Ay 9
Ay 9
1) ‘Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi
kamu’.
Calvin: “they who think that he now speaks of the sacred love of God the
Father, which he always had towards the Son, philosophise away from the
subject; ... the love which is here mentioned must be understood as referring to
us, because Christ testifies that the Father loves him, as he is the Head of the
Church. And this is highly necessary for us; for he who, without a Mediator,
inquires how he is loved by God, involves him in a labyrinth, in which he will
neither discover the entrance, nor the means of extricating himself. We ought
therefore to cast our eyes on Christ, in whom will be found the testimony and
pledge of the love of God; for the love of God was fully poured on him, that from
him it might flow to his members” (= mereka yang berpikir bahwa sekarang Ia
berbicara tentang kasih yang kudus dari Allah Bapa, yang selalu Ia miliki
terhadap Anak, menyimpang dari pokok pembicaraan; ... kasih yang
disebutkan di sini harus dianggap menunjuk kepada kita / berkenaan dengan
kita, karena Kristus bersaksi bahwa Bapa mengasihiNya, karena Ia adalah
kepala Gereja. Dan ini sangat penting bagi kita karena ia yang tanpa
Pengantara menanyakan bagaimana ia dikasihi Allah, menyangkutkan
dirinya dalam suatu susunan yang ruwet, dalam mana ia tidak akan
menemukan jalan masuknya, maupun cara untuk melepaskan dirinya
sendiri. Karena itu kita harus mengarahkan mata kita kepada Kristus, dalam
siapa akan ditemukan kesaksian dan janji tentang kasih Allah; karena kasih
Allah dicurahkan sepenuhnya kepadaNya, sehingga dari Dia kasih itu bisa
mengalir kepada anggota-anggotaNya) – hal 112.
a) Kalau demikian, maka terus atau tidaknya kita selamat, tergantung pada
diri kita sendiri.
Calvin menjawab ini dengan berkata bahwa kita bisa mentaati perintah ini,
juga karena dipimpin oleh Roh Kudus. Jadi jelas bukan tergantung kepada
kita, tetapi tergantung kepada Allah.
b) Perintah ini terlalu sukar, karena kata-kata ‘seperti Aku menuruti perintah
BapaKu’ menunjukkan ketaatan sempurna.
Calvin: “not that believers will be entirely free from all sadness, but that the
ground for joy will be far greater, so that no dread, no anxiety, no grief, will
swallow them up; for those to whom it has been given to glory in Christ will not
be prevented, either by life, or by death, or by any distresses, from bidding
defiance to sadness” (= bukan berarti bahwa orang percaya akan bebas
sepenuhnya dari semua kesedihan, tetapi bahwa dasar dari sukacita akan
jauh lebih besar, sehingga tidak ada ketakutan, kekuatiran, kesedihan yang
akan menelan mereka; karena mereka kepada siapa telah diberikan untuk
bermegah dalam Kristus tidak akan dihalangi, baik oleh kehidupan atau
kematian atau kesusahan apapun, untuk menolak kesedihan) – hal 115.
Jadi, bisa saja kita mengalami kesedihan, tetapi kesedihan itu tidak akan
bisa menelan / menghancurkan kita. Ini berbeda dengan orang dunia, yang
tentu bisa saja dihancurkan oleh kesedihan.
Leon Morris (NICNT): “He looks for their joy to be filled, i.e. be complete. It is
no cheerless barren existence that Jesus plans for His people. But the joy of
which He speaks comes only as they are wholehearted in their obedience to His
commands. To be halfhearted is to get the worst of both worlds” (= Ia
menghendaki supaya sukacita mereka penuh, yaitu lengkap. Bukanlah
keberadaan yang tandus dan tanpa kegembiraan yang Yesus rencanakan
bagi umatNya. Tetapi sukacita yang Ia bicarakan, datang hanya pada saat
mereka mentaati perintahNya dengan segenap hati. Bersikap setengah hati
berarti mendapatkan yang terburuk dari kedua dunia) – hal 673-674.
Ay 12: “Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku
telah mengasihi kamu”.
Ay 13: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang
memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”.
Calvin: “But a question is put, How did Christ die for friends, since we were
enemies, before he reconciled us, (Rom. 5:10;) for, by expiating our sins through
the sacrifice of his death, he destroyed the enmity that was between God and
us? ... in reference to us, there is a state of variance between us and God, till our
sins are blotted out by the death of Christ; but that the cause of this grace, which
has been manifested in Christ, was the perpetual love of God, with which he
loved even those who were his enemies. In this way, too, Christ laid down his life
for those who were strangers, but whom, even while they were strangers, he
loved, otherwise he would not have died for them” [= Tetapi dipertanyakan
bagaimana Kristus mati untuk sahabat-sahabat, karena kita adalah musuh-
musuh sebelum Ia mendamaikan kita (Ro 5:10); karena, dengan menebus
dosa kita melalui pengorbanan kematianNya, Ia menghancurkan
permusuhan yang tadi ada di antara Allah dengan kita? ... berkenaan dengan
kita, ada keadaan berselisih antara kita dengan Allah, sampai dosa kita
dihapuskan oleh kematian Kristus; tetapi penyebab dari kasih karunia ini,
yang telah dinyatakan dalam Kristus, adalah kasih yang kekal dari Bapa,
dengan mana Ia mengasihi bahkan mereka yang adalah musuh-musuhNya.
Dengan cara yang sama Kristus juga menyerahkan nyawaNya bagi mereka
yang adalah orang asing, tetapi yang sekalipun adalah orang asing tetap
dikasihiNya, karena kalau tidak Ia tidak akan mati bagi mereka] – hal 116-
117.
Jadi mungkin yang dimaksud oleh Calvin adalah: mereka itu memang
musuh / orang asing, tetapi tetap dikasihiNya. Karena itu mereka juga bisa
disebut sahabatNya.
Ini tidak berarti bahwa kita menjadi sahabat Kristus karena jasa ketaatan kita
sendiri. Di sini Kristus hanya mengingatkan syarat yang Ia katakan dalam
ay 10: ‘Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal dalam kasihKu’.
Calvin: “But ungodly men, who, through wicked contempt of the Gospel, wantonly
oppose Christ, renounce his friendship” (= Tetapi orang jahat, yang dengan tanpa
alasan menentang Kristus melalui kejijikan yang jahat terhadap Injil,
menyangkal / menolak persahabatanNya) – hal 117.
Ay 15: “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa
yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku
telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari
BapaKu”.
1) ‘Aku tidak menyebut kamu lagi hamba ... Aku menyebut kamu sahabat’.
Ini tak berarti mulai saat ini Yesus tak pernah menyebut mereka hamba
(bdk ay 20).
Kalau kita mentaati dan melayani Dia, hanya karena takut dihukum atau
takut tidak diberkati, maka itu adalah ketaatan dan pelayanan seorang
budak. Seharusnya kita mentaati dan melayaniNya karena kasih ataupun
persahabatan denganNya.
Calvin mengatakan bahwa ini dibatasi pada pribadi dan jabatan dari Sang
Pengantara. Memang pembatasan ini penting, karena kalau Kristus ditinjau
sebagai Allah, maka Ia maha tahu. Tidak mungkin Ia memberitahukan
segala sesuatu yang Ia ketahui, karena itu akan menjadikan kita juga
maha tahu.
Ay 16: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.
Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah
dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam
namaKu, diberikanNya kepadamu”.
1) ‘Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu’.
Calvin: “True, the subject now in hand is not the ordinary election of
believers, by which they are adopted to be the children of God, but that
special election, by which he set apart his disciples to the office of preaching
the Gospel. But if it was by free gift, and not by their own merit, that they
were chosen to the apostolic office, much more is it certain that the election,
by which, from being the children of wrath and an accursed seed, we become
the children of God, is of free grace” (= Memang benar bahwa subyek saat
ini bukanlah pemilihan orang percaya biasa, dengan mana mereka
diadopsi menjadi anak-anak Allah, tetapi pemilihan khusus, dengan mana
Ia memisahkan murid-muridNya bagi tugas pemberitaan Injil. Tetapi jika
pemilihan mereka pada jabatan rasul adalah karunia cuma-cuma, dan
bukan oleh jasa mereka sendiri, lebih-lebih lagi adalah hal yang pasti
bahwa pemilihan, dengan mana dari anak-anak kemurkaan dan benih
yang terkutuk, kita menjadi anak-anak Allah, adalah karunia cuma-
cuma) – hal 119.
Calvin: “He declares still more clearly that it must not be ascribed to their
own merit, but to his grace, that they have arrived at so great an honour; for
when he says that he was not chosen by them, it is as if he had said, that
whatever they have they did not obtain by their own skill or industry. Men
commonly imagine some kind of concurrence to take place between the grace
of God and the will of men; but that contrast, I chose you, I was not chosen
by you, claims, exclusively, for Christ alone what is usually divided between
Christ and man; as if he had said, that a man is not moved of his own accord
to seek Christ, until he has been sought by him” (= Ia menyatakan dengan
lebih jelas lagi bahwa itu tidak boleh dianggap berasal dari jasa mereka
sendiri tetapi dari kasih karuniaNya, sehingga mereka telah mencapai
kehormatan yang begitu besar; karena pada waktu Ia berkata bahwa
mereka tidak memilih Dia, maka seakan-akan Ia telah berkata bahwa
apapun yang mereka miliki tidak mereka dapatkan oleh keahlian atau
kerajinan mereka. Pada umumnya manusia mengkhayalkan sejenis kerja
sama yang terjadi antara kasih karunia Allah dan kehendak manusia;
tetapi kontras antara ‘Aku yang memilih kamu’, dan ‘bukan kamu yang
memilih Aku’, mengclaim secara exclusif untuk Kristus saja apa yang
biasanya dibagi antara Kristus dan manusia; seakan-akan Ia telah berkata
bahwa manusia tidak digerakkan oleh kehendaknya sendiri untuk
mencari Kristus, sampai ia telah dicari olehNya) – hal 118-119.
2) ‘Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan
buah’.
Calvin: “A question now arises, why does Christ say that this fruit will be
perpetual? As the doctrine of the Gospel obtains souls to Christ for eternal
salvation, many think that this is the perpetuity of the fruit. But I extend the
statement much farther, as meaning that the Church will last to the very end
of the world; for the labour of the apostles yields fruit even in the present day,
and our preaching is not a single age only, but will enlarge the Church, so
that new fruit will be seen to spring up after our death” (= Sekarang muncul
suatu pertanyaan, mengapa Kristus berkata bahwa buah ini akan tetap?
Karena doktrin Injil mendapatkan jiwa bagi Kristus untuk keselamatan
kekal, banyak orang berpikir bahwa inilah yang dimaksudkan dengan
kekalnya / menetapnya buah. Tetapi saya meluaskan pernyataan itu lebih
jauh lagi, sehingga berarti bahwa Gereja akan tetap ada sampai saat
terakhir dunia ini; karena jerih payah dari rasul-rasul menghasilkan buah
bahkan pada jaman ini, dan pemberitaan kita bukan hanya pada satu
jaman saja, tetapi akan membesarkan Gereja, sehingga buah yang baru
akan terlihat muncul setelah kematian kita) – hal 121.
4) ‘supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya
kepadamu’.
Calvin: “And, indeed, that the greater part of teachers either languish through
indolence, or utterly give way through despair arises from nothing else than that
they are sluggish in the duty of prayer” (= Dan memang, bahwa sebagian besar
pengajar-pengajar, atau layu / kendor melalui kemalasan, atau menyerah
total melalui keputus-asaan, ditimbulkan bukan oleh apapun selain bahwa
mereka malas / lamban dalam kewajiban berdoa) – hal 122.
Calvin: “This, too, was appropriately added, that the Apostles might know that
mutual love among ministers is demanded above all things, that they may be
employed, with one accord, in building up the Church of God; for there is no
greater hindrance than when every one labours apart, and when all do not direct
their exertions to the common good. If then, ministers do not maintain brotherly
intercourse with each other, they may possibly erect some large heaps, but utterly
disjointed and confused; and, all the while, there will be no building of a
Church” (= Ini juga ditambahkan secara tepat, supaya rasul-rasul mengetahui
bahwa saling mengasihi di antara pelayan-pelayan / pendeta-pendeta dituntut di
atas segala sesuatu, sehingga mereka bisa bekerja dengan satu hati dalam
membangun Gereja Allah; karena tidak ada halangan yang lebih besar dari
pada pada saat setiap orang bekerja terpisah / sendiri-sendiri, dan pada waktu
semua tidak mengarahkan tenaga mereka pada kepentingan bersama. Jadi jika
pelayan-pelayan / pendeta-pendeta tidak memelihara hubungan persaudaraan
satu dengan yang lain, mereka mungkin mendirikan gundukan yang besar,
tetapi sepenuhnya terpotong-potong dan kacau; dan sementara itu tidak ada
pembangunan Gereja) – hal 123.
Apakah ada hubungan yang kacau antara saudara dengan jemaat atau
pelayan yang lain? Bawalah hal itu kepada Tuhan dalam doa, dan
usahakanlah untuk memperbaikinya. Kalau tidak, ini akan merusak
pembangunan gereja.
-AMIN-
Ayat 13
“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang
memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”
Dalam ungkapan "seperti Aku telah mengasihi kamu"
dalam ayat 12 dikembangkan dalam ayat ini, sehingga besarnya kasih yang
Dia punya menjadi nyata. Namun mungkin waktu itu murid-murid Tuhan
Yesus belum dapat mengerti bahwa tidak lama lagi Tuhan Yesus sendiri
menjadi seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabat-
Nya. Kita juga di ajak untuk berbuat demikian karena kita ketahui kasih
Kristus itu sungguh luar biasa, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya
untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-
saudara kita."
Ayat 14
“Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang
Kuperintahkan kepadamu.”
Dalam 2 Tawarikh 20:7; Yesaya 41:8; dan Yakobus 2:23 Abraham
disebut sebagai sahabat atau kekasih Allah. Kita juga demikian, kita
dapat memperoleh kesempatan untuk ikut Abraham dalam
status sahabat Tuhan Yesus, jikalau kita taat pada-Nya.
Seorang sahabat Kristus adalah seseorang yang taat. Orang itu tinggal di
dalam Dia, dan firman-Nya tinggal di dalam orang itu. Dalam ayat ini Dia
memakai sebuah istilah yang baru, sahabat-Ku, untuk menceritakan suatu
status yang telah merupakan tema pokok bagian ini.
Dalam pasal 1-12, julukan "orang selamat" ditawarkan kepada
barangsiapa percaya kepada Tuhan Yesus. Dalam bagian ini
julukan sahabat-Ku ditawarkan kepada barangsiapa yang
percaya dan berbuat apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya.
Ayat 15
“Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa
yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat,
karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang
telah Kudengar dari Bapa-Ku.
Kita diajak menjadi sahabat Allah! Allah yang telah menebus
kita ingin melibatkan kita dalam apa yang diperbuat-Nya. Dia hendak
bersekutu dengan kita sebagai sahabat. Tidak memuaskan hati Allah jika Dia
hanya memiliki kita sebagai budak yang harus tunduk. Namun ayat yang
sebelumnya mengatakan dengan jelas bahwa ada syarat
menjadi sahabat Allah, yaitu kita harus berbuat apa yang Dia perintahkan
kepada kita.
Menurut budaya dan hukum zaman itu, seorang hamba atau "budak"
adalah sebuah alat yang dipakai untuk memperoleh suatu hasil. Dia tidak
memiliki hak asasi manusia. Seorang tuan yang memiliki budak-budak tidak
berbicara kepada mereka supaya mereka ikut terbeban mengenai urusan-
urusan tuan itu.
Dalam Roma 6:16-22 Rasul Paulus memakai ungkapan "budak
kebenaran" dan "budak Allah", tetapi konteks itu jauh dari konteks ini. Dalam
Surat Roma Rasul Paulus menjelaskan bahwa manusia harus mengabdi pada
seorang tuan, yaitu kepada Allah, ataupun kepada dosa, dan tidak ada pilihan
yang lain. Dalam konteks Yohanes pasal 15 kiasan tentang perbudakan
digunakan dengan cara yang lain. Rasul Paulus membandingkan perbudakan
pada dosa dengan perbudakan pada Allah, tetapi Tuhan Yesus
membandingkan perbudakan dengan persahabatan. Paulus menghimbau
supaya penyerahan kita total, sehingga kita menjadi seperti seorang budak di
depan Allah, sedangkan Tuhan Yesus menceritakan kebaikan Allah, yang
siap mengangkat kita pada status sahabat, asalkan penyerahan kita
memungkinkan status tersebut.
Ayat 16
“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah
menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu
tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya
kepadamu.
Dengan jelas kita tahu bahwa bukan kita yang memilih Allah tetapi sebaliknya. Ajaran
pemilihan Allah sudah diceritakan dalam Injil Yohanes. Mungkin ajaran tersebut dikemukakan
dalam konteks ini supaya kita tidak menjadi sombong, sebagai sahabat Tuhan Yesus.
Menurut saya, ayat ini menceritakan empat tujuan mengapa Tuhan
Yesus memilih dan menetapkan mereka pada waktu itu:
1. Supaya mereka pergi
2. Supaya mereka menghasilkan buah
3. Supaya buah mereka tetap
4. supaya doa mereka dikabulkan oleh Allah Bapa
Pemakaian istilah pergi dan juga istilah menetapkan memberi kesan bahwa buah yang
dimaksudkan dalam ayat ini adalah hasil penginjilan sedunia, hasil mereka sebagai utusan ke
ujung bumi. Buah yang akan menetap adalah orang-orang di seluruh dunia yang akan mereka
muridkan.
Ayat 17
“Perintah-perintah ini Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu
mengasihi seorang akan yang lain.”
Tema kasih seorang kepada yang lain diulangi sebagai peralihan pada
tema kebencian dari dunia. Kasih yang nyata antara sesama dalam Kristus
terlihat oleh orang luar. Tuhan Yesus menghendaki supaya kita memahami
tanggapan mereka pada kasih itu.
“Barang siapa menuruti segala perintahNya, ia diam di dalam Allah dan Allah diam di dalam dia” (1
Yohanes 3:24a ).
Dalam yohanes 15:9-17, Yesus memberi perintah untuk saling mengasihi. Tuhan lebih dahulu telah
mengasihi kita,setiap orang yang hidup dalam kasih Allah, berarti meyakini dan mensyukuri kasih Allah
yang telah kita terima dan alami. Seturut dengan itu kita juga di tuntut untuk meneladani kasih Allah
tersebut dengan mengasihi sesama. Melakukan kasih memang tidaklah semudah mengatakan dan
seindah mengungkapkannya, namun kasih membutuhkan hati yang tulus dan menuntut pengorbanan
yang bukan segampang yang kita bayangkan. Yesus mengajarkan kasih yang sesungguhnya yaitu kasih
yang bersetandar “agave”. Kasih agave adalah kasih yang tak bersyarat. Kasih agave adalah sifat inti Allah,
karena Allah adalah kasih. (1Yohanes 4:7-12 ; 1 Kor.13:1-13). Kasih agave bukan sekedar sebuah gerakan
hati yang lahir dari perasaan, melainkan gerakan kehendak, pilihan yang sengaja di lakukan. Kasih yang
berhubungan dengan ketaatan dan komitmen, dan tidak selalu dengan perasaan dan emosi. Mengasihi
seseorang adalah mentaati Tuhan dan perintahNya, demi kebaikan orang lain, mengupayakan berkat dan
keuntungan orang lain untuk jangka panjang. Sikap seperti inilah yang semestinya dimiliki setiap orang
yang percaya kepada Yesus Kristus.
Ditengah Zaman dan situasi seperti sekarang ini,kecendrungan manusia hidup egois, mementingkan diri
sendiri, mau menang sendiri dan seterusnya. Melalui siaran TV hampir di setiap tayangan menyoroti
tentang korupsi, tindakan kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, perselingkuhan, perceraian, ketidak
adilan, dalam memberikan Bantuan langsung sementara (BLSM) tidak tepat sasaran dan tidak merata,
dan sebagainya. Kebanyakan orang kini kehilangan hati nurani untuk berbuat baik. Apalagi yang disebut
dengan “Kasih”, seakan-akan merupakan suatu kebodohan dan hanya sebatas obrolan doang. Kondisi
seperti ini sudah menjadi kenyataan yang kita hadapi. Bagaimanakah kasih itu dapat kita wujudkan?
Senantiasalah kita tetap hidup di dalam kasih Allah dan menjadi pelaku kasih untuk mengasihi Tuhan
dan mengasihi sesame agar kita memperoleh berkat dan sukacita dari padaNya.”Dan segala sesuatu yang
kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus,
sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita”(Kol. 3:17 ). Amin.