dengan nama "Little Boy" di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 yang mengakibatkan terbunuhnya 80.000 jiwa dan hancurnya kota Hiroshima hingga rata dengan tanah. Tiga hari berselang, tepatnya pada tanggal 9 Agustus 1945 pasukan sekutu mengincar kota kokura untuk menjadi target dijatuhkannya bom bernama "Fat Man" namun karena saat itu kota Kokura tertutup kabut, sang pilot atas izin komando pasukan sekutu mengganti target pemboman menjadi kota Nagasaki.
Pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir mendengar
berita kekalahan Jepang dari siaran radio luar negeri, mendengar berita tersebut, Sutan Syahrir segera menghubungi Chairil Anwar untuk meneruskan berita tersebut kepada para pemuda pro kemerdekaan. “Hey Chairil segera teruskan berita ini kepada para pemuda yang pro kemerdekaan, ini berita gembira bagi bangsa Indonesia”. Menanggapi berita tersebut, para pejuang yang didominasi oleh golongan muda segera mendesak Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 15 Agustus 1945. “Bung jepang sudah kalah dalam perang Asia Pasifik, ini kesempatan kita untuk memproklamasikan kemerdekaan”. Namun Soekarno dan Hatta menolak rencana para pejuang golongan muda dan tetap bersikukuh ingin memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 24 September 1945 sesuai dengan yang ditetapkan oleh PPKI yang dibentuk oleh Jepang. “kita tidak bisa semena mena, kita harus mengikuti arahan PPKI”.
Penolakan dari Soekarno dan Hatta membuat pejuang
dari golongan muda kecewa, karena seharusnya momentum kekalahan Jepang ini bisa dimanfaatkan Indonesia untuk bebas merdeka tanpa harus menunggu tanggal yang telah ditetapkan oleh PPKI, karena jika kemerdekaan mengikuti tanggal yang sudah ditetapkan oleh PPKI, kelompok muda beranggapan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hasil hadiah dari Jepang, dan usaha memperjuangkan kemerdekaan yang telah dimulai sejak lama dan penuh tumpah darah akan sia- sia, karena label kemerdekaan Indonesia adalah hadiah Jepang bukan perjuangan rakyat Indonesia.
Kaum muda yang tidak ingin kehilangan momentum pun
melakukan penculikan terhadap Soekarno beserta Hatta ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945 yang dilakukan oleh sejumlah pemuda dari perkumpulan Menteng 31. Mereka mendesak agar segera mempercepat proklamasi kemerdekaan, banyak sekali pendapat yang dikemukakan oleh golongan muda maupun golongan tua, mereka saling berdebat di dalam rumah kayu sederhana dengan suasana panas namun tetap berkepala dingin, Chairul berkata. “Bung, kita harus segera memproklamasikan kemerdekaan, jangan menunggu terlalu lama, kita harus segera bebas dari penjajahan”. Kemudian terjadilah kesepakatan antara golongan tua yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta serta Mr. Ahmad Subarjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah kekalahan Jepang dalam perang Asia Pasifik.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta
tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chaerul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. “Kita harus mengambil alih kekuasaan, setelah itu kita proklamasikan kemerdekaan, dengan begitu bangsa ini akan menjadi bangsa yang merdeka”. Akan tetapi rencana ini tidak dijalankan Karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana ini. “Tidak, tidak bisa, kita tidak bisa mengambil alih kekuasaan, itu sama halnya kita berkhianat kepada negara, saya anggota PETA dan akan selalu setia pada negara”. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan oleh bung Karno dan bung Hatta pada hari Jumat 17 Agustus 1945. Ada dua lokasi pilihan untuk pembacaan teks proklamasi, yaitu Lapangan IKADA (yang sekarang telah menjadi Lapangan Monas) atau rumah Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Namun rencana pembacaan proklamasi kemerdekaan di lapangan IKADA bocor sampai ke telinga tentara jepang. “kita harus menjaga lapangan IKADA, di sana akan diadakan pembacaan proklamasi kemerdekaan, ini tugas kita dan ini tanggung jawab kita, jaga lapangan IKADA sekarang!!”. Namun Soekarno telah membaca situasi tersebut, untuk menghindari kericuhan antar penduduk dengan tentara jepang. Soekarno mengubah tempat pembacaan proklamasi kemerdekaan menjadi di kediamannya. “Saya rasa terlalu berisiko jika kita lakukan di lapangan IKADA, lebih baik lakukanlah di rumah saya, saya rasa di sana aman dari pengawasan tentara Jepang”.
Akhirnya teks proklamasi pun disusun di
Rengasdengklok. Pada awalnya Bung Karno dan Bung Hatta ditempatkan di sebuah gubuk tua dipinggir kali dekat sawah yang tak layak kondisinya. Atas usulan KH. Darip pejuang dari Kalender kepada Soekarni dan kawan-kawan