Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENELITIAN

KARAKTERISTIK MAYONES
DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK MINYAK
BELLY DAN TRIMMING IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus)

PUTRI JULIA MIZULNI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
ii

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 7
Hipotesis Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 5
Ikan Patin (Pangasius sp.) 5
Kandungan Lemak pada Ikan Patin 6
Lemak dan Minyak 6
Minyak Ikan 7
Ekstraksi Minyak Ikan 8
Mayones 8
Syarat Mutu Mayones 9
METODE PENELITIAN 10
Waktu dan Tempat 10
Bahan dan Alat 10
Tahapan Penelitian 10
Penelitian Pendahuluan 10
Ekstraksi Minyak Ikan 11
Formulasi Mayones 12
Prosedur Analisis 14
Karakteristik Minyak Kasar 14
Bilangan peroksida 14
Asam Lemak Bebas/Free Fatty Acid (FFA) 14
Bilangan iod 14
Bilangan penyabunan 14
Analisis Fisiko Kimia 15
Karakteristik air 15
Karakteristik abu 15
Karakteristik lemak 16
Karakteristik protein 15
Viskositas 15
Warna 17
Analisis Mikrobiologi 17
Pengujian ALT 17
Uji Sensori Produk Mayones 17
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 18
DAFTAR PUSTAKA 19
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Mayones adalah saus berwarna kuning pucat dengan tekstur yang kental
dan creamy. Mayones pertama kali dikenal di negara Perancis dan terus
berkembang dan digunakan di berbagai negara hingga saat ini. Mayones dapat
dibagi menjadi 2 bagian utama tergantung pada jumlah minyak yang digunakan.
Mayones rendah lemak mengandung sekitar 30-65% minyak sementara mayones
dengan kadar lemak tinggi mengandung sekitar 75-80% minyak (Widestrom dan
Ohman 2017).
Mayones umumnya terbuat dari minyak nabati seperti minyak kelapa
sawit dan minyak kedelai. Mayones yang dipasarkan di Indonesia merupakan
mayones yang terbuat dari minyak kedelai. Menurut pernyataan Muslim (2014)
Indonesia belum mampu memenuhi permintaan konsumen terhadap minyak
kedelai sehingga minyak kedelai di Indonesia merupakan minyak hasil impor dari
negara-negara lain seperti Argentina dan Amerika sehingga harganya relatif
mahal. Selain itu minyak yang diimpor juga diduga telah mengalami oksidasi
sehingga kualitasnya menurun. Sehingga diperlukan bahan baku alternatif
pengganti yang dapat digunakan untuk membuat mayones, salah satunya adalah
minyak ikan.
Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) adalah salah satu komoditas
andalan Indonesia karena memiliki kemapanan dari segi benih, pembesaran,
pakan, dan pengolahannya serta luasnya wilayah produksi budidaya. Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) telah membuat kebijakan mengenai proteksi impor
patin dan membuat syarat keamanan pangan yang tinggi yang ditetapkan melalui
Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga dapat menjadi peluang bagi patin
lokal untuk menguasai pasar domestik. Selain pasar domestik, produksi patin
Indonesia juga ditargetkan agar dapat memenuhi permintaan pasar dunia.
Kebutuhan patin di negara Cina mencapai 34.400 ton, disusul oleh negara
Thailand yang kebutuhannya mencapai 19.200 ton. Hal serupa ditunjukkan oleh
Amerika Latin dimana impor patin di negara tersebut menunjukkan kenaikan
hingga 12.3% (KKP 2017). Seiring meningkatnya kebutuhan konsumsi patin
artinya produksi ikan tersebut juga harus ditingkatkan. Terjadinya peningkatan
produksi ikan maka akan menjadikan hasil samping pengolahan juga ikut
meningkat. Hasil samping ini seharusnya dapat dimanfaatkan dengan cara diolah
menjadi produk yang bernilai tambah. Hal ini juga sesuai dengan permintaan para
pelaku usaha fillet ikan patin yang mengeluhkan hasil samping dari ikan patin
yang hanya dimanfaatkan untuk pembuatan pakan ikan dengan nilai jual yang
rendah padahal keberadaan hasil samping tersebut sangat berlimpah. Berdasarkan
keterangan di atas, dilakukan percobaan untuk memanfaatkan hasil samping
tersebut dengan mengolahnya menjadi produk bernilai tambah salah satunya
adalah minyak ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sathivel et al 2002) bahwa
rendemen daging ikan pada proses pengolahan filet umumnya mencapai sekitar
45% sedangkan bagian lainnya termasuk isi perut, lemak abdomen, tulang, kulit,
dan hasil pengeratan atau trimming sebesar 55% belum dimanfaatkan secara
optimal.
Minyak ikan dari hasil samping pengolahan ikan patin dapat diperoleh dari
6 bagian tubuh yang menjadi hasil samping yaitu kepala, tulang ekor, daging belly
2

flap (daging bagian perut), daging sisa trimming, kulit, dan isi perut (jeroan).
Ketersediaan hasil samping tertinggi yaitu terdapat pada daging trimming dan
daging belly flap. Hastarini (2012) melaporkan bahwa kadar lemak yang terdapat
pada daging belly flap ikan patin P. hypopthalmus adalah sebesar 36.21±0.59 dan
pada bagian trimming mengandung lemak sebesar 6.63±0.50. Hastarini (2012)
melaporkan bahwa rendemen minyak ikan kasar yang dihasilkan oleh daging belly
flap dan daging sisa trimming berturut-turut yaitu sebesar 27% dan 8%. dan pada
bagian trimming menghasilkan minyak. Rendemen minyak ikan kasar yang
dihasilkan oleh daging sisa trimming tersebut jauh hasilnya dibandingkan dari
daging belly flap, namun rendemen daging sisa trimming di industri pengolahan
ikan patin ketersediaannya lebih banyak sehingga pembuatan minyak ikan patin
dari daging belly flap dan daging sisa trimming dianggap berpotensi sebagai
bahan baku pembuatan mayones.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa pembuatan
mayones bergantung pada minyak yang digunakan sebagai bahan baku. Penelitian
mengenai perbedaan konsentrasi minyak nabati dalam proses pembuatan mayones
dan pengaruhnya terhadap sifat fisik-kimia, viskositas dan organoleptik telah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebagai berikut. Amertaningtyas dan Jaya (2011)
melakukan penelitian untuk mengetahui sifat fisiko-kimia mayones dengan
berbagai konsentrasi minyak kedelai dan telur ayam buras. Hasilnya dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi minyak terbaik ditunjukkan
pada produk dengan kandungan minyak sebanyak 75% dan kuning telur ayam
buras sebanyak 9%.
Penelitian mengenai penggunaan dan penambahan minyak ikan dalam
suatu produk telah dilakukan. Riyanto (1998) melakukan penelitian untuk
menganalisa perubahan yang terjadi terhadap kestabilan asam lemak omega--3
dalam mayones yang dibuat dari sari minyak ikan hasil samping pengalengan
lemuru selama penyimpanan 0-30 hari. Lestari (2010) melakukan penelitian untuk
mengetahui formulasi optimum “high nutritive value” margarin yang dibuat dari
minyak ikan patin.
Penelitian pendahuluan telah dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
penambahan minyak ikan dan kuning telur yang optimal sehingga menghasilkan
mayones dengan kualitas terbaik yang mendekati standar mayones berdasarkan
SNI dan disukai oleh panelis pada uji sensori. Penambahan minyak ikan dilakukan
dengan skala 50 : 50 (minyak ikan patin : minyak jagung). Penentuan formulasi
dilakukan menggunakan Response Surface Method (RSM). Hasilnya
menunjukkan bahwa mayones dengan kualitas terbaik dihasilkan pada konsentrasi
minyak 66.7% dan kuning telur 14% per 500 g produk mayones.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan mayones minyak ikan patin dengan
parameter konsentrasi dan jenis minyak ikan yang berbeda.

Rumusan Masalah
Produksi ikan patin yang meningkat dan keluhan para pelaku usaha ikan
patin yang hanya memanfaatkan fillet daging ikan patin dan meninggalkan hasil
samping yaitu pada bagian belly flap dan daging trimming. Berdasarkan hal
tersebut maka dilakukan alternatif solusi untuk memanfaatkan hasil samping yang
3

berasal dari belly dan trimming ikan patin yang mengandung lipid untuk
diekstraksi minyaknya sebagai bahan pembuatan mayones.
Mayones merupakan produk olahan berupa emulsi minyak dalam air
dengan penggunaan kuning telur sebagai pengemulsi dan biasanya terdiri atas 70
– 80% minyak. Mayones yang dipasarkan di Indonesia kebanyakan terbuat dari
minyak kedelai, namun saat ini Indonesia masih belum mampu memenuhi
kebutuhan minyak kedelai sehingga mengandalkan minyak kedelai yang diimpor
dari negara lain.
Alternatif solusi untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan
mensubtitusi penggunaan minyak kedelai dengan minyak ikan patin dari limbah
hasil samping pengolahan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan belly flap dan trimming ikan
patin dari hasil samping pengolahan untuk pembuatan mayones dengan berbagai
konsentrasi minyak ikan dan jenis minyak ikan yang berbeda untuk menghasilkan
mayones terbaik, serta untuk mengetahui pengaruh penambahan daging lumatan
ikan patin terhadap rasa mayones.

Hipotesis Penelitian

Mayones yang dibuat dari berbagai konsentrasi minyak dan emulsifier


serta dari dua jenis emulsifier yang berbeda akan menghasilkan karakteristik
fisiko-kimia dan sensori yang berbeda.
4

Mayones

Penggunaan Minyak Emulsifier

Riyanto (1998) menguji tingkat Pradhananga dan Adhikari (2014)


kestabilan asam lemak omega-- mengevaluasi sensori dan kualitas
3 dalam mayones sari minyak mayones dengan penambahan
ikan lemuru susu skim

Kumolontang dan Muis (2013) Setiawan et al (2015)


mengkarakterisasi fisiko-kimia menganalisis pengaruh
mayones dari berbagai penggunaan berbagai jenis
konsentrasi VCO kuning telur terhadap kestabilan
fisiko-kimia mayones

Rasool et al (2013) Rusalim et al (2017)


mengkarakterisasi kualitas menganalisis sifat fisik mayones
mayones dengan penambahan dari berbagai konsentrasi putih
berbagai konsentrasi corn oil dan kuning telur

Usman et al (2015) menggunakan


berbagai jenis minyak nabati
untuk melihat sifat-fisik dan
akspetabilitas mayones

Karakterisasi fisiko-kimia mayones dari minyak belly flap


ikan patin hasil samping pengolahan
Pengaruh penggunaan berbagai konsentrasi emulsifier
terhadap mayones
Pengaruh penambahan daging lumatan ikan patin terhadap
mayones

Gambar 1. Diagram road map penelitian


5

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Patin (Pangasius sp.)


Ikan patin (Pangasius sp.) adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia
yang telah berhasil didomestikasi. Jenis-jenis ikan patin di Indonesia sangat
banyak, antara lain Pangasius pangasius atau Pangasius jambal, Pangasius
humeralis, Pangasius lithostoma, Pangasius nasutus, Pangasius polyuranodon,
Pangasius niewenhuisii sedangkan Pangasius sutchi dan Pangasius hypopthalmus
yang dikenal sebagai jambal siam atau lele bangkok merupakan ikan introduksi
dari Thailand (Kordi 2005).
Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih, tidak
berissik, kepala kecil, mata kecil, serta mulut di ujung kepala dan lebar. Panjang
tubuh ikan patin dapat mencapai ukuran 120 cm. Warna tubuh ikan patin pada
bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan bagian perut putih keperak-
perakan (Susanto dan Khairul 2007). Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984)
adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypopthalmus

Gambar 2. Ikan Patin siam (Pangasius hypopthalmus)


Sumber : Mahyudin (2010)

Pada permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang ukurannya
sangat kecil dan sirip ekornya membentuk cagak dengan bentuk simetris. Sirip
duburnya agak panjang dan mempunyai 30 – 33 jari-jari lunak, sirip perutnya
terdapat 6 jari-jari lunak, sedangkan pada sirip dada terdapat sebuah jari-jari keras
yang berubah senjata atau yang dikenal sebagai patil dan memiliki 12 jari-jari
lunak (Susanto dan Amri 1996).
6

Kandungan Lemak pada Ikan Patin (Pangasius sp.)


Komposisi kimia ikan bervariasi tergantung dari spesies, jenis kelamin,
umur, musim, kondisi ikan dan habitat serta makanan. Komposisi ikan Patin
mengandung kandungan air 75,7%, protein 16,08%, lemak 5,75%, abu 0,97%,
dan karbohidrat 1,5% (Panagan 2012 dalam Isnani 2013). Ikan Patin mempunyai
potensi dalam pemanfaatan minyak sebagai sumber asam lemak tak jenuh
omega--3 dan omega--6 dalam peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan dan
gizi masyarakat dibanding dengan kadar lemak ikan tawar lainnya seperti ikan
gabus dan mas yaitu 4,0% dan 2,9%, ikan Patin memiliki kadar lemak yang lebih
tinggi (Panagan et al 2012). Tubuh ikan Patin didominasi oleh daging, yaitu
mencapai 49%, sedangkan komposisi lainnya yaitu kulit, tulang, kepala, belly,
perut dan daging sisa trimming. Kandungan lemak ikan Patin dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan lemak bagian tubuh ikan Patin siam dan jambal
Bagian tubuh Kadar lemak (%)
Patin Siam Patin Jambal
Daging fillet skinless 2.72±0.09 2.89±0.19
Kepala 11.20±0.66 10.85±0.12
Tulang dan ekor 13.10±0.6 11.90±0.63
Daging belly flap 36.21±0.59 36.50±0.31
Daging sisa trimming 6.63±0.50 10.75±0.98
Kulit 7.90±1.03 6.61±0.84
Perut 26.51±0.55 35.32±0.65
Sumber : Hastarini, 2012

Lemak dan Minyak


Lemak dan minyak merupakan zat penting untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia. Selain itu, lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif
dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak dapat
menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4
kkal/gram. Minyak dan lemak khususnya minyak nabati mengandung asam-asam
lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat dan arkidonat yang dapat
mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolestrol. Minyak
atau lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin A,D, E dan K
(Winarno 2008).
Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai
media penghantar panas, seperti minyak goreng, mentega putih, lemak (gajih),
mentega dan margarin. Disamping itu, menambahan lemak dimaksudkan untuk
menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan. Sifat dari
lemak merupakan bahan padat dalam suhu kamar, sedangkan minyak dalam
bentuk cair dalam suhu kamar tetapi keduanya terdiri dari molekul trigliserida
(Winarno 2008).
Lemak merupakan bahan padat yang padat pada suhu kamar, diantaranya
disebabkan kandungan yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia
7

tidak mengandung ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur yang lebih
tinggi. Contoh asam lemak jenuh yang banyak terdapat adalah asam palmitat dan
asam stearat. Sedangkan minyak merupakan bahan cair yang disebabkan
rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang memiliki satu atau
lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya sehingga mempunyai titik
lebur yang rendah (Winarno 2008).
Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam
lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal diantara atom-atom karbon
penyusunnya, sementara asam lemak lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu
ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya, semakin panjang rantai C
penyusunnya, semakin mudah membeku dan semakin sukar larut. Asam lemak tak
jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (Hastarini 2012). Asam lemak mempunyai
jumlah atom C genap dari C2 sampai C30. Asam lemak jenuh yang paling banyak
ditemukan dalam bahan pangan adalah asam palmitat, yaitu 15-50% dari seluruh
asam lemak yang ada. Asam lemak stearat terdapat dalam konsentrasi tinggi pada
lemak dan biji-bijian tanaman sekitar 25% dari asam-asam lemak yang ada. Asam
lemak dengan atom C lebih dari dua belas tidak larut dalam air dingin maupun air
panas. Asam lemak dari C4, C6, C8, dan C10 dapat menguap dan asam lemak C 12
dan C14 sedikit menguap (Winarno 2008).

Minyak Ikan
Minyak ikan merupakan komponen lemak dalam bentuk jaringan tubuh
ikan yang telah diekstrak dalam bentuk minyak. Minyak ikan mempunyai jenis
asam lemak yang lebih beragam dibandingkan dengan jenis minyak lainnya,
dengan kandungan asam lemak omega--3 yaitu EPA dan DHA yang terdapat
dalam minyak ikan (Estiasih 2009). Konsumsi EPA dan DHA dalam jangka
waktu panjang terbukti berdampak positif terhadap penderita penyakit jantung
koroner, yaitu mampu menurunkan resiko kematian mendadak hingga 45 % jika
dibandingkan terhadap penderita yang tidak mengkonsumsi EPA dan DHA (Haris
2004). EPA dan DHA dapat juga menurunkan kolesterol dalam darah khususnya
LDL, anti agregasi platelet, dan anti inflamasi (Haris 2004).
Minyak dalam ikan lebih banyak terdapat pada daging merah dibanding
dengan daging putih. Selain dalam daging, minyak juga terdapat dalam bagian
tubuh lain seperti hati, dan belly. Proses untuk mendapatkan minyak ikan dengan
kualitas yang baik ada 2 tahap yaitu proses ekstraksi minyak dan proses
pemurnian. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak
dari bahan yang mengandung minyak atau lemak (Hastarini 2012). Ekstraksi yang
paling banyak dilakukan adalah ekstraksi basah (wet rendering) yang meliputi
pemasakan daging belly dengan air panas untuk merusak struktur sel dan
pengepresan terhadap minyak yang telah dipanaskan. Fraksi cair yang diperoleh
dari pengepresan merupakan fraksi yang mengandung minyak ikan, begitu juga
komponen minor lainnya yang tersuspensi seperti padatan protein dan air.
Minyak ikan mempunyai jenis asam lemak yang lebih beragam
dibandingkan dengan jenis minyak lain. Kandungan asam lemak dominannya
adalah asam lemak omega-3 terutama EPA dan DHA. Asam lemak omega-3
dalam minyak ikan umumnya berada pada posisi sn-2, selain trigliserida minyak
ikan juga mempunyai komponen lain seperti fosfolipid. Selain omega-3, minyak
ikan juga mengandung omega--6 dan omega-9 yang memiliki peranan penting
8

bagi kesehatan. Peran omega-3 didukung dengan keberadaan omega-6. Kombinasi


omega-3, omega-6 dan omega-9 juga dipercaya mampu meningkatkan fungsi
kognitif dan kemampuan visual bayi. Bayi yang berkecukupan omega-3, omega-6
dan omega-9 memiliki tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan bayi yang
kurang atau tidak mendapat asupan omega-3, omega-6 dan omega-9 (Nurasmi
2009). Minyak ikan Patin memiliki profil asam lemak menurut Hastarini (2012)
adalah :
Tabel 2. Profil asam lemak pada minyak belly Patin
Kandungan Jumlah (%)
C14:0 (miristat) 4.23%
C16:0 (palmitat) 34.61%
C18:0 (Stearat) 7.61%
C20:0 (aracidat) 0.31%
C18:1 (oleat) 33.64%
C18:2 (linoleat) 12.81%
C18:3 (linolenat) 0.88%
C20:5 (EPA) 0.45%
C22:6 (DHA) 0.95%
Sumber : Hastarini, 2012
Ekstraksi Minyak Ikan
Ekstraksi minyak ikan adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau
lemak dari bahan yang mengandung minyak/lemak. Proses ekstraksi (pemisahan
minyak ikan) diawali dengan pengukusan atau perebusan yang merupakan cara
ekstraksi basah (wet rendering) (Estiasih 2009). Ekstraksi ini adalah cara yang
paling banyak digunakan yaitu meliputi pencincangan, pemasakan ikan dengan
uap air panas, pengepresan dan pengeringan.
Bahan yang mengandung minyak perlakuan pendahuluan, misalnya
dipotong-potong atau dihancurkan, dilakukan pemasakan dengan uap air panas
yang bertujuan untuk merusak struktur sel dan mengkoagulasi protein yang ada
pada dinding sel menjadi permeabel terhadap minyak sehingga menyebabkan
viskositas menurun sehingga minyak lebih mudah mengalir keluar jaringan
(Sukarti 2008). Pengepresan menghasilkan dua bagian, yaitu padatan (press cake)
dan cairan (press liquor). Padatan dipakai sebagai bahan pembuatan tepung.
Cairan yang diperoleh dari pengepresan merupakan fraksi yang mengandung
minyak ikan. Fraksi cair hasil pengepresan mengandung komponen-komponen
minor yang tersuspensi sebagai padatan protein, air dan minyak. Fraksi cair ini
diolah lebih lanjut melalui serangkaian proses penyaringan dengan corong pisah
yang bertujuan untuk memisahkan minyak dengan air dan dilakukan pencucian
terhadap minyak kasar yang dihasilkan (Estiasih 2009).

Mayones
Mayones merupakan salah satu contoh poduk emulsi minyak dalam air
dimana protein dalam kuning telur berfungsi sebagai agen pengemulsi (Gaonkar
et al 2010). Komponen utama dalam pembuatan mayonnaise antara lain minyak
9

nabati sebagai medium terdispersi, kuning telur sebagai emulsifier, dan vinegar &
air sebagai medium pendispersi (Evanuarini et al 2016). Proses emulsifikasi
terbentuk karena adanya pencampuran bahan kuning telur, air jeruk/vinegar dan
bahan-bahan lain serta dengan penambahan minyak sedikit demi sedikit. Mayones
umumnya mengandung lemak sebesar 70-80% (Ritvanen 2013).
Konsentrasi minyak yang berbeda dalam mayonnaise dapat memberikan
pengaruh terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur. Wendi et al (1999) melakukan
studi mengenai pengaruh kandungan jumlah minyak yang berbeda terhadap rasa
dan tekstur mayones. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan mayonnaise
yaitu pada proses penambahan minyak dan bahan-bahan lain yang harus
dilakukan secara bertahap dan sedikit demi sedikit agar tidak merusak emulsi
yang dibentuk. Menurut Depree dan Savage (2001) apabila larutan atau bahan
dicampurkan secara langsung dengan minyak maka hasil yang akan terbentuk
berupa emulsi air dalam minyak sehingga menghasilkan viskositas mayones yang
encer seperti viskositas minyak nabati yang ditambahkan.

Syarat Mutu Mayones


Tabel 1. Standar mutu saus emulsifikasi menurut SNI 4473-2018
10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2019 sampai Januari
2020 di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan (BBRP2BKP), Balitbang Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Jalan Petamburan VI, Slipi, Jakarta.

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan untuk pembuatan mayones meliputi minyak belly
flap dan daging sisa trimming ikan patin dari hasil samping pengolahan, kuning
telur ayam, air jeruk, gula, garam, air hangat, mustard, natrium benzoat.
Bahan untuk analisa kimia adalah HCl 37%, aquades, eter, H 2SO4, butir
katalis, KOH 0,1 N, eter:etanol 95%, fenol fetalin, klhoroform, wijs, KI, amilum,
HCl 0,5 N, etil alkohol, asam asetat:kloroform (3:2), KI jenuh, Na 2O3S2 dan kertas
pH. Bahan untuk analisa mikroorganisme adalah larutan butterfield’s phosphate
buffered (BFP), Plate Count Agar (PCA) dan aquades.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat ekstraksi, alat pemotong
daging, beaker glass, corong pisah kaca, gelas ukur, baskom, panci perebusan,
termometer, timbangan, tempat penampung air, botol kaca, batang pengaduk,
hand mixer, wadah timbang baskom stainless, sentrifuse, gunting, chilling, hand
mixer, dan wadah kemasan. Alat untuk pengujian meliputi cawan, desikator, oven,
furnace, erlenmeyer, timbangan, pipet ukur, beaker glass, soxhlet, kjeltect, titrasi,
petry dish, botol plastik, botol kaca, coloni counter, labu lemak, gelas ukur,
gegep, sendok timbang, gelas piala, stirer dan Viscometer Brook Field.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi 2 tahap yaitu tahap pertama penelitian
pendahuluan yang bertujuan untuk memperoleh formulasi mayones optimal
berdasarkan RSM. Selanjutnya setelah diperoleh hasil yang optimal, dilanjutkan
dengan tahap yang kedua yaitu penelitian utama yang terdiri atas (2) Ekstraksi
minyak ikan (3) Formulasi mayones, (3) Percobaan pengaruh penambahan
konsentrasi dan jenis minyak ikan patin dari bagian tubuh yang berbeda pada
mayones dan (4) Analisis produk mayones, dan (5) Analisis data.

Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan telah dilakukan untuk memperoleh formulassi
mayones dengan komposisi terbaik sehingga dihasilkan mayones yang terbaik.
Optimasi dilakukan dengan menggunakan metode RSM dengan parameter
minyak, kuning telur, dan trimming. Produk mayones yang telah dibuat kemudian
dianalisis. Analisis yang dilakukan yaitu analisis fisiko-kimia, mikrobiologi, dan
sensori. Berdasarkan solusi optimasi yang dihasilkan oleh RSM dan pengamatan
yang dilakukan terhadap hasil analisis sensori produk mayones, maka dipilihlah
minyak dengan konsentrasi 65% (dengan rasio antara minyak ikan:minyak nabati
yaitu 50:50) dan kuning telur dengan konsentrasi 14%. Berdasarkan pengamatan,
tingkat kesukaan panelis terbatas hanya sampai pada konsentrasi minyak 65%.
11

Sehingga pada penelitian ini akan dilakukan percobaan penurunan konsentrasi


minyak ikan dan menambah konsentrasi minyak nabati.
Ekstraksi Minyak Ikan
Ekstraksi minyak dilakukan dengan metode wet rendering (perebusan) dan
pengepresan. Tahapan awal dari ekstraksi adalah persiapan bahan baku, tahap
persiapan ini meliputi pengambilan sampel belly flap dan sisa trimming ikan patin
yang merupakan hasil samping fillet ikan patin dari perusahaan PT. Adib Food
Suplies yang bertempat di Karawang dimana hasil samping tersebut tersedia
dalam jumlah yang besar dan belum dimanfaatkan. Sampel kemudian dipotong
menjadi bagian kecil dengan menggunakan silent cutter. Daging belly flap dan
trimming kemudian diekstraksi dengan mengacu pada metode Hastarini (2012).
Ekstrasi minyak kasar dapat dilihat pada Gambar 3.

Sampel belly dan trimming

Analisis kadar
air, abu, lemak,
Pemotongan dan protein

Penambahan air
(1:3)

Perebusan pada
suhu 70˚C selama
30 menit

Penyaringan

Campuran Padatan daging belly


minyak dan air

Pengepresan

Pemisahan minyak
dari air dengan Minyak Sisa padatan
corong pemisah
Karakterisasi minyak
kasar: angka
peroksida, IOD, FFA,
Minyak kasar dan penyabunan
12

Gambar 3. Ekstrasi minyak ikan kasar (crude oil)


Formulasi Mayones
Pembuatan mayones mengacu pada penelitian pendahuluan dengan
metode eksperimen. Pembuatan mayones dilakukan dengan memisahkan bahan
berdasarkan fase minyak dan fase air. Adapun bahan yang merupakan fase
minyak yaitu minyak ikan, minyak nabati, kuning telur, lada, mustard, dan gula
sedangkan bahan yang termasuk dalam fase air yaitu air, air jeruk, natrium
benzoat, garam, dan gum. Pencampuran semua bahan fase air dan diaduk dengan
mixer dengan kecepatan rendah selama 5 menit hingga homogen. Selanjutnya
pencampuran bahan fase minyak dan diaduk dengan mixer dengan kecepatan
rendah selama 5 menit. Penambahan minyak dilakukan sedikit demi sedikit. Fase
minyak dicampurkan ke dalam fase air dan diaduk dengan mixer kecepatan tinggi
hingga terbentukemulsi minyak dalam air. Setelah emulsi terbentuk, tambahkan
daging trimming dan wijen. Mayonnaise dimasukkan ke dalam wadah tertutup
dan disimpan pada suhu refrigerator sebelum dilakukan pengujian.

Tabel 2. Formulasi mayones


Bahan Formula (g)
Kontro F1 F2 F3 F4
l
Minyak Ikan 0 146,25 130 113,75 97,5
Minyak Nabati 325 178,75 195 211,25 227,5
Kuning telur 75 75 75 75 75
Mustard 5 5 5 5 5
Garam 4 4 4 4 4
Lada 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Air Jeruk 15 15 15 15 15
Air Hangat 20 20 20 20 20
Gula 21 21 21 21 21
Na. Benzoat 1 1 1 1 1
Trimming 20 20 20 20 20
Wijen 10 10 10 10 10
Gum 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Total 500 500 500 500 500
13

Persiapan bahan

Pemisahan bahan fase minyak dan fase air

Campur semua bahan fase air. Mixer hingga semua bahan tercampur
rata selama 5 menit

Dalam wadah lain, campurkan bahan fase kering Mixer hingga


tercampur rata selama 5 menit

Penambahan minyak sedikit demi sedikit hingga membentuk emulsi

Pencampuran fase minyak dan fase air dan mixer kembali hingga
keduanya homogen.

Penambahan daging trimming dan wijen sedikit demi sedikit

Pencampuran kembali fase minyak dan fase air dan mixer hingga
keduanya homogen.

Mayones

Penyimpanan mayones sebelum dilakukan pengujian

Gambar 4. Diagram alir pembuatan mayones


14

Prosedur Analisis

Karakterisasi Minyak Kasar (Crude Oil)


Bilangan peroksida
Prosedur pengujian bilangan peroksida menurut Yunizal et al (1998), adalah
timbang smapel sebanyak 5 gram pada erlenmeyer, tambahkan 30 ml asam asetat :
chloroform (3:2). Kocok hingga sampel larut. Tambahkan 0,5 KI jenuh, diamkan
ditempat gelap selama 5 menit. tambahkan aquades 30 ml. Titrasi dengan Na 2S2O3
sampai berwarna kuning hampir hilang. Tambahkan 0,5 ml amilum 1% titrasi
dengan Na2S2O3 sampai biru menghilang. Adapun perhitungan bilangan peroksida
sebagai berikut :

ml Na2 S 2O 3 x N Thio x 1000


Bilangan Peroksida =
Berat sampel

Asam Lemak Bebas/Free Fatty Acid (FFA)


Angka asam adalah banyaknya miligram KOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak. Prosedur
analisa FFA menurut Yunizal et al (1998), adalah timbang sebanyak ± 1 g
masukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml eter: etanol 95% (1:1)
campur sampai homogen. Tambahkan 3 tetes indikator fenolfetalin 1%. Alkohol
berfungsi untuk melarutkan asam. Setelah itu dititrasi dengan KOH 0,1
menggunakan PP sampai tepat berwarna merah jambu.

ml KOH X N KOH X BM KOH


FFA =
Berat sampel( g)

Bilangan iod
Angka iod adalah jumlah gam iod yang dapat diikat oleh 100 gram lemak
atau minyak. Analisa pengujian iod menurut Yunizal et al (1998), adalah timbang
sampel sebanyak 0,5 gram tambahkan 10 ml khlorofom dan tambahkan 25 ml
wijs biarkan 1 jam ditempat gelas setelah itu kocok-kocok 3 menit sekali.
Tambahkan 10 ml KI 15%. Titrasi dengan larutan standar Na 2S203 0,1 N sampai
berwarna kuning gampir hilang. Tambahkan 2 ml larutan amilum 1% titrasi
sampai berwarna biru menghilang.

ml titrasi (blanko−sampel)
Angka Iod = x N Thio x 12,
Berat sampel
6
15

Bilangan penyabunan
Angka penyabunan adalah banyaknya miligram KOH yang dibutuhkan
untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Analisa pengujian bilangan
penyabunan menurut Yunizal dkk (1998), adalah timbang 2 gram dalam botol
timbang kemudian pindahkan1 kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml KOH
0,5 N dalam alkohol serta beberapa butir batu didih. Setelah ditutup dengan
pendingin balik, dididihkan dengan hati-hati selama 1 jam sehingga minyak dan
KOH bercampur homogen. Setelah dingin ditambahkan beberapa tetes dikator PP
dan titrasi kelebihan KOH dengan larutan standar 0,5 N HCl sampai menjadi biru
menghilang/tidak berwarna. Hal ini dilakukan terhadap blanko (titrasi tanpa
menggunakan sampel). Bilangan penyabunan dihitung sebagai berikut:

28 , 05 x (titrasi blanko – titrasi sampel )


Perhitungan =
Berat sampel

Analisis Fisiko Kimia


Kadar air (SNI 2354.2-2015)
Sebelum digunakan, cawan kosong dikeringkan di dalam oven dengan
suhu 105 oC minimal 2 jam. Cawan kosong dipindahkan ke dalam desikator
selama sekitar 30 menit sampai mencapai suhu ruang dan timbang bobot cawan
kosong. Sampel ditimbang sebanyak 2 g ke dalam cawan. Cawan yang telah diisi
sampel domasukkan ke dalam oven pada suhu 105 oC selama 16 jam – 24 jam.
Cawan dipindahkan dengan alat penjepit ke dalam desikator selama ± 30 menit.
Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:
( B−C)
Kadar air = x 100 %
( B− A)
Keterangan :
A = Berat kering cawan (g)
B = Berat kering cawan dan sampel awal (g)
C = Berat cawan kering dan sampel setelah dikeringkan (g)

Kadar abu (SNI 2354.1: 2010)


Masukkan cawan porselin pada oven, oven selama 24 jam atau minimal 2
jam. Cawan yang sudah dioven kemudian dimasukkan pada desikator selama 30
menit. masukkan sampel sebanyak 2 gram. Masukkan sampel pada tungku
pengabuan, naikkan suhu tempertur secara bertahap suhu mencapai 300˚C selama
2 jam, lalu naikkan suhu menjadi 550˚C pertahankan suhu tersebut sampai 16-24
jam atau sampai memperoleh warna abu putih.Setelah selesai turunkan suhu
menjadi 300˚C selama 3 jam. Apabila sampel belum mengabu, sampel diteteskan
dengan aquades sebanyak 3 tetes lalu panaskan pada suhu 550 ˚C selama 3 jam
dan turunkan suhu menjadi 300 ˚C. Setelah itu masukkan desikator selama 30
menit kemudian timbang berat konstan abu yang diperoleh. Kadar abu dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
(B− A)
Kadar abu (%) = x 100 %
Berat contoh
16

Keterangan:
A = Berat cawan konstan (g)
B = Berat cawan dan berat abu kering (g)
Berat contoh = sampel (g)

Kadar lemak (SNI 01-2354.3-2006)


Timbang labu alas bulat kosong kemudian timbang sampel sebanyak 2 g
dan masukkan ke dalam selongsong lemak. Masukkan berturut-turut 150 ml
chloroform ke dalam labu alas bulat, selongsong lemak ke dalam extractor
soxhlet, dan pasang rangkaian soxhlet dengan benar. Lakukan ekstraksi pada suhu
60 oC selama 8 jam/ Evaporasi campuran lemak dan chloroform dalam labu alas
bulat sampai kering. Masukkan labu alas bulat yang berisi lemak ke dalam oven
suhu 105 oC selama ± 2 jam untuk menghilangkan sisa chloroform dan uap air.
Dinginkan labu lemak di dalam desikator selama 30 menit. Timbang berat labu
alat bulat yang berisi lemak sampai berat konstan. Kadar lemak dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

(W 3−W 2)
Kadar lemak (%) = x 100 %
W1

Keterangan :
W1 = Bobot sampel (g)
W2 = Bobot labu lemak kosong (g)
W3 = Bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

Kadar protein (AOAC, 2001)


Analisis kadar protein metode kjeldahl adalah sampel ditimbang sebanyak
0,5 gram. Pengisian sampel kedalam labu. Tambahkan 7 g K 2SO4 dan 0,8 g
CuSO4 kedalam labu. Tambah larutan H 2SO4 sebanyak 10 ml. Proses destruksi
dilakukan didalam ruangan asam dengan memanaskan sampel sampai berwarna
hijau tosca. Pendinginan labu dilakukan dengan cara didiamkan selama 20 menit.
Penambahan 25 ml akuades kedalam labu kjeldahl yang berisi sampel. Tambah 50
ml NaOH 40% dan bebarapa batu didih ke dalam labu kjeldahl yang berisi
sampel. Tambahkan 30 ml H3BO3 kedalam erlenmeyer dengan ditambahkan
indikator BCG-MR 3 tetes. Perangkaian alat destilasi. Destilat yang diperoleh dari
hasil destilasi dititrasi dengan menggunakan larutan standar HCl 0,1 N hingga
warna larutan berubah menjadi merah muda seulas. Lakukan prosedur yang sama
untuk menghitung % N blanko (sampel diganti dengan akuades.

Viskositas
Uji viskositas (kekentalan dilakukan dengan menggunakan alat LV
Brookfield Viscometer. Nomor spindle yang akan digunakan ditentukan sebelum
melakukan pengukuran sampel. Sampel yang memiliki viskositas yang kental
17

sebaiknya menggunakan nomor sprindle yang paling besar dengan kecepatan


putaran yang rendah.
Pengukuran sampel dilakukan dengan mengatur ketinggian sampel dalam gelas
hingga tanda garis pada sprindle tercelup di dalam sampel mayones. Selanjutnya
alat dihidupkan dan jarum indikator akan berputar selama 1 menit dan tarik tuas
penjepit hingga posisi jarum indikator tidak dapat berpindah. Matikan alat dan
selanjutnya hasil pengujian akan muncul. Kalikan angka tersebut dengan faktor
pengali untuk spindle 4 dan kecepatan 30 rpm yaitu sebesar 200.

Warna
Alat yang digunakan untuk mengukur warna mayonnaise yaitu
Chromameter CR-300 Minolta. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan
sampel pada cawan khusus hingga setengah bagian dari cawan. Pengukuran
dilakukan pada tiga titik sampel yang berbeda dengan measurung head sebanyak
tiga kali. Hasil pengukuran tercatat dengan huruf skala L*, a*, dan b*. Adapu
keterangannya yaitu nilai L menunjukkan tingkat kecerahan (0 = hitam, 100 =
putih). Warna kromatik campuran merah-hijau ditunjukkan oleh nilai a, (a+) = 0 –
80 untuk warna merah dan (a-) = 0 -80 untuk warna hijau. Sementara itu unutk
warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b, (b+) = 0 – 70
untuk warna kuning dan (b-) = 0 – 70 untuk warna biru.

Analisis Mikrobiologi
Pengujian Angka Lempeng Total (ALT)
Prosedur pengujian ALT menurut SNI 2332.3:2015 adalah timbang berat
sampel sebanyak 25 gram, masukkan pada wadah steril dan tambahkan 225 ml
larutan Butterfield’s Phosphate Buffered. Homogenkan dengan stomacher selama
2 menit. homogent ini merupakan pengenceran 10 -1. Dengan pipet steril ambil 10
ml pengenceran 10-1 dan masukkan ke dalam 9 ml larutan BFP untuk
mendapatkan pengenceran 10-2. Siapkan pengenceran 10-3 dengan mengambil 10
ml contoh dari pengenceran 10-2 kedalam larutan BFP pengeceran 10-3 masing-
masing pengenceran dimasukkan pada media PCA. Lalu inkubasi pada suhu 35˚C
selama 48 jam lalu hitung koloni ALT pada cawan petry dish tersebut.
Perhitungan Angka Lempeng Total sebagai berikut :

∑C
N=
Keterangan : [(1 x n 1)+(0 , 1 x n 2)] x ¿ ¿

N = jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni/g


∑C = jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d = pengenceran pertama yang dihitung.
18

Uji Sensori Produk Mayones


Uji sensori merupakan uji yang melibatkan panelis terlatih sebanyak 20
orang dengan tujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sampel yang
dibuat berdasarkan tingkat kesukaan, aroma, rasa, dan tekstur sampel. Panelis
diminta untuk mengisi form penilaian yang terdiri atas beberapa range nilai.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data


Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap Faktorial
(RALF) dengan perlakuan penambahan minyak dengan konsentrasi rasio (minyak
ikan : minyak nabati) berbeda (0 : 100, 30 : 70, 35: 65, 40: 60, 45: 55) dengan
jenis minyak yang berbeda (belly dan trimming). Semua perlakuan dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan ANOVA, jika terdapat perbedaan perbedaan kemudian dilanjutkan
dngan uji Duncan pada taraf 5% menggunakan software SPSS. Model rancangan
penelitiannya adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk


Keterangan:
Yijk = respon terhadap konsentrasi minyak ke-i, jenis minyak ke-j, dan
ulangan ke-k
µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh konsentrasi minyak ke-i
βj = pengaruh jenis minyak ke-j
(αβ)ij = interaksi antara konsentrasi minyak ke-i dan jenis minyak ke-j
εijk = pengaruh acak pada konsentrasi minyak ke-i, jenis minyak ke-j, dan
ulangan ke-k

Tabel 3. Rancangan percobaan penelitian


Jenis minyak Ulangan Konsentrasi minyak
F0 F1 F2 F3 F4
A. Minyak belly
1 AF01 AF11 AF21 AF31 AF41
2 AF02 AF12 AF22 AF32 AF42
3 AF03 AF13 AF23 AF33 AF43
B. Minyak trimming
1 BF01 BF11 BF21 BF31 BF41
2 BF02 BF12 BF22 BF32 BF42
3 BF03 BF13 BF23 BF33 BF43
Keterangan:
Konsentrasi minyak = rasio perbandingan minyak ikan : minyak nabati
F0 =0 : 100
F1 = 30 : 70
F2 = 35 : 65
F3 = 40 : 60
F4 = 45 : 55
19

DAFTAR PUSTAKA
Amertaningtyas D, Jaya F. 2011. Sifat fisiko-kimia mayones dengan berbagai
tingkat konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras. Jurnal
Ilmu-Ilmu Peternakan 21(1): 1-6.
[AOAC] Association of Official Analytical of Chemist. 2001. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,
Virginia, USA : Published by The Association of Official Analytical of
Chemist, Inc.
[BSNI] Badan Standar Nasional Indonesia. 2002. SNI 01-3541-2002. Margarin.
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
______________________________. 2010. SNI 2354-1-2010. Cara Uji Kimia
Kadar Abu – Bagian 1 : Penentuan Kadar Abu dan Abu Tak Larut dalam
Asam Pada Produk Perikanan. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
______________________________. 2015. SNI 2354-2-2015. Cara Uji Kimia
Kadar Air – Bagian 2 : Penentuan Kadar Air pada Produk Perikanan.
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
______________________________. 2015. SNI 2332-3-2015. Cara Uji
Mikrobiologi – Bagian 3 : Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Pada
Produk Perikanan. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
______________________________. 2017. SNI 2354-3-2017. Cara Uji Kimia
Kadar Lemak – Bagian 3 : Penentuan Kadar Lemak pada Produk
Perikanan., Jakarta.
Estasih T. 2009. Minyak Ikan: Teknologi Penerapannya untuk Pangan dan
Kesehatan. Malang (ID): Graha Ilmu.
Ghufron. 2005. Budidaya Ikan Patin . Yayasan Pustaka Nusantara.Yogyakarta.
Hastarini E. 2012. Karakteristik minyak ikan dari limbah pengolahan filet ikan
patin siam (Pangasius hypothalmus) dan patin jambal (Pangasius djambal)
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kumolontang N, Muis A. 2013. Karakteristik fisiko-kimia mayones dengan
berbagai tingkat konsentrasi VCO dan kuning telur. Jurnal Penelitian
Teknologi Industri 5(2): 58-65.
Lestari N. 2010. Formulasi dan kondisi optimum proses pengolahan ‘high
nutritive value’ margarin dari minyak ikan patin (Pangasius sp.). Jurnal
Riset Industri 4(1): 35-42.
Mahyudin. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Patin . Penebar Swadaya. Jakarta
Montgomey DC. 2001. Design and Analysis of Experimental. New York (US): J.
Wiley Liu H, Xu XM, Guo Sh.D. 2006. Rheological, texture and sensory
20

properties of low fat mayones with different fat mimetics. LWT-Food


Science and Technology 40(2007): 946-954.
Pradhananga M, Adhikari B. 2014. Sensory and quality evaluation of mayones
and its effect on storage stability. Sunsari Technical College Journal 2(1):
48-53.
Ritvanen TK. 2003. Ripened cheese; The effect of fat modifications on sensory
characteristik and fatty acid composition [disertasi]. Helsinki (FI):
University of Helsinki.
Raissi S. 2009. Developing new proccess and optimizing performance using
response surface methodology. World Academy of Science Engineering
and Technology. 1:267-271.
Rasool G, Hussain S, Akam Z, Ibrahim MS. 2013. The effect of corn oil on the
quality characteristics of mayones. American Journal of Food Science and
Technology 1(3): 45-49.
Riyanto B. 1998. Mempelajari perubahan kestabilan asam lemak omega--3 dalam
mayones sari minyak ikan hasil samping pengalengan lemuru selama
penyimpanan. Buletin Teknologi Hasil Perairan 5(1): 10-12.
Rusalim MM, Tamrin, Gusnawaty. 2017. Analisis sifat fisik mayones berbahan
dasar putih telur dan kuning telur dengan penambahan berbagai jenis
minyak nabati. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan 2(5): 770-778.
Sathivel S, Prinyawiwatkul W, Gimm CC, King JM, Lloyd S. 2002. Fatty acid
composition of crude oil recovered from catfish viscera. J American Oil
Chem. Soc. 79 : 989-992.
Suseno SH, Jacoeb AM, Yocinta HP, Kamini. 2018. Kualitas minyak ikan
komersial (softgel) impor di wilayah Jawa Tengah. Jurnal Pengolahan
Hasil Perairan Indonesia 21(3): 556-564.
Usman NA, Wulandari E, Suradi K. 2015. Pengaruh jenis minyak nabati terhadap
sifat fisik dan akspetabilitas mayones. Jurnal Ilmu Ternak 15(2): 22-27.
Winarno. 1983. Kimia Pangan dan Gizi . PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
_______.1997. Kimia Pangan dan Gizi . PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
_______.2000. Kimia Pangan dan Gizi . PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
_______.2008. Kimia Pangan dan Gizi . PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai