Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332038000

Analisis Potensi dan Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kota Medan

Conference Paper · January 2016

CITATIONS READS
0 4,009

1 author:

Edy Sahputra Sitepu


Politeknik Negeri Medan
35 PUBLICATIONS 38 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Baseline Analisis Penerapan Sustainable Tourism Development (STD) pada Objek Wisata unggulan Kota Medan View project

Sustainable Tourism Development View project

All content following this page was uploaded by Edy Sahputra Sitepu on 28 March 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Analisis Potensi dan Pengembangan Ekonomi Kreatif di Kota Medan

oleh Edy Sahputra Sitepu

Abstrak

Dalam studi ini terdapat 18 subsektor industri kreatif yang dianalisis. Adapun metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah dengan
menggunakan matrik keseimbangan linkungan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity &
Threat) analisis dengan mempertimbangkan 6 variabel antara lain; 1) people (orang kreatif yang
terlibat), 2) industri dan skala produksi, 3) teknologi yang digunakan, 4) sumber daya yang
digunakan, 5) dukungan institusi/kelembagaan dan 6) dukungan financial intermediary. Hasil
studi diperoleh, di antara seluruh subsektor industri kreatif yang ada di Kota Medan, 3 subsektor
masuk dalam kategori memiliki pertumbuhan dan potensi yang sangat besar (tertinggi) untuk
dikembangkan yakni; 1) sub sektor industri kuliner, 2) subsektor kerajinan dan 3) subsektor
arsitektur. Di sisi lain terdapat 8 subsektor yang juga memiliki perkembangan yang moderat untuk
memaksimalkan perekonomian Kota Medan antara lain; 1) subsektor desain, 2) fotografi, 3)
musik, 4) teknologi informasi, 5) mode/fashion, 6) TV & radio, 7) periklanan dan 8) penerbitan.

Kata Kunci:
Ekonomi kreatif, orang kreatif, bahan baku, daya saing, pembiayaan, pasar, infrastruktur, iklim
usaha

Pengembangan industri kreatif dalam dekade terakhir ini telah menjadi alternatif solusi,
sekaligus strategis global dalam tetap menjaga pertumbuhan ekonomi, di tengah melambatnya
perekonomian global. Industri kreatif yang bertumpu pada pemanfaatan pengetahuan dan
kreatifitas dipercaya telah menjelma menjadi tren dan kekuatan baru yang mewarnai kompetisi
dan arah pengembangan ekonomi. Istilah industri kreatif mulai dikenal secara global sejak
munculnya buku “The Creative Economy: How People Make Money from Ideas” (2001) oleh John
Howkins. Howkins menyadari lahirnya gelombang ekonomi baru berbasis kreativitas setelah
melihat pada tahun 1997, Amerika Serikat menghasilkan produk-produk Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) senilai USD 414 miliar yang menjadikan HKI sebagai kekuatan nomor 1
Amerika Serikat.
Dalam forum APEC CEO Summit, Nusa Dua, Bali, 2013, para pemimpin dunia sepakat
bahwa efek ekonomi kreatif sangat penting bagi pertumbuhan, mengatasi tantangan ekonomi.
Industri kreatif juga memiliki peran penting bagi daya saing, sebagaimana dilakukan banyak
negara yang sungguh-sungguh melakukan inovasi, mengupayakan pemasaran yang dapat
menembus pasar global. Inovasi dan kreativitas menjadi kunci dalam stagnasi ekonomi. Dalam
perjalannya kemudian, konsep industri kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak
negara, karena ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian. Di Indonesia,
gaung ekonomi kreatif semakin mendapatkan momentum pada masa pemerintahan SBY, yang
menyadari betapa pentingnya mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk nasional dalam
menghadapi pasar global.
Tinjauan Teoritis
Toffler (1989) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi
kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua,
gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian
diprediksikan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan
berorientasi pada ide dan gagasan kreatif. Menurut Romer (1993), ide adalah barang ekonomi yang
sangat penting, lebih penting dari objek yang ditekankan di kebanyakan model-model ekonomi.
Di dunia dengan keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar bersamaan dengan
penemuan jutaan ide-ide kecil yang membuat ekonomi tetap tumbuh. Ide adalah instruksi yang
membuat kita mengkombinasikan sumber daya fisik yang penyusunannya terbatas menjadi lebih
bernilai. Romer juga berpendapat bahwa suatu negara miskin karena masyarakatnya tidak
mempunyai akses pada ide yang digunakan dalam perindustrian nasional untuk menghasilkan nilai
ekonomi, menjadi lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dengan memanfaatkan apa
saja yang tampak di mata.
Konsep industri kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak negara karena
ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian. Di Indonesia, gaung industri
kreatif mulai terdengar saat pemerintah mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk
nasional dalam menghadapi pasar global. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang
bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (UKM) serta didukung oleh KADIN kemudian membentuk tim Indonesia Design
Power 2006-2010 yang bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi produk yang
dapat diterima di pasar internasional namun tetap memiliki karakter nasional. Setelah menyadari
akan besarnya kontribusi industri kreatif terhadap negara, maka pemerintah selanjutnya melakukan
studi yang lebih intensif dalam pengembangan ekonomi kreatif. Keseriusan Pemerintah Indonesia
dalam mengembangkan ekonomi kreatif ditandai pula dengan keluarnya Inpres No. 6 Tahun 2009
tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Di samping itu, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
92 Tahun 2011 pada 21 Desember 2011, telah dibentuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif dengan visi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia
dengan menggerakkan kepariwisataan dan ekonomi kreatif. Pada era pemerintahan Presiden
Jokowi lembaga ini pada tahun 2015 kemudian dirubah menjadi Badan Ekonomi Kreatif.
Howkins (2001) dalam tulisannya The Creative Economy menemukan kehadiran
gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996 ekspor karya hak
cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh melampaui
ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Menurut Howkins ekonomi baru
telah muncul seputar industri kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti
paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep
berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Dos Santos, 2007).
Selanjutnya konsep pengembangan ekonomi kreatif juga dikaitkan dengan konsep Triple
Helix yang pertama kali diungkapkan oleh Etzkowitz dan Leydesdorff (2000), dan juga
sebelumnya diulas secara lebih mendalam oleh Gibbons et. al. (1994) dalam The New Production
of Knowledge, dan Nowotny et. al. (2001) dalam Re-Thinking Science. Pemikiran industri kreatif,
sistem Triple Helix menjadi payung yang menghubungkan antara cendekiawan (intellectuals),
bisnis (business), dan pemerintah (government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Di
mana ketiga Helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas, ide, ilmu
pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif. Hubungan yang erat, saling
menunjang, dan bersimbiosis mutualisme antara ke-3 aktor tersebut dalam kaitannya dengan
landasan dan pilar-pilar model ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif
yang kokoh dan berkesinambungan.
Gagasan Triple Helix selanjutnya semakin berkembang menjadi Quad Helix manakala
Kemenparekraf (2014) memasukkan unsur ke empat yakni komunitas (community) melengkapi
unsur yang sudah ada yakni pemerintah (government), bisnis (business) dan intelektual
(intellectuals). Dengan model ini pengembangan ekonomi kreatif akan mengoptimalkan sumber
daya orang kreatif yang ada dengan berlandaskan 5 pilar yakni 1) sumber daya, 2) industri, 3)
pembiyaan, 4) pemasaran dan 5) teknologi dan infrastruktur. Adapun yang menjadi atapnya adalah
Quad Helix ditambah dengan dukungan kelembagaan.
Dari sejumlah model dan pendekatan pengembangan ekonomi kreatif, studi ini kemudian
merumuskan dan menggunakan 6 variabel antara lain; 1) people (orang kreatif yang terlibat), 2)
industri dan skala produksi, 3) teknologi yang digunakan, 4) sumber daya yang digunakan, 5)
dukungan institusi/kelembagaan dan 6) dukungan financial intermediary.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan survei bersifat deskriftif. Data yang digunakan dalam penyusunan
kajian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Berdasarkan tujuan studi untuk mengidentifikasi
kegiatan di sektor ekonomi kreatif unggulan daerah yang tersebar pada 18 subsektor kreatif dan
mengaitkannya dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya di Kota Medan. 18 subsektor ekonomi
kreatif tersebut antara lain; 1) Animasi, 2) Arsitektur, 3) Desain, 4) Fotografi, 5) Musik, 6)
Kerajinan, 7) Kuliner, 8) Mode, 9) Penelitian dan pengembangan, 10) Penerbitan, 11) Perfilman,
12) Periklanan, 13) Permainan interaktif, 14) Seni pertunjukan, 15) Seni rupa, 16) Teknologi
informasi, 17) Televisi dan radio dan 18) Video. Pendekatan analisis yang digunakan adalah
OPPORTUNITY
dengan menggunakan matrik
Kwadran 3 Kwadran 1 SWOT (Strength, Weakness,
5

Opportunity & Threat) analisis


bersifat embrio
Potensi masih

Tumbuh dengan
baik (progresif)

Kuliner dengan mempertimbangkan 6


4

Kerajina Kwadran
variabel seperti aspek 1) people
Arsitekt
3

Desain (orang kreatif yang terlibat), 2)


Video Seni Potogra industri dan skala produksi, 3)
Musik Tek.Inform
2

Pertunjuk teknologi, 4) sumber daya yang


TV & Radio
Riset & Seni an Ani
Pengembang Rupa mas
Periklan digunakan, 5) dukungan institusi
1

Penerbi
WEAKNESS

dan 6) dukungan financial


STRENGTH

an i

-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
intermediary.
Perfilman
Hasil Penelitian
-1

pertembuhan yg baik
namun juga tertekan

Permainan Interaktif
Berdasarkan hasil penelitian
lemah dan cenderung
lemah dan terancam
Pertumbuhan masih

Mengalami
-2

dilapangan, disusunlah matrik


keseimbangan lingkungan strategis
-3

potensi ekonomi kreatif di Kota


Medan sebagaimana tersaji pada
-4

Kwadran 2 gambar. Dari matrik dapat dilihat


bahwa di antara seluruh sektor
-5

THREAT
Matrik Keseimbangan Lingkungan industri kreatif di Kota Medan, 11
subsektor masuk pada kategori yang
mengalami perkembangan yang pesat, yakni antara lain; 1) subsektor kuliner, 2) kerajinan, 3)
arsitektur, 4) desain, 5) potografi, 6) musik, 7) teknologi informasi, 8) mode/fashion, 9) TV &
radio, 10) periklanan dan 11) penerbitan. Adapun leading subsektor ekonomi kreatif di Kota
Medan adalah subsektor 1) kuliner, 2) kerajinan dan 3) arsitektur. Hasil penelitian juga
merumuskan rencana kolaborasi yang sebaiknya dilakukan secara bersama-sama oleh a)
pemerintah, b) pelaku bisnis dan c) intelektual dengan instrumen pengembangan ekonomi kreatif
yakni 1) people, 2) industri, 3) teknologi, 4) sumber daya, 5) institusi dan 6) financial intermediary.

Sejumlah rekomendasi yang dihasilkan dari studi ini antara lain:


1) Pemerintah Kota Medan melalui SKPD terkait, sebaiknya meningkatkan koordinasi dalam
pengelolaan ekonomi kreatif sesuai dengan bidang kegiatan masing-masing SKPD yang
terkait dengan subsektor ekonomi kreatif. Dalam hal ini ada baiknya dibentuk sebuah
organisasi/forum tata kelola ekonomi kreatif Kota Medan.
2) Pemerintah Kota Medan diharapkan untuk segera melakukan revitalisasi ruang publik yang
dapat diakses oleh masyarakat luas untuk kegiatan-kegiatan kreatif yaitu mencakup taman
budaya, gelanggang remaja, taman kota, museum, galeri, gedung-gedung pertunjukan, juga
creative space yang berfungsi sebagai penghubung bagi orang kreatif lintas kelompok industri
dan lintas regional dalam pengembangan ekonomi kreatif di Kota Medan.
3) Pemerintah Kota Medan diharapkan melakukan upaya peningkatan kualitas apresiasi terhadap
berbagai karya, wirausaha, dan orang kreatif lokal, mencakup peningkatan kualitas
penyelenggaraan acara, kompetisi, penghargaan, festival dan bentuk-bentuk acara lainnya,
sehingga dapat bertaraf nasional dan internasional.
4) Pemerintah Kota Medan disarankan untuk melakukan harmonisasi kebijakan. Kebijakan yang
disarankan untuk segera diharmonisasi dalam jangka pendek adalah kebijakan menyusun
rencana induk pengembangan industri kreatif.

Daftar Pustaka

Creative Economic Report – The Challenge of Accessing the Creative Economiy: towards
Informed Policy Making. 2008. UNTAC.
Etzkowitz, Henry. (2005), The Triple Helix of University - Industry – Government Implications
for Policy and Evaluation, Science Policy Institute.
Etzkowitz, H, Leydesdorff, L. (2000) ‘The Dynamics of Innovation: From National System and
‘Mode 2’ to a Triple Helix of university-industry-goverment relations’, Research Policy,
29(2), 109-123.
Hawkins, David. 2008. Self-sufficiency and The Creative Economy. Time & Straight Publised.
Inpres No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Ismurdyawati, Hariadi, Djusmartinah. 2012. Ekonomi Kreatif dalam Upaya Pemberdayaan
Kampung-Kampung Kota di Kecamatan Gayungan Surabaya. Suraaya.
Gibbons, Michael. 1994. New Production of Knowledge: Dynamics of Science and Reasearch in
Comtemporary Societies. Sage Publications Ltd.
Howkins, J. 2001. The Creative Economy: How People Make Money from Ideas.Penguins Books,
London.
Hutton, Thomas, 2006, Spatiality,Built Form And Creative Industry Development In The Inner
City,Environment and Planning A 2006, volume 38, Vancouver, Canada.
Nowotny, Helga; Scott, Peter; Gibbons, Michael (2001). Re-thinking science: knowledge and the
public in an age of uncertainty. Cambridge, UK: Polity.
Nowotny, Helga; et al. (1994). The new production of knowledge: the dynamics of science and
research in contemporary societies. London Thousand Oaks, California: SAGE
Publications.
Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 (Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-
2015. 2008. Departemen Perdagangan RI.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Ekonomi Kreatif 2014-2025. Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata RI.
Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 pada 21 Desember 2011, tentang Pembentukan
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif.
Romer, P. M. 1993. “Idea Gaps and Object Gaps in Economic Development”. Journal of Monetary
Economics. 32: 543-573.
Toffler, Alvin. Future Shock (Kejutan Masa Depan), Terj. Sri Koesdiyantinah, Jakarta: Pantja
Simpati, 1989.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai