Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KESELAMATAN PANGAN

MENGANALISIS HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL


CONTROL POINTS (HACCP) PADA BANDENG PRESTO

NAMA KELOMPOK:
MAS SALAM ()
MBAK DILA ()
MAS AYYUB ()
ANISA WITRI SOFIARANI (21030119420032)
A. Pendahuluan
Dalam industri makanan, sistem Quality Assurance (QA) seperti Good
Manufacturing Practice (GMP), Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP), International Organization for Standardization (ISO), merupakan
beberapa sistem yang digunakan untuk menjamin mutu makanan. Salah satu sistem
yang sering digunakan dalam pengendalian mutu dan jaminan kesehatan dalam
produksi makanan adalah Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).
HACCP mengidentifikasi apa yang salah dan perencanaan untuk mencegah resiko
dari material dan memastikan tindakan yang baik. Sederhananya HACCP
melibatkan pengendalian persediaan yang masuk ke suatu bisnis makanan. Sebelum
menerapkan HACCP, tindakan dasar dan kondisi kesehatan makanan harus ada
dalam bisnis makanan.
Sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk menjamin
keamanan produk pangan dalam industri pengolahan pangan dengan menggunakan
konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan
menyeluruh (komprehensif) dan bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan
mengendalikan bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan produk
pangan.
Secara teoritis terdapat tujuh prinsip dasar penting penerapan sistem
HACCP pada industri pangan seperti yang diekomedasikan baik oleh CAC (Codex
Alintarius Commission, 1993). Ketujuh prinsip dasar penting HACCP tersebut
adalah:
1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara
pencegahannya.
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP).
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang
teridentifikasi.
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
5. Menetapkan atau menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila
terjadi penyimpangan pada batas kritisnya.
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan
datanya (Record keeping).
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.
Persyaratan dasar (prerequisites) menjadi landasan untuk penerapan sistem
HACCP yang meliputi Prinsip Umum Higiene Pangan Codex, Standard Sanitation
Operation Procedures (SSOP), dan prinsip umum Good Manufacturing Practices
(GMP).
Pangan Halal menurut PP No. 69 tahun 1999 pasal 1 adalah pangan yang
tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi
umat islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan bantu, dan bahan
penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa
genetikadan radiasi pangan, dan yang pengelolaannya sesuai dengan ketentuan
hukum agama islam.
Sistem Jaminan Halal menurut (LPPOM MUI, 2005) adalah suatu system
yang disusun, dilaksanakan dan dipelihara oleh perusahaan pemegang sertifikat
halal dengan tujuan untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal sehingga
produk yang dihasilkan dapat dijamin kehalalannya. Pada dasarnya system jaminan
halal merupakan bagiandari kebijakan perusahaan yang disusun dalam suatu
dokumen tertulis yang terpisah dari dokumen system manajemen mutu lainnya.
Halal Assurance System (HAS) 23000 adalah dokumen yang berisi
persyaratan sertifikasi halal LPPOM MUI. Berikut adalah sebelas kriteria sistem
jaminan halal:
1. Kebijakan Halal.
2. Tim Manajemen Halal.
3. Pelatihan dan Edukasi.
4. Bahan.
5. Produk.
6. Fasilitas Produksi.
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis.
8. Kemampuan Telusur.
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
10. Audit Internal.
11. Kaji Ulang Manajemen.
B. Keterangan Lengkap atau Identifikasi Tentang Produk Bandeng Presto
yang dihasilkan
a. Identitas atau Karakteristik Produk
Berikut ini diberikan Tabel Identitas atau Karakteristik Produk presto
ikan bandeng
No Karakteristik Produk Uraian
1 Nama Produk Bandeng Presto
2 Komposisi Produk Bandeng, garam, bumbu rempah-
rempah
3 Metode Pengawetan Penggaraman dan Pemanasan
4 Pengemas Primer Plastik PP 0.8 mm
5 Umur simpan 7 hari pada suhu 10°C
(kedaluwarsa produk)
6 Saran khusus penyimpanan Simpan pada suhu rendah
7 Metode dan Kondisi Kendaraan roda 2/roda 4, dalam box
Distribusi berpendingin es (suhu dingin
maksimal 10°C)
8 Cara penyimpanan Suhu rendah (maksimal 10°C)
9 Saran penggunaan Digoreng atau dimasak lebih dulu
10 Persyaratan yang ditetapkan SNI 01-4106-1996 tentang Ikan
Bandeng Presto

b. Kualitas Produk Jadi Yang diinginkan


Kualitas atau mutu produk jadi harus ditentukan oleh produsen, dicatat
dan didokumentasi agar mutu produk dapat diukur, terutama oleh karyawan
yang memproduksinya. Standar produk jadi meliputi warna, penampakan,
tekstur, rasa dan kemasan yang digunakan. Tabel di bawah ini merupakan contoh
yang dapat digunakan untuk memeriksa mutu produk akhir presto ikan bandeng.
Untuk menyesuaikan dengan produk yang dihasilkan IRTP di lapangan, perlu
diisi kolom Hasil Pengamatan yang diperoleh berdasarkan pengamatan saat
proses produksi.
Pengamatan Mutu yang
Produk Akhir Diinginkan Tampilan Produk

Rasa Gurih
Khas bandeng
Aroma/bau matang berbumbu
Tekstur Empuk
Bandeng utuh
dan
Penampakan bumbu hancur
meresap ke
dalam daging
Warna Kuning merata

c. Formula dan Cara Pembuatan


Produk olahan ikan duri lunak, sesuai dengan namanya, mempunyai
duri/tulang yang lunak. Bahan baku untuk pembuatan ikan duri lunak saat ini
bukan hanya ikan bandeng saja, tetapi juga ikan berduri banyak lainnya (misal
ikan lemuru, mujair, tawes, ikan terbang) dan ikan-ikan lainnya.
Pengolahan ikan duri lunak merupakan modifikasi dari pemasakan
tradisional (ikan pindang). Dibandingkan dengan cara tradisional, waktu yang
dibutuhkan untuk pemasakan bertekanan lebih singkat. Produk akhirnya
mempunyai warna, aroma dan rasa yang tidak banyak berubah dibandingkan
dengan ikan segarnya, tekstur dagingnya menjadi lebih padat dan kenyal
(dibandingkan dengan ikan pidang) dan duri/tulang menjadi lunak sehingga
seluruh bagian tubuh ikan dapat dikonsumsi.
Resep atau formula pembuatan presto ikan bandeng untuk satu kali
produksi atau satu batch dapat dilihat pada Tabel di bawah ini
BAHAN (Metode JUMLAH (per 10 kg
Penggaraman Kombinasi) Ikan Bandeng)
Bawang merah 200 gram
Bawang putih 100 gram
Jahe 50 gram
Kunyit 50 gram
Laos 50 gram
Ketumbar 5 sendok teh
Kemiri 10-20 buah
Air 5 gelas
Daun jeruk purut 10 lembar
Daun salam 20 lembar
Garam 200 gram
Cabe, asam (tanpa biji) secukupnya

Daftar Peralatan :
Kompor, panci presto, blender, baskom, pisau dan timbangan
Cara Pembuatan :
1. Persiapan ikan
a. Ikan berukuran besar : terlebih dahulu buang sisik, dan potong insang
ikan. Belah ikan dari bagian punggung , kemudian keluarkan isi perut,
usahakan agar empedu tidak sampai pecah.
b. Ikan berukuran sedang : terlebih dahulu buang sisiknya. Keluarkan insang
dan isi perut dengan menarik insang secara perlahan- lahan sehingga
seluruh isi perut dapat tertarik keluar melalui rongga insang.
2. Cuci ikan dengan air bersih, agar semua kotoran yang masih melekat terutama
di bagian rongga perut dan sisa pembuluh darah dapatdibersihkan.
Sebaiknya menggunakan air mengalir, agar ikan benar- benar bersih.
3. Untuk meniriskan air dari ikan, susun ikan pada wadah dengan posisi bagian
perut menghadap ke bawah agar tidak ada air yang menggenang terutama di
rongga perut.
4. Setelah agak kering, timbang berat ikan dengan menghitung jumlah bumbu
yang dibutuhkan. Siapkan bumbu dengan formula dalam tabel di atas
5. Giling halus semua formula bumbu yang akan digunakan menjadi adonan
bumbu.
6. Lumuri ikan dengan bumbu, sampai permukaan ikan tertutupi bumbu. Untuk
ikan berukuran besar, masukkan sebagian bumbu ke dalam belahan perut ikan.
7. Bungkus ikan yang telah diberi bumbu dengan daun pisang atau aluminium
foil.
8. Susun ikan di dalam pressure cooker atau autoclave.
9. Lakukan pemasakan selama 45 menit.
10. Setelah pemasakan selesai, keluarkan ikan dari pressure cooker atau autoclave,
dinginkan, kemas dalam kantong plastik dan simpan di suhu rendah, maksimal

10 oC.
d. Diagram Proses Pembuatan Bandeng Presto
Gambar di bawah ini menjelaskan diagram alir pembuatan produk presto ikan
bandeng.

Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Bandeng Presto


C. Analisis HACCP
1. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahan
Penetapan kategori resiko bahaya seperti bahaya mikrobiologi, kimia dan
fisik menggunanakan metode yang dikembangkan oleh (Pierson dan Corlett,
1992). Pada metode ini ditetapkan tujuh kategori bahaya dari 0 hingga VI.
Kategori bahaya tersebut merupakan akumulasi dari bobot bahaya (kelompok
bahaya A hingga F). Dibawah ini merupakan tabel 4.2 penetapan kategori resiko,
yaitu:
Tabel 1.1 penetapan kategori resiko, yaitu:
Bobot Kategori Bahaya
Kategori Resiko
No Proses A B C D E F
1 Penerimaan 0 1 0 1 1 0 III
bahan baku
Ikan
bandeng
Bawang 0 0 0 1 1 0 II
merah
Bawang 0 0 0 1 1 0 II
Putih
Kunyit 0 0 0 1 1 0 II
Jahe 0 0 0 1 1 0 II
Lengkuas 0 0 0 1 1 0 II
Daun jeruk 0 0 0 1 1 0 II
Purut
Daun salam 0 0 0 1 1 0 II
Serai 0 0 0 1 1 0 II
Ketumbar 0 0 0 1 1 0 II
Garam 0 0 0 1 1 0 II
Air 0 1 0 1 1 0 III
Cuka 0 1 0 1 1 0 III
2 Pencucian 0 1 0 1 1 0 III
bahan baku
3 Penimbanga 0 0 0 1 0 0 I
n bahan
bumbu
4 Penumbuka 0 0 1 1 0 0 II
n bumbu
5 Pelumuran 0 0 0 1 1 0 II
ikan dengan
bumbu
Halus
6 Pemasakan 0 0 0 1 1 0 II
ikan
bandeng
7 Pendingina 0 1 1 1 1 0 IV
n ikan
bandeng
8 Pengemasa 0 0 0 1 1 0 II
n ikan
bandeng
duri lunak
9 Distribusi 0 0 0 1 1 0 II
ikan
bandeng
duri lunak

Kelompok Bahaya:
A : Produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk konsumsi kelompok beresiko
B : Produk mengandung bahan peka terhadap bahaya biologi, kimia dan
fisik
C : Tidak ada usaha penghilangan bahaya biologi/kimia/fisik
D : Rekontaminasi antara proses sebelum pengemasan
E : Berpotensi terhadap kelalaian penanganan berikutnya
F : Tidak ada perlakuan pemanasan atau perlakuan khusus pada tahap berikutnya
untuk menghilangkan potensi bahaya.
Masing-masing kelompok kategori diberi nilai 1 jika positif dan 0 jika negatif.

2. Identifikasi Critical Control Points (CCP)


Penentuan CCP diperoleh dari analisis bahaya yang telah dilakukan dengan
menggunakan pohon keputusan.

Gambar 1.2 Diagram Pohon Penetapan CCP pada Bahan Baku Produksi
Tabel 1.2 Penetapan Critical Control Points (CCP) pada Bahan Baku

Sistem
No Proses P1 P2 P3
CCP
Ikan
1 Ya Ya Ya CCP 1
Bandeng
Bawang
merah,
Bawang
putih,
kunyit, jahe,
2 lengkuas, Ya Ya Tidak Bukan CCP
daun jeruk
purut, daun
salam, serai,
ketumbar,
garam
3 Air Ya Ya Ya CCP 2
4 Cuka Ya Ya Ya CCP 3

a. CCP 1
Bahan baku ikan bandeng merupakan bahan baku utama dalam pembuatan
bandeng duri lunak. Ikan bandeng memiliki potensi bahaya biologi berupa bakteri
e.coli, salmonella dan parasite cacing serta berpotensi juga terkena bahaya cemaran
lumpur, rumput, dan kotoran yang dapat menempel ditubuh ikan. Pengendalian
resiko pada bahan baku ikan bandeng dapat dikendalikan dengan cara menyeleksi
secara visual ketika bahan baku diterima, dan menolak/mengganti bahan baku yang
berkualitas buruk.
Batas kritis ikan bandeng yaitu mata ikan berwarna cerah, insang berwarna
merah segar, lapisan lender jernih dan belum ada perubahan warna, daging
berwarna asli, dan konsistensi padat, elastis. Ketentuan mengenai standar kualitas
ikan yang baik ini berdasarkan pada SNI No. 01-2729.1- 2006.
b. CCP 2
Bahaya yang mungkin terjadi pada bahan baku air adalah adanya cemaran
mikroba selain itu residu kimia seperti residu bahan penjernih air dan cemaran
berupa kerikil dan logam. Sehingga diperlukan pengujian dan pengontrolan kualitas
air secra rutin dengan menetapkan batas kritis untuk mengurangi resiko bahaya
sampai pada tahap yang dapat diterima. Batas kritis air yaitu tidak berasa, tidak
berbau, tidak keruh dan memiliki kandungan mikrobiologi, kimia maupun fisik
sesuai dengan lampiran II Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Untuk itu
diperlukan monitoring baik secara visual maupun pengecekan kandungan
mikrobiologi dan bahan kimia pada air setiap enam bulan sekali
c. CCP 3
Bahan asam cuka atau asam asetat merupakan bahan yang digunakan untuk
menghilangkan bau amis pada ikan bandeng. Asam cuka yang digunakan adalah
asam cuka makan yang mengandung komposisi konsentrasi asam asetat sebanyak
25% dan air 75%. Menurut Peraturan Kepala BPOM No. 8 Tahun 2013 tentang
batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pengatur keasaman batasan
penggunaan asam cuka sebagai bahan makanan dapat digunakan hingga batas
maksimum BTP yang diizinkan. Selanjutnya untuk penetapan CCP pada setiap
proses dalam pengolahan bandeng duri lunak dengan menggunakan diagram pohon
sesuai dengan gambar pada 4.3

Gambar 1.3 Diagram Pohon Penetapan CCP pada Proses Produksi


Tabel 1.3 Penetapan Critical Control Points (CCP) Proses Produksi

No Proses P1 P2 P3 P4 Sistem CCP


Penerimaan bahan
1 Ya Ya Ya - CCP 4
baku
Pencucian bahan
2 Ya Ya Tidak Tidak Bukan CCP
baku
Penimbangan
3 bahan Ya Ya Tidak Tidak Bukan CCP
bumbu
Penumbukan
4 bahan
bumbu
Pelumuran ikan
5
dengan bumbu
Pemasakan ikan
6 Ya Ya Ya - CCP 5
bandeng
Pendinginan ikan
7 bandeng duri Ya Ya Ya - CCP 6
lunak
Pengemasan
8 ikan bandeng Ya Ya Tidak Tidak Bukan CCP
duri lunak
Distribusi ikan
9 bandeng duri Ya Ya Tidak Tidak Bukan CCP
lunak

d. CCP 4
Proses penerimaan bahan baku menjadi CCP 4 pada tahap proses produksi.
Penerimaan bahan baku adalah awal proses produksi dimana pada tahap ini
dirancang standar penerimaan bahan baku secara spesifik untuk mengurangi bahaya
yang mungkin terjadi. Batasan kritis pada tahapan ini selain secara fisik bersih juga
merupakan spesifikasi dari masing-masing bahan baku.
Bahan baku yang diterima langsung masuk ke area pencucian tanpa
dilakukan pengujian bahan baku secara visual. Sehingga diperlukan penyortiran
ualitas ketika bahan bahan baku diterima kemudian memisahkan bahan baku yang
tidak sesuai dengan kriteria atau adanya kontaminasi kotoran atau bahaya biologi
yang tidak dapat ditolenransi dan mengkonfirmasi ke supplier agar segera
dilakukan penggantian bahan baku yang sesuai standard.
e. CCP 5
Tahap proses pemasakan ikan bandeng menjadi CCP ke 5. Pada tahap ini
merupakan tindakan dalam mencegah adanya kontaminasi dari bahaya-bahaya
yang terdapat pada bahan baku dan proses sebelumnya dan tindakan terakhir
sebelum produk dikemas. Pada tahapan proses pemasakan ikan bandeng ini
merupakan tahap yang penting yang harus dikontrol sehingga ikan benar-benar
aman dan tingkat bahaya kontaminasi minimum.
Batasan kritis yang diterapkan untuk mengendalikan ikan bandeng duri
lunak berada pada tingkat aman untuk dikonsumsi adalah batas kritis untuk suhu
pemasakan yang dapat membunuh bakteri secara maksimal yaitu pada suhu 100oC.
Serta control waktu juga diperlukan agar ikan bandeng benar-benar matang pada
tingkat kematangan yang diinginkan. Waktu yang diperlukan untuk proses
pemasakan memakan waktu 3-6 jam.
f. CCP 6
Tahap proses pendinginan ikan bandeng duri lunak dilakukan diruang
terbuka dimana hal ini dapat menimbulkan resiko tercemar kuman maupun bakteri
yang terdapat pada udara bebas. Diterapkan beberapa batas kritis untuk mengontrol
dan mengurangi bahaya yang diidentifikasi pada tahapan ini, yaitu proses
pendinginanikan bandeng duri lunak harus diletakkan pada ruang tertutup untuk
menghindari terkontaminasi kuman atau bakteri. Perlu dilakukan pemantauan serta
pengecekan ruangan pendinginan yang bersih dan tertutup.
3. Menetapkan Batas CCP
Batas kritis merupakan suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap
tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya sampai batas aman. Batas CCP dapat dilihat pada tabel 1.4.
Tabel 1.4 Batas CCP

4. Menetapkan Sistem Pemantauan Untuk Setiap Titik Kritis


Pemantauan (monitoring) adalah suatu tindakan pengamatan atau
pengukuran untuk menetapkan apakah CCP dapat dikendalikan atau tidak.
Pematauan untuk setiap titik kritis dapat dilahat pada tabel 1.5
Tabel 1.5 Pemantauan Setiap TKK
5. Analisa Bahaya
Pengamatan analisa bahaya ini bertujuan untuk mengetahui bahaya yang
ada pada bahan baku dan bahaya yang ditimbulkan dari proses produksi. Bahaya
yang ada kemudian akan dianalisa untuk mengetahui bahaya tersebut signifikan
atau tidak, sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat. Bahaya yang dianalisa
meliputi bahaya fisik, biologi, dan kimia.
a. Bahan Baku
Observasi dilakukan di tempat produksi dengan melakukan pengamatan
bahan baku dari bandeng presto. Bahan baku yang digunakan antara lain ikan
bandeng, jahe, kunyit, cabai, bawang merah dan bawang putih. Dapat dilihat pada
Tabel dibawah bahwa pada setiap bahan baku memiliki potensi bahaya dari awal
kedatangan. Bahan baku bandeng memiliki potensi bahaya pada awal kedatangan
seperti adanya bahaya biologi yaitu Escherichia coli dan Salmonella sp, kedua jenis
bakteri tersebut sudah terdapat secara alami pada awal pemanenan bandeng,
peralatan pemanenan para petambak, dan tangan pekerja yang saat itu memanen
bandeng. Penanganan bahan baku yang tidak tepat pada tahap selanjutnya dapat
berbahaya untuk kesehatan konsumen karena potensi bahaya pada bahan baku akan
tetap ada pada produk. Pada tabel di bawah telah ditetapkan bahaya yang bersifat
signifikan dan tidak.
TABEL ANALISIS BAHAYA (HAL 26)
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa pada tahapan proses memiliki bahaya
yang signifikan. yaitu bahan baku bandeng dan air. Bahaya biologi yang signifikan
yaitu adanya kemungkinan bakteri yang muncul seperti Staphylococcus aureus &
Escherichia coli dari udara dan kebersihan pekerja. Dengan sanitasi yang baik
bahaya dapat diminimalkan agar tidak terjadi foodborne outbreaks. Hal ini
didukung dengan adanya kasus keracunan yang sudah terjadi diberbagai negara.
Bahaya biologi ini dapat diminimalkan dengan proses produksi yang benar. Salah
satunya dengan pelaksanaan sanitasi yang baik. Penentuan signifikansi berasal dari
kemungkinan terjadi bahaya dan tingkat keparahan yang ditimbulkan bahaya
tersebut.
b. Potensi Bahaya Pada Proses Produksi
Tahapan proses produksi bandeng presto analisa bahaya yang paling banyak
ditemui adalah bahaya biologi. Titik bahaya yang signifikan terdapat pada tahapan
penerimaan, pencucian, pencampuran bumbu, pemasakan, pendinginan, dan
penyajian. Pada tahapan tersebut bahaya biologi yang signifikan antara lain
meliputi bakteri E.coli, Salmonella, dan Staphylococcus aureus yang berasal dari
udara terbuka dan kontaminasi dari pekerja. Pada tahapan ini bahaya saat
disebabkan oleh karena pekerja dan peralatan yang kurang higine. Bahaya juga
dapat muncul dari bahan baku yang digunakan tidak dengan penanganan yang
benar. Dalam observasi awal di lapangan terdapat sebagian pekerja saat
pencampuran bumbu tidak mencuci tangan dengan bersih terlebih dahulu yang
dapat menyebabkan kontaminasi yang berasal dari biologi.Terdapat bahaya kimia
klorin yang tidak signifikan pada proses pencucian.
Tabel 1.6 Analisa Bahaya Pada Proses Produksi

No Proses Sumber Bahaya Potensi Bahaya K TK S Keterangan

Pada saat - Biologi T Ma S Pencemaran mikroba dalam bahan pangan seperti Escherichia coli
1. Penerimaan pemotongan E.coli dan Salmonella sp. serta mikroba patogen lainnya merupakan hasil
Bandeng dari kontaminasi dengan sumber pencemar misalnya debu, air, tanah
Salmonella (Dwidjoseputro, 2005).

- Fisik T Mi TS Tidak merupakan potensi bahaya karena pada saat dilakukan


Pasir, kotoran dan pemilihan bahan baku bandeng dicuci dengan menggunakan air yang
debu mengalir untuk mengindarkan kontaminasi fisik seperti pasir kotoran
dan juga debu.
2. Pencucian Pada saat - Biologi T Ma S Higenitas pekerja yang kurang diperhatikan akan menyebabkan
pencucian E.coli timbulnya bakteri Salmonella sp, Staphylococcus aureus dan E.Coli.
bandeng Salmonella (Nurjanah, 2006)
Staphylococcus S Ma TS
aureus Klorin berpengaruh terhadap kesehatan yaitu mengganggu sistem
imun, merusak hati dan ginjal, syaraf, kanker, gangguan sistem
reproduksi hingga keguguran ( Hasan, 2006)

3. Pencampura Pencampuran - Biologi T Ma S E. coli berada di dapur dan tempat-tempat persiapan bahan pangan
n Bumbu bumbu oleh E.coli melalui bahan baku dan selanjutnya masuk ke makanan yang telah
pekerja tanpa dimasak melalui tangan, permukaan alat-alat dan peralatan lain
mencuci tangan (Buckle, et
al, 2007).
Salmonella T Ma S Penggunaan peralatan yang kotor atau tidak dicuci, akan
meningkatkan kontaminan seperti Salmonella sp. (WHO,2008)
4. Pemasakan Kontaminasi E.coli T K S Higine pekerja juga sangat penting diperhatikan, pekerja
dengan tangan menyebabkan timbulnya bakteri seperti E.coli, Staphylococcus
pekerja yang tidak aureus dan Salmonella. ( Lues, et al,2006)
bersih. 15 orang meninggal karena konsumsi produk yang
terkontaminasiE.coli(FAO, 2008)
5. Pendingina Kontaminasi E. coli T Ma S Kontaminasi silang pada makanan akibat kontaminasi tangan
n 3-4 jam E. coli pengolah oleh
Escherichia coli dilaporkan sekitar 12,5% (Trisnaini, 2012).

6. Pengemasa Proses pengemasan - Biologi T S S Salmonella akan menyerang makanan apabila disimpan terlalu lama
n bandeng Salmonella di bawah suhu 7oC (FAO, 2010).

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri


Salmonella dari tubuh ke makanan (Fathonah, 2005).
7. Penyajian Pekerja tidak Salmonella S Ma TS Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri
mencuci tangan Salmonella dari tubuh ke makanan (Fathonah, 2005).

Keterangan :
*Kemungkinan (K) : *Tingkat Keparahan (TK) : *Signifikansi (S) :
T : Tinggi K : Kritis TS : Tidak
S : Sedang R : S : Serius Sifnifikan
Rendah Ma : Mayor S : Signifikan
Mi : Minor
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua tahapan produksi memiliki
bahaya biologi dan beberapa tahapan terdapat bahaya fisik dan kimia. Potensi
bahaya biologi ini muncul dari bahaya yang sudah terdapat pada bahan baku yang
tidak diolah dengan baik, lingkungan dan para pekerja. Bahaya biologi ini harus
dikendalikan untuk mencegah adanya kejadian foodborne outbreaks. Penentuan
signifikansi berasal dari kemungkinan terjadi bahaya dan tingkat keparahan yang
ditimbulkan bahaya tersebut.

Anda mungkin juga menyukai