Anda di halaman 1dari 79

VALIDASI METODE PENENTUAN CHEMICAL OXYGEN

DEMAND (COD) PADA AIR LAUT DENGAN PENOPENGAN


INTERFERENSI KLORIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI

SKRIPSI

ASHLASA ZATA ZHARFA

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023 M/ 1444 H
VALIDASI METODE PENENTUAN CHEMICAL OXYGEN
DEMAND (COD) PADA AIR LAUT DENGAN PENOPENGAN
INTERFERENSI KLORIDA SECARA SPEKTROFOTOMETRI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains


Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

ASHLASA ZATA ZHARFA


NIM : 11180960000052

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023 M/ 1444 H
PERNYATAAN

DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL


KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2023

Ashlasa Zata Zharfa


11180960000052

v
ABSTRAK

ASHLASA ZATA ZHARFA. Validasi Metode Penentuan Chemical Oxygen


Demand (COD) pada Air Laut dengan Penopengan Interferensi Klorida secara
Spektrofotometri. Dibimbing oleh Meyliana Wulandari dan Denar Zuliandanu.

Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan salah satu parameter indeks kualitas
air yang menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat
organik. Penetapan COD diperlukan sebagai penduga pencemaran bahan organik
yang erat kaitannya dengan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan.
Standar Nasional Indonesia (SNI) saat ini tidak menyediakan metode uji COD
untuk air laut kecuali hanya untuk air dan air limbah. Hal ini disebabkan tingginya
kadar ion klorida dalam air laut, yang dapat menginterefensi saat pengukuran COD
secara langsung. Syarat metode uji dalam SNI 6989.2:2009 yaitu memiliki batas
kandungan klorida di bawah 2000 mg/L. Larutan Ag+ dari AgNO3 digunakan
sebagai larutan penopeng interferensi klorida pada air laut dengan kandungan
klorida awal 18.443 mg/L. Penopengan dilakukan terhadap ion klorida dalam
sampel air laut menggunakan larutan penopeng Ag+ dengan konsentrasi 3,6%; 7,2%
dan 10,8% sebanyak 1,5 dan 3 mL. Waktu sentrifugasi dilakukan selama 10, 15 dan
25 menit pada 3000 putaran per menit. Hasil optimum dengan kandungan klorida
390 mg/L didapatkan dengan kondisi penggunaan larutan penopeng Ag+
konsentrasi 10,8% dengan volume 3 mL pada waktu sentrifugasi 25 menit. Validasi
metode kemudian dilakukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang 420 nm. Seluruh parameter validasi telah dipenuhi syarat
keberterimaannya, meliputi linieritas dengan nilai koefisien korelasi sebesar
0,9976, presisi menghasilkan %RSD sebesar 0,1722% untuk sampel spiked dan
0,1449% untuk sampel unspiked. Nilai %recovery sebesar 97,96% dapat
menunjukkan akurasi. Batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) masing-
masing 0,007719 mg/L dan 0,02573 mg/L. Ketahanan atau robustness diperoleh
dengan konsentrasi COD sebesar 2,905 mg/L. Metode penopengan interferensi
klorida ini dapat digunakan untuk penentuan COD pada air laut.
Kata Kunci: Air laut, COD, Klorida, Standar Nasional Indonesia, Validasi Metode.

vi
ABSTRACT

ASHLASA ZATA ZHARFA. Validation of Chloride Interference Reduction


Method for Spectrophotometric Determination of Chemical Oxygen Demand
(COD) in Seawater. Supervised by Meyliana Wulandari and Denar Zuliandanu.

Chemical Oxygen Demand (COD) is one of the water quality parameters that shows
the amount of oxygen used to oxidize organic substances. The determination of
COD is needed as an estimator of organic matter pollution, closely related to the
decrease in dissolved oxygen content in the waters. The Indonesian National
Standard (SNI) currently does not provide a COD test method for seawater. This is
due to the high chloride ions in seawater, which can interfere with direct COD
measurements. The test water requirement in SNI 6989.2:2009 is to have a chloride
concentration limit below 2000 mg/L. Ag+ solution of AgNO3 was used as a
chloride interference masking solution in seawater with an initial chloride content
of 18.443 mg/L. Masking was carried out on chloride ions in seawater samples
using a 10,8% concentration of Ag+ and a volume of 3 mL in 25 minutes of
centrifugation. The validation was then carried out using UV-Vis
spectrophotometry at 420 nm. The linearity with a correlation coefficient value of
0,9976, %RSD of 0,1722% for spiked samples and 0,1449% for unspiked samples.
The recovery% of 97,96% indicates accuracy. The limit of detection (LOD),
quantification (LOQ), and robustness were 0,007719 mg/L, 0,02573 mg/L, and
2,905 mg/L, respectively. This chloride interference masking method can be used
to determine COD in seawater.
Keywords: Chemical Oxygen Demand, Chloride, Indonesian National Standard,
Seawater, Validation Method.

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohim

Assalamualaikum Warahamatullah Wabarakatuh

Puji dan puji Illahi penulis haturkan atas nikmat dan rahmat Allah SWT

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat penyelesaian studi Strata-1 yang penulis beri judul “Validasi Metode

Penentuan Chemical Oxygen Demand (COD) pada Air Laut dengan

Penopengan Interferensi Klorida secara Spektrofotometri”. Pada kesempatan

kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sehingga

segala kesulitan dan hambatan dapat diatasi dengan baik.

1. Dr. Meyliana Wulandari, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan

pengarahan, pengetahuan dan bimbingan dalam penulisan skripsi.

2. Denar Zuliandanu, M.Si selaku pembimbing II yang telah mencurahkan ilmu,

bimbingan dan waktunya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

3. Dr. Yusraini DIS, M.Si selaku penguji I yang memberikan masukan dan saran

dalam penulisan skripsi.

4. Dr. Sandra Hermanto, M.Si selaku penguji II yang memberikan masukan dan

saran dalam penulisan skripsi.

5. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ir. Nashrul Hakiem, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

viii
7. Dr. Ahmad Syukri, M. Sc sekalu Direktur PT ITEC Solution Indonesia yang

telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk melakukan

suatu penelitian pengembangan.

8. Ayahanda Eko Purwono, S.E dan Ibunda Etien Fitriani serta keluarga yang

selalu memberikan dukungan moril serta materil sehingga proses pelaksanaan

penelitian maupun penulisan skripsi dapat berjalan dengan baik.

9. Kak Nur, Kak Elsa, Kak Yessi, Amalia dan seluruh analis serta staff PT ITEC

Solution Indonesia yang telah membantu penulis dalam mengerjakan

penelitian.

10. Fathin, Aisya, Bryan, Kak Indah, Dewi, Pinkan, Adel, Sherly, Dinar, Syekhoh,

Usnia dan Shofyan serta rekan-rekan mahasiswa seperjuangan, khususnya

angkatan 2018 atas semangat dan dukungannya kepada penulis.

Penulis sadar betul bahwa dalam penyusunan skripsi ini tak luput dari

kekhilafan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun akan dengan senang

hati diterima. Semoga skripsi ini nantinya dapat menambah wawasan dan

memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, Januari 2023

Ashlasa Zata Zharfa

ix
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 7
1.3 Hipotesis ................................................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
BAB II .................................................................................................................... 8
2.1 Air Laut .................................................................................................... 8
2.2 Chemical Oxygen Demand (COD) ........................................................ 10
2.3 Prinsip Pengujian Chemical Oxygen Demand (COD) SNI 6989.2.200912
2.4 Spektrofotometer UV-Vis ...................................................................... 14
2.5 Validasi Metode ..................................................................................... 17
BAB III ................................................................................................................. 21
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 21
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................... 21
3.3 Skema Kerja ........................................................................................... 22
3.4 Lokasi Pengambilan Sampel .................................................................. 24
3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................. 24
BAB IV ................................................................................................................. 30
4.1 Pengujian Kandungan Klorida Awal pada Sampel Air Laut ................. 31
4.2 Optimasi Parameter Penopengan Klorida .............................................. 33
4.3 Validasi Metode COD SNI 6989.2:2009 ............................................... 39
4.4 Analisis Data Hasil Validasi................................................................... 41
BAB V................................................................................................................... 54

x
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 54
5.2 Saran ....................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN ......................................................................................................... 60

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil analisis regresi optimasi metode .................................................. 38


Tabel 2. Hasil analisis linearitas ........................................................................... 42
Tabel 3. Hasil analisis presisi sampel spiked ....................................................... 45
Tabel 4. Hasil analisis presisi sampel unspiked ................................................... 45
Tabel 5. Hasil analisis akurasi .............................................................................. 47
Tabel 6. Hasil analisis LOD dan LOQ ................................................................. 49
Tabel 7. Hasil analisis uji-F untuk presisi robustness .......................................... 51
Tabel 8. Hasil analisis uji-t untuk akurasi robustness .......................................... 52

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia kalium hidrogen ftalat (Tiwari et al., 2018) ............. 14
Gambar 2. Skema umum spektrofotometer (Gohain, 2008) .............................. 16
Gambar 3. Bagan alir penelitian ......................................................................... 23
Gambar 4. Koordinat lokasi pengambilan sampel.............................................. 24
Gambar 5. Optimasi penurunan Cl- dengan larutan Ag+ 3,6% ........................... 35
Gambar 6. Optimasi penurunan Cl- dengan larutan Ag+ 7,2% ........................... 35
Gambar 7. Optimasi penurunan Cl- dengan larutan Ag+ 10,8% ......................... 36
Gambar 8. Kurva kalibrasi standar kalium hidrogen ftalat ................................. 41
Gambar 9. Grafik pengukuran konsentrasi sampel spiked .................................. 44
Gambar 10. Grafik pengukuran konsentrasi sampel unspiked ............................ 45
Gambar 11. Perbandingan konsentrasi sampel spiked dan unspiked .................. 47
Gambar 12. Grafik pengukuran absorbansi dan konsentrasi blangko ................. 49
Gambar 13. Hasil Pengukuran Konsentrasi Sampel Robustness ......................... 51
Gambar 14. Kurva kemungkinan jika rata-rata dan simpangan baku sama atau
presisi dan akurasi tidak berbeda nyata (Hadi et al., 2019) .................................. 53

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang paling dibutuhkan untuk semua

makhluk hidup. Air diharapkan terpelihara kualitasnya serta bermanfaat secara

berkelanjutan bagi kehidupan makhluk hidup terutama manusia. Sumber daya air

harus dimanfaatkan secara bijaksana bukan hanya mementingkan generasi

sekarang. Penurunan kualitas dan pencemaran air dapat terjadi apabila pemanfaatan

air tidak dikelola dengan baik yang dapat menyebabkan terganggunya penggunaan

air pada skala lokal hingga internasional (Chaplin, 2010).

Permasalahan sumber daya air yang sedang dihadapi oleh pemerintah

maupun masyarakat adalah kerusakan sumber-sumber air yang berakibat pada

penurunan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas ketersediaan sumber daya air. Hal

tersebut diperburuk oleh adanya limbah dan pencemaran sumber air yang

menurunkan mutu air. Parameter pencemar air salah satunya yaitu Chemical

Oxygen Demand (COD) yang merupakan parameter paling penting dan telah

banyak digunakan untuk kualitas air. Parameter COD perlu dipantau sebagai

penduga pencemaran bahan organik karena degradasi senyawa organik

membutuhkan oksigen sehingga jumlah senyawa organik dalam air sampel dapat

diperkirakan dengan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasinya

(Zhang et al., 2007).

Pengujian untuk pemantauan nilai COD biasa dilakukan dengan

mengoksidasi bahan organik dengan kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai sumber

1
oksigen (oxidizing agent) dengan adanya perak sulfat sebagai katalis dalam suasana

asam (Basereh et al., 2019). Oksigen yang dikonsumsi senyawa kimia setara dengan

jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel. Ion dikromat

dalam reaksi tersebut akan tereduksi menjadi ion kromat. Nilai COD kemudian

ditentukan dengan melihat banyaknya sisa dari ion dikromat ataupun banyaknya

ion kromat yang terbentuk di akhir reaksi (Hadi et al., 2020).

Standar kualitas air harus dijaga demi menjamin kelayakan sumber air yang

tersedia. Indonesia sendiri telah memiliki standar untuk pengujian COD yang

dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Standar tersebut masuk ke

dalam seri air dan air limbah yang terdiri dari empat metode yaitu cara uji COD

dengan refluks tertutup secara spektrofotometri (SNI 6989.2:2009), cara uji COD

dengan refluks terbuka secara titrimetri (SNI 6989.15:2009), cara uji COD dengan

refluks tertutup secara titrimetri (SNI 6989.73:2009) serta cara uji COD air limbah

secara permanganometri (SNI 06-4571-1998). Keempat metode standar tersebut

memiliki keterbatasan karena hanya digunakan untuk sampel air uji dengan

kandungan klorida kurang dari 2000 mg/L. Hal tersebut berarti keempat metode

standar yang ada tidak dapat digunakan untuk pengujian COD air laut karena

kandungan klorida dalam air laut rata-rata adalah 19.400 mg/L (Kementrian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022).

Klorida sebagai unsur mayor dari garam laut memiliki ukuran potensial

standar oksidasi, di mana kecenderungan klorida memberikan elektron dan

karenanya dapat teroksidasi yaitu sebesar -1,36 Volt (Prianto, 2008). Nilai potensial

standar oksidasi atau Eo dari klorida tersebut relatif lebih kecil dibanding nilai Eo

dari senyawa organik yang bernilai positif. Klorida dengan demikian relatif lebih

2
mudah teroksidasi, sehingga klorida cenderung dioksidasi lebih dulu pada saat

pengujian COD. Klorida yang ikut teroksidasi kemudian akan meningkatkan nilai

COD sehingga menyebabkan kesalahan besar pada proses penentuan nilai COD

(Zhao et al., 2021). Hal inilah yang membuat penentuan nilai COD air laut dengan

kandungan klorida yang tinggi tidak dapat diperoleh dengan akurat. Padahal nilai

COD di air laut perlu dipantau mengingat polutan yang terakumulasi di lautan dapat

berasal dari darat (land-based pollution) maupun dari laut itu sendiri (marine-based

pollution). Aliran perairan tercemar yang bermuara ke laut akan menciptakan

kawasan air yang mengandung sedikit atau bahkan tidak mengandung oksigen

terlarut karena COD memiliki kaitan erat dengan DO (dissolved oxygen) atau

oksigen terlarut. Jika nilai COD tinggi maka nilai DO rendah dan sebaliknya.

Kehidupan dan kelestarian biota laut dapat terancam apabila hal tersebut terjadi

(Wear et al., 2021).

Allah Ta’ala berfirman dalam surah Fatir ayat 12:

Artinya: “Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap
diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat
memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat
kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar
membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu
bersyukur.”
Ayat di atas menunjukkan banyaknya manfaat yang terkandung dalam lautan,

termasuk hewan di dalamnya yang telah Allah SWT persilahkan untuk dikonsumsi.

Hal tersebut merupakan sedikit dari sekian banyaknya anugerah pemberian Allah

SWT kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan dan dikelola secara bijaksana.

3
Manusia sebagai khalifah di muka bumi perlu memelihara dan melestarikan apa

yang telah dititipkan-Nya sebagai tanda mensyukuri nikmat-Nya (Iqbal, 2020).

Penelitian untuk mengurangi efek dari interferensi klorida pada penentuan

nilai COD telah dilakukan dengan beberapa cara. Merkuri sulfat merupakan bahan

yang awalnya digunakan sebagai agen penopeng interferensi klorida. Penelitian

yang dilakukan oleh Gnanavelu et al. (2021) telah berhasil memvalidasi metode

standar penentuan COD yang dimodifikasi dengan penambahan merkuri sulfat

(HgSO4) sebagai agen penopeng untuk sampel air limbah industri yang kaya akan

kalsium klorida. Merkuri sulfat yang ditambahkan ke dalam sampel murni dengan

rasio 10:1 pada waktu sentrifugasi 150-175 rpm selama 20 menit secara efektif

menghasilkan estimasi nilai COD sampel sebesar 35.000 mg/L. Keberhasilan

tersebut tidak sepenuhnya memecahkan masalah karena merkuri sulfat memiliki

sifat yang sangat beracun apalagi jika digunakan dalam jumlah yang banyak. Garam

merkuri dalam larutan limbah sulit untuk dibuang dan akan menyebabkan

pencemaran sekunder terhadap lingkungan (Zhao et al., 2021).

Sifat merkuri sulfat yang berbahaya menyebabkan pemakaian merkuri sulfat

dibatasi dan tidak disarankan. Penelitian Kishimoto et al. (2018) menguji kelayakan

metode penentuan COD bebas merkuri dengan menambahkan perak sulfat

(Ag2SO4) dalam reagen asam sulfat tidak kurang dari 10,3 g/kg H2SO4. Penerapan

tersebut berhasil mencapai efisiensi sebesar 94% serta memenuhi efisiensi uji bebas

Hg sebesar 96%. Uji COD bebas merkuri ini dianggap layak untuk sampel air

dengan konsentrasi klorida maksimum 500 mg/L, sedangkan kandungan klorida air

laut rata-rata adalah 19.400 mg/L. Oleh karena itu, metode tersebut kurang akurat

apabila digunakan untuk pengukuran sampel air laut.

4
Penelitian Shi et al. (2020) melakukan penekanan interferensi bromida pada

sampel air limbah industri yang kaya akan kandungan bromida menggunakan perak

nitrat dan mendapatkan hasil bahwa perak nitrat efektif untuk menghilangkan

bromida dengan konsentrasi 600 mg/L. Ion perak dapat membentuk bromin yang

tahan terhadap oksidasi selama proses digestion ketika penentuan nilai COD

dilakukan. Rasio konsentrasi antara perak nitrat dan sampel air limbah sebesar 1:1

digunakan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 5 menit dengan

kecepatan 300 rotation per minute (rpm). Faktor koreksi teoritis yang didapatkan

adalah 0,1 g COD/g Br-. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ion perak dalam

perak nitrat dapat digunakan untuk menekan interferensi halida lainnya.

Indonesia sekarang ini belum memiliki metode standar untuk penentuan nilai

COD air laut yang memiliki kadar klorida lebih dari 2000 mg/L. Oleh karena itu

diperlukan validasi metode dari prosedur yang dikembangkan atau dimodifikasi,

yaitu dengan menekan konsentrasi ion klorida pada sampel air laut. Menurut Rao

(2018), validasi metode adalah konfirmasi melalui pengujian bahwa persyaratan

tertentu untuk suatu maksud khusus telah terpenuhi. Validasi metode pada

penelitian ini dilakukan sebagai akibat dari penggunaan metode yang

dikembangkan atau dimodifikasi dari metode baku yang telah ada. Metode tersebut

dilakukan dengan penambahan larutan perak nitrat (AgNO3).

Perak nitrat digunakan sebagai pengganti merkuri sulfat yang sebelumnya

disebut efektif untuk menekan konsentrasi ion klorida. Merkuri sulfat sangat

beracun jika digunakan dalam jumlah yang banyak, selain itu garam merkuri dalam

larutan limbah sulit untuk dibuang dan akan menyebabkan pencemaran sekunder

terhadap lingkungan (Zhao et al., 2021). Hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip

5
green chemistry yaitu; pemakaian bahan pelarut dan pembantu yang aman serta

menghindari penggunaan bahan kimia yang berbahaya, toksik, dan tidak ramah

lingkungan (Putri, 2019)

Parameter yang akan dipelajari antara lain variasi konsentrasi larutan AgNO3

yaitu sebesar 3,6; 7,2 dan 10,8%. Pemilihan variasi konsentrasi berdasarkan atas

penelitian sebelumnya yang melakukan penambahan reagen penopeng hingga 10

kali lipat konsentrasi kloridanya. Parameter uji yang kedua adalah variasi volume

AgNO3 1,5 dan 3 mL pada ketiga konsentrasi. Variasi tersebut digunakan untuk

melihat apakah terdapat hubungan perbandingan yang signifikan antara

penambahan konsentrasi dan penambahan volume. Kemudian, parameter uji ketiga

adalah waktu sentrifugasi selama 10, 15 dan 25 menit pada kecepatan yang sama

yaitu 3000 rpm. Kecepatan tersebut disesuaikan dengan kemampuan alat yang

tersedia sehingga variasi waktu perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa

semakin lama waktu sentrifugasi yang digunakan maka endapan yang dihasilkan

juga semakin baik.

Sampel air laut kemudian diukur kandungan kloridanya sebelum dan sesudah

modifikasi secara argentometri. Kondisi sampel uji optimum dengan kandungan

klorida kurang dari 2000 mg/L merupakan sampel uji yang diajukan untuk

divalidasi. Prosedur validasi metode penentuan nilai COD merujuk pada metode

standar SNI 6989.2:2009 yang merupakan cara uji COD dengan refluks tertutup

secara spektrofotometri.

6
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi optimum konsentrasi dan volume larutan penopeng Ag+

serta waktu sentrifugasi untuk menopeng interferensi klorida pada air laut ?

2. Apakah modifikasi metode dengan penopengan larutan Ag+ untuk

penentuan COD air laut dapat memenuhi syarat keberterimaan validasi yang

mengacu pada metode uji COD dalam SNI 6989.2:2009 ?

1.3 Hipotesis

1. Peningkatan konsentrasi serta volume larutan Ag+ dan waktu sentrifugasi

secara konstan dapat menopeng interferensi klorida hingga di bawah 2000

mg/L.

2. Metode penentuan COD SNI 6989.2:2009 layak digunakan untuk sampel

uji air laut karena memenuhi syarat keberterimaan validasi.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menentukan kondisi optimum larutan Ag+ sebagai larutan penopeng untuk

menopeng interferensi klorida pada air laut.

2. Memvalidasi metode penentuan COD SNI 6989.2:2009 pada sampel air laut

menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk

mengembangkan metode alternatif penentuan nilai Chemical Oxygen Demand

(COD) pada air laut.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Laut

Air laut secara kimia merupakan campuran antara air murni dan sejumlah

unsur terlarut yang secara kolektif disebut garam. Air murni merupakan unsur

terbesar di mana jumlahnya yaitu sebesar 965 part per trillion (ppt) untuk air laut

yang mengandung garam sebanyak 35 ppt. Hal tersebut dapat diartikan bahwa

dalam satu liter air laut, terdapat 35 gram garam. Garam di laut tidak hanya terdiri

dari satu unsur kimia saja, melainkan secara kolektif disusun oleh zat garam-

garaman yang utama yang terkandung dalam air laut. Zat tersebut diantanya adalah

Klorida (55%), Natrium (31%), Sulfat (8%), Magnesium (4%), Kalsium (1%),

Potasium (1%) dan sisanya kurang dari 1% terdiri dari Bikarbonat, Bromida, asam

Borak, Strontium dan Florida. (Adriani, 2020).

Kandungan garam dalam air laut dapat ditunjukkan oleh nilai salinitas.

Menurut International Council for the Exploration of the Sea, salinitas

didefinisikan sebagai berat dalam gram anorganik terlarut dalam satu kilogram air

laut, dimana seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida serta semua bromin dan

iodida telah tergantikan dengan sejumlah klorida secara ekuivalen. Hal tersebut

membuat nilai salinitas sangat ditentukan oleh nilai klorinitas, yaitu jumlah total

unsur klor (dalam gram) yang terkandung dalam satu kilogram air laut (Millero et

al., 2008).

Indonesia sebagai negara maritim tentunya memiliki kekayaan alam laut yang

melimpah. Kekayaan tersebut meliputi minyak, gas, mineral, perikanan, terumbu

8
karang dan mangrove. Kekayaan laut tersebut sayangnya tidak dibersamai dengan

perhatian yang serius dari berbagai pihak sebagaimana halnya di wilayah daratan

yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran. Indikasi tercemarnya kawasan laut

tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999

tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Pengrusakan Laut. Indikator

pencemaran laut yang disebutkan dalam peraturan tersebut yaitu beberapa bahan

atau komponen yang masuk akibat adanya kegiatan manusia hingga perairan

tersebut di bawah ambang baku mutu (Suharto et al., 2019).

Menurut Suharto et al. (2019), komponen yang masuk ke dalam wilayah

perairan pesisir laut merupakan imbas dari kompleksnya aktivitas manusia yang

berpotensi menyebabkan penurunan kualitas perairan laut. Komponen tersebut

sebagian besar masuk dari daratan yang kemudian berakhir di lautan. Komponen

yang berakhir di lautan tersebut diantaranya adalah limbah industri, sampah,

tumpahan dan kebocoran minyak dan cemaran logam berat.

Pendeteksian kualitas air laut diklasifikasikan dalam dua indikator, yaitu

indikator non-kontaminan dan indikator kontaminan. Indikator non-kontaminan

mencerminkan situasi kualitas air laut sedangkan indikator kontaminan

menunjukkan status pencemaran air. Indikator kontaminan merupakan indikator

utama yang digunakan untuk mencerminkan status pencemaran sebagai dasar

pemantauan, evaluasi, pemanfaatan dan pengendalian kualitas air laut. Hal tersebut

membuat pendeteksian kontaminan dalam air laut menjadi masalah yang mendesak.

Kontaminan dalam air laut tersebut meliputi chemical oxygen demand (COD), total

fosfor, total nitrogen, pH, dissolved oxygen (DO), biological oxygen demand

(BOD), unsur logam berat dan mikroba (Some et al., 2021).

9
2.2 Chemical Oxygen Demand (COD)

Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti

komponen organik. Chemical oxygen demand atau yang lebih sering disingkat COD

merupakan istilah parameter kontaminan untuk menujukkan tingkat kebutuhan

senyawa kimia organik terhadap oksigen. Tingginya kebutuhan oksigen untuk

senyawa organik melakukan penguraian, mengindikasikan banyaknya kontaminan

dalam suatu badan perairan. Reaksi penguraian yang terjadi terus menerus

mengakibatkan kadar oksigen dalam air menurun. Akhirnya, pencemaran berat

pada air terjadi sebagai akibat dari oksigen yang tersisa tidak cukup untuk

melakukan penguraian (Zhang et al., 2018).

COD dapat menggambarkan kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan

organik baik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable) maupun

yang sukar (non biodegradable). Hal tersebut yang membuat hasil pemantauan

COD akan lebih tinggi hasilnya dibandingkan dengan hasil pemantauan BOD

(biological oxygen demand) yang hanya menggambarkan kebutuhan oksigen untuk

penguraian bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis

(biodegradable). Pemantauan COD lebih cocok dilakukan apabila suatu perairan

memiliki bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis. Bahan organik

tersebut diantaranya adalah benzena, lignin, fenol, tanin, polisakarida, selulosa dan

sebagainya. Bahan organik inilah yang membutuhkan oksigen untuk dapat

didegradasi menjadi CO2 dan H2O (Santoso, 2010).

Pengujian untuk pemantauan nilai COD dilakukan dengan mengoksidasi

bahan organik dengan kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai sumber oksigen

(oxidizing agent). Menurut (Hadi et al., 2020), oksigen yang dikonsumsi senyawa

10
kimia setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air

sampel. Reaksi oksidasi yang dilakukan kalium dikromat terhadap senyawa organik

ditunjukkan dengan reaksi berikut (Geerdink et al., 2017):

CaHbOc + Cr2O72- + H+ → CO2 + H2O + Cr3+

Kalium dikromat sebagai oksidator kuat nyatanya mampu mengoksidasi hampir

semua zat organik dalam suasana asam. Ion dikromat dalam reaksi oksidasi di atas

tereduksi menjadi ion kromat. Menurut WHO (1991), perairan yang tidak tercemar

biasanya memiliki nilai konsentrasi COD kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada

perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L bahkan 60.000 mg/L pada air limbah

industri.

Pengujian COD dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai kebutuhan dan

kemampuan laboratorium analisis. Indonesia sendiri telah memiliki standar untuk

pengujian COD yang dikeluarkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar

tersebut masuk ke dalam seri air dan air limbah yang terdiri dari empat metode yaitu

cara uji COD dengan refluks tertutup dan terbuka secara spektrofotometri, cara uji

COD dengan refluks terbuka secara titrimetri, serta cara uji COD air limbah secara

permanganometri. Metode dengan refluks terbuka cocok untuk berbagai sampel uji

namun membutuhkan jumlah volume sampel uji dan pereaksi yang lebih banyak

sehingga kurang ekonomis. Metode dengan refluks tertutup lebih ekonomis karena

jumlah volume sampel uji dan pereaksi lebih sedikit, hanya saja sampel uji harus

dalam keadaan homogen (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022).

11
2.3 Prinsip Pengujian Chemical Oxygen Demand (COD) SNI 6989.2.2009

Metode pengujian COD SNI 6989.2:2009 menggunakan refluks tertutup

secara spektrofotometri. Refluks merupakan salah satu metode destruksi basah

yang bertujuan untuk mengesktrak senyawa agar lebih mudah dianalisis. Metode

refluks tertutup menunjukkan bahwa proses analisis sampel dilakukan dengan

peralatan yang tertutup. Pelarut volatil akan melalui proses penguapan pada suhu

tinggi kemudian diembunkan kembali sehingga pelarut tetap ada selama reaksi

berlangsung. Refluks tertutup menggunakan pemanasan di atas penangas panas

pada suhu yang ditentukan dengan penambahan zat pengoksida dan asam kuat.

Menurut Gnanavelu et al., (2021), metode refluks tertutup lebih aman terhadap

penguapan dan pemuaian dari bahan dibandingkan dengan refluks terbuka.

Proses refluks dilakukan pada suhu 150 oC menggunakan reaktor COD

selama 2 jam. Apabila dalam sampel uji diperkirakan terdapat unsur klorida yang

dapat mengganggu reaksi maka merkuri sulfat dapat ditambahkan untuk

menghilangkan klorida dengan perbandingan 10:1 (v/v). Unsur klorida dapat

mengganggu karena akan teroksidasi oleh kalium dikromat sesuai dengan reaksi

berikut ini:

6 Cl- + Cr2O72- + 14 H+ → 3 Cl2 + 2 Cr3+ + 7 H2O

Interferensi tersebut menyebabkan keperluan oksigen yang ada pada reaksi tidak

valid. Merkuri sulfat yang ditambahkan berfungsi untuk mengikat ion klorida

menjadi merkuri klorida mengikuti reaksi berikut (Geerdink et al., 2017):

Hg2+ (aq) + 2 Cl- (aq) → HgCl2 (s)

Standar ini digunakan untuk sampel uji air dan air limbah dengan kadar

klorida kurang dari 2000 mg/L. Senyawa organik dan anorganik dalam sampel uji

12
yang dioksidasi oleh dikromat dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+ dan sisa

Cr6+. COD dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (mg O2 /L) yang diukur dengan

spektrofotometri sinar tampak. Pengukuran absorbansi nilai COD pada kisaran 100

sampai dengan 900 mg/L dilakukan pada panjang gelombang 600 nm di mana ion

Cr3+ kuat mengabsorpsi pada panjang gelombang tersebut, sedangkan untuk

pengukuran absorbansi nilai COD yang lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L

ditentukan dengan melihat berkurangnya ion Cr6+ pada panjang gelombang 420 nm

(Hadi et al., 2020).

Proses digestion pada penentuan kadar COD melibatkan tiga larutan, yaitu

larutan sampel uji, digestion solution, dan larutan pereaksi asam sulfat. Sampel uji

dipersiapkan dengan cara dihomogenkan dan disarankan untuk dihaluskan dengan

blender apabila terdapat padatan tersuspensi. Selanjutnya, digestion solution

dipreparasi dengan melarutkan kalium dikromat ke dalam air suling. Digestion

solution ini dipersiapkan untuk dua kondisi, yaitu pada kisaran konsentrasi tinggi

dan rendah yang perbedaannya terletak pada banyaknya kalium dikromat yang

dilarutkan. Kemudian, larutan pereaksi asam sulfat dipersiapkan dengan cara

melarutkan perak sulfat ke dalam asam sulfat pekat. Proses pelarutan ini

membutuhkan waktu pengadukan selama dua hari sehingga disarankan untuk

menggunakan pengaduk magnet guna mempercepat larutnya pereaksi (Badan

Standarisasi Nasional, 2009).

Larutan standar yang digunakan dalam penentuan nilai COD adalah larutan

kalium hidrogen ftalat (KHP) yang memiliki rumus molekul HOOCC6H4COOK

atau KC8H5O4. Senyawa ini merupakan bahan standar primer yang stabil saat

13
pengeringan, non-higroskopis, dan memiliki berat ekivalen yang tinggi yaitu 204,2

g/eq.

Gambar 1. Struktur kimia kalium hidrogen ftalat (Tiwari et al., 2018)

KHP merupakan larutan standar primer yaitu larutan standar yang diperoleh

dari penimbangan senyawa bahan standar primer. Senyawa KHP langsung tersedia

dalam kemurnian 99,5% atau lebih. Peran KHP dalam penentuan nilai COD yaitu

sebagai kalibrator pada proses kalibrasi atau standarisasi. Pada proses tersebut,

larutan KHP yang telah diketahui konsentrasinya dijadikan pembanding primer

untuk pembanding sekunder lainnya, yaitu kalium dikromat (Tiwari et al., 2018).

2.4 Spektrofotometer UV-Vis

Menurut Gandjar et al. (2007), spektrofotometer adalah kesatuan alat yang

terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari

spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur

intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Keseluruhan alat tersebut

digunakan untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan,

direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang.

Spektrofotometri sinar tampak (UV-Vis) merupakan pengukuran energi

cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar ultraviolet

(UV) memiliki panjang gelombang antara 200 hingga 400 nm sedangkan sinar

14
tampak (visible) memiliki panjang gelombang antara 400 hingga 800 nm.

Spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif meskipun

dapat juga dipakai untuk analisis kualitatif (Kaunang et al., 2012). Spektrofotometer

UV-Vis secara kuantitatif memiliki kegunaan untuk menentukan konsentrasi

senyawa. Konsentrasi dari analit di dalam larutan dapat ditentukan dengan

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu menggunakan persamaan

hukum Lambert-Beer yang dapat menyatakan bahwa terdapat hubungan linier

antara absorbansi dengan konsentrasi larutan sampel. Hukum Lambert-Beer dapat

dituliskan sebagai berikut (Gandjar et al., 2007)

-log T = A = ε. b. C

Keterangan:

A = absorban
ε = absorpsivitas molar
b = tebal kuvet (cm)
C = konsentrasi

Persamaan hukum Lambert-Beer menunjukkan bahwa penentuan

absorbansi atau transmitansi akan menghasilkan konsentrasi jika absorpsivitas

molar (ε) dan tebal kuvet (b) diketahui. Absorptivitas (ε) merupakan suatu

konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi

yang mengenai larutan sampel namun tergantung pada suhu, pelarut, struktur

molekul, dan panjang gelombang radiasi (Arsyad, 2013). Hukum Lambert beer

memiliki batasan yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) radiasi yang masuk ke kuvet

adalah sinar monokromatis, 2) spesies penyerap berkelakuan tak tergantung satu

terhadap yang lainnya, 3) penyerapan terjadi dalam volume yang mempunyai luas

penampang yang sama, 4) dengan tenaga radiasi yang cepat (tidak terjadi

15
fluoresensi) dan 5) indeks bias tak tergantung pada konsentrasi (Sastrohamidjojo,

2018).

Gambar 2. Skema umum spektrofotometer (Gohain, 2008)

Prinsip kerja sebuah spektrofotometer melibatkan sumber radiasi. Sumber

radiasi sinar ultraviolet biasanya menggunakan lampu hidrogen dan lampu

deuterium yang terdiri dari sepasang elektroda yang terselubung dalam tabung gelas

yang diisi gas hidrogen atau deuterium pada tekanan rendah. Lampu-lampu tersebut

melepaskan radiasi yang kontinyu dalam daerah sekitar 180 nm dan 350 nm. Selain

kedua lampu tersebut, sumber radiasi sinar ultraviolet lain yaitu lampu xenon yang

kurang stabil. Sedangkan, sumber radiasi sinar tampak yaitu lampu filamen

tungsten yang menghasilkan radiasi kontinu dalam daerah antara 350 dan 2500 nm.

Sumber-sumber radiasi tersebut merupakan sumber radiasi polikromatis yang harus

diubah menjadi radiasi monokromatis (Sastrohamidjojo, 2018).

Sumber radiasi diubah menjadi radiasi monokromatis menggunakan

monokromator. Sumber radiasi melalui monokromator dengan bantuan lensa

prisma dan filter optik membuat berkas radiasi pada panjang gelombang tertentu

diteruskan dan menyerap berkas radiasi pada panjang gelombang lainnya. Berkas

radiasi yang diteruskan selanjutnya dilewatkan pada cuplikan sampel yang

16
ditempatkan dalam sel atau kuvet. Berkas radiasi yang dilewatkan kemudian

diterima oleh detektor (Verma et al., 2018)

Detektor yang digunakan dalam sinar ultraviolet dan sinar tampak disebut

detektor fotolistrik. Hasilnya berupa sinyal listrik yang dapat mengaktifkan meteran

atau pencatat. Pencatat kemudian akan menghitung radiasi yang diterima sehingga

radiasi yang diserap oleh sampel akan diketahui. Konsentrasi zat pada sampel akan

diketahui karena konsentrasi zat sebanding dengan radiasi yang diserap sampel

(Sastrohamidjojo, 2018).

2.5 Validasi Metode

Menurut United States Pharmacopeia (USP), validasi metode adalah

rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui secara pasti bahwa suatu

metodologi analitik akurat, spesifik, dan dapat ditiru serta kokoh pada rentang yang

ditentukan. Validasi metode memberikan jaminan atas keandalan suatu prosedur

serta dapat digambarkan sebagai proses penyediaan bukti yang terdokumentasi

bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus telah terpenuhi (Gupta,

2015).

Penggunaan metode yang tervalidasi merupakan salah satu bentuk

pemenuhan syarat teknis laboratorium pengujian dan kalibrasi berdasarkan Standar

Internasional ISO/IEC 17025. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk

memastikan bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk

mengatasi persoalan analisis. Suatu metode harus dilakukan validasi untuk

beberapa alasan berikut:

17
1. Pengembangan metode yang dilakukan untuk mengatasi persoalan analisis

tertentu,

2. Metode yang sudah baku, direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau

karena munculnya suatu persoalan yang mengarahkan bahwa metode baku

tersebut harus direvisi,

3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah

seiring dengan berjalannya waktu,

4. Pengerjaan suatu analisis dengan metode baku tertentu dilakukan oleh analis

dan alat yang berbeda,

5. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode

baru dan metode baku.

Metode kuantitatif untuk pengujian validasi mengandung karakteristik

kinerja yang lebih banyak daripada verifikasi (Rao, 2018). Karakteristik kinerja

validasi yaitu meliputi presisi, akurasi, linieritas, batas deteksi, selektivitas,

ketangguhan serta ketahanan.

1. Presisi

Presisi dibagi menjadi tiga, yakni : repeatability, intra reproducability dan

inter reproducibility (Ayutia Ciptaningtyas Putri, 2017). Ketiganya memiliki

perbedaan berdasarkan jangka waktu dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan

laboratorium di mana repeatability menggunakan laboratorium, peralatan dan

analis yang sama); intra reproducibility menggunakan laboratorium dan

peralatan yang sama dengan analis yang berbeda; dan inter reproducibility

menggunakan laboratorium, peralatan dan analis yang berbeda (Sukaryono et

al., 2017).

18
2. Akurasi

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis

dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen

perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Suatu metode baik

dilakukan untuk analisis jika syarat akurasi telah dipenuhi. Hal tersebut dapat

ditingkatkan dengan cara mengurangi kesalahan sistematis seperti

pengkalibrasian alat dan instrument, pengendalian suhu, penggunaan pereaksi

dan pelarut yang baik, serta pelaksaan analisis yang sesuai prosedur (Rao,

2018).

3. Linieritas dan rentang

Linieritas menyatakan kemampuan cara kerja analisis yang menghasilkan

respon langsung dan proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel

uji. Uji linieritas dapat dibantu pengerjaannya menggunakan bantuan

komputer dengan aplikasi pengolah data. Linieritas suatu larutan memenuhi

syarat atau semakin baik jika koefisien relasi atau nilai R2 mendekati nilai 1

(Maryati, 2011).

4. Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi

Batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ) dapat ditentukan secara

bersamaan berdasarkan persamaan regresi linier yang diperoleh pada uji

linieritas. LOD dan LOQ dihitung dari rerata kemiringan garis dan standar

deviasi kurva standar yang diperoleh (Putri, 2017).

5. Selektivitas (spesifitas)

Selektivitas dapat menyatakan derajat penyimpangan (degree of bias).

Metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang

19
ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing

lainnya. Hal tersebut kemudian dapat dibandingkan terhadap hasil analisis

sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Putri, 2017).

6. Ketangguhan dan Ketahanan

Ketangguhan adalah tingkat ketertiruan hasil uji dari analisis sampel yang

sama dalam berbagai kondisi uji, sedangkan ketahanan adalah suatu ukuran

dari kemampuan metode uji untuk tidak terpengaruh oleh perubahan dan

variasi kecil dari parameter-parameter dalam metode uji dan tetap

menunjukkan performa yang baik pada kondisi normal (Sukaryono et al.,

2017).

Konsep ketidakpastian juga sangat penting untuk hasil pengukuran karena

nilai ketidakpastian menyatakan mutu hasil pengukuran atau pengujian. Semakin

kecil nilai ketidakpastian maka semakin akurat dan presisi hasil penelitian atau

pengujian yang dilakukan. Sumber-sumber ketidakpastian harus diidentifikasi

secara individual sebelum menentukan ketidakpastian pengukuran secara

menyeluruh. Kategori sumber tersebut umumnya dibagi menjadi 6, yaitu bersumber

dari pengukuran, tenaga kerja (analis), mesin, metode, bahan, dan lingkungan

(Kristiantoro et al., 2016).

20
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April hingga bulan Juli 2022 di

laboratorium air PT ITEC Solution Indonesia yang berlokasi di Jl. Bogor NIrwana

Residence, Kota Bogor, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas

laboratorium, neraca analitik HWH Dj214e, buret, tabung sentrifuge, alat

sentrifuge, water quality meter, COD reaktor, tabung digestion, kuvet dan alat

instrumen spektrofotometer UV-Vis Thermo Scientific Genesys 20 Visible

Spectrophotometer CAT 4001.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat kemurnian

pro analysis, antara lain perak nitrat (AgNO3) (Smart-Lab), kalium kromat

(K2CrO4) (Merck), kalium dikromat (K2Cr2O7) (Merck), perak sulfat (Ag2SO4)

(Merck), merkuri sulfat (HgSO4) (Smart-Lab), asam sulfat (H2SO4) (Smart-Lab)

dan kalium hidrogen ftalat (HOOCC6H4COOK)(Merck).

21
3.3 Skema Kerja

Skema kerja dalam penelitian ini dibagi dalam tiga tahapan kerja utama.

Tahap pertama mencakup pengujian klorida pada air laut dan penentuan metode

optimum penopengan klorida air laut hingga menghasilkan sampel unspiked. Tahap

tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembuatan sampel spiked melalui

penambahan larutan standar kalium hidrogen ftalat sebagai standar COD, serta

diakhiri dengan penentuan COD. Gambar 3 menunjukkan bagan alir dari setiap

tahapan kerja penelitian.

22
Gambar 3. Bagan alir penelitian

23
3.4 Lokasi Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air laut dilakukan di perairan laut Muara Angke Jl.

Pendaratan Ikan, Pluit, Kec. Penjaringan, Kota Jakarta Utara, Daerah Khusus

Ibukota Jakarta (Gambar 4). Titik pengambilan bertepatan dengan 6 derajat, 6 menit

dan 9,3 detik lintang selatan serta 106 derajat, 46 menit 5,8 detik bujur timur

(6°06'09.3"S 106°46'05.8"E). Lokasi ini diambil didasarkan atas rekomendasi serta

keterjangkauan lokasi.

Gambar 4. Koordinat lokasi pengambilan sampel

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pengujian Kandungan Klorida Awal Sampel Air Laut (SNI

6989.19:2009)

Sampel air laut yang telah diukur pH, daya hantar listrik dan salinitas diuji

kandungan kloridanya. Air laut terlebih dahulu diencerkan dengan faktor

pengenceran 1000 kali di mana sebanyak 0,1 mL air laut ditera dalam labu ukur

100 mL. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL dan

ditambahkan indikator kalium kromat (K2CrO4) sebanyak 1 mL. Penentuan

kandungan klorida dilakukan dengan cara titrasi argentometri yaitu dengan

larutan AgNO3 0,0141 N yang telah dibakukan hingga terbentuk warna kuning

24
kemerahan sebagai titik akhir. Langkah tersebut kemudian juga dilakukan pada

air bebas mineral sebanyak 100 mL sebagai blangko. Kandungan klorida

selanjutnya diperoleh dengan perhitungan berikut:

(A−B)×N×35450
Cl (mg/L) = × Fp .................................................................... (1)
V

di mana:

A = Volume larutan AgNO3 yang digunakan saat titrasi sampel


B = Volume AgNO3 larutan yang digunakan saat titrasi blangko
N = Normalitas larutan AgNO3
V = Volume sampel
Fp = Faktor pengenceran

3.5.2 Optimasi Penopengan Interferensi Klorida dengan Larutan

Penopeng AgNO3 (Zhao et al., 2021)

Tahap ini diawali dengan pembuatan larutan penopeng Ag+ dalam AgNO3

untuk tiga macam konsentrasi. Konsentrasi Ag+ 3,6; 7,2 dan 10,8 % dibuat

dengan melarutkan masing-masing 1,4267; 2,8534 dan 4,2801 gram AgNO3

dalam 25 mL air bebas mineral.

Optimasi dilakukan saat proses sentrifugasi air laut dan larutan Ag+ dalam

perak nitrat untuk melakukan penopengan terhadap interferensi klorida pada

kecepatan sentrifugasi 3000 rotation per minute (rpm). Konsentrasi larutan

penopeng Ag+ yang divariasikan ialah 3,6; 7,2 dan 10,8 % sebanyak 1,5 dan 3,0

mL. Lama putaran sentrifugasi juga dioptimasi dengan variasi 10, 15 dan 25

menit. Supernatan dari sampel hasil optimasi diuji kembali kadar kloridanya

menurut cara 3.5.1 untuk melihat hasil penopengan interferensi klorida terbaik

(optimum).

25
3.5.3 Validasi Metode COD (SNI 6989.2:2009)

a. Pembuatan Larutan Digestion

Larutan digestion dibuat pada kisaran konsentrasi COD rendah yaitu

dengan cara menambahkan 1,022 g K2Cr2O7 yang telah dikeringkan pada

suhu 150 °C selama 2 jam kedalam 500 mL air suling. Kemudian ke dalam

larutan tersebut ditambahkan 167 mL H2SO4 pekat dan HgSO4 sebanyak

33,3 g. Larutan tersebut dihomogenkan dan dinginkan pada suhu ruang

kemudian diencerkan sampai 1000 mL.

b. Pembuatan Larutan Peraksi Asam Sulfat 0,05 M

Larutan perekasi asam sulfat dibuat dengan cara melarutkan 10,12 g

serbuk atau kristal Ag2SO4 ke dalam 1000 mL H2SO4 pekat.

c. Pembuatan Larutan Baku Kalium Hidrogen Ftalat

(HOOCC6H4COOK, KHP) ≈ COD 500 mg O2/L

Larutan baku KHP dibuat dengan menggerus KHP lalu dikeringkan

sampai berat konstan pada suhu 110 °C. Sebanyak 425 mg KHP kemudian

dilarutkan ke dalam air bebas organik dan ditera dalam labu ukur 1000 mL.

Larutan ini stabil bila disimpan dalam kondisi dingin pada temperatur 4 °C

± 2 °C dan dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada pertumbuhan

mikroba.

d. Pembuatan Larutan Kerja KHP

Pembuatan larutan kerja dilakukan dengan mengencerkan larutan baku

KHP dengan berbagai volume untuk menghasilkan larutan kerja KHP

dengan konsentrasi 0, 5, 20, 40, dan 50 mg/L. Larutan baku KHP dipipet

26
masing-masing sebanyak 0; 0,5; 2; 4 dan 5 mL yang kemudian ditera dalam

labu 50 mL.

e. Preparasi Sampel

1) Sampel Unspiked

Sampel unspiked merupakan hasil optimum sampel uji yang

memenuhi syarat yaitu memiliki kandungan klorida di bawah 2000

mg/L. Sampel uji optimum dipipet untuk mengambil supernatan.

Supernatan tersebut dipindahkan ke dalam botol vial berukuran 10 mL

untuk mengendapkan sisa-sisa padatan tanpa difiltrasi.

2) Sampel Spiked

Sampel spiked dibuat dengan menambahkan larutan analit yang

diketahui. Larutan baku KHP 500 mg/L dipipet sebanyak 4 mL ke

dalam labu 100 mL. Labu tersebut kemudian ditera dengan

menggunakan air laut sehingga sampel dipreparasi menggunakan KHP

dengan COD ekuivalen 20 mg/L. Larutan tersebut kemudian di

tambahkan larutan Ag+ dan disentrifugasi sesuai variabel kondisi

optimum. Supernatan hasil sentrifugasi dipipet dan dipindahkan ke

dalam botol vial tanpa difiltrasi.

3) Sampel Robustness

Sampel ini merupakan sampel untuk parameter validasi uji

ketahanan di mana uji tersebut akan mengevaluasi kapasitas metode

untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya perubahan kecil pada

parameter uji. Perubahan yang diusulkan adalah konsentrasi dan

volume optimum agen penopeng masing-masing dikurangi sebanyak

27
0,8% dan 0,2 mL serta waktu sentrifugasi dikurangi sebanyak 5 menit.

Sampel kemudian diperlakukan sama seperti sampel unspiked.

f. Proses Digestion

Sampel uji dipipet sebanyak 2,5 mL ke dalam tabung digestion.

Digestion solution dan larutan pereaksi asam sulfat yang telah dibuat juga

ditambahkan masing-masing sebanyak 1,5 dan 3,5 mL. Tabung ditutup dan

larutan dihomogenkan sebelum akhirnya diletakkan pada reaktor COD yang

telah dipanaskan pada suhu 150 °C selama 2 jam.

3.5.4 Analisis Data

Proses analisis data difokuskan ke dalam karakteristik kinerja pengujian

validasi metode meliputi liniertitas, presisi, akurasi, batas deteksi dan batas

kuantifikasi serta ketahanan.

a. Linieritas

Larutan kerja KHP diukur absorbansinya menggunakan

spektrofotometer UV-Vis setelah diperlakukan seperti sampel dengan

melewati proses digestion. Kemudian dari data konsentrasi dan absorbansi

dibuat kurva hubungan korelasi konsentrasi pada sumbu (x) dan absorbansi

pada sumbu (y) sehingga slope (s), intercept (i), serta koefisien korelasi (r)

dapat diketahui menggunakan bantuan aplikasi pengolah data.

b. Presisi

Sampel yang telah melewati proses digestion selanjutnya diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 420 nm. Pengukuran dapat dilakukan sebanyak 7 kali

pengulangan dan dari hasil analisis dapat dicari standar deviasi dan standar

28
deviasi relatif. Hasil yang didapat dibandingkan dengan RSD Horwitz

sebagai standar. Penentuan presisi dapat dihitung dengan rumus:

SD
%RSD = x 100% < (0,67) 21−0,5logC ................................................... (2)

c. Akurasi

Akurasi diperoleh dari hasil perolehan kembali (% Recovery)

konsentrasi sampel spiked terhadap sampel unspiked. Penentuan %R dapat

dihitung dengan rumus:

Konsentrasi Hasil Uji (Terukur)


%R = × 100 ............................................... (3)
Konsentrasi Teoritis (Target)

d. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ)

Nilai LOD dan LOQ ditentukan dari pengukuran blangko. Nilai LOD

adalah nilai konsentrasi nilai rata-rata blangko ditambah tiga kali nilai

simpangan bakunya. Sedangkan nilai LOQ didapatkan dari nilai rata-rata

blangko ditambah sepuluh kali nilai simpangan bakunya. LOD dan LOQ

dapat dihitung dengan rumus berikut:

𝐿𝑂𝐷 = 3 × 𝑆𝐷 ....................................................................................... (4)

𝐿𝑂𝑄 = 10 × 𝑆𝐷 ...................................................................................... (5)

e. Ketahanan (Robustness)

Analisis ketahanan dilakukan untuk mengetahui respon presisi dengan

uji-F serta akurasi dengan uji-t dari sampel uji. Perlakuan yang diterapkan

berupa perubahan pengurangan konsentrasi dan volume larutan penopeng

Ag+ serta waktu pemutaran sentrifugasi.

29
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian chemical oxygen demand dapat mengacu pada metode SNI

6989.2:2009 yang menggunakan spektrofotometer UV-Vis dalam proses

analisisnya. Metode tersebut dapat digunakan untuk air dan air limbah dengan

konsentrasi klorida kurang dari 2000 mg/L. Air laut yang memiliki kandungan

klorida rata-rata sejumlah 19.400 mg/L tentunya melampaui batas yang terdapat

pada metode SNI 6989.2:2009 tersebut. Sehingga, dalam penelitian ini perlu

dilakukan penopengan terhadap klorida. Metode tersebut dimodifikasi

menggunakan penambahan perak nitrat (AgNO3) sebagai agen penopeng klorida

pada sampel air laut. Data yang didapatkan kemudian perlu divalidasi sebagai

akibat penggunaan metode yang dimodifikasi untuk menjamin keakuratan,

reprodusibilitas dan ketahanan suatu prosedur (Rao, 2018).

Air laut yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini merupakan air

laut yang berasal dari perairan Laut Muara Angke. Sampel air laut kemudian

dibawa ke laboratorium PT ITEC Solution Indonesia untuk diidentifikasi

karakteristiknya menggunakan water quality meter yang meliputi pH, salinitas dan

daya hantar listrik. Melalui identifikasi tersebut, air Laut Muara Angke memiliki

pH 7,32; salinitas 18,5 ppt; serta daya hantar listrik sebesar 36,8 mS/cm. Data

tersebut menunjukkan bahwa air laut muara angke memenuhi kriteria rata-rata air

laut yang memiliki pH pada rentang 7 – 8,5, salinitas antara 34 – 37 ppt serta daya

hantar listrik air asin pada rentang 15 – 50 mS/cm (Fahimah et al., 2021).

30
4.1 Pengujian Kandungan Klorida Awal pada Sampel Air Laut

Air laut yang telah diidentifikasi karakteristiknya kemudian diuji kandungan

kloridanya. Pengujian klorida dilakukan dengan mengacu pada prosedur SNI

6989.19:2009. Pengujian ini menggunakan metode titrasi argentometri. Metode ini

melibatkan reaksi pengendapan ion halida (klorida) dengan ion perak yang terdapat

pada larutan standar perak nitrat (AgNO3). Prosedur dalam metode ini

menggunakan metode Mohr dengan kalium kromat (K2CrO4) encer sebagai

indikatornya. Mekanisme yang terjadi pada saat titrasi adalah sebagai berikut

(Kuntari et al., 2018):

NaCl (aq) + AgNO3 (aq) → AgCl (s) + NaNO3 (aq) (1)

2 AgNO3 (aq) + K2CrO4 (aq) → Ag2CrO4 (s) + 2 KNO3 (aq) (2)

Berdasarkan persamaan reaksi pertama, analit akan membentuk endapan putih

perak klorida (AgCl). Kemudian persamaan reaksi kedua menunjukkan titik akhir

titrasi dicapai ketika telah terbentuknya warna merah dari endapan perak kromat

(Ag2CrO4) sebagai akibat Ag+ dari AgNO3 yang bereaksi dengan CrO42- dari

indikator bila Cl- telah habis bereaksi (Geerdink et al., 2017).

Perak nitrat (AgNO3) yang digunakan sebagai titran telah melalui proses

standarisasi. Standarisasi tersebut dilakukan karena AgNO3 merupakan larutan

standar sekunder yang harus dibakukan dengan larutan baku primernya, yaitu

larutan natrium klorida (NaCl). Larutan baku primer NaCl merupakan larutan baku

primer yang memenuhi syarat baku primer seperti kemurniannya yang tinggi, tidak

berubah selama penimbangan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan murni

serta tidak mudah teroksidasi (Sari et al., 2014).

31
Larutan AgNO3 mulanya disiapkan dengan konsentrasi sebesar 0,0141 N,

namun setelah distandarisasi memperoleh hasil konsentrasi 0,0138 N (lampiran

1(a)). Selisih 0,0003 N yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh sifat larutan standar

sekunder. Perak nitrat sendiri merupakan senyawa dengan berat ekuivalen yang

relatif rendah. Larutan perak nitrat juga kurang stabil dalam penyimpanan karena

memiliki sifat tidak tahan jika terkena cahaya. Sehingga, larutan perak nitrat

biasanya disimpan dalam wadah botol kaca berwarna gelap agar cahaya dapat

diserap oleh kaca dan tidak merusak larutan (Verzosa et al., 2007).

Sampel air laut yang digunakan sebagai titrat harus dilakukan pengenceran

sebelum dianalisis. Faktor pengenceran sampel air laut yang tercatat adalah 1000

kali. Faktor pengenceran harus dihitung untuk mendapatkan konsentrasi analit yang

sebenarnya (Hikmayanti et al., 2019). Sampel air laut hasil pengenceran dalam labu

ukur kemudian dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan indikator

kalium kromat (K2CrO4). Kandungan Cl- setelah dikalikan dengan faktor

pengenceran yaitu sebesar 18.443 ppm atau setara dengan 1,8% (lampiran 1(f)).

Nilai tersebut masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan penelitian

Khairunnisa et al. (2015) yang melakukan pengujian kandungan klorida pada air

laut Pulau Bengkalis. Air laut tersebut diuji melalui titrasi argentometri metode

Mohr dan mendapatkan hasil 15.423 mg/L atau sekitar 1,5%.

Perak nitrat juga dapat mengendapkan halida lain seperti iodida dan bromida

pada saat titrasi argentometri metode Mohr dilakukan. Hal tersebut secara teoritis

memungkinkan halida lain terukur dalam proses titrasi. Namun, pada penilitian ini

tidak ditemukan adanya endapan berwarna kuning cerah perak iodida maupun

endapan kuning perak bromida. Hal tersebut selaras dengan komposisi air laut di

32
mana halida selain klorida merupakan unsur minor yang memiliki jumlah sangat

sedikit (<1%) dalam air laut (Adriani, 2020).

4.2 Optimasi Parameter Penopengan Klorida

Klorida dalam sampel air pada penelitian terdahulu ditopeng dengan

menggunakan merkuri sulfat (HgSO4) yang garamnya dapat menyebabkan

pencemaran sekunder terhadap lingkungan. Sistem perairan sangat sensitif terhadap

masukan merkuri karena laju bioakumulasi logam berat ini lebih tinggi dari logam

berat lainnya. Bioakumulasi merkuri dapat terjadi dalam rantai makanan perairan

sehingga konsentrasi merkuri dapat meningkat seiring dengan tingkatan rantai

makanan. Merkuri anorganik dapat berubah merkuri organik yang sangat beracun,

seperti metil merkuri (CH3Hg) yang dapat terakumulasi di sedimen sungai. Merkuri

organik yang terdapat di perairan sungai dapat terbawa sampai ke perairan laut

sehingga mengancam keberlangsungan hidup biota laut (Bernadus et al., 2021).

Pada penelitian ini digunakan ion perak dari perak nitrat untuk menopeng

interferensi klorida di air laut sehingga nilai COD dapat ditentukan. Ion perak dari

senyawa AgNO3 akan berfungsi sebagai agen penopeng klorida yang terkandung

dalam air laut dan membentuk pelet putih perak klorida (AgCl). Secara teoritis,

AgNO3 juga dapat mengendapkan halida lain seperti iodida dan bromida. Endapan

perak iodida (Ksp = 1,0 × 10-16) dan perak bromida ( Ksp= 5,0 × 10-13) bahkan akan

lebih cepat mengendap karena harga Ksp-nya lebih kecil jika dibandingkan dengan

harga Ksp perak klorida (1,78 × 10-10) (Williams et al., 2009). Pelet kuning (AgBr)

dan kuning cerah (AgI) tersebut tidak ditemukan pada saat optimasi, selain itu

penelitian Cardona et al., (2016) juga menyatakan bahwa konsentrasi bromida

33
hingga 500 mg/L tidak signifikan mengganggu uji COD. Larutan digestion cukup

untuk mencegah gangguan bromida untuk diperiksa rentang konsentrasi tersebut,

sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini keduanya tidak

mengganggu proses analisis.

Tiga variabel yang akan dioptimasi yaitu konsentrasi Ag+ (3,6%; 7,2% dan

10,8%) dan volume Ag+ (1,5 dan 3,0 mL) serta waktu sentrifugasi (10, 15 dan 25

menit). Optimasi metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan manual yang melibatkan variasi dari satu variabel sedangkan variabel

lainnya dibuat tetap. Respon atau interaksi dari tiap-tiap variabel tersebut dicatat

dan dianalisis sehingga mendapatkan hasil yang optimum (Rohman, 2014).

Pemilihan variasi konsentrasi didasarkan pada penelitian sebelumnya yang

menambahkan reagen hingga sepuluh kali kandungan kloridanya. Konsentrasi

tersebut juga divariasikan volumenya sebagai pembanding antara penambahan

konsentrasi dan penambahan reagen. Optimasi terhadap alat juga dilakukan pada

penelitian ini. Alat sentrifugasi yang digunakan setelah analit ditambahkan dengan

reagen penopeng diatur pada kecepatan 3000 putaran per menit yang merupakan

kecepatan maksimal alat yang tersedia. Dengan demikian perlu dilakukan variasi

waktu sentrifugasi untuk membuktikan bahwa semakin lama waktu sentrifugasi

yang digunakan maka endapan yang dihasilkan juga semakin baik. Waktu

sentrifugasi divariasikan mulai dari 10, 15 hingga 25 menit.

34
20.000 18.443 18.443 18.443
18.000
16.000
Kandungan Cl- (mg/L) 13.800
14.000 12.570 12.430
12.000
9.980 9.680
10.000 8.710 Klorida Awal
8.000 Volume 1,5 mL
6.000 Volume 3 mL
4.000
2.000
0
10 15 25
Waktu (menit)

Gambar 5. Optimasi penurunan Cl- dengan larutan Ag+ 3,6%

20.000 18.443 18.443 18.443


18.000
16.000
Kandungan Cl- (mg/L)

14.000
12.000 11.350 11.250
10.570
10.000 Klorida Awal
8.000 Volume 1,5 mL
5.580
6.000 4.210 Volume 3 mL
4.010
4.000
2.000
0
10 15 25
Waktu (menit)

Gambar 6. Optimasi penurunan Cl- dengan larutan Ag+ 7,2%

35
20.000 18.443 18.443 18.443
18.000
16.000
Kandungan Cl- (mg/L) 14.000
12.000
10.000 Klorida Awal
7.800 7.500 7.400
8.000 Volume 1,5 mL
6.000 Volume 3 mL
4.000
2.000 1.400 800 390
0
10 15 25
Waktu (menit)

Gambar 7. Optimasi penurunan Cl- dengan larutan Ag+ 10,8%

Gambar 5, 6 dan 7 menunjukkan data optimasi penurunan Cl- pada air laut

menggunakan larutan Ag+ dari AgNO3 dengan konsentrasi 3,6%; 7,2% dan 10,8%

secara berurutan. Gambar 5 menginterpretasikan penurunan kandungan Cl-

menggunakan penambahan larutan penopeng Ag+ dengan konsentrasi 3,6%.

Larutan penopeng Ag+ yang ditambahkan sebanyak 1,5 mL menghasilkan

penurunan kandungan Cl- yang paling lemah. Pada kondisi tersebut, penggunaan

variasi waktu sentrifugasi selama 10, 15 dan 25 menit menghasilkan penurunan

kandungan Cl- beruturut-turut sebesar 0,46; 0,58 dan 0,60%. Penurunan tersebut

semakin baik ketika menggunakan larutan penopeng Ag+ dengan volume 3 mL.

Hasil yang didapatkan adalah sebesar 0,84 hingga 0,97% menggunakan variasi

waktu yang sama.

Gambar 6 berisi informasi penurunan kandungan Cl- pada air laut

menggunakan larutan penopeng Ag+ dengan konsentrasi 7,2%. Penggunaan volume

larutan penopeng Ag+ sebesar 1,5 mL dengan konsentrasi tersebut hasilnya tidak

lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan larutan penopeng Ag+ 3,6% yang

36
ditambahkan sebanyak 3 mL pada sampel air laut (Gambar 5). Hal tersebut

menunjukkan bahwa pengaruh volume dalam laju reaksi penelitian ini lebih besar

jika dibandingkan dengan pengaruh konsentrasi.

Hal serupa juga dapat dilihat jika membandingkan Gambar 6 dan Gambar 7.

Penurunan kandungan Cl- menggunakan larutan penopeng Ag+ dengan konsentrasi

7,2% sebanyak 3 mL masih lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan

larutan penopeng Ag+ dengan konsentrasi 10,8% sebanyak 1,5 mL. Hal tersebut

menunjukkan bahwa ion Ag+ dari AgNO3 semakin mudah mengikat Cl- dari air laut

seiring dengan bertambahnya volume. Menurut Haryono (2017), tumbukkan antar

molekul bergantung pada banyak faktor. Konsentrasi dan kejenuhan mempengaruhi

laju reaksi dan membuka peluang semakin banyak tumbukan efektif yang

menghasilkan perubahan. Namun, kedua variasi tersebut belum memenuhi syarat

metode uji yang ditetapkan SNI 6989.2:2009 di mana kandungan Cl- masih di atas

2000 mg/L.

Hasil yang memperoleh kandungan Cl- di bawah 2000 mg/L hanya

didapatkan dengan kondisi perlakuan penambahan larutan penopeng Ag+ 10,8%

sebanyak 3 mL. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa dengan kondisi

tersebut dengan waktu sentrifugasi 10, 15 dan 25 menit kandungan Cl- berturut-

turut adalah 1400, 800 dan 390 mg/L. Waktu sentrifugasi yang semakin panjang

cukup berpengaruh terhadap penurunan kandungan Cl-. Pelet perak klorida (AgCl)

lebih sempurna terpisah dari supernatannya seiring panjangnya waktu sentrifugasi

sehingga supernatan yang dihasilkan semakin jernih. Waktu sentrifugasi juga

dipertimbangkan keekonomisannya agar tidak bertentangan dengan prinsip

optimasi (Prastanto et al., 2014).

37
Data hasil optimasi kemudian dianalisis melalui uji regresi untuk mengetahui

pengaruh antar variabel. Pada analisis regresi, suatu parameter yang mempengaruhi

disebut variabel bebas dan parameter yang dipengaruhi disebut parameter terikat

(Mulyono, 2019). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi dan

volume Ag+ serta waktu sentrifugasi, sehingga menggunakan persamaan regresi

berganda karena memiliki lebih dari satu variabel bebas. Sedangkan, variabel

tetapnya adalah kandungan Cl-. Hasil analisis regresi ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis regresi optimasi metode

Data Regresi Nilai


R2 0,963026305
Signifikansi F 0,00000000029
Intersep 2. 415952381
X1 (Konsentrasi) -0,096944444
Koefisien
X2 (Volume) -0,369703704
X3 (Waktu) -0,006690476

Nilai R2 menunjukkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel tetap.

Artinya, konsentrasi dan volume Ag+ serta waktu sentrifugasi memiliki pengaruh

terhadap kandungan Cl- sebesar 0,963 atau 96,3%. Selisih 3,7% dari kesempurnaan

hasil R2 merupakan faktor variabel lain yang tidak diujikan dalam penelitian. Nilai

ini dikategorikan kuat karena menunjukkan bahwa variabel bebas memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel terikatnya.

Selain itu juga terdapat nilai signifikansi F yang menunjukkan bahwa seluruh

variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kandungan Cl-.

Hasil ini didukung oleh nilai signifikansi F yang diperoleh lebih kecil dari 5%

(<0,05) (Wohon et al., 2017).

Nilai negatif pada setiap koefisien regresi variabel bebas menunjukkan

adanya hubungan dengan arah terbalik antara variabel terikat (kandungan Cl-)

38
dengan variabel-variabel bebas (konsentrasi Ag+, volume Ag+ dan waktu

sentrifugasi). Hubungan dengan arah terbalik ini memiliki makna yaitu jika satuan

dari variabel bebas naik maka variabel terikatnya akan semakin menurun. Selain

itu, besar dari koefisien regresi tiap variabel bebas juga berpengaruh linier terhadap

kontribusi perubahan variabel terikat. Sehingga menurut hasil yang ada pada Tabel

1, volume larutan Ag+ memiliki kontribusi terbesar terhadap penopengan klorida,

kemudian diikuti oleh konsentrasi larutan Ag+ dan waktu sentrifugasi.

Air laut dengan kandungan klorida awal 1,8% setelah ditambahkan agen

penopeng larutan perak nitrat secara signifikan menunjukkan penurunan. Menurut

hasil optimasi yang didapatkan hanya sampel uji dengan parameter optimasi

konsentrasi Ag+ 10,8% dengan volume 3 mL memenuhi syarat metode uji dalam

metode standar penentuan COD SNI 6989.2:2009. Hasil tersebut memenuhi syarat

metode uji yaitu dengan kandungan klorida kurang dari 2000 mg/L atau 0,2%.

Namun, sampel dengan waktu sentrifugasi 10 dan 15 menit menunjukkan hasil

sentrifugasi yang lebih keruh. Oleh karena itu, sampel uji menggunakan waktu

sentifugasi 25 menit dengan mempertimbangkan kejernihan sampel. Sehingga

sampel yang digunakan untuk validasi merupakan sampel dengan penambahan

larutan penopeng Ag+ dengan konsentrasi 10,8% sebanyak 3 mL dengan waktu

sentrifugasi 25 menit yang memiliki kandungan Cl- akhir 390 mg/L atau 0,039%.

4.3 Validasi Metode COD SNI 6989.2:2009

Penentuan chemical oxygen demand (COD) pada air laut yang mengacu pada

SNI 6989.2:2009 menggunakan metode refluks tertutup secara spektrofotometri.

Proses penentuan COD melibatkan dua larutan, yaitu larutan digestion dan larutan

pereaksi asam sulfat. Larutan digestion mengandung kalium dikromat (K2Cr2O7)

39
yang berfungsi sebagai oksidator serta merkuri sulfat sebagai katalis. Sedangkan,

fungsi larutan pereaksi asam sulfat adalah untuk memberikan suasana asam pada

reaksi di mana bahan organik akan teroksidasi sempurna pada suasana asam,

terlebih proses COD ini menggunakan refluks tertutup di atas reaktor dengan suhu

150 oC selama 2 jam (Li et al., 2005).

CaHbOc + Cr2O72- + H+ → CO2 + H2O + Cr3+ (Geerdink et al., 2017)

Menurut reaksi di atas, oksigen yang dikonsumsi senyawa kimia setara dengan

jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel. Hasil akhir dari

reaksi tersebut adalah karbondioksida, air, dan dikromat yang tereduksi menjadi ion

kromat sehingga campuran berubah menjadi warna hijau kekuningan.

Metode SNI 6989.2:2009 menggunakan spektrofotometer sebagai instrumen

analisis kuantitatifnya. Instrumentasi spektrofotometer UV-Visible dengan prinsip

kolorimetri dipilih karena zat yang dianalisis berbentuk larutan dan tampak

berwarna. Metode penentuan COD dengan spektrofotometer UV-Vis juga memiliki

beberapa kelebihan, yaitu selektif, dapat digunakan untuk menganalisis banyak zat

organik dan anorganik, memiliki ketelitian tinggi, efisien, serta dapat digunakan

untuk menentukan kuantitas zat yang sangat kecil (Rohmah et al., 2021). COD

dalam penelitian ini menggunakan range rendah (<90 mg/L), sehingga COD diukur

pada panjang gelombang 420 nm di mana ion dikromat menyerap kuat pada

panjang gelombang tersebut. Penelitian Ai et al. (2004), menjelaskan bahwa COD

sampel tertentu dapat dinilai dengan menelusuri perubahan konsentrasi ion kromat.

Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa absorbansi ion kromat sebanding

dengan konsentrasi ion dikromat namun berbanding terbalik dengan nilai COD dan

sebaliknya. Sehingga pada panjang gelombang 420 nm, naiknya absorbansi ion

40
dikromat menunjukkan nilai COD menurun yang disebabkan oleh sedikitnya ion

kromat yang terbentuk dari proses oksidasi bahan organik oleh Cr2O72-.

4.4 Analisis Data Hasil Validasi

4.4.1 Linieritas

Uji linieritas digunakan sebagai bukti adanya hubungan yang linier antara

konsentrasi analit dengan respon alat yang dinyatakan dalam koefisien korelasi

(r) (Mulyati et al., 2016). Linieritas ditunjukkan dengan bantuan transformasi

matematik yang dapat diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan variasi

konsentrasi analit (Harmita, 2004). Pada uji ini digunakan deret dengan jumlah

5 larutan standar pengukuran COD yaitu kalium hidrogen ftalat (KHP) yang

berbeda konsentrasinya. KHP digunakan sebagai standar karena dapat

menyatakan kebutuhan oksigen terhadapnya dengan melakukan perhitungan

oksigen teoritis (lampiran 1(c)). Grafik linieritas yang diperoleh ditampilkan

pada Gambar 8.

0,96

0,94

0,92 y = -0,0021x + 0,9331


Absorbansi

r = 0,9976
0,9

0,88

0,86

0,84

0,82
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi (mg/L)

Gambar 8. Kurva kalibrasi standar kalium hidrogen ftalat

41
Hasil pembuatan kurva kalibrasi yang diperoleh dapat diambil data yang

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis linearitas


Larutan Volume Konsentrasi
Abs
Standar Std (mL) (mg/L)
Std-1 0 0 0,937
Std-2 0,5 5 0,920
Std-3 2 20 0,888
Std-4 4 40 0,845
Std-5 5 50 0,829
Slope (a) -0,0021
Intercept (b) 0,9331
Koefisien Korelasi (r) 0,9976
Syarat Keberterimaan 0,9950
KESIMPULAN LINIERITAS DITERIMA

Larutan standar kalium hidrogen ftalat (KHP) sebagai larutan standar COD

diberi perlakuan yang sama dengan larutan sampel, baik dari penambahan

reagen, penggunaan alat, serta perlakuan prosedur (Wang et al., 2021). Pada uji

linieritas ini, konsentrasi KHP yang digunakan memiliki rentang 0-50 mg/L.

Berdasarkan Gambar 8 dan Tabel 2 dapat terlihat bahwa semakin rendah

absorbansi KHP maka semakin tinggi konsentrasinya, sehingga kurva yang

dihasilkan pun memiliki bentuk menurun. Hal tersebut menandakan semakin

tinggi konsentrasi KHP maka sisa ion Cr6+ dari kalium dikromat semakin

berkurang karena telah digunakan saat proses oksidasi. Hasil yang sama

ditunjukkan oleh penelitian Ai et al. (2004) yang menyimpulkan bahwa

konsentrasi Cr6+ akan meningkat seiring meningkatnya absorbansi Cr3+ namun

berbanding terbalik dengan absorbansinya sendiri.

Berdasarkan hasil uji linieritas didapatkan suatu persamaan matematika

yang berbentuk Y = ax+b. Hubungan linear yang ideal bergantung pada nilai a

42
(slope) dan koefisien korelasi (r). Nilai slope bergantung pada arah garis. Kurva

di atas merupakan kurva dengan slope negatif di mana antara konsentrasi dan

absorbansi KHP memiliki hubungan dengan arah terbalik. Sedangkan, nilai b

(intercept) menunjukkan kepekaan analisis terutama pada instrumen yang

digunakan (Rao, 2018).

Pengendalian mutu yang diterapkan SNI terhadap linieritas adalah nilai

koefisien korelasi (r) ≥ 0,9950 (Lusiana, 2012). Tabel 2 menunjukkan bahwa

hasil linieritas deret KHP memiliki nilai koefisien korelasi (r) yang telah

melampaui batas minimum syarat keberterimaan, yaitu 0,9976. Dengan

demikian, kesimpulan linieritas adalah diterima.

Persamaan linier yang diperoleh dari kurva juga dapat digunakan untuk

menentukan konsentrasi COD dalam sampel yang akan dianalisis (Ilahi et al.,

2021). Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memplotkan absorbansi pada

posisi Y sehingga konsentrasi akan didapatkan sebagai x. Hal ini membuat

persamaan linier memiliki kedudukan penting dalam penentuan keberterimaan

validasi selanjutnya.

4.4.2 Presisi

Uji presisi dilakukan untuk mengetahui keseragaman pengujian suatu

metode uji (Mulyati et al., 2016). Presisi dibagi menjadi tiga, yakni repitabilitas,

reprodusibilitas internal, serta reprodusibilitas eksternal (Putri, 2017).

Menurut Putri (2017), presisi repitabilitas merupakan ukuran presisi

terkecil. Presisi repitabilitas mengukur keragaman nilai hasil pengujian terhadap

sampel, analis, metode pengujian, bahan, peralatan, dan laboratorium yang sama

dalam waktu yang singkat. Ukuran presisi sedang dan terbesar terletak pada

43
pengukuran presisi reprodusibilitas internal dan eksternal berurutan. Perbedaan

keduanya terletak pada penggunaan laboratorium dan analis. Presisi

reprodusibilitas eksternal menggunakan laboratorium dan analis yang berbeda,

sedangkan pada presisi reprodusibilitas internal dapat dilakukan oleh satu analis

dengan laboratorium yang sama. Pada penelitian ini metode presisi yang

digunakan adalah metode intra reproducibility. Metode tersebut merujuk pada

penelitian yang memiliki waktu pengerjaan yang singkat, di laboratorium dan

contoh uji yang sama namun dengan metode uji, bahan kimia, peralatan, analis

serta waktu yang berbeda.

Presisi reprodusibilitas internal dilaksanakan dengan melakukan pengujian

sampel sebanyak tujuh kali kemudian data yang dicatat dapat digunakan untuk

menghasilkan nilai standar deviasi (SD) dan standar deviasi relatif (%RSD)

sampel tersebut. Syarat keberterimaan presisi terletak pada perbandingan antara

%RSD dengan nilai 2/3 %CV Horwitz di mana %RSD harus lebih kecil atau

sama dengan nilai 2/3 %CV Horwitz (Harmita, 2004). Gambar 9 dan Tabel 3

memperlihatkan hasil analisis presisi untuk sampel spiked, sedangkan Gambar

10 dan Tabel 4 menunjukkan hasil untuk sampel unspiked.

23,500
Konsentrasi COD (mg/L)

23,000
22,500
22,000
21,500
21,000
20,500
20,000
0,886 0,887 0,889 0,886 0,885 0,889 0,887
Absorbansi

Gambar 9. Grafik pengukuran konsentrasi sampel spiked

44
Tabel 3. Hasil analisis presisi sampel spiked*
Data Presisi Sampel Spiked Nilai
Rata-Rata Absorbansi 0,887
Rata-Rata Konsentrasi (mg/L) 21.952
Standar Deviasi (SD) 0,001527525
%RSD 0,17221254
%CV Horwitz 10,05097082
2/3 %CV Horwitz 6,700647216
Syarat Keberterimaan %RSD ≤ 2/3 %CV Horwitz
Kesimpulan Presisi (Spike) DITERIMA
*Perhitungan pada lampiran 1(h)

4,000
Konsentrasi COD (mg/L)

3,500
3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
0,500
0,000
0,928 0,927 0,929 0,930 0,929 0,926 0,928
Absorbansi

Gambar 10. Grafik pengukuran konsentrasi sampel unspiked

Tabel 4. Hasil analisis presisi sampel unspiked*


Data Presisi Sampel Unspiked Nilai
Rata-Rata Absorbansi 0,928
Rata-Rata Konsentrasi (mg/L) 2.361
Standar Deviasi (SD) 0,001345185
%RSD 0,144933014
%CV Horwitz 14,05967584
2/3 %CV Horwitz 9,373117226
Syarat Keberterimaan %RSD ≤ 2/3 %CV Horwitz
Kesimpulan Presisi (Unspike) DITERIMA
*Perhitungan pada lampiran 1(h)

Perhitungan nilai standar deviasi mengikuti pemodelan statistika yang

berlaku, sedangkan %RSD didapatkan dari hasil persen pembagian standar

deviasi dengan rata-rata nilai. Nilai %RSD yang didapatkan dari hasil pengujian

45
kemudian dievaluasi sehingga tidak melebihi batas keberterimaan presisi. Batas

yang digunakan dalam uji presisi umumnya menggunakan persamaan Dr.

William Horwitz atau %CV Horwitz dengan persamaan %CV Horwitz = 2 (1-0,5
log C)
. Persamaan tersebut menggunakan data konsentrasi hasil pengulangan

dalam bentuk fraksi. Oleh karena konsentrasi dinyatakan dalam satuan mg/L

atau ppm, maka C yang harus dimasukkan ke dalam persamaan Horwitz harus

dikalikan dengan 10-6 (Hadi et al., 2020).

4.4.3 Akurasi

Pengujian akurasi bertujuan untuk menguji keakuratan metode uji yang

digunakan melalui perhitungan persen perolehan kembali (%recovery). Nilai

%R akan memperlihatkan kesempurnaan analit saat tahap pengukuran setelah

proses reaksi yang panjang. Keberterimaan %R dituliskan dalam rentang

mendekati 100%. Jika analit rusak maka nilai %R<100%, sedangkan %R yang

melebihi 100% menandakan adanya gangguan atau kontaminan saat proses

reaksi (Linsinger, 2008).

Nilai %R atau %recovery didapatkan dari perbandingan antara selisih

konsentrasi analit terukur dan konsentrasi target. (Mulyati et al., 2016).

Konsentrasi terukur didapatkan dari pengukuran konsentrasi sampel spiked,

yaitu sampel dengan penambahan standar COD kalium hidrogen ftalat (KHP) 20

ppm, sedangkan konsentrasi target yaitu konsentrasi sampel unspiked yaitu

sampel hasil optimasi.

46
25 22,429 22,429 22,905
21,952 21,952

Konsentrasi COD (mg/L)


21 21
20

15

10

5 2,429 2,905 3,381 2,429


1,952 1,476 1,952
0
1 2 3 4 5 6 7
Pengulangan

Konsentrasi Spiked Konsentrasi Unspiked

Gambar 11. Perbandingan konsentrasi sampel spiked dan unspiked

Tabel 5. Hasil analisis akurasi


Data Akurasi Nilai
Rata-Rata Konsentrasi Spiked (C1) 21,952 mg/L*
Rata-Rata Konsentrasi Unspiked (C2) 2,361 mg/L*
C1-C2 19,592 mg/L
%Recovery 97,96%
Syarat Keberterimaan 85-115%
Kesimpulan Akurasi DITERIMA
*Perhitungan pada lampiran 1(g)

Gambar 11 merupakan data hasil pengukuran konsentrasi masing-masing

sampel terukur maupun target sebanyak 7 kali pengulangan. Hasil dari

pengukuran tersebut disajikan dalam Tabel 5 di mana %recovery yang

didapatkan yaitu sebesar 97,96% (lampiran 1(i)) yang telah memenuhi syarat

keberterimaan %recovery untuk metode SNI 6989.2:2009. Hasil ini memiliki

ketidaksempurnaan yang dapat bersumber dari kesalahan mutlak dan relatif yang

terjadi pada saat analisis (Kristiantoro et al., 2016). Kesalahan mutlak tersebut

meliputi kesalahan sampling dan penyimpanan bahan, kesalahan pengukuran,

serta kesalahan kalibrasi alat, sedangkan kesalahan relatif dapat meliputi

perbedaan hari analisis serta perubahan lingkungan yang mempengaruhi bahan

47
atau sampel. Hasil tersebut namun tetap menunjukkan bahwa metode uji yang

digunakan mempunyai akurasi yang tinggi dan memenuhi ketentuan kriteria

penerimaan validasi karena masuk ke dalam rentang yang telah ditentukan yaitu

85-115%. Rentang keberterimaan akurasi tersebut selain telah dianjurkan dalam

SNI juga merujuk pada batas penilaian untuk analit anorganik pada analisis air

dan air limbah yang diterbitkan oleh American Public Health Association

(APHA) (1992).

4.4.4 Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ)

Uji limit deteksi atau LOD dilakukan untuk mengetahui konsentrasi

terendah dari analit yang masih dapat terdeteksi oleh alat instrumen. Uji batas

kuantifikasi atau LOQ merupakan batas konsentrasi terendah yang bisa

dilakukan secara kuantitatif. Uji batas deteksi dan kuantifikasi ini ditetapkan

dengan mengaplikasikan secara lengkap suatu metode terhadap blangko

sebanyak tujuh kali pengulangan kemudian dihitung simpangan bakunya (Rao,

2018).

Nilai batas deteksi (LOD) setara dengan nilai rata-rata blangko ditambah

tiga kali nilai simpangan baku, sedangkan nilai limit kuantifikasi (LOQ)

merupakan hasil penjumlahan nilai rata-rata blangko dengan sepuluh kali nilai

simpangan baku. Gambar 12 menyajikan data hasil pengukuran absorbansi dan

konsentrasi blangko sebanyak tujuh kali pengulangan.

48
0,50
0,05
0,00
0,939 0,937 0,939 0,934 0,933 0,935 0,939

Konsentrasi (mg/L)
-0,50
-0,43
-1,00
-0,90
-1,50

-2,00 -1,86
-2,50

-3,00 -2,81 -2,81 -2,81


Absorbansi

Gambar 12. Grafik pengukuran absorbansi dan konsentrasi blangko

Tabel 6. Hasil analisis LOD dan LOQ


Data LOD dan LOQ Nilai
Rata-Rata Absorbansi Blangko 0,937
Rata-Rata Konsentrasi Blangko (mg/L) -1,65306
Standar Deviasi 0,002573
LOD (mg/L) 0,007719*
LOQ (mg/L) 0,02573*
*Perhitungan pada lampiran 1(j)

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa nilai batas deteksi atau LOD adalah

0,007719 yang menunjukkan bahwa nilai terkecil analit yang terkandung pada

sampel dan masih dapat terbaca oleh alat instrumen spektrofotometer UV-Vis.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsentrasi analit terendah yang masih

dapat terbaca oleh instrumen spektrofotometer UV-Vis adalah 0,007719 mg/L.

Tabel 6 juga menunjukkan nilai batas kuantifikasi atau LOQ, yaitu 0,02573.

Nilai tersebut adalah kuantitas terkecil analit yang dapat memenuhi kriteria

akurasi dan presisi. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai dari analit yang masih

bisa di kuantifikasi secara presisi dan akurat adalah di atas 0,02573 mg/L

(Prayoga et al., 2022). Kedua data tersebut dapat diinterpretasikan bahwa

49
konsentrasi COD sampel yang digunakan dalam penelitian ini baik sampel

spiked, unspiked serta sampel robustness dapat diterima dalam akurasi dan

presisi karena berada di atas dari nilai batas deteksi dan kuantifikasinya yaitu

masing-masing sebesar 21,952 mg/L; 2,361 mg/L dan 2,905 mg/L.

4.4.5 Ketahanan (Robustness)

Ketahanan adalah suatu ukuran untuk mengevaluasi kapasitas suatu

metode uji untuk tetap tidak terpengaruh oleh perubahan dan variasi kecil dari

parameter serta tetap menunjukkan performa yang baik pada kondisi normal

(Sukaryono et al., 2017). Uji ketahanan harus dipertimbangkan di awal

pengembangan suatu metode, jika hasil suatu metode rentan terhadap variasi

variabel maka variabel tersebut harus dikontrol setiap metode teresebut

digunakan. Dokumentasi metode harus menyertakan pernyataan kehati-hatian

agar metode tetap dapat digunakan (Rao, 2018).

Menurut Harmita (2004), perubahan metodologi yang kecil akan

mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Uji ketahanan dalam

penelitian ini dilakukan variasi perubahan pada volume Ag+ sebagai variabel

evaluasi. Hal tersebut dilakukan oleh karena volume Ag+ memiliki kontribusi

terbesar terhadap penopengan klorida. Sehingga, volume Ag+ yang digunakan

saat optimasi mulanya 3 mL, dikurangi sebanyak 0,2 mL menjadi 2,8 mL.

Variasi perubahan juga dilakukan pada variabel konsentrasi larutan

penopeng Ag+ dan waktu sentrifugasi. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi

kriteria uji ketahanan, yaitu sekurang-kurangnya 3 faktor analisis yang dapat

mempengaruhi hasil bila diganti atau dirubah (Putri, 2017). Sehingga,

konsentrasi larutan penopeng Ag+ yang digunakan adalah 10% dengan waktu

50
sentrifugasi selama 20 menit. Absorbansi sampel robustness diukur

menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 420 nm untuk

mengetahui konsentrasi kloridanya setelah diberi perlakuan perubahan variasi.

4
3,381
3,5
Konsentrasi COD (mg/L)

2,905 2,905 2,905 2,905 2,905


3
2,429
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0,927 0,926 0,927 0,927 0,927 0,928 0,927
Absorbansi

Gambar 13. Hasil Pengukuran Konsentrasi Sampel Robustness

Konsentrasi COD sampel robustness menunjukkan kenaikkan jika

dibandingkan dengan konsentrasi COD sampel unspiked (Gambar 13). Rata-rata

pengukurannya adalah sebesar 2,905 mg/L (lampiran 1(k)). Nilai tersebut

memiliki selisih 0,544 mg/L dengan sampel unspiked yang memiliki rata-rata

pengukuran COD sebesar 2,361 mg/L. Setelah mendapatkan hasil tersebut,

respon analitik terhadap efek presisi dan akurasi harus dilakukan sebagai

evaluasi perubahan metodologi (Harmita, 2004).

Tabel 7. Hasil analisis uji-F untuk presisi robustness*


Data Uji-F Nilai
Jumlah Variabel (k) 4
Jumlah Pengulangan(n) 7
Rata-Rata Konsentrasi COD sampel unspiked (X1) 2,361 mg/L
Rata-Rata Konsentrasi COD sampel robustness (X2) 2,905 mg/L
Simpangan baku sampel unspiked (SD1) 0,640750824
Simpangan baku sampel robustness (SD2) 0,274818728
Fhitung (SD12/SD22) 5,436078213

51
Ftabel (F(0,05;3;3)) 9,276628153
Fhitung ≤ Ftabel
Kesimpulan Uji-F Presisi Tidak
Beda Nyata
*Perhitungan pada lampiran 1(k)

Pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa uji-F untuk presisi dilakukan dengan

membandingkan hasil kuadrat kedua simpangan baku hasil pengulangan

pengujian, baik hasil dari sampel unspiked dan sampel robustness. Kedua data

hasil pengulangan memiliki presisi yang tidak beda nyata apabila nilai Fhitung ≤

Ftabel dengan tingkat kepercayaan yang umum digunakan, yaitu 95% (α=0,05).

Sedangkan, untuk mendapatkan nilai kritis dari tabel F, derajat kebebasan untuk

kedua simpangan baku didasarkan pada df1= k-1 dan df2= n-k di mana k

merupakan seluruh variabel yang terlibat dan n adalah jumlah pengulangan

(Hadi et al., 2019). Melalui ketentuan tersebut, nilai Ftabel penelitian robustness

diperoleh dari tabel F untuk F(0,005;3;3) yaitu 9,28 sedangkan untuk Fhitung

diperoleh nilai 5,44. Hasil uji-F menujukkan bahwa presisi kedua kondisi

diterima karena Fhitung ≤ Ftabel.

Respon terhadap efek akurasi juga dilakukan untuk analisis hasil uji

robustness. Respon akurasi dapat diketahui dengan membandingkan kumpulan

data hasil pengulangan pengujian melalui uji-t (Tabel 8).

Tabel 8. Hasil analisis uji-t untuk akurasi robustness*


Data Hasil Uji-t Nilai
Jumlah Pengulangan Pengujian (n) 7
Rata-Rata Konsentrasi COD sampel unspiked (X1) 2,361 mg/L
Rata-Rata Konsentrasi COD sampel robustness (X2) 2,905 mg/L
Simpangan Baku Gabungan (SDg) 0,492994398
thitung 2,066012510
ttabel (t(0,05;12)) 2,178812830
thitung ≤ ttabel
Kesimpulan Uji-t Akurasi
Tidak Beda Nyata
*Perhitungan pada lampiran 1(k)

52
Menurut (Hadi et al., 2019), ketentuan akurasi yang tidak berbeda nyata

antara kedua data hasil pengulangan dapat dibuktikan apabila nilai thitung ≤ ttabel

dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Untuk mendapatkan nilai thitung pada

tingkat kepercayaan tersebut maka derajat kebebasan diperoleh dari df= (n1+n2)-

2 di mana n1 dan n2 merupakan jumlah pengulangan masing-masing pengujian

konsentrasi COD sampel unspiked dan robustness. Sehingga, jika merujuk pada

tabel-t didapatkan nilai untuk t(0,05;12) yaitu 2,18 dan thitung yang diperoleh adalah

2,07. Kesimpulan uji-t menujukkan bahwa akurasi kedua kondisi diterima

karena thitung ≤ ttabel.

Uji ketahanan (robustness) yang kriterianya telah dipenuhi dapat

mengindikasikan bahwa metode uji yang dilakukan tidak terpengaruh oleh

perubahan dan variasi kecil serta tetap menunjukkan performa yang baik. Hal

tersebut didukung oleh hasil uji-F untuk preisis dan uji-t untuk akurasi sampel

robustness. Akurasi dan presisi yang tidak berbeda nyata juga dapat

digambarkan dalam kurva kemungkinan (Gambar 14).

Gambar 14. Kurva kemungkinan jika rata-rata dan simpangan baku sama atau
presisi dan akurasi tidak berbeda nyata (Hadi et al., 2019)

53
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa:

1. Hasil penopengan klorida pada sampel air laut menggunakan larutan

penopeng Ag+ dari AgNO3 optimum pada penggunaan konsentrasi larutan

Ag+ 10,8% dengan volume 3 mL serta pada waktu sentrifugasi 25 menit. Pada

kondisi tersebut, klorida pada sampel air laut turun dari konsentrasi 18.443

mg/L menjadi 390 mg/L dengan supernatan yang jernih. Konsentrasi tersebut

memenuhi syarat metode uji yang ditetapkan SNI 6989.2:2009 karena

memiliki kandungan Cl- di bawah 2000 mg/L.

2. Nilai pada masing-masing parameter validasi dapat diterima dengan batas

keberterimaan sesuai dengan acuan yang berlaku.

5.2 Saran

Hal yang dapat disarankan pada penelitian selanjutnya adalah menambah

variabel optimasi dengan alat sentrifugasi berkecepatan >3000 putaran per menit.

Hal tersebut dapat dilakukan agar seluruh variabel bebas dapat diketahui karena

masih terdapat selisih 3,7% dari koefisien korelasi yang menunjukkan adanya

faktor pengaruh variabel optimasi lain yang tidak diuji dalam penelitian.

54
DAFTAR PUSTAKA

Adriani. (2020). Pemanfaatan Air Laut Sebagai Sumber Cadangan Energi Listrik.
Vertex Elektro, 12(02), 22–33.
Ai, S., Li, J., Yang, Y., Gao, M., Pan, Z., & Jin, L. (2004). Study on Photocatalytic
Oxidation for Determination of Chemical Oxygen Demand Using a Nano-
TiO2-K2Cr2O7 System. Analytica Chimica Acta, 509(2), 237–241.
Badan Standarisasi Nasional. (2009). Standar Nasional Indonesia 6989.2:2009. In
Air dan Air Limbah - Bagian 2 : Cara uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi
(Chemical Oxygen Demand/COD) dengan Refluks Tertutup secara
Spektrofotometer (pp. 1–16).
Basereh, N., Bonakdarpour, B., Ali, M., & Fallah, N. (2019). Quantifying The
Organic Content of Saline Wastewaters : Is Chemical Oxygen Demand
Always An Achievable Parameter ? Talanta, 197(1), 509–516.
Bernadus, G. E., Polii, B., & Rorong, J. A. (2021). Dampak Merkuri Terhadap
Lingkungan Perairan Sekitar Lokasi Pertambangan di Kecamatan Loloda
Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Jurnal Transdisiplin
Pertanian, 17(2), 599–610.
Cardona, I., Park, H. Il, & Lin, L.-S. (2016). Improved COD Measurements for
Organic Content in Flowback Water with High Chloride Concentrations.
Water Environment Research, 88(3), 210–216.
Chaplin, M. F. (2010). Water: Its Importance to Life. Biochemistry and Molecular
Biology, 29(1), 54–59.
Fahimah, N., Damayanti, A. D., Bunga, V. U., & Mubiarto, H. (2021). Profil
Vertikal Dan Horizontal Parameter Salinitas, DHL dan TDS Berdasarkan
Variasi Musiman di Estuari Sungai Citarum. Oseana, 46(1), 1–12.
Gandjar, I. G., & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Geerdink, R. B., Sebastiaan van den Hurk, R., & Epema, O. J. (2017). Chemical
Oxygen Demand: Historical Perspectives and Future Challenges. Analytica
Chimica Acta, 961, 1–11.
Gnanavelu, A., Shanmuganathan, T. S., Deepesh, V., & Suresh, S. (2021).
Validation of A Modified Procedure for The determination of Chemical
Oxygen Demand Using Standard Dichromate Method in Industrial
Wastewater Samples with High Calcium Chloride Content. Indian Journal of
Science and Technology, 14(29), 2391–2399.
Gohain, N. (2008). Studies on The Structure and Function of Phenazine Modifying
Enzymes PhzM and PhzS Involved in The Biosynthesis of Pyocyanin.
University of Dortmund.

55
Gupta, P. C. (2015). Method Validation of Analytical Procedures. PharmaTutor,
3(1), 32–39.
Hadi, A., & Asiah. (2019). Statistika Pengendalian Mutu Internal Mendukung
Penerapan ISO/IEC 17025: 2017. Bogor: IPB Press.
Hadi, A., & Asiah. (2020). Verifikasi Metode Pengujian Air dan Air Limbah
Mendukung Penerapan ISO IEC 17025:2017. Bogor: IPB Press.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian, 1(3), 117–135.
Haryono. (2017). Analisa Kinetika Reaksi Pembentukan Kerak CaCO3-CaSO4
dalam Pipa Beraliran Laminar pada Suhu 30 dan 40 Derajat Celcius
Menggunakan Persamaan Arrhenius. Traksi, 17(2), 40–51.
Hikmayanti, M., & Utami, L. (2019). Analisis Kemampuan Multiple Representasi
Siswa pada Materi Titrasi Asam Basa. JRPK: Jurnal Riset Pendidikan Kimia,
9(1), 52–57.
Ilahi, R. A., Firdaus, M. L., & Amir, H. (2021). Pemanfaatan Nanopartikel Emas
(NPE) Sebagai Pendeteksi Kadar Asam Urat pada Urine dengan Metode Citra
Digital. Jurnal Alotrop, 5(2), 135–141.
Iqbal. (2020). Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dalam Perspektif
Ekonomi Islam. Al-Hisab: Jurnal Ekonomi Islam, 1(1), 8–21.
Kaunang, J., Fatimawali, & Fatimah, F. (2012). Identifikasi dan Penetapan Kadar
Pengawet Benzoat pada Saus Tomat Produksi Lokal yang Beredar di Pasaran
Kota Manado. Pharmacon, 1(2), 25–31.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2022). SNI Kualitas Air dan Air
Limbah. http://bsilhk.menlhk.go.id/index.php/produk-sni/sni-teknologi-
pengujian-kualitas-lingkungan/sni-kualitas-air-dan-air-limbah/
Khairunnisa, U., Elystia, S., & Zultiniar. (2015). Efisiensi Penurunan Kadar
Natrium dan Klorida pada Air Laut Menggunakan Tanah Lempung dengan
Metode Penukar Ion. JOM FTEKNIK, 2(2), 1–7.
Kishimoto, N., & Okumura, M. (2018). Feasibility of Mercury-Free Chemical
Oxygen Demand (COD) Test with Excessive Addition of Silver Sulfate.
Journal of Water and Environment Technology, 16(6), 221–232.
Kristiantoro, T., Idayanti, N., Sudrajat, N., Septiani, A., Mulyadi, D., & -, D. (2016).
Ketidakpastian Pengukuran pada Karakteristik Material Magnet Permanen
dengan Alat Ukur Permagraph. Jurnal Elektronika Dan Telekomunikasi,
16(1), 1. https://doi.org/10.14203/jet.v16.1-6
Kuntari, K., Aprianto, T., Baruji, B., & Noor, R. H. (2018). Validasi Metode
Penentuan Amonium Klorida dalam Obat Batuk Hitam secara Titrimetri. IJCA
(Indonesian Journal of Chemical Analysis), 1(01), 35–41.
Li, L., Hongwei, J., Ying, L., & Huizhen, X. (2005). Chemical Oxygen Demand of
Seawater Determined with a Microwave Heating Method. Journal of Ocean

56
University of China, 4(2), 152–156.
Linsinger, T. P. J. (2008). Use of Recovery and Bias Information in Analytical
Chemistry and Estimation of Its Uncertainty Contribution. TrAC - Trends in
Analytical Chemistry, 27(10), 916–923.
Lusiana, U. (2012). Penerapan Kurva Klibrasi, Bagan Kendali Akurasi dan Presisi
sebagai Pengendalian Mutu Internal pada Pengujian COD dalam Air Limbah.
Biopropal Industri, 3(1), 1–8.
Maryati, S. (2011). Verifikasi dan Evaluasi Penerapan Metode Uji Cemaran Arsen
dalam Makanan secara Spektrofotometri. Berita Litbang Industri, XLVI(1), 6–
13.
Millero, F. J., Feistel, R., Wright, D. G., & McDougall, T. J. (2008). The
Composition of Standard Seawater and The Definition of The Reference-
Composition Salinity Scale. Deep-Sea Research I, 55(1), 50–72.
Mulyati, A. H., & Sutanto. (2016). Validasi Metode Uji Kadmium dalam Air Sumur
secara Spektrofotometri Serapan Atom. Ekologia, 16(1), 1–7.
Mulyono. (2019). Analisis Regresi Sederhana. BINUS University.
https://bbs.binus.ac.id/management/2019/12/analisis-regresi-sederhana/
Prastanto, H., Falaah, A. F., & Maspanger, D. R. (2014). Pemekatan Lateks Kebun
Secara Cepat dengan Proses Sentrifugasi Putaran Rendah. Jurnal Penelitian
Karet, 32(2), 181–188.
Prayoga, R. A., & Eniati, E. (2022). Determination of Chemical Oxygen Demand (
COD ) Concentration in Domestic Wastewater Using UV-Vis
Spectrophotometry Method Based On The Effect of Reflux Time and
Preservation Time. Stannum, 4(2), 13–18.
Prianto, B. (2008). Penentuan Potensial Sel Teoritis Proses Elektrolisis Natrium
Klorida Menjadi Natrium Perklorat. Jurnal Teknologi Dirgantara, 6(1), 7.
Putri, Adhina Choiri. (2019). Pengaplikasian Prinsip-Prinsip Green Chemistry
dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kimia sebagai Pendekatan untuk
Pencegahan Pencemaran Akibat Bahan-Bahan Kimia dalam Kegiatan
Praktikum di Laboratorium. Journal of Creativity Student, 2(2), 67–73.
Putri, Ayutia Ciptaningtyas. (2017). Validasi Dan Verifikasi Metode Pengujian
Kimia Sesuai ISO / IEC 17025 : 2017.
http://balaisurabaya.ditjenbun.pertanian.go.id/
Rao, T. N. (2018). Validation of Analytical Methods. Analytical Chemistry, 1(4),
131–141.
Rohmah, S. A. A., Muadifah, A., & Martha, R. D. (2021). Validasi Metode
Penetapan Kadar Pengawet Natrium Benzoat pada Sari Kedelai di Beberapa
Kecamatan di Kabupaten Tulungagung Menggunakan Spektrofotometer Uv-
Vis. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 3(2), 120–127.
Rohman, A. (2014). Validasi dan Penjaminan Mutu Metode Analisis Kimia.

57
Yogyakarta: UGM Press.
Santoso, A. D. (2010). Bahan Organik Terlarut dalam Air Laut. Jurnal Rekayasa
Lingkungan, 6(2), 139–143.
Sari, N. P. Y. P., Parwatha, I. M. O. A., & Parthasutema, I. A. M. (2014). Pengaruh
Ion Tiosulfat Terhadap Pengukuran Kadar Klorida Metode Argentometri.
Chemistry Laboratory, 1(2), 83–91.
Sastrohamidjojo, H. (2018). Dasar-Dasar Spektroskopi. Yogyakarta: UGM Press.
Shi, X., Huang, S., Yeap, T. S., Ong, S. L., & Ng, H. Y. (2020). A Method to
Eliminate Bromide Interference on Standard COD Test for Bromide-Rich
Industrial Wastewater. Chemosphere, 240, 124804.
Some, S., Mondal, R., Mitra, D., Jain, D., Verma, D., & Das, S. (2021). Microbial
Pollution of Water with Special Reference to Coliform Bacteria and Their
Nexus with Environment. Energy Nexus, 1(5), 1–9.
Suharto, B., Dewi, L., Mustaqiman, A. N., & Marjo, T. R. A. K. (2019). The Study
of Water Quality Status in the Ngebrong River with Physical and Chemical
Parameters in The Tawangsari Barat Region, Pujon District, Malang Regency.
Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology, 2(2), 164.
Sukaryono, I. D., Hadinoto, S., & Fasa, L. R. (2017). Verifikasi Metode Pengujian
Cemaran Logam pada Air Minum dalam Kemasan (AMDK) dengan Metode
AAS-GFA. Majalah Biam, 13(1).
Tiwari, D., Sailo, L., Yoon, Y. Y., & Lee, S. M. (2018). Efficient Use of Ferrate(VI)
in The Oxidative Removal of Potassium Hydrogen Phthalate from Aqueous
Solutions. Environmental Engineering Research, 23(2), 129–135.
Verma, G., & Mishra, M. (2018). Development and Optimization of UV-Vis
Spectroscopy. World Journal of Pharmaceutical Research, 7(11), 1170–1180.
Verzosa, L., Concepcion, D., & Nuevo, J. J. (2007). Antimicrobial Potency of
Colloidal Silver Compared with Antibiotic Eye Drops. Philippine Journal of
Ophtalmology, 32(1), 9–11.
Wang, Q., & Del Valle, M. (2021). Determination of Chemical Oxygen Demand
(COD) Using Nanoparticle-Modified Voltammetric Sensors and Electronic
Tongue Principles. Chemosensors, 9(46), 1–14.
Wear, S. L., Acuña, V., McDonald, R., & Font, C. (2021). Sewage Pollution,
Declining Ecosystem Health, and Cross-Sector Collaboration. Biological
Conservation, 255(6), 1–9.
Williams, B., & Denholm, J. (2009). An Assessment of The Environmental
Toxicity of Silver Iodide. Journal of Weather Modification, 41(1), 6–8.
Wohon, S. C., Hatidja, D., & Nainggolan, N. (2017). Penentuan Model Regresi
Terbaik dengan Menggunakan Metode Stepwise (Studi Kasus : Impor Beras
di Sulawesi Utara). Jurnal Ilmiah Sains, 17(2), 81.

58
Zhang, S., Chen, W., Liu, Y., Luo, P., Gu, H., Chen, S. H., Liu, W., Luo, Y., Gu,
P. F., & Zhang, S. H. (2018). A Modified Method for the Accurate
Determination of Chemical Oxygen Demand (COD) in High Chloride Oilfield
Wastewater. Open Journal of Yangtze Oil and Gas, 03(04), 263–277.
Zhang, Z., Yuan, Y., Fang, Y., Liang, L., Ding, H., & Jin, L. (2007). Preparation of
Photocatalytic Nano-ZnO/TiO2 Film and Application for Determination of
Chemical Oxygen Demand. Talanta, 73(3), 523–528.
Zhao, Y., Tang, H., Ge, X., Li, Y., & Wang, S. (2021). The Chloride Ion to The
Chemical Oxygen Demand (COD) Analysis of The Influence of Different
Analysis Method. E3S Web of Conferences, 236, 2020–2022.

59
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Penelitian


a. Perhitungan Normalitas AgNO3 Setelah Standarisasi

𝑉𝑁𝑎𝐶𝑙 × 𝑁𝑁𝑎𝐶𝑙 5 × 0,0141


𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = = = 0,0138 𝑁
𝐴−𝐵 5,625 − 0,5

Keterangan:

A = Volume titrasi AgNO3


B = Volume titrasi blangko

b. Pembuatan Larutan Ag+ Konsentrasi 3,6%; 7,2% dan 10, 8%

3,6% Ag+ dalam labu 25 mL

36000 𝑚𝑔 𝑥 𝑚𝑔
=
1000 𝑚𝐿 25 𝑚𝐿

900000
𝑥 𝑚𝑔 = = 900 𝑚𝑔
1000

𝑚𝑔 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑚𝑔 𝐴𝑔+
=
𝑀𝑟 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑀𝑟 𝐴𝑔+

𝑥 𝑚𝑔 900 𝑚𝑔
=
170 108

153000
𝑥 𝑚𝑔 = = 1.416,67 𝑚𝑔 = 1, 4167 𝑔𝑟𝑎𝑚
108

7,2% Ag+ dalam labu 25 mL

72000 𝑚𝑔 𝑥 𝑚𝑔
=
1000 𝑚𝐿 25 𝑚𝐿

1800000
𝑥 𝑚𝑔 = = 1800 𝑚𝑔
1000

60
𝑚𝑔 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑚𝑔 𝐴𝑔+
=
𝑀𝑟 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑀𝑟 𝐴𝑔+

𝑥 𝑚𝑔 1800 𝑚𝑔
=
170 108
306000
𝑥 𝑚𝑔 = = 2.833,33 𝑚𝑔 = 2,8333 𝑔𝑟𝑎𝑚
108

10,8% Ag+ dalam labu 25 mL

108000 𝑚𝑔 𝑥 𝑚𝑔
=
1000 𝑚𝐿 25 𝑚𝐿

2700000
𝑥 𝑚𝑔 = = 2700 𝑚𝑔
1000

𝑚𝑔 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑚𝑔 𝐴𝑔+
=
𝑀𝑟 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑀𝑟 𝐴𝑔+

𝑥 𝑚𝑔 2700 𝑚𝑔
=
170 108

459000
𝑥 𝑚𝑔 = = 4.250 𝑚𝑔 = 4,250 𝑔𝑟𝑎𝑚
108

c. Pembuatan Larutan Kalium Hidrogen Ftalat (KHP) ≈ COD 500 mg O2/L

KC8H5O4 + 7,5 O2 → 8 CO2 + 2 H2O + KOH

𝑚𝑜𝑙 𝑂2 ×𝑀𝑟 𝑂2 7,5 𝑚𝑜𝑙 ×32 𝑔/𝑚𝑜𝑙


𝑇ℎ𝑂𝐷 = = = 1,175 g O2/ g KHP
𝑚𝑜𝑙 𝐾𝐻𝑃 ×𝑀𝑟 𝐾𝐻𝑃 1 𝑚𝑜𝑙 ×204,2 𝑔/𝑚𝑜𝑙

𝐶𝑂𝐷𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 500
𝑚𝑔 𝐾𝐻𝑃 = = = 425 𝑚𝑔
𝑇ℎ𝑂𝐷 1,175

Keterangan:

ThOD = Kebutuhan oksigen teoritis

61
d. Pembuatan Larutan Kerja Kalium Hidrogen Ftalat (KHP)

𝑉1 × 𝑀1 = 𝑉2 × 𝑀2

Keterangan:

V1 = Volume KHP
V2 = Volume labu
M1 = Konsentrasi KHP
M2 = Konsentrasi Spiked

KHP 5 ppm dalam labu 50 mL

𝑉 × 500 𝑚𝑔/𝐿 = 50 𝑚𝐿 × 5 𝑚𝑔/𝐿

𝑉 = 0,5 𝑚𝐿

KHP 20 ppm

𝑉 × 500 𝑚𝑔/𝐿 = 50 𝑚𝐿 × 20 𝑚𝑔/𝐿

𝑉 = 2 𝑚𝐿

KHP 40 ppm

𝑉 × 500 𝑚𝑔/𝐿 = 50 𝑚𝐿 × 40 𝑚𝑔/𝐿

𝑉 = 4 𝑚𝐿

KHP 50 ppm

𝑉 × 500 𝑚𝑔/𝐿 = 50 𝑚𝐿 × 50 𝑚𝑔/𝐿

𝑉 = 5 𝑚𝐿

e. Pembuatan Sampel Spiked 20 ppm

20 ppm dalam labu 100 mL

𝑉1 × 𝑀1 = 𝑉2 × 𝑀2

Keterangan:

V1 = Volume KHP
V2 = Volume labu

62
M1 = Konsentrasi KHP
M2 = Konsentrasi Spiked

Maka:

𝑉 × 500 𝑚𝑔/𝐿 = 100 𝑚𝐿 × 20 𝑚𝑔/𝐿

𝑉 = 4 𝑚𝐿

f. Perhitungan Kandungan Cl- Awal Air Laut

(A − B) × N × 35450
Cl (mg/L) = × Fp
V

(4,27 − 0,5) × 0,0138 × 35450


Cl (mg/L) = × 1000 = 18.443 mg/L
100

Keterangan:

A = Volume larutan AgNO3 yang digunakan saat titrasi sampel


B = Volume AgNO3 larutan yang digunakan saat titrasi blangko
N = Normalitas larutan AgNO3
V = Volume sampel
Fp = Faktor pengenceran

g. Perhitungan Konsentrasi COD

Diketahui:

𝑦 = −0,0021 𝑥 + 0,9331

𝑦 − 0,9331
𝑥=
−0,0021

Keterangan:

x = Konsentrasi

y = Absorbansi

63
Sampel Spiked

Rata-rata absorbansi = 0,887

𝑦 − 0,9331 0,887 − 0,9331 −0,0461


𝑥= = = = 21,952 𝑚𝑔/𝐿
−0,0021 −0,0021 −0,0021

Sampel Unspiked

Rata-rata absorbansi = 0,928

𝑦 − 0,9331 0,928 − 0,9331 −0,0461


𝑥= = = = 2,361 𝑚𝑔/𝐿
−0,0021 −0,0021 −0,0021

Sampel Robustness

Rata-rata absorbansi = 0,927

𝑦 − 0,9331 0,927 − 0,9331 −0,0061


𝑥= = = = 2,905 𝑚𝑔/𝐿
−0,0021 −0,0021 −0,0021

h. Perhitungan Presisi

Presisi Spiked

𝑆𝐷 0,001527525
%𝑅𝑆𝐷 = × 100 = = 0,17221254
𝑥̅ 21,952
−6 )
%CV Horwitz = 2(1−0,5 log 𝐶) = 2(1−0,5 log(21,952 ×10 = 10,05094129

2 2
%CV Horwitz = × 10,05094129 = 6,700627526
3 3

Presisi Unspiked

𝑆𝐷 0,001345185
%𝑅𝑆𝐷 = × 100 = = 0,144933014
𝑥̅ 2,361
−6 )
%CV Horwitz = 2(1−0,5 log 𝐶) = 2(1−0,5 log(2,361 ×10 = 14,05967584

64
2 2
%CV Horwitz = × 14,05967584 = 9,373117226
3 3

i. Perhitungan Akurasi

Konsentrasi Hasil Uji (Terukur)


%R = × 100
Konsentrasi Teoritis (Target)

21,952 − 2,361 19,592


%R = × 100 = × 100 = 97,96%
20 20

j. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantifikasi (LOQ)

Standar deviasi = 0,002573

𝐿𝑂𝐷 = 3 𝑆𝐷 = (3 × 0,002573) = 0,007719 𝑚𝑔/𝐿

𝐿𝑂𝑄 = 10 𝑆𝐷 = (10 × 0,002573) = 0,02573 𝑚𝑔/𝐿

k. Perhitungan Robustness

Konsentrasi Sampel Robustness

Rata-rata absorbansi = 0,927

𝑦 − 0,9331 0,927 − 0,9331 −0,0061


𝑥= = = = 2,905 𝑚𝑔/𝐿
−0,0021 −0,0021 −0,0021

Standar Deviasi = 0,274818728

Uji-F

𝑆𝐷1 2
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2 , 𝑆𝐷1 2 > 𝑆𝐷2 2
𝑆𝐷2

SD = Standar deviasi konsentrasi sampel robustness dan unspiked

𝑆𝐷𝑢𝑛𝑠𝑝𝑖𝑘𝑒𝑑 2 0,6407508242
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = = = 5,436078213
𝑆𝐷𝑟𝑜𝑏𝑢𝑠𝑡𝑛𝑒𝑠𝑠 2 0,2748187282

65
Uji-t

(𝑛1 − 1)𝑆𝐷1 2 + (𝑛2 − 1)𝑆𝐷2 2


𝑆𝐷𝑔 = √
𝑛1 + 𝑛2 − 2

|𝑥̅1 −𝑥̅2 |
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
1 1
𝑆𝐷𝑔 √𝑛 + 𝑛
1 2

Keterangan:

SDg = Standar deviasi gabungan


x̄ = Rata-rata hasil pengulangan
n = Jumlah pengulangan

(7 − 1)0,6407508242 + (7 − 1)0,2748187282
𝑆𝐷𝑔 = √ = 0,492994398
7+7−2

|2,361 −2,905|
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = = 2,066012510
1 1
0,492994398√7 + 7

66
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

Standarisasi AgNO3 Pengukuran Cl- Sampel Air Laut

Hasil Optimasi dengan Larutan Ag+


Pengukuran Cl- Sampel Optimasi
10,8% pada waktu 10 menit

Hasil Optimasi dengan Larutan Ag+ Hasil Optimasi dengan Larutan Ag+
10,8% pada waktu 15 menit 10,8% pada waktu 25 menit

67
Hasil Optimasi dengan Larutan Ag+ 10,8% Supernatan dan Pellet
pada waktu 15 menit Hasil Optimasi

68

Anda mungkin juga menyukai