Pendahuluan
Hidrokarbon adalah senyawa organik yang paling sederhana. Dalam bidang
kimia, hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C) dan
unsur hidrogen (H). Hal ini bergantung pada ukuran molekul hidrokarbon dan
penempatan rantai karbon. Hidrokarbon bermassa molar rendah, memiliki atom
karbon dari 1 hingga sekitar 10 atau lebih. Seluruh hidrokarbon memiliki rantai
karbon dan atom-atom hidrogen yang berikatan dengan rantai tersebut. Istilah
tersebut digunakan juga sebagai pengertian dari hidrokarbon alifatik (Kimia Organik
I: Gugus Fungsi dalam Monomer; halaman 9-12).
Ciri-ciri umum senyawa hidrokarbon (Kimia Organik I: Gugus Fungsi dalam
Monomer, halaman 9-12):
1. Struktur molekulnya berbeda, rumus empiris antara hidrokarbon berbeda,
dimana jumlah hidrokarbon yang diikat pada alkena dan alkuna pasti lebih sedikit
karena atom karbonnya berikatan rangkap.
2. Kemampuan hidrokarbon untuk berikutan dengan dirinya sendiri disebut dengan
katenasi, dan menyebabkan hidrokarbon bisa membentuk senyawa-senyawa
yang lebih kompleks.
3. Sesuai dengan teori ikatan valensi, atom karbon harus memenuhi aturan ‘4-
hidrogen’ yang menyatakan jumlah atom maksimum yang dapat berikatan
dengan karbon, karena karbon mempunyai 4 elektron valensi.
4. Hidrokarbon bersifat hidrofobik dan termasuk dalam lipid.
Hidrokarbon berdasarkan bentuk rantai karbonnya dapat dibedakan menjadi
senyawa alifatik dan senyawa siklik (Solusi Mahir Kimia, Halaman 9-10):
1. Senyawa Alifatik
Yaitu senyawa-senyawa karbon yang ditandai oleh rantai karbon terbuka dan
mungkin juga bercabang. Senyawa-senyawa ini dibagi menjadi:
a. Senyawa alifatik jenus: rantai C-nya ikatan tunggal, disebut kelompok alkana.
b. Senyawa alifatik tak jenuh: ikatan antar C-nya terdapat ikatan rangkap 2
(disebut kelompok alkena) atau rankap 3 (disebut alkuna).
2. Senyawa Siklik
Yaitu senyawa karbon yang rantai karbonnya tertutup. Senyawa-senyawa ini
dibagi menjadi:
a. Karbosiklik: sifatnya seperti senyawa alifatik, tetapi ikatan antar atom C-nya
tertutup.
b. Herterosiklik: senyawa karbon yang dalam rantai lingkarannya terdapat atom
selain atom C.
c. Aromatik: senyawa karbosiklik yang terdiri dari atom C yang memiliki ikatan
konjugasi (ikatan tunggal dna rangkap yang letaktnya berselang-seling)
dengan jumlah elektron ikatan rangkap mengikuti aturan 2n+2.
A. ALKANA
1. Pengertian (Kimia Organik Farmasi, halaman 53)
Alkana adalah hidrokarbon jenuh rantai terbuka (Alifatik) yang mengandung
karbon-karbon ikatan tunggal. Rumus umumnya adalah CnH2n+2, dengan n
dapat bernilai 1, 2, 3, dan seterusnya.
2. Reaksi-reaksi alkana (FESENDEN, Hal 101-102)
Alkana tidak reaktif dibandingkan dengan senyawa organik yang memiliki
gugus fungsional, umumnya alkana tidak bereaksi dengan asam kuat, basa,
zat pengoksid atau zat pereduksi. Karena sifat kurang reaktif ini, alkana
disebut sebagai parafin (Latin: parum affins, ‘afinitas kecil sekali’)
Ada dua reaksi utama alkana yaitu halogenasi dan pembakaran. Kalor
pembakaran suatu alkanan adalah kalor yang dibebaskan bila senyawa itu
dibakar dan menyatakan selisih energi produk-produk (CO 2+H2O) yang lebih
stabil (energi lebih rendah) dari pereaksi (yang energinya lebih tinggi).
B. ALKENA
1. Pengertian (Kimia Organik Farmasi, halaman 67; Fesenden Halaman 378)
Alkena merupakan hidrokarbon tidak jenuh yang mengandung paling sedikit
satu ikatan rangkap dua. Rumus umumnya adalah CnH2n. Dalam sistem IUPAC,
alkena berantai lurus diberikan nama menurut alkana induknya, dengan
mengubah akhiran menjadi –ena.
C. ALKUNA
1. Pengertian (Kimia Organik Farmasi, Halaman 85)
Alkuna merupakan hidrokarbon tidak jenuh dengan rumus umum C nH2n-2.
Dalam sistem IUPAC, alkena berantai lurus diberin nama menurut alkana
induknya, dengan mengubah akhiran menjadi –una.
Berikut adalah reaksi yang tejadi pada saat mereaksikan hidrokarbon tidak
jenuh/memiliki ikatan rangkap dengan KMnO4.
Uji Bayer merupakan uji yang dilakukan untuk menunjukkan kereaktifan senyawa
hidrokarbon terhadap oksidator KMnO4 yang berperan sebagai katalis, reaksi
yang terjadi adalah reaksi oksidasi yaitu warna ungu yang berasal dari ion MnO 4-
yang bereaksi dengan alkena atau alkuna membentuk gilkol (diol). Namun, dari
percobaan larutan memisah dan tidak terdapat warna larutan yang menghilnag
sehingga dikatakan bahwa sampel tidak mengandung hidrokarbon ikatan
rangkap, yaitu sampel hidrokarbon jenuh.
Hasil Percobaan:
Pereaksi KMnO4
Hasil Percobaan:
c. Uji NaOH
Pengujian dengan NaOH dimaksudkan untuk mengetahui sifat kimia dari
senyawa hidrokarbon yang dijadikan sampel dalam pengujian. NaOH merupakan
basa kuat, pengujian dilakukan dengan menambahkan NaOH ke dalam larutan
uji, kemudian aduk dan diamati perubahannya. Dari perobaan diperoleh hasil
terbentuk 2 fasa, yaitu NaOH dan sampel tidak menyatu yang artinya sampel
bukan hidrokarbon tidak jenuh melainkan adalah hidrokarbon jenuh. Hal ini
menandakan bahwa sampel merupakan hidrokabon jenush (alkana) karena
NaOH tidak dapat bercampur dengan sampel. Hal ini karena alkana merupakan
senyawa yang relatif tidak reaktif, relatif tidak bereaksi dengan reagensia yang
bersifat asam, basa, pengoksidasi dan pereduksi (Fesenden, Halaman 101-102).
Karena ikatan yang kuat ini ia memiliki sifat yang stabil sehingga tidak bereaksi.
Hasil percobaan:
Hidrokarbon 1 mL Pereaksi NaOH Hasil Uji (terdapat 2 fasa
(sampel) tidak bercampur)
III. Kesimpulan
Dari hasil pengujian dengan menggunakan uji Bayer, pereaksi asam sulfat, dan NaOH
diperoleh hasil bahwa sampel (Senyawa hidrokarbon) merupakan senyawa
hidrokarbon jenuh (alkana).
Uji/Pereaksi Hasil Uji Kesimpulan
-
Larutan uji terjadi
Uji Bayer (terdapat hidrokarbon
pemisahan 2 fasa
jenuh)
-
Larutan uji tidak menyatu
Asam Sulfat (terdapat hidrokarbon
ada sedikit kristal
jenuh)
-
NaOH Larutan uji tidak menyatu (terdapat hidrokarbon
jenuh)
DAFTAR PUSTAKA
1. Rengga WD, Putri RD. (2021). Kimia Organik I: Gugus Fungsi dalam Monomer.
Tasikmalaya: Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia.
2. Sutradi. (2016). solusi Mahir Kimia (ke 1). Yogyakarta: DEEPUBLISH (penerbitan CV
BUDI UTAMI).
3. Dewan. (2015). Kimia Organik Farmasi. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
4. Arora A. (2006). Hydrocarbons (Alkanes, Alkenes and Alkynes). New Delhi: Discovery
Publishing House.
5. Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., (1982), Kimia Organik, diterjemahkan oleh
Pudjaatmakan, A. H., Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.