Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL

Disusun Oleh :
ERLI SASMITA
A1A1 21 008

PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Ekonomi Pembangunan ini dengan judul
“ Teori Pertumbuhan Regional “dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ekonomi Pembangunan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Teori umum Ekonomi Pembangunan dan penerapannya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampuh dalam mata kulih Ekonomi
Pembangunan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih keada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 3 November 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi dalam skala nasional mencerminkan perkembangan


ekonomi dari tahun ke tahun atas seluruh wilayah nasional. Dalam skala yang lebih
sempit (skala regional) pertumbuhan ekonomi akan sangat tergantung pada karakteristik
serta kemampuan suatu wilayah/region dalam mengelola wilayahnya.

Menurut Sjafrizal (2008:86) perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah


semakin meningkat di daerah otonomi daerah. Hal ini dapat dipahami, karena dalam era
otonomi masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerahnya guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya.

Pengenalan karakteristik suatu wilayah serta penerapan sistem perekonomian yang


tepat akan mendorong percepatan pertumbuhan wilayah tersebut. Dalam teorinya,
terdapat beberapa teori pembangunandan pertumbuhan ekonomi regional, diantaranya:
Teori Neoklasik, Model Kumulatif dan Model Core Periphery.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan apa itu teori pertumbuhan neo-klasik?
2. Menjelaskan apa itu teori pertumbuhan kumulatif?
3. Menjelaskan apa itu teori pertumbuhan core-pheri?
C. Tujuan
1. Agar dapat mengetahui definisi teori neo-klasik
2. Agar dapat mengetahui definisi teori kumulatif
3. Agar dapat mengetahui definisi pertumbuhan core-pheri
BAB II
PEMBAHASAN

1. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Model ini dipelopori oleh Borts Stein (1964) kemudian dikembangkan oleh
Roman (1965) dan Siebert (1969). Ada hubungan antara tingkat pertumbuhan
ekonomi suatu negara dengan perbedaan kemakmuran antar daerah (disparitas regional).

Menurut George H. Bort (1960) dengan mendasarkan analisanya pada teori


ekonomi neo-klasik. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat
ditentukan oleh kemampuan daerah untuk meningkatkan kegiatan produksinya.
Sedangkan kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi
daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan pula oleh mobilitas tenaga kerja dan
mobilitas modal antar daerah. Karena kunci utama pertumbuhan ekonomi daerah adalah
peningkatan kegiatan produksi, maka mengikuti Richardson (1978), model neo-klasik ini
dapat diformulasikan mulai dari fungsi produksi. (Sjafrizal, 2008: hal 95)

Agregat fungsi produksi merupakan kunci bagi model pertumbuhan Neo- klasik.
Dalam Perekonomian yang tidak ada pertumbuhan teknologi, pendapatan dapat
ditentukan dari besarnya modal dan tenaga kerja. Berdasarkan variabel dalam fungsi
produksi ini ada dua model pertumbuhan yaitu model pertumbuhan tanpa perkembangan
teknologi dan model pertumbuhan dengan perkembangan teknologi sebagai berikut:

a. Model Pertumbuhan Tanpa Perkembangan Teknologi.

Dalam model ini, fungsi produksi secara umum dapat dituliskan


sebagai :
Yt = f(K1.L1)
Dengan :
Y = Pendapatan Rill
K = Stok Modal
L = Tenaga Kerja
T = Sukrip Untuk Waktu
Bentuk spesifik dari hubungan ini dikenal sebagai fungsi produksi Cobb
-Douglas. Dengan mengambil á dan â masing -masing adalah elastisitas
pendapatan terhadap modal dan tenaga kerja maka fungsi produksi dapat
dituliskan sebagai:

Yt=AK1. L1

Pendapatan akan meningkat bila setiap tenaga kerja mendapat modal peralatan
yang lebih banyak dan proses ini disebut ‘capital deepening’. Tetapi tidak dapat
terus -menerus meningkat tanpa adanya pertumbuhan teknologi karena modal
(seperti juga tenaga kerja) akhirnya akan meningkat dengan pertumbuhan
yang semakin berkurang ( diminishing return).

b. Model Pertumbuhan dengan Perkembangan Teknologi


Model Neoklasik tanpa perkembangan teknologi kurang relalistis untuk
membuat analisis, supaya lebih realistis maka ditambahkan faktor perkembangan
teknologi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pendapatan. Cara yang paling
umum adalah memasukkan perkembangan teknologi sebagai elemen dalam fungsi
produksi. Modal dan tenaga kerja diasumsikan dapat mengambil keuntungan dari
adanya perkembangan teknologi. Fungsi produksi yang baru menjadi :

Yt= f(A1,K,L,)
Dengan g adalah pertumbuhan dari perkembangan teknologi per periode waktu t.
Representasi ini merupakan penyederhanaan dengan mengabaikan kemungkinan terjadi
perkembangan teknologi melalui investasi. Sebagai tambahan, tenaga kerja dapat
juga menjadi lebih terampil sehingga dapat menaikkan efisiensi dan dalam kasus ini
(seperti juga modal) dianggap bersifat

tidak homogen. Asumsi lain yang digunakan model ini adalah sistem perekonomian
berdasarkan pasar berkompetisi sempurna dengan faktor harga yang fleksibel serta
sumber daya pada kesempatan kerja penuh.
Penganut model Neo-klasik beranggapan bahwa mobilitas faktor produksi, baik
modal maupun tenaga kerja, pada permulaan proses pembangunan adalah kurang lancar.
Akibatnya, pada saat itu modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah
yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan regional cenderung melebar
(divergence). Akan tetapi bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan semakin
baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja
tersebut akan semakin lancar. Dengan demikian, nantinya setalah negara bersangkutan
telah maju, maka ketimpnagan pembangunan regional akan berkurang (convergence).
Perkiraan ini merupakan kesimpulan kedua dari model ini dan kemudian dikenal sebagai
hipotesa Neo- klasik yang digambarkan oleh grafik 4.1. karena kesimpulan ini bersifat
hipotesa, maka hal ini perlu dilakukan pengetesan untuk mengetahui seberapa jauh
kesimpulan ini dapat dibenarkan.

Ketimpangan Regional

Kurva ketimpangan

Regional

Tingkat pembangunan

Nasional
Sesuai dengan kesimpulan dari model Neo-klasik ini, hipotesa yang dapat ditarik
untuk kegiatan penelitian adalah sebagai berikut:

1) Kemajuan teknologi, peningkatan investasi dan peningkatan junlah tenaga kerja


suatu wilayah berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi wilayah yang
bersangkutan.

2) Pada permulaan proses pembangunan, ketimpangan regional cenderung meningkat,


tetapi setelah titik maksimum bila pembangunan terus dilanjutkan, maka ketimpangan
pembangunan antar daerah akan berkurang dengan sendirinya.

2. Model Penyebab Berkumulatif

Model penyebab berkumulatif (cumulatif Cousent Model) ini pertama


dikemukakan oleh Nicolas Kaldor yang merupakan kritik terhadap model Neo- Kalsik.
Model penyebab berkumulatif tidak percaya pemerataan pembangunan antar daerah akan
dapat dicapai dengan sendirinya berdasarkan mekanisme pasar. Menurut model ini,
ketimpangan pembangunan regional hanya akan dapat dikurangi melalui program
pemerintah. Apabila hanya diserahkan pada mekanisme pasar, maka ketimpangan
regional akan terus meningkat seiring dengan peningkatan proses pembangunan.

Richardson (1978) mencoba memformulasikan argumentasi model penyebab


berkomulatif ini secara sederhana dengan menunggunakan persamaan linear. Formulasi
model dimulai dengan hubungan positif antara peningkatan produktifitas, r, dengan
peningkatan produksi regional (PDRB), y, yang mewakili pertumbunhan ekonomi
regional sebagai berikut:

r = α + βy

Dimana β adalah konstanta. Persamaan (4.30) ini menunjukan bahwa peningkatan


produktifitas terjadi karena peningkatan kegiatan ekonomi pada daerah yang
bersangkutan dan demikian pula sebaliknya bila terjadi penurunan tingkat priduktifitas.
Hubungan terjadi karena dilandasi oleh adanya keuntungan
aklomerasi dan increasing return to scale yang akan semakin besar bila terjadi
peningkatan kegiatan produksi di daerah. Disini koofisien β dinamakan sebagai Verdoon
Coefficient sesuai dengan nama ahli yang mula-mula membuat persamaan ini.

Analisa model berkomulatif ini dapat di persentasikan melalui grafik 4.2. kurva G
mewakili pertumbuhan ekonomi daerah. Titik keseimbangan tercapai pada titik E
dimana kurva G berpotongan dengan garis bantu 45. Sebelum titk keseimbangan kurva
G dibawah garis bantu 45 yang berarti sudutnya, g > 1 dan h< 0 pertumbuhan ekonomi
daerah tidak berkomulatif sehingga ketimpangan daerah mengecil (convergence). Akan
tetapi diatas titik E, g > 1 dan h > 0, maka pertumbuhan ekonomi daerah berkomulatif
sehingga ketimpangan cenderung melebar (divergence).

Y t+1

G’

EG

0 45

ye y0 y1 y2 y3 yt

h
Hipotesa yang dapat ditari dari model penyebab berkumulatif ini untuk kegiatan
penelitian antara lain adalah bahwa terdapat proses pertumbuhan yang berkumulatif
sehinga pengurangan ketimpangan regional tidak dapat diserahkan kepada pasar, tetapi
melalui kebijakan pemerintah yang inyensif. Dengan demikian hipotesa yang dapat
ditarik dari model ini untuk kegiatan penelitian antara lain adalah menyangkut dengan
tendensi ketempangan pembangunan antar daerah. Tendensi ketimpangan regional akan
ditentukan oleh koefisien g dan h. Bila g< 1dan h < o, maka tendensi yang terjadi adalah
ketimpangan regional akan cenderung menurun. Sebaliknya terjadi bila g > 1 dan h > o,
maka rendensi yang akan terjadi adalah ketimpangan regional akan cenderung meningkat.

Kecenderungan ini selanjutnya akan dapat dijadikan sebagai dasar untuk


perumusan kebijakan pembangunan dimana t adalah tahun dan ε adalah faktor kesalahan
dalam estimasi regresi. Tendensi ketimpangan regional akan di tentukan oleh koefisin g
dan h. Bila g < 1 dan h < o, maka tendensinyang terjadi adalah ketimpangan regional
cenderung menurun. Sebaliknya terjadi bila g > 1 dan h > o, maka tendensi yang terjadi
adalah ketimpangan regional akan cenderung meningkat. Kecenderungan ini selanjutnya
akan dapat dijadikan sebagai dasar untuk perumusan kebijakan pembangunan daerah serta
penangulangan ketimpangan regional. Bila terdapat tedensi untuk terjadinya difergence,
maka kebijakan untuk mendorong pemerataan pembangunan menjadi sangat penting
artinya. Akan tetapi bila tendensi yang terjadi adalah berdifat kofergen, maka kebijakan
pembangunan yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah
akan lebih penting artinya. (Sjafrizal, 2008: hal 98)

3. Teori Pertumbuhan Core-Phery


Teori ini mula-mula dikemukakan oleh Fridman. Teori ini menekankan analisanya
pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan
desa (perphery) . Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan
lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa- desa sekitarnya. Sebaliknya corak
pembangunan daerah pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah pembangunan
perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi antar derah ( spacial interaction) sangat
menonjol. (Kikik Ainur, 2012, hal: 13)
Kesimpulan dari teori ini yaitu Analisis menekankan pada hubungan erat dan
saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery), sangat
menonjolkan interaksi antar daerah (spatial interaction), ketergantungan desa-kota suatu
saat dapat terputus bila pembangunan wilayah telah berkembang.

Menurut Jhon friedman hubungan Core-Pheriphery dapat terjadi disebabkan


karena:

1. Perluasan pasar
2. Penemuan sumber-sumber baru
3. Perbaikan prasarana perhubungan (Prisyarsono, 2007: hal 13)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut model Neo-Klasik pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat


ditentukan oleh kemampuan daerah untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Menurut
model berkomulatif ketimpangan pembangunan regional hanya akan dapat dikurangi
melalui program pemerintah. Apabila hanya diserahkan pada mekanisme pasar, maka
ketimpangan regional akan terus meningkat seiring dengan peningkatan proses
pembangunan. Sedangkan Teori Core Phery menekankan analisanya pada hubungan
yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa (perphery) .

B. Saran

Dengan adanya pembahasan ini diharapakan kepada pembaca bisa menganalisis


model Neo-Klasik, model Berkumulatif serta model Core Phery dan juga bisa memahami
maksud dari masing-masing analisis perbandingan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta. Niaga Swadaya

Prisyarsono. 2007. Ekonomi Regional (Berkas pdf). Diambil dari


http://reponsitory.ut.ac.id/3992/1/ESPA4425-M1.pdf&ved

Ainur, Kikik. 2012. Analisis Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional (Berkas pdf).

Diambil dari https://www.academia.edu/31662786/Analisis_Teori_


Pertumbuhan

Anda mungkin juga menyukai