Anda di halaman 1dari 2

Tema : Gejolak Pikiran

Judul : Tak Hanya Diam

Latar :

- Suasana : Sendu
- Tempat : Alun-Alun Kota Malang
- Waktu : Malam

Alur : Maju

Tokoh : Penjual Kopi pinggir jalan

Pesan : Cinta merupakan anugerah, terkadang cinta merupa semu, sesaat indah juga
sesaat sendu, tapi ingat, cinta tak bisa hanya diam membeku dalam sunyi hatimu.

Paragraf 1

- Suasana kota di malam hari

Paragraf 2

- Mengandaikan sang Anak dapat bersekolah kembali

Paragraf 3

- Konflik batin dan tersadar ketika penjaga parkir membeli segelas kopi, dan segera
pulang karena adanya aturan jam malam
Tak Hanya Diam

Kilau gemerlap cahaya kota memanjakan mata saat rembulan terduduk diam di atas
langit. Semburat warna cahaya yang menghiasi alun-alun kota mendekap di pelupuk mata
seorang pria paruh baya. Ia terduduk diam di muka sekolah ditemani termos merah muda,
serenteng saset Kapal Api dan keranjang plastik berwarna biru yang berisikan Aqua,
sebungkus gula pasir dan gelas plastik. Tampak air muka yang sabar menunggu pembeli yang
tak kunjung datang. Seandainya kehidupan dapat berjalan seperti adanya, bundaran tugu Kota
Malang akan ramai sedia kalanya, di mana pria paruh baya itu dapat kembali menyeduh kopi
dalam gelas plastik beraksen polkadot merah untuk banyak orang.

Sesekali pria paruh baya itu menghela nafas dan memainkan topi komando berwarna
coklat muda pemberian anak gadisnya. Mengingat topi pemberian itu, pun juga ia ingat
anaknya yang menunggu sang Ayah kembali ke rumah. Kembali ia kenakan topi komando itu
lalu menghitung jumlah Aqua yang tersimpan dalam keranjang di samping kanannya.
Berandai pula pria paruh baya itu untuk mencari pekerjaan yang lebih layak. “Apakah pula
arti kelayakan sebuah pekerjaan? Bagaimana pula aku menghidupi anakku? Macam dunia
tidak akan mengasihani diriku yang selalu datang di muka sekolah anak gadisku di setiap
malam dan berharap akan datang banyak pembeli.”

Buyarlah lamunan pria paruh baya itu ketika ditepuk oleh penjaga parkir yang baru
kembali setelah salat Isya. Mungkin si penjaga parkir adalah satu-satunya pelanggan setia
yang dimiliki pria paruh baya itu. Hafal dengan kebiasaan pelanggan setianya itu, cepat ia
siapkan kopi pahit, menyeduh Kapal Api yang telah dituang ke dalam gelas plastik polkadot
merah. Ah iya sebentar lagi jam malam akan dimulai, pria paruh baya itu harus segera
kembali ke rumahnya. Segera ia rapikan dagangannya ke dalam keranjang dan pamit kepada
penjaga parkir yang telah suntuk menghabiskan kopi miliknya. Dalam tiap langkahnya
menuju rumah, raganya tak dapat diam membeku dibunuh oleh sepi, tidak pula terhempas
jiwanya oleh fana dunia.

“Bagaimana Pak kabarnya hari ini?”

Hanya diam dan senyum yang ia lemparkan kepada anak gadis satu-satunya itu.

Anda mungkin juga menyukai