Identitas.Penulis
BAGIAN I
PENDAHULUAN
Mereka bilang Indonesia adalah negeri sejuta Keindahan, Thousand
Colour Beach, Eternal Snow, Emerald of Equator, Lungs Of the World, dan masih
banyak lagi julukan bak dunia fantasi yang disematkan pada negeri ini.
Merupakan kebanggaan tersendiri bagi kami sebagai penghuni didalamnya jika
kecantikan dan keindahan Negeri tercinta ini mampu memukau dunia. Gunung,
pantai, serta lautnya dari Sabang sampai Merauke dari titik tertinggi Puncak
Cartstensz Papua menyelam ke titik terdalam Palung Weber di Maluku kami tidak
menyimpannya untuk kami sendiri namun juga untuk dunia serta generasi yang
akan datang. Inilah Indonesia, tanah kami yang indah, permata yang kilaunya
memancarnya hingga keabadian bersanding dengan manisnya nama Wonderfull
Indonesia.
Berbicara soal keindahan, salah satu permata negeri ini yang tidak pernah
gagal memanjakan mata adalah negeri Andalas, yaitu pulau Sumatera. Pulau yang
terletak di barat Indonesia ini memiliki segudang keindahan yang seakaan tidak
ada habisnya, tidak heran jika Sumatera memiliki nama besar di masa lalu sebagai
Suwarnadwipa atau Pulau Emas. Mulai dari megahnya Serambi Mekkah Aceh,
mendaki tingginya Gunung Kerinci Jambi, hingga menyusuri jernihnya Pantai
Pasir putih Lampung. Keindahan yang diibaratkan sebagai bunga mawar yang
mekar di musim semi “Beautiful yet dangerous”, dibalik keindahan kelopak
merah menyala terselip duri-duri tajam yang senantiasa dapat melukai siapaun
yang memegangnya. Memang benar jika yang mereka katakan Sumatera adalah
pulau segudang keindahan namun dibelakangnya terdapat julukan yang menjelma
menjadi julukan yang mengerikan, dimana julukan Pulau Sejuta keindahan
berubah menjadi pulau segudang bahaya. Julukan ini muncul karena bahaya
berupa potensi bencana yang sejak dahulu menerpa pulau ini, sejak 180 tahun
Sumaters harus berhadapan dengan gempa, letusan gunung hingga tsunami.
Letusan Gunung Toba, Tsunami Pulau Simuk 1861, Gempa Padang Panjang 1926
adalah sedikit dari banyak contoh bagaimana Pulau indah ini juga mampu
menyajikan sesuatu yang mematikan. Ini menjadi peringatan bukan bagi
penduduk Sumatera namun juga bagi Negeri ini bahwa bencana alam merupakan
ancaman yang nyata, mungkin sekarang adalah saatnya menggaungkan slogan
“Indonesia menyatakan perang terhadap bencana alam”, ini bukanlah upaya
melawan takdir namun demi keselamatan anak, cucu kita di masa depan , demi
membangun negeri yang aman bagi penduduk-penduduknya, serta bagaimana
mempersenjatai generasi berikutnya dengan pengetahuan yang diperlukan
bagaimana beradaptasi, memperbaiki, serta membangun kembali kehidupan
setelah bencana berlalu.
BAGIAN II
ISI
Tentu menjadi tanda tanya dalam pikiran kita bagaimana hal itu bisa
terjadi, “not some short of miracle” pastinya. Ini semua berkat kesadaran
masyarakat untuk mempersenjatai diri mereka dengan pengetahuan yang
diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi dalam bentuk budaya
kesusastraan lokal yang masyakarat inovasikan sebagai sirine peringatan bencana.
Smong merupakan syair lagu karya Muhammad Riswan berisi kisah maupun
pengalaman masa lalu penduduk Pulau Simeulue dalam menghadapi bencana
gempa maupun tsunami, Smong diwarisi turun temurun oleh masyarakat dalam
berbagai kesempatan baik ketika memaneh cengkeh, pengajian maupun sebagai
cerita pengantar tidur. Kisah yang disampaikan terus menerus ini membangun
kesadaran masyarakat akan bahaya gempa dan tsunami di dataran Sumatera
terutama di Pulau Simeulue. Pada tsunami Aceh 2004, Smong berfungsi sebagai
peringatan bagi masyarakat mendeteksi pertanda tsunami dengan mengamati
aktivitas laut yang tidak biasa.
nggel mon sao surito… Unen ne alek linon…