Spectroscopy, Gas Chromatography-Mass Spectrometri, pH Meter, Viskosimeter
Brookfield, Thin Layer Chromatography dan High Performance Liquid Chromatography.
Hasil uji laboratorium tersebut selanjutnya digunakan sebagai data primer yang
dibandingkan dengan nilai standarnya sebagai data sekunder dari Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia No.HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012
tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan
dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia No.11 Tahun 2009 tentang hukum
bahan-bahan yang digunakan dalam bidang kefarmasian. Berdasarkan hal tersebut, maka
analisis datanya menggunakan uji beda T-Test One Sample pada program Statistikal
Product and Service Solution (SPSS) versi 23.

Kata Kunci: Formulasi, Obat, Ḥalāl, Ṭayyib, Islam dan Farmasi

xix
ABSTRACT

This study proved that the drug can be formulated in accordance with the concept
of Islam and pharmaceuticals. Fifteen classes of drugs that are made in this study using
the active compounds and excipients ḥalāl according to Islam, as well as the related
laboratory tested the stability and evectifity is ṭayyib according pharmacy. Results of
research have shown that the active compounds of drugs and excipients used in this study
is based on analysis of literature sourced from material which Tayyib and lawful. At this
stage labortaorium practice test, where equipment, human resources and process in
accordance with the provisions BPOM and LPPOM, resulting in a stable and effective
drug for use as a treatment in accordance with the concept of Islam and pharmaceuticals.
Based on this, the illicit drugs that have been made lawful for 'emergency illat vanished
with the discovery of a drug that is ḥalāl and ṭayyib (‫)ما جاز لعذر بطل بزواله‬. The standard
output should be in this study to further be used as material for formulating regulations
to implement the production of drugs halalan ṭayyiban.
This study supports the Act 33 of 2014 About ssurance of halal products and the
Indonesian Ulema Council decision in 2010 that, medicines must be guaranteed ḥalāl.
This theory is in line with the ulema that Ali Mustafa Yaqub (2013) and Mahrus Ali
(w.1985 M), and from the pharmacist that Stephanie Von (2014) and D. Eastern Kang
(2013) who agree that drugs should be free of usur the unlawful and dangerous. This
study is different from the Ministry of Health and Ministry of Industry, which states that
the drug does not need to be formulated ḥalāl because it is difficult and only disrupt
investment. This theory is not in line with the cleric Dzulkifly Mat Hashim (2010) and
Sahal Mahfudh (w.2014 M) as well as among pharmacists that Kyoko Kogawa Seto
(2012) and Amanda K. Gilmore (2013) who agreed that the use of illicit material is
allowed to taste on treatment for emergency and essential ‘illat moderation.
This study uses the design of Research and Development which includes
descriptive stage (preformulsi) is a qualitative research (literature) approach Islamic
studies and pharmacy. Then the experimental stage (formulation) and evaluative
(stability test and evektifitas) is a quantitative study using a measuring tool in
pharmaceutical technology in the form of Spectrophotometer UV-Visible Spectroscopy,
Gas Chromatography-Mass Spectrometri, pH meter, viscometer Brookfield, Thin Layer
Chromatography and High Performance Liquid Chromatography , Laboratory test results
are then used as the primary data compared to the default value of the Agency for Food
and Drug Administration (BPOM) Republic of Indonesia No.HK.03.1.33.12.12.8195 in
2012 on Good Manufacturing Practice and Research Institute for Food, Drugs and
Cosmetics (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia No.11 of 2009 concerning the legal
ingredients used in the field of pharmacy. Based on this, the analysis of data using
different test One Sample T-Test on the statistical program Product and Service
Solutions (SPSS) version 23.

Keywords: Formulation, Drug, Ḥalāl, Ṭayyib, Islam and Pharmacy

xx
‫اٌٍّخص‬

‫أصجزذ ٘زٖ اٌذساعخ أْ ٘زا اٌذ‪ٚ‬اء ‪ّ٠‬ىٓ أْ رصبغ ‪ٚ‬ـمب ٌّف‪ َٛٙ‬اإلعالَ ‪ٚ‬اٌّغزحضشاد‬
‫اٌص‪١‬ذالٔ‪١‬خ‪ .‬اخزجبس خّغخ عشش ـئبد ِٓ األد‪٠ٚ‬خ اٌز‪٠ ٟ‬زُ إعشاؤ٘ب ـ‪٘ ٟ‬زٖ اٌذساعخ ثبعزخذاَ‬
‫اٌّشوجبد إٌشطخ ‪ٚ‬ع‪ٛ‬اغ حالال ‪ٚ‬ـمب ٌإلعالَ‪ ،‬ـضال عٓ ِخزجش ر‪ ٞ‬صٍخ اعزمشاس ‪ ٚ‬اٌط‪١‬ت ص‪١‬ذالٔ‪١‬ب‪.‬‬
‫‪ٚ‬لذ أظ‪ٙ‬شد ٔزبئظ األثحبس أْ اٌّشوجبد إٌشطخ ِٓ اٌّخذساد ‪ٚ‬ع‪ٛ‬اغ اٌّغزخذِخ ـ‪٘ ٟ‬زٖ اٌذساعخ‬
‫رغزٕذ عٍ‪ ٝ‬رحٍ‪ ً١‬األدة ِصذس٘ب اٌّ‪ٛ‬اد اٌز‪ ٟ‬اٌط‪١‬ت ‪ٚ‬لبٔ‪١ٔٛ‬ب‪ .‬ـ‪٘ ٟ‬زا االخزجبس اٌّّبسعخ ِشحٍخ ‪،‬‬
‫ح‪١‬ش اٌّعذاد ‪ٚ‬اٌّ‪ٛ‬اسد اٌجشش‪٠‬خ ‪ٚ‬عٍّ‪١‬خ ‪ٚ‬ـمب ألحىبَ ‪ِّ ،LPPOMٚ BPOM‬ب أد‪ ٜ‬إٌ‪ ٝ‬اٌّخذساد‬
‫ِغزمشح ‪ٚ‬ـعبٌخ ٌالعزخذاَ وعالط ‪ٚ‬ـمب ٌّف‪ َٛٙ‬اإلعالَ ‪ٚ‬اٌّغزحضشاد اٌص‪١‬ذالٔ‪١‬خ‪ٚ .‬ثٕبء عٍ‪٘ ٝ‬زا‪،‬‬
‫ـإْ اٌّخذساد ؼ‪١‬ش اٌّشش‪ٚ‬عخ اٌز‪ ٟ‬ثزٌذ ‪٠‬حً ًٌ ‪"illat‬اٌط‪ٛ‬اسئ اخزفذ ِع اوزشبؾ اٌّخذساد اٌز‪ٟ‬‬
‫٘‪ ٟ‬اٌحالي ‪ٚ‬اٌط‪١‬ت (ِب عبص ٌعزس ثطً ثض‪ٚ‬اٌٗ(‪ٕ٠ٚ .‬جؽ‪ ٟ‬أْ ‪٠‬ى‪ِ ْٛ‬غز‪ ٜٛ‬االٔزبط ـ‪٘ ٟ‬زٖ اٌذساعخ‬
‫ٌّ‪ٛ‬اصٍخ اعزخذاِ‪ٙ‬ب وّبدح ٌص‪١‬بؼخ ٌ‪ٛ‬ائح ٌزٕف‪١‬ز إٔزبط اٌّخذساد حالال ط‪١‬جب‪.‬‬
‫‪ٚ‬رذعُ ٘زٖ اٌذساعخ لبٔ‪ 33 ْٛ‬عبَ ‪ 4102‬عٓ ِٕزغبد اٌحالي ‪ٚ‬لشاس ِغٍظ اٌعٍّبء‬
‫االٔذ‪١ٔٚ‬غ‪ ٟ‬ـ‪ ٟ‬عبَ ‪ٚ ،4101‬األد‪٠ٚ‬خ ‪٠‬غت ضّبْ حالال‪٘ .‬زٖ إٌظش‪٠‬خ ٘‪ ٟ‬ـ‪ ٟ‬خظ ِع اٌعٍّبء أْ عٍ‪ٟ‬‬
‫ِصطف‪٠ ٝ‬عم‪ٛ‬ة (‪ِٚ )4103‬حش‪ٚ‬ط عٍ‪ ِٓٚ ، (w.1985 M) ٟ‬اٌص‪١‬ذٌ‪ ٟ‬أْ عز‪١‬فبٔ‪ ٟ‬ـ‪)4102( ْٛ‬‬
‫‪ ٚ‬د اٌششل‪١‬خ وبٔػ (‪ )4103‬اٌز‪ٛ٠ ٓ٠‬اـم‪ ْٛ‬أْ األد‪٠ٚ‬خ ‪٠‬غت أْ رى‪ ْٛ‬حشح ِٓ ‪ usur‬اٌحشاَ ‪ٚ‬خط‪١‬شح‪.‬‬
‫٘زٖ اٌذساعخ رخزٍؿ ِٓ ‪ٚ‬صاسح اٌصحخ ‪ٚ‬صاسح اٌصٕبعخ‪ ،‬اٌز‪ ٟ‬رٕص عٍ‪ ٝ‬أْ اٌّخذساد ٌ‪١‬غذ ـ‪ ٟ‬حبعخ‬
‫إٌ‪ ٝ‬أْ رصبغ حالال ألٔٗ ِٓ اٌصعت ‪ٚ‬رعط‪ ً١‬ـمظ االعزضّبس‪٘ .‬زٖ إٌظش‪٠‬خ ال ‪٠‬زّبش‪ِ ٝ‬ع سعً اٌذ‪ٓ٠‬‬
‫ِبد ٘بشُ (‪ٚ )4101‬عبحبي )‪ٚ ، (w.2014 M‬وزٌه ث‪ ٓ١‬اٌص‪١‬بدٌخ أْ و‪ٛ١‬و‪ ٛ‬ع‪١‬ز‪ٚ )4104( ٛ‬أِبٔذا‬
‫ن ع‪ٍّٛ١‬س (‪ )4103‬اٌز‪ٚ ٞ‬اـك أْ ‪٠‬غّح اعزخذاَ اٌّ‪ٛ‬اد ؼ‪١‬ش اٌّشش‪ٚ‬عخ ٌزز‪ٚ‬ق عٍ‪ ٝ‬اٌعالط ٌحبالد‬
‫اٌط‪ٛ‬اسئ ‪ٚ‬االعزذاي أعبع‪.ٟ‬‬
‫رغزخذَ ٘زٖ اٌذساعخ رصّ‪ ُ١‬اٌجح‪ٛ‬س ‪ٚ‬اٌزّٕ‪١‬خ ‪ٚ‬اٌز‪ ٟ‬رشًّ ِشحٍخ صف‪١‬خ ٘‪ ٛ‬اٌجحش إٌ‪ٛ‬ع‪ٟ‬‬
‫(األدة) ٔ‪ٙ‬ظ اٌعٍ‪ َٛ‬اإلعالِ‪١‬خ ‪ٚ‬اٌص‪١‬ذٌخ‪ .‬صُ اٌّشحٍخ اٌزغش‪٠‬ج‪١‬خ (ص‪١‬بؼخ) ‪ٚ‬اٌزم‪١ّ١١‬خ (اخزجبس االعزمشاس‬
‫‪ ٛ٘ ٚ‬دساعخ وّ‪١‬خ ثبعزخذاَ أداح اٌم‪١‬بط ـ‪ ٟ‬اٌزىٕ‪ٌٛٛ‬ع‪١‬ب اٌص‪١‬ذٌ‪١‬خ ـ‪ ٟ‬شىً أط‪١‬بؾ اٌط‪١‬ؿ ٌألشعخ ـ‪ٛ‬ق‬
‫اٌجٕفغغ‪١‬خ اٌّشئ‪١‬خ ‪ٚ‬اٌؽبص اٌٍ‪ ٟٔٛ‬اٌىزٍخ‪ٚ ،‬دسعخ اٌحّ‪ٛ‬ضخ ِزش‪ِ ،‬م‪١‬بط اٌٍض‪ٚ‬عخ ثش‪ٚ‬وف‪ٍ١‬ذ‪ ،‬اٌٍ‪ٟٔٛ‬‬
‫طجمخ سل‪١‬مخ ‪ٚ‬عبٌ‪١‬خ األداء اٌٍ‪ ٟٔٛ‬اٌغبئً ‪ ،‬صُ ‪٠‬زُ اعزخذاَ ٔزبئظ اٌفحص اٌّخجش‪ ٞ‬ح‪١‬ش أْ اٌج‪١‬بٔبد‬
‫األ‪١ٌٚ‬خ ثبٌّمبسٔخ ِع اٌم‪ّ١‬خ االـزشاض‪١‬خ ِٓ ‪ٚ‬وبٌخ اٌؽزاء ‪ٚ‬اٌذ‪ٚ‬اء )‪ (BPOM‬عّ‪ٛٙ‬س‪٠‬خ إٔذ‪١ٔٚ‬غ‪١‬ب‬
‫‪No.HK.03.1.33.12.12.8195‬ـ‪ ٟ‬عبَ ‪ 4104‬عٍ‪ِّ ٝ‬بسعبد اٌزصٕ‪١‬ع اٌغ‪١‬ذح ‪ِٚ‬ع‪ٙ‬ذ ثح‪ٛ‬س‬
‫األؼز‪٠‬خ ‪ٚ‬اٌعمبل‪١‬ش ‪ِٚ‬غزحضشاد اٌزغّ‪ (LPPOM) ً١‬اٌعٍّبء أذ‪١ٔٚ‬غ‪١‬ب ‪ٌ NO.11‬غٕخ ‪ 4112‬ثشأْ‬
‫اٌّى‪ٔٛ‬بد اٌمبٔ‪١ٔٛ‬خ اٌّغزخذِخ ـ‪ِ ٟ‬غبي اٌص‪١‬ذٌخ‪ٚ .‬ثٕبء عٍ‪٘ ٝ‬زا‪ٚ ،‬رحٍ‪ ً١‬اٌج‪١‬بٔبد ثبعزخذاَ ِخزٍؿ‬
‫اخزجبس ‪ٚ‬احذ ع‪ٕ١‬خ‪-‬االخزجبس عٍ‪ ٝ‬إٌّزظ اٌجشٔبِظ اإلحصبئ‪ٚ ٟ‬حٍ‪ٛ‬ي اٌخذِخ )‪ (SPSS‬إٌغخخ ‪.43‬‬

‫وٍّبد اٌجحش‪ :‬ص‪١‬بؼخ‪ ،‬اٌّخذساد‪ ،‬و‪ٛ‬ش‪١‬ش‪ ،‬اٌط‪١‬ت‪ ،‬اإلعالَ ‪ٚ‬اٌص‪١‬ذٌخ‬

‫‪xxi‬‬
xxii
ّ ُِ ‫غ‬
ُ١‫َللاِ اٌ ّش ْح َّ ِٓ اٌ ّش ِح‬ ْ ِ‫ث‬

KATA PENGANTAR

Puji syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan khadirat Allah Swt yang telah
memperlihatkan kemaha besaran-Nya selama proses penelitian yang telah penulis
jalani, usaha dan do’a serta dibarengi dengan campur tangan-Nya semangkin
meningkatkan keimanan dengan memperlihatkan hasil analisis yang luar biasa
sehingga ilmu yang penulis peroleh diharapkan bisa bermanfaat untuk segenap
kalangan.
Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
dalam bidang Agama dan Kesehatan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari segala pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Disertasi ini,
kiranya sulit bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada., MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Didin Saepudin. MA selaku Kepala Prodi Doktor Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. JM. Muslimin., MA selaku Kepala Prodi Magister Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo.,MA selaku pembimbing pertama
6. Bapak Prof. Dr. Arif Sumantri. M.Kes selaku pembimbing kedua dan bapak Prof.
Dr. dr. (HC) Muhammad Kamil Tadjudin. Sp.And sebagai pembimbing kedua
sebelumnya
7. Bapak dan Ibu Dosen, Staf administrasi serta Laboran yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Sekolah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Ibu saya tercinta Muntamah dan kakak-kakak saya Siti Nursidah, Muhammad
Mustoharudin, Siti Sunarsih, Alm. Siti Sholeha, Siti Jumaliah, Siti Kholifah, Siti
Ana Anurul Jannah dan Alm. Muhammad Baihaqi.
9. Sahabat-sahabat perjuangan dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Jakarta, Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta, Sekolah Pascasarjana UIN
Jakarta, International Institute Darussunah Jakarta dan Universitas Pamulang.
10. Terimakasih kepada gubernur Sumatera Selatan bapak H. Ir. Alex Nurdin.SH dan
pihak LPDP Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang telah
mengamanahkan dana pendidikannya kepada saya dalam program beasiswa
mahasiswa berprestasi dan riset disertasi

xxiii
11. Terimakasih pula peulis ucapkan kepada seluruh Civitas Akademika TK-TPQ-
MTS-MA-SMK Nusantara yayasan At-Taqwa Sungai Lilin Sumatera Selatan
12. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada seluruh Civitas Akademika yayasan
Sasmita Jaya Grub terutama yayasan Kharisma Persada dan Widya Dharma
Husada Pamulang Tangerang Selatan. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada
keluarga besar PT. HERO Supermarket Grub, terutama PT. Guardian Indonesia
Bintaro Jaya Tangerang Selatan
13. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada keluarga besar di Laboratorium dan
Klinik Dharma Bakti Medika Cirendeu Tangerang Selatan\. Terimakasih pula
penulis ucapkan kepada keluarga besar profesi yaitu Ikatan Apoteker Indonesia
terutama cabang kabupaten Tangerang Selatan dan propinsi Sumatera Selatan
serta organisasi farmasis internasional yaitu International Pharmaceutical
Federation at Netherlands

Penulis berharap Allah Swt berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan disertasi ini. Penulis menyadari bahwa
disertasi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk kesempurnaan disertasi ini. Semoga disertasi ini dapat membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu khususnya dalam bidang Islam dan farmasi.

Jakarta, 20 Sya’ban 1438 H


17 Mei 2016 M

Penulis

Muhamad Ikhwan Lukmanudin

xxiv
PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Letters of the Alphabet

‫ب‬ b ‫ذ‬ dh ‫ط‬ ṭ ‫ل‬ l


‫ت‬ t ‫ر‬ r ‫ظ‬ ẓ ‫م‬ m
‫ث‬ th ‫ز‬ z ‫ع‬ (ayn) ‫ن‬ n
‫ج‬ j ‫س‬ s ‫غ‬ gh ‫ھ‬ h
‫ح‬ ḥ ‫ش‬ sh ‫ف‬ f ‫و‬ w
‫خ‬ kh ‫ص‬ ṣ ‫ق‬ q ‫ء‬
‫د‬ d ‫ض‬ ḍ ‫ك‬ k ‫ي‬ y

2. Vowels and Diphthongs

َ a ‫ا‬ ā ‫ى‬ ī
ُ u ‫ى‬ á ‫و‬ aw
َ i ‫و‬ ū ‫ى‬ ay

3. Contoh Penggunaan
َa Rabb al-Ā’lamīn ‫ا‬ā Al-Māidah ‫ى‬ī Mīzān
َu Al-Ṣāliḥūn ‫ى‬á Baina ‫ و‬aw Aw-Makkannāhum
َi ‘Alaīh al-Salām ‫و‬ū Abū Dāwūd ‫ ى‬ay Min-Ayyi Shai’in

4. Others
a. Transliterasi shaddah atau tashdid (َ) dilakukan dengan menggandakan huruf
yang sama.
b. Trasliterasi ta marbuṭah (‫ )ة‬adalah "h", termasuk ketika ia diikuti oleh kata
sandang "al", kecuali dalam transliterasi ayat Al-Qur'an
c. Nama-nama dan kata-kata yang telah ada versi populernya dalam tulisan latin,
pada umumnya, akan di tulis berdasarkan versi populer tersebut.

5. Transiasi
Kecuali terjemahan Al-Qur'an, dan kecuali dinyatakan sebaliknya. Seluruh
terjemahan dalam disertasi ini adalah milik penulis.

xxv
xxvi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Formula Modifikasi Konsentrasi Senyawa Hidrotopi ............................. 233


Tabel 4.2. Formula Modifikasi Konsentrasi Senyawa β-Siklodestrin ...................... 235
Tabel 5.1. Nilai Rata-Rata, Standar dan T-Test Sedimentasi, Dispersi dan pH ...... 274
Tabel 5.2. Nilai Rata-Rata, Standar dan T-Test Viskositas, Rf dan Kadar ............. 284

xxvii
DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Bagan Rencana Penelitian ......................................................................... 40


Bagan 7.1. Bagan Hasil Penelitian ............................................................................ 335

xxviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formula Sediaan Obat Liquid Oral ....................................................... 375


Lampiran 2 Gambar Proses Formulasi dan Uji Stabilitas Obat .............................. 378
Lampiran 3 Gambar Hasil Akhir Lima Belas Golongan Obat ................................ 380

xxix
DAFTAR SINGKATAN

APINDO : Asosiasi Pengusaha Indonesia


CPOB : Cara Pembuatan Obat yang Baik
CPOH : Cara Pembuatan Obat yang Halal
CPOTB : Cara Pembuatan Obat Tradinasional yang Baik
BPJPH : Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
EEG : Electro-Encephalograph
FTIR : Fourier Trasform Infra Red
FDA : Food and Drug Administration
GC-MS : Gas Chromatography Mass Spectrometry
GMP : Good Manufacturing Practice
HPH : High Pressure Homogenization
HPMC : Hydroxypropyl Methyl Cellulose
HPLC : High Performance Liquid Chromatography
ISWA : Islamic Society of Washington Area
ICA : Islamic Centre Aachen
IDCP : Islamic Da’wah Council of The Philippines
JPH : Jaminan Produk Halal
JAKIM : Jabatan Kemajuan Islam Malaysia
LPPOM : Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika
MAO : Monoamin Oksidase
MUI : Majelis Ulama Indonesia
Na-CMC : Natrium Carboxymethyle Cellulose
NSAID : Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs
OTC : Over the Counter
OAINS : Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
OKI : Organisasi Konferensi Islam
SIA : Shandong Islamic Association
TLC-Scanner : Thin-Layer Chromatography -Scanners
WHO : World Health Organization
WHC : World Halal Council
UV-Vis : Ultraviolet Visible Spectroscopy
USP : United States Pharmacopeia

xxx
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i


HALAMAN VERIFIKASI ....................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING I .................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING II ..................................................... iv
ABSTRAK INDONESIA ....................................................................................... xix
ABSTRAK INGGRIS ............................................................................................. xx
ABSTRAK ARAB ................................................................................................. xxi
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... xxv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xxvii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xxviii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xxix
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xxx
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xxxi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Permasalahan.......................................................................................... 14
1. Identifikasi Masalah.......................................................................... 14
2. Pembatasan Masalah ......................................................................... 16
3. Perumusan Masalah .......................................................................... 16
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 16
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ....................................................... 16
E. Metodologi Penelitian ............................................................................ 25
1. Disain Penelitian .............................................................................. 25
2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................ 27
3. Populasi dan Sampel ........................................................................ 27
4. Sumber Data ..................................................................................... 30
5. Analisis Data .................................................................................... 30
6. Hipotesis ........................................................................................... 33
7. Definisi Oprasional .......................................................................... 33
8. Alat dan Bahan ................................................................................. 37
9. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 38
F. Sistematika Penulisan ............................................................................ 39

BAB II SEDIAAN OBAT PERSPEKTIF ISLAM DAN FARMASI .................... 43


A. Obat dalam Perspektif Islam dan Farmasi ............................................. 43
1. Obat Ḥalāl dalam Perspektif Islam .................................................. 43
2. Obat Ṭayyib dalam Perspektif Farmasi ........................................... 46
B. Sediaan Obat Perspektif Islam dan Farmasi ......................................... 56
1. Sediaan Obat Ḥalāl Perspektif Islam ............................................... 57
2. Sediaan Obat Ṭayyib Perspektif Farmasi ........................................ 64

xxxi
BAB III PREFORMULASI SESUAI KONSEP ISLAM DAN FARMASI ............ 73
A. Preformulasi Senyawa Aktif Obat yang Ḥalāl dan Ṭayyib ................... 73
1. Analisis Karakteristik Senyawa Obat yang Ṭayyib ......................... 74
2. Analisis Sumber Bahan Baku Senyawa Obat yang Ḥalāl ............... 89
B. Preformulasi Eksipien Obat yang Ḥalāl dan Ṭayyib ............................. 113
1. Analisis Karakteristik Eksipien yang Ṭayyib ................................. 113
2. Analisis Sumber Bahan Baku Eksipien yang Ḥalāl ....................... 134

BAB IV PRAKTIK PEMBUATAN SEDIAAN OBAT ḤALĀLAN ṬAYYIBAN 163


A. Pembuatan Sediaan Obat Standar BPOM RI dan LPPOM MUI ......... 164
1. Pembuatan Sediaan Obat Sesuai Konsep BPOM RI ...................... 164
2. Pembuatan Sediaan Obat Sesuai Konsep LPPOM MUI ............... 186
B. Farmasetika Sediaan Obat Liquid Oral Ḥalālan Ṭayyiban ................... 195
1. Titik Kritis Proses Pembauatan Sediaan Obat Liquid Oral Ḥalāl . 195
2. Titik Kritis Proses Pembuatan Sediaan Obat Liquid Oral Ṭayyib 223

BAB V EVALUASI SEDIAAN OBAT HALĀLAN ṬAYYIBAN ...................... 239


A. Sediaan Obat Liquid Oral Ḥalāl ........................................................... 239
1. Analisis Titik Kritis Sediaan Obat Ḥalāl Sesuai Konsep Islam .... 240
2. Analisis Titik Kritis Keharaman Sediaan Obat dalam Islam ........ 257
B. Stabilitas dan Efektifitas Sediaan Obat Liquid Oral Ṭayyib ............... 273
1. Stabilitas Sediaan Obat Ṭayyib Sesuai Konsep Farmasi ............... 274
2. Efektifitas Sediaan Obat Ṭayyib Sesuai Konsep Farmasi ............. 286

BAB VI IMPLEMENTASI SEDIAAN OBAT HALĀLAN ṬAYYIBAN ........... 297


A. Realitas Pengembangan Produksi Sediaan Obat Halālan Ṭayyiban .... 297
1. Kebijakan Terkait Pengembangan Sediaan Obat Ḥalāl-Ṭayyib .... 297
2. Realisitas Pembuatan Sediaan Obat Liquid Oral Ḥalāl-Ṭayyib .... 304
B. Realisasi Penerapan Pembuatan Sediaan Obat Halālan Ṭayyiban ....... 311
1. Kesiapan MUI Merealisasikan Pembuatan Obat Ḥalāl-Ṭayyib ..... 312
2. Kesiapan Industri Merealisasikan Pembuatan Obat Ḥalāl-Ṭayyib 323

BAB VII PENUTUP ............................................................................................ 333


A. Kesimpulan ............................................................................................ 333
B. Saran....................................................................................................... 335

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 337


LAMPIRAN.......................................................................................................... 375
INDEKS ............................................................................................................... 383
GLOSSARI ........................................................................................................... 393
BIODATA PENULIS ........................................................................................... 413

xxxii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Makanan, minuman, vitamin, obat dan kosmetika merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Bersamaan
dengan kemajuan teknologi dan era perdagangan global, banyak produk-
produk dari dalam dan luar negeri yang beredar di pasaran . Menurut
undang-undang, konsumen berhak untuk mendapatkan jaminan serta
perlindungan keamanan dan kehalalan dari produk tersebut.1
Indonesia sebagai pusat sertifikasi acuan ḥalāl2 dan penduduk
Muslim serta pasar produk ḥalāl terbesar di dunia,3 maka pemerintah
sudah seharusnya meningkatkan pengawasan kehalalan. Langkah
pemerintah untuk mengantisipasi maraknya produk haram yang masuk
atau bahkan di produksi di Indonesia yaitu, dengan membentuk Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), merupakan lembaga Non
Kementerian yang berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta bertanggung jawab langsung
kepada Presiden melalui Sekertaris Negara.4
BPJPH bertugas untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum
produk terhadap konsumen serta menumbuhkan kesadaran konsumen dan
produsen akan pentingnya obat ḥalāl dengan cara meningkatkan serta
mendorong produsen untuk memproduksi obat yang ḥalāl serta
memberikan informasi tentang kehalalan obat,5 mengingat permasalahan
ini bukan saja untuk kepentingan hak asasi manusia untuk mendapatkan
obat yang ḥalāl namun juga perintah agama dalam surat al-Baqarah
ayat168, al-Mā ʿidah ayat 88 dan al-Anfāl ayat 69 serta surat al-Naḥl
ayat 114.

1
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Undang-Undang No.8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Jakarta: Dokumen Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia, 1999), 03.
2
Majelis Islam Indonesia, LPPOM MUI Pelopor Standar Halal dan Pendiri
Dewan Pangan Halal Dunia (Jakarta: Arsip Lembaga Pengkajian Pangan Obat
obatan dan Kosmetika Majelis Islam, 8 Desember 2011), 28.
3
Kassim, The Global Market Potential of Halal (Kuala Lumpur: Penang
Press, 2009) cet.I, 37.
4
Muhamad Julheri, DPR Setujui Pengesahan RUU Jaminan Produk Halal
(Palembang: Sumatra Ekspres, 25 September 2014), 08.
5
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No.33
Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (Jakarta: Dokumen Kementerian Hak
dan Asasi Manusia, 17 Oktober 2014), 07.

1
Penyelenggaraan BPJPH sampai saat ini belum berjalan sesuai
dengan yang telah diprogramkan, karena langkah pemerintah tersebut
menuai penolakan oleh beberapa tokoh. Tokoh-tokoh yang kontra di
antaranya adalah, pengusaha keturunan Tionghoa yang juga sebagai
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang
menyatakan bahwa, program ini hanya akan membatasi investasi.6 Wakil
Ketua Komisi VIII dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
juga tidak setuju. Menurutnya program ini bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar 1945, di mana pemerintah dianggap tidak adil, karena
mementingkan umat Islam saja, sedangkan agama lain tidak
dipertimbangkan.7 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Grindra
juga tidak menyetujui. Mereka berpendapat bahwa, masalah ḥalāl tidak
harus ditangani oleh pemerintah, karena hal ini hanya akan menambah
beban kerja dan hanya akan menambah persoalan baru.8
Penolakan berbagai pihak terkait BPJPH mengakibatkan masih
maraknya produk-produk yang mengandung bahan berbahaya (ḍarār)9
dan ḥarām.10 Produk tersebut semakin banyak di pasaran baik di
Indonesia maupun di luar Negeri.11 Bahan berbahaya yang paling banyak
dan tersebar luas penggunaanya pada campuran produk adalah Alkohol.12
Menurut data yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO)
pada tahun 2010, total konsumsi Alkohol di seluruh dunia mencapai 6,2
liter per orang dan lebih dari 3.3 juta orang meninggal karena

6
Chaira, Sofyan Wanandi dan PDI-P Menolak Label Halal (Jakarta: Warta
Kota, 08 September 2009), 09.
7
Jabir, Sah, RUU Jaminan Produk Halal Diketok DPR (Jakarta: Koran
Sindo, 25 September 2014), 12.
8
Muhamad Iqbal, Sempat Tarik Menarik, DPR Akhirnya Sahkan UU
Jaminan Produk Halal (Jakarta: Republika, 25 September 2014), 13.
9
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Temuan Pangan dan Kosmetika Ilegal
Hasil Pemeriksaan Tim Penyidik Direktorat Kepolisian Perairan Baharkam Polri
(Jakarta: Direktorat Kepolisian Perairan (POLAIR) Badan Pemelihara Keamanan
(BAHARKAM), 06 Juli, 2015), 01.
http://www.pom.go.id/new/index.php/view/pers/257/SIARAN-PERS-Balai-Besar-
POM-di-Lampung-Musnahkan-Lebih-Dari-1-5-Milyar-Produk-Ilegal.html,
Accessed 08 Juli 2015.
10
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, Makanan dan Kosmetika Majelis
Islam Indonesia, Lima Puluh Empat Persen Makanan yang Beredar di Pasaran Tidak
Halal (Jakarta: Republika, 05 Juni, 2015), 12.
11
Food and Drug Administration, Some Bee Pollen Weight Loss Products
Are a Dangerous Scam (Washington D.C: Consumer Health Information, 2014)
cet.I, 25-29.
12
Word Health Organitation, Global Information System on Alkohol and
Health (GISAH) (New York: Global Health Observatory, 02 Juni 2010) 03.
http://www.who.int/gho/alkohol/en/, Accessed 15 Juni 2014.

2
mengkonsumsi Alkohol per tahunnya.13 Kuota impor produk Alkohol di
Indonesia untuk periode 2014 mencapai 511.246 karton atau setara
dengan 4,6 juta liter dan terus meningkat pada tahun 2015 menjadi
538.277.14
Produk beralkohol yang beredar di tanah air 95 persennya dari
impor resmi, sedangkan selebihnya dari pasar ilegal,15 belum lagi jika di
tambah dengan produksi produk beralkohol dalam negeri yang mencapai
7,2 juta liter per tahunnya.16 Produk beralkohol dapat berupa makanan,
minuman, kosmetika, suplemen, alat kesehatan dan obat-obatan. Produk
tersebut mengandung Alkohol dan menimbulkan efek yang merugikan
bagi penggunannya, maka yang membahayakan seperti ini menjadi
penyebab diharamkannya dalam Islam17 bahwa Allah Swt menghalalkan
bagi manusia segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk.18
Etanol dengan konsentrasi antara 0,01-0,05% dalam darah sudah
mulai bekerja dan menimbulkan efek depresan, di mana seseorang
mengalami sensasi rileks dan merasakan kegembiraan (euforia) dan
secara garis besar masih terlihat normal. Pada konsentrasi sekitar 0,06-
0,10%, syaraf-syaraf motorik sudah mengalami gangguan dan akan
terlihat pergerakan yang berbeda saat berjalan, begitu pula dengan
pergerakan tangan, gaya berbicara dan kewaspadaan yang mulai
berkurang. Pada konsentrasi 0,11-0,20%, syaraf motorik seseorang sudah
mulai lumpuh, emosinya sudah mengalami gangguan, serta ingatan,
pemahaman, tanggapan dan responya sudah mengalami penurunan,
bahkan koordinasi ototnya terganggu. Pada konsentrasi 0,21-0,40%,
kesadaran dan keseimbanganya lemah, muntah-muntah, terjadi kolaps
dan pingsan. Pada konsentrasi 0,41-0,50%, akan mengalami koma,

13
Word Health Organitation, Global Information System on Alkohol and
Health (GISAH), Accessed 15 Juni 2014.
14
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Kuota Impor Produk
Beralkohol (Jakarta: Arsip Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri
Kementerian Perdagangan, 2016), 04.
15
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 95 Persen Produk
Beralkohol di Impor Secara Ilegal (Jakarta : Arsip Direktorat Jenderal Perdagangan
Luar Negeri Kementerian Perdagangan, 2014), 03.
16
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Kajian Kebijakan Cukai
Alkohol dan Produk Mengandung Alkohol Tahun 2014 (Jakarta: Arsip Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai, 2014), 7-8.
17
Hasyim As'ari dan Suriana Nikmatul Fadilah, "Hubungan Pengetahuan
tentang Bahaya Alkohol dengan Konsumsi Alkohol pada Remaja", Jurnal Penelitian
Politeknik Kesehatan, Vol.7, No.4, 2009, 263. Lihat Q.S. Al-Aʼrāf ayat 157
18
Q.S. Al-Aʼrāf ayat 157

3
terganggunya bagian otak yang mengatur detak jantung dan pernafasan
sehingga dapat menimbulkan kematian.19
Kemajuan teknologi di bidang farmasi seharusnya menjadi pemicu
produsen obat untuk meningkatkan produksi yang lebih baik tanpa
menggunakan alkohol yang dapat membahayakan.20 Terlebih lagi saat ini
pemerintah juga sudah mulai mewajibkan produsen untuk mengajukan
sertifikasi ḥalāl dari sebelumnya yang hanya bersifat sukarela.21 Kadar
obat beralkohol yang diizinkan menurut fatwa MUI No.11 tahun 2009
adalah ˂ satu persen,22 namun direvisi kembali menjadi nol persen
sebagaimana peraturan yang ditetapkan oleh Badan POM RI. 23
Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) membatasi halalnya
produk yang mengandung Alkohol jika ˂ nol koma lima persen.24
Menurut Association Researches for The Inspection and Certification of
Food and Supplies (GIMDES) di Turki, batas kehalalan produk
beralkohol manakala mengandung ˂0,3% Alkohol.25 World Halal Council
sebagai organisasi halal dunia menyatakan bahwa di Shandong Islamic
Association (SIA) Cina, Islamic Centre Aachen (ICA) Jerman, Devision
of Halal India, International Center for Halal Standardization and
Certification Rusia, Islamic Council of South Africa, Islamic Society of
Washington Area (ISWA) Amerika Serikat, Islamic Da’wah Council of
The Philippines (IDCP), Kenya Bureau of Halal Certification dan

19
World Health Organization, Global Status Report on Alcohol and Health
2014 (Geneva : WHO Press, 2014), cet.I, 340-342.
20
Chilwan Pandji, Alkohol Dalam Obat Batuk (Jakarta: Halal Corner News,
29 Agustus 2012), 16.
21
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No.33
Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (Jakarta: Kemenhum, 17 Oktober
2014), 06.
22
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI Tentang Hukum Alkohol (Jakarta:
Dewan Fatwa MUI, Nomor.11, Tahun 2009), 05.
23
Amidhan, Kriteria Obat Halal, Makalah disampaikan pada seminar
"Produk Farmasi Halal 2014" di Auditorium Fakutas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah (Jakarta : 24 Juli 2014).
Peraturan ini sejalan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI yaitu Meuthia,
Inspeksi Produk Berlabel Halal, Makalah disampaikan pada acara "Kuliah Umum
Praktek Kerja Profesi Apoteker" di Gedung C lantai 4 Badan Pengwas Obat dan
Makanan Republik Indonesia (Jakarta : 02 April 2014).
24
Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, Alkohol dalam Makanan, Minuman,
Pewangi dan Ubat-Ubatan (Malaysia: Jawatan Kuasa Fatwa Majlis Kebangsaan
Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia No.14 Tahun 2011), 02.
25
Association Researches for The Inspection and Certification of Food and
Supplies, Kaşer Sınır Üründeki Alkol Kullanımı (Istambul: Halal Cerfication Turki
Tahun 2005), 01.
http://www.halalcertificationturkey.com/en/2013/04/contained-alcohol-expression-
will-be-on-the-label-anymore/ , Accessed 01 Oktober 2014.

4
Muslim Association of Malawi bersepakat bahwa, batas produk
beralkohol yang ingin mendapatkan sertifikat halal harus mengandung
tidak lebih atau ˂ nol koma tiga persen etanol.26
Alkohol merupakan senyawa organik yang memiliki gugus
hidroksil –OH,27 dalam dunia farmasi disederhanakan menjadi etanol28
dan metanol.29 Alkohol banyak digunakan dalam berbagai bidang,
terutama dalam proses ekstraksi dan destilasi zat aktif obat yang berasal
dari tumbuhan serta digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam
proses pembuatan obat.30 Obat yang teregistrasi Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) RI di Indonesia berjumlah 20.839 merek, untuk
obat tradinasional sebanyak 9.071 merek.31 Obat yang mengandung
Alkohol dan beredar di Indonesia berjumlah 553 merek dan obat batuk
dengan sediaan liquid yang mengandung Alkohol terdapat 49 merek,
sementara obat batuk yang tidak mencantumkan kadar Alkohol dalam
kemasanya berjumlah 160 merek, sedangkan obat batuk yang
mencantumkan label bebas Alkohol namun belum bersertifikat ḥalāl
terdapat 13 merek.32
Pada Juli 2016, MUI mengeluarkan sertifikasi ḥalāl untuk dua
merek obat (vaksin) dan 162 merek obat tradinasional.33 Ternyata obat
batuk di pasaran yang sudah berlabel ḥalāl terdapat dua macam, yaitu
obat batuk liquid herbal x dan non herbal y.34 Pengawasan postmarket

26
World Halal Council, do Energy Drinks Really Provide us with Energy?
(Jakarta: World Halal Food Council Tahun 2012), 02.
(http://www.worldhalalcouncil.com/do-energy-drinks-really-provide-us-with-
energy.html, Accessed 01 Oktober 2014.
27
Lihat J. E. Lodgsdon, Ethanol (New York: Kroschwitz of Chemical
Technology, 1994) cet.IX, 820.
28
Lihat Myers Richard, The 100 Most Important Chemical Compounds: A
Reference Guide (London: Greenwood Press, 1990) cet.I, 122.
29
Lihat William Reusch, Alcohols (London: Virtual Text of Organic
Chemistry, 1991) cet.I, 97.
30
J. E.Lodgsdon, Ethanol (New York: Kroschwitz of Chemical Technology,
1994) cet.IX, 821.
31
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Data Base Registrasi Obat dan Obat
Tradinasional (Jakarta: Arsip Direktorat Registrasi Obat dan Obat Tradinasional
Badan POM, 2014), 01.
32
MIMS Indonesia, Drug A to Z (Jakarta: MIMS Online: Drugs Brand and
Generic, 19 November, 2014), 01.
http://www.mims.com/Indonesia/Browse/Alphabet/A?cat=drug , Accessed 19
November 2014.
33
Majelis Ulama Indonesia, Panduan Belanja Produk Halal (Jakarta:
Diterbitkan oleh MUI, edisi tahun 2016) cet.I, 92.
34
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Laporan Tahunan Direktorat
Inspeksi dan Sertifikasi Pangan (Jakarta: Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan,
Laporan Tahunan 2013) cet.I, 48.

5
terhadap kedua obat tersebut telah dilakukan melalui penelitian secara
eksperimental dan menunjukan bahwa, obat liquid non herbal y terbukti
teridentifikasi Alkohol dengan kadar dua persen.35 Berdasarkan hasil
pemantauan tersebut dapat disimpulkan bahwasanya sampai saat ini
hanya terdapat dua obat (vaksin) yang sudah bersertifikasi ḥalāl MUI,
sedangkan obat berlabel ḥalāl lainnya yaitu obat batuk liquid non herbal
y masih mengandung Alkohol dengan kadar dua persen dan terbukti
bahwa label ḥalāl nya bukan dari MUI,36 karena nomor registerasinya
tidak ditemukan di daftar produk ḥalāl yang dikeluarkan oleh MUI.37
Kriteria obat yang ḥalāl sesuai LPPOM MUI yaitu terjamin aman,
sifatnya zakā, ṭahara, jādda, ḥasuna, ladhdha dan tidak khabīth, iskār,
ḍarār serta tidak mengandung najāsah, juz al-Jism al-Basharī, khinzīr, al-
Kalb, dan al-Damm.38 Kriteria obat yang ṭayyib sesuai BPOM RI yaitu
memiliki nilai yang baik berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap
organoleptik, sedimentasi, laju dispersi, pH, viskositas, Kromatografi
Lapis Tipis dan kadar senyawa aktif obat. Kriteria ḥalāl dan ṭayyib
tersebut harus diperhatikan selama proses pembuatan obat. Selain dari
sifat-sifat bahan aktif dan eksipien yang harus memenuhi kriteria ḥalāl
dan ṭayyib, metode selama proses pembuatan obat juga harus menjadi
perhatian. 39
Teknologi pembuatan obat saat ini semakin berkembang, hal ini
terbukti dengan ditemukanya berbagai macam metode peningkat
kelarutan dalam proses pembuatan obat seperti, menggunakan metode
pelarut campur, penambahan Surfaktan,40 pengaturan pH, dispersi
padat,41 pembentukan kompleks dan penambahan kosolven.42 Terkait
dengan berbagai macam metode yang telah ada, Senyawa obat-obatan
seperti Dextromethorphan Hydrobromide, Acetaminofen, Aluminium
Klorida (AlCl3), Magnesium Hidroksida, Amoksisilin, Ibu Profen,

35
Muhamad Ikhwan Lukmanudin, Halal -Haram Produk Farmasi : Studi
Kasus Obat Liquid Herbal dan Non Herbal (Jakarta: Transwacana Press, 2015) cet.I,
118-119.
36
Muhamad Ikhwan Lukmanudin, Halal-Haram Produk Farmasi, 120.
37
Majelis Ulama Indonesia, Panduan Belanja Produk Halal, 83.
38
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Tentang Obat dan Pengobatan (Jakarta:
Arsip Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, 20 Juli 2013), 46-53.
39
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Cara Pembuatan
Obat yang Baik dan Benar (Jakarta: BPPOM RI, 2012), cet.I, 89, 93, 112.
40
Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, Handbook of
Pharmaceutical Excipients (London: ApHA Pharmaceutical Press, 2006) cet.VII,
715.
41
Wells, J. I, Pharmaceutical Preformulatioan (London: Ellis Horwood,
1988) cet.I, 107-110.
42
Florence, Physicochemical Principles of Pharmacy (London: Mc Millan
Publiser, 1988) cet.II, 55.

6
Paraffin Liquidum, Oleum Ricini, Asam Mefenamat dan Teofilin yang
sukar larut dalam air atau dalam istilah fiqihnya (al-Majāwir) seharusnya
sekarang bisa diformulasikan sebagai sediaan obat liquid oral tanpa
menggunakan Alkohol dalam proses pembuatanya.43
Berdasarkan kemajuan ilmu farmasi, formulator sediaan farmasi
seharusnya bisa memilih pelarut yang baik dan aman untuk digunakan
selain Alkohol. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan pada
hasil akhir obat liquid masih mengandung pelarut yang seharusnya nol
persen sebagaimana standar yang ditetapkan oleh Badan POM RI.44
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hanya memberikan
labelisasi ḥalāl pada obat sediaan liquid jika nol persen mengandung
Alkohol,45 demikian pula menurut Amidan pada seminar produk ḥalāl
beberapa waktu lalu.46 Menurut United States Pharmacopeia (USP),
kadar maksimum etanol dalam sediaan obat liquid OTC (Over the
Counter) untuk usia ≥12 tahun adalah sepuluh persen v/v, sedangkan
untuk usia 6-12 tahun adalah lima persen v/v dan usia ≤ 6 tahun adalah
nol koma lima persen v/v.47 Peraturan batas kehalalan penggunaan
Alkohol khusus dalam obat belum ditemukan secara pasti, maka penulis
menganologikannya pada produk lainnya seperti makanan dan minuman
yang telah diatur batas penggunaan etanolnya tidak lebih besar dari satu
persen.
Menurut United States Pharmacopeia (USP), kadar maksimum
etanol dalam sediaan obat liquid untuk usia ≥ dua belas tahun adalah
sepuluh persen v/v, sedangkan untuk usia enam sampai dua belas tahun
adalah lima persen v/v dan usia ≤ enam tahun adalah nol koma lima
persen v/v. Permasalahan yang terjadi dilapangan adalah, tidak ada yang
bisa menjamin bahwa obat yang mengandung Alkohol dalam rentang
yang aman di pasaran hanya dikonsumsi oleh anak usia ≥ enam tahun dan
cara mengkonsumsinya sesuai dengan dosis, karena jika dikonsumsi oleh
anak usia ≤ enam tahun, maka akan menimbulkan bahaya, selain itu jika

43
MIMS Indonesia, Petunjuk Konsultasi Edisi 2014/2015 (Jakarta: Buana
Ilmu Populer, 2014) cet.I, 85.
44
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011
Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (Jakarta:
Badan POM, 2011), 202-204.
45
Meuthia, Inspeksi Produk Berlabel Halal , Makalah disampaikan pada
acara "Kuliah Umum Praktek Kerja Profesi Apoteker" di Gedung C lantai 4 Badan
Pengwas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Jakarta: 02 April 2014).
46
Amidhan, Kriteria Obat Halal , Makalah disampaikan pada seminar
"Produk Farmasi Halal 2014" di Auditorium Fakutas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Lantai 2 (Jakarta: 24 Juli
2014).
47
American Pharmaceutical Association, Pharmaceutical Excipients, 82.

7
kita mempertimbangkan medication erornya, maka sensitifitas setiap
orang akan berbeda satu sama lain terhadap respon yang ditimbulkan
oleh Alkohol.48
Polemik muncul di masyarakat bahwa, sebagian besar obat liquid
non herbal mengandung Alkohol yang kadarnya lebih besar dari satu
persen.49 Obat liquid non herbal yang sudah mendapatkan label bebas
Alkohol pun ternyata diisukan masih mengandung Alkohol.50 Bukti
ilmiah yang membenarkan polemik ini adalah hasil riset pada obat liquid
non herbal (kimia) pada sampel x positif mengandung Alkohol sebesar
dua persen.51 Kesimpulannya, obat batuk yang mengklaim bebas Alkohol
bahkan mencantumkan label ḥalāl patut untuk diragukan, atau dalam
Islam hal yang meragukan seperti ini lebih dikenal dengan istilah
shubhāt.52
Shubhāt tidak hanya terjadi pada obat dengan sediaan sirup yang
beralkohol, sediaan farmasi lainnya seperti emulasi dan suspensi juga
masih di klaim shubhāt atau diragukan kehalalannya jika menggunakan
suspending agent atau emulgator yang berbahan dasar dari hewani. Jika
bagian hewan seperti Pectin, Metil Selulosa, CMC (Carboxymethyl
Cellulose) dan Adep Lanae yang diperoleh dari hewan yang diharamkan
oleh Islam seperti babi (khinzīr) dan anjing (al-Kalb), maka hukumnya
haram. Namun jika diperoleh dari tumbuhan seperti Gom Arab, Tragakan
atau dari mineral seperti Magnesium, Veegum, Bentonit dan Aluminium
Siklat dan sistesis seperti Tween 80 dan Span 80, maka hukumnya
dibolehkan (mubāḥ). Sedangkan untuk suspending agent yang dibolehkan
dalam Islam adalah yang berbahan dasar dari hewan yang dihalalkan
seperti sapi, kebau ataupun dari tumbuhan dan mineral contonya adalah
Alginat, Hidroksietilselulosa dan Hectorit. Jika menggunakan suspending
agent yang belum dimasukan dalam daftar bahan ḥalāl yang dibolehkan
LPPOM MUI, maka penggunaanya menjadi shubhāt.53
Masalah shubhāt ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim, di mana seorang Muslim lebih baik untuk
meninggalkan perkara yang shubhāt\, karena dengan demikian akan

48
American Pharmaceutical Association, Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 82.
49
Halal Guide, Alkohol Dalam Obat Batuk (Jakarta: Halal Corner News,
Agustus, 2012), 06.
50
Tysar, "Saatnya Beralih ke Pelarut Halal ", Jurnal Halal LPPOM MUI,
Vol.1, No.67, Juni 2007, 11.
51
Muhamad Ikhwan Lukmanudin, Halal-Haram Produk Farmasi, 118-119.
52
Lihat al-Bakistānī, Zakarīyā ibn Ghulām Qādir, min Uṣūl al-Fiqh ‘alā
Manḥaj Ahl al-Ḥadīth (Madinah: Dār al-Ḥurrāz, 2002) cet.II,182.
53
Majelis Ulama Indonesia, Daftar Bahan Bersertifikat Halal
(Jakarta: Tim LPPOM MUI, Desember 2015) cet.I, 52-53.

8
membawa ketenangan dalam menjalani kehidupan dan menghindarkan
diri dari kegundahan.54 Barangsiapa menjaga dirinya dari perkara
shubhāt, maka telah terjaga kehormatannya yang didasarkan pada hadis
berikut:55
Sesungguhnya yang ḥalāl itu jelas dan yang ḥarām itu jelas, di
antara keduanya terdapat perkara-perkara yang shubhāt (samar-samar)
yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap
shubhāt berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya dan
siapa yang terjerumus dalam perkara shubhāt, maka akan terjerumus
dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang
menggembalakan hewan gembalaannya disekitar ladang yang dilarang
untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya.
Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah Swt
adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat
segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika
dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah
hati .56
Maksud dari kalimat sesungguhnya yang ḥalāl itu jelas dan yang
ḥarām itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara yang samar-samar
adalah, bahwa segala sesuatu itu dalam hal hukum terbagi menjadi tiga
macam. Pertama adalah sesuatu itu sudah ditegaskan kehalalannya oleh
Allah Swt bahwa pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik.
Makanan sembelihan orang-orang yang diberi Al-Kitab itu ḥalāl bagimu,
dan makanan kamu halal pula bagi mereka dan dihalalkan mangawini
wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman
dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang
diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin
mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan
tidak pula menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir
sesudah beriman tidak menerima hukum-hukum Islam maka hapuslah
amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi‛. 57
Adapun yang Allah Swt nyatakan dengan tegas keharamnya, maka
sesuatu itu menjadi ḥarām.58

54
Al-Nawāwī, al-Durrah al-Salafīyyah Sharḥ al-Arba’īn al-Nawāwiyyah
(Cairo: Markaz Fajr, 2006) cet.II, 47 dan 36.
55
Ibn Ḥibbān, Muḥammad ibn Aḥmad ibn Abī Khātim al-Tamīmī Basaṭī,
Ṣaḥīḥ ibn Ḥibbān (Bairut: Muʿassasat al-Risālah, 1993) cet.III, 380.
56
Al-Athqalānī, Fatḥ al-Bārī Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Cairo: Dār al-Taqwā,
2010), cet.II, 327. Mūsā Shāhīn al-Laysīn, Fatḥ al-Munim Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim
(Cairo: Dār Shurūq, 2002), cet.I, 451.
57
Al-Qur’ān surat al-Mā’idah ayat 5
58
Al-Qur’ān surat al-Mā’idah ayat 90

9
Adapun yang disebut dengan shubhāt yaitu setiap hal yang
dalilnya masih dalam pembicaraan atau perselisihkan, maka menjauhi
perbuatan semacam itu termasuk (wara’). Para Ulama berbeda pendapat
mengenai pengertian shubhāt yang diisyaratkan oleh Rasulullah Saw.
Pada hadis tersebut, sebagian Ulama berpendapat bahwa hal semacam itu
ḥarām hukumnya berdasarkan sabda Rasulullah Saw bahwa siapa
menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah
menyelamatkan agama dan kehormatannya. Siapa yang tidak
menyelamatkan agama dan kehormatannya, berarti dia telah terjerumus
kedalam perbuatan ḥarām. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hal
yang shubhāt itu hukumnya ḥalāl dengan alasan sabda Rasulullah Saw
bahwa seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah
terlarang. Kalimat ini menunjukkan bahwa shubhāt itu pada dasarnya
ḥalāl, tetapi meninggalkan yang shubhāt adalah sifat yang (wara’).
Sebagian lain lagi berkata bahwa shubhāt yang tersebut pada hadits ini
tidak dapat dikatakan ḥalāl atau ḥarām, karena Rasulullah Muḥammad
Saw menempatkannya di antara ḥalāl dan ḥarām, oleh karena itu kita
memilih diam saja, dan hal itu termasuk sifat (wara’) juga.59
Kalimat yang menunjukkan bahwa siapa yang menjaga dirinya dari
yang shubhāt itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya. Maksudnya membentengi diri dari perkara yang
shubhāt. Sedangkan kalimat yang menyatakan bahwa siapa terjerumus
dalam wilayah shubhāt maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang
ḥarām. Hal ini dapat terjadi dalam dua hal, pertama orang yang tidak
bertaqwa kepada Allah Swt dan tidak memperdulikan perkara shubhāt
maka hal semacam itu akan menjerumuskannya ke dalam perkara ḥarām,
atau karena sikap tidak acuhnya membuat dia berani melakukan hal yang
ḥarām, seperti kata sebagian orang yang menyatakan bahwa dosa-dosa
kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong
pada kekafiran. 60
Kedua, orang yang sering melakukan perkara shubhāt berarti telah
menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ ke
dalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus ke dalam
perkara ḥarām. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika
menyebabkan pelanggaran sharī’ah. Rasulullah Muḥammad Saw
menyatakan bahwa seperti penggembala yang menggembala di sekitar
daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus ke dalamnya. Hal
ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar
larangan-larangan Allah Swt. 61

59
Mūsā Shāhīn, Fatḥ al-Munim Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim, 671.
60
Mūsā Shāhīn, Fatḥ al-Munim Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim, 672.
61
Mūsā Shāhīn, Fatḥ al-Munim Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim, 672.

10
Kata "yushḥīqu" dengan mengkasrahkan Shīn adalah Muḍārī’
(kata kerja kini, sedang dan akan datang), sedangkan "aushaka", ia
termasuk af'āl al-muqārabah dan "yarta'ū" dengan memfathahkan ta',
artinya binatang ternak makan, dari mar’ā dalam (tempat shubhāt) dan
dibiarkan makan. Dahulu orang Arab biasa membuat pagar agar hewan
peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman
kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang
takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan
gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu
biasanya terjerumus, dan terkadang penggembala hanya seorang diri
hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya, untuk
kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak
mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu
juga dengan larangan Allah Swt seperti membunuh, mencuri, riba,
minum khamr, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-
hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam
perbuatan itu. 62
Berdasarkan adanya kesamaran (shubhāt) hukum terkait obat-obat
sintesis kimia yang beredar selama ini, maka tercetuslah pemikiran untuk
membuat sediaan obat liquid oral sintesis kimia yang menggunakan
senyawa aktif dan eksipien yang selain memenuhi kriteria baik (ṭayyib)
sesuai standar Badan POM juga ḥalāl sesuai standar LPPOM. Obat-obat
sintesis kimia yang dibuat pada penelitian ini dalam bentuk sediaan
liquid yang merujuk pada tingkat penyakit yang paling tinggi diderita
oleh masyarakat di Indonesia,63 yaitu batuk kering dengan formulasi
obat golongan Mukolitik sediaan sirup, batuk berdahak golongan
Ekspektoran dalam sediaan sirup, sebagai penekan respon batuknya
digunakan golongan Antitusif dengan formulasi sediaan larutan,
selanjutnya radang atau alergi menggunakan formulasi golongan
Antihistamin sediaan sirup, kemudian demam atau golongan Antipiretik
dengan sediaan larutan.
Pada saat batuk, biasanya disertai dengan nafas yang tidak lega
atau istilah lain yang terkenal adalah hidung tersumbat sehingga perlu
diformulasikan golongan Dekongestan dalam sediaan sirup, kemudian
untuk sakit maag atau Antasida yang dapat timbul akibat seringnya
menunda dan terlambat makan atau juga seringkali dikarenakan makan
yang terlalu cepat atau terlalu banyak maka dibuat sediaan sirup.
Golongan obat yang sering diresepkan oleh dokter adalah Antibiotik,
maka perlu diformulasikan dalam sediaan rekonstivkasi. Suatu makanan

62
Mūsā Shāhīn, Fatḥ al-Munim Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim, 673.
63
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Profil Kesehatan Indonesia
2015 (Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal
Profil Kesehatan Indonesia, 2015), cet.I, 283-322.

11
atau produk lainnya sering terkontaminasi dengan parasit lalu dimakan
oleh manusia, maka parasit tersebut dapat menetap di dalam usus
sehingga dapat menimbulkan infeksi, sehingga perlu juga dibuat
formulasi obat golongan Antiamuba dengan sediaan sirup.
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit pringkat pertama yang
paling banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. 64 Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu sekiranya untuk memformulasi golongan
Antituberkulosis sediaan sirup, selanjutnya memformulasi golongan
Analgesik, di mana antara Analgesik dan Antipiretik merupakan
golongan obat yang hampir memiliki aktifitas yang sama, hanya saja
perbedaannya adalah jika Antipiretik lebih fokus fungsinya menurunkan
suhu tubuh berbeda halnya dengan Analgesik yang lebih fokus pada
pengurangan rasa nyeri baik berupa sensorik maupun motorik yang
biasanya timbul saat demam berlanjut.65
Formulasi selanjutnya adalah golongan Antihemoroid dalam
sediaan emulsi, karena wasir juga merupakan penyakit yang sering
dialami oleh manusia, begitupula dengan golongan Laksativum yang
akan diformulasi dalam sediaan emulsi, karena berdasarkan riset yang
dilakukan pada tahun 2014 lalu disebutkan bahwa tingkat konsumsi serat
masyarakat Indonesia yang berasal dari sayur-sayuran atau buah sangat
rendah, ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran untuk melakukan
olahraga dan juga seringnya mengkonsumsi makanan yang mengandung
pengawet.66 Beberapa pola tersebut menjadi penyebab terjadinya
sembelit. Pada kasus ini, pengobatan yang biasa dilakukan adalah dengan
melakukan terapi menggunakan obat-obat golongan Laksatifum atau
lebih dikenal dengan pencahar.
Penyakit selanjutnya yang banyak diderita terutama di perkotaan
adalah asma.67 Obat Antiasma yang paling sering digunakan adalah
golongan Bronkodilator yaitu Teofilin, karena senyawa ini paling efektif
dan sudah biasa digunakan untuk terapi asma yang berlangsung lama,
sehingga dalam hal ini akan diformulasikan golongan Antiasma dengan
sediaan sirup. Gangguan yang sering dialami oleh manusia adalah nyeri,
golongan obat yang biasa digunakan dikenal dengan istilah asing yang
lebih populer dari golongan Antiinflamasi Nonsteroid adalah NSAID
(Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs). Penggunaan kata Non Steroid

64
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Profil Kesehatan Indonesia
2015 (Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal
Profil Kesehatan Indonesia, 2015), cet.I, 284.
65
Charles R Craig dan Robert E Stitzel, Modern Pharmacology with Clinical
Applications (Washington DC: Williams and Wilkins Publisher, Juni 2004), cet.VI,
487.
66
Kementerian Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015, 98.
67
Kementerian Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015, 98.

12
dimaksudkan untuk membedakan bahwa senyawa-senyawa pada
golongan ini bukan dari golongan Steroid yang pada dasarnya memiliki
aktifitas yang serupa. Berdasarkan hal tersebut maka perlu untuk
memformulasi golongan ini dengan sediaan suspensi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka Majelis Ulama
Indonesia68 dan juga peraturan pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas
Obat dan Makanan69 dan juga Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia70 memiliki kesamaan terhadap syariat Islam yang sudah
mewajibkan71 produk termasuk obat-obatan untuk mensertifikasi
kehalalannya. Namun di sisi lain, sampai saat ini Kementerian
Perindustrian masih keberatan karena akan membatasi investasi dan
didukung juga oleh Kementerian Kesehatan72 yang menyatakan bahwa
obat-obat farmasi sulit untuk diformulasikan secara ḥalāl. Salah satu
sediaan farmasi yang paling sulit diformulasikan secara ḥalāl adalah
sediaan cair (liquid), sediaan cair (liquid) dalam dunia farmasi berupa
Solutiones, Mixture, Syrup, Elixir, Lotio, Spirit, Tinctur, Aromatic,
Enema, Mixtura, Agitanda, Suspensi, Emulsi, Saturasi, Netralisasi,

68
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Tentang Obat dan Pengobatan (Jakarta:
Arsip Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, 20 Juli 2013), 1-5.
69
Meuthia, Inspeksi Produk Berlabel Halal , Makalah disampaikan pada
acara "Kuliah Umum Praktek Kerja Profesi Apoteker" di Gedung C lantai 4 Badan
Pengwas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Jakarta: 02 April 2014).
70
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No.33
Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (Jakarta: Arsip Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia, 17 Oktober 2014), 06.
71
Al-Mubārakfūrī, Abū Alī Muḥammad ibn Abd al-Raḥmān ibn Abd al-
Raḥīm (dikutip dari Maktabah Shamīlah), Tuḥfat al-Aḥwadh bi-Sharḥ Jāmi al-
Tirmidhī (Cairo : Maṭba ah al-Madānī, 1964) cet.I, 653.“Sesungguhnya Allah
menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan
(obat) yang haram"." Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berobat
dengan yang buruk (Al Khabits‛. Lihat Al-Sijistānī, Sulaimān ibn Ashhāt ibn Isḥāq
al-Azdī, Sunan Abū Dāwud (Cairo: Shirkah Maktabah wa-al-Maṭba’ah Musṭafā al-
Bābī al-Ḥalābī, 1953), cet.II, 327. Hadis serupa lainnya adalah:“Sesungguhnya Allah
Swt menurunkan penyakit dan obatnya, dan Dia jadikan setiap penyakit pasti ada
obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan yang haram”. Lihat Ibn Mājah
al-Qazwinī, Abū Abdullāh Muḥammad ibn Yazīd, Sunan ibn Mājah, editor dan
komentar Muḥammad Fuād Ābd al-Bāqi (Cairo: Dār Iḥyā al-Kutub al-‘Arābīyat,
1960), cet.III, 421. Hadis serupa yang berkaitan dengan masalah ini
adalah:‚Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Allah turunkan obat
untuknya, itu diketahui oleh orang yang berilmu dan tidak diketahui oleh orang
yang tidak punya ilmunya‛. Lihat Al-Mubārakfūrī, Abū Alī Muḥammad ibn Abd al-
Raḥmān ibn Abd al-Raḥīm (dikutip dari Maktabah Shamīlah), Tuḥfat al-Aḥwadh bi-
Sharḥ Jāmi al-Tirmidhī (Cairo: Maṭba ah al-Madānī, 1964) cet.I, 652.
72
Ayu Rahmaningtyas, ‚Sertifikasi Halal Produk Farmasi Dinilai Tidak
Perlu Dilakukan‛ (Jakarta: SindoNews, 28 Oktober 2013), 14.

13
Infusa, Injectiones, Inhalasi, Irigasi dan Guttae. 73 Sediaan liquid
tersebut sukar diformulasikan secara ḥalāl karena selama proses
pembuatannya butuh kelarutan yang baik dan banyak menggunakan
eksipien. Sebagai seorang apoteker Muslim, maka dirasa perlu kiranya
untuk berkontribusi dalam membuat sediaan obat liquid oral yang ḥalāl
sesuai konsep Islam dengan cara menggunakan senyawa aktif obat dan
eksipien yang ḥalāl sebagaimana kriteria LPPOM MUI dan ṭayyib sesuai
konsep farmasi dengan cara melakukan rangkaian uji stabilitas dan
ekfektifitas sebagaimana kriteria BPOM RI.
B. Permasalahan
Permasalahan yang dibahas pada sub bab ini meliputi tiga bagian
penting yaitu, pertama mengidentifikasi permasalahan-permasalahan apa
saja yang terjadi, selanjutnya melakukan pembatasan masalah tersebut
dan terakhir merumuskan permasalahannya.
1. Identifikasi Masalah
Sampai saat ini, pro dan kontra terkait urgensitas obat ḥalāl
dan ṭayyib masih berlangsung antara Kementerian Kesehatan74
berkolaborasi dengan Kementerian Perindustrian75 yang
berseberangan pendapat dengan Kementerian Hukum-Hak Asasi
Manusia76 dan Majelis Ulama Indonesia.77 Alasan besar yang
mendasari perdebatan dan permasalahan ini adalah, tidak tersedianya
obat-obat sintesis kimia yang ḥalāl menurut perspektif Islam (sesuai
ketentuan, standar dan CPOH atau cara pembuatan obat yang halal
dari LPPOM MUI) dan ṭayyib menurut farmasi (sesuai ketentuan,
standar dan CPOB atau cara pembuatan obat yang baik dari Badan
POM RI). Berdasarkan laporan World Health Organization, di dunia
setiap tahunnya 3,3 juta orang meninggal karena zat tambahan
berbahaya baik yang diformulasikan dalam produk makanan,

73
Rowe Raymond C, Sheskey, Handbook of Pharmaceutical Excipients
(Whasington DC: Pharmaceutical Press, 2006) cet.V, 821, 538, 830, 83, 391, 804,
852, 52, 103, 458, 447, 37, 829, 116, 818, 542, 337, 341, 339, 346 dan 320.
74
Ayu Rahmaningtyas, ‚Sertifikasi Halal Produk Farmasi Dinilai Tidak
Perlu Dilakukan‛ (Jakarta: SindoNews, 28 Oktober 2013), 14.
75
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, ‚Undang-Undang Jaminan
Produk Halal Harus Direvisi‛ (Jakarta: Direktorat Jendral Perindustrian Kecil dan
Menengah, 28 Agustus 2015), 01.
http://kemenperin.go.id/artikel/11012/UU-Jaminan-Produk-(ḥalāl)-Harus-Direvisi,
Accessed 03 September 2015.
76
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, UU No.33 Tahun 2014
Tentang Jamninan Produk Halal (Jakarta: Arsip Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, 17 Oktober 2014), 12.
77
Majelis Ulama Indonesia, Perkembangan Produk Halal Indonesia (Jakarta:
LPPOM-MUI, Desember 2010) cet.I, 06.

14
minuman, kosmetika dan obat. 78 Berdasarkan laporan Badan
Pengawas Obat dan Makanan, di Indonesia kasus KLB (Keracunan
Luar Biasa) yang disebabkan oleh zat tambahan berbahaya semakin
meningkat setiap tahunnya.79
Berdasarkan keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia pada Undang-Undang No.33 Tahun 2014 Tentang Jamninan
Produk ḥalāl tahun 2014, produk yang juga termasuk obat-obatan
diharuskan untuk diformulasikan secara ḥalāl sesuai standar LPPOM
MUI dan ṭayyib sesuai standar BPOM RI80. Berdasarkan laporan
Majelis Ulama Indonesia, sampai saat ini masih belum ada obat
dengan sediaan liquid oral yang ḥalāl perspektif Islam (sesuai
ketentuan, standar dan CPOH atau cara pembuatan obat yang halal
dari LPPOM MUI) dan ṭayyib menurut farmasi (sesuai ketentuan,
standar dan CPOB atau cara pembuatan obat yang baik dari BPOM
RI).81 Berdasarkan latar belakang masalah yang terjadi tersebut, maka
terdapat sejumlah masalah yang teridentifikasi. Masalah tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Terdapat beberapa senyawa aktif obat yang sukar larut dengan
Aquades, sehingga selama ini pelarutanya menggunakan Etanol,
padahal dalam ilmu farmasi terdapat metode peningkat kelarutan
yang bisa diterapkan seperti: penggunaan pelarut campur,
penambahan Surfaktan, pengaturan pH, dispersi padat,
pembentukan kompleks dan penambahan kosolven yang bisa
diaplikasikan untuk pembuatan sediaan obat liquid oral.
b. Pembuatan sediaan obat liquid oral haruslah memenuhi kriteria
ḥalāl sesuai prinsip Islam yang didasarkan pada LPPOM Majelis
Ulama Indonesia dan
c. Pembuatan sediaan obat liquid oral juga haruslah memenuhi
kriteria ṭayyib sesuai prinsip Farmasi yang didasarkan pada BPOM
Republik Indonesia.

78
Word Health Organitation, Global Information System on Alkohol and
Health (GISAH) (New York: Global Health Observatory, 02 Juni 2010) 03.
http://www.who.int/gho/alkohol/en/, Accessed 15 Juni 2014.
79
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Laporan Tahunan Direktorat
Inspeksi dan Sertifikasi Pangan (Jakarta: Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan,
Laporan Tahunan 2014) cet.I, 213.
80
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No.33
Tahun 2014 Tentang Jamninan Produk Halal (Jakarta: Arsip Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia, 17 Oktober 2014), 12.
81
Majelis Islam Indonesia, Perkembangan Produk Halal di Indonesia
(Jakarta: LPPOM-MUI, 2010), 18.

15
2. Pembatasan Masalah
Permasalahan yang terjadi terkait produk ḥalal dan ḥaram
begitu luas, belum lagi jika kaitan ḥalāl dan ḥarām tersebut ditinjau
dari segi maknanya, maka pembahasanya akan sangat luas.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis membatasi penelitian ini
hanya pada penerapan pembuatan sediaan obat liquid oral dengan
metode penggunaan pelarut campur, penambahan Surfaktan,
pengaturan pH, dispersi padat, pembentukan kompleks dan
penambahan kosolven yang memenuhi kriteria ḥalāl sesuai prinsip
Islam yang didasarkan pada LPPOM Majelis Ulama Indonesia dan
juga memenuhi kriteria ṭayyib sesuai prinsip Farmasi yang didasarkan
pada BPOM Republik Indonesia.
3. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah metode peningkat kelarutan zat aktif dengan penggunaan
pelarut campur, penambahan Surfaktan, pengaturan pH, dispersi
padat, pembentukan kompleks dan penambahan kosolven bisa
diaplikasikan pada pembuatan sediaan obat liquid oral sesuai
konsep Islam dan farmasi?
b. Apakah pembuatan sediaan obat liquid oral memenuhi kriteria
ḥalāl sesuai prinsip Islam yang didasarkan pada LPPOM Majelis
Ulama Indonesia?
c. Apakah pembuatan sediaan obat liquid oral memenuhi kriteria
ṭayyib sesuai prinsip farmasi yang didasarkan pada BPOM
Republik Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah,
maka tujuan penelitian ini adalah: tersedianya contoh sediaan obat
liquid oral yang sesuai dengan konsep Islam dan farmasi. Manfaat dari
hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan pembuatan sediaan
obat liquid oral oleh industri farmasi sehingga tersedia obat-obat yang
ḥalāl dan ṭayyib sesuai konsep Islam dan farmasi.
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan baik
secara empiris maupun normatif, penelitian tersebut adalah sebagai
berikut: pada Juli 2015, MUI mengeluarkan sertifikasi ḥalāl untuk
dua merek obat (vaksin) dan 162 merek obat tradinasional.82 Obat
batuk di pasaran yang sudah berlabel ḥalāl terdapat dua macam, yaitu

82
Majelis Ulama Indonesia, Panduan Belanja Produk Halal, 92.

16
obat batuk liquid herbal x dan non herbal y.83 Pengawasan postmarket
terhadap kedua obat tersebut telah dilakukan melalui penelitian
secara eksperimental dan menunjukan bahwa, obat liquid non herbal
y terbukti teridentifikasi Alkohol dengan kadar dua persen.84
Berdasarkan hasil pemantauan tersebut dapat disimpulkan
bahwasanya sampai saat ini hanya terdapat dua obat (vaksin) yang
sudah bersertifikasi ḥalāl MUI, sedangkan obat berlabel ḥalāl
lainnya yaitu obat batuk liquid non herbal y masih mengandung
Alkohol dengan kadar dua persen dan terbukti bahwa label ḥalāl nya
bukan dari MUI,85 karena nomor registerasinya tidak ditemukan di
daftar produk ḥalāl yang dikeluarkan oleh MUI.86
Formulasi vaksin meningitis Menveo Meningococcal dan Y
Conjugate Vaccine dilakukan oleh tim Pharmaceutical Laboratory of
Basel di Swiss, vaksin tersebut di distribusikan di Indonesia oleh PT.
Novartis Vaccines dan Diagnostic pada tahun 2014. 87 Penelitian
lainnya adalah formulasi vaksin Menvac ACYW135 Vaccin yang
dilakukan oleh tim Beijing Luzhu Bio Pharmaceutical di Cina dan di
distribusikan oleh PT. Jaswa International di Indonesia pada tahun
2014.88 Meningitis disebabkan oleh bakteri Meningitis
Meningococcus, sampai saat ini masih menjadi ancaman bagi
kesehatan jamaah haji dan umrah. Meningitis sendiri adalah keadaan
inflamasi akut pada meningen (selaput otak), dan salah satu
penyebabnya adalah bakteri Neisseria Meningitidis.89
Sekembalinya jamaah haji ke negara asal masing-masing maka
‘carrier’ berpotensi untuk menularkan penyakit tersebut ke orang-
orang di sekitarnya sampai kurun waktu sembilan bulan. Berdasarkan
hal itu, pada tahun 2014 calon jamaah haji diberikan vaksin
Meningitis yang terdiri dari Menveo (Novartis) dan Meningicoccal
Grup A, C, W135 dan Y Conjugate Vaccine, jadi 1 dosis (0,5mL)
terdiri dari 1 vial powder (A), 1 solution in pre filled syringe (C,

83
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Laporan Tahunan Direktorat
Inspeksi dan Sertifikasi Pangan (Jakarta: Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan,
Laporan Tahunan 2013) cet.I, 48.
84
Muhamad Ikhwan Lukmanudin, Halal -Haram Produk Farmasi : Studi
Kasus Obat Liquid Herbal dan Non Herbal (Jakarta: Transwacana Press, 2015) cet.I,
118-119.
85
Muhamad Ikhwan Lukmanudin, Halal-Haram Produk Farmasi, 120.
86
Majelis Ulama Indonesia, Panduan Belanja Produk Halal, 119.
87
Majelis Ulama Indonesia, Daftar Produk Bersertifikat Halal (Jakarta: Tim
LPPOM MUI, Desember 2014) cet.I, 42-43.
88
Majelis Ulama Indonesia, Daftar Produk Bersertifikat Halal, 42-43.
89
Kementerian Agama Republik Indonesia, Jangan Terlalu Cemas dengan
Coronavirus (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Februari 2014),
Siaran Pers.

17
W135, Y), 1 jarum 21 G1 ½ dan 1 jarum 25 G1.‛ Pemberian vaksin
ini diharapkan mencegah terjadinya transimisi penyakit keluar atau
masuk oleh jamaah haji,‛ 90
Pada hari Selasa 20 Juli 2010, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menerbitkan sertifikat halal untuk vaksin meningitis produksi
Novartis Vaccines and Diagnostic (Menveo Meningococcal Group A,
C, W-135 dan Y Conjugate Vaccine) serta produksi Zhejiang
Tianyuan Bio-Pharmaceutical (Mevac ACYW 135). Pemerintah Arab
Saudi mewajibkan setiap calon jemaah haji mendapat vaksinasi
meningitis (radang selaput otak). Hal ini disebabkan Afrika, dan juga
termasuk Arab Saudi, pernah terkena endemik meningitis. Baik
Menveo Meningococcal Group A, C, W-135 maupun Y Conjugate
Vaccine efektif mencegah penyakit meningkokus sekitar 90%.
Sebenarnya ada beberapa jenis bakteri N meningitidis yang
menyebabkan penyakit meningococcal. Kedua vaksin tersebut
melindungi seseorang terhadap infeksi empat tipe bakteri meningitis,
termasuk dua jenis yang paling umum di Arab Saudi. Vaksi
meningitis Menveo Meningococcal Group A, C, W-135 relatif lebih
baru hingga belum ada data yang membandingkan efektivitas jangka
panjang kedua vaksin. Tapi kebanyakan ahli berpendapat bahwa
Menveo Meningococcal Group A, C, W-135 lebih baik, memberikan
perlindungan tahan lebih lama.
Saat ini sudah banyak ditemui obat-obat berlabel ḥalāl yang
berada dipasaran, namun obat-obat tersebut masih dalam level jamu,
obat tradinasional dan herbal, sedangkan untuk level obat kima,
sampai saat ini yang statusnya halal menurut MUI hanya dari
golongan vaksin yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga perlu
sekiranya untuk memformulasi obat–obat kimia dari golongan-
golongan penyakit yang sering ditemui di masyarakat. Obat tersebut
lebih baiknya diformulasikaan dalam sediaan liquid, karena selain
bisa digunakan untuk usia dewasa juga bisa digunakan untuk anak-
anak.
Penelitian normatif terkait obat ḥalāl yang telah dilakukan
adalah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap produk ḥalāl yang
dilakukan oleh Abdul Rauf Ambalia dan Ahmad Naqiyuddin Bakara
pada tahun 2014 bertempat di Universitas Teknologi Mara Selangor
Malaysia.91 Secara global, kesadaran akan produk ḥalāl sudah
meningkat di dunia ini. Terutama di negara-negara minoritas Muslim.
Kesadaran itu lebih tinggi dibandingkan dengan negara mayoritas

90
Kemenag RI, Jangan Terlalu Cemas dengan Coronavirus, Siaran Pers.
91
Abdul Rauf Ambalia dan Ahmad Naqiyuddin Bakara, "People's Awareness
on ḥalāl Foods and Products: Potential Issues for Policy-Makers", Journal Procedia
- Social and Behavioral Sciences, Vol.121, No.19, Maret 2014, 285-297.

18
Muslim. Konsumen Muslim yang berada di negara minoritas Muslim
akan bersikap lebih berhati-hati akan kehalalan suatu produk.
Masyarakat Nonmuslim juga mulai menyadari bahwa makanan halal
lebih sehat dan aman. Selain itu, unsur bisnis juga mendominasi
peningkatan kepedulian halal secara global. Dengan demikian, status
kehalalan sebuah produk itu sangat jelas dari perusahaan, serta
pedagang di pusat perbelanjaan akan menjelaskan dengan baik dan
jujur apabila ada konsumen yang bertanya. Namun, berbeda dengan
kondisi di Indonesia.
Indonesia dengan mayoritas masyarakat adalah Muslim
menyebabkan konsumen berasumsi makanan yang ada di pasaran itu
halal karena penjual adalah seorang Muslim. Rasa aman berada di
lingkungan mayoritas Muslim membuat sebagian besar konsumen
tidak mawas diri akan status halal suatu produk. Perlu kita ketahui,
rasa aman tersebut bisa menghilangkan sikap keberhati-hatian
konsumen dalam memilih atau mengkonsumsi produk ḥalāl tersebut.
Konsumen kebanyakan beranggapan bahwa pedagang yang berjualan
di pusat perbelanjaan itu Muslim sehingga mereka tentu akan
menjual produk yang ḥalāl atau menyembelih dengan cara yang telah
ditentukan syariah Islam.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka sebagai
akademisi harus memberikan kontribusi terhadap aksi mewujudkan
kesadaran akan produk ḥalāl, terutama obat-obatan yang terbilang
sangat rentan dan menjadi urgensitas bersama untuk lebih
diprioritaskan perhatiannya. Seorang farmasi yang memahami
tentang formulasi obat seharusnya memulai untuk berkontribusi
dalam menciptakan dan memproduksi obat-obat yang ḥalāl sesuai
sharī’ah Islam dan ṭayyib sesuai ilmu kefarmasian.
Penelitian terkait lainnya adalah tingkat belanja konsumen
terhadap produk ḥalāl yang dilakukan oleh Syed Nazura pada tahun
2011 di Universitas Teknologi Mara Selangor Malaysia.92 Penelitian
lainnya yang relevan adalah terkait hal-hal yang mempengaruhi
konsumen untuk memilih dan membeli produk ḥalāl yang dilakukan
oleh Arshia Mukhtar dan Mohsin Muhammad Butt pada tahun 2012
di Intitut Teknologi Malaysia,93 perkembangan produk ḥalāl di
Malaysia yang dilakukan oleh Jonathan A. J. Wilson dan Jonathan

92
Syed Nazura, "Applying the Theory of Planned Behaviour (TPB) in Halal
Food Purchasing", International Journal of Commerce and Management, Vol.21,
No.1, Mei 2011, 8-20.
93
Arshia Mukhtar dan Mohsin Muhammad Butt, "Intention to Choose Halal
Products : The Role of Religiosity", Journal of Islamic Marketing, Vol.3, No.2,
Maret 2012, 18-34.

19
Liu pada tahun 2010 di Universitas Oxford Inggris,94perkembangan
produk ḥalāl di California yang dilakukan oleh H. E. Chehabi pada
tahun 2007 di Universitas California.95
Setiap muslim sudah barang tentu ingin mengkonsumsi
makanan yang ḥalāl dan ṭayyib. Terlepas dari apakah makanan itu
dibuat sendiri atau beli jadi. Penduduk Indonesia yang mayoritas
beragama Islam menuntut kejelasan tentang kehalalan produk yang
dikonsumsi, karena dalam ajaran Islam mengkonsumsi makanan
bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Kegiatan
tersebut dapat bernilai ibadah jika dilakukan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan agama, seperti yang diungkapkan oleh al-
Ghazali bahwa terhadap barang yang halal secara mutlak kita disuruh
oleh Allah memakanya, sedang terhadap yang haram kita disuruh
menjauhinya. Karena makanan yang halal itu dapat menambah
cahaya iman dan membuat terkabulnya doa.96
Komunitas Muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen
pasar yang potensial dikarenakan pola khusus mereka dalam
mengkonsumsi suatu produk. Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran
Islam yang disebut dengan syariat, dalam ajaran Islam, tidak
diperkenankan bagi kaum Muslim untuk mengkonsumsi produk-
produk tertentu karena substansi yang dikandungnya atau proses
yang menyertainya tidak sesuai dengan ajaran Islam tersebut, dengan
adanya aturan yang tegas ini maka para pemasar memiliki sekaligus
barrier dan kesempatan untuk mengincar pasar khusus kaum
Muslimin. Berdasarkan fenomena tersebut, maka produsen produk
termasuk obat-obatan penting kiranya untuk mempertimbangkan dan
memulai dalam memproduksi obat-obat yang ḥalāl dan ṭayyib sesuai
dengan kebutuhan pasar, karena jika kita perhatikan, sudah jelas
bahwa label ḥalāl sangat memberikan pengaruh besar terhadap
pembelian konsumen, sehingga tersedianya obat-obat yang ḥalāl dan
ṭayyib tentunya selain merupakan kesempatan bagi produsen juga
sangat menggembirakan bagi konsumen.
Penelitian secara normatif selanjutnya adalah tingkat
pemahaman konsumen Muslim terhadap produk ḥalāl di Belgia pada
tahun 2006 yang dilakukan oleh Bonne. K dan Vermeir. I di

94
Jonathan A. J. Wilson dan Jonathan Liu, "Shaping the Halal into a
Brand?", Journal of Islamic Marketing, Vol.1, No.2, September 2010, 17–33.
95
H. E. Chehabi, "How Caviar Turned out to be Halal ", The Journal of Food
and Culture, Vol.7, No.2, Mei 2007, 17-23.
96
Ibn Qudāmah al-Maqdīsī, Mukhtaṣar Minḥāj al-Qāṣidīn, dikutip dari al-
Maktabah al-Shāmilah (Cairo: Maktabal al-Ma’ārif, 2000), cet.I, 173.

20
Universitas Gent Prancis97 dan penelitian persepsi konsumen Muslim
dan Nonmuslim Malaysia terhadap produk ḥalāl di Malaysia yang
dilakukan oleh Farah Raihana Binti Haji Ismail dan Kauthar Binti
Nasiruddin pada tahun 2014 di Universitas Teknologi Mara Selangor
Malaysia.98 Penelitian terkait selanjutnya adalah studi minat
konsumen terhadap produk-produk berlabel ḥalāl yang dilakukan
oleh Mahiah Said dan Khairul Nizam pada tahun 2010 di Universitas
Tenaga Nasional Malaysia,99 respon konsumen terhadap produk
berlabel ḥalāl di negara-negara Eropa yang dilakukan oleh Ameur
Ahmed Ameur pada tahun 2011 di Universitas Munchen Jerman.100
Penelitian selanjutnya yang relevan adalah persepsi Muslim dan
Nonmuslim Malaysia terhadap produk-produk ḥalāl yang dilakukan
oleh Maisarah Ahmad dan Suhaila Abdul Kadir pada tahun 2013 di
Universitas Nasional Malaysia.101
Makanan merupakan kebutuhan pokok untuk kelangsungan
hidup manusia, dalam ajaran Islam untuk memenuhi kebutuhan
pokok tersebut diatur sesuai dengan keyakinan agamanya dikenal
dengan ‚Ḥalālan Ṭayyiban‛, artinya suatu keharusan adanya jaminan
kehalalan dan jaminan terpelihara dari produk yang haram. Jaminan
tersebut berada ditangan pemerintah negara Republik Indonesia.
Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan berupa jaminan
perlindungan kepada umat Islam agar terhindar dari bahaya produk-
produk yang haram bahkan syubhat serta memberikan pelayanan
bimbingan kepada pemberdayaan umat Islam untuk mengkonsumsi
yang ḥalāl dan ṭayyib. Oleh sebab itu sangat diperlukan strategi
yang tepat dalam memberikan penyuluhan, di antara strategi yang
ditetapkan Kementerian Agama adalah dengan mengoptimalkan
keprofesional sumber daya manusia yang terlibat, mengoptimalkan
koordinasi lintas sektoral, memanfaatkan teknologi informasi,

97
Bonne. K dan Verbeke. W, "Muslim Consumers’ Attitude Towards Meat
Consumption in Belgium : Insights From a Means end Chain Approach", Journal
Anthropology of Food, Vol.5, No.4, September 2006, 48-59.
98
Farah Raihana Binti Haji Ismail dan Kauthar Binti Nasiruddin,
"Perception of Nonmuslim Consumers Towards Halal Product in Malaysia",
International Journal of Accounting and Business Management, Vol.2, No.1, April
2014, 5-23.
99
Mahiah Said dan Khairul Nizam, "The Empirical Study on the
Determinants of Moslem Consumers to Purchase Halal Products", Jornal
Manajemen dan Bisnis, Vol.9, No.1, Maret 2010, 3-28.
100
Ameur Ahmed Ameur, "The Lifestyle Halal in European Marketing",
Journal University of Abdel Hamid ben Badis Kharrouba, Mostaganem, Vol.83,
No.8, Februari 2011, 112-126.
101
Maisarah Ahmad dan Suhaila Abdul Kadir, "Perceptions and Behavior’s
of Muslims and Nonmuslims Towards Halal Products", Journal of Social and
Development Sciences, Vol.4, No.6, Juni 2013, 249-257.

21
meningkatkan peranserta Lembaga Swadaya Masyarakat,
pengintegrasian Jaminan Produk Halal dalam interpretasi
komprehensif ajaran agama dan nilai-nilai budaya bangsa
Penelitian lainnya adalah tingkat keberhasilan produsen produk
ḥalāl yang dilakukan oleh Marco Tieman pada tahun 2011 di
Universitas Melbourne Australia,102 dan penelitian perspektif produk
ḥalāl menurut pengusaha yang dilakukan oleh Mohamed Syazwan
Talib dan Abu Bakar Abdul Hamid pada tahun 2014 di Universitas
Teknologi Johor Baru Malaysia.103 Sertifikasi halal menjadi kunci
sukses para pengusaha untuk memberikan kenyamanan dan keamanan
bukan saja bagi umat Muslim. Ḥalāl juga telah menjadi tren hidup
baru yang bersifat global di berbagai negara. Produk ḥalāl kini bukan
hanya menjadi kebutuhan bagi orang yang beriman, melainkan juga
telah menjadi gaya hidup yang diimplementasikan kian meluas,
bahkan telah menjadi tren hidup baru yang bersifat global. Termasuk
juga di negara-negara Eropa misalnya, tren halal ini terus berkembang
sangat progresif. Hal ini diindikasikan dengan pangsa pasar produk
ḥalāl dan restoran ḥalāl misalnya, yang kian meningkat signifikan.
Semakin berkembangnya produk halal maka semakin memberikan
peluang bagi pengusaha untuk memproduksi produk ḥalāl.
Penelitian terkait konsep dan kriteria produk ḥalāl yaitu,
kereteria produk yang dinyatakan ḥalāl di Prancis yang dilakukan
oleh Bergeaud Blackler. F pada tahun 2005 di Universitas De Poitiers
Prancis,104 konsep Ḥalālan Ṭayyibā dan penerapannya dalam produk
berlabel ḥalāl yang dilakukan oleh Anas. M.Y dan Wan Mohamed
Yusof. W.C pada tahun 2011 di Universitas Kuala Terengganu
Malaysia.105 Penelitian yang relevan selanjutnya adalah penilaian,
pengetahuan, sikap dan persepsi farmasi mengenai obat-obatan ḥalāl

102
Marco Tieman, "The Application of Halal in Supply Chain Management :
in-Depth Interviews", Journal of Islamic Marketing, Vol.2, No.2, Mei 2011, 186–
195.
103
Mohamed Syazwan Talib dan Abu Bakar Abdul Hamid, ‚Halal Logistics
PEST Analysis : The Malaysia Perspectives", Journal Asian Social Science,Vol.10,
No.14, Agustus 2014, 115-127.
104
Bergeaud Blackler. F, "De Viande Halal a Halal Food : Comment le
Halal S.Est Développé en France", Journal Revu Europé-enne de Migrations
Internationales, Vo.21, No.3, September 2005, 25-47.
105
Anas. M.Y dan Wan Mohd Yusof. W.C, "The Concept of Halalan Tayyiba
and it's Application in Products Marketing : a Case Study at Sabasan Hyper Runcit
Kuala Terengganu", International Journal of Business and Social Science, Vol.1,
No.3, April 2011, 39-48.

22
yang dilakukan oleh Saleha Sadeeqa dan Azmi Sarriff pada tahun
2014 di Universitas Sains Penang Malaysia.106
Penelitian lainnya adalah terkait kriteria produk-produk yang
berhak mendapatkan sertifikasi dan label ḥalāl yang dilakukan oleh
Marco Tieman dan Arshad Ayub pada tahun 2013 di Universitas
Melbourne Australia,107 serta penelitian standar produk ḥalāl di
dunia yang dilakukan oleh Zalina Zakaria pada tahun 2008 di
Universitas Malaysia.108 Tidak semua produk pangan, obat dan
kosmetika disebutkan secara tekstaul keharaman atau kehalalan
dalam Al-Quran atau Hadis. Ketika Al-Quran atau hadis tidak
menyebutkan secara tekstual, maka hal itu disebutkan kriteria saja.
Kriteria kehalalan produk tersebut adalah Ḥalālan Ṭayyibā,
sedangkan kriteria haramnya adalah khabīth, ḍarār, najāsah, iskār,
juz al-Jism al-Basharī, khinzīr, al-Damm.
Penilaian produk ḥalāl di Indonesia ditangai oleh Lembaga
Pengawas Produk Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia, di
mana menurut LPPOM MUI bahan yang digunakan dalam proses
produksi telah mendapat persetujuan dari LPPOM MUI untuk
penggunaannya. Khusus untuk bahan-bahan tertentu yang masuk ke
dalam kategori positif, yakni bahan-bahan yang tidak kritis maka
perusahaan boleh langsung menggunakannya namun tetap
memberikan laporannya melalui pencantuman bahan tersebut di
dalam daftar bahan halal. Produk akhir dari proses produksi ḥalāl
harus tidak berasosiasi dengan nama produk ḥarām.
Nama produk yang sengaja atau tidak sengaja diasosiasikan
dengan nama produk haram seperti babi, anjing, dan sebagainya tidak
dapat memenuhi kriteria ḥalāl. Saat ini mungkin ada makanan yang
bernama ‚hot dog‛, bagaimanapun bahan-bahan dan fasilitas
produksinya suci dan ḥalāl maka tetaplah disebut sebagai produk
ḥarām karena namanya berasosiasi dengan ‚dog‛ (anjing). Sebuah
nama sangat menentukan karena ia adalah do’a dan pengharapan.
Setiap produk akhir harus memiliki daya telusur yang baik.
Ketertelusuran (traceability) sebuah produk setidaknya adalah waktu
produksi, bahan, dan fasilitas yang digunakan pada saat itu. Hal ini

106
Saleha Sadeeqa dan Azmi Sarriff, "Assessment of Knowledge, Attitude
and Perception Among Hospital Pharmacists Regarding Halal Pharmaceuticals",
Journal of Applied Pharmaceutical Science,Vol.4, No.5, Mei 2014, 74-95.
107
Marco Tieman dan Arshad Ayub, "Establishing the Principles in Halal
Logistics", Journal of Emerging Economies and Islamic Research , Vol.1 No.1, Juli
2013, 2-18.
108
Zalina Zakaria, "Tapping in to the World Halal Market : Some
Discussions on Malaysian Laws and Standards", Jurnal Syariah, Vo.16, No.4, Mei
2008, 603-616.

23
memungkinkan secara cepat untuk mengetahui asal usul bahan dan
statusnya pada saat pemeriksaan atau audit dan atau dalam keadaan
seperti adanya keluhan pelanggan, dan sebagainya.
Penelitian terkait lainnya adalah pengembangan standar cara
pembuatan produk yang ḥalāl yang dilakukan oleh Zakiah Samori
dan Amal Hayati Ishak pada tahun 2014 di Universitas Teknologi
Mara Malaysia,109 tingkat penerapan cara pembuatan produk ḥalāl di
industri makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan yang
dilakukan oleh Tetty Havinga pada tahun 2010 di Universitas
Nijmegen Belanda.110 Berdasarkan standar syariah Malaysia, JAKIM
menetapkan halal dengan mengaplikasikan standar tersebut terhadap
produk-produk pangan dan sembelihan,111 kemudian dari sini JAKIM
menerbitkan sertifikat-sertifikat ḥalāl untuk produk-produk
tersebut112. Lembaga sertifikasi halal di Indonesia tidak melakukan
hal yang sama, karena tidak ada standar syariah Indonesia. Lembaga
ini hanya melaporkan hasil penelitian dan kajianya terhadap produk-
produk tersebut kepada komisi fatwa MUI, kemudian pada giliranya,
komisi fatwa mengkaji hasil penelitian tersebut, lalu menetapkan dan
mengeluarkan fatwa ḥalāl terhadap produk yang dimaksud.
Selanjutnya MUI menetapkan dan mengimplementasikan (tanfīdh)
fatwa ini dan mensosialisasikanya kepada kaum Muslimin.
Anggota komisi fatwa MUI ketika menetapkan dan
mengeluarkan fatwa ḥalāl, mereka tidak melaksanakan dan tidak
memperaktekan standar syariah terhadap produk-produk pangan dan
sembelihan tersebut, tentu karna tidak adanya standar tersebut,
melainkan hanya berijtihad dari tek-teks agama. Maka dalam hal ini,
komisi fatwa majelis Islam Indonesia melakukan apa yang disebut
dengan istilah ini benar (Ijtihad kolektif).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwasanya
lembaga sertifikasi ḥalāl yang ditangani oleh pemerintah jauh lebih
baik karena nantinya akan ditetapkan standar-standar resmi untuk
lebih memberikan hasil yang benar dan baik, selain itu pemerintah
akan memberikan perhatian yang lebih terhadap fasilitas riset

109
Zakiah Samori dan Amal Hayati Ishak, "Understanding the Development
of (ḥalāl) Food Standard: Suggestion for Future Research", International Journal of
Social Science and Humanity, Vol.4, No.6, November 2014, 81-96.
110
Tetty Havinga, "Regulating Halal and Kosher Foods: Different
Arrangements Between State, Industry and Religious Actors", Journal Erasmus,
Vol.3, No.4, September 2010, 81-104.
111
Zakiah, "Understanding The Development of Halal Food Standard, 149.
112
Mohamed Syazwan abi Talib, Abu Bakar Abdul Hamid, "Halal Logistics
Pest Analysis : the Malaysia Perspectives", Journal Asian Social Science, Vol.10,
No.14, 2014), 219-230.

24
maupun sumber daya manusianya untuk pengujian produk-produk
pangan, obat dan kosmetika, selain itu kekuatan hukum yang dimiliki
oleh lembaga sertifikasi ḥalāl akan lebih dipatuhi oleh industri-
industri dan akan terbentuk peraturan-peraturan yang rinci dan baik
beserta sanksi-sankinya yang melanggar, kemudian dana yang
dibutuhkan dalam melaksankan oprasionalnya akan lebih terjamin
dan dapat berjalan dengan lebih baik dan yang paling penting adalah
selama ini sertifikasi ḥalāl terhadap produk masih bersifat dipandang
sebelah mata dan sukarela, dengan adanya undang-undang jaminan
produk ḥalāl yang dikeluarkan pemerintah pada 25 September 2014
lalu maka sertifikasi ḥalāl pada bab 4 pasal 31 menjadi wajib.
Berdasarkan penelitian empiris dan normatif yang telah
dilakukan, maka perbedaan penelitian ini dari penelitian-penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya adalah, penulis belum mendapatkan
adanya penelitian formulasi obat-obat sintesis kimia yang ḥalāl
menurut perspektif Islam (sesuai ketentuan, standar dan CPOH atau
cara pembuatan obat yang halal dari LPPOM MUI) dan ṭayyib
menurut farmasi (sesuai ketentuan, standar dan CPOB atau cara
pembuatan obat yang baik dari Badan POM RI).
E. Metode Penelitian
Sub bab metodologi penelitian menjelaskan tentang desain
penelitian yang dilakukan, dilanjutkan dengan populasi dan sampel,
kriteria inklusi dan eksklusi sampel yang diteliti, sumber data primer
dan skunder, tempat penelitian, alat dan bahan, metode uji kehalalan
dan ketayyiban obat.
1. Disain Penelitian
Penelitian ini bersifat kolaborasi antara kuantitatif dan
kualitatif. Penelitian kuantitatif yang didasarkan pada data empiris
laboratorium yang meghasilkan kesimpulan dari perspektif
farmasi, selanjutnya data-data kuantitatif tersebut dianalisis secara
kualitatif dengan menggunakan pendekatan ilmu keislaman,
sehingga menghasilkan kesimpulan dari perspektif Islam. Disain
penelitian ini menggunakan metode Research and Development.
Metode penelitian Research and Development yang selanjutnya
akan disingkat menjadi R&D adalah metode penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji
stabilitas serta keefektifan produk tersebut, dalam pelaksanaan
R&D, ada beberapa tahap penelitian yang dilakukan yaitu tahap
deskriptif, eksperimental dan evaluatif.113

113
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2015), cet.IV, 73.

25
Tahap penelitian deskriptif atau disebut sebagai penelitian
awal atau pendahuluan dalam penelitian ini adalah proses
preformulasi, dilakukan dengan cara menghimpun data tentang
senyawa obat dan eksipien yang digunakan dengan cara studi
literatur melalui pendekatan perspektif Islam (sesuai ketentuan,
standar dan CPOH atau cara pembuatan obat yang halal dari
LPPOM MUI) dan ṭayyib menurut farmasi (sesuai ketentuan,
standar dan CPOB atau cara pembuatan obat yang baik dari Badan
POM RI) terkait ketayyibannya.
Tahap kedua yaitu eksperimen, dilakukan dengan cara uji
laboratorium, dalam penelitian ini adalah proses formulasi lima
belas golongan obat sediaan liquid yang akan dihasilkan dan tahap
ketiga atau disebut sebagai proses evaluatif dilakukan dengan cara
mengevaluasi sediaan obat yang sudah jadi untuk melihat
stabilitas dan efektivitasnya secara uji laboratorium yang
menghasilkan data kuantitatif persen kadar senyawa obat dan
eksipien yang digunakan untuk menunjukkan bahwa sediaan obat
yang dibuat sudah berdasarkan dengan perspektif Islam (sesuai
ketentuan, standar dan CPOH atau cara pembuatan obat yang halal
dari LPPOM MUI) dan ṭayyib menurut farmasi (sesuai ketentuan,
standar dan CPOB atau cara pembuatan obat yang baik dari Badan
POM RI) yang dinilai sebagai obat ṭayyib.114
Hasil uji laboratorium dari lima belas golongan obat tersebut
selanjutnya digunakan sebagai data yang dianalisis menggunakan
teknik statistik inferensial untuk menentukan sejauh mana
kesamaan atau perbedaan nilai dari suatu sampel yang diuji pada
selang waktu tertentu dengan standar yang telah ditentukan oleh
LPPOM MUI (perspektif Islam) dan Badan POM RI (perspektif
farmasi). Asumsi yang dibangun pada penelitian ini adalah, bahwa
sampel yang diidentifikasi mempunyai atau menghasilkan nilai
dalam rentang standar yang sama, di mana sesuai dengan nilai
yang telah ditentukan oleh LPPOM MUI dan BPOM RI.
Nilai yang dihasilkan dari uji laboratorium ini berupa angka
yang tidak dapat dijumlahkan antara satu parameter dengan
parameter lainnya, maka data yang dihasilkan berupa nilai interval
yang selanjutnya perlu dibuktikan keabsahan normalitasnya
menggunakan uji beda T-Test One Sample. Metode analisis yang
digunakan untuk menguji hipotetsis tersebut menggunakan alat
statistik parametris pada program Statistikal Product and Service
Solution (SPSS) versi 23.

114
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 73.

26
2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah, pertama obat-
obat sediaan liquid yang ḥalāl menurut kriteria Islam, di mana
tidak menggunakan selama proses produksinya dan tidak
mengandung kriteria bahan yang diharamkan seperti (khabīth,
ḍarār, najāsah, iskār, juz al-Jism al-Basharī, khinzīr, al-Damm)
pada hasil akhirnya. Kedua, obat dari masing-masing golongan
tersebut harus ṭayyib menurut farmasi, di mana pada rangkaian
evaluasi (organoleptik (al-Taghayyur al-Ḥissiyu), dispersi,
pengujian pH (al-Taghayyur al-Taqdīriy), uji viskositas,
pemeriksaan fisik sediaan, dan uji stabilitas serta efektivitas) yang
dilakukan pada hasil akhirnya memiliki standar nilai yang baik.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah, obat-obat dengan
sediaan liquid yang diformulasikan tidak mengikuti kaidah ḥalāl
menurut Islam dan tidak ṭayyib menurut farmasi.
3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah, senyawa aktif golongan
mukolitik yaitu (Karbosistein, Asetilsistein, Bromheksin HCL dan
Ambroxol Hidroklorida). Golongan ekspektoran (Gliseryl
Guaikolat, Guaifenesin, Amonium Klorida, Potasium Sitrat dan
Sodium Citrate). Golongan Antitusif Narkotik yang bekerja pada
sentral (Kodein dan Hidrokodon), Narkotik yang bekerja pada
perifer (Tetrakain, Kokain dan Lidokain) dan Non narkotik
(Dexametrophan Hidrobromida, Uap Menthol, Butamirat Sitrat,
Noskapin dan Difenhidramin).115 Golongan Antihistamin
(Chlorpheniramin Maleat, Difenhidramin, Doksilamin,
Klorfeniramin, Feniramin, Tripolidin dan Phenylpropanolamine
Hidroklorida). Golongan Antipiretik (Acetaminofen dan Acetosal).
Golongan Dekongestan (Pseudoefedrin HCL, Efedrin,
Fenilpropanolamin, Etilefedrin, Fenil Propanol Amin, Fenilefrin,
Ammonia dan Oleum Menthae). Golongan Antasid (Lansoprazole,
Ranitidine Hidroklorida, Pantoprazole, Aluminium Oksidahidrat,
Magnesium Hidroksida, Simetikon, Misoprostol, Famotidine,
Sucralfate, Omeprazole dan Teprenone). 116
Golongan Antibiotik (Sefalosporin, Penicilin, Amoxicillin,
Sultamicillin, Ciprofloxacin Hidroklorida, Levofloxacin,

115
Thông Tin Thuốc, MIMS Vietnam (Hanoi: Sản Phẩm Mới, 2015) cet.I,
263, 229, 234, 218, 173, 185, 152, 208, 216, 72, 65, 94, 90, 86, 73, 71, 116, 121,
113, 122 dan 112.
116
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia
Volume 49 (Jakarta : ISFI Penerbitan, 2015) cet.I, 382, 274, 241, 384, 250, 267,
252, 288, 292, 267, 241, 117, 126, 120, 103, 118, 137, 122, 412, 443, 409, 450, 448,
457, 83, 94, 99, 96, 79 dan 101.

27
Cloramphenicol, Spiramycin, Tetracyclin Hidroklorida,
Minocycline Hidroklorida dan Doxycyckine Hyclate). Golongan
Antiamuba (Fosfomycin Natrium, Metronidazol, Lincomycin,
Clindamycine, Furazolidone, Teicoplanin dan Linezolid).
Golongan Antituberkulosis (Isonicotinic Acid Hydrazide
(Isoniazid), Piridoksin, Ethambutol, Rifampicin, Pyrazinamide dan
Streptomycin Sulfate). Golongan Analgesik (Celebrex, Ibuprofen,
Metadon, Fentanil, Antalgin dan Natrium Diklofenak).117
Golongan Antihemoroid (Paraffin Liquidum, Graptophyllum
Pictum, Sophora Japonica, Bismuth Subgallate, Hexachlorophene
dan Lignocaine). Golongan Laksativum (Phenolphtalein, Bisacodil
dan Oleum Ricini), Golongan Antiasma (Salbutamol, Terbutalin,
Ipratropium Bromide, Sodium Kromoglikat, Kromolin,
Nedokromil, Modifier Leukotrien, Budesonide, Formoterol dan
Teofilin) dan Anti Inflamasi Nonsteroid (Asam Asetilsalisilat,
Metil Salisilat, Magnesium Salisilat, Salisil Salisilat, Salisilamid,
Indometasin, Proglumetasin, Oksametasin, Alminoprofen,
Fenbufen, Asam Flufenamat, Asam Tolfenamat, Enilbutazon,
Ampiron, Metamizol, Fenazon, Piroksikam, Meloksikam dan
Asam Mefenamat).118
Pemilihan sampel dari berbagai populasi senyawa obat yang
tersebutkan didasarkan pada prioritas kelarutan senyawa aktif
terhadap pelarut yang ḥalāl, efektifitas dalam penyembuhan suatu
penyakit, efek samping, ketersediaan dan pertimbangan
ekonomi.119 Besaran sampel yang akan diuji dalam penelitian ini
diambil melalui metode ‚Probability Sampling‛ yaitu, teknik
sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap
anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Pemilihan
metode ini berdasarkan pada prioritas pertama lebih mudah,
dengan mengambil sebagian dari populasi maka pelaksanaan
penelitian menjadi lebih mudah. Kedua lebih akurat, di mana
dalam banyak pemeriksaan terhadap sedikit subyek penelitian akan
memungkinkan pemeriksaan yang lebih teliti bila dibandingkan
dengan pemeriksaan terhadap seluruh populasi.

117
성분정보상호작용의약품 식별, MIMS Korea (Seoul: 의약품검색,
2015) cet.I, 237, 235, 231, 238, 233, 234, 233, 237, 240, 235, 234, 286, 295, 288,
272, 287, 299, 288, 347, 362, 344, 174, 182, 196, 176, 163, dan 199.
118
临床计算公式临床常用的计算公式, MIMS China (Beijing: 高级查询,
2015) cet.II, 482, 473, 491, 468, 469, 472, 572, 546, 570, 372, 284, 281, 288, 286,
292, 290, 289, 284, 291, 294, 332, 342, 331, 336, 317, 325, 372, 311, 341, 335, 323,
330, 318, 309, 337, 315, 319, 324, dan 337.
119
Evilla, Consuelo G, Research Methods (Manila: Rex Printing CompaKny,
2007) cet.VII, 37.

28
Ketiga lebih cepat, karena dengan meneliti sedikit subyek
maka hasil yang diharapkan lebih sedikit diperoleh. Keempat lebih
murah, karena dengan hanya meneliti sebagian populasi maka
biaya yang diperlukan untuk penelitian menjadi jauh lebih murah
dibandingkan apabila penelitian dilakukan pada seluruh
populasi.120 Kelima dapat mewakili populasi, karena apabila
dilakukan dengan baik, maka sampel dapat mewakili polulasi dan
inferensi kesimpulan dapat dengan tepat dilakukan dengan
probabilitas. Keenam lebih spesifik, karena sebagian senyawa obat
mempunyai manifestasi yang amat bervariasi maka dengan seleksi
sampel akan diperoleh senyawa obat dengan karakteristik tertentu
sehingga dapat diperoleh data pada golongan senyawa obat yang
lebih homogen daripada pemeriksaan senyawa obat dengan
manisfestasi pengujian laboratorium yang homogen.121
Berdasarkan pertimbangan penarikan sampel di atas, maka
sampel pada pengujian ini lebih spesifiknya diambil dengan cara
‚Simple Rendom Sample‛ yaitu dilakukan secara undian.122 Nama-
nama senyawa obat dari masing-masing golongan semuanya ditulis
pada sebuah kertas kecil dengan warna, ukuran dan bentuk yang
sama, kemudian masing-masing digulung dan dimasukkan ke
dalam botol. Botol tersebut dikocok dan dikeluarkan satu kertas.
Kertas yang keluar berisikan nama senyawa obat yang kemudian
digunakan sebagai sampel pada formulasi obat, begitu juga
seterusnya untuk masing-masing golongan obat. Berdasarkan
teknik pengambilan sampel yang telah dilakukan, maka sampel uji
yang dipilih adalah sebagai berikut:
Obat golongan Mukolitik yaitu Bromhexin Hidroklorida,
Ekspektoran (Amonium Klorida), Antitusif (Dextromethorphan
Hidrobromida),123 Antihistamin (Klorfeniramin Maleat),
Antipiretik (Asetaminofen), Dekongestan (Pseudoefedrin
Hidroklorida), Antasida (Aluminium Oksidahidrat, Magnesium
Hidroksida dan Simetikon),124 Antibiotik (Amoksisilin),
Antiamuba (Metronidazol), Antituberkulosis (Isoniazid dan
Piridoksin Hidroklorida), Analgesik (Ibuprofen), Antihemoroid

120
Creswell, Jhon.F, Research Design : Qualitative and Quantitative
Approach (Washington DC: Sage Publication, 1994) cet.IX, 48.
121
Gee, James Paul, an Introduction to Discourse Analysis, Theory and
Method (London: Routledge, 2005) cet.IV, 46.
122
Ary D.J.L.C. dan Razaveis. A, Introduction to Research in Laboratory
(New York: Holt Rinehart, 1992) cet.V, 52-53.
123
Thông Tin Thuốc, MIMS Vietnam, 66, 32 dan 84.
124
临床计算公式临床常用的计算公式, MIMS China, 213, 361, 374, 32,
246 dan 447.

29
(Paraffin Liquidum), Laksativum (Oleum Ricini), Antiasma
(Teofilin) dan Anti Inflamasi Non Steroid (Asam Mefenamat).125
4. Sumber Data
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah nilai yang
dihasilkan dari rangkaian uji laboratorium yaitu sedimentasi,
dispersi, pH, viskositas, faktor retensi dan kadar lima belas
golongan obat yang diuji sebanyak 30 kali selama dua tahun dan
enam bulan. Sumber data skunder adalah beberapa ayat Al-Qur’ān,
yang berkaitan dengan obat ḥalāl dan ṭayyib, Ahādīth al-
Nabawīyat pada bab-bab pengobatan, peraturan BPOM RI seperti
Nomor HK.00.05.1.23.3516 tahun 2009 tentang bahan-bahan yang
boleh digunakan dalam formulasi obat, peraturan-peraturan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia seperti farmakope
Indonesia serta fatwa MUI seperti Nomor 11 Tahun 2009 tentang
hukum bahan-bahan yang digunakan dalam bidang kefarmasian.
5. Analisis Data
Penelitian ini bersifat kolaborasi antara kuantitatif dan
kualitatif. Analisis data penelitian kuantitatif menggunakan alat
uji statistik (SPSS versi 23). Pada penelitian ini ingin
membadingkan nilai hasil uji laboratorium lima belas golongan
obat dengan nilai standarnya dari LPPOM MUI dan BPOM RI,
oleh karena itu analisis data yang tepat dengan menggunakan uji
T-Test One Sample. Hasil data yang didapatkan dari penelitian
kuantitatif tersebut untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif
menggunakan pendekatan teori-teori ilmu keislaman yang merujuk
pada ketentuan-ketentuan dari LPPOM MUI dan kefarmasian yang
merujuk pada ketentuan-ketentuan BPOM RI.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi
dua bagian besar yaitu uji kehalalan dan ketayyiban obat. Kedua
uji ini sebagai parameter bahwa obat yang dihasilkan benar-benar
ḥalāl menurut perspektif Islam (sesuai ketentuan, standar dan
CPOH atau cara pembuatan obat yang halal dari LPPOM MUI)
dan ṭayyib menurut farmasi (sesuai ketentuan, standar dan CPOB
atau cara pembuatan obat yang baik dari Badan POM RI) melalui
pengujian laboratorium.
a. Analisis Kehalalan Obat
Parameter uji kehalalan obat dalam penelitian ini
merujuk pada standar titik kritis kehalalan obat LPPOM MUI

125
성분정보상호작용의약품 식별, MIMS Korea, 38, 283, 206, 442, 199,
437, 412, 481 dan 46.

30
yaitu Identifikasi Penggunaan Pelarut, Pengawet, Coloring
Agents, Flavour, Suspending Agent, Antioksidan, Stabilizer,
Emulgator dan Sweetening Agent. Alat ukur yang digunakan
untuk mengidentifikasi parameter tersebut menggunakan
instrument teknologi di bidang farmasi yaitu Spektrofotometer
UV-Visible Spectroscopy untuk memperoleh panjang
gelombang senyawa aktif,126 menggunakan Gas
Chromatography-Mass Spectrometri (GCMS)127 untuk
mengetahui persen kuantitatif kadar Alkohol dan eksipien
lainnya (pengawet, Coloring Agents, Flavour Agent,
Suspending Agent, Antioksidan, Stabilizer, Emulgator dan
Sweetening Agent )128 yang harus sesuai dengan dosis atau
kadar yang telah ditetapkan penggunaannya. Rangkaian uji ini
dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan sediaan obat
yang ḥalāl menurut perspektif Islam (sesuai ketentuan, standar
dan CPOH atau cara pembuatan obat yang halal dari LPPOM
MUI).
b. Analsis Ketayyiban Obat
Parameter uji ketayyiban obat dalam penelitian ini
merujuk pada standar titik kritis ketayyiban atau keamanan
obat BPOM RI yaitu identifikasi organoleptik (al-Taghayyur
al-Ḥissiyu), sedimentasi, nilai pH (al-Taghayyur al-Taqdīriy),
viskositas, Thin Layer Chromatography (TLC), dan kadar
senyawa aktif. Alat ukur yang digunakan untuk
mengidentifikasi parameter tersebut menggunakan instrument
teknologi di bidang farmasi yaitu pH Meter, Viskosimeter
Brookfield, Thin Layer Chromatography dan High Performance
Liquid Chromatography (HPLC). Uji keamanan obat pertama
adalah analisis organoleptis. Pengamatan organoleptik (al-
Taghayyur al-Ḥissiyu) bertujuan untuk menjamin nilai estetika
dari sediaan, parameter yang diamati meliputi warna, bentuk,
bau dan rasa.129 Uji kedua adalah mengukur tinggi sedimentasi,
uji ini bertujuan untuk memastikan ketepatan dosis dari sediaan
liquid dengan melihat sedimentasi yang terbentuk. Volume

126
D. Kealey dan Haines. P.J, Analytical Chemistry (New York: BIOS
Scientific Publishers Limited, 2011) cet.IV, 67.
127
R. L. Grob, Modern Practice of Gas Chromatography (New York: Jhon
Wiley and Sons, 2010) cet.V, 98.
128
Lachman, Leon, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 42.
129
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia III
(Jakarta: Kemenkes, 1995) cet.IV, 221.

31
endapan (Vu) dibagi dengan volume total sirup (Vo), dihitung
dengan rumus:130
F = VU : V0
Uji ketiga adalah menghitung waktu dispersi sediaan
liquid, uji ini bertujuan untuk memastikan keseragaman dosis
dan bertujuan pula untuk mendapatkan sediaan dengan takaran
yang diinginkan sehingga di dapatkan dosis yang sesuai.
Mengocok sediaan dalam wadahnya sampai sirup menjadi
homogen. Titik akhirnya adalah jika pada dasar tabung sudah
tidak terdapat endapan.131 Uji Keempat adalah mengukur nilai
pH (al-Taghayyur al-Taqdīriy). Pengukuran nilai pH bertujuan
untuk memastikan ada atau tidaknya interaksi (al-Iḥālah) zat
aktif dengan bahan tambahan dan kemasan. Pengukuran
menggunakan alat ukur pH meter yang sebelumnya telah
dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan buffer.132
Uji kelima adalah viskositas. Pengukuran nilai viskositas
bertujuan untuk memastikan kemudahan penuangan sirup.
Pengukuran menggunakan alat Viskosimeter Brookfield
menggunakan spindel no 3 dengan kecepatan 100 rpm.133 Uji
Keenam adalah uji stabilitas secara kualitatif menggunakan
metode Thin Layer Chromatography (TLC) untuk melihat
stabilitasnya134 dan uji ketujuh secara kuantitatif menggunakan
metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
untuk melihat efektivitasnya.135 Uji kedelapan atau terakhir
adalah pemeriksaan sediaan. Pemeriksaan sediaan bertujuan
untuk memastikan kelengkapan seperti etiket, brosur, wadah
dan peralatan pelengkap seperti sendok, nomor batch dan
leaflet.136 Rangkaian uji yang dilakukan dimaksudkan untuk
mendapatkan sediaan obat yang ṭayyib menurut perspektif
farmasi sesuai dengan ketentuan, standar dan CPOB atau cara
pembuatan obat yang baik dari Badan POM RI).

130
Robert P. Shrewsbury, Applied Pharmaceutics in Contemporary
Compounding (Englewood: Morton Publishing Company, Januari 2015) cet.III, 326.
131
Lachman, Leon, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 213.
132
Cooper dan Gunn's, Dispensing for Pharmaceutical Students (New Delhi:
Carter .S.J. Publisher, 1987) cet. I, 76.
133
Lachman, Leon, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 311.
134
Joseph Sherma dan Bernard Fried, Handbook of Thin-Layer
Chromatography (New York: Marcel Dekker INC, 2013), cet.I, 32.
135
S. Pryde dan M.T. Gilbert, Applications of High Performance Liquid
Chromatography (London: Chapman and Hall Publisher, 2012), cet.II, 21.
136
Lachman, Leon, The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 825.

32
Hasil uji laboratorium terkait pengukuran kadar pelarut,
pengawet, Coloring Agents, Flavour Agent, Suspending Agent,
Antioksidan, Stabilizer, Emulgator dan Sweetening Agent
serta Organoleptis (al-Taghayyur al-Ḥissiyu), sedimentasi,
dispersi, nilai pH (al-Taghayyur al-Taqdīriy), viskositas,
Retention Factor (Rf) dan kadar senyawa aktif. Hasil uji
laboratorium penelitian obat yang ḥalāl dan ṭayyib tersebut
selanjutnya digunakan sebagai data yang dianalisis
menggunakan teknik statistik inferensial untuk menentukan
sejauh mana kesamaan atau perbedaan nilai dari suatu sampel
yang diuji pada selang waktu tertentu dengan standar yang
telah ditentukan oleh LPPOM MUI (perspektif Islam) dan
Badan POM RI (perspektif farmasi). Asumsi yang dibangun
pada penelitian ini adalah, bahwa sampel yang diidentifikasi
mempunyai atau menghasilkan nilai dalam rentang standar
yang telah ditentukan oleh LPPOM dan BPOM sehingga teknik
analisisnya lebih jelasnya menggunakan statistik inferensial
parametris. Metode analisis yang digunakan untuk menguji
hipotetsis tersebut menggunakan uji beda T-Test One Sample
pada program Statistikal Product and Service Solution (SPSS)
versi 23.
6. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah, obat liquid dapat
diformulasikan secara ḥalālan ṭayyiban. Obat liquid golongan
Mukolitik, Antiamuba, Dekongestan, Antihistamin, Antasid,
Antituberkulosis, Antiasma, Antitusif, Antipiretik, Analgesik,
Antiinflamasi non Steroid, Antihemoroid, Laksativum dan
Antibiotik diformulasi menggunakan pelarut, pengawet, Coloring
Agents, Flavor Agent, Emulgator, Suspending Agent, Antioksidan
dan Stabilizer yang ḥalāl perspektif Islam (sesuai ketentuan,
standar dan CPOH atau cara pembuatan obat yang halal dari
LPPOM MUI), serta diuji stabilitas dan efektifitasnya meliputi
analisis organoleptik (al-Taghayyur al-Ḥissiyu), sedimentasi,
dispersi, nilai pH (Al-Taghayyur Al-Taqdīriy), viskositas,
retention factor (Rf), persen kadar dan pemeriksaan sediaan
dengan nilai yang baik (ṭayyib) perspektif farmasi (sesuai
ketentuan, standar dan CPOB atau cara pembuatan obat yang baik
dari Badan POM RI).
7. Definisi Oprasional
Definisi oprasional dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Preformulasi: Merupakan tindakan tahap awal dalam rangkaian
proses pembuatan sediaan farmasi yang fokus pada pengkajian

33
pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif, eksipien yang didasarkan
pada penelitian dari bidang kimia medisinal yang meliputi
struktur, data spektra dan sifat fisika kimia lainnya, kemudian
dilakukan dokumentasi dari data senyawa aktif dan eksipien
tersebut sehingga didapatkan petunjuk utama yang dapat
dikembangkan untuk menentukan bentuk sediaan yang sesuai
dengan rute yang dikhendaki dan sifat senyawa aktif dan
eksipiennya.
b. Formulasi: Setelah dilakukan tindakan preformulasi maka tahap
selanjutnya adalah formulsi sediaan farmasi, pada penelitian ini
sediaan farmasi yang diformulsikan adalah liquid oral atau lebih
dikenal dengan sediaan cair (larutan, eliksir, sirup, suspensi dan
emulsi). Tahap ini meliputi penentuan jenis sediaan, penentuan
persentase senyawa aktif dan eksipien yang digunakan,
penimbangan, pencampuran, perhitungan dosis dan aturan
pakai.
c. Evaluasi: Evaluasi merupakan tahap terakhir dari rangkaian
pembuatan obat, tindakan evaluasi meliputi uji stabilitas dan
efektivitas sebagai parameter bahwa obat tersebut dinyatakan
ḥalāl menurut Islam dan ṭayyib menurut farmasi.
d. Obat Ḥalāl: sediaan yang terjamin aman, sifatnya suci dan
bersih (zakā wa-ṭahara), baik dan elok (jāda wa-ḥasuna) serta
enak (ladhdha).137 Para Ulama berpendapat bahwasanya kriteria
(al-Musṭaṭīb) yang memiliki otoritas dalam menentukan
sesuatu itu baik dan sebaliknya (al-Mustakhbīth) adalah
manusia secara keseluruhan, meskipun beberapa pendapat
menyatakan bahwasanya yang dianggap oleh bangsa Arab baik
maka ḥalāl dan yang dianggap buruk adalah (khabīth). Sesuatu
dianggap ṭayyib manakala tidak membahayakan (ḍarār). Setiap
yang membahayakan manusia maka ḥarām menggunakannya.138
Obat dinyatakan ḥalāl juga manakala tidak mengandung
kriteria yang ḥarām yaitu (khabīth), (ḍarār), dan juga (najāsah),
karena dipandang jijik dan menghalangi sahnya (ṣalāt), kecuali
(najāsah) yang sifatnya tidak dapat dihindari maka menjadi
(ma’fū) karena zatnya menyatu dengan produk (obat),
sedangkan bahan yang termasuk (najāsah) jika diformulasikan
dalam obat maka tidak dapat disucikan (istiḥālah) kecuali

137
Wahbah Musṭafā al-Zuhaylī, al-Fiqh al-Islāmī wa-Adillatuhu (Cairo: Dār
al-Hadīth, 1997) cet.IV, 230-234.
138
al-Dīn Muḥammad Muḥyī, Abū al-Muzaffar (dikutip dari Ali Musthafa
Yaqub), al-Fatāwā al-Hindīyā, New Delhi: Maṭbaah al-Dāirat al-Ma ārif al-
Niẓāmīyat, 1934) cet.II, 117-123.

34
berubah sendiri seperti pada kasus Alkohol yang berubah
menjadi cuka.139 Berbeda halnya dengan Ulama (Ḥanafiyah)
yang berpendapat bahwa setiap sesuatu yang termasuk
(najāsah) dapat disucikan dengan (istiḥālah) secara mutlak,
baik terjadi dengan sendirinya maupun dengan sintesis, di mana
dengan syarat adanya kesulitan yang menimpa secara umum
(al-Balwā)140 merujuk pada qaidah ‚al-Ḍarūrat Tubīḥ al-
Maḥḍūrāt‛, namun jika teknologi farmasi sudah bisa
mengatasinya dengan memformulasi obat secara ḥalāl tidak
menggunakan bahan-bahan yang ḥarām maka kaidah tersebut
gugur sesuai dengan qaidah ‚Mā Jāza Li-‘Uzrin Baṭala Bi-
Zawālihi‛.141
Kriteria ḥarām lainnya adalah memabukkan (iskār). Para
Ulama (Ḥanafiyyah) seperti Abū Ḥanīfah (w.150 H), al-
Shaibānī (w.189 H), al-Jaṣṣāṣ (w. 370 H), al-Sharakhṣī (w.483
H), al-Kasānī (w.578 H), al-Ḥaṣkafī (w.1099 H) dan
Ibn Ābidīn (w.1252 H),142 (Malikiyyah) seperti Mālik ibn Anas
(w.179 H), al-Bājī (w.484 H), al-Muẓaffar (w. 489 H), Ibn al-
Arabī (w.543 H), al-Qurṭubī (w.671 H),143 (Shafiyyah) seperti
al-Shāfiʿī (w.204 H), al-Shirāzī (w.476 H), al-Nawāwī (w.676
H), al-Khaṭṭābī (w.388 H), al-Athqalānī (w. 852 H), al-Baijūrī
(w.1276 H)144 dan Islam (Ḥanabilah) seperti al-Khirāqī (w.334
H), Ibn Qudāmah al-Maqdisī (w.620 H), Ibn Khaldun (w.808 H)

139
Al-Baijūrī, Ibrāhīm ibn Aḥmad ibnʿIsā ibn Sulaimān (dikutip dari Ali
Musthafa Yaqub), Ḥāshīyat al-Shayikh Ibrāhīm al-Baijūrī alā Sharḥ ibn al-Qāsim
al-Ghazī alā Matn Abī Shujā (Cairo: Shirkat Maktabah wa-al-Maṭbaah Musṭafa al-
Bābī al-Ḥalabī, 1910) cet.II, 151-152.
140
Al-Kasānī, Ālā al-Dīn Abū Bakr ibn Masʿūd (dikutip dari Maktabah
Shamīlah), Badāʿī al-Shanāʿī fi-Tartīb al-Sharāʿī (Cairo: al-Maṭbaah al-Jamālīyah,
1910) cet.V, 83-84.
141
al-Fadānī, ‘Abd al-Fāid Muḥammad Yasīn ibnʿIsā, al-Fawāid al-Janīyat
Hashiyat al-Mawāhi al-Thāniyāt Sharḥ al-Farāid al-Bahīyat fī-Naẓm al-Qawāid al-
Fiqhīyat (Beirut: Dār al-Baṣāir al-Islamīyat, 1996) cet.II, 63 dan 112.
142
Ibn Ābidīn, Muḥammad Amīn, Radd al-Mukhtaṣar alā-Dūrr al-Mukhtaṣar
Sharḥ Tanwīr al-Abṣār (Cairo: Shirkat Maktabah wa-Maṭbaah Musṭafā al-Bābī al-
Ḥalibī, 1966) cet.X, 32-234.
143
Al-Qurṭubī, Abū Abdillāh Muḥammad ibn Aḥmad al-Anṣārī (dikutip dari
Maktabah Shamīlah), al-Jāmi lī-Aḥkām Al-Qur ān (Beirut: Dār al-Kitāb al-Arabī
li-al-Ṭibāah wa-al-Naṣr, 1967) cet.IX, 109-117.
144
Al-Baijūrī, Ibrāhīm ibn Aḥmad ibn ʿIsā ibn Sulaimān, Ḥāshīyat al-
Shayikh Ibrāhīm al-Baijūrī alā Sharḥ ibn al-Qāsim al-Ghazī alā Matn Abī Shujā
(Cairo: Shirkat Maktabat wa-al-Maṭbaat Musṭafa al-Bābī al-Ḥalabī, 1910) cet.II,
254-257.

35
dan al-Shaukānī (w.1250 H)145 bersepakat bahwa Alkohol baik
dengan kadar sedikit ataupun banyak146 dan memabukkan
ataupun tidak hukumnya adalah ḥarām.147
Kriteria obat dinyatakan ḥalāl lainnya manakala tidak
mengandung organ tubuh manusia (juz al-Jism al-Basharī).
Allah Swt memuliakan manusia148 dengan tidak meghukumi
(al-Najāsah) pada manusia, baik muslim maupun kafir dan baik
hidup maupun mati.149 Bentuk memuliakannya Allah Swt
kepada manusia adalah tubuh manusia tidak boleh dijadikan
sebagai bahan obat dan lainnya, meskipun tidak ada dalil (naṣ)
yang jelas tentang kehalalan atau dibolehkannya untuk
dikonsumsi, maka organ tubuh manusia merupakan salah satu
kriteria haram digunakan, selain itu juga dengan babi (khinzīr)
dan derivatnya serta darah (al-Damm) pada QS. al-Baqarah:
173, al-Mā’ idah: 3 dan al-Naḥl: 115 serta larangan Rasullulah
Muhammad Saw kepada umatnya. 150
e. Obat Ṭayyib: obat dinyatakan ṭayyib dengan parameter uji
keamanan obat yang dilakukan dengan serangkaian proses yaitu
uji organoleptik (al-Taghayyur al-Ḥissiyu), bertujuan untuk
menjamin nilai estetika dari sediaan, parameter yang diamati
meliputi: warna, bentuk, bau dan rasa.151 Parameter lainnya
adalah pengamatan sedimentasi yang terbentuk pada sediaan,
identifikasi nilai pH (al-Taghayyur al-Taqdīriy) sediaan,
Pengukuran ini dimaksudkan untuk memastikan ada atau
tidaknya interaksi (al-Iḥālah) zat aktif dengan bahan tambahan
lainnya atau kemasan, pengukuran dispersi sediaan, pengukuran
nilai viskositas, bertujuan untuk memastikan kemudahan
penuangan (isti’māl), menentukan stabilitas senyawa obat
145
al-Shaukānī, Muḥammad ibn ‘Alī ibn Muḥammad, Fatḥ al-Qādir al-Jāmi
li-al-Aḥkām Baina al-Fanānī al-Riwāyat wa-al-Dirāyat min-Ilm al-Tafsīr (Cairo:
Shirkat Maktabah wa-al-Maṭba’ah Musṭafā al-Bābī al-Ḥalābī, 1964) cet.V, 213-217.
146
Al-Sijistānī, Sulaimān ibn Ashhāt ibn Isḥāq al-Azdī, Sunan Abū Dāwud
(Cairo: Shirkah Maktabah wa-al-Maṭba’ah Musṭafā al-Bābī al-Ḥalābī, 1953) cet.II,
291.
147
Mūsā Shāhīn, Fatḥ al-Munim Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim (Cairo: Dār Shurūq,
2002) cet.I, 383.
148
QS. al-Isrā : 70
149
Ibn Kathīr, ʿImād al-Dīn Abū al-Fidā Ismaʿīl, Tafsīr al-Qur’ ān al-‘Aẓīm
(Beirut : Dār Iḥyā al-Kutub al-‘Arābīyat, 1946) cet.II, 412.
150
Ibn Mājah, al-Qazwinī Abū Abdullāh Muḥammad ibn Yazīd, Sunan ibn
Mājah. editor dan komentar Muḥammad Fuād Ābd al-Bāqi (Cairo: Dār Iḥyā al-
Kutub al-‘Arābīyat, 1960) cet.III, 739.
151
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia III
(Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1995) cet.IV,
221.

36
secara kualitatif menggunakan metode Thin layer
Chromatography (TLC), nilai yang diperoleh berupa Rf
(Retention Factor) dan hRf yang mengidentifikasikan adanya
kandungan senyawa aktif dalam sediaan yang diformulasikan.
Pengujian terakhir yang di dilakukan adalah identifikasi
senyawa aktif secara kuantitatif menggunakan metode High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk menjamin
kadar yang terkandung masih dalam rentang dosis terapi.
8. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, GC–
MS (Gas Chromatography-Mass Spectroscopy) model Shimadzu
Kyoto Japan, injektor Aristospan®-20, detektor Kenalog®-40,
silica capillary column, 30 m×0.25 mm, 0.25 μm film Thickness
(Superchrom, Milan, Italia), UV-1800 UV/Visible Scanning
Spectrophotometer 115 VAC model Shimadzu. Alat-alat gelas
Pyrex, botol aquadest, pipet volumetrik Pyrex, bola karet,
termometer Fisher, neraca analytic Chyo, labu alas bulat Pyrex,
labu takar Pyrex, map pipet Fisher, ultrasonic batch (Bronson
1510), pompa vakum, vakum filter 0,45 μm, mikropipet beserta tip
mikropipet eppendrof 100-1000 dan 20- 200 μL, Allpure syringe
filter 0,45 μm dan microsiringe 100 μL Nipro. Timbangan gram
dan anak timbangannya, timbangan milligram dan anak
timbangannya, timbangan analitik (AND GH-202®), micro pipet
(Eppendorf®) 0.5 mL, 1 mL dan 5 mL, gelas ukur 10 mL, 25 mL,
50 mL, 100 mL, beaker glass 200 mL, 400 mL dan 1000 mL, pipet
tetes, spatula, kertas perkamen, pengaduk, hot plate (Advantec
SRS710HA), viskometer brookfield, pH meter, pinset, kaca arloji,
corong, lumpang, alu, cawan, penangas air, kotak kemasan, brosur,
etiket, kertas perkamen, label dan botol 150 mL.
Bahan-bahan sebagai senyawa aktif yang digunakan dalam
penelitian ini adalah, Bromhexin Hidroklorida, Amonium Klorida,
Dextromethorphan Hidrobromida,152 Klorfeniramin Maleat,
Paracetamol, Pseudoefedrin Hidroklorida, Aluminium
Oksidahidrat, Magnesium Hidroksida, Simetikon,153 Amoksisilin
Metronidazol, Isoniazid, Piridoksin Hidroklorida, Ibuprofen,
Paraffin Liquidum, Oleum Ricini, Teofilin dan Asam
Mefenamat.154 Bahan-bahan eksipien yang digunakan adalah

152
Thông Tin Thuốc, MIMS Vietnam, 66, 32 dan 84.
153
临床计算公式临床常用的计算公式, MIMS China, 213, 361, 374, 32,
246 dan 447.
154
성분정보상호작용의약품 식별, MIMS Korea, 38, 283, 206, 442, 199,
437, 412, 481 dan 46.

37
Aquadestilata Biopure, Asam Askorbat, Asam Sitrat, Allura Red
(E129), Butylated Hydroxytoluene, Beta Karoten, Citrus
Reticulata, Essence Orange.155 Essence Leci, Gelatin, Gliserin,
Hydroxypropyl Methylcellulose, Indigo Carmine, Metil Paraben,
Natrium Carboxymethyle Cellulose, Natrium Benzoat, Maltol,
Oleum Mentha Piperita, Oleum Citri, Propil Paraben, Propilen
Glikol, Pulvis Gummi Arabicum, Red Bell Pasta Grape, Raspberry
Ketone, Sorbitol, Sirupus Simplex, Span 80, Sukrosa, Sunset
Yellow, Sodium Benzoat, Tocopherol, Tween 80, Vanilin dan
Xylitol.156
9. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian pendahuluan tahap pertama yaitu preformulasi
obat telah dilakukan sejak bulan Januari tahun 2014 dan telah
terselesaikan pada bulan Maret tahun 2014 di laboratorium analisis
produk halal jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
sedangkan uji pendahuluan tahap kedua yaitu formulasi obat sudah
dilakukan sejak bulan April 2014 dan telah diselesaikan pada bulan
Mei 2014 bertempat di laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi
dan laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi Universitas
Pamulang. Tahap ketiga adalah uji efektivitas dan stabilitas obat
yang saat ini sedang berjalan dan telah dimulai sejak bulan Juni
2014 sampai dengan Desember 2016.
Pengujian dilakukan pertama kali sejak obat tersebut telah
menjadi sediaan yaitu pada bulan Juni 2014, kemudian disimpan
selama satu bulan dan diuji kembali kedua kalinya pada bulan Juli
2014, kemudian seterusnya disimpan dan diuji setiap satu bulan
sekali sampai menjadi 30 kali pengujian dan berakhir pada bulan
Desember 2016. Pengujian dilaksanakan di laboratorium
Teknologi Sediaan Farmasi dan laboratorium Farmasetika Jurusan
Farmasi Universitas Pamulang.
Berdasarkan hasil pengujian sebanyak 30 kali dengan
rentang satu bulan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan
pengujian ini adalah untuk menganalisis stabilitas dan efektifitas
obat-obat yang diformulasikan secara ḥalāl dan ṭayyib tersebut
mampu bertahan (expired date) pada jangka waktu 2 tahun 6
bulan. Jadi, total waktu penelitian dari tahap preformulasi obat
sampai tahap uji stabilitas dan efektifitasnya menghabiskan waktu
selama 3 tahun. Pemilihan tempat penelitian tersebut dilakukan
berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti bahwa

155
Royal Pharmaceutical Society, Handbook of Pharmaceutical, 1-945.
156
American Pharmaceutical Association, Pharmaceutical Excipients, 1-888.

38
laboratorium farmasi yang memenuhi standar untuk melakukan
penelitian formulasi obat ḥalāl dan ṭayyib harus membutuhkan
tiga macam laboratorium yaitu teknologi sediaan farmasi,
instrumentasi dan farmasetik yang sudah terdapat di Program
Studi Farmasi Universitas Pamulang. Alasan lainnya adalah karena
ketersediaan peralatan yang dibutuhkan, kemampuan peneliti
dalam mengoprasikannya dan perizinannya.
F. Sistematika Penulisan
Uraian dalam disertasi ini dibagi ke dalam tujuh bab, tiap-tiap
bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub bab pokok bahasan, bab
pertama membahas latar belakang, perumusan masalah yang meliputi
identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, signifikansi penelitian, penelitian terdahulu
yang relevan, metode penelitian yang meliputi disain penelitian,
populasi dan sampel, kriteria inklusi dan eksklusi, sumber data,
definisi oprasional, waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan,
analisis data, hipotesis dan terakhir sistematika penulisan.
Bab kedua membahas pro dan kontra terkait obat ḥalāl.
Dimulai dengan judul besar reformulasi obat perspektif Islam dan
farmasi. Pembahasan pertama adalah ḥalāl dan ṭayyib obat dalam
perspektif Islam dan farmasi . Pada sub bab ini pembahasannya
adalah obat ḥalāl dalam perspektif Islam dan obat ṭayyib dalam
perspektif farmasi. Sub bab selanjutnya membahas tentang
reformulasi obat ḥalālan ṭayyiban dalam perspektif Islam dan farmasi.
Pada sub bab ini pembahasannya meliputi reformulasi obat ḥalāl
dalam perspektif Islam. Setelah itu pembahasan dilanjutkan dengan
reformulasi obat ṭayyib dalam perspektif farmasi
Memasuki bab ketiga yang merupakan bagian dari bab inti.
Pembahasan pada bab ini berjudul preformulasi obat sesuai konsep
Islam dan farmasi. Pada sub bab pertama pembahasan dimulai dengan
preformulasi senyawa aktif obat yang ḥalāl dan ṭayyib. Pada sub bab
ini pertama mengulas tentang analisis karakteristik senyawa obat
yang ṭayyib dan dilanjutkan dengan pembahasan analisis sumber
bahan baku senyawa obat yang ḥalāl. Pada sub bab selanjutnya
membahas tentang preformulasi eksipien obat yang ḥalāl dan ṭayyib.
Pembahasan pertama dimulai dengan menganalisis karakteristik
eksipien yang ṭayyib dan dilanjutkan dengan pembahasan analisis
sumber bahan baku eksipien yang ḥalāl.
Bab keempat merupakan bagian juga dari bab inti yang
mengulas tahap pembuatan sediaan obat liquid oral, di mana tahap ini
peneliti mulai membuat sediaan obat liquid oral di laboratorium
secara eksperimen yang dimulai dari perhitungan dosis, pemakaian,
penimbangan bahan, pencampuran dan membahas permasalahan-

39
permasalahan yang terjadi serta menindaklanjuti untuk membuat
kembali obat yang diformulasikan dengan baik dan benar. Judul besar
pada bab ini dimulai dengan praktik formulasi sediaan obat liquid oral
ḥalālan ṭayyiban, adapun pembahasan pertama adalah tentang
formulasi obat ḥalālan ṭayyiban. Pada sub bab pertama pembahasan
dimulai dengan formulasi sediaan obat liquid oral sesuai standar
BPOM RI dan LPPOM MUI. Ulasan dari sub bab selanjutnya adalah
farmasetika obat ḥalālan ṭayyiban yang menjelaskan tentang titik
kritis proses formulasi obat ṭayyib dan ḥalāl.
Bab kelima masuk dalam tahap uji evaluasi eksperimental
untuk hasil obat jadi yang sudah diformulasikan. Tujuannya adalah
ingin menunjukan bahwa hasil sediaan obat liquid oral yang sudah
jadi terbukti ḥalāl berdasarkan rangkaian uji laboratorium tidak
mengandung bahan-bahan yang diharmkan dalam Islam dan sediaan
obat liquid oral tersebut juga terbukti ṭayyib menurut farmasi di mana
sudah tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya pada saat
proses pembuatan sediaan obat sampai tahap hasil akhirnya. Judul
besar pada bab lima ini adalah evaluasi formula obat halālan ṭayyiban.
Pada sub bab pertama membahas tentang formula sediaan obat
liquid oral ḥalāl sesuai konsep Islam. Adapun ulasan pada sub bab ini
dimulai dengan analisis titik kritis formula sediaan obat ḥalāl sesuai
konsep Islam dan dilanjutkan dengan pembahasan analisis titik kritis
unsur keharaman obat dalam Islam. Kemudian pada sub bab
selanjutnya adalah pembahasan tentang stabilitas dan efektifitas
sediaan obat liquid oral ṭayyib sesuai konsep farmasi. Adapun ulasan
yang dibahas pada sub bab ini adah tentang kriteria stabilitas sediaan
obat liquid oral ṭayyib sesuai konsep farmasi dan dilanjutkan dengan
pembahasan selanjutnya yaitu kriteria efektifitas sediaan obat liquid
oral ṭayyib sesuai konsep farmasi.
Memasuki bab keenam adalah implementasi dari hasil sediaan
obat liquid oral halālan ṭayyiban. Pembahasan pertama dimulai
dengan realitas pengembangan produksi sediaan obat liquid oral
halālan ṭayyiban. Sub bab pertama pada bab ini ada tentang kebijakan
terkait pengembangan sediaan obat ḥalāl-ṭayyib, kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan realisitas standar pembuatan sediaan
obat liquid oral ḥalāl-ṭayyib. Pembahasan selanjutnya adalah tentang
realisasi penerapan dalam pembuatan sediaan obat liquid oral halālan
ṭayyiban. Pembahasan pertama dimulai dengan kesiapan atau
persiapan MUI dalam merealisasikan contoh sediaan obat ḥalāl-
ṭayyib, kemudian pembahasan dilanjutkan tentang kesiapan atau
persiapan industri dalam merealisasikan contoh sediaan obat ḥalāl-
ṭayyib. Bab terakhir yaitu bab ketujuh adalah penutup yang berisikan
kesimpulan dan saran.

40
BAGAN PENELITIAN

TAHAP 1
Uji Pendahuluan
(DESKRIPTIF)
(Preformulasi Senyawa Aktif dan Eksipien)
BAB III

√ Analisis Kehalalan Analisis Keamanan √

Digunakan sebagai formula


pembuatan sediaan obat

TAHAP 2
(EKSPERIMEN) (Pembuatan Lima Belas Golongan Obat)
BAB IV

Ṭayyib Sesuai BPOM dan Ḥalāl (tidak


terkontaminasi bahan haram) sesuai
LPPOM

TAHAP 3
Uji Laboratorium Sediaan Obat 30 kali
(EVALUASI)
dengan rentang 1 bulan (30 bulan)
BAB V

√ Analisis Stabilitas Analisis Efektifitas √

Ṭayyib Menurut BPOM dan


Ḥalāl menurut LPPOM

41

Anda mungkin juga menyukai