Anda di halaman 1dari 3

Muhammad Al-Fatih : Tokoh Yang Digerus oleh Mitos Dracula

Bila di dalam sebuah ruang kelas seorang guru sejarah bertanya siapa yang tahu Muhammad Al-Fatih atau Muhammad
II atau di barat lebih di kenal dengan Mehmed II ? Bisa dipastikan tidak ada yang mengangkat tangan. Tetapi bila sang
guru bertanya siapa yang tahu Dracula ? Bisa dipastikan sebagian besar murid pasti akan mengacungkan tangan untuk
berebut menjawab. Itulah ironi yang terjadi, bahwa generasi muda kita lebih mengenal superhero rekaan Barat
dibandingkan pahlawaan yang sebenarnya.

Dunia memang sedang timpang, seperti aliran sungai, mengalir dari Barat menuju Timur. Semua yang berasal dari Barat
mengalir deras, membanjiri dunia Timur-mulai cara berfikirnya sampai cara jalannya. Tak terasa kalau sebenarnya
penjajahan itu masih terus berlanjut hingga hari ini.

Bentuk penjajahan dari zaman ke zaman memang berbeda, tapi caranya sama : lewat hutang atau perang. Ini yang
terjadi sejak zaman perbudakan sampai zamn sekarang. Tengoklah hari ini, utang digelontorkan oleh Negara-negara
Barat beserta kroni-kroninya, baik lewat IMF, Bank Dunia, maupun lembaga keuangan lainnya. Dengan utang tersebut
mereka menjerat Negara penerima utang yang ada di Asia, Afrika dan Amerika latin. Sudah banyak Negara yang menjadi
korban penjajahan gaya baru ini. Sedangkan Negara-negara yang tidak bisa di ditundukkan dengan utang maka akan di
tundukkan dengan perang. Sebagai alasan pemimpin mereka dituduh sebagi pelindung teroris, anti demokrasi, radikal
atau komunis. Bentuk ini yang terjadi di Irak, Afghanistan dan Negara-negara di Amerika Latin.

Lantas apa hubugan semua itu dengan Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II dan Dracula ?

Saat ini bentuk penjajahan tidak melulu ekonomi dan politik, tapi juga yang lainnya, salahsatunya adalah sejarah.
Seharusnya sejarah merupakan air paling bening untuk melihat masa lalu. Akan tetapi, kini sejarah juga tidak lepas dari
jerat penjajahan Barat. Mereka, yang mempunyai akses dari uang sampai senjata, informasi sampai teknologi, terus-
menerus berusaha melakukan penjajahan sejarah. Mereka berusaha menyingkirkan sejarah versi lain untuk kemudian
memaksakan sejarah versi mereka. Lihatlah bagaimana mereka membuat sejaraah tentang Iran, Irak dan Afghanistan,
Venezuela dan Cuba, Korea Utara dan Indonesia. Lihat juga bagaimana mereka membuat sejarah tentang Soekarno dan
Fidel Castro, Hugo Chaves dan Mahmud Ahmadinejad. Mereka menuliskannya sebagai nasionalis radikal, komunis atau
fundamentalis. Simak pula bagaimana mereka membuat sejarah tentang Perang Salib, Perang Pearl Harbour dan Perang
Vietnam.

Kembali lagi ke Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II dan Dracula. Kedua-duanya merupakan tokoh sejarah, Muhammad
Al-Fatih adalah penguasa Kesultanan Turki Ottoman kekhalifan umat Islam ketika itu dan Dracula adalah penguasa
Wallachia, Eropa. Keduanya juga hidup pada era yang sama, yaitu pada periode akhir Perang Salib. Dan, keduanya
pernah terlibat dalam pertempuran yang telah merenggut banyak korban jiwa. Akan tetapi, dalam sejarah yang
kemudian berkembang masing-masing mempunyai nasib yang berbeda.

Muhammad Al-Fatih

Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II tetap tercatat sebagi tokoh sejarah. Tentu saja ia dikenal sebagai “Pembebas
Konstantinopel”. Sedangkan Dracula berbeda nasibnya. Ia lebih dikenal sebagai “Vampire” daripada sebagai manusia
sejarah. Seperti yang di kisahkan oleh Bram Stoker dalam novelnya yang berjudul Dracula.

Namun walaupun begitu ia bernasib lebih mujur karena namanya justru di kenal di seantero dunia. Dan, harus diakui ia
telah berhasil menenggelamkan nama musuh bebuyutannya, Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II.

Vlad Tepes Dracul

Saat ini bahkan umat Islam sendiri akan lebih mengenal Dracula daripada Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II. Nama
Dracula tetap menjadi buah bibir bahkan setelah kematianya pada tahun 1476 M. Awalnya ia menjadi pembicaraan di
kalangan masyaraakat pedesaan di Transylvania, Rumania, dan kemudian berkembang ke seantero Eropa. Namun yang
terkenal kemudian bukan kekejamannya sebagai pembantai 500.000 manusia, sebagian besar mati karena di sula.
Tetapi ia lebih dikenal sebagai hantu jadi-jadian atau Vampire, yaitu manusia penghisap darah. Yang di angkat dan di
populerkan oleh Bram Stoker dalam novelnya yang berjudul Dracula. Kisah inilah yang kemudian terus-menerus didaur
ulang sehingga menutupi fakta sejarah yang sebenarnya.

Usaha Barat untuk mengangkat pahlawan mereka Dracula, dan menenggelamkan musuh mereka Muhammad Al-Fatih
atau Mehmed II bisa dinilai berhasil. Penenggelaman tersebut dengan menggunakan symbol salib dan bawang putih.
Lewat symbol salib Barat sebagaimana di uraikan Hyphatia Cneajna dalam bukunya “Dracula, Pembantai umat islam
dalam perang salib” ingin menunjukkan superioritas mereka. Bahwa merekalah yang mampu membunuh Dracula
dengan salib ; bahwa merekalah yang bisa mengusir setan yang haus darah dengan salib. Mereka ingin mengatakan
kepada dunia bahwa, merekalah ksatria dengan tanda salib di dada yang telah menyelamatkan dunia dari terror
Dracula. Dengan cara inilah secara perlahan namun pasti Barat bisa memasukkan ke dalam kesadaran generasi sekarang
tentang sosok Dracula. Sehingga nama ini terus-menerus di kenang sepanjang massa, dari anak kecil sampai orang tua.
Dan, tak disadari terutama oleh umat Islam sendiri, pahlawan mereka pelan-pelan telah di tenggelamkan dari pentas
sejarah. Tak mengherankan memang kalau kemudian kita umat Islam tak mengenal siapa itu Muhammad Al-Fatih atau
Mehmed II.

Tabiat Barat tersebut hingga kini tak pernah berubah. Saat ini mereka datang laksana ksatria pembebas negeri ke
Negara-negara yang kata mereka menjadi sarang teroris. Mereka datang dengan membawa slogan kosong bahwa dunia
saat ini sedang terancam Dracula baru yang disebut teroris. Padahal, semua itu cuma kedok mereka untuk melakukan
penjajahan gaya baru.

Memang beralasan kalau Barat berusaha menenggelamkan nama Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II. Selain
menyangkut dendam lama dalam Perang Salib Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II merupakan tokoh yang mampu
merebut benteng terbesar pasukan Romawi, Konstantinopel. Usaha untuk menenggelamkan nama Muhammad Al-Fatih
atau Mehmed II juga bertujuan agar umat Islam terutama generasi mudanya tidak mempunyai tokoh pujaan yang ideal.

Tentu saja jika generasi Islam saat ini meng-idola-kan tokoh seperti Salahuddin Al-Ayubi dan Muhammad Al-Fatih atau
Mehmed II, yang kedua-duanya begitu gigih membebaskan Islam dari dominasi Barat. Maka jika ini terjadi tentu saja
Amerika Serikat akan terusir dari Afganistan, Pakistan, Irak, Arab Saudi, Mesir, dan Indonesia, karena generasi muda
Islam akan bersatu dan menendangnya keluar. Begitu juga dengan Israel yang menurut John Parkins, Israel adalah
infanteri Amerika Serikat di Timur Tengah akan terusir dari bumi Palestina, dan rakyat Palestina pun akan merdeka.

Tokoh seperti Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II memang teladan yang ideal bagi simbol perlawanan terhadap Barat.
Ia selain di kenal ulung dalam strategi perang ia juga seorang pecinta ilmu pengetahuan. Semasa hidupnya beliau
mengundang ilmuwan dari berbagai macam Negara dan agama untuk menerjemahkan segala macam buku ke dalam
bahasa Turki. Tak mengherankan kalau perpustakaaan di Turki pada masanya menjadi salahsatu perpustakaan paling
lengkap di dunia. Karya-karya Yunani, Mesir dan Arab terkumpul menjadi satu sehingga siapapun yang ingin belajar akan
menemukan luasnya samudera ilmu pengetahuan.

Yang juga perlu di catat dari Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II adalah toleransinya. Sebagaimana Salahuddin Al-
Ayubi yang membebaskan Palestina, ketika memasuki Konstantinopel Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II tidak
merusak satupun tempat ibadah agama Kristen maupun Yahudi. Semua tempat ibadah milik non Muslim tetap di
biarkan berdiri dan umatnya beliau lindungi. Ini tidak hanya dilakukan Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II ketika
membebaskan Konstantinopel. Sewaktu membebaskan Bosnia hal serupa juga beliau lakukan.

Tiga sifat Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II Anti Barat, pecinta ilmu pengetahuan dan mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap perbedaan agama, tentu sifat yang ideal. Jika umat Islam meniru keteladannya maka tentu saja minyak
yang ada di Arab Saudi, Mesir, Sudan, Aljazair, Maroko, Libya, Qatar, UEA, Bahrain, Yaman, Oman, Yordania, Syuriah,
Libanon, Kuwait, Irak, Afganistan, Pakistan dan negeri kita yang tercinta ini, tidak akan di kuras oleh Amerika Serikat, dan
Negara tempat mereka berada akan menjadi Negara yang benar-benar merdeka.

Sayangnya pemimpin di Negara-negara Muslim tidak mempunyai watak dan sifat seperti Muhammad Al-Fatih atau
Mehmed II. Justru mereka menjual Negara mereka kepada Barat dan merendahkan harga diri mereka di hadapan Barat.
Memberikan sumber daya alam yang sangat berharga, minyak, kepada tuan-tuan asing. Dan bahkan memfasilitasi Barat
untuk membunuh saudara mereka. Lihatlah pembantaian di Gaza Palestina ini tidak terlepas dari andil Mesir yang tidak
membuka perbatasan Rafah antara Mesir dan Palestina.Ingat bagaimana Arab Saudi dan Yordania memberikan fasilitas
bandara mereka kepada Amerika Serikat untuk membunuh saudara mereka di Irak. Ironi memang benar-benar Ironis.

Sementara generasi mudanya lebih memuja pahlawan-pahlawan ciptaaan Barat seperti Rambo, James bond, Hunter,
Superman, Spiderman. Dan mencontoh tokoh-tokoh idola mereka seperti pemusik, bintang film holywood dan super
model dari Barat. Bahkan ada semacam kesimpulan bahwa jika seseorang tidak meniru gaya hidup barat atau tidak
meng-idola-kan tokoh musik, bintang film dan super model barat ,adalah kuno alias tidak modern. Sebegitukah ??

Anda mungkin juga menyukai