INTEGRASI 3 / C
Disusun oleh:
Ghazy Ichsan Ghafur 2019-16-052
Hanifa Ashilah 2019-16-055
Hanifah Sheila Putri 2019-16-056
Hanora Calista 2019-16-057
Henry Anthonio Gozali 2019-16-058
Herlambang Prasetyo 2019-16-059
I Kadek Arya Wiraputra 2019-16-060
Icko Rizky Amalia Darianto 2019-16-061
Intan Lugina Nurfatwa 2019-16-062
Dosen pembimbing:
masyarakat dan upaya kesehatan pertama di wilayah kerja. Pusat Kesehatan Masyarakat yang
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
masyarakat di wilayah kerja puskesmas. Untuk mewujudkan pelayanan kesling secara optimal,
diperlukan pelayanan kesling yang terintegrasi lintas program dan sektor.2 Kegiatan pelayanan
kesehatan lingkungan dilakukan dalam bentuk konseling, intervensi kesling, inspeksi kesling.3
Kesehatan lingkungan di Puskesmas juga menjadi bagian penting dari standar pelayanan
minimal Kabupaten atau Kota. Selain itu, pelayanan kesehatan lingkungan di Puskesmas juga
berperan sebagai indikator bagi Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanannya terhadap
masyarakat.2 Salah satu program kesling yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah STBM
(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang terdiri dari 5 pilar kegiatan yaitu Stop Buang Air Besar
Sembarangan (Stop BABS), Mencuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air mengalir,
Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAM-RT), Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga, Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga Air dan Sanitasi merupakan kebutuhan utama
masyarakat yang sangat penting guna terpenuhinya kualitas air minum dan sanitasi yang layak.
Jika hal tersebut terpenuhi maka peningkatan produktivitas masyarakat pun akan terjadi.
Puskesmas merupakan salah satu kunci sukses dalam pelaksanaan program STBM ini terutama
○ Konseling;
○ SBS
○ PAM-RT
○ CTPS
PUSKESMAS
Sejarah puskesmas
kesehatan seperti Balai Pengobatan, Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak, serta diselenggarakannya
berbagai upaya kesehatan seperti usaha kebersihan dan sanitasi lingkungan yang masing-masing
bawah satu pimpinan agar lebih efektif dan efisien pertama kali dicetuskan pada pertemuan
Bandung Plan (1951). Selanjutnya konsep pelayanan yang terintegrasi lebih berkembang dengan
pembentukan teamwork dan team approach dalam pelayanan kesehatan (1956). Penggunaan
istilah Puskesmas pertama kali dimuat pada Master Plan of Operation. Konsep Puskesmas lahir
pada tahun 1968 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional I di Jakarta.5
Pada tahun 1979 mulai dirintis pembangunan Puskesmas di tingkat kelurahan atau desa
dengan jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa.5 Perkembangan selanjutnya lebih mengarah pada
penambahan kegiatan pokok seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kemampuan pemerintah serta keinginan program di tingkat pusat, sehingga kegiatan pokok
seluruh pelosok tanah air dengan minimal satu Puskesmas di setiap kecamatan (Puskesmas yang
telah dibangun sebanyak 7.243, Puskesmas Pembantu 21.115; Puskesmas Keliling 6.849) telah
memberikan kontribusi yang sangat berarti untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dengan penurunan angka kematian dan kesakitan secara bermakna dalam 30 tahun terakhir.5
Definisi puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya
kesehatan. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
Tujuan puskesmas
A. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat;
D. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 13 Tahun 2015 mengenai pelayanan kesling
adalah kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat dan baik dari
aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial guna mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2015).3,7
Tujuan
A. Menurunkan angka penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor
mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor Risiko
C. Terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor dalam pengendalian
Ruang lingkup
1. Air
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada
di darat. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air tanah
adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas,
ataupun di bawah permukaan tanah. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air
dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi
Limbah adalah sisa usaha dan/atau kegiatan.8 Puskesmas harus menyediakan fasilitas
khusus untuk pengelolaan kesehatan lingkungan antara lain air bersih, pengelolaan limbah
B3 seperti limbah padat dan cair yang bersifat infeksius dan non infeksius serta pemantauan
limbah gas/ udara dari emisi incinerator dan genset.7 Limbah B3 dari fasilitas layanan
kesehatan salah satunya puskesmas, meliputi: Benda dengan karakteristik infeksius; benda
tajam, patologis, bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, atau sisa kemasan, radioaktif, farmasi,
sitotoksik, peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi; dan tabung gas
atau kontainer bertekanan.9 Sistem pembuangan limbah infeksius dan non infeksius harus
3. Sampah
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
padat.10 Sampah yang dikelola terdiri atas (1) Sampah rumah tangga; (2) Sampah sejenis
sampah rumah tangga; dan (3) Sampah spesifik. Sampah rumah tangga berasal dari
kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. Sampah spesifik
meliputi:11
Salah satu program kesling yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah STBM
(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang terdiri dari 5 pilar kegiatan yaitu Stop buang air
besar Sembarangan (SBS), Mencuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air mengalir,
Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAM-RT), Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga, Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga Air dan sanitasi merupakan
kebutuhan utama masyarakat yang sangat penting guna terpenuhinya kualitas air minum dan
sanitasi yang layak. Jika hal tersebut terpenuhi maka peningkatan produktivitas masyarakat
pun akan terjadi. Puskesmas merupakan salah satu kunci sukses dalam pelaksanaan program
Program kesling yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah STBM (Sanitasi Total
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar
sembarangan. Perilaku Stop BABS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter
berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan
CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih
yang mengalir.
● Gosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa lalu gosok kedua
punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan kena busa
sabun.
● Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku. Bilas dengan air bersih
● Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih, atau kertas tisu, atau
● sebelum makan
● sebelum menyusui
● Sabun
air minum dan pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga (Gambar 3). Peran
puskesmas dalam pengolahan air minum dan makanan rumah tangga ini adalah sebagai
penyimpanan sampah dalam rumah dengan segera menangani sampah. Peran puskesmas
dalam pengolahan sampah rumah tangga ini adalah sebagai pihak yang mengedukasi
pendaur-ulangan atau pembuangan dari material sampah dengan cara yang tidak
Proses pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk
berbasis lingkungan (Gambar 5). Peran puskesmas dalam pengolahan limbah cair rumah
tangga ini adalah sebagai pihak yang mengedukasi masyarakat sebagaimana tertulis
Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014 Untuk menyalurkan limbah cair rumah
tangga diperlukan sarana berupa sumur resapan dan saluran pembuangan air limbah rumah
tangga. Limbah cair rumah tangga yang berupa tinja dan urine disalurkan ke tangki septik
yang dilengkapi dengan sumur resapan. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas
yang dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci tangan disalurkan ke
b) Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan dilengkapi penutup dengan
c) Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari ruang penyelenggaraan
kotoran/lemak.
a) Sistem pembuangan limbah infeksius dan non infeksius harus direncanakan dan dipasang
b) Pertimbangan jenis pewadahan dan pengolahan limbah infeksius dan non infeksius
dalam bentuk penyediaan Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah infeksius dan
non infeksius, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan
volume limbah.
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pengolahan
No Indikator Target
a. Definisi Operasional
Desa/kelurahan yang seluruh penduduknya tidak lagi melakukan praktek buang air
besar selama dilakukan melalui proses verifikasi. Verifikasi adalah kegiatan untuk
1. Semua masyarakat telah buang air besar hanya di jamban yang aman dan layak dan
tidak perlu dibuang ke tinja/kotoran bayi hanya ke jamban yang aman dan layak.
3. Ada pemeriksaan umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% memiliki
c. Pelaksana Kegiatan
Pelaku pengungkit atau yang disebut dengan tim pengungkit disesuaikan dengan
1. Dusun/RW
a. Puskesmas Sanitarian
c. Staf/aparat desa/kelurahan
2. Desa/Kelurahan
a. Puskesmas Sanitarian
3. Kecamatan
d. Organisasi yang bergerak di bidang kesehatan (Forum Kabupaten Kota Sehat, jika
ada)
4. Kabupaten/Kota
e. Dinas di provinsi yang terkait dengan sarana air minum dan sanitasi
5. Provinsi
d. Mitra/swasta
i. Pedoman Pelaporan
B. Persentase Sarana Air Minum yang Diawasi/Diperiksa Kualitas Air Minumnya sesuai
Standar8
a. Definisi Operasional
Sarana air minum yang dilakukan dokumen RPAM (Rencana Pengamanan Air
Minum), inspeksi lingkungan dan diperiksa kualitas air minumnya oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota.
pengawasan eksternal melalui tinjauan dokumen RPAM, observasi lapangan (IKL), dan
kualitas udara (laboratorium atau alat yang terkalib). Hasil pengawasan eksternal yang
Total sarana air minum yang masuk cakupan pengawasan adalah 81.921 sarana,
b. Indikator Rumus Perhitungan: Jumlah sarana air minum di seluruh/diperiksa kualitas air
i. Pedoman Pelaksanaan
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Kualitas Air Minum
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Standar8
a. Definisi Operasional
adalah Fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit dan Puskesmas) yang telah melakukan
tempat penyimpanan B3 (TPSB3) yang berizin serta telah melakukan pengolahan secara
mandiri sesuai persyaratan atau berizin dan atau disukai oleh pihak pengelola limbah B3
yang berizin.
standar mengacu pada Peraturan Menteri Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dan
masyarakat.
Jumlah Latar Fasilitas kesehatan kesehatan (Rumah Sakit dan Puskesmas) yang telah
d. Tempat Pelaksanaan
e. Waktu Pelaksanaan
dari Fasilitas pelayanan kesehatan serta provinsi untuk menyetujui aplikasi E-monev limbah
g. Waktu Pelaporan
h. Sumber Data
Laporan rutin
i. Pedoman Pelaksanaan
• Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun
2015 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Standar dan Persyaratan
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas
Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter dan Tempat Praktek Mandiri Dokter
Gigi
D. Persentase Tempat Pengelolaan Pangan (TPP) yang Memenuhi Syarat Sesuai Standar8
a. Definisi Operasional
Tempat Pengelolaan Pangan (TPP) yang memenuhi syarat kesehatan adalah TPP yang
dilaksanakan melalui pengawasan inspeksi lingkungan (IKL) dan memenuhi syarat sesuai
Lingkungan sesuai standar dalam kurun waktu 1 tahun dibandingkan jumlah TPP yang
tercatat dikali 100%. Jumlah TPP yang tercatat di Kab/kota berdasarkan E Monev TPM
143.950.
c. Pelaksana Kegiatan
d. Tempat Pelaksanaan
jajanan/makanan jajanan
e. Waktu Pelaksanaan
Laporan rutin
h. Waktu Pelaporan
i. Pedoman Pelaksanaan
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi
Jasaboga
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 942 Tahun 2003 tentang Higiene Sanitasi
Makanan Jajanan
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot
Air Minum
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2011 tentang KLB Keracunan Pangan
E. Persentase Tempat dan Fasilitas umum (TFU) yang Dilaksanakan Pengawasan sesuai
Standar8
a. Definisi Operasional
Tempat dan Fasilitas Umum (TFU) yang dilakukan pengawasan sesuai standar
adalah tempat dan fasilitas umum (pasar, sekolah, Puskesmas) yang dilakukan pengawasan
TFU adalah lokasi, sarana, dan prasarana antara lain: fasilitas kesehatan; fasilitas
pendidikan; tempat ibadah; hotel; rumah makan dan usaha lain yang sejenis; sarana
olahraga; sarana transportasi darat, laut, udara, dan kereta api; stasiun dan terminal; pasar
dan pusat perbelan; pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara; dan tempat
dan fasilitas umum lainnya. TFU yang dimaksud dalam hal ini prioritas terdiri dari sekolah
(SD/MI dan SMP/MTs), Puskesmas dan pasar yang terdaftar di Kementerian Pendidikan
faktor risiko lingkungan dengan IKL melalui pengamatan fisik lingkungan dengan
Sekolah yang dimaksud adalah sekolah yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta
yang terdiri dari SD dan SMP/sederajat yang terdaftar di Kementerian Pendidikan dan
Pasar adalah pasar rakyat yang telah dilakukan revitalisasi dan terdaftar di Kementerian
Perdagangan.
b. Indikator Rumus Perhitungan
Jumlah Tempat Fasilitas Umum (TFU) yang dilaporkan hasil pengawasannya oleh
c. Pelaksana Kegiatan
d. Tempat Pelaksaaan
e. Waktu Pelaksanaan
Petugas melakukan pencatatan dan pelaporan melalui pelaporan manual dan aplikasi (E-
monev: E-SATU)
g. Waktu Pelaporan
h. Sumber data
Laporan rutin
i. Pedoman Pelaksanaan
Pasar Sehat
a. Konseling:
Konseling adalah hubungan komunikasi antara tenaga kesling dengan pasien yang
bertujuan untuk mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi.
Dalam konseling, pengambilan keputusan adalah tanggung jawab pasien. Pada waktu tenaga
kesling membantu pasien terjadi langkah-langkah komunikasi secara timbal balik yang saling
pertama tenaga kesling adalah menciptakan hubungan dengan pasien, dengan menunjukkan
perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan memengaruhi
keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog, melainkan juga proses
sadar yang memberdayakan orang agar mampu mengendalikan hidupnya dan bertanggung
setiap hari kerja. Berdasarkan konseling terhadap pasien dan/atau hasil surveilans kesehatan
kesakitan akibat faktor risiko lingkungan, tenaga kesling harus melakukan inspeksi kesehatan
Enam langkah dalam melaksanakan konseling biasa disingkat dengan ‘SATU TUJU’ yaitu:
● SA = Salam, Sambut
● T = Tanyakan
● U = Uraikan
● TU = Bantu
● J = Jelaskan
● U = Ulangi
b. Inspeksi kesling:
standar, norma dan baku mutu yang berlaku untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang
dilakukan secara berkala, dalam rangka investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
paling lambat 24 (dua puluh empat) jam setelah konseling. Inspeksi kesling dilakukan
Inspeksi kesehetan lingkungan dilakukan terhadap media air, udara, tanah, pangan,
untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi,
masyarakat;
d. Rekayasa lingkungan.
Lingkungan dilakukan oleh Pasien sendiri. Dalam hal cakupan Intervensi Kesehatan
Lingkungan menjadi luas, maka pelaksanaannya dilakukan bersama pemerintah,
kesehatan dan upaya yang diperlukan sehingga dapat mencegah penyakit dan/atau gangguan
kesehatan akibat Faktor Risiko Lingkungan. KIE dilaksanakan secara bertahap agar
masyarakat umum mengenal lebih dulu, kemudian menjadi mengetahui, setelah itu mau
dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui kerja bersama (gotong royong) melibatkan
semua unsur masyarakat termasuk perangkat pemerintahan setempat dan dilakukan secara
berkala.
penyakit dan/atau gangguan kesehatan pada lingkungan dan/atau rumah Pasien. Perbaikan
dan pembangunan sarana dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap air minum,
sanitasi, sarana perumahan, sarana pembuangan air limbah dan sampah, serta sarana
pembangunan sarana sesuai dengan tingkat risiko, dan standar atau persyaratan kesling,
yang ada dan ketersediaan sumber daya setempat sesuai kearifan lokal.
Pengembangan teknologi tepat guna secara umum harus dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat, memanfaatkan sumber daya yang ada, dibuat sesuai kebutuhan,
PEMBAHASAN
Salah satu analisis pemecahan masalah dapat dilakukan dengan metode analisis PDCA.
PDCA adalah singkatan dari Plan, Do, Check Act atau dalam bahasa Indonesia adalah
perencanaan, pengerjaan, pengecekan dan tindak lanjut. Metode PDCA berguna untuk melakukan
perbaikan terus menerus tanpa henti yang pada prinsipnya lebih berorientasi ke masa depan,
fleksibel, logis, dan masuk akal untuk dilakukan dan berisi deskripsi dari semua elemen rencana
●
“Plan” terdiri dari penetapan tujuan dan proses untuk mencapai hasil tertentu;
●
“Do” langkah ini sudah dibuat sebelumnya;
●
“Check” Tahapan proses pemeriksaan telah dipantau dan dievaluasi sesuai tujuan;
●
“Action” Aksi diambil untuk meningkatkan hasil dan memenuhi atau melampaui tujuan.13
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
masyarakat.3
KASUS 1
Sumber jurnal diperoleh melalui bukti publikasi jurnal yang didapat dari google scholar
untuk mengidentifikasi studi yang diterbitkan mulai dari tahun 2021 dengan kata kunci “STBM”
digunakan adalah Observational Study. Teknik pengumpulan data diperoleh dari Dosen Prodi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru dengan
para Kader Program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) di wilayah kerja Puskesmas
Rumbai Pesisir Kota terdiri dari 4 kelurahan yaitu: Kelurahan Meranti Pandak (13 kader);
Kelurahan Limbungan (12 kader); Kelurahan Tebing Tinggi Okura (6 kader); Kelurahan Sungai
Ukai (5 kader). Untuk daerah pesisir yang dekat dengan sungai, masyarakat masih membuang air
besar di sungai (Rumajar et al., 2019) dari 5 pilar STBM maka yang menjadi permasalahan utama
adalah Pilar 1: Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) (Kurniawati & Saleha, 2020).
Program STBM terdiri dari 5 Pilar yaitu stop buang air besar sembarangan (SBS), cuci tangan
pakai sabun (CTPS), pengelolaan makanan dan minuman, pengamanan sampah serta pengamanan
Sumber jurnal diperoleh melalui bukti publikasi jurnal yang didapat dari google scholar
untuk mengidentifikasi studi yang diterbitkan mulai dari tahun 2021 dengan kata kunci “STBM”.
Hierarchy of Evidence yang digunakan adalah Observational Study. Teknik pengumpulan data
Berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Putra, dkk (2021) pada penyuluhan 5 Pilar
STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) Bagi Masyarakat Desa Brangkal. Desa Brangkal
menunjukkan bahwa kondisi kebiasaan penduduk dalam menerapkan 5 (lima) pilar STBM masih
jauh dari harapan pada tahun 2019. Program STBM terdiri dari 5 Pilar yaitu stop buang air besar
sembarangan (SBS), cuci tangan pakai sabun (CTPS), pengelolaan makanan dan minuman,
pengamanan sampah serta pengamanan limbah cair rumah tangga (Prayitno & Widati, 2018).
Berdasarkan hasil wawancara di dengan petugas sanitarian puskesmas
Bandarkedungmulyo menunjukkan bahwa data dasar sanitasi desa brangkal berada pada urutan
melaksanakan sosialisasi dan pengkaderan di setiap dusun, namun masih belum terlaksana secara
optimal dan masih belum dapat menaikkan tingkat kesadaran warga masyarakat. Hal ini didasari
dengan pemahaman atau kebiasaan sejak dahulu yang telah ditularkan kepada anak cucu yang
berakibat sulitnya perubahan perilaku tersebut. Selain itu, pembuatan penggunaan DD (Dana
Desa) yang mengacu pada juknis mengakibatkan pembangunan fasilitas WC Umum menjadi
tersendat.
Berdasarkan hasil analisis situasi dan di atas, muncul permasalahan yang perlu diselesaikan
berkaitan dengan rencana kegiatan pengabdian pada masyarakat ini untuk mitra terutama dalam
belum optimalnya pelaksanaan 5 pilar STBM di Desa Brangkal, banyaknya masyarakat yang
belum sadar akan pentingnya sanitasi di lingkungan dan pada individu masing – masing, serta
belum optimalnya pembangunan fasilitas umum terkait anggaran DD (Dana Desa) karena terbatasi
Identifikasi Masalah
Kasus 1
2. Pengambilan sampah di TPS oleh pihak ketiga sering tidak tepat waktu dan menumpuk
4. Stop Buang air besar Sembarangan (SBS) yang kurang berjalan karena sifat SBS ini adalah
1. Masih terdapat penduduk yang buang air besar sembarangan pada bantaran sungai.
individu.
Prioritas Masalah
Berdasarkan analisis kasus 1 dan kasus 2 didapatkan hasil yang serupa mengenai pilar 1
STBM yaitu Stop Buang air besar Sembarangan (SBS) dan pilar 4 STBM yaitu pengelolaan
A. PLAN
1. Memilih tim penyusun. Sebelum penyusunan rencana aksi, terlebih dahulu dibentuk/dipilih
2. Membuat peta lingkungan untuk meninjau ulang kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
terkait sanitasi; perilaku dan kesadaran sanitasi; dan kondisi lingkungan masyarakat.
3. Identifikasi hasil penyelenggaraan upaya Puskesmas, melihat sejauh mana hasil dari
4. Pengumpulan data dan analisis untuk melihat dari program sebelumnya dengan kondisi yang
5. Analisis akar masalah, untuk mengetahui alasan terjadinya kesulitan menjalankan pilar-pilar
STBM.
6. Setelah diketahui penyebab masalahnya, mintakan kepada Tim untuk mendiskusikan
Intervensi/Pemecahan Masalah.
7. Memberikan sanksi kepada yang membuang air besar sembarangan dan membuang sampah
sembarangan.11
B. DO
● Pilar 1:
- Pembangunan WC sesuai dengan kebutuhan melihat dari peta lingkungan. Jika kurang
- Pemeriksaan kondisi WC yang telah ada. Jika kondisi kurang baik maka segera
- Memeriksa kemana alur tinja pergi, tanki septik atau got saluran air. Jika kondisi
masyarakat akan kerugian buang air besar sembarangan, dan manfaat pembangunan
WC.
● Pilar 4:
- Memeriksa kondisi tempat penampungan sementara (TPS) pada tiap lokasi, apakah
cukup memadai untuk menampung sampah dan apakah lokasinya mudah atau dekat
untuk dikunjungi.
- Melakukan pemeriksaan alur perjalanan sampah, sehingga dapat diketahui alasan
bagaimana cara pengelolaan sampah yang baik dan benar(pemilahan, pewadahan, dan
c. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
akhir; dan/atau
e. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf d, dan
sebagaimana dimaksud diatas dapat menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda
terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf d, dan huruf e.11
2. Melakukan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya sesegera mungkin, semakin menunda
pekerjaan, semakin banyak waktu terbuang. Dalam langkah ini, tim melaksanakan rencana
C. CHECK
Rumbai Pesisir dan Desa Berangkal mengenai STBM dengan tanya jawab lisan dan
observasi.
D. ACTION
perubahan tersebut.
berkesinambungan.
3. Bila dinyatakan kurang berhasil, harus dicari jalan lain dengan melakukan identifikasi
Kesimpulan
Berdasarkan kasus 1 dan kasus 2 memiliki kesalahan yang serupa yaitu mengenai Stop
Buang air besar Sembarangan (SBS) dan pengelolaan sampah rumah tangga sehingga
membutuhkan sosialisasi dan promosi secara berulang dan berkala dan juga perlu diterapkan
aturan yang jelas untuk yang melanggar aturan tersebut seperti program STBM. Oleh karena itu
STBM perlu secara terus menerus dievaluasi agar program tersebut dapat berjalan dengan baik
karena ini merupakan perilaku yang sulit dirubah. Evaluasi bukanlah mencari kesalahan tetapi
merupakan proses mencari fakta sistem kerja. Promosi kesehatan diperlukan dalam program
STBM agar bisa diterima oleh masyarakat. Efektivitas strategi program STBM pada pilar satu SBS
di Puskesmas menyatakan bahwa pendekatan dari kader adalah hal yang penting dalam kesuksesan
Saran
Melalui kegiatan ini diharapkan adanya kesadaran dari seluruh masyarakat Desa untuk
selalu menjaga kebersihan dan kesehatan di sekitar rumah masing-masing. Selain itu dibutuhkan
monitoring/pengawasan yang lebih lanjut dan ketat, serta pemberlakuan sanksi bagi yang buang
sampah dan/atau buang air besar sembarangan. Sosialisasi, promosi, evaluasi, serta pembangunan
infrastruktur (Bak sampah dan WC umum) yang memadai, perlu dilakukan secara terus menerus
DAFTAR PUSTAKA
2. Zaman MK. Pendampingan Program Klinik Sanitasi Puskesmas Sungai Raya Tahun 2020.
(STBM) sebagai Support Program Kesehatan Lingkungan pada Masa Pandemi COVID-
8. Pedoman Indikator Program Kesmas Dalam RPJMN Dan Renstra Tahun 2020-2024.
9. Peraturan Menteri LHK Nomor P.56 Tahun 2015. Jakarta: Biro Hukum KLHK RI; 2015.
12. Permenkes Nomor 3 Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.
https://hsgm.saglik.gov.tr/depo/birimler/saglikli-beslenme-hareketli hayat.db/Yayinlar/kit
aplar/diger-kitaplar/TBSA-Beslenme-Yayini.pdf.
13. Isniah S, Purba HH, Debora F. Plan do check action (PDCA) method: literature review