Anda di halaman 1dari 34

MODUL PELATIHAN DASAR

JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

MATERI INTI 1
PERSIAPAN UPAYA KESEHATAN KERJA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa upaya
kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaannya. Pada implementasinya, upaya
kesehatan kerja (UKK) mencakup tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, serta
monitoring dan evaluasi.
Pada sesi ini akan dibahas mengenai tahapan persiapan upaya kesehatan kerja yang
harus dilakukan oleh Pengelola Kesehatan Kerja. Tahap persiapan merupakan tahap
awal dalam upaya kesehatan kerja, berupa pengumpulan data terkait kesehatan kerja
dan penyusunan rencana upaya kesehatan kerja.
Persiapan UKK bermuara pada perencanaan yang baik. Persiapan dimulai dari upaya
mengenal masalah kesehatan kerja dengan mengumpulkan data demografi, kemudian
data dipetakan sesuai wilayah kerja, dilanjutkan dengan mengumpulkan data kegiatan di
tempat kerja masing-masing, dan dilakukan penilaian risiko kesehatan kerja, serta
mengumpulkan data kesehatan kerja. Data yang terkumpul digunakan untuk menyusun
perencanaan UKK berdasarkan waktu, jabatan, prioritas tingkat risiko dan elemen
lainnya dalam bentuk rencana aksi UKK.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan persiapan upaya kesehatan
kerja.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Mengumpulkan data demografi kesehatan kerja
2. Melakukan pemetaan di wilayah kerja
3. Mengumpulkan data kegiatan di tempat kerja/ penilaian risiko kesehatan kerja
4. Mengumpulkan data kesehatan kerja
5. Menyusun perencanaan upaya kesehatan kerja di wilayah kerja berdasarkan waktu
6. Penyusunan program upaya kesehatan kerja di wilayah kerja
7. Penyusunan rencana aksi upaya kesehatan kerja
8. Melakukan Pengembangan Kebijakan K3

1 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

III. POKOK BAHASAN


Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan subpokok bahasan sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Pengumpulan Data Demografi Kesehatan Kerja
Sub Pokok Bahasan :
a. Definisi Demografi
b. Data Primer, Sekunder, dan Tersier (Jumlah Kelompok Pekerja Informal,
Jumlah Tempat Kerja Formal, Kebijakan Internal di Fasilitas Kesehatan, Jumlah
Pekerja Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan pekerja)

Pokok Bahasan 2.Melakukan Pemetaan di Wilayah Kerja


Sub Pokok Bahasan :
a. Kelompok Pekerja, Jenis Usaha/Bidang Kegiatan dan Lokasi Tempat
b. Perkiraan Faktor Risiko

Pokok Bahasan 3. Pengumpulan Data Kegiatan di Tempat Kerja/Penilaian Risiko


Kesehatan Kerja
Sub Pokok Bahasan:
a. Denah tempat kerja
b. Alur
c. Jenis faktor risiko kesehatan kerja (hazard)
d. Hasil ukur hazard
e. Upaya pengendalian faktor risiko

Pokok Bahasan 4. Pengumpulan Data Kesehatan Kerja


Sub Pokok Bahasan:
a. Data kesehatan/data kebugaran
b. Data penyakit
c. Data kecelakaan kerja
d. Data absensi
e. Data kecacatan
f. Data kematian

Pokok Bahasan 5. Penyusunan Perencanaan Upaya Kesehatan Kerja di Wilayah Kerja


Berdasarkan Waktu. Sub Pokok Bahasan:
a. 5 tahunan, sebagai
1. Ketua
2. Sekretaris
3. Anggota
b. Tahunan, sebagai
1. Ketua
2. Sekretaris

2 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

3. Anggota
c. Triwulan :
1. Membuat kerangka acuan
2. Menganalisis data
3. Mengevaluasi data
4. Mempersiapkan rencana triwulan
d. Bulanan :
1. Menyusun jenis kegiatan
2. Mengatur jadual pelaksanaan kegiatan
3. Menyusun rencana anggaran biaya
4. Merumuskan output kegiatan, sebagai :
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Anggota

Pokok Bahasan 6. Penyusunan program upaya kesehatan kerja di wilayah kerja,


sebagai :
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Anggota

Pokok Bahasan 7. Penyusunan Rencana Aksi Upaya Kesehatan Kerja


a. Menyusun rencana kerangka acuan kegiatan
b. Menyusun rencana anggaran biaya
c. Menyusun rencana pembinaan upaya kesehatan kerja
d. Menyusun rencana pemantauan upaya kesehatan kerja
e. Menyusun rencana evaluasi

Pokok Bahasan 8. Melakukan Pengembangan Kebijakan K3


a. Memfasilitasi penyusunan kebijakan tertulis dari pimpinan tertinggi
b. Melakukan pembentukan/revitalisasi organisasi K3

IV. BAHAN BELAJAR


 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 13
Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja dan Angka
Kreditnya
 Basic of Occupational Health Services
 Management Skill

3 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.

Langkah 1. Pengkondisian (5 menit)


Langkah pembelajaran:
a. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan
disampaikan.
b. Menyampaikantujuan pembelajaran dan pokok bahasan sebaiknya dengan
menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Penyampaian Materi


Langkah pembelajaran:
a. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan
materi dengan metode curah pendapat, kemudian ceramah tanya jawab (120 menit).
b. Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, pada semua kelompok diberikan
kasus dan didiskusikan selama 65 menit. Masing-masing kelompok
mempresentasikan hasilnya selama 10 menit. (6 x 10 menit).
c. Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi kelompok selama 10 menit.
d. Peserta melakukan praktik lapangan dan diskusi hasil praktek lapangan selama 180
menit.

Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan (10 menit)


Langkah pembelajaran:
a. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
b. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
c. Fasilitator membuat kesimpulan.

VI. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1.
PENGUMPULAN DATA DEMOGRAFI KESEHATAN KERJA
Menurut W. Barclay, demografi adalah pemberian gambaran nomeril dari penduduk
yang dicerminkan oleh jenis-jenis statistik tertentu. Sedangkan, dalam kamus besar
Bahasa Indonesia demografi berarti ilmu kependudukan yaitu ilmu tentang susunan, dan
pertumbuhan penduduk; ilmu yang memberikan uraian atau lukisan berupa statistik
mengenai suatu bangsa dilihat dari sudut sosial politik.

4 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Seperti definisi di atas, secara umum demografi adalah ilmu yang mempelajari susunan
dan pengelompokkan masyarakat berdasarkan indikator-indikator tertentu seperti
tempat tinggal, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, kelompok umur, dan lain
sebagainya. Mengapa kita perlu mempertimbangkan data demografi dalam
mempersiapkan upaya kesehatan kerja ?

Kesehatan kerja adalah suatu upaya yang berhubungan dengan masyarakat pekerja,
khususnya masyarakat yang berada dalam usia produktif. Kesehatan kerja juga harus
mempertimbangkan daerah tempat tinggal seseorang karena setiap daerah mempunyai
budaya kesehatan masing-masing (misal orang Jawa masih mempercayai dukun)
sehingga upaya kesehatan kerja di satu daerah tidak mungkin sama persis dengan
daerah lainnya. Selain itu, setiap daerah juga memilki karakteristik penduduk yang
berbeda pula, misal dalam proporsi jumlah penduduk, pekerjaan mayoritas penduduk
(misal masyarakat yang tinggal di pedesaan mayoritas memiliki pekerjaan sebagai
petani), tingkat pendidikan masyarakat (upaya promosi kesehatan kerja akan jauh
berbeda pada masyarakat dengan tingkat pendidikan SD jika dibandingkan dengan
masyarakat yang mayoritas merupakan sarjana), dan lain sebagainya. Program
kesehatan kerja akan lebih efektif jika mempertimbangkan karakteristik demografi
masyarakat pekerja, karena karakteristik pekerja menentukan jenis pembinaan yang
berbeda. Sebagai contoh, jenis hazard/bahaya/faktor risiko kesehatan kerja pada petani
terutama adalah pestisida dan ergonomi manual handling, sedangkan hazard utama
pekerja tambang adalah debu silika bebas, debu tambang dan metana. Contoh lain,
metode komunikasi hazard pada sarjana bisa via media elektronik, sedangkan pada
pekerja berpendidikan SD, pengenalan bahaya perlu dilakukan dengan tatap muka,
gambar atau alat peraga. Dengan demikian, demografi menjadi faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan.

Setelah memahami pentingnya demografi dalam pelaksanaan kesehatan kerja di suatu


daerah, tentunya akan timbul pertanyaan mengenai data demografi apa saja yang kita
perlukan. Data demografi yang kita perlukan antara lain jumlah penduduk dan proporsi
penduduk menurut domisili dan tempat kerja di suatu wilayah, jenis kelamin penduduk,
tingkat pendidikan penduduk, serta jenis pekerjaan penduduk. Data-data tersebut bisa
kita peroleh secara langsung dan tidak langsung.

Terdapat tiga jenis data berdasarkan cara memperolehnya :


a. Data primer
Data primer adalah data yang kita peroleh langsung melalui kuesioner dan/ atau
wawancara langsung dengan masyarakat. Data tersebut kemudian kita olah dan
gunakan sebagai acuan upaya kesehatan kerja.
Contoh : (sesuai butir kegiatan Permenpan)
1) Jumlah kelompok pekerja informal
2) Jumlah tempat kerja formal
3) Kebijakan internal di fasilitas kesehatan

5 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

4) Jumlah pekerja berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan


b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang kita peroleh dari pihak kedua, misal dari Dinas
Kependudukan setempat atau data dari bagian SDM suatu perusahaan yang ada di
daerah tersebut.
Contoh : (sesuai butir kegiatan Permenpan)
a. Jumlah kelompok pekerja informal
b. Jumlah tempat kerja formal
c. Kebijakan internal di fasilitas kesehatan
d. Jumlah pekerja berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan
c. Data tersier
Data tersier adalah data yang kita peroleh dari buku-buku referensi dan literatur.
Untuk menggunakan data jenis ini, ada baiknya kita mengumpulkan data dari
berbagai sumber dan membandingkannya.
Contoh : (sesuai butir kegiatan Permenpan)
1) Jumlah kelompok pekerja informal
2) Jumlah tempat kerja formal
3) Kebijakan internal di fasilitas kesehatan
4) Jumlah pekerja berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan

Pokok Bahasan 2.
PEMETAAN DI WILAYAH KERJA

a. Kelompok Pekerja, Jenis Usaha/Bidang Kegiatan dan Lokasi Tempat


Muara dari kegiatan ini menghasilkan peta wilayah berdasarkan kelompok
pekerja, jenis usaha/bidang kegiatan, dan lokasi tempat kerja, berdasarkan data yang
kita kumpulkan baik primer, sekunder, atau tersier. Sebelum kita mulai kegiatan ini,
diperlukan pengertian tentang pemetaan.
Definisi pemetaan secara harfiah menurut kamus besar Bahasa Indonesia
(1987: 859) adalah suatu proses, cara, perbuatan membuat peta, kegiatan
pemotretan yang dilakukan melalui udara di mana dalam kegiatan tersebut
bertujuan meningkatkan hasil pencitraan yang baik tentang suatu daerah (Yusuf, et.
al, 1957: 452). Pengertian umum tentang pemetaan adalah pemetaan geografis
yaitu kegiatan pengelompokan suatu kumpulan wilayah yang berkaitan dengan
beberapa letak geografis wilayah yang meliputi dataran tinggi, pegunungan,
sumber daya dan potensi penduduk yang berpengaruh terhadap sosial kultural
yang memilki ciri khas khusus dalam penggunaan skala yang tepat (soekidjo, 1994:
34).
Fungsi pemetaan dalam hal ini adalah pembuatan peta kelompok pekerja,
jenis usaha/bidang kegiatan, dan lokasi tempat kerja; bila memungkinkan bisa
diteruskan dengan membuat peta hazard dan peta kesehatan antara lain adalah
seperti berikut:

6 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

1. Peta mampu memperlihatkan ukuran, antara lain luas wilayah kerja dan jarak
antara wilayah atau lokasi kerja.
2. Peta mampu menyajikan dan memperlihatkan bentuk atau warna, misalnya:
- Untuk peta kelompok pekerja, warna hijau menandakan kelompok petani,
biru kelompok nelayan, coklat kelompok tukang kayu, dan abu-abu
pengrajin tempe.
- Untuk jenis usaha/bidang kegiatan, dapat digambar bentuk ikan
menandakan pasar ikan, padi menandakan sawah, gambar pabrik atau toko
mebel, gambar pabrik dan pasar penjual tempe
2. Dengan adanya peta dapat menunjukkan posisi atau lokasi
tempat kerja relatif yang hubungannya dengan lokasi asli di permukaan bumi,
begitu pula denah dapat menunjukkan posisi relatif yang hubungannya dengan
mesin, alat, keberadaan manusia, dan lain-lain
4. Peta mampu menunjukkan tingkat risiko kesehatan, misalnya warna merah
menandakan area kerja dengan tingkat risiko tinggi, kuning menengah, dan
hijau rendah.
5. Peta juga dapat digunakan untuk komunikasi tentang banyak hal, misalnya
dengan mengumpulkan dan menyeleksi data dari suatu daerah dan menyajikan
di atas peta atau denah dengan simbolisasi, misalnya jumlah manusia (1 gambar
orang menandakan jumlah 100 orang), simbol api menggambarkan area rentan
kebakaran, simbol bunyi menandakan area bising, simbol bahan kimia
menggambarkan area yang terdapat bahan kimia, simbol biologi
menggambarkan area yang terdapat bahaya biologi atau hewan.

Tujuan pemetaan dalam hal ini yaitu pembuatan peta hazard, peta kesehatan,
dan peta alur kerja yaitu:
1. Untuk komunikasi informasi ruang, alur kerja, tingkat risiko hazard, peta
kesehatan, dan informasi kesehatan kerja lainnya.
2. Media menyimpan informasi seperti tersebut dalam butir di atas.
3. Membantu manajemen pekerjaan mulai dari perencanaan sampai
pelaksanaan dan evaluasi.
4. Membantu dalam desain ruang, peletakan mesin dan bahan, penempatan
pekerja dan pengorganisasian pekerjaan, .
5. Analisis data spatial

Proses pemetaan yaitu tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam


perancangan sebuah peta. Menurut Intan Permanasari (2007) mengemukakan
bahwa ada 3 tahap
proses pemetaan yang harus dilakukan yaitu :
 Tahap pengumpulan data
Langkah awal dalam proses pemetaan dimulai dari pengumpulan data. Data
merupakan suatu bahan yang diperlukan dalam proses pemetaan. Keberadaan
data sangat penting artinya, dengan data seseorang dapat melakukan analisis

7 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

evaluasi tentang suatu data wilayah tertentu. Data yang dipetakan dapat
berupa data primer atau data sekunder. Data yang dapat dipetakan adalah
data yang bersifat spasial, artinya data tersebut terdistribusi atau tersebar ke
ruangan pada suatu wilayah tertentu. Pada tahap ini data yang telah
dikumpulkan kemudian dikelompokkan dahulu menurut jenisnya seperti
kelompok data kualitatif (seperti kelompok pekerja, jenis usaha/bidang
kegiatan, dan lokasi tempat kerja) atau data kuantitatif (seperti jumlah pekerja,
jumlah usaha/bidang kegiatan, tingkat bahaya).
 Tahap penyajian data
Langkah pemetaan kedua berupa panyajian data. Tahap ini merupakan upaya
melukiskan atau menggambarkan data dalam bentuk simbol, supaya data
tersebut menarik, mudah dibaca dan dimengerti oleh pengguna. Penyajian
data pada sebuah peta harus dirancang secara baik dan benar supaya tujuan
pemetaan dapat tercapai.
 Tahap penggunaan peta
Tahap penggunaan peta merupakan tahap penting karena menentukan
keberhasilan pembuatan suatu peta. Peta yang dirancang dengan baik akan
dapat digunakan/ dibaca dengan mudah. Peta merupakan alat untuk
melakukan komunikasi, sehingga pada peta harus terjalin interaksi antar
pembuat peta (map maker) dengan pengguna peta (map users). Pembuat peta
harus dapat merancang peta sedemikian rupa sehingga peta mudah dibaca,
diinterpretasi dan dianalisis oleh pengguna peta. Pengguna harus dapat
membaca peta dan memperoleh gambaran informasi sebenarnya di lapangan
(real world).

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap


unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional (UU Nomor 24 Tahun 1992: Penataan
Ruang). Wilayah adalah bagian permukaan bumi yang membentuk suatu
teritorial bedasarkan batas geografis tertentu (seperti suatu wilayah aliran sungai,
wilayah kehutanan, wilayah dataran tinggi, wilayah pulau, wilayah Negara).
Purnomo Sidi (1981) mengatakan bahwa wilayah adalah sebutan untuk lingkungan
permukaan bumi yang jelas batasannya. Imanuel Kaant (1982) mengatakan wilayah
adalah sesuatu ruang di permukaan bumi yang mempunyai spesifik dan dalamaspek
tertentu berbeda antara dua titik dalam garis lurus. Glasson (1974), Budi Harsono
(1996), dan Huesmen (1986) mengatakan bahwa wilayah dapat dibedakan menjadi
2, yaitu wilayah formal (formal region atau mogenous regoins) dan wilayah
fungsional (Functional region atau nodul region).
 Wilayah formal adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek tertentu yang
mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama. Kriteria pokok yang
digunakan antar wilayah dapat berbeda tergantung dasar atau
tujuan pengelompokannya.

8 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

 Wilayah fungsional adalah suatu wilayah yang mempunyai


ketergantungan antara daerah pusat dengan daerah belakangnya atau suatu
wilayah yang dalam banyak hal diatur oleh beberapa pusat kegiatan yang
saling dihubungkan dengan garis melingkar (daerah belakangnya).

Setelah mendapatkan data demografi masyarakat, kita dapat melakukan


tahapan selanjutnya yaitu tahapan pemetaan wilayah kerja. Pemetaan ini dilakukan
untuk mempermudah kita dalam melakukan identifikasi risiko pada masing-masing
jenis usaha. Pemetaan yang dimaksud dalam materi ini adalah pengelompokan
berdasarkan kelompok pekerja, jenis usaha/bidang kegiatan dan lokasi tempat
kerja, digambarkan dalam satu tabel atau denah tempat kerja. Untuk lebih
mempermudah, mari kita tinjau contoh berikut.

“Kota X berada di pinggiran kota besar. Terdapat pabrik deterjen di


daerah tersebut yang memperkerjakan masyarakat sekitar. Selain itu,
sebagian penduduk lainnya berprofesi sebagai petani, pedagang, dan
tukang ojek. Sebagian besar penduduk kota X ada dalam usia produktif
dengan proporsi jumlah laki-laki dan perempuan seimbang. Sebagian
besar penduduk merupakan lulusan SMP. “

Berdasarkan contoh di atas, kita lakukan pemetaan wilayah kerja dan faktor risiko
apa saja yang terdapat pada pekerjaan-pekerjaan tersebut. Pemetaan berdasarkan
jenis pekerjaan yang ada di wilayah kota X tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Pemetaan Berdasarkan Kelompok Pekerja,


Jenis Usaha/Bidang Kegiatan, dan Lokasi Kerja

Jenis Usaha/ Bidang Jumlah Juml Unit/


Lokasi Kerja
Kegiatan Pekerja Kelompok
Pabrik Deterjen 500 orang Jl. Jambu No. 1 1
RT .006 RW 01
Petani Sayur 50 orang RT 001 RW 05 2
RT 008 RW 06
Pedagang 70 orang Jl Mangga 3
Jl. Baru
Jl Setiabudi
Tukang Ojek 10 orang RW 01-06 3
Pangkalan di mulut gang Masjid,
Jl. Setiabudi dan Jl Baru

b. Perkiraan Faktor Risiko


Hasil akhir dari Pemetaan di wilayah kerja untuk Jabfung Pembimbing
Kesehatan Kerja adalah 1) data/tabel Kelompok pekerja, jenis usaha/bidang kegiatan,
dan lokasi kerja dan 2) data/tabel Perkiraan faktor risiko (contoh dapat
dikembangkan).

9 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Pemetaan faktor risiko yang dimaksud dalam materi ini adalah


pengelompokan bahaya (hazard) dan risiko berdasarkan wilayah kerja (hazard
mapping) dan pengelompokan masalah kesehatan berdasarkan peta wilayah kerja.
Wilayah kerja yang dimaksud biasanya berupa denah.
Seorang pengelola K3 di tempat kerja harus melakukan penilaian risiko
dimulai dengan identifikasi bahaya (hazard) minimal bahaya fisik, kimia, biologi,
ergonomi, dan psikososial. Pemetaan dapat juga dilakukan berdasarkan perkiraan
faktor risiko pada pekerjaan. Berdasarkan kasus di atas, pemetaannya adalah
sebagai berikut

Tabel 2. Perkiraan Faktor Risiko (Hazard) pada Pekerjaan

Hazard Pekerja Pabrik Deterjen Petani Pedagang Tukang Ojek


- Terkena peralatan - Terkena linggis - Kejatuhan benda - Kecelakaan lalin
pabrik deterjen - Terkena palu, - Bising
Fisik

cangkul, arit saat


(terpotong, teriris) mengolah tanah pisau, gunting - Cuaca
- Bising di area produksi - UV
- Terkena bahan kimia - Terkena bahan - Terkena bahan - polutan lalin CO,
deterjen (menganggu kimia di pupuk dan kimia yang dijual SOx, NOx
Kimia

penglihatan, kulit, pestisida di toko - BBM


pencernaan dan
pernafasan).
- Terkena - Tergigit ular dan - Tergigit - DBD
Biologi

serangga/hewan yang serangga di sawah serangga dan - serangga


ada di sekitar pabrik - DBD hewan di toko

- Terkena Low Back Pain - Terkena Low Back - Terkena Low - Terkena Low
Ergonomi

akibat desain tempat Pain karena posisi Back Pain dan Back Pain akibat
kerja pabrik deterjen mencangkul yang kram akibat terlalu lama
membungkuk terlalu lama mengendarai
duduk di toko motor
- Bosan karena pekerjaan - Bosan karena - Bosan karena - Bosan karena
Psikososial

yang monoton pekerjaan yang pekerjaan yang pekerjaan yang


- Shift kerja yang tidak monoton monoton monoton
jelas - Harga pupuk & - Dagangan tdk - Persaingan ketat
produk tdk tetap laku/ sepi - BBM mahal

10 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Pokok Bahasan 3.
PENGUMPULAN DATA KEGIATAN DI TEMPAT KERJA / PENILAIAN RISIKO KESEHATAN
KERJA
Setelah memperkirakan faktor risiko apa saja yang ada di wilayah kerja, tahapan
selanjutnya adalah mengumpulkan data kegiatan di tempat kerja. Hal ini dilakukan untuk
menilai risiko kesehatan kerja. Penilaian ini dilakukan dengan membandingkan perkiraan
faktor risiko dengan risiko yang ada di tempat kerja.

a. Denah tempat kerja


Denah tempat kerja digambar dengan tujuan untuk mengetahui apakah desain
tempat kerja tersebut sudah layak secara ergonomis atau belum. Ketika mengambil
denah tempat kerja, kita dapat menilai antara lain susunan barang-barang, peralatan,
ventilasi, pencahayaan, luas ruangan dan kondisi lainnya apakah sudah sesuai
kebutuhan. Penggambaran denah tempat kerja ini juga untuk mengetahui mapping
area mana saja yang memiliki risiko tinggi terhadap hazard tertentu.
Peta Lokasi adalah Peta yang menunjukkan lokasi atau letak suatu
daerah/medan/bangunan dan lain-lainnya. Peta tersebut harus dibuat sedemikian
rupa, sehingga di peta lokasi terdapat arah yang biasanya ditetapkan dengan tanda
panah (menunjukkan arah utara). Demikian pula dengan peta lokasi area kerja yang
menunjukkan lokasi atau letak satu alat, mesin, keberadaan manusia yang
digambarkan dalam satu denah.

Gambar 1 : Contoh Peta Lokasi Area Kerja

11 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

b. Alur
Alur kerja sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui setiap alur
kerja, kita dapat menentukan risiko apa saja yang ada pada setiap alur tersebut. Misal
dengan mengetahui alur kerja di pabrik deterjen, kita dapat mengetahui risiko
spesifik yang ada di pabrik deterjen tersebut.

Gambar 2 : Contoh Alur Kerja

Untuk memahami lebih lanjut, marilah kita tinjau tentang peta kerja.
a. Definisi Peta Kerja
Menurut Sritomo (1995, p123), peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan
kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Peta kerja juga merupakan alat
komunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja ini kita bisa
mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu
metode kerja.
b. Jenis - Jenis Peta Kerja
Pada dasarnya menurut Sritomo (1995, p125-151) peta kerja dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu :
1) Peta Kerja Keseluruhan

12 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Peta kerja keseluruhan merupakan peta kerja yang digunakan untuk


menganalisis kerja secara keseluruhan. Peta kerja keseluruhan yang umum
dipakai adalah :
 Peta Proses Operasi (Operation Process Chart)
Merupakan peta kerja yang mencoba menggambarkan urutan kerja
dengan jalan membagi pekerjaan tersebut menjadi elemen-elemen
operasi secara detail.

Gambar 3. Contoh Peta Kerja Proses Operasi

 Peta Proses Produk Banyak (Multi Product Process Chart)


Merupakan peta kerja yang dibuat untuk memberikan gambaran
pekerjaan dari banyak produk secara mendetail untuk setiap produknya.
 Peta Aliran Proses (Flow Process Chart)

13 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Merupakan peta kerja yang menggambarkan semua aktivitas baik yang


produktif maupun tidak produktif yang terlibat dalam proses
pelaksanaan kerja.

Gambar 4. Contoh Tabel Peta Kerja aliran Proses

 Diagram Aliran (Flow Chart)


Merupakan peta kerja yang serupa dengan peta aliran proses hanya saja
penggambarannya dilakukan di atas layout kerja yang ada.

2) Peta Kerja Setempat


Peta kerja setempat merupakan peta kerja yang digunakan untuk menganalisis
kerja setempat. Peta kerja setempat yang umum dipakai adalah :
 Peta Pekerja dan Mesin (Man and Machine Process Chart)
Merupakan peta kerja yang memberikan informasi tentang hubungan
waktu siklus pekerja dan waktu operasi mesin yang ditangani.

14 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Gambar 5. Contoh Peta Pekerja dan Mesin

 Peta Tangan Kiri dan Kanan (Left and Right Hand Chart)
Merupakan peta kerja yang digunakan untuk menganalisis gerakan
tangan kiri atau kanan dari pekerja secara mendetail dengan
menggunakan gerakan dasar
Therblig.

15 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Gambar 6. Contoh peta kerja tangan kanan dan tangan kiri

c. Jenis Faktor Risiko Kesehatan Kerja (Hazard)


Faktor risiko kesehatan kerja atau disebut hazard, adalah bahaya potensial yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada kondisi tertentu. Di tempat kerja,
patut diperhitungkan hazard lingkungan, ergonomi, somatik pekerja, perilaku
pekerja, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Seorang pengelola kesehatan
kerja, minimal mampu mengumpulkan data hazard atau faktor risiko kesehatan kerja
berupa faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial. Tahapan perkiraan
faktor risiko tidak semata-mata meliputi seluruh risiko yang ada di tempat kerja.

16 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Dengan pengamatan langsung di tempat kerja, kita dapat mengetahui faktor risiko
kesehatan kerja yang ada yang mungkin belum kita pertimbangkan. Pengetahuan
mengenai faktor risiko ini bisa kita lakukan dengan observasi langsung di tempat
kerja (survei jalan selintas).
Untuk jenis-jenis faktor risiko dapat melihat tabel 2 diatas.

d. Hasil Ukur Hazard


Apabila hazard yang kita temui dicurigai melebihi standar yang ada, maka kita bisa
melakukan pengukuran terhadap hazard yang ada (misal mengukur bising di area
produksi perusahaan deterjen) atau mendapatkannya dari data sekunder, kemudian
membandingkannya dengan standar yang berlaku (misal NAB, SNI, dll). Hasil
pengukuran hazard di perusahaan biasanya dikenal dengan nama HIRA (Hazard
Identification and Risk Assessment).

e. Upaya Pengendalian Faktor Risiko


Setelah mengetahui hasil ukur hazard yang melebihi standar, tahapan selanjutnya
yang kita lakukan adalah melakukan pengendalian terhadap hazard tersebut.
Pengendalian ini dapat kita lakukan berdasarkan hierarki pengendalian yaitu
eliminasi, substitusi, pengendalian rekayasa, pengendalian administrasi, pemakaian
Alat Pelindung Diri.

Gambar 7 : Contoh Formulir Pengendalian Faktor Risiko.

17 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Pokok Bahasan 4.
PENGUMPULAN DATA KESEHATAN KERJA
Setelah melakukan rekognisi dan identifikasi faktor risiko, sebagai salah satu acuan
pertimbangan upaya kesehatan kerja adalah melakukan pengumpulan data kesehatan
kerja. Data-data kesehatan kerja yang harus dikumpulkan antara lain adalah data
kesehatan/data kebugaran, data penyakit, data kecelakaan kerja, data absensi, data
kecacatan, dan data kematian.
a. Data kesehatan/data kebugaran
Data ini dapat kita peroleh langsung melalui pengukuran kebugaran (pengukuran
setelah melakukan aktivitas tertentu) ataupun meminta data dari bagian
kesehatan di suatu perusahaan. Data kebugaran terdiri dari unsur ketahanan,
kelenturan, dan kekuatan otot.
b. Data penyakit
Data ini dapat kita peroleh dari bagian surveilans kesehatan di Puskesmas atau
perusahaan berdasarkan data MCU (Medical Check Up); data kunjungan di klinik
perusahaan, puskesmas, provider, atau fasilitas kesehatan lainnya; bila diperlukan
dapat berupa data primer yang didapat dari kuesioner, pemeriksaan kesehatan
atau cara lainnya.
c. Data kecelakaan kerja
Data kecelakaan kerja bisa kita peroleh dari bagian K3 suatu perusahaan (untuk
industri formal), dari Puskesmas, Dinas Kesehatan, Dinas Lalu Lintas, POLRI,
ataupun dari sumber literatur maupun internet tentang kecelakaan kerja kegiatan
yang bersangkutan (untuk industri informal).
d. Data absensi
Data absensi bisa kita peroleh dari bagian SDM perusahaan (untuk industri formal)
maupun kita tanyakan langsung pada yang bersangkutan mengenai berapa kali
tidak masuk karena alasan sakit (untuk industri informal).
e. Data kecacatan
Data kecacatan dapat kita peroleh dari bagian SDM persahaan (untuk industri
formal) maupun kita tanyakan langsung pada yang bersangkutan.
f. Data kematian
Data kematian dapat kita peroleh dari bagian SDM perusahaan dan Dinas
Kependudukan daerah tersebut.

18 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Pokok Bahasan 5.
PENYUSUNAN PERENCANAAN UPAYA KESEHATAN KERJA DI WILAYAH KERJA
BERDASARKAN WAKTU
Penyusunan perencanaan upaya kesehatan kerja memerlukan keterampilan manajemen.
Sebelum masuk ke penyusunan perencanaan, marilah kita meninjau apa itu manajemen.
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang artinya seni
melaksanakan dan mengatur. Menurut Mary Parker Follet, manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer
bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Ricky W. Griffin menjelaskan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai
sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir, sesuai dengan jadwal dan anggaran.
Istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu :

1. Manajemen sebagai suatu proses,


2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas
manajemen,

3. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan
(Science)

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang selalu ada dan melekat di dalam
proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan
kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh
seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia
menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah,
mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah
diringkas menjadi seperti berikut.
1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan tentang apa yang akan dikerjakan
dengan sumber yang dimiliki. Dalam hal ini sumber yang dimiliki adalah data yang
dikumpulkan. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan kegiatan atau
program secara keseluruhan dan menggunakan cara yang terbaik untuk memenuhi
tujuan itu. Manajer atau penanggungjawab perencanaan program menganalisis,
mengevaluasi, dan mempertimbangkan kebutuhan, ketersediaan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya serta segala aspek dari berbagai rencana alternatif
sebelum mengambil tindakan, selanjutnya melihat apakah rencana yang dipilih cocok
dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan Perencanaan merupakan
proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-
fungsi lainnya tak dapat berjalan. Dalam perencanaan harus disepakati target yang
akan dicapai dan cara untuk mengukur keberhasilan. Alat ukur keberhasilan harus
memenuhi syarat SMART, yaitu specific, measurable, attainable, reachable, and timely.
Alat pantau pencapaian target harus spesifik, misalnya berupa foto atau dokumen
yang tertulis.

19 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan


besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah
manajer atau penanggungjawab program dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah
dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan
tugas apa yang harus dikerjakan, kapan, di mana, dan siapa yang harus
mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang
bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus
diambil.

3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua


anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan
manajerial dan usaha

4. Pengendalian dan/atau evaluasi (controlling) adalah upaya untuk menilai apakah


program sudah berjalan sesuai dengan perencanaan, apakah ada kekurangan atau
ada yang harus dihilangkan sehingga dapat dilakukan perbaikan. Evalauasi dilakukan
berkala agar bisa dilakukan deteksi dini dan perbaikan secepatnya.

Untuk lebih jelasnya, mari kita tinjau bersama contoh berikut :

A adalah seorang manajer produksi di sebuah perusahaan manufaktur bahan kimia


yang masih dalam tahap berkembang. Dia baru saja dipindahkan dari bagian HRD,
dan ia mendapat tugas untuk mengatur proses produksi yang menggunakan banyak
mesin serta pembagian tugas yang ada di bagiannya. Karyawan di bagiannya hanya
terdapat beberapa orang dan dia diharuskan memaksimalkan sumber daya yang ada.
Berikut rincian personel yang ada di bagian operasional tersebut :

A. Adalah dirinya sendiri, telah bekerja di perusahaan tersebut selama 10 tahun di


bagian HRD kemudian dipindahkan menjadi manajer di bagian produksi karena
prestasi kerjanya
B. Telah bekerja selama 20 tahun di bagian produksi
C. Telah bekerja selama 5 tahun, 3 tahun di bagian maintenance dan 2 tahun di
bagian produksi
D. Baru saja masuk ke perusahaan dan baru bekerja selama 1 bulan
E. Telah bekerja selama 5 tahun di bagian maintenance dan baru saja
dipindahkan ke bagian produksi
F. Baru saja masuk ke perusahaan dan bekerja kurang dari 1 bulan
G. Telah bekerja selama 5 tahun di bagian produksi

Karena target perusahaan yang cukup tinggi, A dituntut untuk mengatur keenam
orang tersebut agar proses produksi terus berlangsung. Terdapat shift kerja di
perusahaan tersebut.

20 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Berikut management skill yang ditunjukkan oleh A


1. Perencanaan
Dikarenakan proses produksi menggunakan banyak mesin, maka diharuskan ada
2 orang dengan minimal 1 orang yang telah berpengalaman menggunakan mesin-
mesin produksi. Akan tetapi A harus mempertimbangkan senioritas dan umur.
Untuk itu A juga harus menyusun target yang meliputi apa target yang harus
dicapai, siapa yang harus mengerjakan, bagaimana upaya untuk mencapai target
tersebut, di mana dan kapan target tersebut dicapai, serta mengapa target
tersebut harus dicapai.

2. Pengorganisasian
Terdapat shift di perusahaan tersebut. A membagi stafnya menjadi berikut :
 B dan E : dengan pertimbangan bahwa B telah memiliki banyak pengalaman
mengenai proses produksi dan E telah cukup lama bekerja (5 tahun) sehingga
B dapat membimbing E. Lama kerja tidak akan menjadi kendala bagi mereka
 C dan D : dengan pertimbangan bahwa C dan D tidak memiliki selisih umur
yang terlalu jauh sehingga C dapat membimbing D dan membagi
pengalamannya kepada D.
 F dan G : dengan pertimbangan sama dengan C dan D

3. Pengarahan
Setelah membagi stafnya dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka A
harus dapat memberikan pengarahan yang sesuai mengenai tugas bidang
produksi, target yang harus dicapai, serta strategi-strategi yang bisa dilakukan
untuk mencapai target tersebut.

4. Evaluasi
Evaluasi sangat diperlukan dalam management skill A. A harus melakukan evaluasi
untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai dan apakah diperlukan
perbaikan lagi untuk hal-hal yang belum sesuai. Selain itu juga dapat diketahui
apakah kapan dan di mana target tersebut dilakukan sudah sesuai. Evaluasi juga
dapat digunakan untuk merencanakan program selanjurnya.

Contoh berikut sesuai dengan subjudul bagian ini adalah tentang perencanaan program UKK
berdasarkan waktu.

Penyusunan perencanaan upaya kesehatan kerja di wilayah kerja harus


mempertimbangkan faktor-faktor berikut yaitu tempat kerja yang memiliki risiko
bahaya paling tinggi, tempat kerja yang menghasilkan PAD tertinggi serta padat karya.
Untuk penentuan tempat kerja tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan data
yang terkumpul, kemudian dianalisis dengan metode penilaian risiko (dipelajari dalam
materi 2.a tentang Pelaksanaan Manajemen Risiko). Selanjutnya untuk menentukan
kemampulaksanaan, dilakukan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity,
Threat). Untuk lebih jelasnya mari kita tinjau contoh berikut.

21 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Tabel 3. Analisis SWOT Tempat Kerja Wilayah Kota X


Jenis Threat
Strenght Weakness Opportunity
Usaha
- Padat Karya - High Risk - Sudah ada - Pengendalian
- Penghasil PAD - Penghasil limbah B3 pengendalian risiko belum
Deterjen

tertinggi - risiko efektif


Pabrik

Kebanyakan hanya
lulusan SMP
- Penghasil sumber - Kebanyakan petani - Para petani mau - Tidak ada
pangan asli daerah hanya lulusan SD mengikuti pengendalian
Petani

(kearifan lokal) sosialisasi upaya risiko


kesehatan kerja
- Pelaku ekonomi - Kebanyakan - Para pedagang - Tidak ada
Pedagang

utama di kota X pedagang hanya mau mengikuti pengendalian


lulusan SMP sosialisasi risiko
kesehatan kerja
- Jumlah tukang - Kebanyakan tukang - Para tukang ojek - Tidak ada
Tukang Ojek

ojek di kota X ojek hanya lulusan mau mengikuti pengendalian


sedikit sehingga SMP sosialisasi risiko
lebih mudah kesehatan kerja
didekati

Berdasarkan analisis SWOT di atas maka kita dapat menyusun rencana upaya kesehatan
kerja di kota X sesuai prioritas dan kemampu-laksanaan (Tabel 4).

Tabel 4. Rencana Kerja berdasarkan Waktu dan Kelompok Kerja


Pekerja Pabrik
Jangka Waktu Petani Pedagang Tukang Ojek
Deterjen
Bulanan Identifikasi risiko Identifikasi risiko Identifikasi risiko Identifikasi risiko
di tempat kerja di tempat kerja di tempat kerja di tempat kerja
Triwulan Pengendalian Pengendalian Pengendalian Pengendalian
risiko risiko risiko risiko
Tahunan Audit dan Evaluasi Audit dan Audit dan Evaluasi Audit dan Evaluasi
Evaluasi
Lima tahunan Perencanaan Perencanaan Perencanaan Perencanaan
program program program program
kesehatan kerja kesehatan kerja kesehatan kerja kesehatan kerja
baru baru baru baru

22 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Pokok Bahasan 6.
PENYUSUNAN PROGRAM UPAYA KESEHATAN KERJA SEBAGAI :
1) Ketua
2) Sekretaris
3) Anggota

Di bawah ini merupakan contoh peran ketua, sekretaris, dan anggota dalam penyusunan
upaya kesehatan kerja (Tabel 5).

Tabel 5. Tabel Perencanaan UKK Berdasarkan Ketua, Sekertaris dan Anggota


Ketua Sekretaris Anggota
Perencanaan program kesehatan Mencatat hasil perencanaan Identifikasi risiko kesehatan
kerja program kesehatan kerja kerja
Monitoring program kesehatan Mencatat progress program Pengendalian risiko
kerja kesehatan kerja kesehatan kerja
Audit dan evaluasi program Melaporkan program kesehatan Perbaikan program
kesehatan kerja kerja kesehatan kerja

Untuk lebih jelasnya mari kita tinjau contoh berikut.

Kota Y merupakan sebuah kota industri baik industri formal maupun informal. Terdapat
pabrik manufaktur besar di pinggir kota yang memproduksi cat. Sementara di bagian tengah
kota banyak industri informal yang didominasi oleh industri mebel. Industri mebel
merupakan sumber pendapatan asli daerah Y. A adalah seorang Kepala Puskesmas X, B
adalah sekretaris, dan C merupakan anggotanya. Puskesmas X tidak memiliki banyak
personel. A diharuskan untuk membuat upaya kesehatan kerja di kota Y (Tabel 6).

Tabel 6. Contoh Tabel Perencanaan UKK Berdasarkan Ketua, Sekertaris dan Anggota
A B C
Membuat persiapan program Menyiapkan dokumen- - Melakukan wawancara dan
dengan berkoordinasi dengan dokumen yang terkait dengan survei jalan selintas (SJS)
pimpinan pabrik cat dan rencana program di kota Y pada pekerja mebel dan
melakukan perencanaan untuk pabrik cat
mewawancarai pekerja mebel
Memonitor progress SJS pada Mencatat hasil dan progress Mengidentifikasi faktor risiko
pekerja mebel dan pabrik cat SJS pada pekerja mebel dan pada pekerja mebel dan pabrik
pabrik cat cat. Identifikasi dapat dilakukan
secara langsung melalui data
sekunder ataupun dilakukan
pengukuran jika perlu kemudian
hasilnya dibandingkan dengan
standar yang ada
Merencanakan program Membuat laporan dan Melakukan program kesehatan
kesehatan kerja yang sesuai dokumentasi perencanaan kerja
yang dibutuhkan oleh kota Y. program kesehatan kerja
Memonitor dan evaluasi Membuat laporan dan Melakukan program kesehatan
program yang sedang berjalan dokumentasi kerja

23 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Pokok Bahasan 7
PENYUSUNAN RENCANA AKSI UPAYA KESEHATAN KERJA

Pada pembahasan ini kita akan memahami bersama 2 buah contoh. Contoh yang pertama
merupakan penyusunan rencana aksi UKK di tingkat nasional/wilayah (makro), sementara
contoh yang kedua adalah di tingkat lokal (mikro) yang dijelaskan melalui program senam
aerobik di sebuah perusahaan.
a. Menyusun rencana kerangka acuan kegiatan
b. Menyusun rencana anggaran biaya
c. Menyusun rencana pembinaan upaya kesehatan kerja
d. Menyusun rencana pemantauan upaya kesehatan kerja
e. Menyusun rencana evaluasi

Penyusunan Rencana Aksi UKK di Tingkat Nasional/Wilayah (Makro)


a. Menyusun Rencana Kerangka Acuan Kegiatan
Rencana kegiatan diperlukan untuk mengetahui objective dan target yang akan dicapai,
selain itu agar memastikan semua aktivitas yang dilakukan mengarah untuk mencapai
persyaratan pemangku kepentingan atau target, menguntungkan dan tepat waktu.
Berikut contoh objectif dan target.

Tabel 7. Formulir Penyusunan Objektif dan Target

Berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Kesehatan 2010 – 2014, Program


Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Sasaran hasil

24 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

program Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan adalah meningkatnya


ketersediaan dan mutu sumber daya manusia kesehatan sesuai standar pelayanan
kesehatan.
Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah:
1. Persentase tenaga kesehatan yang professional dan memenuhi standar kompetensi
sebesar 80%;
2. Jumlah lembaga pendidikan tenaga kesehatan yang memenuhi standar 39 Poltekkes;
3. Persentase fasilitas kesehatan yang mempunyai SDM kesehatan sesuai standar 80%.

Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi:
1. Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan
Luarannya berupa meningkatnya perencanaan dan pendaya-gunaan SDM kesehatan.
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:
a. Jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan dan diberi insentif di DTPK
sebanyak 7.020 orang;
b. Jumlah residen senior yang didayagunakan dan diberikan insentif sebanyak 4.850
orang;
c. Jumlah standar ketenagaan di fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak 20 buah;
d. Jumlah tenaga kesehatan yang didayagunakan di dalam dan di luar negeri
sebanyak 10.500 orang;
e. Jumlah Kab/Kota yang telah mampu melaksanakan perencanaan kebutuhan SDM
Kesehatan sebanyak 105 Kab/Kota.

2. Pendidikan dan Pelatihan Aparatur


Luarannya adalah meningkatnya pendidikan dan pelatihan aparatur. Indikator
pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:
a. Jumlah pelatihan bagi aparatur yang terakreditasi sebanyak 2.000 pelatihan;
b. Jumlah lembaga unit pelatihan kesehatan yang terakreditasi sebanyak 107
lembaga;
c. Jumlah aparatur yang telah mengikuti pelatihan penjenjangan, fungsional, dan
manajemen kesehatan sebanyak 193.250 orang.

3. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan


Luarannya adalah meningkatnya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:
a. Jumlah tenaga pendidik dan kependidikan yang ditingkatkan kemampuannya
sebanyak 13.000 orang;
b. Jenis pendidikan tenaga kesehatan yang dikembangkan sebanyak 38 jenis;
c. Jumlah tenaga kesehatan yang mengikuti pelatihan teknis fungsional sebanyak
33.030 orang
d. Jumlah kurikulum pendidikan yang dikembangkan yang mengacu pada standar
nasional pendidikan sebanyak 20 buah;

25 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

e. Persentase institusi diknakes yang diakreditasi dan mendapat strata A sebesar


60%;
f. Jumlah tenaga pendidik yang bersertifikat (UU No. 14/2005) sebanyak 4.500
orang.

4. Sertifikasi, Standarisasi dan Peningkatan Mutu SDM Kesehatan


Luarannya adalah terselenggaranya sertifikasi, standarisasi dan peningkatan mutu
SDM Kesehatan. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:
a. Jumlah SDM kesehatan di fasilitas kesehatan yang telah ditingkatkan
kemampuannya melalui pendidikan berkelanjutan sebanyak 9.500 orang;
b. Persentase profesi tenaga kesehatan yang memiliki standar kompetensi sebesar
90%;
c. Jumlah tenaga kesehatan selain dokter dan dokter gigi yang memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR) sebanyak 20.000 orang;
d. Jumlah dokter peserta internship sebanyak 10.320 orang.

5. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program


Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Luarannya adalah meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya pada Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:
a. Jumlah UPT yang ditingkatkan sarana dan prasarananya sebanyak 60 unit;
b. Jumlah lulusan tenaga kesehatan dari lembaga pendidikan pemerintah sebanyak
75.000 orang;
c. Jumlah tenaga pendidik yang melaksanakan riset sebanyak 2.745 orang;
d. Jumlah dokumen UU, PP, Permenkes, Kepmenkes, norma, standar, prosedur dan
kriteria (NSPK) PPSDM Kesehatan sebanyak 166 buah;
e. Jumlah institut kesehatan yang terbentuk sebanyak 3 institut;
f. Presentase Satuan Kerja (Satker) yang melaksanakan SIM PPSDM Kesehatan
daring sebesar 75%

b. Menyusun Rencana Anggaran Biaya


Berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Kesehatan 2010 – 2014, Perencanaan dan
Penganggaran Program Pembangunan Kesehatan.
Luarannya adalah meningkatnya kualitas perencanaan dan penganggaran program
pembangunan kesehatan. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:
a. Jumlah dokumen kebijakan strategis dalam pembangunan kesehatan yang disusun
sebanyak 7 dokumen per tahun;
b. Jumlah dokumen perencanaan yang dihasilkan sebanyak 3 dokumen per tahun;
c. Jumlah dokumen anggaran yang dihasilkan tepat waktu sebanyak 4 dokumen per
tahun;

26 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

d. Jumlah dokumen monitoring dan evaluasi yang dihasilkan sebanyak 9 dokumen per
tahun;
e. Jumlah dokumen kesepakatan Rakerkesnas yang dihasilkan sebanyak 1 dokumenper
tahun;
f. Persentase penerapan SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah):
Renstra, Penilaian Kinerja, Kontrak Kinerja, Pengendalian sebesar 100%

c. Menyusun Rencana Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja


Berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Kesehatan 2010 - 2014, Pembinaan Upaya
Kesehatan Kerja, Olahraga, dan Matra, antara lain:
Luarannya adalah meningkatnya pembinaan upaya kesehatan kerja, olahraga, dan
matra. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah:
a. Persentase Kab/Kota yang minimal mempunyai 4 Puskesmas yang telah
melaksanakan upaya kesehatan kerja sebesar 50%;
b. Persentase Kab/Kota dengan sarana kesehatan (Rumah Sakit, Laboratorium, Gudang
Farmasi, Dinas Kesehatan) Pemerintah telah menerapkan kesehatan kerja sebesar
50%;
c. Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan pengendalian faktor risiko dan pelayanan
kesehatan penyelaman sebanyak 240 Kab/Kota;
d. Jumlah KKP yang melaksanakan kesehatan penerbangan sebanyak 24 KKP;
e. Jumlah lokasi situasi khusus dan pengungsi yang dikendalikan faktor risiko sebanyak
400 lokasi.

d. Menyusun Rencana Pemantauan Upaya Kesehatan Kerja


Lihat contoh di bawah.

e. Menyusun Rencana Evaluasi


Lihat contoh di bawah.

Penyusunan Rencana Aksi UKK di Tingkat Lokal/Perusahaan (Mikro)


Contoh berikut menggambarkan tahapan menyusun rencana aksi UKK khususnya upaya
promosi kesehatan di tempat kerja.

Langkah yang digunakan mencakup semua butir subpokok bahasan sesi 3.

Tabel 8. Program Senam Aerobik


What Who When Where Why How Target
Senam Peserta: Setiap Lapangan  Obesitas sentral  1 jam 60 %
Aerobik Semua Senin, Parkir 60%  Pkl 6-7 pagi peserta
direksi Selasa,  Hiperkolesterol hadir
dan Jumat
 Instruktur
55% bergantian
karyawan  Hipertensi 12% antara
PT W  Diabetes 5% perwakilan
 Kematian dini 7 bidang

27 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

kasus tahun 2013

Langkah-langkah Pengembangan Program Senam Aerobik:


 Rekognisi
Rekognisi merupakan langkah awal dalam penyusunan sebuah program. Penyusunan
sebuah program didasarkan pada hasil Health Risk Assessmen. Berdasarkan hasil Health
Risk Assessment PT A diketahui bahwa terdapat Obesitas sentral 60%, Hiperkolesterol
55%, Hipertensi 12%, diabetes 5%, kematian dini 7 kasus tahun 2013 sehingga diputuskan
bahwa sebuah program penanganan sekaligus pencegahan sangat diperlukan.
 Analisis
Berdasarkan hasil HRA diketahui bahwa masalah kesehatan utama yang ada di PT A
adalah obesitas sentral, hiperkolesterol, hipertensi, diabetes, serta adanya kematian
dini. Hal ini diperparah dengan gaya hidup karyawan PT A yang lebih sering bekerja
duduk statis di kantor.
 Perencanaan
Berdasarkan hasil analisis HRA dan musyawarah antara pembina kesehatan kerja dan
jajaran manajemen PT A, maka diputuskan diadakannya program senam aerobik selama
3 kali seminggu. Senam aerobik ini mengikutsertakan seluruh karyawan dan direksi PT A.

Tabel 9. Target Pencapaian dan Penilaian

Target Pencapaian Metode Penilaian Keberhasilan


1. Antusias pekerja akan program ini  Daftar hadir pada saat senam aerobik
2. Pengetahun pekerja tentang manfaat  Dengan hasil pre test dan post sebulan sekali
senam aerobik  Dari hasil post test pada sebulan sekali
3. Sikap pekerja tentang pentingnya pola  Jumlah kehadiran senam aerobik
hidup sehat dan manfaat senam
aerobik
 Pemeriksaan TD, kadar kolesterol dan gula
darah
4. Perilaku pekerja untuk menerapkan
pola hidup sehat dan senam aerobik
5. Peningkatan jumlah konsumsi makanan  Dilakukan pengechekan terhadap jenis
sehat makanan yang dikomsumsi
6. Peningkatan pengetahuan kepada para  Diskusi / tanya jawab
penyelenggara tentang pola hidup  Refresh training bersama koordinator /
sehat penanggung jawab pengelola makanan
7. Perbaikan Indikator penyakit obesitas,  Pemeriksaan IMT, lab darah, tekanan darah
hipertensi, dan hiperkolesterol  Perbandingan dari sebelumnya

28 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Tabel 9. Tabel Anggaran Biaya Pengembangan dan Pelaksanaan Program Senam Aerobik di PT A Tahun 2014

No Uraian Durasi Frekuensi Satuan Rp/satuan Total Keterangan


I Pra Persiapan 10 minggu 1 px 1.000.000 1.000.000
Fotocopy materi pelatihan
Atk Pelatihan

II Rekognisi dan Identifikasi Masalah 3 minggu 1 px 250.000 250.000


Fotocopy materi
Tinta Printer

III Analisis Kebutuhan 4 minggu 1 px 250.000 250.000


Konsumsi

IV Perencanaan 4 minggu
Penentuan Target - prosedur senam aerobik
Konsumsi 1 kali 250.000 250.000
Penentuan Proses menuju target
Konsumsi 1 kali 250.000 250.000
Penentuan cara evaluasi target
Konsumsi 1 kali 250.000 250.000
Merangkum Perencanaan Program
Konsumsi 1 kali 250.000 250.000

V Komunikasi 4 minggu
Persiapan materi komunikasi 1 kali 250.000 250.000
Advokasi ke Midle management
Konsumsi 1 kali 250.000 250.000
Advokasi ke Top management
Konsumsi 1 kali 250.000 250.000
Sosialisasi ke Pekerja
Konsumsi 1 kali 1.000.000 1.000.000

No Uraian Durasi Frekuensi Satuan Rp/satuan Total Keterangan

29 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

VI Persiapan 12 minggu 1 px 10.000.000 10.000.000


Kertas
Tinta Printer
Internet
Transportasi
Konsumsi
Persiapan sarana dan prasarana

VII Implementasi/Pelaksanaan 48 minggu 12 kali 2.500.000 30.000.000


Senam Aerobik

VIII Evaluasi 48 minggu 5 kali 500.000 2.500.000


Melakukan posttest setiap 1 bulan
Mengukur Status kesehatan Sebelum Program
Mengukur status kesehatan per 3 bulan
Dibuat perbandingan data kesehatan sebelum
dan sesudah

IX Kontinuitas 37 minggu 4 kali 2.000.000 8.000.000


Sosialisasi hasil evaluasi per 3 bulan
Pemberian penghargaan pada peserta yang
mencapai target 4 kali 500.000 2.000.000
Melakukan umpan balik dari peserta tentang
pencapaian

X Laporan Akhir Pencapaian Program 5 minggu 1 ls 1.000.000 1.000.000


Persiapan Laporan 1 bulan
Penyerahan Laporan 1 minggu
Presentasi Laporan 1 hari
Penyempurnaan Laporan 1 minggu
57.750.000
Total

30 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

 Komunikasi
Komunikasi dilakukan kepada pihak top manajemen dan karyawan berupa advokasi
program dan urgensi mengapa program harus dilakukan

 Persiapan
Persiapan berupa dukungan tertulis dari pihak manajemen PT A mengenai kesediaan
melaksanakan program senam aerobik serta harus disiapkan metode umpan balik yang
konstruktif dari karyawan.
 Implementasi
Implementasi program senam aerobik dilakukan 3 kali seminggu di lapangan parkir PT A
dengan instruktur bergantian dari perwakilan tiap bidang yang ada di PT A.
 Evaluasi
Evaluasi program senam aerobik dapat dilakukan berdasarkan hasil pre-test dan post-
test karyawan, umpan balik dari karyawan, perbandingan data kesehatan sebelum dan
sesudah program, angka kesakitan, absensi, serta kehadiran karyawan
 Continue Improvement
Pengembangan berkelanjutan dapat dilakukan dengan adanya sesi perlombaan senam
antar bidang dan pemberian reward bagi bidang yang paling baik melaksanakan
program.

Pokok Bahasan 8
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN K3

a. Memfasilitasi penyusunan kebijakan tertulis dari pimpinan tertinggi


Hal terpenting mengenai kebijakan K3 di tempat kerja adalah adanya komitmen dari
pimpinan tertinggi di tempat kerja tersebut. Kebijakan ini harus berupa kebijakan tertulis
yang disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan tertinggi. Adanya kebijakan tertulis ini
bertujuan sebagai dasar untuk pengembangan berbagai macam kebijakan K3 di tempat
kerja
Pengelola Kesehatan Kerja harus dapat memfasilitasi penyusunan kebijakan tertulis dari
pimpinan tertinggi tersebut, dengan melibatkan wakil dari pekerja agar terjadi
kesepakatan yang bersifat partisipatori. Advokasi berkelanjutan diperlukan untuk
penyusunan kebijakan tertulis ini. Setelah kebijakan tertulis tersebut disusun maka hal
selanjutnya yang bisa dilakukan adalah mengembangkan kebijakan K3 yang sesuai dan
dilakukan sosialisasi ke semua pekerja.

b. Melakukan pembentukan/ revitalisasi organisasi K3


Keberadaan organisasi K3 di masyarakat baik yang berada di daerah maupun di skala
perusahaan merupakan suatu hal yang sangat penting. Organisasi K3 yang terstruktur
dan terintegrasi membuat perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program K3 menjadi
lebih baik. Keberadaan organisasi K3 yang sesuai dapat mewujudkan tujuan akhir dari K3
yaitu meningkatkan kualitas hidup bekerja dengan mencegah terjadinya Penyakit Akibat
Kerja maupun Kecelakaan Akibat Kerja.

31 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

Setelah mendapatkan komitmen dari pimpinan tertinggi di suatu daerah atau


perusahaan, seorang pengelola kesehatan kerja harus mampu berkoordinasi dengan
berbagai pihak untuk membentuk organisasi K3. Atau apabila organisasi K3 sudah ada
akan tetapi belum berjalan dengan baik, seorang pengelola kesehatan kerja juga harus
mampu untuk melakukan revitalisasi pada organisasi K3 tersebut. Secara umum tahapan
yang harus dilakukan untuk membentuk organisasi K3 itu sama saja, akan tetapi pada
pembahasan kali ini akan dijelaskan melalui 2 contoh yakni pada pembentukan
organisasi K3 di suatu daerah (misal kecamatan) dan di sebuah perusahaan.

1. Pembentukan/Revitalisasi Organisasi K3 di Daerah (Kecamatan)


 Survei Mawas Diri (SMD)
Survei Mawas Diri adalah kegiatan pengenalan. Pengumpulan dan pengkajian
kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh kader dan tokoh masyarakat
setempat di bawah bimbingan kepala desa/kelurahan dan petugas kesehatan
(petugas puskesmas, bidan di desa) (Depkes Ri, 2007).
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai identifikasi risiko.
SMD ini kurang lebih merupakan tahap identifikasi risiko kesehatan apa saja
yang ada di kecamatan. SMD dapat dilakukan melalui diskusi langsung
dengan masyarakat ataupun observasi langsung melalui survei jalan selintas.
Setelah mengetahui masalah kesehatan apa saja yang ada maka akan
mempermudah penentuan program kesehatan kerja yang tepat di suatu
daerah.
 Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
Musyawarah Masyarakat Desa melibatkan lintas sektor yang ada di suatu
daerah yang meliputi pengusaha, pekerja, serta perwakilan pemerintah yang
ada di daerah tersebut. MMD ini kurang lebih bertujuan untuk menumbuhkan
awareness mengenai adanya masalah kesehatan kerja di daerah mereka. Pada
tahap ini masih berupa tahap pengenalan mengenai masalah kesehatan kerja
yang ada di daerah mereka dan perencanaan pembuatan program kesehatan
kerja.
 Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh pengelola kesehatan kerja dengan tujuan agar
para pekerja serta pihak-pihak yang terkait dengan upaya kesehatan kerja
lebih memahami mengenai tujuan program kesehatan kerja, masalah
kesehatan kerja, serta dampak kesehatan apa yang akan terjadi apabila
program kesehatan kerja tidak dilaksanakan. Pada tahap ini diharapkan sudah
terdapat keinginan untuk menyukseskan program kesehatan kerja.
 Mobilisasi Kader (Tokoh Masyarakat)
Setelah dilakukan penyuluhan, tahap selanjutnya adalah memobilisasi kader
dan para tokoh masyarakat untuk melaksanakan program kesehatan kerja
melalui organisasi K3 yang dibentuk. Pada tahap ini diharapkan ada
partisipasi aktif dari semua pihak sehingga program kesehatan kerja dapat
berjalan dengan baik.

32 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

2. Pembentukan/Revitalisasi Organisasi K3 di Perusahaan/ Organisasi


 Need Assessment
Tahap ini merupakan tahap identifikasi yang kurang lebih sama dengan tahap
SMD di atas. Tujuannya dalah untuk menilai program kesehatan kerja apa
yang dibutuhkan di suatu perusahaan berdasarkan hasil identifikasi risiko
kesehatan di perusahaan tersebut

 Penilaian Kemampuan Sumber Daya


Tahap ini dilakukan untuk menilai apakah sumber daya yang ada di
perusahaan mencukupi. Sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya
manusia maupun sumber daya yang lain termasuk anggaran, peralatan,
sarana dan prasarana lainnya.

 Penilaian Kesiapan Perusahaan


Tahap ini penting dilakukan untuk mengetahui berada pada fase di manakah
perusahaan tersebut memandang K3. Fase tersebut antara lain tahap awal,
menengah, maupun lanjutan. Hal ini berguna untuk menentukan jenis
program kesehatan kerja yang sesuai di perusahaan tersebut.

 Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan pengelola kesehatan kerja pada pekerja dan pimpinan
perusahaan dengan tujuan agar para pekerja serta pihak-pihak yang terkait
dengan upaya kesehatan kerja lebih memahami mengenai tujuan program
kesehatan kerja, masalah kesehatan kerja, serta dampak kesehatan apa yang
akan terjadi apabila program kesehatan kerja tidak dilaksanakan. Pada tahap
ini diharapkan sudah terdapat keinginan untuk menyukseskan program
kesehatan kerja.

 Mobilisasi
Mobilisasi bertujuan untuk melibatkan semua pihak di perusahaan baik
pekerja maupun pimpinan untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan
program kesehatan kerja melalui organisasi K3.

 Pembentukan Organisasi K3
Setelah mendapatkan komitmen dari pimpinan perusahaan, identifikasi
masalah kesehatan yang ada di perusahaan, penilaian sumber daya yang ada
di perusahaan, adanya partisipasi dari segala pihak, maka organisasi K3 sudah
dapat dibentuk. Pada tahap ini bisa dibuat visi dan misi organisasi serta tujuan
dan strategi organisasi dalam menyukseskan program K3.

 Penyusunan Rencana Kerja


Setalah dibentuk organisasi K3, hal selanjutnya adalah melakukan
penyusunan rencana kerja. Seorang pengelola kesehatan kerja dapat

33 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014
MODUL PELATIHAN DASAR
JABATAN FUNGSIONAL PEMBIMBING KESEHATAN KERJA

melakukan advokasi dan pembimbingan program kesehatan kerja yang


diperlukan pada tahap ini.

VII. REFERENSI
 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka
 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.13
Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja dan Angka
Kreditnya
 Basic of Occupational Health Services
 Kurniawidjaja, L. Meily. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Cetakan Ketiga. Jakarta :
UI Press, 2012.

VIII. LAMPIRAN
a. Lembar Kasus
Kota X merupakan kota pelabuhan yang penuh dengan aktivitas perdagangan
nasional maupun internasional, kegiatan pariwisata, sekaligus kegiatan mencari ikan.
Mayoritas penduduk kota X sudah berumur dan sebagian besar lagi masih anak-anak.
Para pemuda penduduk kota X banyak yang pergi merantau. Proporsi pria dan wanita
sama besar dan sebagian besar penduduknya adalah lulusan SMP. Pekerjaan para
penduduk kota X adalah nelayan, berdagang untuk para wisatawan, serta bekerja
sebagai buruh angkut di kapal pengangkut.

Tugas anda adalah :


a. Mengetahui data demografi apa saja yang harus dikumpulkan dari kota X
b. Melakukan pemetaan wilayah kerja
c. Melakukan pengumpulan data kegiatan di tempat kerja/penilaian risiko
kesehatan kerja
d. Melakukan pengumpulan data kesehatan kerja
e. Melakukan penyusunan perencanaan upaya kesehatan kerja di wilayah kerja
berdasarkan waktu

34 KEMENTERIAN KESEHATAN RI – BADAN PPSDM KESEHATAN


PUSDIKLAT APARATUR 2014

Anda mungkin juga menyukai