Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TENTANG

HAK ATAS INTELEKTUAL (HAKI)

Jl. H. Muchtar Raya No. 95 Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta


Selatan 12260

i
KATA PENGGANTAR

Puji syukur panjatkan kehadirat Allah swt, karena atas berkat dan rahmat
yang dilimpahkan-Nya, saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berjudul ( HAKI ) hak atas kekayaan intelaktual.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas kwh/kewirausaahan
Dengan segala keterbatasan, saya sepenuhnya menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak dapat kekurangan, baik dalam pembahasan
maupun tata bahasanya atau cara penulisanya. Untuk itu, dengan segala
kerendahan hati kiranya koreksi dan saran yang sifatnya membangun dari
semua pihak khususnya para pembaca sangat saya harapkan demi
kesempurnaan penulis makalah ini.
Akhir kata saya mengharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
saya sebagai penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya

Jakarta, 1 november 2023

Peyususn

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….... i


KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ………………………………………………… 1
1.2. PERUMUSAN MASALAH …………………………………………... 2
1.3. TUJUAN MASALAH ………………………………………………… 2
1.4. METODE PENULISAN ……………………………………………… 2
1.5. MANFAAT PENULISAN ……………………………………………. 3

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Apa yang dimaksud dengan HAKI atau H.K.I………………………… 4
2.2 Klasifikasi HAKI Atau H.K.I …………………………………………. 4
2.3 Dasar hukum HAKI Atau H.K.I ………………………………………. 5
2.4 Pelanggaran-pelanggaran terhadap HAKI Atau H.K.I ………………... 5

BAB 3 PENUTUP
3.1. kesimpulan …………………………………………………………….. 11
3.2. Saran …………………………………………………………………... 11

DAFTAR PUSAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
hak atas kekayaan intelektual (haki) merupakan terjemahan atas istilah
“intellectual property right” (IPR). Istilah tersebut terdiri dari 3 kata
kunci yaitu diahlikan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan “kekayaan
intelektual” merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecedasan
daya piker seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu,
karya tulis, karikatur, dan seterusnya. Terakhir, “hak atas kekayaan
intelektual” (haki) merupakan hak hak ( wewenang/kekuasaan ) atau
hukum-hukum yang berlaku. “hak” itu sendiri dapat dibagi menjadi
menjadi dua. Pertama. Hak dasar (Azasi)”, yang merupakan hak mutlak
yang dapat diganggu gugat, umpama, hak untuk hidup, hak untuk
mendapatkan keadilan, dan sebagainya. Kedua, “hak Amanat/Peraturan”
yang hak karena diberikan oleh masyarakat melalui
peraturan/perundangan. Di berbagai negara,termasuk amerika dan
Indonesia, haki merupakan “hak amanat/peraturan”, sehingga
masyarakatlah yang menentukan, seberapa besar haki yang di berikan
kepada individu dan kelompok. Sesuai dengan hakekatnya pula, haki
dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak
berwujud (intangible). Terlihat bahwa haki merupakan hak pemberian
umum (publik) yang dijamin oleh undang-undang. Haki bukan
merupakan hak Azazi \,sehingga kriteria pemberian haki merupakan hal
yang dapat diperdebatkan oleh publik. Demikian pula terhadap
pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak milik yang menjadi
pemberian dari umum (publik) yang dijamin oleh undang-undang, maka
penulis melalui makalah ini mencoba untuk mengangkat permasalahan
tersebut.
1
1.2. Latar Belakang

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka


perumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:

a. Apa yang dimaksud dengan HaKIa tau H.K.I?


b. Klasifikasi Haki atau H.K.I?
c. Dasar Hukum HaKIa tau H.K.I?
d. Pelanggaran-pelanggaran terhadap HaKIa tau H.K.I di Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan

Dari kajian yang akan dilakukan dalam makalah ini, penulis bertujuan
untuk :

a. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan HaKI atau H.K.I dan


klasifikasinya.
b. Mengetahui dan memahami Dasar hukum HaKI atau H.K.I dan
Pelanggaran- pelanggaran terhadap HaKI atau H.K.I di Indonesia.

1.4. Metode Penulisan

Metode yang di gunakan dalam penulisan makalah ini yang bersumber


pada buku-buku referensi yang berhubungan dengan hak atas kekayaan
intelektual dan situs internet yang langsung mengangkat permasalahan-
permasalahan tentang pelanggaran-pelanggaran hak atas kekayaan
intelektual di Indonesia.

2
1.5. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Sebagai media untuk menambah wawasan.


b. Bahan referensi aktual dan Bahan bacaan serta pengetahuan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau H.K.I
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI)
atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris
Intellectual Property Right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan
intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran
manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3). Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif yang diberikan suatu
peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara
sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika
dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin: 1995), yaitu
benda tidak berwujud (benda imateriil). Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan
hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi,
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan Dan sebaginya Yang
tidak mempunyai bentuk tertentu.

2.2. Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektul


Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi 2
bagian, yaitu hak cipta (copyrights), dan hak kekayaan industri (industrial
property rights).
1. Hak Cipta (copyrights)
Hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal
karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin
bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak
pencipta sendiri. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan
bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang
ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang
khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah
dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui
Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya
semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian,
begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat
pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan
mencantumkan tanda Hak Cipta.
4
2. Hak Kekayaan Industri (Indutrial Property Rights)
Hak kekayaan industri (industrial property rights) adalah hak yang
mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang
mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri (industrial
property rights) berdasarkan pasal 1 konvensi paris mengenai
perlindungan hak kekayaan industri tahun 1883 yang telah direvisi dan di
amandemen pada tanggal 2 oktober 1979, meliputi:
a. Paten
b. Merek
c. Varietas Tanaman
d. Rahasia Dagang
e. Desain Industri
f. Desain Tata Letak Industri Terpadu

2.3.Dasar Hukum Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia


Pengaturan hukum terhadap hak kekayaan inteletual di Indonesia dapat
ditemukan dalam :
1. Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2. Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
4. Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman
5. Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
6. Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
7. Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
2.4. Pelanggaran-pelanggaran terhadap HaKI atau H.K.I di Indonesia
Ada beberapa Pelanggaran-pelanggaran terhadap HaKI atau H.K.I di
Indonesia yang menyita perhatian publik sebagai berikut :
1. Kasus Hak Cipta
Kompas.com
Jumat, 12 September 2008 | 14:47 WIB
DENPASAR, JUMAT- Malang benar nasib Ketut Deni Aryasa,
perajin perak asal Bali. Ia dituding menjyiplak salah satu motif
perusahaan perak milik asing, PT Karya Tangan Indah. Deni

5
Aryasa bahkan telah diseret ke meja hijau dan dituntut dua tahun
penjara. "Motif yang saya gunakan ini adalah milik kolektif
masyarakat di Bali, yang sudah ada sejak dulu. Bukan milik
perseorangan, tapi mengapa bisa dipatenkan pihak asing," kata
Deni Aryasa, yang ditemui di rumahnya di Denpasar, Jumat (12/9).
Deni Aryasa dituding meniru dan menyebarluaskan motif fleur
atau bunga. Padahal motif ini adalah salah satu motif tradisional
Bali yang kaya akan makna. Motif serupa dapat ditemui di hampir
seluruh ornamen seni di Bali, seperti gapura rumah, ukiran-ukiran
Bali, bahkan dapat ditemui sebagai motif pada sanggah atau tempat
persembahyangan umat Hindu di Bali. Ironisnya, motif tradisional
Bali ini ternyata dipatenkan pihak asing di Direktorat Hak Cipta,
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia
pada tahun 2006 dengan nomor 030376. Pada surat keputusan
Ditjen Haki, tertulis pencipta motif fleur adalah Guy Rainier
Gabriel Bedarida, warga Prancis yang bermukim di Bali.
Sedangkan pemegang hak cipta adalah PT Karya Tangan Indah
milik pengusaha asal Kanada, John Hardy. Dengan tudingan
melanggar hak cipta, Deni Aryasa kini dituntut dua tahun penjara.
Bahkan Deni sempat ditahan selama 40 hari di LP Kerobokan Bali.
Kini Deni menjalani tahanan rumah. "Saya mungkin satu-satunya
orang yang dituntut melanggar hak cipta yang pernah ditahan
selama 40 hari," kata Deni Aryasa. Peradilan kasus hak cipta ini
akan dilanjutkan pada Rabu (17/9) mendatang di Pengadilan
Negeri Denpasar dengan agenda pledoi atau tanggapan terhadap
tuntutan jaksa. Motif fleur ini juga telah dipatenkan di Amerika
Serikat, sehingga kini perajin perak di Bali yang menggunakan
motif yang sama pun terancam ikut terjerat pelanggaran hak cipta.
Asosiasi Perajin Perak mencatat terdapat sedikitnya 800 motif
perak tradisional Bali yang telah dipatenkan pihak asing di
Amerika Serikat.

Tanggapan :
Masyarakat di Indonesia ini semakin aneh, bingung, bahkan sudah
tidak peduli dengan sekelilingnya yang terlalu kejam untuk
menangani masalah Hak Cipta. Terutama Hak Cipta milik
negaranya sendiri, yaitu Indonesia. Ada masyarakat yang peduli,

6
namun ada juga masyarkat yang tidak peduli. Bahkan para
petinggi- petinggi negara banyak yang tidak peduli. Mereka
mendengar namun acuh bahkan tak mau melihat dan mau
mendengar tentang kepunyaan negaranya yang telah diakui oleh
negara lain. Atau mereka mendengar namun mereka nggak mau
berurusan dengan negara lain karena negara luar sana sangat
berpengaruh dalam hidup keduniaannya. Tetapi bukan salah para
petinggi negara juga, dan kita juga jangan terlalu sering untuk
bernegative thingking dengan petinggi negara tersebut, siapa tahu
diantara mereka banyak yang peduli bahkan mereka lagi berusaha
untuk menyelamatkan HAK CIPTA kepunyaan baik barang
maunpun non barang yang dimiliki oleh negara tercinta kita ini,
yaitu Indonesia. Kita juga sebagai masyarakat Indonesia harus
lebih peka bahkan lebih aktif dalam menyelesaikan masalah
tentang pemberian Hak Cipta kepada barang-barang milik negara.
Yang saya tangkap dalam kasus diatas, bahwa Kurangnya
koordinasi masyarakat indonesia dengan para para petinggi negara
yang mengurus tentang kekayaan apa saja yang dimiliki Indonesia
dari yang masih ada bahkan sampai kekayaan yang sudah tidak ada
lagi di tangan Bangsa Indonesia. Namun demikian, kita sebagai
masyarakat Indonesia yang demokratis dan kritis. Kita tidak boleh
langsung setuju dan langsung percaya tentang argumen yang telah
diberikan oleh para pemerintah. Kita juga pasti punya sejarah
bahkan orangtua kita pasti lebih mengenal bahkan lebih mengerti
tentang kekayaan apa saja yang memang milik Indonesia. Setelah
kita tahu apa saja yang memang punya negara indonesia, kita
sebagai masyarakat harus lebih menjaga, memperkenalknan pada
dunia tentang kekayaan kita sebagai bangsa indonesia. Kekayaan
itu bisa berupa rumah adat, makanan daerah, lagu-lagu daerah,
tarian, alat musik, pakaian daerah, simbol- simbol daerah, dan
kekayaan lain yang dimiliki oleh daerah-daerah yang berdomisili di
Indonesia. Kita sebagai masyarakat harus lebih mengenal dan lebih
memahami kekayaan apa saja yang dimiliki oleh Indonesia.
Sehingga negara lain tidak boleh mengakui secara sembarangan
kekayaaan kita tersebut adalah miliknya. Itu sebagai pandangan
masyarakat. Dan bagi para pemerintah, pemerintah harus lebih
ketat dalam hal hukum serta perundang-undangan mengenai

7
tentang hak kekayaan bangsa indonesia. Pemerintah juga harus
mengabadikan kekayaan kita ini agar ada bukti bahwa kekayaan
yang sedang kita rebutkan itu adalah milik kita. Pemerintah juga
harus memberikan status kepada kekayaan bangsa Indonesia agar
ada masyarakat luas menjadi tahu bahwa itu memang milik kita.
Pemerintah juga memberikan sarana, baik materi maupun non
materi kepada pihak yang menjaga, melestarikan,
mengembangkan, memperkenalkan kekayaan kita kepada dunia
luar. Yang paling penting adalah seluruh masyarakat indonesia
yang berdomisili di Indonesia harus menjaga, melestarikan,
mengembangkan terhadap kekayaan milik Indonesia. Dan
mayarakat indonesia jangan pernah mau di bodohi dengan negara
luar. Serta jangan pernah mau bahkan menerima nasib saja kalau
memang kekayaan kita diambil bahkan diakui / dipatenkan dengan
negara lain. Jangan ada kalimat itu. Kita harus menjaga dan
melindungi kekayaan kita. Karena kekayaan tersebut yang
membuat kita satu dan luar biasa spesial di mata negara lain. Serta
pemerintah pun mampu mempunyai Hukum yang lebih terpercaya
serta konsisten apabila terjadi pelanggaran. Dan pemerimah pun
harus tanggap. Apabila ada terjadi pelanggaran hak cipta, hukum
tentang HAKI di Indonsia pun harus berjalan sesuai kaedah -
kaedah yang ada. Serta pihak pemerintah pun harus lebih tegas dan
lebih aktif dalam kasus yang melanggar Hak Cipta. Apabila ada
yang melanggar, maka orang itu harus dihukum atau diberi sanksi.
Jangan ada kelemahan dalam hukum – hukum yang terdapat dalam
tubuh peradilan di negara Indonesia. Dan Bagi masyarakat pun
harus diberikan penyuluhan dan pengetahuan tentang undang-
undang (Hukum) HAKI yang berlaku di Indonesia. Agar
masyarakat Indonesia tidak sembarangan dalam melakukan
pelanggaran yang berkaitan dengan Hak Cipta.

2. Hak Merek
Kasus Buddha Bar, Pelecehan Agama JAKARTA, KOMPAS.com
Umat Buddha menilai kasus Buddha Bar (BB) tidak hanya
melecehkan simbol agama Buddh, tetapi juga menduga ada
pelanggaran hukum pendirian usaha. "Yang jelas, sikap kami
menentang berdirinya Buddha Bar sekaligus menentang

8
penggunaan simbol agama Buddha dalam Buddha Bar,” kata
Mulyadi, Anggota Majelis Agama Buddha Teravada Indonesia
(Magabudhi), menjelang persidangan kasus BB di Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta, Senin (3/8). Menurut dia, berdirinya BB
telah melanggar UU No 15/2001 tentang Merek yang dalam Pasal
5 menyatakan bahwa mereka tidak dapat didaftar apabila
bertentangan dengan perundangan-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum. Kedua,
bertentangan dengan UU No 1/1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Pasal 156 (a). Ketiga,
bertentangan dengan Konvensi Paris 1883 tentang hak kekayaan
industrial antara lain menyatakan bahwa tidak boleh ada merek
yang mengandung unsur agama. "Konvensi ini diratifikasi
Indonesia melalui Keputusan Presiden RI No 15/1997," ungkap
Mulyadi. Lebih lanjut ia menuturkan bahwa kasus BB Ini adalah
tanggung jawab pemerintah. "Kalau nama Buddha Bar boleh atau
dibiarkan seperti sekarang, nanti akan merembet ke pelecehan
agama lain. Sampai sekarang di BB masih ada menu Buddha Bar
Chicken Salad, Buddha Bar Pad Thai, Buddha Bar Roll," paparnya.
Buddha Bar di Jalan Teuku Umar Jakarta dibuka pada bulan
November 2008 dengan pengelola PT Nireta Vista Creative dan
merupakan satu- satunya di Asia. Bar tersebut dikecam oleh
berbagai pihak khususnya umat Buddha karena menggunakan
simbol agama Buddha untuk kegiatan komersial.

Tanggapan :
Di Indonesia terlalu banyak merek dagang yang dijadikan suatu
symbol yang salah bagi perusahan dan bagi masyarakat yang ingin
memproduk suatu barang atau tempat atau lainnya. Mereka terlalu
dibutakan dengan keuntungan yang sangat luar biasa tinggi. Untuk
memperoleh keuntungan yang sangat luar biasa mereka tidak mau
melihat kaedah-kaedah apa saja yang harus dipenuhi dalam
memberikan nama pada merek dagangan mereka, yaitu
berdasarkan peraturan / perundang-undangan yang dibuat dibuat
oleh Direktorat Jenderal HAKI, Departemen Kehakiman. Kita
sebagai orang baru yang ingin memberikan nama ke produk kita,
harus diajukan kepada Departemen Kehakiman agar tidak terjadi

9
kesamaaan antar merek barang lainnya. Yang saya lihat dari kasus
di atas adalah "Seseorang yang terlalu mencintai agamanya, dan
menganggap bahwa simbol – simbol agamanya dibuat merek atas
produk/tempat yang ia jual/dirikan dapat membuat dia bisa
mendapatkan keuntungan serta mendapatkan pelanggan yang satu
iman / agama dengannya". Namun, ia sedikit menyimpang.
Dikarenakan sebagian masyarakat di Indonesia terlalu "risih" atas
penamaan produk / tempat yang membawa unsur agama. Karena
sebagian masyarakat berpendapat bahwa agama itu adalah suatu
keyakinan yang sangat sakral. Sehingga apabila ada masyarakat
yang memberikan merek terhadap produk/tempat yang ia jual, akan
mengundang masyarakat lain untuk melecehkan agama. Apalagi
tempat-tempat yang memang dianggap "nakal”, kemudian di beri
merek simbol – simbol agama, masyarakat Indonesia akan marah
dan kecewa terhadap pendiri tempat tersebut. Jadi kita sebagai
masyarakat Indonesia harus saling mengerti dan saling bertoleransi
dalam hal agama. Jangan pernah membawa agama dalam
kehidupan bersosialisasi karena itu akan membuat perbedaan yang
terlalu besar dan jangan menganggap agamanya terlalu besar dan
berkuasa. Karena semua makhluk hidup ini sama di mata Tuhan
Yang Maha Esa. Dan hukum di Indonesia pun harus mampu
menetralisasikan keadaan ini. Sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman dan keributan atas kejadian ini. Dan masyarakat
indonesia pun harus mendapatkan penyuluhan tentang hokum-
hukum yang ada di Indonesia mengenai HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL agar masyarakat di Indonesia mempunyai
pengetahuan tentang undang-undang mengenai HAKI, bagaimana
masyarakat membuat merek yang sesuai dengan kaidahnya.
Dengan begitu hukum di Indonesia tentang hak merek tidak
dianggap lemah oleh masyarakatdan mereka tidak akan melakukan
kesalahan dalam untuk melakukan perbuatan yang berkaitan
dengan Hak Merek seseorang. Namun dari pihak pemerintah pun
harus lebih tegas dan lebih aktif dalam kasus yang melanggar Hak
Merek. Apabila ada yang melanggar, maka orang itu harus
dihukum atau diberi sanksi. Jangan ada kelemahan dalam hokum-
hukum yang terdapat dalam tubuh peradilan di negara Indonesia.

10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas kita dapat kita simpulkan hal-hal berikut:
1. HAKI adalah salah satu perangkat yang dapat dipakai sebagai
"jaminan perlindungan" para desainer atau pencipta atas hasil karya
intelektual.
2. Dalam upaya mengurangi terjadinya persaingan curang, plagiasi
dan pemalsuan maka perlu perenungan bersama, baik produsen,
desainer, biro iklan dan lembaga terkait untuk perlu segera
mendaftarkan karya hak atas kekayaan intelektual sesuai kategori
produk yang dihasilkan.
3. Perlu sosialisai undang-undang perlindungan HAKI, paten, hak
cipta, dan merek baik lewat lembaga formal ataupun informal.

3.2.Saran
Pengakuan HAKI sekarang semakin perlu diperhatikan, karena barang
sepelepun bisa diklaim sebagai hak cipta atau hak paten seseorang atau negara
lain hanya karena kelalaian kita mencari payung hukum yang aman agar apa
yang leluhur kita ciptakan akan dianggap ciptaan negara lain dan kita akan
terlihat semakin lemah sebagai negera hukum. Setelah melihat masalah yang
timbul maka penulis memberikan saran:
1. Diperlukan adanya tindakan tegas terhadap pelaku pelanggaran
HAKI
2. Kepada pemilik hak agar segera mendaftarkan hak miliknya ke
DITJEN HAKI

11
DAFTAR PUSTAKA

Maulana, Insan B., Tanya Jawab Paten, Merek dan Hak Cipta. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1996.

Baskoro S. Banindro, Wacana Hak-Hak Atas Kekayaan Intelektual Dalam


Penciptaan Karya Desain Grafis, NIRMANA Vol. 4, No. 2, Juli 2002: 118-130

12

Anda mungkin juga menyukai