Anda di halaman 1dari 42

MANAJEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN DI PUSKESMAS

INTEGRASI 3 / C

Disusun oleh:
Ghazy Ichsan Ghafur 2019-16-052
Hanifa Ashilah 2019-16-055
Hanifah Sheila Putri 2019-16-056
Hanora Calista 2019-16-057
Henry Anthonio Gozali 2019-16-058
Herlambang Prasetyo 2019-16-059
I Kadek Arya Wiraputra 2019-16-060
Icko Rizky Amalia Darianto 2019-16-061
Intan Lugina Nurfatwa 2019-16-062

Dosen pembimbing:

drg. Irma Binarti, MARS

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)


JAKARTA
2021
PENDAHULUAN

Pengaturan pusat kesehatan masyarakat perlu disesuaikan dengan kebijakan pemerintah

untuk memperkuat fungsi pusat kesehatan masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan pertama di wilayah kerja. Pusat Kesehatan Masyarakat yang

selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan pertama, dengan lebih mengutamakan upaya

promotif dan preventif di wilayah kerjanya.1

Kesehatan lingkungan di puskesmas memiliki peranan penting terhadap derajat kesehatan

masyarakat di wilayah kerja puskesmas. Untuk mewujudkan pelayanan kesling secara optimal,

diperlukan pelayanan kesling yang terintegrasi lintas program dan sektor.2 Kegiatan pelayanan

kesehatan lingkungan dilakukan dalam bentuk konseling, intervensi kesling, inspeksi kesling.3

Kesehatan lingkungan di Puskesmas juga menjadi bagian penting dari standar pelayanan

minimal Kabupaten atau Kota. Selain itu, pelayanan kesehatan lingkungan di Puskesmas juga

berperan sebagai indikator bagi Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanannya terhadap

masyarakat.2 Salah satu program kesling yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah STBM

(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang terdiri dari 5 pilar kegiatan yaitu Stop Buang Air Besar

Sembarangan (Stop BABS), Mencuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air mengalir,

Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAM-RT), Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga, Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga Air dan Sanitasi merupakan kebutuhan utama

masyarakat yang sangat penting guna terpenuhinya kualitas air minum dan sanitasi yang layak.

Jika hal tersebut terpenuhi maka peningkatan produktivitas masyarakat pun akan terjadi.

Puskesmas merupakan salah satu kunci sukses dalam pelaksanaan program STBM ini terutama

kerjasama tenaga sanitarian.4


Tujuan

● Menjelaskan kegiatan kesling puskesmas dalam bentuk: 3

○ Konseling;

○ Inspeksi kesehatan lingkungan;

○ Intervensi kesehatan lingkungan.

● Menjelaskan program puskesmas:4

○ SBS

○ PAM-RT

○ CTPS

○ Pengelolahan sampah rumah tangga dan puskesmas

○ Pengelolahan limbah rumah tangga puskesmas


TINJAUAN PUSTAKA

PUSKESMAS

Sejarah puskesmas

Sejarah perkembangan Puskesmas di Indonesia dimulai dari didirikannya berbagai institusi

kesehatan seperti Balai Pengobatan, Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak, serta diselenggarakannya

berbagai upaya kesehatan seperti usaha kebersihan dan sanitasi lingkungan yang masing-masing

berjalan sendiri-sendiri.5 Pemikiran mengintegrasikan berbagai institusi dan upaya tersebut di

bawah satu pimpinan agar lebih efektif dan efisien pertama kali dicetuskan pada pertemuan

Bandung Plan (1951). Selanjutnya konsep pelayanan yang terintegrasi lebih berkembang dengan

pembentukan teamwork dan team approach dalam pelayanan kesehatan (1956). Penggunaan

istilah Puskesmas pertama kali dimuat pada Master Plan of Operation. Konsep Puskesmas lahir

pada tahun 1968 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional I di Jakarta.5

Pada tahun 1979 mulai dirintis pembangunan Puskesmas di tingkat kelurahan atau desa

dengan jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa.5 Perkembangan selanjutnya lebih mengarah pada

penambahan kegiatan pokok seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

kemampuan pemerintah serta keinginan program di tingkat pusat, sehingga kegiatan pokok

berkembang menjadi 18 kegiatan pokok, bahkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta

mengembangkannya menjadi 21 kegiatan pokok. Pembangunan Puskesmas yang sudah merata di

seluruh pelosok tanah air dengan minimal satu Puskesmas di setiap kecamatan (Puskesmas yang

telah dibangun sebanyak 7.243, Puskesmas Pembantu 21.115; Puskesmas Keliling 6.849) telah

memberikan kontribusi yang sangat berarti untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

dengan penurunan angka kematian dan kesakitan secara bermakna dalam 30 tahun terakhir.5
Definisi puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat

pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya

kesehatan. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.6

Tujuan puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan

wilayah kerja Puskesmas yang sehat, dengan masyarakat yang:1

A. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat;

B. Mampu menjangkau Pelayanan Kesehatan bermutu;

C. Hidup dalam lingkungan sehat; dan

D. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat.

KESEHATAN LINGKUNGAN PUSKESMAS

Definisi kesehatan lingkungan puskesmas

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum

sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 13 Tahun 2015 mengenai pelayanan kesling

adalah kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat dan baik dari
aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial guna mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan

yang diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2015).3,7

Tujuan

A. Menurunkan angka penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor

Risiko Lingkungan dan meningkatnya kualitas kesehatan lingkungan.

B. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, kemampuan, dan perilaku masyarakat untuk

mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor Risiko

Lingkungan, serta untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat.

C. Terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor dalam pengendalian

penyakit dan penyehatan lingkungan dengan memberdayakan masyarakat.

Ruang lingkup

1. Air

Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah,

termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada

di darat. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air tanah

adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas,

ataupun di bawah permukaan tanah. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air

dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi

kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.6


2. Limbah

Limbah adalah sisa usaha dan/atau kegiatan.8 Puskesmas harus menyediakan fasilitas

khusus untuk pengelolaan kesehatan lingkungan antara lain air bersih, pengelolaan limbah

B3 seperti limbah padat dan cair yang bersifat infeksius dan non infeksius serta pemantauan

limbah gas/ udara dari emisi incinerator dan genset.7 Limbah B3 dari fasilitas layanan

kesehatan salah satunya puskesmas, meliputi: Benda dengan karakteristik infeksius; benda

tajam, patologis, bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, atau sisa kemasan, radioaktif, farmasi,

sitotoksik, peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi; dan tabung gas

atau kontainer bertekanan.9 Sistem pembuangan limbah infeksius dan non infeksius harus

direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas pewadahan, tempat

penampungan sementara (TPS), dan pengolahannya.6

3. Sampah

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk

padat.10 Sampah yang dikelola terdiri atas (1) Sampah rumah tangga; (2) Sampah sejenis

sampah rumah tangga; dan (3) Sampah spesifik. Sampah rumah tangga berasal dari

kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,

kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. Sampah spesifik

meliputi:11

a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;

b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;

c. Sampah yang timbul akibat bencana;


d. Puing bongkaran bangunan;

e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

f. Sampah yang timbul secara tidak periodik

Program kesehatan lingkungan

1. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Salah satu program kesling yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah STBM

(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang terdiri dari 5 pilar kegiatan yaitu Stop buang air

besar Sembarangan (SBS), Mencuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air mengalir,

Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAM-RT), Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga, Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga Air dan sanitasi merupakan

kebutuhan utama masyarakat yang sangat penting guna terpenuhinya kualitas air minum dan

sanitasi yang layak. Jika hal tersebut terpenuhi maka peningkatan produktivitas masyarakat

pun akan terjadi. Puskesmas merupakan salah satu kunci sukses dalam pelaksanaan program

STBM ini terutama kerjasama tenaga sanitarian.4

Program kesling yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah STBM (Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat) yang terdiri dari 5 pilar kegiatan yaitu:12

1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar

sembarangan. Perilaku Stop BABS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter

berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan

persyaratan kesehatan (Gambar 1).


Gambar 1. Contoh perubahan perilaku Stop BABS.12

2. Mencuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air mengalir.12

CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih

yang mengalir.

a. Langkah-langkah CTPS yang benar : (Gambar 2)

● Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.

● Gosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa lalu gosok kedua

punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan kena busa

sabun.

● Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku. Bilas dengan air bersih

sambil menggosok-gosok kedua tangan sampai sisa sabun hilang.

● Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih, atau kertas tisu, atau

mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.


Gambar 2. Langkah-langkah CTPS yang benar.12

b. Waktu penting perlunya CTPS, antara lain:

● sebelum makan

● sebelum mengolah dan menghidangkan makanan

● sebelum menyusui

● sebelum memberi makan bayi/balita

● sesudah buang air besar/kecil

● sesudah memegang hewan/unggas

c. Kriteria Utama Sarana CTPS

● Air bersih yang dapat dialirkan

● Sabun

● Penampungan atau saluran air limbah yang aman

3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAM-RT)

PAMM-RT merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan

air minum dan pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga (Gambar 3). Peran
puskesmas dalam pengolahan air minum dan makanan rumah tangga ini adalah sebagai

pihak yang mengedukasi masyarakat sebagaimana tertulis kewajiban puskesmas dalam

perannya menjaga kesehatan lingkungan masyarakat pada Peraturan Menteri Kesehatan

No.75 Tahun 2014.12

Gambar 3. Pengolahan air minum di rumah tangga.12

4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Tujuan Pengamanan Sampah Rumah Tangga adalah untuk menghindari

penyimpanan sampah dalam rumah dengan segera menangani sampah. Peran puskesmas

dalam pengolahan sampah rumah tangga ini adalah sebagai pihak yang mengedukasi

masyarakat sebagaimana tertulis kewajiban puskesmas dalam perannya menjaga kesehatan

lingkungan masyarakat pada Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014.

Pengamanan sampah yang aman adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan,

pendaur-ulangan atau pembuangan dari material sampah dengan cara yang tidak

membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan (Gambar 4).12


Gambar 4. Pengelolaan sampah 3R12

5. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga

Proses pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk

menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan penyakit

berbasis lingkungan (Gambar 5). Peran puskesmas dalam pengolahan limbah cair rumah

tangga ini adalah sebagai pihak yang mengedukasi masyarakat sebagaimana tertulis

kewajiban puskesmas dalam perannya menjaga kesehatan lingkungan masyarakat pada

Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014 Untuk menyalurkan limbah cair rumah

tangga diperlukan sarana berupa sumur resapan dan saluran pembuangan air limbah rumah

tangga. Limbah cair rumah tangga yang berupa tinja dan urine disalurkan ke tangki septik

yang dilengkapi dengan sumur resapan. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas

yang dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci tangan disalurkan ke

saluran pembuangan air limbah.12


Gambar 5. Pengelolaan limbah cair rumah tangga.12

2. Pengolahan limbah puskesmas

A. Sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah.6

a) Tersedia sistem pengolahan air limbah yang memenuhi persyaratan kesehatan.

b) Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan dilengkapi penutup dengan

bak kontrol untuk menjaga kemiringan saluran minimal 1%.

c) Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari ruang penyelenggaraan

makanan disediakan perangkap lemak untuk memisahkan dan/atau menyaring

kotoran/lemak.

B. Sistem pembuangan limbah infeksius dan non infeksius.6

a) Sistem pembuangan limbah infeksius dan non infeksius harus direncanakan dan dipasang

dengan mempertimbangkan fasilitas pewadahan, Tempat Penampungan Sementara

(TPS), dan pengolahannya.

b) Pertimbangan jenis pewadahan dan pengolahan limbah infeksius dan non infeksius

diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak


mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya serta tidak

mengundang datangnya vektor/binatang penyebar penyakit.

c) Pertimbangan fasilitas Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang terpisah diwujudkan

dalam bentuk penyediaan Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah infeksius dan

non infeksius, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan

volume limbah.

d) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pengolahan

fasilitas pembuangan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Indikator kesehatan lingkungan

1. Stop Buang air besar Sembarangan (SBS)

2. Pemeriksaan Kualitas Air Minum

3. Pengelolaan limbah rumah tangga dan puskesmas

4. Tempat dan fasilitas umum (TFU) memenuhi syarat kesehatan

Tabel 1. Indikator Kinerja Penyehatan Lingkungan8

No Indikator Target

2020 2021 2022 2023 2024

1 Persentase desa/ kelurahan dengan 40 50 60 70 90


Stop Buang air besar Sembarangan
(SBS)

2 Persentase sarana air minum yang 60 64 68 72 76


diawasi/diperiksa kualitas air
minumnya sesuai standar
3 Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan 2.600 3.000 4.850 6.250 8.800
yang memiliki pengelolaan limbah
medis sesuai standar

4 Persentase tempat pengelolaan pangan 38 44 50 56 62


(TPP) yang memenuhi syarat sesuai
standar

5 Persentase tempat dan fasilitas umum 55 60 65 70 75


(TFU) yang dilakukan pengawasan
sesuai standar

Indikator Kinerja Penyehatan Lingkungan:

A. Persentase Desa/Kelurahan dengan Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)8

a. Definisi Operasional

Desa/kelurahan yang seluruh penduduknya tidak lagi melakukan praktek buang air

besar selama dilakukan melalui proses verifikasi. Verifikasi adalah kegiatan untuk

memastikan perubahan perilaku di masyarakat dalam menerapkan pilar-pilar STBM.8

Kriteria Desa/Kelurahan SBS (Stop Buang Air Besar Sembarangan) adalah:8

1. Semua masyarakat telah buang air besar hanya di jamban yang aman dan layak dan

tidak perlu dibuang ke tinja/kotoran bayi hanya ke jamban yang aman dan layak.

2. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.

3. Ada pemeriksaan umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% memiliki

jamban layak dan aman.


b. Indikator Rumus Perhitungan

Jumlah desa/kelurahan yang telah terverifikasi SBS di seluruh jumlah

desa/kelurahan dikali 100%. Jumlah desa/kelurahan di Indonesia: 80.930.

c. Pelaksana Kegiatan

Pelaku pengungkit atau yang disebut dengan tim pengungkit disesuaikan dengan

kebutuhan pada tingkat mana pengungkit dilakukan.

1. Dusun/RW

a. Puskesmas Sanitarian

b. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga desa/kelurahan

c. Staf/aparat desa/kelurahan

d. Tim dari dusun lain dalam satu desa

e. Tim STBM desa

2. Desa/Kelurahan

a. Puskesmas Sanitarian

b. Promosi kesehatan Puskesmas

c. Unit Pelaksana Teknis Daerah kecamatan

d. Kecamatan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga

e. Tim dari desa/kelurahan lain dalam 1 (satu) kecamatan

f. Tim STBM kecamatan

3. Kecamatan

a. Dinas kesehatan kabupaten/kota

b. Kelompok kerja sanitasi/Air Minum dan Penyehatan Lingkungan


c. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga kabupaten

d. Organisasi yang bergerak di bidang kesehatan (Forum Kabupaten Kota Sehat, jika

ada)

e. Tim dari kecamatan lain

f. Tim STBM kabupaten

4. Kabupaten/Kota

a. Dinas kesehatan provinsi

b. Tim STBM provinsi

c. Kelompok Kerja sanitasi/Air Minum dan Penyehatan Lingkungan provinsi

d. Perwakilan dari kabupaten lain

e. Dinas di provinsi yang terkait dengan sarana air minum dan sanitasi

f. Tim STBM provinsi

5. Provinsi

a. Tim STBM Nasional

b. Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan

c. Perwakilan dari provinsi lain

d. Mitra/swasta

d. Tempat Pelaksaaan : Desa/kelurahan

e. Waktu Pelaksanaan : Dilaporkan setiap waktu setelah dilakukan pengungkit

f. Pencatatan dan Pelaporan

Tim pengungkit melakukan pengungkit langsung ke rumah tangga. Setelah selesai

pengungkit maka berita acara pengungkit di input dalam e-monev STBM.


g. Sumber Data: Laporan rutin

h. Waktu Pelaporan: Dilaporkan setiap waktu setelah dilakukan pengungkit

i. Pedoman Pelaporan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang STBM

• Pedoman Pemicuan 5 Pilar STBM

• Pedoman Verifikasi 5 Pilar STBM

• SNI 2398:2017 (Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Pengolahan

Lanjutan (sumur resapan, bidang resapan, up flow filter, kolam sanita)

• Pedoman Wirausaha Sanitasi

• Pedoman Pengelolaan Teknologi Tepat Guna Sanitasi dan Air Minum

B. Persentase Sarana Air Minum yang Diawasi/Diperiksa Kualitas Air Minumnya sesuai

Standar8

a. Definisi Operasional

Sarana air minum yang dilakukan dokumen RPAM (Rencana Pengamanan Air

Minum), inspeksi lingkungan dan diperiksa kualitas air minumnya oleh dinas kesehatan

kabupaten/kota.

Maksud dari penelitian/diperiksa adalah petugas kesehatan lingkungan melakukan

pengawasan eksternal melalui tinjauan dokumen RPAM, observasi lapangan (IKL), dan

kualitas udara (laboratorium atau alat yang terkalib). Hasil pengawasan eksternal yang

diinput dalam e-monev Pengawasan Kualitas Air Minum.

Total sarana air minum yang masuk cakupan pengawasan adalah 81.921 sarana,

dengan rincian sebagai berikut:


• PDAM pemerintah: 411 PDAM (sumber: data Perpamsi)

• PDAM swasta: 17 PDAM

• KPSPAM Pamsimas: 24.833 sarana (sumber: data KPSPAM Pamsimas)

• KPSPAM non Pamsimas: 6.898 sarana

• Depot air minum: 49.713 Depot (sumber: Emonev HSP)

• Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP): 49

b. Indikator Rumus Perhitungan: Jumlah sarana air minum di seluruh/diperiksa kualitas air

minumnya dibagian sarana air minum di kali 100%

c. Pelaksana Kegiatan: Dinas kesehatan kabupaten/kota, sanitarian, KKP

d. Tempat Pelaksaaan: Sarana air minum dan penyelenggara air minum

e. Waktu Pelaksanaan: Pelayanan dilaksanakan dalam waktu 1 tahun

f. Pencatatan dan Pelaporan: Hasil pengawasan diinput eksternal dalam E-monev

Pengawasan Kualitas Air Minum

g. Waktu Pelaporan: Satu tahun sekali

h. Sumber data: Laporan rutin

i. Pedoman Pelaksanaan

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Kualitas Air Minum

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736 Tahun 2010 tentang Tata Laksana

Pengawasan Kualitas Air


C. Jumlah Fasilitas pelayanan kesehatan yang Memiliki Pengelolaan Limbah Medis sesuai

Standar8

a. Definisi Operasional

Fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki pengelolaan limbah medis sesuai

adalah Fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit dan Puskesmas) yang telah melakukan

pemilahan, pewadahan, transportasi yang memenuhi syarat, penyimpanan sementara B3 di

tempat penyimpanan B3 (TPSB3) yang berizin serta telah melakukan pengolahan secara

mandiri sesuai persyaratan atau berizin dan atau disukai oleh pihak pengelola limbah B3

yang berizin.

Standar prosedur pelaksanan pengelolaan limbah medis yang dilaksanakan sesuai

standar mengacu pada Peraturan Menteri Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dan

memiliki tenaga yang memahami pengelolaan limbah medis di Fasilitas pelayanan

masyarakat.

b. Indikator Penghitungan Rumus

Jumlah Latar Fasilitas kesehatan kesehatan (Rumah Sakit dan Puskesmas) yang telah

pengelolaan limbah medis sesuai standar.

Jumlah Rumah Sakit: 2.900 unit

Jumlah Puskesmas: 9.993 unit


c. Pelaksana Kegiatan

Penanggung jawab kesehatan lingkungan koordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya di

Fasilitas pelayanan kesehatan.

d. Tempat Pelaksanaan

Rumah sakit dan Puskesmas

e. Waktu Pelaksanaan

Pelayanan pelaksanaan pengelolaan limbah medis dilakukan setiap hari

f. Pencatatan dan pelaporan

Petugas yang melaksanakan pengelolaan limbah medis di Fasilitas pelayanan kesehatan

melaksanakan pencatatan dan pelaporan melalui E-monev Limbah Medis di Fasilitas

pelayanan kesehatan (aplikasi berani) dan kabupaten/kota serta mengkoordinir pelaporan

dari Fasilitas pelayanan kesehatan serta provinsi untuk menyetujui aplikasi E-monev limbah

medis bagi Fasilitas pelayanan kesehatan yang akan melakukan pelaporan.

g. Waktu Pelaporan

Dilaporkan setiap tiga bulan sekali

h. Sumber Data

Laporan rutin

i. Pedoman Pelaksanaan
• Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun

2015 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di

Fasilitas pelayanan kesehatan

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Standar dan Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1428 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan

Kesehatan Lingkungan di Puskesmas

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas,

Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter dan Tempat Praktek Mandiri Dokter

Gigi

• E-monev Limbah Fasilitas pelayanan kesehatan

D. Persentase Tempat Pengelolaan Pangan (TPP) yang Memenuhi Syarat Sesuai Standar8

a. Definisi Operasional

Tempat Pengelolaan Pangan (TPP) yang memenuhi syarat kesehatan adalah TPP yang

dilaksanakan melalui pengawasan inspeksi lingkungan (IKL) dan memenuhi syarat sesuai

standar. TPP: rumah makan/restoran/jasaboga/sentra pangan jajanan, depot air minum.

Standar prosedur: Permenkes, Pedoman, Juknis, Modul

Standar sarana/fasilitas: Permenkes, Pedoman, Juknis, Modul

Standar Tenaga: Sanitarian Puskesmas

b. Indikator Rumus Perhitungan


Jumlah TPP yang memenuhi syarat-syarat kesehatan berdasarkan inspeksi Kesehatan

Lingkungan sesuai standar dalam kurun waktu 1 tahun dibandingkan jumlah TPP yang

tercatat dikali 100%. Jumlah TPP yang tercatat di Kab/kota berdasarkan E Monev TPM

143.950.

c. Pelaksana Kegiatan

• Sanitarian Puskesmas dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) melaksanakan

inspeksi kesehatan lingkungan di TPP (rumah makan/restoran, jasaboga, kantin,

depot, sentra makanan jajanan/makanan jajanan)

• Dinas kesehatan kabupaten/kota dan KKP melaksanakan investigasi KLB keracunan

pangan, mempersembahkan sertifikat higiene sanitasi untuk jasaboga, rumah

makan/restoran, gerakan stikerisasi sanitasi bagi kantin dan makanan jajanan,

melaksanakan pelatihan sanitasi pangan, implementasi pilar 3 STBM, melaksanakan

lomba kantin dan terminal

d. Tempat Pelaksanaan

Rumah makan/restoran, jasaboga, depot air minum, kantin, sentra makanan

jajanan/makanan jajanan

e. Waktu Pelaksanaan

Pembinaan dan pengawasan minimal dilaksanakan minimal setahun dua kali

f. Pencatatan dan Pelaporan

Sanitarian melaksanakan pencatatan dan pelaporan dengan menginput data ke dalam E-

Monev HSP dan Germas PAS


g. Sumber Data

Laporan rutin

h. Waktu Pelaporan

Setiap selesai melakukan inspeksi kesehatan lingkungan

i. Pedoman Pelaksanaan

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi

Jasaboga

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1098 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan

Kebersihan Sanitasi Rumah Makan

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 942 Tahun 2003 tentang Higiene Sanitasi

Makanan Jajanan

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot

Air Minum

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2011 tentang KLB Keracunan Pangan

• Pedoman Higiene Sanitasi Depot Air Minum

• Modul Pelatihan Keamanan Pangan

• Modul Pelatihan Investigasi Keracunan Pangan

E. Persentase Tempat dan Fasilitas umum (TFU) yang Dilaksanakan Pengawasan sesuai

Standar8

a. Definisi Operasional
Tempat dan Fasilitas Umum (TFU) yang dilakukan pengawasan sesuai standar

adalah tempat dan fasilitas umum (pasar, sekolah, Puskesmas) yang dilakukan pengawasan

oleh kabupaten/kota dengan cara melakukan Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL)

minimal 1 kali dalam kurun waktu setahun.

TFU adalah lokasi, sarana, dan prasarana antara lain: fasilitas kesehatan; fasilitas

pendidikan; tempat ibadah; hotel; rumah makan dan usaha lain yang sejenis; sarana

olahraga; sarana transportasi darat, laut, udara, dan kereta api; stasiun dan terminal; pasar

dan pusat perbelan; pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara; dan tempat

dan fasilitas umum lainnya. TFU yang dimaksud dalam hal ini prioritas terdiri dari sekolah

(SD/MI dan SMP/MTs), Puskesmas dan pasar yang terdaftar di Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan, Kementerian Perdagangan, Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan, dan Kementerian Agama.

Pengawasan sesuai standar yang dimaksud adalah kunjungan untuk mengetahui

faktor risiko lingkungan dengan IKL melalui pengamatan fisik lingkungan dengan

menggunakan instrumen IKL, pengukuran media lingkungan dan analisis risiko

lingkungan serta rekomendasi perbaikan.

Sekolah yang dimaksud adalah sekolah yang dimiliki oleh pemerintah dan swasta

yang terdiri dari SD dan SMP/sederajat yang terdaftar di Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan dan Kementerian Agama.

Puskesmas yang dimaksud adalah yang berada di wilayah kerjanya.

Pasar adalah pasar rakyat yang telah dilakukan revitalisasi dan terdaftar di Kementerian

Perdagangan.
b. Indikator Rumus Perhitungan

Jumlah Tempat Fasilitas Umum (TFU) yang dilaporkan hasil pengawasannya oleh

kabupaten/kota berdasarkan inspeksi lingkungan minimal 1 kali dalam setahun dibagi

jumlah TFU dikali 100 %.

• Jumlah Sekolah (SD/MI dan SMP/MTs): 230.729

• Jumlah Puskesmas: 10.060

• Jumlah Pasar: 1.578

c. Pelaksana Kegiatan

Kegiatan dilaksanakan oleh petugas kesehatan lingkungan kabupaten dan Puskesmas

d. Tempat Pelaksaaan

Sekolah, Puskesmas dan Pasar

e. Waktu Pelaksanaan

Pembinaan dan pengawasan minimal dilaksanakan satu kali dalam setahun.

f. Pencatatan dan Pelaporan

Petugas melakukan pencatatan dan pelaporan melalui pelaporan manual dan aplikasi (E-

monev: E-SATU)

g. Waktu Pelaporan

Hasil pembinaan dan pengawasan dilaporkan setiap triwulan

h. Sumber data

Laporan rutin
i. Pedoman Pelaksanaan

• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Pasar Sehat

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas

• Petunjuk Teknis Inspeksi Kesehatan Lingkungan Pasar, Sekolah dan Puskesmas

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas

• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1428 Tahun 2006 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Puskesmas

• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan

Kesehatan Lingkungan di Sekolah

Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan

Kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan dilakukan dalam bentuk konseling, intervensi

kesehatan lingkungan, inspeksi kesehatan lingkungan:3

a. Konseling:

Konseling adalah hubungan komunikasi antara tenaga kesling dengan pasien yang

bertujuan untuk mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi.

Dalam konseling, pengambilan keputusan adalah tanggung jawab pasien. Pada waktu tenaga

kesling membantu pasien terjadi langkah-langkah komunikasi secara timbal balik yang saling

berkaitan (komunikasi interpersonal) untuk membantu pasien membuat keputusan. Tugas

pertama tenaga kesling adalah menciptakan hubungan dengan pasien, dengan menunjukkan

perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan memengaruhi
keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog, melainkan juga proses

sadar yang memberdayakan orang agar mampu mengendalikan hidupnya dan bertanggung

jawab atas tindakan-tindakannya. Pelayanan konseling di Puskesmas harus dilaksanakan

setiap hari kerja. Berdasarkan konseling terhadap pasien dan/atau hasil surveilans kesehatan

yang menunjukan kecenderungan berkembang atau meluasnya penyakit atau kejadian

kesakitan akibat faktor risiko lingkungan, tenaga kesling harus melakukan inspeksi kesehatan

lingkungan terhadap media lingkungan.

Enam langkah dalam melaksanakan konseling biasa disingkat dengan ‘SATU TUJU’ yaitu:

● SA = Salam, Sambut
● T = Tanyakan
● U = Uraikan
● TU = Bantu
● J = Jelaskan
● U = Ulangi

b. Inspeksi kesling:

Inspeksi Kesehatan Lingkungan adalah kegiatan pemeriksaan dan pengamatan

secara langsung terhadap media lingkungan dalam rangka pengawasan berdasarkan

standar, norma dan baku mutu yang berlaku untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang

sehat. Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilaksanakan berdasarkan hasil Konseling terhadap

Pasien dan/atau kecenderungan berkembang atau meluasnya penyakit dan/atau kejadian

kesakitan akibat Faktor Risiko Lingkungan. Inspeksi Kesehatan Lingkungan juga

dilakukan secara berkala, dalam rangka investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

program kesehatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Kegiatan inspeksi dapat dilaksanakan di luar jam kerja puskesmas yang diupayakan

paling lambat 24 (dua puluh empat) jam setelah konseling. Inspeksi kesling dilakukan

dengan cara/metode sebagai berikut:

● Pengamatan fisik media lingkungan;


● Pengukuran media lingkungan di tempat;
● Uji laboratorium; dan/atau
● Analisis risiko kesehatan lingkungan

Inspeksi kesehetan lingkungan dilakukan terhadap media air, udara, tanah, pangan,

sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang pembawa penyakit.

c. Intervensi kesehatan lingkungan:

Intervensi kesling adalah tindakan penyehatan, pengamanan, dan pengendalian

untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi,

maupun sosial, yang dapat berupa:

a. Komunikasi, informasi, dan edukasi, serta penggerakan/pemberdayaan

masyarakat;

b. Perbaikan dan pembangunan sarana;

c. Pengembangan teknologi tepat guna

d. Rekayasa lingkungan.

Dalam pelaksanaannya Intervensi kesling harus mempertimbangkan tingkat risiko

berdasarkan hasil inspeksi kesling. Pada prinsipnya pelaksanaan Intervensi Kesehatan

Lingkungan dilakukan oleh Pasien sendiri. Dalam hal cakupan Intervensi Kesehatan
Lingkungan menjadi luas, maka pelaksanaannya dilakukan bersama pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat/swasta.

Aspek kesehatan lingkungan puskesmas3

A. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi, serta Penggerakan/Pemberdayaan Masyarakat.

Pelaksanaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan perilaku masyarakat terhadap masalah

kesehatan dan upaya yang diperlukan sehingga dapat mencegah penyakit dan/atau gangguan

kesehatan akibat Faktor Risiko Lingkungan. KIE dilaksanakan secara bertahap agar

masyarakat umum mengenal lebih dulu, kemudian menjadi mengetahui, setelah itu mau

melakukan dengan pilihan/opsi yang sudah disepakati bersama.

Pelaksanaan penggerakan/pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk memelihara

dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui kerja bersama (gotong royong) melibatkan

semua unsur masyarakat termasuk perangkat pemerintahan setempat dan dilakukan secara

berkala.

B. Perbaikan dan Pembangunan Sarana

Perbaikan dan pembangunan sarana diperlukan apabila pada hasil Inspeksi

Kesehatan Lingkungan menunjukkan adanya Faktor Risiko Lingkungan penyebab

penyakit dan/atau gangguan kesehatan pada lingkungan dan/atau rumah Pasien. Perbaikan

dan pembangunan sarana dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap air minum,

sanitasi, sarana perumahan, sarana pembuangan air limbah dan sampah, serta sarana

kesling lainnya yang memenuhi standar dan persyaratan kesling.


Tenaga Kesehatan Lingkungan dapat memberikan desain untuk perbaikan dan

pembangunan sarana sesuai dengan tingkat risiko, dan standar atau persyaratan kesling,

dengan mengutamakan material lokal.

C. Pengembangan Teknologi Tepat Guna

Pengembangan teknologi tepat guna merupakan upaya alternatif untuk mengurangi

atau menghilangkan faktor risiko penyebab penyakit dan/atau gangguan kesehatan.

Pengembangan teknologi tepat guna dilakukan dengan mempertimbangkan permasalahan

yang ada dan ketersediaan sumber daya setempat sesuai kearifan lokal.

Pengembangan teknologi tepat guna secara umum harus dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat setempat, memanfaatkan sumber daya yang ada, dibuat sesuai kebutuhan,

bersifat efektif dan efisien, praktis dan mudah diterapkan/dioperasionalkan,

pemeliharaannya mudah, serta mudah dikembangkan.

PEMBAHASAN

Salah satu analisis pemecahan masalah dapat dilakukan dengan metode analisis PDCA.

PDCA adalah singkatan dari Plan, Do, Check Act atau dalam bahasa Indonesia adalah

perencanaan, pengerjaan, pengecekan dan tindak lanjut. Metode PDCA berguna untuk melakukan

perbaikan terus menerus tanpa henti yang pada prinsipnya lebih berorientasi ke masa depan,

fleksibel, logis, dan masuk akal untuk dilakukan dan berisi deskripsi dari semua elemen rencana

yang dibuat. 4 fase yang digunakan dalam metode ini:


“Plan” terdiri dari penetapan tujuan dan proses untuk mencapai hasil tertentu;

“Do” langkah ini sudah dibuat sebelumnya;

“Check” Tahapan proses pemeriksaan telah dipantau dan dievaluasi sesuai tujuan;

“Action” Aksi diambil untuk meningkatkan hasil dan memenuhi atau melampaui tujuan.13

Sistem Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-

sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau

masyarakat.3

KASUS 1
Sumber jurnal diperoleh melalui bukti publikasi jurnal yang didapat dari google scholar

untuk mengidentifikasi studi yang diterbitkan mulai dari tahun 2021 dengan kata kunci “STBM”

“Program Kesehatan Lingkungan” dan “Pandemi COVID-19”. Hierarchy of Evidence yang

digunakan adalah Observational Study. Teknik pengumpulan data diperoleh dari Dosen Prodi

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru dengan

para Kader Program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) di wilayah kerja Puskesmas

Rumbai Pesisir Kota terdiri dari 4 kelurahan yaitu: Kelurahan Meranti Pandak (13 kader);

Kelurahan Limbungan (12 kader); Kelurahan Tebing Tinggi Okura (6 kader); Kelurahan Sungai

Ukai (5 kader). Untuk daerah pesisir yang dekat dengan sungai, masyarakat masih membuang air

besar di sungai (Rumajar et al., 2019) dari 5 pilar STBM maka yang menjadi permasalahan utama

adalah Pilar 1: Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) (Kurniawati & Saleha, 2020).

Program STBM terdiri dari 5 Pilar yaitu stop buang air besar sembarangan (SBS), cuci tangan

pakai sabun (CTPS), pengelolaan makanan dan minuman, pengamanan sampah serta pengamanan

limbah cair rumah tangga (Prayitno & Widati, 2018).


KASUS 2

Sumber jurnal diperoleh melalui bukti publikasi jurnal yang didapat dari google scholar

untuk mengidentifikasi studi yang diterbitkan mulai dari tahun 2021 dengan kata kunci “STBM”.

Hierarchy of Evidence yang digunakan adalah Observational Study. Teknik pengumpulan data

diperoleh dari hasil wawancara dengan petugas sanitarian puskesmas Bandarkedungmulyo.

Berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Putra, dkk (2021) pada penyuluhan 5 Pilar

STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) Bagi Masyarakat Desa Brangkal. Desa Brangkal

menunjukkan bahwa kondisi kebiasaan penduduk dalam menerapkan 5 (lima) pilar STBM masih

jauh dari harapan pada tahun 2019. Program STBM terdiri dari 5 Pilar yaitu stop buang air besar

sembarangan (SBS), cuci tangan pakai sabun (CTPS), pengelolaan makanan dan minuman,

pengamanan sampah serta pengamanan limbah cair rumah tangga (Prayitno & Widati, 2018).
Berdasarkan hasil wawancara di dengan petugas sanitarian puskesmas

Bandarkedungmulyo menunjukkan bahwa data dasar sanitasi desa brangkal berada pada urutan

ke-11 dari 11 desa se-kecamatan Bandarkedungmulyo. Walaupun telah berkali – kali

melaksanakan sosialisasi dan pengkaderan di setiap dusun, namun masih belum terlaksana secara

optimal dan masih belum dapat menaikkan tingkat kesadaran warga masyarakat. Hal ini didasari

dengan pemahaman atau kebiasaan sejak dahulu yang telah ditularkan kepada anak cucu yang

berakibat sulitnya perubahan perilaku tersebut. Selain itu, pembuatan penggunaan DD (Dana

Desa) yang mengacu pada juknis mengakibatkan pembangunan fasilitas WC Umum menjadi

tersendat.

Berdasarkan hasil analisis situasi dan di atas, muncul permasalahan yang perlu diselesaikan

berkaitan dengan rencana kegiatan pengabdian pada masyarakat ini untuk mitra terutama dalam

belum optimalnya pelaksanaan 5 pilar STBM di Desa Brangkal, banyaknya masyarakat yang

belum sadar akan pentingnya sanitasi di lingkungan dan pada individu masing – masing, serta

belum optimalnya pembangunan fasilitas umum terkait anggaran DD (Dana Desa) karena terbatasi

dengan Juknis dari Pemkab.

Identifikasi Masalah

Kasus 1

1. Buang sampah sembarangan oleh masyarakat.

2. Pengambilan sampah di TPS oleh pihak ketiga sering tidak tepat waktu dan menumpuk

berhari-hari sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.

3. Limbah rumah tangga yang belum dikelola secara baik.

4. Stop Buang air besar Sembarangan (SBS) yang kurang berjalan karena sifat SBS ini adalah

perilaku yang sulit untuk dirubah.


Kasus 2

1. Masih terdapat penduduk yang buang air besar sembarangan pada bantaran sungai.

2. Minimnya kesadaran akan kebutuhan pembangunan WC pada individu warga masyarakat.

3. Fasilitas publik seperti WC umum yang jarang ditemui di Desa Brangkal.

4. Kurangnya kesadaran masyarakat akan sanitasi kebersihan lingkungan masyarakat serta

individu.

Prioritas Masalah

Berdasarkan analisis kasus 1 dan kasus 2 didapatkan hasil yang serupa mengenai pilar 1

STBM yaitu Stop Buang air besar Sembarangan (SBS) dan pilar 4 STBM yaitu pengelolaan

sampah rumah tangga.

Berdasarkan PDCA Cycle of Continuous Improvement:

A. PLAN

1. Memilih tim penyusun. Sebelum penyusunan rencana aksi, terlebih dahulu dibentuk/dipilih

wakil masyarakat yang akan menyusun rencana aksi tersebut.

2. Membuat peta lingkungan untuk meninjau ulang kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana

terkait sanitasi; perilaku dan kesadaran sanitasi; dan kondisi lingkungan masyarakat.

3. Identifikasi hasil penyelenggaraan upaya Puskesmas, melihat sejauh mana hasil dari

program yang berjalan sebelumnya.

4. Pengumpulan data dan analisis untuk melihat dari program sebelumnya dengan kondisi yang

ada saat ini.

5. Analisis akar masalah, untuk mengetahui alasan terjadinya kesulitan menjalankan pilar-pilar

STBM.
6. Setelah diketahui penyebab masalahnya, mintakan kepada Tim untuk mendiskusikan

alternatif pemecahan masalahnya, kemudian dimasukkan dalam kolom

Intervensi/Pemecahan Masalah.

7. Memberikan sanksi kepada yang membuang air besar sembarangan dan membuang sampah

sembarangan.11

B. DO

1. Laksanakan upaya penyelesaian masalah, lakukan trial/uji coba

● Pilar 1:

- Pembangunan WC sesuai dengan kebutuhan melihat dari peta lingkungan. Jika kurang

maka segera rencanakan pembangunan WC.

- Pemeriksaan kondisi WC yang telah ada. Jika kondisi kurang baik maka segera

lakukan renovasi atau pemeliharaan.

- Memeriksa kemana alur tinja pergi, tanki septik atau got saluran air. Jika kondisi

kurang baik maka segera lakukan renovasi atau pemeliharaan.

- Melakukan penyedotan rutin berkala, serta pembuangan limbah tinja di instalasi

pengolahan lumpur tinja (IPLT) mengingat padatnya area pemukiman.

- Melakukan edukasi bersama dengan tokoh masyarakat untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat akan kerugian buang air besar sembarangan, dan manfaat pembangunan

WC.

● Pilar 4:

- Memeriksa kondisi tempat penampungan sementara (TPS) pada tiap lokasi, apakah

cukup memadai untuk menampung sampah dan apakah lokasinya mudah atau dekat

untuk dikunjungi.
- Melakukan pemeriksaan alur perjalanan sampah, sehingga dapat diketahui alasan

dimana terhambatnya pengambilan sampah.

- Melakukan edukasi bersama dengan tokoh masyarakat untuk memberi pengetahuan

bagaimana cara pengelolaan sampah yang baik dan benar(pemilahan, pewadahan, dan

3R); serta cara dan lokasi pembuangan sampah.

- Setiap orang dilarang:

a. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;

b. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;

c. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;

d. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan

akhir; dan/atau

e. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.

Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf d, dan

huruf e diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Peraturan daerah kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud diatas dapat menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda

terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf d, dan huruf e.11

2. Melakukan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya sesegera mungkin, semakin menunda

pekerjaan, semakin banyak waktu terbuang. Dalam langkah ini, tim melaksanakan rencana

yang telah disusun sebelumnya dan memantau proses pelaksanaannya.

C. CHECK

1. Pelajari efek perubahan yang terjadi terhadap kondisi yang ada.

2. Selanjutnya kumpulkan data baru dan bandingkan dengan data sebelumnya.


3. Kemudian lihat efek perubahan, dan atas perbaikan yang diperoleh direplikasikan. Untuk

mengetahui tingkat peningkatan pengetahuan Kader STBM di wilayah kerja Puskesmas

Rumbai Pesisir dan Desa Berangkal mengenai STBM dengan tanya jawab lisan dan

observasi.

D. ACTION

1. Apabila upaya yang dilaksanakan dinyatakan berhasil/sukses, maka standarisasikan

perubahan tersebut.

2. Selanjutnya upayakan langkah-langkah perbaikan/peningkatan mutu serata terus menerus

berkesinambungan.

3. Bila dinyatakan kurang berhasil, harus dicari jalan lain dengan melakukan identifikasi

ulang atas masalah ataupun upaya yang dilaksanakan.

Tabel 2. Alternatif Pemecahan Masalah

No Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah

1 Buang sampah sembarangan oleh Mengedukasi masyarakat cara pemilahan


masyarakat. dan pembuangan sampah yang benar serta
memberikan sanksi kepada yang melanggar
2 Pengambilan sampah di TPS oleh pihak Melakukan pemeriksaan alur perjalanan
ketiga sering tidak tepat waktu. sampah, sehingga dapat diketahui alasan
dimana terhambatnya pengambilan sampah

3 Pencemaran lingkungan serta limbah Mengedukasi masyarakat untuk melakukan


rumah tangga yang belum dikelola secara 3 R reduce , reuse , recycle dan memisahkan
baik. sampah yang dapat didaur ulang dan tidak
dapat di daur ulang seperti sampah organik ,
anorganilk , dan B3
4 Stop Buang air besar Sembarangan (SBS) Memberikan KIE untuk masyarakat secara
yang kurang berjalan karena sifat SBS ini berkala agar tidak membuang air besar
adalah perilaku yang sulit untuk dirubah sembarangan serta memberikan sanksi sosial
sehingga masih terdapat penduduk yang jika masih melanggar
buang air besar sembarangan pada
bantaran sungai.
5 Minimnya kesadaran akan kebutuhan Pembangunan WC sesuai dengan kebutuhan
pembangunan WC pada individu warga melihat dari peta lingkungan
masyarakat sehingga fasilitas publik
seperti WC umum yang jarang ditemui.
6 Kurangnya kesadaran masyarakat akan Mengedukasi masyarakat pentingnya
sanitasi kebersihan lingkungan masyarakat sanitasi kebersihan lingkungan serta
serta individu. memberikan sanksi kepada yang melanggar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan kasus 1 dan kasus 2 memiliki kesalahan yang serupa yaitu mengenai Stop

Buang air besar Sembarangan (SBS) dan pengelolaan sampah rumah tangga sehingga

membutuhkan sosialisasi dan promosi secara berulang dan berkala dan juga perlu diterapkan

aturan yang jelas untuk yang melanggar aturan tersebut seperti program STBM. Oleh karena itu

STBM perlu secara terus menerus dievaluasi agar program tersebut dapat berjalan dengan baik

karena ini merupakan perilaku yang sulit dirubah. Evaluasi bukanlah mencari kesalahan tetapi

merupakan proses mencari fakta sistem kerja. Promosi kesehatan diperlukan dalam program

STBM agar bisa diterima oleh masyarakat. Efektivitas strategi program STBM pada pilar satu SBS

di Puskesmas menyatakan bahwa pendekatan dari kader adalah hal yang penting dalam kesuksesan

program pemicuan di masyarakat.

Saran
Melalui kegiatan ini diharapkan adanya kesadaran dari seluruh masyarakat Desa untuk

selalu menjaga kebersihan dan kesehatan di sekitar rumah masing-masing. Selain itu dibutuhkan

monitoring/pengawasan yang lebih lanjut dan ketat, serta pemberlakuan sanksi bagi yang buang

sampah dan/atau buang air besar sembarangan. Sosialisasi, promosi, evaluasi, serta pembangunan

infrastruktur (Bak sampah dan WC umum) yang memadai, perlu dilakukan secara terus menerus

agar program STBM dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Permenkes Nomor 43 Tahun 2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2019.

2. Zaman MK. Pendampingan Program Klinik Sanitasi Puskesmas Sungai Raya Tahun 2020.

J Community Heal Serv. 2021;1(1):20-31.

3. Permenkes Nomor 13 Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.

4. Herniwanti, Dewi O, Rani N, et al. Penyuluhan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) sebagai Support Program Kesehatan Lingkungan pada Masa Pandemi COVID-

19. J Abdidas. 2021;2(2):435-441.

5. Elawitachya W. Pusat Kesehatan Masyarakat.; 2016.

6. Permenkes Nomor 75 Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

7. Agustin NA, Siyam N. Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas. Higeia J Public

Heal Res Dev. 2020;4(2):267-279.

8. Pedoman Indikator Program Kesmas Dalam RPJMN Dan Renstra Tahun 2020-2024.

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2020.

9. Peraturan Menteri LHK Nomor P.56 Tahun 2015. Jakarta: Biro Hukum KLHK RI; 2015.

10. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2020. Jakarta; 2020.


11. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Jakarta; 2008.

12. Permenkes Nomor 3 Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

https://hsgm.saglik.gov.tr/depo/birimler/saglikli-beslenme-hareketli hayat.db/Yayinlar/kit

aplar/diger-kitaplar/TBSA-Beslenme-Yayini.pdf.

13. Isniah S, Purba HH, Debora F. Plan do check action (PDCA) method: literature review

and research issues. Jurnal manajemen industri. 2020; 4(1) : 72-81.

Anda mungkin juga menyukai