Anda di halaman 1dari 12

Nama: Amalia Khusnul Fadhilah

NIM :K3322009
LK 4

1. Sebutkan nama senyawa/molekul (lengkap dengan rumus


kimia) yang

dipresentasikan di RCF!

Nama Senyawa/Molekul Rumus Kimia

Eugenol C10H12O2

Isoeugenol C10H12O2

Methoxyeugenol C11 H14O 2

Myristicin C11 H12O 3

Asarone C12H16O3

Safrole C10H10O2

Decanoic acid, methyl ester C11 H22O 2

a-Phellandrene C10H16

Terpinolen C10H16

Sabinen C10H16

4-carene C10H16

Anisole C15H24O3

a-Thujene C10H16

a-Pinene C10H16
2. Jelaskan fungsi tiap senyawa/molekul pada no 1!

Nama Senyawa/Molekul Rumus Kimia Fungsi


Eugenol C10H12O2 Senyawa ini dipakai
dalam industri
parfum, penyedap,
minyak atsiri, dan
farmasi sebagai
penyuci hama dan
pembius lokal. Ia
juga menjadi
komponen utama
dalam rokok kretek.
Dalam industri,
eugenol dapat
dipakai untuk
membuat vanilin.
Campuran eugenol
dengan seng oksida
(ZnO) dipakai
dalam kedokteran
gigi untuk aplikasi
restorasi
( prostodontika ).
Turunan-turunan
eugenol
dimanfaatkan dalam
industri parfum dan
penyedap pula.

Isoeugenol C10H12O2 eugenol adalah


senyawa isoeugenol,
yang merupakan
bahan dasar dalam
industri farmasi,
kosmetika, serta
industri perisa untuk
makanan dan
minuman

Methoxyeugenol C11H14O2 bahan penyedap


pada jeli, makanan
yang
dipanggang,
minuman

non-alkohol,
permen karet,
permen, puding,
makanan lezat dan
es krim

Myristicin C11H12O3 berpotensi sebagai


insektisida alami
dan efektif untuk
melawan hama
pertanian seperti
jentik
nyamuk Aedes
aegypti, Spilosoma
obliqua ( ulat
berbulu), Epilachna
varivestis
( kumbang
kacang
Meksiko),
Acyrthosiphon
pisum ( kutu
daun kacang
polong), tungau, dan
Drosophila
melanogaster ( lalat
buah).

Asarone C12H16O3 bahan obat kram


perut, disentri,
asma, obat cacing,
insektisida,
tonik, dan
perangsang

Safrole C10H10O2 prekursor


pembuatan
pyperonyl butoxide

Decanoic acid, methyl ester C11 H22O 2


Pembuatan bahan
peledak jenis TNT
(Trinitrotoluena)

Bahan pembuatan
pupuk nitrogen
a-Phellandrene C10H16 α-Phellandrene
diketahui dapat
meningkatkan

tingkat energiα-
Phellandren e juga
dilaporkan memiliki
sifat
meredakan nyeri

α-Phellandrene
memiliki
potensi
sebagai
senyawa
anti-kanker

α-Phellandrene
sering digunakan
sebagai bahan
tambahan dalam
produk kosmetik
dan parfum karena
aromanya yang
menyenangkan dan
kemampuannya
untuk diserap oleh
kulit

Terpinolen C10H16 Sifat antibakteri:


Terpinolen juga
dilaporkan memiliki
sifat antibakteri,
yang dapat
membantu melawan
pertumbuhan
bakteri1

Sabinen C10H16 merupakan senyawa


yang bersifat
antifungi yang dapat
mengganggu
senyawa
lipofilik
pada fungi sehingga
dapat
mengakibatkan
kerusakan pada sel
fungi

4-carene C10H16 senyawa ini


memberikan rasa
pedas pada beberapa
jenis tanaman
seperti ramuan
musim panas

Anisole C15H24O3 Senyawa ini adalah


prekursor bagi
senyawa sintetis
lainnya

a-Thujene C10H16 Senyawa ini


memberikan rasa
pedas pada beberapa
jenis tanaman
seperti ramuan
musim panas

a-Pinene C10H16 Pinene memberikan


aroma khas yang
segar untuk
berbagai tumbuhan,
termasuk pinus,
rosemary, dan basil.
Pinene disebutkan
dapat bertindak
sebagai
bronkodilator yang
membantu
mengalirkan lebih
banyak udara masuk
ke paru-paru1.
Pinene juga
berpotensi melawan
peradangan dan
beberapa jenis
kuman penyebab
penyakit saat
dihirup
3. Sifat Senyawa/Molekul (Molecular weight, boiling point, dan melting point)

Nama Sifat Jenis dan Gaya Senyawa/Molekul


Senyawa/Molekul Senyawa/Molekul
Eugenol
● Molecular
(C10H12O2) Weight :
164.2 g/mol
● Boiling
point : 489
°F
● Melting

point : 51.1
°F
● IMF :
Isoeugenol Molecular
(C10H12O2) Weight :
164,2 g/mol
Boiling point
:
514.4 °F
Melting point : 52
°F
Methoxyeugenol Molecular
(C11H14O,) Weight :
194.23 g/mol
Boiling point : 572
°F
Melting point
:
64.4-68 °F
Molecular
Myristicin Weight :
(C11H12O3) 192.21 g /mol
Boiling point :
529.7℉

Melting point :
<-20 °C atau <-4
°F
Asarone Molecular
(C12H16O3) Weight :
208.2536 g/mol
Boiling point : 565
°F
Melting point : 144
to 145 °F
Safrole(C10H10O2) Molecular
Weight :
162.19 g/mol
Boiling point
:
450-453 °F
Melting point
:
52.2-52.3 °F
Decanoic acid, Molecular
methyl ester Weight :
(C11H22O2) 172.26 g/mol
Boiling point
:
516 °F
Melting point
:
87.8-89.6 °F
a-Phellandrene Molecular
(C10H16) Weight :
136.24 g/mol
Boiling point
:
338-340 °F
Melting point
:
-67-(-63) °F
Terpinolen Molecular
(C10H16) Weight :
136.24 g/mol
Boiling point
: 367 °F
Melting point
:-31 °F
Sabinen (C10H16) Molecular
Weight :
150.22 g/mol
Boiling point : 318
°F
Melting point
:
-98 °F
4-carene (C10H16) Molecular
Weight :
136.24 g/mol
Boiling point : 334-
338 °F
Melting point : -40
°F
Anisole Molecular
(C15H24O3) Weight :
108.14 g/mol
Boiling point
:
311 °F
Melting point
:
-35 °F
a-Thujene Molecular
(C10H16) Weight :
136.24 g/mol
Boiling point
:
320-338 °F Melting
point : 5 to -4 °F
a-Pinene (C10H16) Molecular

Weight :136.24
g/mol
Boiling point
:
311-313 °F
Melting point
:
-80°F to -76 °F
4. Buatlah ringkasan total dari tiap riset yang dipaparkan dalam RCF minimal
1000 kata!

Ikatan Hidrogen:
Ikatan hidrogen adalah jenis ikatan intermolekuler yang terjadi antara atom hidrogen
yang terikat secara kovalen dengan atom oksigen, nitrogen, atau fluorin yang
elektronegatif. Ikatan ini relatif kuat dan dapat mempengaruhi sifat fisik suatu
senyawa.

Moleculer Weight (Berat Molekuler):


Berat molekuler adalah jumlah massa atom dalam molekul suatu senyawa, diukur
dalam satuan berat atom (atomic mass unit atau amu).

Molekul dengan berat molekuler tinggi akan cenderung memiliki gaya tarik-memikat
yang lebih kuat antara molekul-molekulnya.

Titik Didih (Boiling Point):


Titik didih adalah suhu di mana zat berubah dari fase cair ke fase gas di tekanan
atmosfer standar.

Molekul dengan ikatan hidrogen yang lebih kuat cenderung memiliki titik didih yang
lebih tinggi karena membutuhkan energi lebih besar untuk memutus ikatan-ikatan ini.

Titik Lebur (Melting Point):


Titik lebur adalah suhu di mana zat berubah dari fase padat ke fase cair di tekanan
atmosfer standar.
Molekul dengan ikatan hidrogen yang lebih kuat juga cenderung memiliki titik lebur
yang lebih tinggi karena membutuhkan energi lebih besar untuk memutus ikatan-
ikatan ini.

Panjang Rantai Ikatan Hidrogen:


Rantai ikatan hidrogen mengacu pada jumlah atom yang terlibat dalam ikatan
hidrogen pada molekul atau struktur kimia.

Pada umumnya, molekul dengan rantai ikatan hidrogen yang lebih panjang memiliki
potensi untuk membentuk lebih banyak ikatan hidrogen. Misalnya, dalam alkohol,
molekul dengan rantai karbon yang lebih panjang akan memiliki lebih banyak atom
hidrogen yang dapat berikatan dengan atom oksigen dari molekul lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa molekul dengan berat molekuler tinggi dan rantai
ikatan hidrogen yang panjang cenderung memiliki titik didih dan titik lebur yang
lebih tinggi karena ikatan hidrogen yang lebih kuat membutuhkan lebih banyak energi
untuk diputus. Namun, perlu diingat bahwa ada banyak faktor lain yang dapat
mempengaruhi sifat fisik suatu senyawa, seperti bentuk molekul, kehadiran ikatan
lainnya (seperti ikatan kovalen polar atau ikatan ionik), dan interaksi intermolekuler
lainnya.

Struktur Eugenol dan Ikatan Hidrogen


Eugenol adalah senyawa organik yang memiliki struktur yang memungkinkan
terbentuknya ikatan hidrogen. Struktur eugenol mengandung gugus hidroksil (- OH )
yang dapat berperan dalam pembentukan ikatan hidrogen. Gugus hidroksil ini
memiliki atom oksigen yang berbagi elektron dengan atom hidrogen dari molekul lain
atau gugus fungsional yang memiliki hidrogen yang tersedia untuk membentuk ikatan
hidrogen.

Ikatan hidrogen terbentuk antara atom hidrogen dari gugus hidroksil dengan atom
oksigen atau nitrogen dari molekul lain yang memiliki ikatan hidrogen yang cukup
kuat. Ini adalah sifat penting dalam kimia eugenol karena memungkinkan interaksi
antarmolekuler yang kuat, seperti dalam pembentukan minyak atsiri dan berbagai
reaksi kimia yang melibatkan eugenol.
Jadi, struktur eugenol memainkan peran penting dalam kemampuan senyawa ini untuk
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul lain dalam berbagai reaksi kimia dan
interaksi antarmolekuler.

Gaya intermolekuler dan ikatan apa saja yang ada dalam senyawa eugenol Eugenol
adalah senyawa organik yang memiliki berbagai jenis gaya intermolekuler, termasuk:

Ikatan hidrogen: Gugus hidroksil (-OH) dalam struktur eugenol dapat membentuk
ikatan hidrogen dengan molekul lain yang memiliki atom oksigen atau nitrogen yang
bersifat elektronegatif. Ini adalah gaya intermolekuler yang kuat dan berperan penting
dalam sifat fisik dan kimia eugenol.
Gaya van der Waals: Eugenol juga mengalami gaya van der Waals, yang mencakup
gaya dispersi London (gaya London) dan gaya dipol-dipol. Ini adalah gaya
intermolekuler yang muncul karena fluktuasi sementara dalam distribusi elektron
dalam molekul.

Gaya dipol-dipol: Eugenol memiliki momen dipol karena perbedaan


elektronegativitas antara atom-atom dalam molekulnya. Gaya dipol-dipol ini berperan
dalam interaksi antarmolekuler dengan senyawa lain yang memiliki momen dipol
serupa.

Gaya ion-dipol (jika ada ion dalam larutan): Jika dalam lingkungan tertentu terdapat
ion-ion, misalnya dalam larutan, eugenol dapat berinteraksi dengan ion-ion ini
melalui gaya ion-dipol.

Semua gaya intermolekuler ini mempengaruhi sifat fisik dan kimia eugenol, termasuk
titik didih, titik leleh, kelarutan, dan reaktivitasnya dengan senyawa lain dalam
berbagai reaksi kimia.
Kalau senyawa tersebut memiliki cincin aromatik, itu dapat mempengaruhi titik
didihnya. Senyawa dengan cincin aromatik seperti benzena cenderung memiliki titik
didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa non-aromatik dengan jumlah
atom karbon yang sama dalam rantainya. Hal ini karena ikatan pi dalam cincin
aromatik lebih stabil dan memerlukan energi yang lebih tinggi untuk memutuskannya,
sehingga memerlukan suhu yang lebih tinggi untuk mendidih. Jadi, adanya cincin
aromatik dalam senyawa dapat meningkatkan titik didihnya.

Anda mungkin juga menyukai