Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

PERCOBAAN III
ISOLASI EUGENOL DARI MINYAK CENGKEH
Disusun oleh Kelompok 4 :
Agnidian Setyorini

24030112120015

Apriyandika

24030112130126

Irma Eviana

24030112120006

Lulu Shoffatun N.

24030112140031

Mita Manawiyah

24030112120007

Syariah Fadhilah Nst. 24030112130058


Zenima Patris M.

24030112130042

Zul Fiqriyani Safitri 24030112120024


Asisten:
Irma Yunitasari

24030110120021

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

PERCOBAAN III
ISOLASI EUGENOL DARI MINYAK DAUN CENGKEH
I.

TUJUAN PERCOBAAN
I.1. Mengisolasi eugenol dari minyak daun cengkeh
I.2. Menentukan tetapan fisik yaitu indeks bias

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Cengkeh
Menurut Gildetser Gan Hofman, cengkeh yang didestilasi akan menghasilkan
minyak dengan kandungan eugenol yang tinggi dan bobot jenisnya 1,06 sedangkan
cengkeh yang ditumbuk akan menghasilkan kadar eugenol sedikit lebih rendah dengan
bobot jenis dibawah 1,06.
Taksonomi Cengkeh :
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Mytales
Suku
: Mytaceae
Marga
: Syzgium
Jenis
: Syzgium Aromaticum
(Guenther, 1987)
2.2 Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh mengandung cukup banyak eugenol asetat sedangkan minyak
daun cengkeh terdapat dalam jumlah yang sedikit.
Senyawa-senyawa dalam minyak cengkeh antara lain :
1. Eugenol
Merupakan konstituen utama minyak cengkeh sebesar 70% sampai lebih dari 90%
dalam bentuk bebas.

2. Eugenol Asetat/Asetil Eugenol


Menurut Ebensen melaporkan 2-3%, spurge 7-11%, smith 10-15% eugenol dalam
minyak cengkeh.
3. Klorofilena
Klorofilena berada dalam minyak cengkeh terutama zat yang bertitik didih rendah
dan dalam proporsi yang lebih kecil.
(Guenther, 1987)
2.3 Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil) adalah
kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun
mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan
dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok untuk pengobatan alami.
Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia
(terutama di hidung) sehingga seringkali memberikan efek psikologis tertentu (baunya
kuat). Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan campurannya dapat
menghasilkan rasa yang berbeda.
Minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit berbagai senyawa, namun suatu
senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu. Sebagian besar
minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang
bersifat larut dalam minyak/lipofil.
(Guenther, 1987)
2.4 Sifat Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh adalah minyak dari tanaman cengkeh. Minyak cengkeh dikenal
baik untuk menyebabkan kehilangan kesadaran. Minyak cengkeh dianggap aman dalam
jumlah kecil (<1500 ppm) sebagai makanan tambahan. Namun, minyak cengkeh adalah
racun untuk manusia sel jika penggunaannya lebih dari 1500 ppm. Minyak cengkeh
memiliki antimicrobial. Minyak cengkeh juga merupakan bahan aktif dalam rumput dan
rumput membunuh herbisida. Hal ini efektif dalam membasmi berbagai jenis tanaman.
Penelitian menunjukkan bahwa minyak cengkeh adalah pengusir nyamuk yang efektif.

(Guenther, 1987)
2.5 Penggunaan Minyak Cengkeh
Minyak esensial dari cengkeh mempunyai fungsi anestetik dan antimikrobial.
Minyak cengkeh sering digunakan untuk menghilangkan bau nafas dan untuk
menghilangkan sakit gigi. Zat yang terkandung dalam cengkeh yang bernama eugenol,
digunakan dokter gigi untuk menenangkan saraf gigi. Minyak cengkeh juga digunakan
dalam campuran tradisional chjiyu (1% minyak cengkeh dalam minyak mineral; "chji"
berarti cengkeh; "yu" berarti minyak) dan digunakan oleh orang Jepang untuk merawat
permukaan pedang mereka.
(Guenther, 1987)
2.6 Eugenol
Eugenol (C10H12O2), merupakan turunan guaiakol yang mendapat tambahan rantai
alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil) fenol. Ia dapat dikelompokkan
dalam keluarga alilbenzena dari senyawa-senyaw fenol. Warnanya bening hingga kuning
pucat, kental seperti minyak . Eugenol memiliki titik didih 256oC, titik leleh -9oC, densitas
1,06 g/cm3, indeks bias 1,529-1,537. Sumber alaminya dari minyak cengkeh. Terdapat pula
pada pala, kulit manis, dan salam. Eugenol sedikit larut dalam air namun mudah larut pada
pelarut organik. Aromanya menyegarkan dan pedas seperti bunga cengkeh kering, sehingga
sering menjadi komponen untuk menyegarkan mulut.
Senyawa ini dipakai dalam industri parfum, penyedap, minyak atsiri, dan farmasi
sebagai penyuci hama dan pembius lokal. Ia juga menjadi komponen utama dalam rokok
kretek. Dalam industri, eugenol dapat dipakai untuk membuat vanilin. Campuran eugenol
dengan seng oksida (ZnO) dipakai dalam kedokteran gigi untuk aplikasi restorasi
(prostodontika). Struktur eugenol:

Gambar 2.1. Struktur eugenol


(Guenther, 1987)
Turunan-turunan eugenol dimanfaatkan dalam industri parfum dan penyedap pula.
Metil eugenol digunakan sebagai atraktan. Turunan lainnya dipakai sebagai penyerap
UV, analgesika, biosida, dan antiseptika. Pemanfaatan lainnya adalah sebagai stabilisator
dan antioksidan dalam pembuatan plastik dan karet.
Overdosis eugenol menyebabkan gangguan yang disebabkan oleh darah seperti diare,
nausea, ketidaksadaran, pusing, atau meningkatnya denyut jantung. Terdapat alergi yang
disebabkan oleh eugenol.
(Guenther, 1987)
2.7 Teori Asam Basa
Dalam teori Lewis, asam adalah penerima pasangan elektron dan basa adalah
pemberi pasangan elektron. Basa Lewis adalah spesies yang mempunyai sepasang
elektron valensi yang dapat disumbangkan ke asam Lewis lain.
Dalam teori Arhenius, asam adalah zat yang melarut ke dalam air yang
menghasilkan ion H+ dan basa bila dilarutkan dalam air menghasilkan ion OH-.
Dalam teori Bronsted-Lowry menyatakan, asam adalah suatu senyawa yang
memberi proton, sedangkan basa adalah suatu senyawa yang menerima proton. Proton
berperan penting dalam reaksi asam basa.
(Petrucci, 1987)
2.8 Kariofilena
-Kariofilena (C15H24) atau biasa disebut kariofilena merupakan senyawa
seskueterpena terbanyak dalam minyak daun cengkeh dengan kadar sekitar 12%
(Sastrohamidjojo, 1981 dan Muchalal & Crouzet, 1985). Kariofilena sebagai hasil

samping pada isolasi eugenol belum banyak diteliti pemanfaatan dan sintesis senyawa
turunannya di Indonesia. Selain itu juga diperoleh informasi bahwa harga ekspor
kariofilena jauh lebih rendah dari eugenol dan isoeugenol serta sukar dipasarkan. Oleh
karena itu pada isolasi eugenol dari minyak daun cengkeh kariofilena biasanya
merupakan limbah yang dibuang. Dengan demikian semakin banyak eugenol yang
diisolasi maka akan semakin banyak pula kariofilena yang dibuang.
Hasil penelusuran pustaka ditemukan bahwa, kariofilena dan senyawa turunannya
mempunyai banyak kegunaan baik sebagai bahan obat maupun parfum. Kariofilena atau
senyawa turunannya dapat digunakan sebagai pemikat kumbang jantan Collops vittatus
(Flint, et.al., 1981), bahan kosmetik (Brunke and Rojahn, 1988; Mussinan et.al., 1980,
Opdyke, 1977), bahan dasar membuat antibiotik (Abraham, et.al., 1990), anti
karsinogenik (Zheng, et.al., 1992); anti bakteri karies gigi (Muroi dan Kubo, 1993), anti
jerawat (Muroi, et.al., 1993; Kubo, et.al., 1994), insektisida biologi (Tahid dan Connolly,
1994) dan penghambat tumbuhnya tanaman patogen Botrytis cinerea (Collado, et. al.,
1997).

Gambar 2.2 Struktur Kariofilena


(Kadarohman, dkk, 2012)
2.9 Metode Ekstraksi Cair Cair
Ekstraksi pelarut adalah metode pemisahan yang didasarkan pada kelarutan dua
jenis pelarut yang tidak saling campur, misalnya benzena, karbon teta klorida atau
kloroform. Batasan dari ekstraksi pelarut adalah dapat di transforkannya zat terlarut pada
jumlah yang berbeda dalam kedua fase terklorat. Bila dalam suatu sistem terdapat dua
lapisan cairan yang tidak dapat bercampur dan kemudian dimasukkan senyawa yang lain,
maka senyawa tersebut akan terdistribusi dalam dua lapisan cairan tersebut. Menurut
hukum distribusi Nerst, jika C1 adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase I dan C 2 adalah

konsentrasi zat terlarut dalam fase 2, maka perbandingan senyawa baru yang terdapat
dalam larutan 1 dan 2 adalah:
K = C1/C2,
dengan K = tetapan distribusi
Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap, yaitu:
a. Pembentukan kompleks tak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi.
b. Distribusi dari kompleks yang tereksitasi.
c. Interaksinya yang mungkin dalam fase organik.
Hasil ekstraksi yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang
kali dengan jumlah pelarut sedikit demi sedikit. Ekstraksi pertahap baik digunakan jika
perbandingan distribusi besar. Alat yang digunakan pada ekstraksi ini adalah corong
pemisah.
( Underwood, 1986 )
2.10 Destilasi
Destilasi adalah teknik pemisahan berdasarkan titik didih. Fungsinya adalah
pemisahan pelarut, pemurnian cairan atau pemisahan komponen dari campuran. Macam
destilasi :
a. Destilasi sederhana
Perbedaan titik didih setidak-tidaknya 800C
b. Destilasi fraksional
Perbedaan titik didih kecil, menggunakan kolom fraksinasi
c. Destilasi uap
Digunakan jika larutan campuran tidak bercampur
d. Destilasi Vakum
Digunakan jika senyawa mempunyai tiitih didih tinggi atau terdekomposisi pada
titik didihnya.
(Khopkar, 1990)
2.11 Destilasi fraksinasi
Destilasi fraksionasi merupakan suatu metode pemisahan zat berdasarkan
perbedaan titik didih yang bedekatan. Dalam destilasi fraksional atau destilasi bertingkat
proses pemisahan parsial diulang berkali-kali dimana setiap kali terjadi pemisahan lebih
lanjut. Hal ini berarti proses pengayaan dari uap yang lebih volatil juga terjadi berkalikali sepanjang proses destilasi fraksional itu berlangsung. Prinsip kerja dari pemisahan

dengan destilasi fraksionasi yaitu pemisahan suatu campuran dimana komponenkomponennya diuapkan dan diembunkan secara bertingkat.
(Woranuch,2012)
2.12

Berat Jenis
Berat jenis merupakan salah satu lriteria penting dalam menentukan mutu dan
kemurnian suatu senyawa dan umunya nilai tersebut lebih kecil dari 1000. Picnometer,
merupakan alat penetapan berat jenis yang tepat dan praktis. Bentuk kerucut picnometer
bervolume 10ml dilengkapi dengan sebuah termometer dan kapiler gelas penutup. Nilai
berat jenis di tentukan dalam suhu ruang, kemudian membandingkan dengan mengurangi
atau menambah faktor koreksi yang tergantung pada jenis bahan pada 15oC.
(Guenther, 1987)
2.13 Titik Didih
Merupakan suhu minimum berubahnya fase cairan suatu zat menjadi fase uap yang
berdekatan. Uap dalam cairan sama dengan tekanan di permukaannya.
(Pudjaatmaka, 2002)
2.14 Indeks Bias
Jika sinar melewati media kurang padat ke media lebih pekat maka sinar akan
membelah atau membias dari garis normal. Jika dalah sudut sinar pantuk dan i adalah
sudut sinar datang maka menurut hukum pembiasan :
sin i
=
sin

N
n

dimana n adalah indeks bias media kurang padat dan N adalah indeks bias media lebih
padat.
Refraktor adalah alat yang tepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Prosedur ini
hanya digunakan intik mengukur indeks bias pada suhu 20 oC sehingga indeks bias pada
suhu tertentu harus dikurangi atau ditambah faktor koreksi.
(Guenther, 1987)

2.15

Spektroskopi UV-VIS
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spectrum ultraviolet dan terlihat

bergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spectra ultraviolet terlihat senyawasenyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi didaerah tingkatan-tingkatan
tenaga elektronik, disebabkan karena hal ini maka serapan radiasi ultraviolet terlihat
sering dikenal dengan spektroskopi. Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital
ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti
ikatan. Panjang gelombang serapan adalah ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan
dari orbital-orbital yang bersangkutan. Pemisahan tenaga yang paling tinggi diperoleh
bila elektron-elektron dalam ikatan tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam daerah
dari 120-200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relatif tidak
banyak memberikan keterangan diatas 200 nm. Eksitasi elektron dan orbital p, orbital d
dan orbital segera dapat diukur dan spektra yang diperoleh memberikan banyak
keterangan. Dalam praktek, spektroskopi ultraviolet digunakan terbatas pada sistemsistem terkonjugasi.
(Sastrohamidjojo, 2001)
2.16

Spektroskopi Inframerah
Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik maka

sejumlah frekuensi diserap,sedangkan frekuensi yang lain diteruskan atau ditransmisikan


tanpa diserap. Jika kita menggambar antara persen absorbansi atau persen transmisikan
dengan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum inframerah. Transisi yang terjadi
didalam absorbansi inframerah berkaitan dengan perubahan-perubahan variabel didalam
molekul itulah inframerah merupakan spektroskopi vibrasi.
(Sastrohamidjojo, 2001)
2.17

Analisa Bahan

2.17.1 Minyak Cengkeh


Sifat fisik :
- berat jenis 1,043-1,068
-

indeks bias 1,529-1,531

kadar eugenol 78-95%

Sifat kimia :
- memiliki bau dan flavor tipikal rempah-rempah
-

larut dalam alcohol 75%


(Guenther,1987)

2.17.2 Na2SO4
Sifat fisik :
- berat molekul a42,06 g/mol
-

titik lebur 800 0C

densitas 2,8

kandungan natrium 32,38%, oksigen 45,05 %, sulfur 22,84%

Sifat kimia :
- padatan berwarna putih
-

netral dalam larutan

bersifat inert dan higroskopis

dikenal sebagai glauber


(Basri, 1996)

2.17.3 Akuades
Sifat fisik :
- tidak berbau,tidak berasa,
-

tidak berwarna,

titik didih 100 0C

titik beku 0 0C

densitas 1

erat jenis 1 g/cm3

berat molekul 18 g/mol

Sifat kimia :
- sebagai pelarut universal
-

pelarut yang baik untuk senyawa yang lemah

dalam ionisasi membentuk H+ dan OH(Basri, 1996)

2.17.4 NaOH
Sifat fisik :
- padatan putih
-

berat molekul 40,01 g/mol

titik leleh 218 0C

titik didih 1390 0C

Sifat kimia :
- dibuat dari elektrolisis asam dengan sel diagfragma
-

sangat korosif terhadap jaringan tubuh

larut dalam air dan etanol


(Basri, 1996)

2.17.5 Heksana
Sifat fisik :
- cairan tidak berwarna
-

titik didih 68,8 0C

berat jenis 0,660 g/ml

Sifat kimia :
- tidak larut dalam air
-

bersifat non polar

(Daintith, 1994)
2.17.6 Asam Klorida
Sifat fisik :
- gas berasap tidak berwarna,
-

titik leleh -144 0C

titik didih -85 0C

Sifat kimia :
- dibuat dengan memanaskan NaCl dengan asam sulfat pekat
-

berdisosiasi sempurna dengan larutan(asam hidroklorat)


(Daintith 1994)

2.17.7 Eter
Sifat fisik :
- larutan berbau dan mudah menguap
-

berat molekul 74,72 g/mol

densitas 0,7089 g/cm3

titik leleh -116,3 0C dan titik didih 34,6 0C

Sifat kimia :
mempunyai kelarutan dalam 100 bagian : air 75 pada 20 0C alkohol.
(Daintith, 1994)

.
.
.
.

3.1

III. METODE PERCOBAAN


Alat dan bahan
3.1.1 Alat
1. Gelas Bekker
2. Pipet tetes
3. Plat pemanas dengan pengaduk
magnetik
4. Batang pengaduk kaca

5. Set destilasi fraksinansi


6.
7.
8.
9.

Plat tetes
Corong pisah
Gelas ukur
Corong gelas

10.
3.1.2

Bahan

Minyak cengkeh
NaOH 2 N dan NaOH 4 N
HCl
Akuades

Pentana
Petroleum eter
Na2SO4 anhidrat
8.
pH Universal

I.2.
3.1.3

Gambar Alat

I.3.

I.4.
kaca

I.5.

Gelas beker

Corong pisah

gelas ukur

Corong

I.6.

Pipet tetes

Magnetik stirrer

Batang pengaduk

I.7.
I.8.
I.9.
I.10.
I.11.

I.12.
I.13.
I.14.
I.15.
I.16.
I.17.
I.18.

Destilasi fraksinasi

Plat tetes

3.2 Skema Kerja


I.19.
50 ml minyak cengkeh + 75 ml NaOH 4N
I.20.
I.21.
gelas beaker 500 ml
I.22.
I.23.
Pengadukan dengan magnetic stirrer
I.24.
Pendinginan
I.25.
I.26.
I.27.
campuran
I.28.
I.29.
corong pisah
I.30.
I.31.
I.32.
lapisan atas kariofilena
lapisan bawah Na-eugenolat
I.33.
I.34.
Pengekstraksian dengan 25 mL NaOH 2 N
I.35.
I.36.
larutan
larutan eugenol
I.37.
I.38.
kariofilena
I.39.
Pencampuran
I.40.

Pengekstraksian n-heksan 12,5 mL

I.41.
I.42.
I.43.

larutan kariofilena
Pencampuran
Penyimpanan pada botol vial
larutan kariofilena

larutan Na-eugenolat

I.44.
Larutan Na-eugenolat
I.45.
I.46.
Pengasaman dengan HCl 25 % 20-30 mL
I.47.
I.48.
Pengukuran pH 3
I.49.
Pemisahan
I.50.
I.51.
I.52.
I.53.
I.54.
larutan
lapisan air
I.55. eugenol
I.56.
Ekstraksi dengan 25 mL petroleum eter
Pencampuran
I.57.
Pencucian
dengan
aquadest
sebanyak
3 kali
I.58.
Penambahan Na2SO4 anhidrat
I.59.
I.60.
Penyaringan
I.61.
I.62.
I.63.
I.64.
lapisan eugenol
larutan
I.65.
I.66.
I.67.
I.68.

Penguapan dengan evaporator

I.69.
residu

filtrat
Pendestilasian dengan destilasi fraksinasi

Fraksi
Pengujian indeks bias
Hasil

IV.

DATA PENGAMATAN
I.70. I.71.
N

uan

o
I.73. I.86.
1
minyak cengkeh + 150 ml NaOH
I.74. I.87.

Perlak

I.72.
Hasil

100 ml I.97.

Larutan berwarna cokelat tua


pemisa I.98.
I.99.
2
han
I.100.
I.75. I.88.
Penge
I.101.
3
kstrasian lapisan atas dengan 20 ml NaOH
Terdapat dua lapisan, lapisan
I.76.
2N
I.77.
atas berwarna kuning emas,
I.89.
Penge
4
lapisan bawah cokelat
kstrasian lapisan bawah dengan heksana
I.78.
I.102.
I.90.
Lapisa
I.79.
I.103.
n eugenol + HCl PH3
I.104.
5
I.91.
Penge I.105.
I.80.
I.106.
kstrasian dengan eter
6
I.92.
Pencu Menguapkan eter
I.81.
I.107.
cian dengan akuades
7
I.93.
Penam Pada fraksi pertama : lapisan
I.82.
bahan Na2SO4 anhidrat
berwarna cokelat dengan indeks
8
I.94.
Penyar
I.83.
bias 1,5205
I.84. ingan
I.108.
I.95.
Evapo
9
Pada fraksi kedua : lapisan
I.85. rasi
berwarna kekuningan dengan
I.96.
Destila
10
indeks bias 1,5215
si fraksinasi
I.109.
I.110.
I.111.
I.112.
I.113.
I.114.
I.115.
I.116.

V.

I.117.
HIPOTESA
I.118.

Percobaan isolasi eugenol dari minyak cengkeh ini bertujuan untuk

mengisolasi eugenol dari minyak daun cengkeh, menentukan tetapan fisik yaitu indeks
bias. Prinsip dari percobaan ini adalah pemisahan eugenol dari kariofillena dan senyawa
kevil lain dalam minyak cengkeh melalui reaksi penggaraman, lalu lapisan yang
mengandung eugenol dimurnikan kembali dengan destilasi fraksinasi. Metode yang
digunakan adalah ekstraksi dan destilasi fraksinasi vakum. Hasil yang diperoleh berupa
larutan eugenol berwarna cokelat.
I.119.
I.120.
I.121.

VI.

Pembahasan
I.122.

Percobaan isolasi eugenol dari daun cengkeh ini bertujuan untuk

mengisolasi eugenol minyak daun cengkeh, menentukan tetapan fisik yaitu indeks bias.
Prinsip dari percobaan ini adalah pemisahan eugenol dari komponen minyak daun cengkeh
yang lain, misalnya kariofilena. Metode yang digunakan adalah ekstraksi pelarut dan destilasi
fraksinasi. Ekstraksi pelarut yaitu suatu metode pemisahan senyawa dari senyawa lain
berdasarkan perbedaan kelarutan dan distribusi kelarutan pada suatu regen atau pelarut
tertentu berdasarkan tingkat kepolarannya, dan destilasi fraksinasi, yaitu suatu proses
pemisahan dua atau lebih komponen zat cair berdasarkan pada titik didih (Underwood,
1986).
I.123.

Minyak daun cengkeh mengandung senyawa utama lain selain

eugenol dan kariofilena. Eugenol yang merupakan senyawa paling banyak terkandung dalam
minyak daun cengkeh. Dapat dipisahkan/diisolasi dari komponen minyak daun cengkeh yang
lain. Penambahan NaOH dalam minyak daun cengkeh mengubah eugenol menjadi garam Naeugenolat. Dengan bentuk garam yang memiliki sifat polar, maka eugenol dalam bentuk Naeugenolat dapat dengan mudah terpisah dari komponen minyak daun cengkeh lain yang
bersifat non polar.
I.124.

Perlakuan awal adalah penambahan NaOH ke dalam minyak daun

cengkeh. Eugenol merupakan suatu alkohol siklis monohidroksi atau fenol sehingga dapat
bereaksi dengan basa kuat. Eugenol dari minyak daun cengkeh dapat diisolasi dengan
penambahan larutan encer dari basa kuat seperti NaOH, KOH atau Ca(OH)2. Pada reaksi
antara NaOH dengan minyak daun cengkeh ini timbul panas yang berarti reaksi berjalan
eksotermis yaitu melepaskan panas. Reaksi yang terjadi merupakan pembentukan garam Naeugenolat. Reaksi penggantian gugus H+ dengan Na+ yang berasal dari NaOH melepaskan
energi yang muncul berupa panas.
I.125.
I.126.
I.127.
I.128.
I.129.
I.130.

I.131.
I.132.

Reaksi:

I.133.

I.134.

Gambar 6.1. Mekanisme reaksi penggaraman


I.135.

I.136.

(Fessenden, 1986)

Ketika penambahan NaOH tersebut kariofilena tidak ikut bereaksi dengan

NaOH karena kariofilena tidak mengandung gugus hidroksil (-OH) seperti pada eugenol.
Sehingga pada kariofilena tidak ada gugus yang dapat diganti untuk membentuk garam.
I.137.

Struktur Kariofilena:

I.138.
I.139.

Gambar 6.2. Struktur Kariofilena


I.140. (Kadarohman, dkk, 2012)

I.141.

Dengan pengubahan struktur eugenol menjadi garam Na-eugenolat maka

Na-eugenolat dapat dipisahkan dari kariofilena maupun komponen penyusun minyak daun
cengkeh lainnya yang bersifat non polar. Lapisan atas berupa kariofilena yang berwarna
kuning muda sedangkan lapisan bawah berupa garam Na-eugenol yang berwarna coklat
muda. Kariofilena berada di lapisan atas karena massa jenis kariofilena lebih kecil daripada

massa jenis eugenol dalam bentuk garamnya. Massa jenis kariofilena adalah 0,9658 g/ml,
sedangkan massa jenis eugenol adalah 1,06 g/ml. Pemisahan kedua lapisan dapat terjadi
karena perbedaan tingkat kepolaran. Kariofilena bersifat nonpolar sedangkan garam Naeugenolat bersifat polar dan dapat larut dalam air. Penambahan NaOH 4 N terlebih dulu
dengan tujuan agar pembentukan garam Na-eugenolat lebih optimal mengikat komponen
eugenol yang ingin diubah ke bentuk garamnya dalam minyak daun cengkeh mencapai 7080%, sehingga konsentrasi yang dibutuhkan lebih besar untuk mensubstitusi gugus H+ dari
eugenol dengan Na+ dari NaOH.
I.142.

Pengadukan bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Dengan

pengadukan akan meningkatkan energi kinetik dari molekul yang bereaksi sehingga peluang
dari molekul-molekul untuk bertumbukan semakin besar dan reaksi akan lebih mudah terjadi
karena adanya kemungkinan tumbukan efektif yang terjadi (Khopkar,1990). Pendiaman
dengan temperatur campuran turun bertujuan untuk memastikan reaksi pembentukan garam
Na-eugenolat telah berlangsung optimal. Hal itu dapat dilihat dari terbentuknya 2 lapisan
dan penurunan suhu campuran. Dengan penurunan suhu dapat memberikan tanda bahwa
reaksi telah berhenti dan tidak adanya energi dari hasil reaksi yang dilepaskan lagi dalam
bentuk panas.
I.143.

Pengekstraksian selanjutnya, lapisan atas (kariofilena) dengan NaOH 2N

bertujuan untuk mereaksikan kembali NaOH dengan eugenol yang mungkin masih tersisa
dan terbawa di lapisan kariofilena. Hal itu dilakukan agar eugenol yang terambil dari minyak
daun cengkeh lebih banyak. Konsentrasi NaOH yang digunakan lebih kecil daripada
konsentrasi NaOH yang digunakan pada ekstraksi pertama karena kadar eugenol yang ingin
direaksikan lebih sedikit daripada yang pertama. Dari hasil ekstraksi kedua ini sudah tidak
didapatkan lagi garam Na-eugenolat. Hal ini dibuktikan dengan hanya ada warna kuning
muda dalam larutan yang merupakan kariofilena.
I.144.

Langkah berikutnya adalah ekstraksi lapisan garam eugenolat yang

dicampur dengan heksana 25 mL. Tujuan ekstraksi dengan heksana tersebut adalah untuk
melarutkan senyawa nonpolar yakni kariofilena yang dimungkinkan masih tersisa pada
lapisan garam eugenolat. Hasilnya adalah lapisan bawah berwarna coklat muda yaitu lapisan
garam eugenolat dan lapisan atas berwarna kuning muda yaitu sisa senyawa non polar.
Ekstraksi dengan heksana ini dilakukan sebanyak 2 kali untuk memperoleh senyawa non

polar yang terpisah. Namun dalam percobaan hanya dilakukan sekali saja karena pada
ekstraksi pertama sudah tidak terdapat kariofilena sehingga ekstraksi dilakukan sekali dengan
menggunakan NaOH 4 N.
I.145.

Setelah itu dilakukan penambahan HCl pada lapisan garam eugenolat yang

bertujuan untuk mengubah garam eugenolat menjadi eugenol kembali yaitu dengan
mensubstitusi gugus H+ pada garam eugenolat sehingga eugenol dapat diperoleh kembali.
Hasilnya dalah lapisan atas berwarna coklat muda (eugenol) dan lapisan bawah adalah garam
NaCl berwarna putih.
I.146.

Reaksi :

I.147.

Na+
O-

OH

+ HCl
O
sodium eugenolate

I.148.

NaCl

O
eugenol

Gambar 6.3. Mekanisme reaksi pembentukan eugenol kembali

I.149.
I.150.

Penambahan HCl dilakukan sampai pH 3 dimaksudkan untuk memberikan

kondisi asam bagi reaksi tersebut. Dalam suasana asam, eugenol akan dengan mudah
menarik gugus H+ sehingga garam eugenolat dapat berekasi dengan HCl membentuk eugenol
kembali. pH 3 merupakan titik pH optimal pada eugenol untuk dapat menarik atau melepas
gugus H+ pada gugus hidroksilnya. Jika suasana lebih asam maka merusak struktur eugenol.
Lapisan NaCl berada di bawah karena massa jenisnya lebih besar yaitu 1,256 g/ml dibanding
massa jenis eugenol (lapisan eugenol berada di atas) yaitu 1,06 g/ml (Basri, 1994).
I.151.

Kemudian pengekstraksian lapisan NaCl dengan eter. Hal ini bertujuan

untuk mengikat eugenol yang masih berada pada lapisan NaCl mengikuti kaidah like
dissolve like senyawa polar akan larut dalam pelarut nonpolar, begitu juga senyawa polar
akan larut dalam polar. Eugenol merupakan senyawa nonpolar sehingga akan larut dalam

pelarut eter yang juga bersifat nonpolar. Dari hasil ekstraksi ini akan diperoleh eugenol di
lapisan atas. Eugenol yang diperoleh digabung dengan eugenol yang sudah diperoleh
sebelumnya. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan akuades pada eugenol dengan tujuan
untuk menghilangkan pengotor polar seperti sisa-sisa NaCl yang mungkin masih ada.
I.152.

Selanjutnya dilakukan penambahan Na2SO4 anhidrat pada larutan eugenol

yang bertutjuan untuk mengikat molekul air. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk
memisahkan Na2SO4 dengan eugenol. Lalu dilakukan penguapan atau evaporasi dari hasil
yang diperoleh (eugenol) dengan tujuan menghilangkan eter pada lapisan eugenol.
Penguapan ini dilakukan dengan alat rotaryevaporator pada suhu 35 oC. Penguapan dilakukan
pada suhu 35 oC karena pelarut eter mudah menguap pada suhu 34,6 oC. Untuk memperoleh
eugenol yan lebih murni, maka dilakukan destilasi fraksinasi (destilasi bertingkat) dimana
dalam pemisahannya berdasarkan berbedaan titik didih. Fraksi yang pertama titik didihnya
sekitar 60-65oC dan fraksi kedua titik didihnya 70-75 oC. Dan untuk meyakinkan bahwa hasil
yang diperoleh adalah eugenol maka dilakukan analisis sifat-sifat eugenol yaitu analisis
indeks bias eugenol. Dimana diperoleh sifat fisik dari eugenol fraksi pertama yaitu berwarna
coklat, dengan indeks bias 1,5205 dan eugenol pada fraksi kedua berwarna kekuningan
dengan indeks bias 1,5215. Menurut Badan Standar Nasional (1996), indeks bias eugenol
berkisar antara 1,529 1,537, sehingga pada percobaan ini eugenol yang diperoleh belum
murni karena indeks biasnya tidak berada pada rentang tersebut dan pada saat destilasi
fraksinasi suhu fraksinasi belum tercapai (dibawah 100 0C). Seharusnya suhu yang digunakan
saat fraksi pertama 94-960 C dan pada fraksi kedua 97-1070 C.
I.153.
I.154.
I.155.
I.156.
I.157.
I.158.
I.159.
I.160.
I.161.
I.162.

I.163.
I.164.
I.165.

VII. PENUTUP
VII.1. Kesimpulan
1. Eugenol yang diisolasi dari minyak daun cengkeh dengan destilasi fraksinasi
dengan hasil fraksi pertama berwarna coklat dan fraksi kedua berwarna kekuningan.
2. Eugenol pada fraksi pertama memiliki indeks bias 1,5205 dan pada fraksi kedua
memiliki indeks bias 1,5215. Menurut Badan Standar Nasional (1996), indeks bias
eugenol berkisar antara 1,529 1,537, sehingga pada percobaan ini eugenol yang
diperoleh belum murni.
VII.2. Saran
1. Usahakan pada saat destilasi fraksinasi, suhu yang digunakan mencapai lebih dari
100 oC.
2. Untuk meyakinkan bahwa yang diperoleh adalah eugenol murni, perlu dilakukan uji
lanjutan seperti, uji spectra UV-Vis dan spectra IR.
I.166.
I.167.
I.168.
I.169.
I.170.
I.171.
I.172.
I.173.
I.174.
I.175.
I.176.
I.177.
I.178.
I.179.
I.180.
I.181.
I.182.
I.183.
I.184.
I.185.

I.186. DAFTAR PUSTAKA


I.187.
I.188.
I.189.
I.190.
I.191.
I.192.
I.193.

Abraham, Wolf-Rainer, Ernst, L., dan Stumpf, B., 1990, Biotransformation


of Caryophyllene by
Diplodia Gossypina, Phytochemistry, 29:1, 115-120.
Alimuddin, Andi Hairil., Mardjan, Muhammad Idham Darussalam., Matsjeh,
Sabirin., Anwar,
Chairil., Mustofa, Sholikhah, Eti Nurwening., 2011, Synthesis 7-Hydroxy3,4
Dimethoxyisoflavon From Eugenol, Indo. J. Chem., 2011, 11 (2), 163 168.

I.194.
I.195. Brunke, E.J. dan Rojahn, W., 1989, Perfumed Containing Tetrahidro-caryphyllenon, Chem.
Abstr., 110, 179-895.
I.196.
I.197.
Basri, S, 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta.
I.198.
I.199. Collado, I.G., Hamson, J.R., Hitchcock, dan Macias-Sanchez, A.J., 1997, Stereochemistry of
Epoxidation of Some Caryophyllene, J. Org. Chem., 62, 1965-1969
I.200.
I.201.
Daintith, J, 1994, Kamus lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
I.202.
I.203.
Fessenden, 1986, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
I.204.
I.205. Flint, H.M., Merkle, J.R., dan Sledge, M., 1981, Attraction of Male Collops Vittatus in the
Field by Caryophyllene Alcohol, Chemical Abstracts, 86, 129873c
I.206.
I.207.
Guenther, E, 1987, Minyak Atsiri, UI Press, Jakarta.
I.208.
I.209. Kadarohman, Asep., dkk., 2012, Sintesis Klovanadiol Dari Kariofilena, Pend. Kimia FPMIPA
UPI, Bandung.
I.210.
I.211.
Khopkar, 1990, Konsep Dasar Ilmu Analitik, UI Press, Jakarta.
I.212.
I.213. Kubo, I, Muroi, H., dan Kubo, A., 1994, Naturally Occurring Antiacne Agents, J. of Natural
Products, 57:1, 9-17
I.214.
I.215. Muchalal, M. dan Crouzet, J., 1985, Volatile Components of Clove Essential Oil (Eugenia
caryophyllus Spreng): Neutral Fraction, Agric. Bio. Chem., 49:6, 1583-1589.
I.216.
I.217. Muroi, H., Kubo, A. dan Kubo, I., 1993, Antimicrobial Activity of Cashew Apple Flavor
Compounds, J. Agric. Food Chem., 41:1106-1109.

I.218.
I.219.

Mussinan, C.J., Mookherjee, B.D., Vock, M.H., Vinals, J.F., Kiwala, J. dan Schmitt, F.L.,
1980, Preparation of a Caryophyllene Alcohol Mixture, United States Patent, 4, 229, 599

I.220.
I.221. N. Hahn, Caitlin and R. Burkett, Jeremy., 2013, Optimizing eugenol extraction conditions
from fresh and dried samples of holy basil (Ocimum sanctum), Pelagia Research Library
Asian Journal of Plant Science and Research, 2013, 3(5):28-31.
I.222.
I.223. Opdyke, D.L.J., 1977, Monographs on Fragrance Raw Materials Caryophyllene Acetate,
Chem. Abstract, 86, 364.
I.224.
I.225. Petrucci, RH, 1987, General Chemistry, Erlangga, Jakarta.
I.226.
I.227.
Pudjaatmaka, 2002, Kamus Kimia Pangan, Depdikbud, Jakarta.
I.228.
I.229. Sastrohamidjojo, H., 1981, A Study of Some Indonesian Essential Oils, Disertasi, FPMIPA
UGM, Yogyakarta.
I.230.
I.231.
Sastrohamidjojo, 2001, Kimia Organik, Liberty, Yogyakarta.
I.232.
I.233. Sighn, Amit, et al., 2013, Regulation of Wound Strength by Ocimum Sanctum : in Silico and
in Vivo Evidences, Varanasi, India.
I.234.
I.235. Tahid dan Connolly, J.D., 1994, Computer-Assisted Structure Elucidation of Humelene
Epoxide and Caryophyllene Epoxide Mixture of Turraea Brownii, Jurnal Kimia Terapan
Indonesia, 4:1, 45-47
I.236.
I.237.
Underwood, 1986, Analisis Kimia Kualitatif, Erlangga, Jakarta.
I.238.
I.239. Woranuch, S., dan Yoksan R., 2012, Eugenol Ioaded Chitosan Nanoparticles : II. Application
in Bio Based Plastics for Active Packeging, Carbohydrate Polymers 96 (2013) 586-592.
I.240.
I.241. Zheng, G.Q., Kenney, P.M. dan Lam, L.K.T., 1992, Sesqueterpenes from Clove (Eugenia
Caryophyllata) as Potential Anticarcinogenic Agents, Journal of Natural Products, 55:7,
999-1003.

I.242.

I.243.

LEMBAR PENGESAHAN
I.244. Semarang,

Juni

2014
I.245.

Praktikan,

I.246.
I.247.
I.248.
I.249.
I.250.

I.253.
I.254.

I.257.
I.258.

Irma Eviana
24030112120006

I.264.
I.265.

Syarifah Fadhilah N.
24030112130058

I.251.

I.266.

I.252.

I.267.

Lulu Shoffatun N.
24030112140031

I.268.
I.269.

Apriyandika
24030112130126

I.255.

I.270.

I.256.

I.271.

Agnidian Setyorini

I.272.

Zenima Patris M.

24030112120015

I.273.

24030112130042

I.259.

I.274.

I.260.

I.275.

I.261.

Mita Manawiyah

I.262.

24030112120007
I.263.

I.276.
I.277.

Zul Fiqriyani Safitri


24030112120024

I.278.
I.279.

Mengetahui,

I.280.

Asisten,

I.281.
I.282.
I.283.
I.284.

Irma Yunitasari
24030110120021

I.285.
I.286.
I.287.
I.288.

ABSTRA K

I.289.
I.290. Percobaan isolasi eugenol dari minyak daun cengkeh ini bertujuan untuk
mengisolasi eugenol dari minyak daun cengkeh, menentukan tetapan fisik yaitu indeks bias.
Prinsip dasar percobaan ini adalah pemisahan eugenol dari komponen minyak daun cengkeh
yang lain, misalnya kariofilena. Metode yang digunakan adalah ekstraksi pelarut dan destilasi
fraksinasi. Ekstraksi pelarut yaitu suatu metode pemisahan senyawa dari senyawa lain
berdasarkan perbedaan kelarutan dan distribusi kelarutan pada suatu regen atau pelarut tertentu
berdasarkan tingkat kepolarannya, dan destilasi fraksinasi, yaitu suatu proses pemisahan dua atau
lebih komponen zat cair berdasarkan pada titik didih. Sampel yang digunakan adalah minyak
daun cengkeh. Hasil yang didapat pada fraksi 1 adalah lapisan yang berwarna cokrlat dengan
indeks bias 1,5205 dan pada fraksi 2 diperoleh lapisan berwarna kekuningan dengan indeks bias
1,5215.

Anda mungkin juga menyukai