Anda di halaman 1dari 17

BENTUK PERUSAHAAN BERBADAN HUKUM DAN TIDAK BERBDAN

HUKUM

UNTUK MEMNUHI TUGAS MATA KULIAH


ASPEK HUKUM DALAM BERBISNIS

Disusun oleh
Dimas nur iman ( 2291022007 )

1
DAFTAR ISI
SAMPUL……………………………………………………………………………….1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………2
ABSTRAK………………………………………………………………………………3
BAB
I…………………………………………………………………………………….4
PENDAHULUAN………………………………………………………………………4
1.1. LATAR BELAKANG
…………………………………………………………4
A. PERUSAHAAN BERBADAN HUKUM………………………………….4
B. PERUSAHAAN TIDAK BERBDAN HUKUM…………………………..5
1.2. TUJUAN
………………………………………………………………………..5
1.3. RUANG
LINGKUP…………………………………………………………….5
BAB II…………………………………………………………………………………..8
DASAR TEORI…………………………………………………………………………8
BAB III…………………………………………………………………………………
16
PEMBAHASAN……………………………………………………………………….16
A. RUMUSAN MSALAH
………………………………………………………..16
B. TUJUAN PENELITIAN…………………………………………………….16
C. MANFAAT PENELITIAN …………………………………………………16
1. MANFAAT TEORITIS ………………………………………………….16
2. MANFAAT PRAKTIS…………………………………………………….17
BAB IV ………………………………………………………………………………17
PENUTUPAN………………………………………………………………………….17

2
ABSTRAK

ABSTRAK Dalam dunia usaha kita mengenal bentuk bentuk badan usaha, baik yang sudah
berupa badan hukum maupun belum berbentuk badan hukum atau perusahaan, menurut pasal 1
huruf (b) Undang-undang nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang
menyatakan bahwa “ Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis
usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan,bekerja dan berkedudukan dalam
wilayah Negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Sedangkan
yayasan merupakan suatu badan hukum yang maksud dan tujuanya sangat mulia yaitu sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan, dewasa ini keberadaan yayasan semakin menjamur dalam
berbagai bidang, tentunya eksistensi yayasan pada sampai hari ini masih terus dibutuhkan oleh
seluruh lapisan masyarakat, Orientasi yayasan diangap sebagai kegiatan non profit, maka
yayasan harus memiliki status badan hukum yang ditetapkan atau yang sesuai dengan peraturan
peraturan yang berlaku. Setelah diterbitkanya peraturan yang menurut pasal 1 huruf (b) Undang-
undang nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan maka sedah seharusnya dapat
melakukan hal tersebut fengan benar. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.[1] Yayasan diatur dalam UU
Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2008 dan diatur lebih
lanjut dalam PP Nomor 63 Tahun 2008. Yayasan merupakan badan hukum yang dapat bertindak
dan melakukan perbuatan hukum yang sah dan berakibat hukum.Yayasan mempunyai harta
kekayaan yang dipisahkan, mempunyai asset baik bergerak atau tidak bergerak yang pada
awalnya diperoleh dari modal atau kekayaan pendiri yang telah dipisahkan. Yayasan
mempunyai tujuan tertentu yang merupakan pelaksanaan nilainilai baik keagamaan, sosial,
maupun kemanusiaan yang tidak mencari keuntungan. Yayasan tidak mempunyai anggota dan
tidak mempunyai pemegang saham atau sekutunya. Yayasan digerakkan oleh organ yayasan
baik Pembina, Pengawas dan pengurus. Resiko hukum bagi organ yayasan adalah tidak
mendapat gaji, Dapat dipidana, harta pribadi pengurus dan pengawas dapat menjadi jaminan,
keterikatan pengurus pada aggaran dasar yayasan, penerapan prinsip Duty Skill Care bagi
pengurus dan pengawas, dan pelaksanaan kegiatan karyawan. Yayasan wajib membuat laporan
tahunan dan upaya melakukan pemeriksaan terhadap yayasan Pada pasal 5 TAHUN 2014
TENTANG PENGESAHAN BADAN HUKUM ”. banyak yayasan yang didaftarkan ulang
melalui sistem badan hukum melalui notaris sehingga notaris memiliki kewajiban mendaftarkan
atas yayasan yang diajukan. Sehingga dalam pelaksanaanya notaris menguakan akta pendirian
yayasan padahal seharusnya penyesuaian akan tetapi karena pada sistem administrasi badan
hukum tidak terdapat kolom penyesuaian maka notaris hanya bisa mengunakan aplikasi dengan
pilihan kolom pendirian, lalu bagaimana status badan hukum yang belum didaftarkan
sebagimana didasarkan pada pasal 5 tahun 2014, Kata Kunci : Badan Hukum, Yayasan, Notaris,
Permenkumham

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

A. PERUSAHAAN BERBADAN HUKUM


Badan usaha yang berbadan hukum adalah badan usaha yang memisahkan antara harta
kekayaan pribadi pemilik/pendirinya dan harta kekayaan badan usaha.

Apabila badan usaha memisahkan antara harta kekayaan pribadi pemilik/pendirinya dan
harta kekayaan badan usaha, maka ketika terjadi suatu permasalahan hukum, badan usaha hanya
dapat dituntut atau diminakan ganti kerugian hanya sebatas harta kekayaan badan usaha itu
sendiri dan tidak masuk kepada harta pribadi pemilik/pendirinya.

Terdapat kekurangan badan usaha yang berbadan hukum, yaitu ketika pengusaha memiliki
modal yang tidak banyak, maka sangat sulit untuk mendirikan badan usaha khusunya yang
berbadan hukum, sebab di dalam beberapa undang-undang mengutur secara limitatif jumlah
modal (dana) yang harus disiapkan untuk mendirikan badan usaha. Oleh karena itu, biasanya
pembentukan badan usaha yang berbadan hukum ini dibentuk untuk pengusaha-pengusaha
dalam skala menengah atau atas.

Sebagai contoh dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) membatasi
secara limitatif bahwa modal dasar yang harus disiapkan untuk mendirikan PT adalah Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta) yang dimana paling sedikit 12,5% (dua belas koma lima persen)
ditempatkan dan disetor.

Adapun badan usaha yang berbadan hukum, yaitu:

Sedangkan untuk Koperasi saat ini Pengesahan Perseroan Terbatas (PT);

Yayasan;

Koperasi;

Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Untuk PT dan Yayasan Pengesahan Akta Pendirian dilakukan oleh Kementerian Hukum dan
HAM.

4
Akta Pendiriannya dilakukan di Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana diatur dalam
Permenkumham No. 14 Tahun 2019 tentang Pengesahan Koperasi serta sistem Online Singe
Submission (OSS).

B. PERUSAHAAN TIDAK BERBADAN HUKUM

Badan usaha yang tidak berbadan hukum adalah badan usaha yang tidak memiliki
memisahkan yang tegas antara harta kekayaan pribadi pemilik/pendirinya dan harta kekayaan
badan usaha.

Apabila badan usaha tidak memisahkan antara harta kekayaan pribadi


pemilik/pendirinya dan harta kekayaan badan usaha, maka apabila terjadi suatu permasalahan
hukum, badan usaha dapat dituntut atau diminakan ganti kerugian hanya tidak hanya kepada
harta kekayaan badan usaha itu sendiri, akan tetapi termasuk harta pribadi pemilik/pendirinya.

Kelebihan dari badan usaha yang tidak berbadan hukum adalah tidak terdapatnya
pengaturan jumlah modal yang harus disiapkan dalam menjalankan kegiatan usaha. Selain itu,
biaya jasa pembentukan akta pendirian dari badan usaha tidak berbadan hukum lebih kecil
daripada badan usaha yang berbadan hukum. Oleh karena itu, pembentukan badan usaha yang
tidak berbadan hukum dibentuk untuk pengusaha-pengusaha yang menjalankan kegiatan usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Adapun badan usaha yang tidak berbadan hukum, yaitu:

CV (Persekutuan Komanditer);

Firma; serta

Persekutuan Perdata.

Pasca dibentuknya sistem Online Single Submission (OSS)” yang diatur dalam PP No. 24
Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik, maka saat ini
pengesahan Akta Pendirian CV, Firma ataupun Persekutuan Perdata tidak lagi di Pengadilan
Negeri (PN), akan tetapi melalui Kementerian Hukum dan HAM.

1.2. TUJUAN

Tujuan dari paper ini di buat adalah agar kita semua mengetahui jenis – jenis perusahaan
yang berbadan hukum dan hyyang tidak berbdan hukum sekaligus mempelajari nya

1.3. RUANG LINGKUP MATERI

Perusahaan di Indonesia menjalankan kegiatannya berdasarkan undang-undang dan


ketentuan yang berlaku. Dari perusahaan yang ada, tidak semua badan usaha merupakan badan
hukum. Perbedaan tersebut dikelompokkan dalam perusahaan berbadan hukum dan perusahaan
tidak berbadan hukum. Perusahaan dalam menjalankan dan melakukan kegiatannya harus sesuai

5
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam peraturan perundang-
undangan, kegiatan usaha dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu perusahaan berbadan
hukum dan perusahaan yang tidak berbadan hukum.

Karena tidak seluruhnya perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan berbadan hukum,


maka ada beberapa subjek yang menjadi pembeda di antara perusahaan berbadan hukum dan
perusahaan yang tidak berbadan hukum,

Perusahaan berbadan hukum subjek hukumnya adalah badan usaha itu sendiri karena
telah menjadi badan hukum yang juga termasuk subjek hukum di samping manusia.

Kemudian mengenai kekayaan perusahaan, harta perusahaan terpisah dari harta


kekayaan pribadi para pengurus atau anggotanya. Hal ini akan berakibat jika perusahaan pailit,
yang terkena sita hanyalah harta perusahaan dan harta pribadi pengurus tetap bebas dari sitaan.

Lalu yang termasuk perusahaan berbadan hukum di antaranya Perseroan Terbatas,


Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Koperasi, Perum, Perjan, Persero, dan Yayasan.

Mengenai wewenang menuntut dan dituntut, perusahaan berbadan hukum yang


bertindak sebagai subjek hukum adalah perkumpulannya. Dalam artian, pihak ketiga dapat
menuntut perkumpulannya namun pihak ketiga tidak bisa menuntut masing-masing perorangan.

Perusahaan di Indonesia menjalankan kegiatannya berdasarkan undang-undang dan


ketentuan yang berlaku. Dari perusahaan yang ada tidak semuan badan usaha merupkan badan
hukum. Perbedaan tersebut di kelompokan dalam perusahaan berbadan hukum dan tidak
berbadan hukum

Lantaran perusahaan berbadan hukum tidak berjiwa maka untuk melakukan perbuatan
hukum membutuhkan bantuan seseorang sebagai wakil dengan berdasar pada perjanjian dan hal
ini biasanya tercantum dalam Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Wakil tersebut adalah seseorang yang cakap hukum, sehingga dapat bertindak sebagai organ
dari badan hukum yang bersangkutan atau dengan kata lain sebagai pengurus. Seseorang yang
cakap hukum dalam artian tersebut yaitu seseorang yang:

1. Orang dewasa
2. Sehat akal pikiran
3. Tidak dilarang undang-undang

Wakil tersebut memiliki batas kewenangannya yang dibatasi dengan undang-undang dan
AD/ART. Jika wakil dari badan hukum mengalami perselisihan dan organ tersebut melakukan
perbuatan hukum dan melanggar batas kewenangan serta berakibat merugikan pihak lain, maka
yang bertanggung jawab adalah pribadi organ tersebut.

Jika organ tersebut melakukan perbuatan hukum dan melanggar batas kewenangan serta
berakibat merugikan pihak lain namun di sisi lain menguntungkan badan hukumnya atau organ
yang lebih tinggi menyetujuinya, maka yang harus bertanggung jawab adalah badan hukum
yang bersangkutan.

6
Sedangkan, perusahaan yang tidak berbadan hukum subjek hukumnya adalah orang-orang
yang menjadi pengurusnya. Jadi bukan badan hukum itu sendiri karena ia bukanlah hukum
sehingga tidak dapat menjadi subjek hukum.

Mengenai harta perusahaan, bersatu dengan harta pribadi para pengurus atau anggotanya.
Akibatnya jika terjadi pailit, maka harta pengurus dan anggotanya ikut tersita juga. Perusahaan
tidak berbadan hukum meliputi firma atau CV.

Selanjutnya mengenai wewenang menurut dan dituntut, perusahaan tidak berbadan hukum
yang bertindak sebagai subjek hukum adalah perkumpulannya, dalam artian pihak ketiga dapat
menuntut perkumpulannya namun pihak ketiga tidak bisa menuntut masing-masing orangnya.

Terkait harta kekayaan, perusahaan yang tidak berbadan hukum adalah dicampur. Bila
terjadi kerugian atau jika ada penuntutan yang berujung pembayaran ganti rugi, maka harta
kekayaan pribadi dapat menjadi jaminannya.

7
BAB II

DASAR TEORI ATAU LANDASAN TEORI

Keberadaan badan usaha dapat memberi dampak positif bagi perekonomian pada suatu
negara, dikarenakan badan usaha dapat menyerap tenaga kerja yang mengurangi jumlah
pengangguran, dan menambah pemasukan negara melalui pajak.

Badan usaha merupakan perusahaan yang didirikan oleh dua orang atau lebih dengan
penyatuan modal untuk mencapai tujuan tertentu1 . Di Indonesia, badan usaha terdiri atas
dua jenis, yaitu badan usaha yang berbadan hukum, dan badan usaha yang non badan
hukum. Badan usaha berbadan hukum terdiri dari Perseroan Terbatas, yayasan, dan
koperasi, sedangkan badan usaha non badan hukum, terdiri atas persekutuan perdata, firma,
dan CV (Commanditaire Vennotschaap).

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-
undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Istilah Perseroan Terbatas yang digunakan dewasa ini, dulunya dikenal dengan
istilah (Naamloze Vennotschap disingkat NV)2 . Istilah Perseroan Terbatas terdiri atas dua
kata, yaitu perseroan dan terbatas. Kata “perseroan” atau saham merujuk kepada modal dari
Perseroan Terbatas yang terdiri atas saham, sedangkan “terbatas” menunjukkan tanggung
jawab dari para pemilik modal yang berupa saham tersebut.

Pasal 3 ayat (1) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menyebutkan bahwa pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara
pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan, dan tidak bertanggung jawab atas
kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.

8
Peraturan mengenai Perseroan Terbatas pada awalnya terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang, namun karena pembuat UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, sesuai dengan poin menimbang pada Undang-Undang tersebut,
menganggap peraturan yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak
lagi dapat mengikuti perkembangan ekonomi dan dunia usaha, serta untuk menciptakan
kesatuan hukum dan untuk memenuhi kebutuhan hukum baru, maka dibentuklah Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang kemudian digantikan
dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Pendirian Perseroan Terbatas diawali dengan perjanjian dari dua atau lebih pihak.
Pendirian yang dibuat berdasarkan perjanjian tersebut dibuat dengan akta notaris yang
ditulis dalam Bahasa Indonesia. Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan bahwa akta notaris pendirian Perseroan Terbatas
setidaknya memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian
Perseroan Terbatas, seperti :

 Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan
alamat lengkap serta nomor dan tanggal keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum dari pendiri perseroan;
 Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota Direksi, dan Dewan Komisaris yang pertama kali
diangkat;
 Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah
saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 32 dan
Pasal 33 mengatur bahwa modal dari Perseroan Terbatas terdiri atas seluruh nilai nominal
saham, dengan modal dasar paling sedikit adalah Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar tersebut harus ditempatkan dan
disetorkan penuh. Proses mendapatkan status badan hukum Perseroan Terbatas diawali
dengan pendaftaran Perseroan Terbatas oleh pendirinya dengan diwakili oleh notaris selaku
pejabat yang berwenang kepada Kementerian Hukum dan HAM dengan mengajukan
permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem adminsitrasi badan hukum secara

9
elektronik sesuai dengan format isian yang diatur oleh Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sekurang-kurangnya memuat :

 Nama dan tempat kedudukan perseroan;


 Jangka waktu berdirinya perseroan;
 Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
 Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
 Alamat lengkap perseroan.

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


menyebutkan bahwa permohonan keputusan Menteri untuk memperoleh status badan
hukum dilakukan paling lambat 60 (enam puluh ) hari setelah akta pendirian perseroan
ditandatangani, dan sebelumnya harus didahului dengan pengajuan nama perseroan. Akta
pendirian atas perseroan yang bersangkutan menjadi batal dan perseroan bubar karena
hukum apabila jangka waktu 60 (enam puluh) hari tersebut tidak dipenuhi, dan
pemberesannya diatur oleh pendiri tersebut.

Pengajuan status badan hukum Perseroan Terbatas yang diwakili oleh Notaris
ditunjukkan dengan surat kuasa. Menteri akan memberitahukan kepada Pemohon tentang
tidak berkeberatannya Menteri apabila format isian yang diajukan telah sesuai, dan
Pemohon wajib menyampaikan secara fisik permohonan yang dilampiri dokumen
pendukung paling lambat 14 (empat belas) hari. Sebaliknya, apabila pengajuan tidak sesuai
dengan perundangundangan yang ada, Menteri langsung memberitahukan penolakan
beserta alasannya kepada Pemohon secara elektronik. Setelah pengiriman permohonan fisik
yang dilampiri dengan dokumen pendukung dipenuhi Pemohon, maka Menteri menerbitkan
keputusan tentang pengesahan badan hukum perseroan yang ditandatangani secara
elektronik.

Pengajuan status badan hukum Perseroan Terbatas yang dimaksudkan secara elektronik
atau online pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas diatur lebih lanjut pada Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor
4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan
Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas.

10
Perseroan Terbatas yang telah mendapatkan keputusan Menteri tentang badan hukum
kemudian wajib untuk mendaftarkan perseroannya. Wajib daftar perusahaan berada di
bawah kewenangan Menteri dalam bidang perdagangan. Pendaftaran perusahaan wajib
dilakukan paling lambat 3 bulan sejak perusahaan mulai menjalankan usahanya. Hal-hal
yang perlu dilengkapi adalah syarat administratif seperti yang disebutkan pada Pasal 11
UndangUndang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Penolakan maupun penerimaan atas daftar perusahaan kepada Menteri paling lambat
diumumkan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan dari tanggal pendaftaran diterima. Perseroan
yang pendaftarannya ditolak akan diberitahukan oleh pejabat yang bersangkutan, dan
berhak untuk melengkapi ulang pendaftarannya maupun mengajukan keberatan kepada
Menteri. Perseroan yang telah diterima pendaftaran perseroannya akan diberikan tanda
daftar perusahaan. Tanda daftar perusahaan yang diberikan itu hanya berlaku untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun dan harus diperbaharui paling lama 3 (tiga) bulan sebelum masa
berlakunya berakhir.

Perseroan Terbatas sah menjadi badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan
Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, sesuai dengan Pasal 7 Ayat (4)
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas
yang telah berbadan hukum menimbulkan beberapa akibat hukum, yaitu sebagai berikut:
1) Perseroan Terbatas menjadi subyek hukum. Perseroan Terbatas memiliki
kewenangan kontraktual serta dapat menuntut dan dituntut atas nama dirinya
sendiri. Badan hukum sebagai subjek hukum diperlakukan seperti manusia yang
memiliki kewenangan kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai subjek
hukum, badan hukum dapat dituntut dan menuntut dihadapan pengadilan3 .
Perseroan Terbatas dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

2) 2)Memiliki Organ Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas memiliki organ


perseroan yang terdiri dari Direksi, Dewan Komisaris, dan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Direksi adalah orang yang berwenang dalam
menjalankan Perseroan Terbatas, mengambil keputusan, serta mewakili
Perseroan Terbatas dalam urusan-urusannya. Dewan Komisaris adalah organ
yang mengawasi kinerja Direksi serta keputusan yang dikeluarkan oleh Direksi.
Rapat Umum Pemegang Saham atau yang disebut dengan RUPS adalah organ

11
Perseroan Terbatas yang menentukan jalannya perseroan, mengambil
keputusan-keputusan penting serta menjadi media bagi para pemegang saham
untuk menyampaikan pendapat maupun pilihan mengenai perseroan yang
dimilikinya.

3) Perseroan Terbatas memiliki harta kekayaan yang dipisahkan. Semua kekayaan


yang ada, dimiliki oleh badan itu sendiri. Kekayaan tidak dimiliki oleh pemilik,
oleh anggota, atau pemegang saham. Ini adalah suatu kelebihan utama badan
hukum. Dengan demikian, kepemilikan kekayaan tidak didasarkan pada
anggota atau pemegang saham4 . Hal ini berkaitan dengan pertanggungjawaban
pemegang saham. Pemisahan harta kekayaan dimaksudkan agar para pemegang
saham tidak dapat dimintai tanggung jawab secara pribadi apabila perseroan
mengalami kerugian lebih dari harta kekayaan yang dimiliki perseroan tersebut.

Perseroan Terbatas yang sudah sah sebagai badan hukum akan dianggap cakap
melakukan perbuatan hukum, dan akibatnya adalah setiap perbuatan Perseroan Tebatas
dapat dimintai pertanggungjawaban dihadapan pengadilan apabila melanggar hukum

. Perseroan Terbatas sebagai badan usaha yang bertujuan mencari keuntungan pasti
melakukan perjanjian dengan pihak lain, baik itu perjanjian kerja sama, maupun perjanjian
utang-piutang. Pada beberapa Perseroan Terbatas, perjanjian yang dilakukan tidak selalu
berakhir dengan baik, terkadang ada perjanjian yang tidak dipenuhi, sehingga menimbulkan
utang. Menurut Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, utang adalah kewajiban yang dinyatakan
atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata
uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau
kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh
kekayaan Debitor, dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.

Perseroan Terbatas yang tidak mampu membayar utang akan disebut sebagai
“Debitor”. Pengertian Debitor dapat dilihat pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, yang artinya adalah orang yang mempunyai
utang karena perjanjian atau undangundang yang pelunasannya dapat ditagih di muka
pengadi.

12
Keadaan umum dimana sebuah Perseroan Terbatas tidak hanya melakukan perjanjian
dengan satu pihak saja, tentu dapat mengakibatkan Perseroan Terbatas menjadi Debitor
yang memiliki banyak “Kreditor”. Pengertian Kreditor menurut Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, adalah orang yang memiliki
piutang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka
pengadilan. Pada bagian penjelasannya disebutkan tiga jenis Kreditor, yaitu kreditor
konkuren, kreditor preferen, dan kreditor separatis.

Penyelesaian utang Perseroan Terbatas dapat dilakukan melalui Lembaga Kepailitan


yang bisa dimohonkan oleh Kreditor maupun Debitor. Pada permohonan kepailitan, istilah
yang digunakan adalah Pemohon dan Termohon, dan untuk memohonkan pailit seorang
Debitor kepada Pengadilan Niaga, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU pada Pasal 2 Ayat (1) mengharuskan Debitor memiliki Kreditor yang
lebih dari satu pihak dan Debitor setidaknya memiliki satu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagih sebagai syarat untuk mengajukan upaya hukum permohonan pailit

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU


membatasi pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit terhadap seorang Debitor,
yang antara lain adalah :
 Debitor itu sendiri,
 Satu atau lebih kreditor,
 Kejaksaan atas dasar demi kepentingan umum
 Bank Indonesia dalam hal debitor adalah bank
 Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa
Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
 Menteri Keuangan dalam hal Debitor Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di
bidang kepentingan publik.

Pada tahun 2011, setelah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan dibentuk, wewenang memohonkan pailit yang semula dimiliki oleh Bank Indonesia,
Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan dialihkan kepada Lembaga Otoritas Jasa

13
Keuangan, sesuai amanat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.

Pada beberapa kasus permohonan pailit, Pemohon Pailit tidak hanya memohonkan pailit
Perseroan Terbatas yang menjadi debitornya, melainkan melibatkan Direksi dari Perseroan
Terbatas tersebut untuk mendapat pemenuhan atas piutang yang dimilikinya.

Pasal 104 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
menyebutkan bahwa, “Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena
kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh
kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut”.

Kedudukan Direksi selaku organ yang bertugas, bertanggung jawab, dan mewakili
perseroan dalam menjalankan perseroan sehari-hari, serta dianggap sebagai representatif dari
perseroan yang dipimpinnya membuat Direksi dapat turut serta dimasukkan oleh Kreditor ke
dalam pihak yang dimohonkan pailit bersama dengan perseroan yang dipimpinnya.

Direksi dianggap turut bertanggung jawab atas pemenuhan piutang Kreditor selain
didasarkan pada alasan bahwa Direksi adalah pihak yang memimpin dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perusahaan, juga karena undang-undang menentukan demikian.

Pasal 97 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
bahkan menyebutkan bahwa “setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi
atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dengan kata lain
mengizinkan pemohon pailit untuk memohonkan pailit Direksi saja atas kerugian yang
disebabkan olehnya tanpa harus mengikutsertakan Perseroan Terbatas yang dipimpinnya bila
Direksi dianggap lalai atau dengan sengaja menggunakan jabatannya untuk mengambil
keuntungan pribadi dalam menjalankan tugasnya mewakili perseroan.

Contoh kasus adalah putusan Pengadilan Niaga pada perkara pailit Nomor
05/Pailit/2012/P.N.Smg, dimana PT. Indonesia Antique dan Wahyu Anggodo, Direksi PT.

14
Indonesia Antique, diputus pailit atas permohonan pailit dari Hendrianto Muliawan dan Agung
Hariyono.
Wahyu Anggodo selaku Direksi dari PT. Indonesia Antique melakukan perjanjian
utang-piutang atas nama perusahaan dan atas nama dirinya sendiri kepada Hendrianto Muliawan
sebesar Rp.50.000.000 pada tanggal 10 Januari 2010, dan kepada Agung Hariyono sebesar
Rp.90.000.000 pada tanggal 15 Oktober 2011, dan hingga sampai dimohonkan pailit oleh Para
Pemohon, Wahyu Anggodo maupun PT. Indonesia Antique tidak melakukan pemenuhan atas
utang yang dimilikinya.

Hakim kemudian mengabulkan permohonan pailit Para Pemohon dengan dasar


pertimbangan, bahwa syarat memohonkan pailit telah terpenuhi dan telah terbukti secara
sederhana.

Dipailitkannya sebuah Perseroan Terbatas dan Direksinya secara bersamaan dalam satu
kasus membuat peneliti tertarik untuk membuat penulisan hukum ini. Penulisan hukum ini akan
membahas mengenai mengapa Direksi dan Perseroan Terbatas dapat dipailitkan secara
bersamaan, serta akibat hukum apa yang ditimbukan dari Direksi dan Perseroan Terbatas yang
dipailitkan secara bersamaan. Peneliti menyusun penulisan hukum dengan judul :

“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI YANG DIPAILITKAN


SECARA BERSAMAAN DENGAN PERSEROAN TERBATAS (STUDI KASUS PADA
PUTUSAN PAILIT NOMOR 05/PAILIT/2012/PN.NIAGA.SEMARANG)”

15
BAB III

PEMBAHASAN

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan Dasar teori atau landasan teori yang telah dijelaskan diatas, penulis
mengangkat beberapa hal yang dijadikan sebagai rumusan masalah, yaitu :
1. Mengapa Direksi dan Perseroan Terbatas dapat dipailitkan secara bersamaan?
2. Apakah akibat hukum dari Direksi yang dipailitkan secara bersamaan dengan
Perseroan Terbatas?

B. Tujuan Penelitan
Perumusan tujuan penelitian merupakan strategi penulis untuk mempertahankan arah
penulisan serta mencegah penulis keluar dari tujuan penelitian semula. Tujuan penelitian
adalah target yang ingin dicapai dalam penelitian baik sebagai solusi atas masalah (disebut
sebagai tujuan obyektif) maupun sebagai pemenuhan suatu yang diharapkan (disebut
sebagai tujuan subyektif). Tujuan dari penulisan hukum yang diharapkan penulis adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui mengapa Direksi dan Perseroan Terbatas dapat dipailitkan secara
bersamaan.
2. Untuk mengetahui apakah akibat hukum dari Direksi dan Perseroan Terbatas
dipailitkan secara bersamaan.

C. Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian diatas diharapkan dapat memberikan manfaat. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :

16
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi para akademisi tentang
kepailitan, khususnya terhadap tinjauan yuridis mengenai Direksi dan Perseroan
Terbatas yang dipailitkan secara bersamaan.
b. Diharapkan dapat memberikan pemahaman secara konseptual mengenai
permasalahan dan hambatan yang terjadi dalam tinjauan yuridis mengenai Direksi
dan Perseroan Terbatas yang dipailitkan secara bersamaan.

2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan memberikan saran praktis bagi lembaga terkait yang pekerjaannya
bekaitan dengan praktik hukum, terutama dalam hukum kepailitan.
b. Diharapkan dapat mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis,
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang
sudah diperoleh, serta memberikan dan meningkatkan pengetahuan pembaca
terkait kepailitan

BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Kesimpulan dari semuanya adalah bagaimana perbedaan tentang sebuah
perusahaan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum itu sangat berbeda dari
sini kita dapat mepelajari itu semua.

17

Anda mungkin juga menyukai