Anda di halaman 1dari 159

ANALISIS IMPLEMENTASI KLASTER PERTAMA;

HAK SIPIL DAN KEBEBASAN DALAM MENUJU


KOTA LAYAK ANAK DI KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2022

TESIS

Oleh :

ALFATIAH AKBAR
2013101002

PROGRAM STUDI MAGISTER


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan tonggak penerus masa depan di sektor pemerintahan

maupun disektor lainnya yang akan melanjutkan perjalanan Negara ini, maka anak

harus menjadi prioritas pemerintah dalam memperbaiki taraf hidup mereka, baik

di bidang pendidikan, kesehatan, bahkan untuk keamanan dan keselamatan

mereka. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 pasal

1 ayat 2 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak menjelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan

untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Salah satu upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan dan hak

anak adalah dengan melalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan

Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 Tentang

Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak, dimana Kabupaten/Kota

Kota Layak Anak (KLA) yaitu kabupaten/kota yang mempunyai sistem

pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan

sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara

menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program, dan kegiatan untuk

menjamin terpenuhinya hak anak. KLA yang pada dasarnya diperkenalkan oleh

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui kebijakan

KLA karena alasan mengakomodasi pemerintah kabupaten/kota yang kemudian


terus berlanjut hingga saat ini, bahkan berkembang berubah menjadi

Kabupaten/Kota Ramah Anak.

KLA adalah Kabupaten/Kota yang mempunyai sistem pembangunan

berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya

pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan

berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin

terpenuhinya hak dan perlindungan anak (L. Rosalin et al., 2015). Secara umum,

tujuan KLA adalah untuk memenuhi hak dan melindungi anak, secara khusus

untuk membangun inisiatif pemerintahan kabupaten/kota yang mengarah pada

upaya transformasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)

yang ditujukan untuk pemenuhan hak dan perlindungan anak (PHPA), pada suatu

wilayah kabupaten/kota (Ilosa & Rusdi, 2020).

Konsep KLA (child friendly city) di suatu kota mampu memberikan suatu

jaminan terhadap hak-hak anak seperti: kesehatan, perlindungan, perawatan,

pendidikan, tidak menjadi korban diskriminasi, mengenal lingkungan dan

budayanya dalam arti yang luas, berpartisipasi dalam merencanakan kota tempat

tinggalnya, memiliki kebebasan bermain, dan memperoleh lingkungan yang bebas

dari polusi (Riggio, 2002). Whitzman et al. (2010) berpendapat bahwa KLA

adalah praktik yang berfokus pada hak anak atas ruang publik, dengan pendekatan

kesehatan masyarakat yang lebih terbatas yang menekankan pada risiko relatif

lalu lintas dan penculikan oleh orang asing dikarenakan ketidakaktifan secara

fisik.
Setiap Kabupaten/Kota dapat dikategorikan sebaga KLA apabila telah

memenuhi hak anak yang diukur dari 31 indikator KLA yang dibagi dalam 1

kelembagaan dan lima klaster (Darmayanti & Lipoeto, 2020). Salah satu klaster

dalam indikator KLA adalah klaster hak dasar dan kebebasan, yang merupakan

salah satu hak yang sangat penting bagi anak. Penelitian KLA Kluster hak dasar

dan kebebasan ini telah dilakukan oleh Ilosa & Rusdi (2020) dengan judul

Analisis Pelaksanaan Program Kota Layak Anak (KLA) Dalam Memenuhi Hak

Sipil Dan Kebebasan Anak Di Kota Pekanbaru dengan hasil bahwa pemenuhan

hak-hak sipil dan kebebasan anak di kota Pekanbaru selama ini berjalan lebih baik

dari sebelumnya dengan kendala dalam proses pelaksanaannya adalah dari faktor

dana yang masih minim.

Hak identitas bagi anak merupakan hak dasar yang seharusnya dapat

dipenuhi dengan baik yaitu Akte kelahiran. Anak yang lahir wajib memiliki nama

dan terdaftar sebagai warga negara. Memiliki nama memang menjadi penting dan

dapat dipenuhi, namun dalam hal meregisterkan atau mendaftarkan anak sebagai

warga negara ini yang masih belum banyak dipenuhi (Kertati, 2017). Ketika anak

tidak mempunyai akta kelahiran, anak-anak beresiko untuk dieksploitasi sebagai

pekerja anak, menjadi korban perdagangan anak dan juga rentan mengalami

adopsi ilegal (Purnamasari, 2021). Eksploitasi anak banyak terjadi beberapa tahun

belakangan ini, yang menjadikan anak sebagai korban (Elizabeth & Hidayat,

2016).

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait tindak pidana

perdagangan orang dan eksploitasi terhadap anak mencapai 147 kasus selama

tahun 2021 (Rachman, 2022). Untuk itu, pentingnya anak untuk dicatatkan dan
mendapatkan kutipan akta kelahiran karena ini merupakan hak dasar anak melekat

pada setiap anak dan wajib dipenuhi oleh Negara (Kementerian Pemberdayaaan

Perempuan dan Perlindungan Anak, 2020). Akte Kelahiran merupakan salah satu

Kartu Identitas. Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri mendorong

pembuatan Kartu Identitas Anak yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak,

yang terdiri dari Kartu Identitas Anak terdiri dari dua jenis, yakni untuk anak usia

0-5 tahun dan 5-17 tahun. Kebijakan inilah yang mendasari kepemilikan Kartu

Identitas Anak dalam pemenuhan Hak Sipil Anak.

Kebijakan kepemilikan Kartu Indentitas Anak pernah diteliti oleh Witanto

(2018) di Kota Bandung dengan hasil yang menunjukkan bahwa Kota Layak

Anak sudah mengacu pada pendekatan yang sudah ditetapkan dalam PERMEN

PPPA No.11 tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kota Layak Anak.

namun masih banyak anak di Kota Bandung yang belum memiliki akta kelahiran

sehingga Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bandung membuat

suatu program yang dapat mempercepat kepemilikan akta kelahiran jemput bola.

Bhatia et al. (2017) menyebutkan bahwa 94 Negara menunjukkan bahwa

cakupan akta kelahiran di 29 negara lebih dari 90% dan di di 36 negara di bawah

50%, menunjukkan bahwa lebih dari separuh balita yang disurvei di negara-

negara tersebut tidak memiliki akta kelahiran yang disebabkan oleh faktor

ketimpangan kekayaan yang signifikan dalam cakupan akta kelahiran.

Data Persentase anak Indonesia yang memiliki akta kelahiran menurut

Provinsi 2019-2021 yang dikutip dari Website resmi Badan Pusat Statistik (BPS),

didapatkan bahwa anak yang memiliki akte kelahiran di Indonesia sebesar 86,01
% tahun 2019, pada tahun 2020 terjadi peningkatan sebesar 2,10% anak yang

memiliki akte kelahiran di Indonesia (88,11%). Persentase tahun 2021

peningkatan hanya sebesar 0,31% anak yang memiliki akte kelahiran di Indonesia

(88,42%) dengan persentase tertinggi yaitu Provinsi Yogyakarta (98,14%) dan

persentase terendah adalah Provinsi Papua (45,19%) (Badan Pusat Statistik,

2022). Untuk Provinsi Sumatera Barat persentase anak yang memiliki akte

kelahiran tahun 2021 sebesar 91,38% (Badan Pusat Statistik, 2022). Angka ini

belum sesuai dengan Ukuran dari Indikator Klaster 1 KLA yaitu Persentase anak

yang diregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran yaitu semua anak

(100%) (L. Rosalin et al., 2015).

Selain indikator Hak Identitas (akte kelahiran), klaster hak dasar dan

kebebasan juga diukur dengan indikator Forum Anak. Sebagai upaya lain untuk

menjamin keberlangsungan hak-hak anak, organisasi Forum Anak yang diatur

melalui Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Nomor 18 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Forum Anak. Organisasi Forum

Anak merupakan organisasi berjenjang dari mulai desa/kelurahan hingga ke

tingkat regional dan internasional (Alviana et al., 2021). Peningkatan peran Forum

Anak sebagai pelopor dan pelapor dalam upaya pemenuhan hak dan perlindungan

khusus anak, karena partisipasi anak merupakan bagian dari proses tumbuh

kembang anak. Anak yang aktif tumbuh kembang fisik dan mentalnya akan lebih

baik. Anak yang aktif memerlukan ruang kesempatan dan kondisi lingkungan,

sarana, dan prasarana yang mendukung. Untuk memenuhi hak partisipasi anak

pemerintah perlu mengembangkan dan meningkatkan wadah partisipasi anak


melalui Forum Anak (Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan

Anak, 2019).

Penelitian Almira & Paselle (2020) menunjukkan hasil bahwa

Implementasi program forum anak dalam rangka penanggulangan kenakalan anak

di Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda telah terlaksana dengan cukup baik.

Akan tetapi masih terkendala pada kurangnya pengetahuan orangtua tentang

forum anak, masih kurangnya partisipasi orangtua anak dan anak-anaknya untuk

menjadi pengelola program forum anak, dan keterbatasan anggaran/finansial yang

dimiliki Pemerintah Kecamatan Sungai Pinang untuk membina satuan tugas untuk

forum anak.

Begitu juga dengan penelitian Liwananda (2018) dengan judul Studi

Evaluasi Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) dalam Pemenuhan Klaster Hak Sipil

dan Kebebasan di Kota Semarang dengan hasil bahwa pemenuhan klaster hak

sipil dan kebebasan pelaksanaan kebijakan Kota Layak Anak di Kota Semarang

belum memenuhi target dikarenakan belum adanya penguatan bagi forum anak,

stagnansi penyediaan informasi yang layak anak, serta capaian penerbitan akta

kelahiran yang tidak mencapai target menjadi poin utama evaluasi dan kurangnya

sosialisasi ke masyarakat, kurangnya komunikasi antar organisasi pemerintah

daerah, kurangnya sumber daya yang dimiliki, serta regulasi yang menjadi

penghambat berjalannya kebijakan Kota Layak Anak Kota Semarang.

Kota Bukittinggi adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat yang

telah menginisiasi pengembangan KLA sejak tahun 2015 dan memperoleh

penilaian strata tingkat Pratama pada tahun 2015, 2017 dan 2018. Peraturan

Walikota Bukittinggi nomor 4 tahun 2015 tentang Perlindungan Perempuan dan


Anak merupakan dasar dari pelaksaan program pengembangan KLA di Kota

Bukittinggi. Kebijakan tersebut secara spesifik tertuang pada Bab X pasal 28 yang

menyatakan bahwa untuk mewujudkan pemenuhan hak anak secara terpadu dan

sistematis secara berkelanjutan dilakukan melalui kebijakan pengembangan KLA.

Pengembangan KLA di Kota Bukittinggi melibatkan banyak pihak baik dari

pemerintah, swasta maupun dunia usaha. Hal ini diatur dalam keputusan Walikota

Bukittinggi Nomor 188.45.149 tahun 2018 tentang Pembentukan Gugus Tugas

Kota Layak Anak Kota Bukittinggi tahun 2018-2021 (Darmayanti & Lipoeto,

2020).

Kota Bukittinggi masih memiliki beberapa permasalahan anak yang harus

diselesaikan dalam rangka mewujudkan KLA. Berdasarkan data dari Dinas

Kesehatan Kota Bukittinggi pada tahun 2018 menunjukkan bahwa cakupan kartu

Identitas anak Semester I tahun 2021 sebesar 50,81% dan cakupan anak (umur 0-

18 tahun) yang memiliki akte kelahiran Semester I tahun 2021 sebesar 95,07%

(Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Bukittinggi, 2022).

Kurangnya cakupan kartu Identitas dan anak cakupan anak (umur 0-18 tahun)

yang memiliki akte kelahiran dari jumlah data yang ada merupakan sebuah

masalah pemenuhan hak dasar anak terkait akte kelahiran.

Kartu Identitas Anak (KIA) dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016, adalah identitas resmi anak sebagai

bukti diri anak yang berusia kurang dari 17 tahun dan belum menikah yang

diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota.

Pemerintah menerbitkan KIA bertujuan untuk meningkatkan pendataan,


perlindungan dan pelayanan publik serta sebagai upaya memberikan perlindungan

dan pemenuhan hak konstitusional warga negara.

Indikator Klaster pertama KLA tidak hanya pada Persentase anak yang

diregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran atau KIA akan tetapi

fasilitas informasi layak anak, persentase Forum anak dan kegiatan peningkatan

kapasitas Forum Anak. Berdasarkan data yang diperoleh pada 19 April 2022 dari

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bukittinggi sebagai data awal diperoleh

bahwa forum anak di Kota Bukittinggi belum terlihat perannya sehingga indikator

kedua pada Klaster pertama KLA belum Optimal. Sedangkan pada data akses

informasi Anak, didapatkan keterangan bahwa terdapat 1 unit perpustakaan Kota

Bukittinggi dan 12 unit Taman Bacaan masyarakat binaan Perpustakaan Kota

Bukittinggi di 3 Kecamatan yang ada di kota Bukittinggi.

Indikator pada Klaster 1 KLA adalah hak paling mendasar dalam

memenuhi hak anak adalah anak mendapatkan hak sipil dan kebebasannya karena

ini salah satu hak yang harus dipenuhi oleh pemerintah dalam membantu orang

tua untuk memenuhi hak anak sejak baru dilahirkan dalam mendapatkan akta

kelahiran sebagai tanda bahwa anak tersebut tercatat di kewarganegaraan

Indonesia. Karena untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal yang

diatur oleh pemerintah dimana jaminan kesehatan untuk ibu hamil didapatkan

sebanyak 4 kali kunjungan dengan menggunakan jaminan Badan Penyelenggaaan

Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Syarat pengurusan kartu BPJS kesehatan anak

salah satunya adalah akte kelahiran anak. Selanjutnya, Indikator Klaster 1 KLA

adalah hak akses informasi yang layak dengan penyediaan fasilitas dan sarana

yang memadai karena anak-anak harus mendapatkan informasi yang layak


sewaktu masih kecil dengan pemerintah memfasilitasi sarana dan prasarana yang

memadai agar anak-anak mendapatkan informasi yang layak anak sesuai dengan

tumbuh kembangnya.

Berdasarkan telaah dokumen yang peneliti lakukan, Kota Bukittinggi telah

mendapatkan penghargaan KLA Tingkat Madya pada tahun 2019, yang mana

pada tahun 2018 mendapatkan penghargaan KLA tingkat Pratama. Kota

Bukittinggi meraih penghargaan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA)

tersertifikasi yaitu Taman SBY yang berlokasi di depan Taman Makam Pahlawan

Gulai Bancah yang merupakan salah satu pelaksanaan indikator Forum anak

(Yulman, 2019).

Penghargaan Kategori Madya yang Bukittinggi raih tak lepas dari peran

serta OPD (Organisasi Perangkat Daerah), Forum Anak, masyarakat, serta anak-

anak Kota Bukittinggi. Kategori tersebut merupakan penilaian seluruh Indikator

KLA yang dinilai klaster pertama yaitu Hak sipil dan kebebasan. Hak sipil dan

kebebasan merupakan hak paling mendasar yang harus dimiliki oleh anak dan

harus dipenuhi oleh Pemerintah yaitu hak atas identitas dengan memastikan

semua anak tercatat memiliki akta kelahiran sebagai bentuk kewarganegaraan

anak. Hak partisipasi anak yang sejatinya untuk melibatkan anak agar berperan

akitf dimaksudkan supaya anak dapat bertanggung jawab dan menikmati hasil

pembangunan melalui Forum Anak (Devi Ayu Rizki et al., 2016).

Berdasarkan uraian diatas, maka Penulis tertarik untuk meneliti mengenai

pelaksanaan program KLA di Kota Bukittinggi dengan focus kepada Kluster

pertama yaitu Hak Sipil dan kebebasan anak, karena apabila Hak sipil dan

kebebasan belum terpenuhi oleh pemerintah, maka indikator yang tertuang di


dalam klaster kedua Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Klaster

ketiga Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, Klaster keempat Pendidikan,

Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Seni Budaya, serta Klaster kelima

Perlindungan Khusus tidak akan terpenuhi. Maka dalam penelitian ini, Penulis

mengambil judul “Analisis Implementasi Klaster Pertama; Hak Sipil dan

Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi Tahun

2022”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana implementasi Klaster Pertama; Hak Sipil dan

Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi tahun 2022

dilihat dari faktor : Input, Proses dan Output.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi Klaster

Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di

Kota Bukittinggi tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Diketahuinya distribusi frekuensi pemenuhan hak anak klaster hak

sipil dan kebebasan (kepemilikan akte kelahiran, Fasilitas Informasi

Layak Anak dan terlembagnya Partisipasi anak) di Kota Bukittinggi

tahun 2022.
b. Diketahuinya faktor masukan (input) yang mencakup kebijakan,

sumber daya manusia, dana dan metode dalam implementasi Klaster

Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak

Di Kota Bukittinggi tahun 2022.

c. Diketahuinya proses pelaksanaan dari implementasi Klaster Pertama;

Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota

Bukittinggi tahun 2022 mencakup proses: perencanaan, Pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi.

d. Diketahuinya keluaran (output) yang mencakup pencapaian dari

implementasi Kota Layak Anak klaster Hak Sipil dan Kebebasan

dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Kota Bukittinggi

Diharapkan dapat menjadi sumber informasi, masukan dan

pertimbangan bagi pemerintah Kota Bukittinggi dalam penyusunan

rencana tindak lanjut dalam upaya pemenuhan hak anak di Kota

Bukittinggi.

2. Bagi Dinas P2APPKB Kota Bukittinggi

Diharapkan menjadi sumber informasi, masukan, bahan evaluasi

bagi Dinas P2APPKB Kota Bukittinggi dalam penyusunan rencana

program pengembangan Kota Layak Anak di Kota Bukittinggi.

3. Bagi Universitas Fort De Kock

Sebagai literasi bagi penelitian dan pengembangan keilmuan dalam

bidang kesehatan masyarakat.


4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan dalam

memperkuat hasil pada penelitian dan akan menjadi pengembangan untuk

penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis implementasi

Klaster Pertama; Hak Sipil Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota

Bukittinggi tahun 2022 yang telah dilaksanakan pada 14 Juli sampai 14

September 2022. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian Mixed Method Research. Subjek penelitian terdiri dari dua kelompok

yaitu 10 orang Informan (1 orang Koordinator dan 6 orang Anggota) dan

responden (anak usia 0-18 tahun) dengan pengambilan sampel secara

proportionate stratified random sampling pada setiap Kecamatan di Kota

Bukittinggi. Teknik analisa data dengan cara membuat transkrip data, mereduksi

data, penyajian data, menyimpulkan dan menafsirkan data dan teknik analisa data

menggunakan metode triangulasi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Implementasi

1. Definisi Implementasi

Secara bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia implementasi

berarti pelaksanaan, penerapan. Secara Umum, implementasi adalah tindakan

atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang telah disusun dengan matang,

cermat dan terperinci. Jadi, implementasi dilakukan jika sudah ada

perencanaan yang baik dan matang, atau sebuah rencana yang telah disusun

jauh jauh hari sebelumnya, sehingga sudah ada kepastian dan kejelasan akan

rencana tersebut. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk

melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap

sesuatu. Yaitu suatu kegiatan yang direncanakan serta dilaksanakan dengan

serius dan mengacu pada norma-norma tertentu untuk mencapai tujuan

kegiatan (Zakky, 2018).

Menurut Pasolong (2017), implementasi adalah proses

mentransformasikan suatu rencana ke dalam praktik. Implementasi diartikan

juga sebagai salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik, sering

bertentangan dengan yang diharapkan, bahkan menjadikan produk kebijakan

itu sebagai batu sandungan bagi pembuat kebijakan itu sendiri.

Implementasi menurut teori Jones: “Those Activities directed toward

putting a program into effect” yang berarti bahwa proses mewujudkan

program hingga memperlihatkan hasilnya. Grindle menyatakan implementasi


merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada

tingkat program tertentu” (Mulyadi, 2015).

Dari pengertian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

implementasi merupakan tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun

matang. Implementasi menitikberatkan pada sebuah pelaksanaan nyata dari

sebuah perencanaan.

2. Teori Mengenai Implementasi Kebijakan

Implementasi biasanya terkait dengan suatu kebijaksanaan yang

ditetapkan oleh suatu lembaga atau badan tertentu untuk mencapai satu tujuan

yang ditetapkan. Suatu kata kerja mengimplementasikan sudah sepantasnya

terkait dengan kata benda kebijaksanaan (Pramono, 2020). Implementasi

kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran

ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi

implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai

aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai

dengan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan itu sendiri.

Menurut Islamy (2000 dalam Pramono, 2020) “bahwa setiap

implementasi kebijakan selalu menghasilkan dampak tertentu pada kelompok

sasaran, bisa positif (intended) atau bisa juga negatif (unintended)”. Umumnya

hanya sedikit kebijakan negara yang setelah dirumuskan dapat

diimplementasikan dengan sendirinya (self-executing), sebagian besar justru

tidak dapat diimplementasikan (nonself-executing).


a. Impelementasi Kebijakan Top Down

Tampak bahwa sebagian besar implementasi kebijakan berada pada

model Top Down yang salah satunya dikemukakan oleh Van Meter dan

Horn (1978) yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut :

“policy implementation encompasses those by public and private

individuals (and grousp) that are directed at the achievement of goals and

objectives set forth in prior policy decisions.” Definisi tersebut

memberikan makna bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (dan kelompok)

pemerintah maupun swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan (Pramono, 2020).

b. Implementasi Kesehatan Bottom-up

Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model kebijakan dalam

perspektif Bottom Up adalah Adam Smith. Menurut Smith (1973) dalam

Islamy (2001), implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses

atau alur. Model Smith ini memandang proses implementasi kebijakan dari

proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik. Dengan

maksud kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk

mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai

kelompok sasaran. Menurut Smith implementasi kebijakan dipengaruhi

oleh empat variable, yaitu (Pramono, 2020):

1) Idealized policy: yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus

kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan

merangsang target group untuk melaksanakannya. Karena


kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka

diharapkan dapat menyesesuaikan pola- pola prilaku dengan

kebijakan yang telah dirumuskan.

2) Implementing organization: yaitu badan-badan pelaksana yang

bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.

3) Environmental factors: unsur-unsur di dalam lingkungan yang

mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya,

sosial, ekonomi dan politik (Pramono, 2020).

c. Implementasi Kebijakan Rational Choice

Jika dikaitkan pada teori pilihan rasional (rational choice theory)

dapat diterjemahkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu

keputusan atau tindakan tertentu yang dipilih setelah mempertimbangkan

untung runginya suatu kebijakan. Sejauh mana kebijakan yang akan

dimplementasikan tersebut akan menguntungkan dirinya (satu belah pihak

saja) atau sebaliknya akan merugikan. Dalam konteks teori semacam itu,

alternatif-alternatif lainnya tidak akan terealisasikan jika ternyata secara

rasional tidak menguntungkan. Implementasi kebijakan adalah suatu

keputusan atau tindakan tertentu yang dipilih setelah mempertimbangkan

untung runginya suatu kebijakan (Pramono, 2020).

d. Implementasi Kebijakan New Government

Pada model implementasi kebijakan new government ini, tidak

luput dari konsep Reinventing Government. Konsep ini menjelaskan

bahwa transformasi sitem dan organisasi pemerintah secara fundamental


guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektifitas, efisiensi, dan

kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai

dengan mengubah tujuan, pertanggung jawaban, struktur kekuasaan dan

budaya sistem dan organisasi pemerintahan (Pramono, 2020).

3. Fungsi Implementasi

Adapun fungsi Implementasi menurut Usman (2002), antara lain:

1. Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan

pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat berkerja secara efektif

dan efisien dalam pencapaian tujuan.

2. Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan.

3. Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.

4. Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak

dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat

menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan

produktifitas yang tinggi.

Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone dan

Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan

Wildavsky mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan aktivitas

yang saling menyesuaikan.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Dalam model implementasi George C. Edwards III mengajukan empat

variabel atau faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan,

yaitu (Pramono, 2020):


a. Komunikasi

Untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan, pelaksana

harus mengetahui betul apa yang harus dilakukannya berkaitan dengan

pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu, kelompok sasaran kebijakan

juga harus diinformasikan mengenai apa yang menjadi tujuan dan sasaran

kebijakan. Ini penting untuk menghindari adanya resistensi dari kelompok

sasaran (Pramono, 2020).

b. Sumber Daya

Keberhasilan implementasi kebijakan selain ditentukan oleh

kejelasan informasi, juga ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki oleh

implementor. Tanpa sumber daya yang memadai, tentu implementasi

kebijakan tidak akan berjalan secara optimal. Sumber daya sebagai

pendukung implementasi kebijakan dapat berwujud sumber daya manusia

yakni kompetensi implementator, dan sumber daya finansial (Pramono,

2020).

c. Disposisi

Disposisi yang dimaksud di sini adalah menyangkut watak dan

karakteristik oleh implementator, seperti; komitmen, kejujuran, sifat

demokrasi dsb. Disposisi yang dimiliki oleh implementor menjadi salah

satu variabel penting dalam implementasi kebijakan (Pramono, 2020).

d. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan struktur organisasi yang bertugas untuk

mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap imlementasi kebijakan. Untuk mendukung keberhasilan


implementasi kebijakan diperlukan sebuah prosedur oprasional yang

standar (Standard Oprational Procedures atau SOP). SOP diperlukan

sebagai pedoman operasional bagi setiap implementor kebijakan

(Pramono, 2020).

Keberhasilan implementasi menurut Merile S. Grindle dipengaruhi

oleh dua variabel besar, yakni:

a. Isi kebijakan (content of policy)

Variabel isi kebijakan ini mencangkup, antara lain:

1) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi

kebijakan;

2) Jenis manfaat yang diterima oleh target group, sebagai contoh,

masyarakat di wilayah slumareas lebih suka menerima program air

bersih atau perlistrikan daripada menerima program kredit sepeda

motor

3) Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan;

4) Apakah letak sebuah program sudah tepat.

b. Lingkungan implementasi (context of implementation)

Variabel lingkungan kebijakan mencakup, antara lain:

1) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki

oleh para actor yang terlibat dalam implementasi kebijakan;

2) Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa;

3) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran (Winarno,

2002).
B. Konsep Kota Layak Anak

1. Pengertian KLA

Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Anak

merupakan seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun termasuk

anak yang masih dalam kandungan.

Kota Layak Anak menurut UNICEF adalah kota yang memberikan

jaminan kepada setiap anak mengenai perlindungan haknya sebagai warga

kota, hak untuk mempengaruhi keputusan mengenai kotanya, hak berekspresi,

hak untuk dapat berperan dalam lingkungan hidup bermasyarakat, hak untuk

mendapatkan pelayanan dasar dibidang pendidikan dan kesehatan, hak

mendapatkan air bersih dan akes terhadap sanitasi, hak terlindungi dari

eksploitasi dan kekejaman, hak untuk bermain dengan temannya, hak untuk

hidup dilingkungan bebas polusi, dan hak untuk mendapatkan akses setiap

pelayanan dasar tanpa membedakan suku, bangsa agama, kekayaan, gender

ataupun status penyandang disabilitas (Patilima, 2017).

Kabupaten/Kota Layak Anak yang selanjutnya disingkat KLA dalam

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak

Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota

Layak Anak adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan

berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya

pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh

dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin

terpenuhinya hak anak.


Kevin Lynch, artistik dari Massachusetts Intitute of Technology

menemukan bahwa lingkungan kota yang terbaik untuk anak adalah yang

mempunyai: komuniti yang kuat secara fisik dan sosial, komuniti yang

mempunyai aturan jelas dan tegas, adanya pemberian kesempatan pada anak,

dan fasilitas pendidikan yang memberikan kesempatan anak untuk

mempelajari dan menyelidiki lingkungan dan dunia mereka (KLA, 2017).

2. Kebijakan KLA

Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan KLA adalah

sistem pembangunan satu wilayah administrasi yang mengintegrasikan

komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang

terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan

pemenuhan hak anak.

Untuk mempercepat terwujudnya KLA di seluruh Indonesia,

Kementerian Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menerbitkan

empat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak. Empat peraturan dimaksud adalah :

a. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan

Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.

b. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator

Kabupaten/Kota Layak Anak.


c. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Panduan

Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.

d. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Panduan

Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak.

3. Tujuan Kebijakan KLA

Tujuan dari kebijakan KLA adalah:

a. Meningkatkan komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di

Kabupaten/Kota dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli

terhadap anak, kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak;

b. Mengintegrasikan potensi sumber daya manusia, keuangan, sarana,

prasarana, metode dan teknologi yang pada pemerintah, masyarakat

serta dunia usaha di Kabupaten/kota dalam mewujudkan hak anak;

c. Mengimplementasikan kebijakan perlindungan anak melalui

perumusan strategi dan perencanaan pembangunan kabupaten/kota

secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator KLA;

dan

d. Memperkuat peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam

mewujudkan pembangunan di bidang perlindungan anak.


4. Ruang Lingkup KLA

Ruang lingkup KLA berdasarkan Peraturan Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia,

tersebut adalah:

a. Pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan,

infrastruktur, lingkungan hidup dan pariwisata, baik secara langsung

maupun tidak langsung berhubungan dengan implementasi hak anak

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak; dan

b. Aspek pembiayaan, ketenagaan, pengawasan, penilaian,

pengembangan dan keterwakilan aspirasi dan kepentingan anak dalam

pengambilan keputusan pembangunan kabupaten/kota.

5. Kebijakan Pengembangan KLA

Kebijakan Pengembangan KLA merupakan acuan untuk mewujudkan

KLA yang terdiri atas:

a. konsep KLA

b. hak anak

c. pendekatan pengembangan KLA.

Pengembangan KLA mengacu pada Indikator KLA yang ditetapkan

lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak.

6. Prinsip Pengembangan KLA

Kebijakan Pengembangan KLA dilaksanakan berdasarkan prinsip-

prinsip yang meliputi:


a. tata pemerintahan yang baik, yaitu transparansi, akuntabilitas,

partisipasi, keterbukaan informasi, dan supremasi hukum;

b. non-diskriminasi, yaitu tidak membedakan suku, ras, agama, jenis

kelamin, bahasa, paham politik, asal kebangsaan, status ekonomi,

kondisi fisik maupun psikis anak, atau faktor lainnya;

c. kepentingan terbaik bagi anak, yaitu menjadikan hal yang paling baik

bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap kebijakan,

program, dan kegiatan;

d. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, yaitu

menjamin hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan

anak semaksimal mungkin; dan

e. penghargaan terhadap pandangan anak, yaitu mengakui dan

memastikan bahwa setiap anak yang memiliki kemampuan untuk

menyampaikan pendapatnya, diberikan kesempatan untuk

mengekspresikan pandangannya secara bebas terhadap segala sesuatu

hal yang mempengaruhi dirinya.

Kebijakan Pengembangan KLA diarahkan pada pemenuhan hak anak,

meliputi:

a. hak sipil dan kebebasan;

b. lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif;

c. kesehatan dasar dan kesejahteraan;

d. pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya; dan

e. perlindungan khusus.
7. Strategi Pengembangan KLA

Strategi Pengembangan KLA di tingkat nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota berupa pengintegrasian hak anak dalam:

a. setiap proses penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan

pembangunan;

b. setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.

8. Pendekatan Pengembangan KLA

Pendekatan Pengembangan KLA dalam Peraturan Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota

Layak Anak dilakukan dengan 3 (tiga) pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan bottom-up

Pengembangan KLA dapat dimulai dari inisiatif individu/keluarga

untuk kemudian dikembangkan di tingkat RT/RW yang layak bagi anak.

Inisiatif masyarakat dalam sebuah wilayah RT/RW tersebut dapat

dikembangkan ke RT/RW lainnya yang akhirnya menjadi sebuah gerakan

masyarakat sebuah desa/kelurahan untuk mewujudkan “Desa/Kelurahan

Layak Anak”. Dari gerakan-gerakan masyarakat desa/kelurahan inilah

dapat mendorong terwujudnya sebuah “Kecamatan Layak Anak”.

Akhirnya, kumpulan dari kecamatan-kecamatan layak anak tersebut dapat

menjadi inisiatif kabupaten/kota yang bersangkutan untuk merealisasikan

“Kabupaten/Kota Layak Anak”.


b. Pendekatan top-down

Pendekatan top-down dimulai dari pemerintah di tingkat nasional

dengan melakukan fasilitasi, sosialisasi, advokasi atau dapat berupa

pembentukan “sample” di beberapa provinsi atau di seluruh provinsi.

Selanjutnya provinsi-provinsi tersebut memberikan fasilitasi dan

sosialisasi atau dapat pula memilih “sample” di beberapa kabupaten/kota

atau di seluruh kabupaten/kota untuk merealisasikan pengembangan KLA,

sehingga inisiatif pengembangan KLA akan terealisasi di tingkat

kabupaten/kota.

c. Pendekatan Kombinasi

Pendekatan kombinasi antara pendekatan bottom-up dan top-down

merupakan pendekatan ideal dalam mempercepat terwujudnya KLA di

kabupaten/kota. Gerakan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang

layak bagi anak yang dimulai dari tingkat keluarga, atau RT/RW, atau di

tingkat desa/kelurahan atau di tingkat kecamatan akan menjadi sangat

ideal jika dikombinasikan dengan komitmen yang kuat dari Pemerintahan

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Selain itu, setiap daerah juga dapat

berinisiatif untuk menyiapkan pengembangan KLA di daerahnya.

9. Tahap Pengembangan KLA

Untuk mengefektifkan segala upaya untuk mewujudkan KLA,

maka pendekatan KLA yang dilakukan di atas perlu memperhatikan

tahapan pengembangan KLA yang meliputi:


a. Persiapan, meliputi:

1) Peningkatan komitmen pemerintah daerah diwujudkan dengan

pelaksanaan kebijakan maupun implementasi daerah.

2) Pembentukan Gugus Tugas KLA dan Tim teknis KLA.

Gugus Tugas dengan keanggotaan terdiri atas:

a) Perangkat Daerah

b) Perwakilan Anak

c) Lembaga legislative

d) Lembaga yudikatif

e) Dunia usaha

f) Tokoh agama/masyarakat/penghayat kepercayaan

g) Masyarakat

Tim teknis KLA dibentuk oleh pemerintah daerah yaitu

pelaksana dari aparatur sipil negara yang mendapat tugas dari

perangkat daerah untuk mengadvokasi dan melaksanakan

fungsi Gugus Tugas KLA dalam pencapaian indikator KLA.

3) Pengumpulan data dasar, meliputi:

a) Mengembangkan kebijakan

b) Menyususn focus program

c) Menyusun kegiatan prioritas

b. Perencanaan, meliputi penyusunan rencana Aksi Daerah (RAD) yang

harus berintegrasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan

Rencana Kerja Pemerintah Daerah dengan upaya penguatan lembaga


dan pemenuhan Hak anak yang harus mempertimbangkan pendapat

dan pandangan anak yang diperoleh melalui konsultasi dalam Forum

Anak Kota.

c. Pelaksanaan, dilakukan berjenjang pada tingkatan wilayah kota,

kecamatan, dan kelurahan secara koordinasi dengan Gugus Tugas

KLA dalam mewujudkan KLA.

d. Monitoring dan Evaluasi, dimana untuk monitoring dilakukan paling

sedikit 3 (tiga) bulan sekali dan evaluasi dilaksanakan minimal 1 (satu)

tahun sekali secara berjenjang mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan

dan kota yang dilakukan oleh Gugus Tugas KLA.

e. Pelaporan KLA disampaikan kepada Walikota, Gubernur dengan

tembusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak dan Menteri Dalam Negeri.

Skema 2.1
Tahap Pengembangan KLA

Sumber: (L. N. Rosalin, 2018)


10. Pendanaan Pengembangan KLA

Pendanaan Pengembangan KLA dapat berasal dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi

c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

d. Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.

11. Kelembagaan Pengembangan KLA

Untuk mengefektifkan pengembangan KLA, dibentuk Gugus Tugas

dan tim teknis. Gugus Tugas adalah lembaga koordinatif yang beranggotakan

wakil dari unsur eksekutif, dan yudikatif yang membidangi anak, perguruan

tinggi, organisasi non pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha,

orang tua dan anak.

Gugus Tugas KLA bertugas untuk :

a. mengkoordinasikan pelaksanaan Kebijakan KLA;

b. melakukan sosialisasi kebijakan layak anak,

c. melakukan advokasi kepada anak

d. mengumpulkan data dasar;

e. melakukan analisis kebutuhan berdasarkan analisa data dasar;

f. menyusun prioritas program untuk mewujudkan KLA;

g. menyiapkan naskah akademis Peraturan Daerah tentang perlindungan

anak;

h. menyiapkan draft rancangan peraturan daerah tentang perlindungan

anak; dan
i. melakukan evaluasi, monitoring, pelaporan KLA;

Tugas tim teknis kabupaten layak anak adalah:

a. mempersiapkan bahan penyusunan kebijakan kabupaten layak anak

sesuai kewenangannya.

b. melaksanakan kegiatan layak anak sesuai tugas pokok dan fungsinya.

c. memberikan laporan kegiatan kepada Bupati melalui Kepala SKPD

yang memiliki kewenangan di bidang Perlindungan Anak.

12. Indikator KLA

Indikator KLA dibuat dalam rangka untuk mengukur kabupaten/kota

menjadi layak anak terdiri dari 31 (tiga puluh satu) Indikator Pemenuhan Hak

Anak” yang juga merupakan “Indikator KLA‟. Indikator KLA dikembangkan

mengacu pada Konvensi Hak Anak (KHA) dan peraturan perundang-

undangan terkait anak. yang dikelompokkan menjadi 6 bagian, yaitu:

a. Bagian penguatan kelembagaan, yang meliputi:

1) Adanya peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk

pemenuhan hak anak.

2) Persentase anggaran untuk pemenuhan hak anak, termasuk

anggaran untuk penguatan kelembagaan.

3) Jumlah peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan

kegiatan yang mendapatkan masukan dari Forum Anak dan

kelompok anak lainnya.

4) Tersedia sumber daya manusia (SDM) terlatih KHA dan mampu

menerapkan hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan


5) Tersedia data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur, dan

kecamatan.

6) Keterlibatan lembaga masyarakat dalam pemenuhan hak anak.

7) Keterlibatan dunia usaha dalam pemenuhan hak anak.

b. 5 (lima) klaster hak anak, yang meliputi:

1) Klaster hak sipil dan kebebasan.

1. Persentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan Kutipan

Akta Kelahiran;

2. Tersedia fasilitas informasi layak anak; dan

3. Jumlah kelompok anak, termasuk Forum Anak, yang ada di

kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.

2) Klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternative.

a) Persentase usia perkawinan pertama di bawah 18 tahun;

b) Tersedia lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang

pengasuhan dan perawatan anak; dan

c) Tersedia lembaga kesejahteraan sosial anak.

3) Klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan.

a) Angka Kematian Bayi;

b) Prevalensi kekurangan gizi pada balita;

c) Persentase Air Susu Ibu (ASI) eksklusif;

d) Jumlah Pojok ASI;

e) Persentase imunisasi dasar lengkap;

f) Jumlah lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan

reproduksi dan mental;


g) Jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses

peningkatan kesejahteraan;

h) Persentase rumah tangga dengan akses air bersih; dan

i) Tersedia kawasan tanpa rokok.

4) Klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan

budaya.

a) Angka partisipasi pendidikan anak usia dini;

b) Persentase wajib belajar pendidikan 12 (dua belas) tahun;

c) Persentase sekolah ramah anak;

d) Jumlah sekolah yang memiliki program, sarana dan prasarana

perjalanan anak ke dan dari sekolah; dan

e) Tersedia fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang

ramah anak, di luar sekolah, yang dapat diakses semua anak.

5) Klaster perlindungan khusus.

a. Persentase anak yang memerlukan perlindungan khusus dan

memperoleh pelayanan;

b. Persentase kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang

diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif

(restorative justice);

c. Adanya mekanisme penanggulangan bencana yang

memperhatikan kepentingan anak; dan

d. Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk-bentuk

pekerjaan terburuk anak.


C. Konsep Klaster I Hak Sipil dan Kebebasan

1. Hak Sipil dan Kebebasan Anak

Hak sipil adalah hak kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai

hakikat dari keberadaan seorang manusia Arti kata sipil adalah kelas yang

melindungi hak-hak kebebasan individu dari pelanggaran yang tidak beralasan

oleh pemerintah dan organisasi swasta, dan memastikan kemampuan

seseorang untuk berpartisipasi dalam kehidupan sipil dan politik negara tanpa

diskriminasi atau penindasan (Faricha, 2013).

Hak-hak sipil yang ada di setiap negara dijamin secara konstitusional.

Hak-hak sipil bervariasi di setiap negara karena perbedaan dalam demokrasi,

namun adalah mungkin untuk menunjukkan beberapa hak-hak sipil yang

sebagian besar tetap umum. Beberapa hak-hak sipil universal dikenal

seseorang adalah kebebasan berbicara, berpikir dan berekspresi, agama serta

pengadilan yang adil dan tidak memihak (Faricha, 2013).

Hak-hak sipil dianggap sebagai hak-hak alami. Thomas

Jefferson menulis bahwa orang bebas untuk mengklaim hak-hak mereka

sebagai berasal dari hukum alam, dan bukan sebagai karunia hakim utama

mereka. Lebih rincinya, yang termasuk hak-hak sipil (kebebasan-kebebasan

fundamental) yang meliputi (Faricha, 2013):

a. hak hidup;

b. hak bebas dari siksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam,

tidak manusiawi, atau merendahkan martabat;

c. hak bebas dari perbudakan;


d. hak bebas dari penangkapan atau penahanan secara sewenang-wenang;

e. hak memilih tempat tinggalnya, untuk meninggalkan negara manapun

termasuk negara sendiri.

f. hak persamaan di depan peradilan dan badan peradilan;

g. hak atas praduga tak bersalah;

h. hak kebebasan berpikir;

i. hak berkeyakinan (consciense) dan beragama;

j. hak untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak lain;

k. hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat;

l. hak atas perkawinan/membentuk keluarga;

m. hak anak atas perlindungan yang dibutuhkan oleh statusnya sebagai

anak dibawah umur, keharusan segera didaftarkannya setiap anak

setelah lahir dan keharusan mempunyai nama, dan hak anak atas

kewarganegaraan;

n. hak persamaan kedudukan semua orang di depan hukum.

o. hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi

Hak sipil dan kebebasan bagi anak adalah bagian dari hak anak yang

meliputi hak untuk memperoleh identitas nama dan kewarganegaraan,

mempertahankan identitas, kebebasan berekspresi, kebebasan berpikir,

beragama dan berhati nurani, kebebasan berorganisasi, perlindungan atas

kehidupan pribadi, memperoleh informasi yang memadai dan perlindungan

dari penyiksaan atau penghukuman yang tidak manusiawi (Anonim, 2016).

Hak sipil dan kebebasan anak terdiri dari beberapa hak yang diatur

dalam pasal-pasal terpisah, yakni (Anonim, 2016):


a. Hak Sipil

1) Nama dan Kewarganegaraan

Nama dan kewarganegaraan menunjukkan identitas yang

dimiliki setiap orang dan statusnya sebagai warga dari suatu negara

yang akan menjamin pemenuhan hak-haknya. Dari sisi negara, hak

tersebut merupakan kewajiban bagi negara untuk memenuhinya dan

menjadi bukti pengakuan hukum dari negara terhadap warganya.

2) Mempertahankan Identitas

Seorang anak berhak untuk mempertahankan identitasnya dan

negara menghormati hak warganya dalam mempertahankan

identitasnya tersebut, termasuk kaitannya dengan hubungan keluarga.

Apabila ada pihak-pihak yang hendak melakukan perampasan atau

pemalsuan identitas seorang anak, maka negara akan memberi bantuan

dan perlindungan yang layak dengan tujuan menetapkan kembali

dengan cepat jati dirinya. Hal ini sebagai langkah awal bagi anak

dalam mengembangkan jati dirinya untuk tumbuh kembang secara

wajar.

Implementasi dari kedua hak tersebut diwujudkan dalam bentuk

pemberian akte kelahiran dan pencatatan yang harus dilakukan untuk

diregistrasi oleh negara dalam catatan sipil kependudukan seorang anak

sebagai salah satu warga negaranya. Pencatatan kelahiran sendiri

memiliki empat azas, yakni:


1) Azas universal, berarti pencatatan kelahiran harus diselenggarakan

atau menjangkau seluruh wilayah kedaulatan negara dan semua

penduduk bagi semua peristiwa penting

2) Azas permanen, berarti pelaksanaan pencatatan kelahiran harus

diselenggarakan dengan sebuah sistem yang permanen. Institusi

yang menyelenggarakan harus bersifat permanen untuk menjamin

kontinyuitas pelayanan.

3) Azas wajib, berarti pemerintah wajib menyelenggarakan

pencatatan kelahiran, dan penduduk atas perintah hukum wajib

melaporkan setiap peristiwa kelahiran pada jangka waktu tertentu.

Atas keterlambatan pelaporan tersebut dikenakan sanksi

4) Azas kontinyu atau berkelanjutan berarti pencatatan kelahiran

harus dilakukan tanpa jeda waktu sejak sistem diberlakukan. Dari

operasional sistem yang berkelanjutan ini akan dihasilkan data

peristiwa penting yang lengkap, akurat dan mutakhir (Anonim,

2016).

b. Hak Kebebasan

1) Kebebasan Berpendapat, di mana setiap warga negara termasuk

anak memiliki hak yang sama untuk menyatakan pendapatnya.

2) Kebebasan Berpikir, Berkesadaran (Berhati Nurani) dan Beragama,

dimana sebuah negara atau pemerintahan yang maju yang

menghargai pluralitas warganya dan tidak diskriminatif.

3) Kebebasan Berserikat dan berkumpul secara damai, dimana

terbukanya proses sosial yang demokratis sejak dini bagi


reproduksi kepemimpinan bangsa dan masyarakat, karena

kebebasan berorganisasi tersebut bisa melahirkan calon-calon

pemimpin bangsa yang mempunyai basis pengalaman

berorganisasi yang baik dan bukan berdasarkan pada basis

keturunan.

4) Perlindungan Terhadap Kehidupan Pribadi (Privasi), dimana setiap

warga negara berhak mendapatkan perlindungan dari negara atau

pemerintah atas kehidupan pribadi atau privasinya sehingga bisa

terhindar dari segala bentuk pemaksaan dan diskriminasi yang

dalam jangka panjang bisa menumbuhkan kepercayaan diri anak.

5) Akses kepada Informasi yang Layak, dimana negara menjamin

akses informasi kepada warga negara juga memberikan

perlindungan khususnya kepada kelompok anak dari informasi-

informasi yang berdampak negatif pada anak.

6) Perlindungan dari Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman

yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat,

dimana mendorong peningkatan perhatian dan kepekaan

pemerintah terhadap hak anak-anak yang berhadapan dengan

hukum sejak awal proses penangkapan anak sebagai tersangka

pelaku tindak pidana hingga selama anak menjalani proses

hukuman terhadap hak anak pelaku tindak criminal.


2. Arti Penting Hak Sipil Dan Kebebasan

a. Hak Sipil

1) Bagi negara atau pemerintah

Arti penting dari hak sipil tersebut yang terdapat dalam akte

kelahiran adalah sebagai berikut :

a) Menjadi bukti bahwa negara mengakui atas identitas seseorang

yang menjadi warganya

b) Sebagai alat dan data dasar bagi pemerintah untuk menyusun

anggaran nasional dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial

dan perlindungan anak.

2) Bagi anak

Arti penting kepemilikan akte kelahiran bagi anak, adalah

sebagai berikut :

a) Merupakan bukti awal kewarganegaraan dan identitas diri

pertama yang dimiliki anak.

b) Menjadi bukti yang sangat kuat bagi anak untuk mendapatkan

hak waris dari orangtuanya

c) Mencegah pemalsuan umur, perkawinan di bawah umur, tindak

kekerasan terhadap anak, perdagangan anak, adopsi ilegal dan

eksploitasi seksual

d) Anak secara yuridis berhak untuk mendapatkan perlindungan,

kesehatan, pendidikan, pemukiman, dan hak-hak lainnya

sebagai warga negara.


3) Bagi masyarakat

Arti penting hak anak yang terdapat dalam kepemilikan

akte kelahiran adalah sebagai berikut :

a) Alat pembuktian status perdata seseorang dan menunjukkan

hubungan hukum antara anak dengan orangtuanya

b) Mempermudah dalam mengurus hal-hal yang sifatnya

administratif, seperti syarat pendaftaran sekolah, mencari

pekerjaan setelah dewasa, menikah dan lain-lain

c) Terwujudnya tertib sosial yang menyangkut kejelasan identitas

setiap warga masyarakat.

b. Hak Kebebasan

1) Hak anak untuk menyatakan pendapat.

a) Bagi Negara dan Pemerintahan adalah sebagai elemen penting

bagi terwujudnya negara dan pemerintahan yang demokratis

b) Bagi anak adalah sebagai berikut :

(1) merupakan perwujudan dari hak anak untuk berpartisipasi

dalam pengambilan keputusan yang menyangkut diri

mereka

(2) meningkatkan harga diri dan percaya diri anak

(3) mengembangkan bakat dan ketrampilan

(4) memperbesar akses pada berbagai peluang

c) Bagi masyarakat adalah pandangan dari orang dewasa tentang

berbagai macam hal termasuk masalah anak tidak selamanya


benar. Pandangan anak dapat menjadi pandangan alternatif

untuk dipertimbangkan.

2) Hak kebebasan berpikir, berkesadaran (berhati nurani, dan

beragama.

d. Bagi negara atau pemerintah adalah memudahkan terwujudnya

sebuah negara atau pemerintahan yang maju yang menghargai

pluralitas warganya dan tidak diskriminatif.

e. Bagi anak adalah agar anak dapat mengembangkan kecerdasan

jamak (logika matematika, linguistik verbal, body kinestetik,

visual spasial, naturalis, interpersonal, intrapersonal,

kecerdasan musikal dan kecerdasan spiritual).

f. Bagi masyarakat, adalah menciptakan masyarakat yang kreatif,

toleran dan saling menghargai terhadap berbagai perbedaan

yang dimiliki warganya, serta tidak ada dominasi satu

kelompok terhadap kelompok lainnya.

3) Hak kebebasan berorganisasi atau berserikat dan berkumpul secara

damai.

a) Bagi negara atau pemerintah serta masyarakat adalah

terbukanya proses sosial yang demokratis sejak dini karena

kebebasan berorganisasi tersebut bisa melahirkan calon-calon

pemimpin bangsa yang mempunyai basis pengalaman

berorganisasi yang baik dan bukan berdasarkan pada basis

keturunan.
b) Bagi anak adalah untuk mengenal, memahami dan melatih

bagaimana cara berorganisasi sejak dini, melatih

kepemimpinan anak dan melatih anak dalam bermasyarakat.

4) Hak perlindungan terhadap kehidupan pribadi (privasi).

a) Bagi negara atau pemerintah adalah negara atau pemerintah

akan dipandang mampu melindungi warganya, khususnya

kelompok anak dari campur tangan pihak-pihak lain yang bisa

merugikan kepentingan anak.

b) Bagi anak adalah terjaganya kehidupan pribadi atau privasinya

sehingga bisa terhindar dari segala bentuk pemaksaan dan

diskriminasi yang dalam jangka panjang bisa menumbuhkan

kepercayaan diri anak.

c) Bagi masyarakat, arti pentingnya adalah adanya instrumen

sosial dan hukum yang membuat warganya merasa lebih

tenteram dan bebas dari ancaman terhadap kehidupan

pribadinya.

5) Hak akses kepada informasi yang layak.

a) Bagi negara atau pemerintah, selain menjadi dasar bagi

perlunya disusun instrumen peraturan atau kelembagaan yang

bisa menjamin akses informasi kepada warga negara juga

memberikan perlindungan khususnya kepada kelompok anak

dari informasi-informasi yang berdampak negatif pada anak.


b) Bagi anak adalah menambah pengetahuan umum, memperluas

wawasan dan juga terhindar dari dampak negatif yang bisa

ditimbulkan dari keterbukaan informasi.

c) Bagi masyarakat, keterbukaan akses tersebut selain di satu sisi

akan mempercepat kemajuan suatu masyarakat tapi di sisi lain

juga menumbuhkan kekawatiran akan dampak negatif,

sehingga mendorong ditumbuhkan dan diperkuatnya kembali

norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dapat membendung

dampak negatif keterbukaan informasi.

6) Hak perlindungan dari penyiksaan dan penghukuman lain yang

kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.

a) Bagi negara atau pemerintah adalah bisa mendorong

peningkatan perhatian dan kepekaan pemerintah terhadap hak

anak-anak yang berhadapan dengan hukum sejak awal proses

penangkapan anak sebagai tersangka pelaku tindak pidana

hingga selama anak menjalani proses hukuman. Dengan

penyediaan fasilitas rumah tahanan dan lembaga

pemasyarakatan membuka peluang terjadinya pelanggaran

terhadap hak anak pelaku tindak kriminal.

b) Bagi anak adalah supaya anak tidak terhambat proses tumbuh

kembangnya serta supaya hak-hak dasar lainnya tetap terjamin

meskipun anak dalam proses hukum.

c) Bagi masyarakat sendiri, pola-pola penghukuman terhadap

anak yang melakukan kesalahan yang terjadi di masyarakat,


seperti yang terdapat dalam keluarga atau sekolah bisa

diarahkan pada hukuman-hukuman yang sifatnya mendidik dan

bukan menyiksa anak.

3. Klaster 1 Hak Sipil dan Kebebasan

Indikator KLA untuk klaster 1 dalam hak sipil dan kebebasan

dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, meliputi:

a. Persentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akta

Kelahiran.

Pemberian Kutipan Akta Kelahiran anak (0-18 tahun) dilakukan

secara bebas bea yaitu mulai dari saat pelaporan hingga diberikannya

Kutipan Akta Kelahiran. Tidak diperkenankan pembayaran sekecil apapun

mulai dari pengambilan formulir, pengisian, pencatatan dalam buku

register hingga diberikannya Kutipan Akta Kelahiran tersebut ke tangan

yang berhak. Jumlah anak usia 0-18 tahun yang dimaksud adalah jumlah

dari seluruh anak yang baru lahir hingga anak berusia 18 tahun, termasuk

anak yang berkebutuhan khusus (ABK) dan anak dari kelompok rentan

administrasi kependudukan lainnya.

Upaya nyata yang dilakukan antara lain: sosialisasi baik kepada

warga maupun aparat pemerintahan daerah; koordinasi dengan berbagai

organisasi/lembaga kemasyarakatan dalam berbagai bentuk dan profesi;

adanya layanan bagi anak terlantar, panti atau dari kelompok rentan
administrasi kependudukan lainnya; mendekatkan layanan hingga

menjangkau setiap kelurahan/desa; kerja sama dengan komunitas warga.

b. Tersedia fasilitas informasi layak anak.

Fasilitas dapat berupa pojok baca, taman cerdas, perpustakaan,

layanan informasi daerah, dan sebagainya, yang menyediakan informasi

sesuai kebutuhan dan usia anak, termasuk informasi penanggulangan

bencana yang memenuhi kriteria layak anak, yaitu bebas pelanggaran hak

anak/bahan berbahaya misalnya: kekerasan, diskriminasi, rasialisme,

ancaman, kevulgaran, kecabulan, atau ekspose data/diri pribadi anak.

Bahan informasi yang disediakan sudah diperiksa dan ada pemantauan

rutin. Akses diperoleh tanpa mengeluarkan biaya/bebas bea untuk setiap

pelayanan reguler seperti kartu anggota atau langganan

penggunaan/peminjaman; penyebaran lokasi merata menjangkau setiap

pelosok; sudah memperhatikan kebutuhan anak, termasuk Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK) dan anak dari kelompok rentan lainnya

seperti kelompok miskin, minoritas, korban bencana, atau terasing.

Sumber informasi layak anak dikelompokkan ke dalam enam

kategori yaitu:

1) Penyiaran, merupakan ketersediaan Radio dan Televisi (baik

internasional, nasional ataupun lokal) dan menjangkau seluruh

wilayah masyarakat.

2) Buku, adalah buku yang disediakan melalui perpustakaan,

perpustakaan keliling atau taman/pojok baca layak anak.


3) Terbitan Berkala, yang bersifat publik (diperjualbelikan secara

bebas), maka yang didata hanya yang tersedia dalam bentuk akses

gratis publik dengan media tertentu (papan/dinding surat kabar

reguler, pusat dokumentasi terbitan dan sejenisnya yang memang

disediakan untuk publik).

4) Internet, Baik dalam bentuk web, internet, layanan informasi

publik, dan sebagainya. Pendataan hanya dilakukan bagi layanan

internet gratis yang disediakan pemerintah daerah (melalui SKPD

atau unit), baik melalui unit dampingan (misalnya pada PAUD atau

BKB/BKR dan sejenisnya) atau pada lokasi kantor lembaga publik,

yang menyediakan layanan kepada anak (atau setidaknya

memberikan alokasi waktu tertentu bagi anak) dengan melakukan

pemantauan terhadap informasi yang layak anak yang bisa dibuka

melalui layanan internet tersebut.

5) Video, Dalam berbagai bentuk dan jenisnya seperti VHS, Beta,

VCD, DVD, Blue-ray dan media penyimpanan audio-video lainnya.

Yang didata adalah jumlah lembaga yang menyediakan layanan

pemutaran/peminjaman multimedia

6) Bahan Lainnya, Permainan elektronik, edutainment dan interaktif

seperti pada taman cerdas, taman teknologi, museum, laboratorium

publik, pusat budaya, pusat informasi dan sebagainya.


c. Jumlah kelompok anak, termasuk Forum Anak, yang ada di

kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.

Kelompok anak adalah perkumpulan yang beranggotakan anak atas

inisiatif dan dikelola oleh anak itu sendiri, untuk mengembangkan bakat,

minat dan kemampuan. Kelompok anak bisa beragam bentuk, yang pada

khususnya merupakan wadah kegiatan atau partisipasi.

Yang dimaksudkan dengan Forum Anak adalah wadah partisipasi

anak di tingkat kabupaten/kota, yang berperan memberikan masukan

dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

kebijakan, program dan kegiatan pemenuhan hak anak. Keanggotaan

Forum Anak terdiri dari perwakilan anak-anak dari tingkat kecamatan

yang mewakili semua kelompok anak, berdasarkan minat, bakat dan/atau

kemampuan, laki-laki dan perempuan, tanpa diskriminasi, termasuk anak

berkebutuhan khusus, anak minoritas dan adat.

D. Kerangka Teori

Berdasarkan teori sebelumnya, kerangka teori yang dipakai mengacu

pada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan

Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator

Kabupaten/Kota Layak Anak, maka kerangka pikir berasal dari tahap

pengembangan KLA dan dapat dilihat dalam skema 2.2 berikut.


Skema 2.2
Kerangka Teori
KOTA LAYAK ANAK (KLA)

Klaster 1 Tahap pengembangan KLA


Hak Sipil dan Kebebasan Persentase anak yang teregistrasi
dan mendapatkan Kutipan Akta
Persiapan:
Kelahiran; 1. Kebijakan
Klaster 2 2. SDM
Lingkungan Keluarga dan Tersedia fasilitas informasi layak 3. Dana
Pengasuhan Alternatif anak; 4. Sarana Prasarana

Klaster 3 Jumlah kelompok anak, termasuk Perencanaan


Kesehatan Dasar dan Forum Anak, yang ada di
Kesejahteraan kabupaten/kota, kecamatan dan Pelaksanaan
desa/kelurahan.
Klaster 4
Pendidikan, Pemanfaatan Monitoring dan
Waktu Luang dan Kegiatan Evaluasi
Budaya INPUT
Pelaporan
Klaster 5 PROSES
Perlindungan Khusus
OUTPUT

Sumber : Modifikasi Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan


Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Alur Pikir

Dari kerangka pikir diatas, alur pikir yang digunakan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Input: Proses: Output:


- Kebijakan - Perencanaan Pelaporan capaian
- SDM - Pelaksanaan KLA Kota
- Dana - Monitoring& Bukittinggi Tahun
- Sarana Evaluasi 2022
Prasarana

Pelaksanaan Indikator Klaster 1


pada anak usia 0-18
\ Tahun di
Kota Bukittinggi Tahun 2022

1. Kepemilikan akte kelahiran


2. Tersedianya Fasilitas Informasi Layak Anak
(ILA)
3. Terlembaganya Partisipasi Anak

Pemenuhan hak anak dalam Klaster I Hak sipil dan kebebasan

Skema 3.1
Alur Pikir
B. Defenisi Istilah Penelitian

Defenisi istilah digunakan untuk memperjelas kerangka pikir yang akan

diteliti. Dibawah ini ada beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian

diantaranya:

1. Input

Input adalah elemen-elemen pendukung Implementasi Klaster

Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di

Kota Bukittinggi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara

mendalam yang berpedoman pada panduan wawancara dan telaah

dokumen terkait Kebijakan, Tenaga (SDM), Dana, dan Sarana prasarana

Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi.

2. Proses

Proses adalah proses yang dilalui dan mempengaruhi Implementasi

Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak

Anak Di Kota Bukittinggi. Pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara mendalam yang berpedoman pada panduan wawancara terkait

Perencanaan, Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Implementasi Klaster

Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di

Kota Bukittinggi.

3. Proses

Output adalah hasil dari Implementasi Klaster Pertama; Hak Sipil

dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam yang

berpedoman pada panduan wawancara terkait Implementasi Klaster


Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di

Kota Bukittinggi.
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam pengembangan instumen

penilaian unjuk kerja berbasis android adalah metode campuran (Mixed

Method Research) yaitu, dengan menggabungkan antara jenis penelitian

kualitatif dengan kuantitatif. Menurut Creswell (2014) metode penelitian

campuran merupakan pendekatan penelitian dengan mengkombinaskan antara

penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Kota Bukittinggi pada tanggal 14 Juli

sampai 14 September 2022.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini terdiri dari Informan yaitu orang

yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi

latar penelitian dan Responden yaitu sasaran program Klaster pertama KLA

berkaitan dengan Kartu Identitas dan Forum Anak yaitu anak usia 0-18 tahun.

1. Informan

Dalam hal ini informan merupakan orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian

(Wirjokusumo & Ansori, 2009). Adapun pemilihan informan ditentukan

berdasarkan teknik total sampling yang mana mengetahui berkaitan


dengan judul penelitian. adapun Informan yang relevan dalam penelitian

adalah:

Tabel 4.1
Daftar Informan
No Jabatan Kode
Informan
1 Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan If 1
Sipil
2 Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika If 2
3 Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan If 3
Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
4 Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan If 4
5 Camat Mandiangin Koto Selayan If 7
6 Camat Guguk Panjang If 8
7 Camat Aur Birugo Tigo Baleh If 9

2. Responden

Sampel adalah bagian dari keseluruhan populasi yang diteliti,

dijadikan responden dan dipandang sifat – sifatnya dapat mewakili

keseluruhan populasi yang ada (Eko Sudarmanto, 2021). Data yang

dibutuhkan dalam penelitian ini adalah mengenai kepemilikkan akte

kelahiran dan Kartu Identitas Anak di Kota Bukittinggi dengan

responden seluruh anak berusia 0-17 tahun di Kota Bukittinggi yang

berjumlah 40.664 orang anakdari 3 Kecamatan yang ada di Kota

Bukittinggi. Adapun sampel penelitian yang akan diambil adalah 30

orang sampel dari keseluruhan populasi, hal tersebut sesuai dengan

pendapat Roscoe dalam bukunya “Research Methods For Business”

(Sugiyono, 2016) yang mengemukakan bahwa “Ukuran sampel yang


layak dalam penelitian adalah antara 30-500…”. Adapun perolehan

jumlah populasi sampel anak berdasarkan populasi tersebut adalah

dengan menggunakan rumus alokasi propotional dari Sugiyono yaitu:

ni = Ni . n
N

Keterangan:

ni : Jumlah sampel menurut stratu

Ni : Jumlah populasi menurut stratum

N : Jumlah populasi seluruhnya

N : Jumlah sampel seluruhnya Sampel

Sampel anak yang akan diambil dalam penelitian ini berdasarkan

jumlah Kecamatan dan kelurahan di Kota Bukittinggi, penulis coba

gambarkan dalam tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2
Sampel Berdasarkan Kelurahan

No Kecamatan Jumlah Perhitungan Sampel


Kelurahan
1 Guguk Panjang 7 30/24 x 7 = 9
2 Mandiangin Koto Selayan 9 30/24 x 9 = 8,75 = 11
3 Aur Birugo Tigo Baleh 8 30/24 x 8 = 8,75 = 10
Jumlah 24 30

Dengan demikian jumlah anak yang dijadikan sampel penelitian

adalah 30 orang yang tersebar di 24 Kelurahan di Kota Bukittinggi.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik probability

sampling yaitu teknik sampling yang memberikan kesempatan pada

setiap anggota populasi untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik


probability sampling yang digunakan adalah proportionate stratified

random sampling yaitu teknik sampling yang digunakan bila populasi

berstrata secara proporsional.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang

dikumpulkan melalui observasi dan wawancara yang dilakukan kepada

informan penelitian.

2. Data Sekunder

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang

diperoleh dari sumber-sumber lain yang dianggap relevan dengan tujuan

penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat berbagai jenis teknik yang digunakan dalam pengumpulan

data disesuaikan dengan sifat penelitian yang dilakukan. Teknik yang

digunakan peneliti dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Wawancara

Menurut Koentjaraningrat, metode wawancara atau interview

adalah untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan

keterangan atau pendirian lisan dari seorang responden, dengan bercakap-

cakap berhadapan muka dengan orang itu. Sugiyono (2016) menjelaskan


pengertian wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara yang akan dilakukan pada

penelitian ini adalah dengan mewawancarai Informan Utama yang

berkaitan langsung dengan penelitian yang akan diteliti.

Wawancara adalah hal penting dalam penelitian kualitatif karena

menjadi pengumpulan sumber data yang utama. Sebagian besar data

diperoleh melalui wawancara. Untuk itu, penguasaan teknik wawancara

sangat mutlak di perlukan. Menurut Herdiansyah (2011), Wawancara ada

tiga bentuk yaitu:

a. Wawancara terstruktur

Beberapa ciri dari wawancara terstuktur meliputi daftar

pertanyaan dan kategori jawaban telah disiapkan, kecepatan

wawancara terkendali, tidak ada fleksibilitas, mengikuti pedoman, dan

tujuan wawancara biasanya untuk mendapatkan penjelasan tentang

suatu fenomena.

b. Wawancara semi-terstruktur

Ciri-ciri dari wawancara semi-terstruktur adalah pertanyaan

terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan, kecepatan

wawancara dapat diprediksi, fleksibel tetapi terkontrol, ada pedoman

wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan dan penggunaan

kata, dan tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.

c. Wawancara tidak terstruktur


Wawancara tidak terstruktur memiliki ciri-ciri, yaitu

pertanyaan sangat terbuka, kecepatan wawancara sangat sulit

diprediksi, sangat fleksibel, pedoman wawancara sangat longgar

urutan pertanyaan, penggunaan kata, alur pembicaraan, dan tujuan

wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.

Untuk memperoleh informasi yang dijadikan data utama dari

lapangan penelitian, peneliti melakukan wawancara semi-terstruktur dan

tidak terstruktur dengan informan. Peneliti menyusun pedoman wawancara

sebelum melakukan wawancara, pedoman wawancara tersebut tidak

tersruktur karena hanya memuat garis besar atau pokok-pokok pertanyaan.

Teknik ini digunakan untuk mengetahui secara mendalam tentang berbagai

informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Observasi

Observasi adalah pengamatan dengan menggunakan indera

penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan pertanyaan.

Sedangkan menurut Narbuko & Achmadi (2010), observasi adalah

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-

fenomena yang diteliti, observasi merupakan metode yang secara langsung

mengamati perilaku subjek penelitiannya dan metode yang pertama-tama

digunakan untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan penelitian.

Adapun yang peniliti observasi adalah keadaan lingkungan, sarana

prasarana, dan dokumentasi terkait indikator Klaster I KLAyang

berkenaan dengan fokus penelitian. Peneliti menyusun pedoman observasi

sebelum melakukan pengamatan ke lapangan. Hal ini guna mempermudah


peneliti dalam melakukan observasi. Sehingga pengumpulan data melalui

observasi partisipan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

3. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawab. Penelitian ini menggunakan jenis

kuesioner dengan pertanyaan tertutup dimana jawaban-jawabannya telah

dibatasi oleh peneliti sehingga menutup kemungkinan bagi responden

untuk menjawab panjang lebar sesuai dengan jalan pikirannya. Kuesioner

ini sudah dibagikan diawal penelitian untuk mendapatkan beberapa data

yang dibutuhkan oleh peneliti. Kuesioner diberikan kepada responden

pada saat penelitian dengan teknik secara stratified random sampling.

4. Dokumentasi

Menurut (Sugiyono, 2008) dokumen merupakan catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-

karya monumental dari seseorang. Hasil penelitian juga akan semakin

kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan

seni yang telah ada.

F. Teknik Pengolahan Data

1. Kuantitatif

Pengolahan data yang dilakukan secara komputerisasi dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan data (editing)


Setelah kuesioner diisi dan dikembalikan oleh responden

kemudian jawaban pada kuesioner diperiksa kembali apakah semua

pertanyaan sudah terjawab dengan baik.

b. Pengkodean (coding)

Memberikan kode pada jawaban secara angka.

c. Tabulasi (tabulating)

Menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

d. Memasukkan data (entry data)

Data yang telah diedit dan diberi kode kemudian dientri dengan

menggunakan kuesioner.

2. Kualitatif

a. Validasi Data

Penelitian kualitatif dengan pengambilan sampel secara

purposive (non probability) dan jumlah sampel sedikit, perlu

melakukan validasi data. Uji validitas data yang dilakukan dalam

penelitian kualitatif disebut triangulasi. Triangulasi merupakan cara

terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi

kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan

data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan.

Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, penelitian dapat mengecek

kembali temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai

sumber, metode, atau teori (Wirawan, 2012).

Norman K. Denkin dalam Rahardjo (2010) membagi jenis

triagulasi dalam penelitian, antara lain:


b. Triangulasi Metode

Dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode

wawancara, obervasi, dan survei, untuk memperoleh kebenaran

informasi dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu,

peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara

terstruktur, obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya.

c. Triangulasi Antar Peneliti

Menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan

analisis data agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias

baru dari triangulasi.

d. Triangulasi Sumber Data

Menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai

metode dan sumber perolehan data menggunakan observasi terlibat

yang menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya

akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai

fenomena yang diteliti.

e. Triangulasi Teori

Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan

informasi atau thesis statement dituntut memiliki expert judgement

dalam membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu

(Rahardjo, 2010).

G. Teknik Analisis Data

1. Kuantitatif
Variabel yang telah dipilih dan tersimpan dalam bentuk program

data base untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan perangkat

lunak komputer dan dilakukan dalam pada tahap yaitu analisis univariate

saja. Analisis univariat merupakan analisis yang menggambarkan suatu

data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara berkelompok dengan

tujuan dilakukan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik

masing- masing variabel yang diteliti (Hastono, 2016). Analisa univariat

ini untuk melihat distribusi frekuensi variabel independen dan variabel

dependen dimana akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

2. Kualitatif

Dalam melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif analisa

data dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan, selama dilapangan,

dan setelah dilapangan. Pada saat analisa data selama di lapangan,

pengumpulan data berlangsung dan pengumpulan data selesai pada

periode tertentu. Ketika wawancara berlangsung, peneliti melakukan

analisa data terhadap informan setiap jawaban yang diperoleh, dan apabila

jawaban kurang tepat atau kurang memuaskan dengan pertanyaan yang

diajukan, peneliti akan terus melanjutkan pertanyaan ke informan sehingga

didapatkan data yang sesuai atau kredibel.


BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi

Kota Bukittinggi adalah sebuah kota yang terletak di bagian utara

Provinsi Sumatera Barat. Kota ini memiliki luas 25,24 km² membentang

antara 100°20′ – 100°25′ bujur timur dan antara 00°16′ – 00° 20′ lintang

selatan. Letak Kota Bukittinggi pada ketinggian antara 780 – 950 meter diatas

permukaan laut, menyebabkan udara di Kota Bukittinggi relatif sejuk dengan

suhu berkisar antara 16.1-24.9 °C dan cocok untuk tempat peristirahatan serta

tujuan wisata. Kota Bukittinggi memiliki luas wilayah ± 25,239 km2

(2.523,90 ha) atau 0,06 % dari luas Propinsi Sumatera Barat.


Gambar 5.1
Peta Administrasi Kota Bukittinggi
Secara administrasi Kota Bukittinggi berbatasan dengan beberapa

wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Agam :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Gadut dan Kapau; Kecamatan

Tilatang Kamang; Kabupaten Agam.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Banuhampu; Kecamatan

Banuhampu Sungai Pua; Kabupaten Agam.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sianok, Guguk, dan Koto V

Gadang; Kecamatan IV Koto; Kabupaten Agam.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang

Gadang; Kecamatan IV Angkat Candung Kabupaten Agam.


Wilayah administrasi Kota Bukittinggi terbagi menjadi tiga kecamatan,

meliputi 24 kelurahan. Kecamatan-kecamatan yang ada di Kota Bukittinggi

adalah sebagai berikut:

1. Kecamatan Guguk Panjang dengan luas areal 6,831 km2 (683,10 ha) atau

27,06 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 7 kelurahan sebagai

berikut:

a. Kelurahan Benteng Pasar Atas

b. Kelurahan Aur Tajungkang Tengah Sawah

c. Kelurahan Bukit Cangang Kayu Ramang

d. Kelurahan Kayu Kubu

e. Kelurahan Pakan Kurai

f. Kelurahan Tarok Dipo

g. Kelurahan Bukit Apit Puhun

2. Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dengan luas areal 12,156 km2

(1.215,60 ha) atau 48 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 9

kelurahan sebagai berikut:

a. Kelurahan Puhun Tembok

b. Kelurahan Campago Ipuh

c. Kelurahan Puhun Pintu Kabun

d. Kelurahan Campago Gulai Bancah

e. Kelurahan Campago Guguak Bulek

f. Kelurahan Manggis Gantiang

g. Kelurahan Pulai Anak Aia

h. Kelurahan Koto Selayan


i. Kelurahan Garegeh

3. Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh dengan luas areal 6,252 km2 (625,20

ha) atau 24,77% dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 8 kelurahan

sebagai berikut:

a. Kelurahan Birugo

b. Kelurahan Belakang Balok

c. Kelurahan Sapiran

d. Kelurahan Aur Kuning

e. Kelurahan Pakan Labuah

f. Kelurahan Parit Rantang

g. Kelurahan Ladang Cakiah

h. Kelurahan Kubu Tanjuag

Dalam menjalankan pemerintahan, Pemerintah Kota Bukittinggi

mengacu pada Visi dan Misi Kota Bukittinggi, yaitu:

1. Visi Kota Bukittinggi

“Menciptakan Bukittinggi Hebat, Berlandaskan Adat Basandi

Syara', Syara' Basandi Kitabullah”.

2. Misi Kota Bukittinggi (Humanis, Enterpreneur, Bijak, Agamais/Adil,

Tauladan)

a. "HEBAT" Dalam Sektor Ekonomi Kerakyatan.

b. "HEBAT" Dalam Sektor Pendidikan.

c. "HEBAT" Dalam Sektor Kesehatan dan Lingkungan.

d. "HEBAT" Dalam Sektor Kepariwisataan, Seni Budaya dan Olahraga.


e. "HEBAT" Dalam Tata Kelola Pemerintahan.

f. “HEBAT" Dalam Sektor Sosial Kemasyarakatan.

g. "HEBAT" Dalam Sektor Bidang Pertanian.

B. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian tentang Analisis Implementasi Klaster Pertama; Hak Sipil

dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi Tahun

2022 yang telah dilakukan mulai pada tanggal 14 Juli sampai 14 September

2022. Wawancara dengan informan utama dan triagulasi dengan instrument

yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa wawancara, dokumentasi

kuesioner dan hasil observasi.

C. Gambaran Umum Informan

Informan dalam penelitian ini terdiri dari Kepala Dinas Kependudukan

dan Pencatatan Sipil, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi, Kepala Dinas

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana,

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, sebagai informan utama dan camat

Mandiangin Koto Selayan, Camat Guguak Panjang dan Camat Aur Birugo

Tigo Baleh sebagai informan Triagulasi. Adapun karakteristik informan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1
Karakteristik Informan

No Kode Informan Jabatan Keterangan

1 If 1 Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Informan 1


Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana

2 If 2 Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Informan 2

3 If 3 Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Informan 3

4 If 4 Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Informan 4

5 If 5 Camat Mandiangin Koto Selayan Informan 5

6 If 6 Camat Guguak Panjang Informan 6

7 If 7 Camat Aur Birugo Tigo Baleh Informan 7

D. Hasil Penelitian

Salah satu data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang berupa hasil evaluasi KLA Kota Bukittinggi yang diperoleh dari Dinas

Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga

Berencana Kota Bukittinggi terkait Evaluasi KLA Bukittinggi Tahun 2021 yang

rekap seperti dibawah ini.


Tabel 5.2
Rekap Jawaban Evaluasi KLA Kota Bukittinggi PadaKlaster I Hak Sipil dan Kebebasan Tahun 2021

No Pertanyaan Jawaban Catatan


Indikator Anak Yang Diregistrasi Dan Yang Memiliki Kutipan Akta Kelahiran
1 Berapa persentase anak diregistrasi Persentase 1 tahun sebelumnya > Persentase anak yang diregistrasi pada 2 (dua) tahun terakhir adalah
selama 2 tahun terakhir? Persentase 2 tahun sebelumnya sebagai berikut :
 Tahun 2020: 93,98%
 Tahun 2021: 95,07%
Terkait penerbitan akte kelahiran per kelurahan, diawali dengan tahap
registrasi atau pencatatan, untuk kemudian diterbitkan akta kelahiran.
Dengan demikian, data jumlah registrasi dan jumlah akta kelahiran yang
diterbitkan selalu sama.
2 Berapa persentase anak yang Persentase 1 tahun sebelumnya > Persentase anak yang mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran
mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran Persentase 2 tahun sebelumnya  Tahun 2020 : 93,98 %
selama 2 tahun terakhir?  Tahun 2021 : 95,07 %

3 Berapa persentase anak yang telah Persentase 1 tahun sebelumnya > Persentase anak yang telah mendapatkan KIA
mendapatkan Kartu Identitas Anak Persentase 2 tahun sebelumnya  Tahun 2020 : 40,64 % atau sebanyak 284 keping
(KIA) selama 2 tahun terakhir?  Tahun 2021 : 50,81 % atau sebanyak 474 keping

4 Apakah ada mekanisme untuk (a) SOP Percepatan Pengurusan Dalam pengurusan akte kelahiran, baik yang umum maupun bagi anak
meningkatkan registrasi kelahiran dan kolektif yang membutuhkan perlindungan khusus, Dinas Dukcapil Kota
kepemilikan akta kelahiran bagi anak (b) Mekanisme Percepatan Pengurusan Bukittinggi masih mengacu pada regulasi yang diterbitkan oleh
yang membutuhkan perlindungan anak tanpa identitas dengan Pemerintah Pusat. Namun dalam pada saat memfasilitasi, Disdukcapil
khusus merujuk pada UU Perlindungan melakukan kerjasama dengan Namun dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, Dinas
Anak No.35 Tahun 2014 Pasal 59? fasilitas kesehatan, Kesbangpol, Dukcapil sudah melakukan terobosan dengan menginformasikan syarat-
Polres, bidan, LPKS, LPKA, panti syarat pengurusan melalui media sosial.
asuhan, pondok pesantren
tradisional, lembaga masyarakat,
lembaga kemanusiaan dll
5 Apakah SDM penyelenggara registrasi Ya 1. Dinas DUKCAPIL Kota Bukittinggi bekerjasama dengan sekolah-
kelahiran dan kepemilikan Kutipan sekolah di Bukittinggi, melakukan percepatan registrasi kelahiran
Akta Kelahiran telah mendapatkan untuk kepemilikan kutipan akta kelahiran dan penerbitan Kartu
pelatihan Konvensi Hak Anak ? Identitas Anak, tahun 2021.
2. Dinas DUKCAPIL Kota Bukittinggi juga berinovasi untuk
melakukan jemput bola ke sekolah-sekolah, agar anak-anak yang
memasuki usia 17 tahun, danberdomisili di Kota Bukittinggi bisa
mendapatkan KTP.
6 Apakah ada program inovasi untuk Ya 1. Pada tahun 2020 Disdukcapil melakukan percepatan registrasi
percepatan registrasi kelahiran dan kelahiran dan kepemilikan kutipan akta kelahiran melalui akun
kepemilikan Kutipan Akta Kelahiran? resmi "@disdukcapilkotabukittinggi", dan web site resmi
"disdukcapilbukittinggi.go.id" .
2. Pada tahun 2021 melakukan tinjauan kerjasama dengan RSUD
Kota Bukittinggi dalam rangka percepatan akta kelahiran
3. Pada tahun 2021, Disdukcapil menjemput bola dalam penerbitan
KTP bagi anak-anak SMA yang memasuki usia 17 tahun

Indikator Ketersediaan Fasilitas Informasi Layak Anak (ILA)


7 Apakah ada fasilitas Layanan Informasi Ya, 10 lebih layanan 1. Perpustakaan Umum Kota Bukittinggi
Anak? Apa saja fasilitas layanan 2. Taman Baca Mutiara Hati, Bukittinggi
informasi anak yang tersedia? 3. TBM Semesta Ilmu (Kel. Puhun Tembok)
4. TBM Nurul Ilmi (Kel. Koto Selayan)
5. TBM Cempaka (Kel. Campago Guguk Bulek)
6. TBM Rumah Bacaku (Kel. Bukit Apit Puhun)
7. TBM Tunas Bangsa (Kel. Belakang Balok)
8. Rumah Baca Edelwies (Kel. Aur Kuning)
9. SUBASA / Sumber Belajar Anak Sanjai (Kel. Manggis Ganting)
10. Perpustakaan Melati (Kel. Campago Guguk Bulek)
11. Rumah Baca Mandiri (Kel. Garegeh)
12. Rumah Baca Mentari (Kel. Tarok Dipo)
13. Rumah Baca Asoka (Kel. Pakan Labuah)
8 Apakah ada fasilitas layanan informasi Ya, 10 lebih layanan Fasilitas layanan informasi yang sudah terstandarisasi yaitu :
anak yang terstandardisasi Pusat 1. Layanan Perpustakaan setiap hari jam 8.00 Wib s/d 17.00 Wib
Informasi Sahabat Anak (PISA)? 2. Penyebaran Informasi layak anak melalui Face book dan instgram
3. Layanan untuk Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus
Sebutkan Fasilitas layanan informasi
4. Kegiatan Mendongeng
anak yang terstandardisasi PISA?
5. Kegiatan belajar bahasa Inggris
6. Layanan peminjaman buku
7.Kegiatan Layanan belajar kelompok
8. Layanan anak belajar berkebun jadwal 2 kali sebulan
9. Layanan literasi (Puisi, cerita, Dongeng)
10.Numpang nampang d Pro 2 RRI
11. Menyelenggarakan Peramainan Tradisional dan permainan edukatif
12. Memasak masakan tradisional bersama anak dan bersama tamu
mancanegara
13.Lomba Mewarnai TK. TK. 1 kali setahun
14. Layanan Kunjungan tamu dari berbagai daerah
9 Berapa jumlah anak yang mengakses Persentase 1 tahun sebelumnya > Setiap tahun, rata-rata jumlah anak yang mengakses layanan informasi
fasilitas layanan ILA pertahun selama 2 Persentase 2 tahun sebelumnya anak sebanyak 60% dari seluruh pengguna akses. Adapun jumlah anak
tahun terakhir? Dari jumlah yang yang
mengakses layanan informasi anak mengakses pada 2 tahun terakhir adalah :
tersebut apakah ada anak yang masuk 1. Tahun 2021 : 5211
2. Tahun 2020 : 3738
dalam kategori Anak yang Memerlukan
Karena kondisi pandemi, pada 2 tahun terakhir tidak ada AMPK yang
Perlindungan Khusus (AMPK)?
mengakses layanan informasi anak
10 Apakah tersedia Fasilitas layanan ILA Ya Di Kota Bukittinggi, hanya ada Panti Asuhan. Adapun Panti Asuhan
bagi AMPK (di LPKA, LPKS, Panti yang memiliki Fasilitas Layanan ILA berupa Pojok Baca adalah Panti
Asuhan, Balai/Loka dan fasilitas Asuhan Aisyiyah Bukittinggi
layanan sejenis bagi AMPK dll)?
11 Apakah tersedia mekanisme Ya Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bukittinggi telah memiliki
pengawasan atas konten informasi yang mekanisme dalam mengatur dan memilah buku-buku yang tertuang
tidak layak anak? Jika Ya, apakah dalam Mekanisme Alur Pengolahan Buku, mulai dari buku diterima
mekanisme tersebut berjalan optimal? oleh pustaka s.d buku siap untuk diletakkan di rak-rak. Alur Pengolahan
Buku dilakukan untuk memastikan bahwa buku-buku yang akan
diletakkan dan dibaca oleh para anggota, benar-benar buku yang layak
sesuai denga kebutuhan dan mengandung ilmu pengetahuan yang
berguna bagi para pembacanya
12 Apakah ada SDM pengelola layanan Ya, lebih 1 orang SDM pengelola layanan informasi bagi anak dan/atau PISA
informasi bagi anak dan/atau PISA terstandardisasi sudah tersertifikasi ramah anak ada 4 orang. 3 orang
terstandardisasi sudah tersertifikasi adalah SDM ILA telah mengikuti pelatihan KHA, yakni 2 orang dari
ramah anak? Taman Baca Mutiara Hati (yang telah tersertifikasi sebagai PISA) yakni
Sdr. Nofi Ferdian dan Muhammad Fadli
dan 2 orang dari SDM Perpustakaan Umum yakni Sdri. Yutriati dan
Armi Angga Saputra, SE., MM, serta 1 orang SDM Perpustakaan
Umum telah mendapatkan sertifikat Pustakawan a.n Hertika Octarima
13 Apakah tersedia SDM penyelenggara Ya SDM Penyelenggara ILA yang telah mengikuti pelatihan KHA adalah :
layanan ILA yang dilatih Konvensi
Hak Anak?
1. Nofi Ferdian (Pengelola PISA TB Mutiara Hati)
2. Muhammad Fadli (Pengelola PISA TB Mutiara Hati)
3. Yutriati (Staf Dinas Perpustakaan dan Kearsipan)
4. Armi Angga Saputra
14 Apakah ada kemitraan antar PD dalam Ya 1. Kerjasama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dengan Dinas
penyediaan layanan fasilitas informasi Pendidikan, mengadakan kegiatan :
layak anak? Termasuk penyediaan a) Giat Literasi di sekolah
b) Perpustakaan Keliling di sekolah
layanan ILA bagi AMPK di LPKA,
2. Kerjasama Pemerintah Kota Bukittinggi dengan Pemerintah Pusat,
LPKS, panti asuhan dll
dengan didirikannya Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, di
Bukittinggi
15 Apakah ada program inovasi dalam Ya 1. Inovasi dalam pemenuhan hak dan penyediaan layanan informasi
pemenuhan hak dan penyediaan layak anak yaitu kominfo telah menyediakan web resmi yang bisa di
layanan informasi layak anak? akses di http://bukittinggikota.go.id/
2. Untuk menumbuhkembangkan budaya gemar membaca, Pemerintah
Kota Bukittinggi melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
menggelar Lomba Bercerita Tingkat SD/MI se-Kota Bukittinggi
tahun 2021. Kegiatan yang diselenggarakan di Hotel Dymens
tersebut dibuka langsung oleh Ny. Fiona Erman Safar selaku Bunda
Literasi Bukittinggi, Selasa (06/04/2021).
3. Dalam Pengelolaan Perpustakaan Sekolah, SMA Negri 4 Bukittinggi
telah meraih Juara 1 Lomba Pustaka tingkat Provinsi Sumatra Barat
tahun 2021
4. Kerjasama dengan Institut Kesehatan Prima Nusantara
Indikator Pelembagaan Partisipasi Anak
16 Berapa persen kecamatan memiliki > 50 % Kecamatan yang ada di bukittinggi ada 3 kecamatan. Ketiga kecamatan
Forum Anak? tersebut telah memiliki SK Forum Anak, yaitu :
1. Kecamatan Mandiangin Koto Selayan
2. Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh
3. Kecamatan Guguak Panjang
17 Berapa persen desa/kelurahan memiliki > 25 % Dari 24 Kelurahan yang ada di Kota Bukittinggi yang sudah memiliki
Forum Anak? Forum Anak ada 22 kelurahan
18 Apakah Forum Anak/kelompok anak Ya, Di semua tingkatan kepengurusan - Kepengurusan FA tingkat kota, sudah dilibatkan dalam
FA
sudah dilibatkan dalam proses MUsrenbang Kota Bukittinggi, tanggal 3 Mei 2021
perencanaan pembangunan daerah? - Pengurus Forum Anak Kecamatan diundang dalam musrenbang
kecamatan pada 18 februari tahun 2022
- Kepengurusan FA tingkat Kelurahan, sudah dilibatkan dalam
Musrembang Kelurahan Bukittinggi, taggal 8 Februari 2021

19 Apakah Forum Anak/kelompok anak Ya Forum Anak sebagai 2P dalam setiap klaster, yaitu :
berperan sebagai Pelopor dan Pelapor 1. Hak Sipil dan Kebebasan
(2P)? Dalam hal ini, Forum Anak 2. Lingkungan Keluarga Pengasuhan Alternatif
dinilai peranannya dalam berbagai 3. Kesehatan dasar dan kesejahteraan
klaster dan 4. Pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya
indikator. 5. Perlindungan Khusus
20 Apakah Forum Anak/kelompok anak Ya 1. Forum Anak telah di latih Konvensi Hak Anak pada tahun 2020
dilatih Konvensi Hak Anak? yang mana kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bukittinggi berkerjasama
dengan Yayasan Bahtera (Bina Sejahtera Indonesia) di Aula Badan
Keuangan pada tanggal 18 s.d 20 Februari 2020, a.n Hanifati
Nadhilah (Sekretaris Forum Anak Daerah Kota Bukittinggi)
2. Pada tahun 2021, Perwakilan Pengurus Forum Anak kembali
mengikuti pelatihan KHA pada 7 Desember 2021, secara daring, a.n
Habib Pramadhani dan Rina Astagina
21 Apakah ada kegiatan peningkatan Ya Kegiatan peningkatan pengetahuan dan kapasitas forum anak :
pengetahuan dan kapasitas Forum 1. Kegiatan Capacity Builiding dalam rangka menambah wawasan
Anak/kelompok anak yang bermitra calon pengurus tentang forum anak, cara memimpin organisasi
dengan Perangkat Daerah (PD), berkomunikasi yang baik dan melakukan pencatatan dan pelaporan
Lembaga pada forum anak sehingga dapat memenuhi kebutuhan hak
Masyarakat, Dunia Usaha dan Media partisipasi anak;
Massa? ( 2. Kegiatan Gebyar Berlian dalam rangka progres percepatan
pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Khusus Anak;
3. Kegiatan sosialisasi SPPA dalam rangka meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman Forum Anak tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
dan Anak Berhadapan dengan Hukum
4. Kegiatan Bedah Buku Bung Hatta Pendidikan dan Karakter
22 Apakah ada program inovasi dalam Ya Dengan difasilitasi oleh Dinas P3APPKB, Forum Anak Daerah telah
peningkatan peran Forum melakukan Inovasi dengan membuat acara Dialog khusus "Walikota
Anak/kelompok anak? Mendengar Suara Anak " secara daring, dengan membahas kluster dan
indikator Kota Layak Anak melalui zoom meeting. Kegiatan ini dihadiri
oleh Walikota, para pejabat dari Organisasi Perangkat Daerah yang
terkait, di antaranya camat dan lurah se-Kota Bukittinggi, serta beberapa
Kepala SKPD seperti Dinas Dukcapil dan Dinas Pendidikan. Dalam
kegiatan ini, beberapa anggota Forum Anak yang hadir menyampaikan
aspirasinya berupa saran dan pendapat yang disampaikan langsung
kepada Walikota, demi pemenuhan hak-hak anak di Kota Bukittinggi.
Kegiatan ini mampu menjadi wadah partisipasi forum anak
sebagai pelopor dan palapor.
4. Kuantitatif

Pada hasil penelitian kuantitatif hanya dilakukan penilaian dan

analisa univariate. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian. Analisa univariat

dilakukan untuk melihat frekuensi dependent dan variabel independent dan

proposi masing-masing variable yang diteliti. Adapun hasil penelitian

adalah seperti yang tercantum dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan
Di Kota Bukittinggi Tahun 2022

No Variabel N %
Indikator I : Kepemilikan Akte Kelahiran
1 Kepemilikan akte Kelahiran
- Tidak ada 4 13,33
- Ada 26 86,67
2 Kendala Pengurusan
- Tidak ada 26 86,67
- Ada 4 13,33
3 Biaya Pengurusan
- Ada 0 0
- Tidak ada 26 86,67
-Tidak tahu 4 13,33
4 Pengurusan
- Orang tua 20 66,67
- Keluarga lain 4 13,33
- Orang lain 2 6,67
- Belum diurus 4 13,33
Indikator II : Fasilitas Informasi Layak Anak (ILA)
5 Fasilitas Informasi Layak Anak (ILA)?
- Tidak Tahu 12 40
- Tahu 18 60
6 Fasilitas yang diketahui
- Kurang dari 3 fasilitas 20 66,67
- Kurang dari 5 Fasilitas 2 6,67
- Semua fasilitas 8 22,66
7 Layanan Telepon Sahabat Anak (TeSA)/
- Tidak ada 5 16,67
- Ada 12 40
- Tidak Tahu 13 43,33
8 Biaya Layanan TeSA
- Tidak ada 12 40
-Tidak tahu 18 60

Indikator III : Terlembaganya Partisipasi Anak


9 Kelompok anak atau Forum anak
- Tidak ada 8 26,67
- Ada 22 73,33
1 Kegiatan yang dilakukan oleh forum anak
0 - Tidak ada 8 22,67
- Ada 17 56,67
- Tidak Tahu 5 16,66
1 Ikut Kegiatan forum anak
1 - Tidak 13 45,33
- Ya 17 56,67
Jumlah 30 100

Berdasarkan Tabel 5.3 didapatkan hasil pada indikator I :

Kepemilikan akte kelahiran bahwa mayoritas responden sudah memiliki

akte kelahiran yaitu sebanyak 86,67% dan dalam pengurusannya,

mayoritas responden tidak dikenakan biaya (gratis) yaitu sebanyak 86,67%

dengan pengurusannya, lebih dari sebagian responden menyatakan bahwa

diurus oleh orang tua yaitu sebanyak 66,67%. Pada indikator II ; Fasilitas

Informasi Layak Anak (LIA), lebih dari sebagian responden mengetahui

adanya Fasilitas LIA di Kota Bukittinggi yaitu 60% dengan jumlah

fasilitas yang diketahui kurang dari 3 fasilitas yaitu sebanyak 66,67%.

Pada layanan Telepon Sahabat Anak (TeSA), kurang dari separuh

responden yang mengetahuinya dan dengan biaya gratis yaitu sebanyak

40%. Pada Indikator Terlembaganya Partisipasi Anak, mayoritas

responden mengetahui adanya kelompok anak atau forum anak yaitu

sebanyak 73,33% dengan kegiatan yang dilakukan diketahui oleh lebih


dari sebahagian responden yaitu sebabyak 56,67% dimana responden juga

mengikuti kegiatan forum anak tersebut yaitu sebanyak 56,67%.

5. Kualitatif

Indikator pada Klaster 1 KLA adalah hak paling mendasar dalam

memenuhi hak anak adalah anak mendapatkan hak sipil dan kebebasannya

karena ini salah satu hak yang harus dipenuhi oleh pemerintah dalam

membantu orang tua untuk memenuhi hak anak sejak baru dilahirkan dalam

mendapatkan akta kelahiran sebagai tanda bahwa anak tersebut tercatat di

kewarganegaraan Indonesia. Hak sipil dan kebebasan merupakan hak paling

mendasar yang harus dimiliki oleh anak dan harus dipenuhi oleh Pemerintah

yaitu hak atas identitas dengan memastikan semua anak tercatat memiliki akta

kelahiran sebagai bentuk kewarganegaraan anak. Hak partisipasi anak yang

sejatinya untuk melibatkan anak agar berperan akitf dimaksudkan supaya anak

dapat bertanggung jawab dan menikmati hasil pembangunan melalui Forum

Anak.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan

dalam penelitian ini, terkait implementasi Klaster Pertama; Hak Sipil dan

Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi Tahun 2022,

didapatkan hasil sebagi berikut:

6. Input

Komponen input pendukung implementasi Klaster Pertama; Hak

Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi

terdiri dari kebijakan, tenaga (SDM), Dana, dan Sarana prasarana Kota

Layak Anak Di Kota Bukittinggi. Pengumpulan data dilakukan dengan


wawancara mendalam. Informasi dari informan mengenai komponen input

dapat diketahui dari hasil wawancara berikut:

a. Kebijakan

Kebijakan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait

Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan, informan utama penelitian

menyampaikan pendapat mereka berkaitan dengan hal ini.

Informan 1 (If 1) menyatakan bahwa:


“ Kalau secara nasional ada Undang-Undang No 23 tahun 2002, dan
Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 25 Tahun 2021 , Kalo di
Bukittinggi dasar hukumnya baru adalah PerWaKo karena itulah,
sebenarnya ada PerDa No 4 tahun 2015 namun PerDa itu tentang
perlindungan perempuan dan perlindungan anak . Kita sudah ada
PerDa No 4 tahun 2015 tetapi masih nyampur perlindungan
perempuan dan anak nah dan akan kami tinjau kembali PerDa No 4
tahun 2015 apakah keberadaan nya masih diperlukan atau perlu
ditinjau kembali oleh perencanaan PerDa baru”.

Informan 2 (If 2) juga menambahkan bahwa:

“ Kalau peraturan kebijakan KLA Kita sudah ada PerDa No 4 tahun


2015, untuk terkait dengan fasilitas kesehatan apakah ada bentuk
kerja sama itu ada, kerja sama kita dibidang persalinan ini dengan
RSUD. Memang ada kerja sama dengan Rumah Sakit baru dengan
RSUD itu kerja samanya dokumen akta kelahiran di dapatkan setelah
pasien melahirkan di rumah sakit jadi dengan kerja sama itu pihak
rumah sakit memberikan surat keterangan kelahiran nanti kita tindak
lanjuti dengan penerbitan akta dan pihak rumah sakit lah yang
meminta berkas dokumen tersebut ke masyarakat di tanya apakah ada
berkas dokumen KK lamanya ada KTP orang tua dan itu pun termasuk
inovasi rumah sakit. rumah sakit yang menjadikan itu inovasi .aada
bentuk kerja samanya PKS Namanya ya. Cuma kalau dengan
puskesmas kita kan tidak ada persalinan di puskesmas nah
kemungkinan dalam beberapa waktu nanti ada kerja sama dengan
klinik bersalin atau bidan bidan. April Mulai kerja sama ke bidan
atau ke puskesmas baru di telusuri berjalan dengan aplikasi yang akan
kita kembangkan. Aplikasi kita mungkin dalam tahun ini tapi mungkin
penjajakan awal tahun depan”.(If 2)

Informan 3 (If 3) juga menyatakan bahwa:


“ Kalau peraturan kebijakan KLA ada baru dalam draf, berupa
Peraturan daerah belum ada SK. Kami baru rapat tanggal 30 juni
2022 dalam masa draf baru. Kalau ini bagusnya di tanyakan di
dinas P3AP2KB sebab peraturan walikota, perda nya yang
menyangkut kan di dinas P3AP2KB dalam proses, kebetulan yang
pergi rapat ibu sendiri , saya sudah 5 tahun jadi petugas kla disini .
peraturan ini sudah dalam pembahasan kemenhumkam. Dinas
kesehatan, dinas sosial, dinas P3AP2KB itu yang banyak
cakupannya terhadap Kota Layak Anak”.

Informan 4 (If 4) juga menyatakan bahwa:


“ Kalau SK Kota layak anak kita sudah punya, Kalau untuk kegiatan
kota layak anak memang kegiatan itu sebenarnya sudah berjalan
yang membinanya kan di dinas p3ap2kb memang kegiatan program
dari pemerintahan kota dan itu pelaksanaannya ke masyarakat
berjenjang tentu melalui dari kota, kecamatan dn di kelurahan di
masing masing kelurahan sudah ada SK itu kan baru pengembangan
proses berjalan. Bukittinggi terdiri dari 3 kecamatan salah satunya
Kecamatan guguak Panjang”.(If 4)

Informan 5 (If 5) juga menyatakan bahwa:


“ Kegiatan program dari pemerintahan kota dan itu pelaksanaannya
ke masyarakat berjenjang tentu melalui dari kota, kecamatan dn di
kelurahan di masing masing kelurahan sudah ada”. (If 5)
Informan 6 (If 6) juga menyatakan bahwa:
“….di masing masing kelurahan sudah ada SK dan SK Forum Anak
juga itu kan baru pengembangan proses berjalan”.

Informan 7 (If 7) juga menyatakan bahwa:


“….kelurahan ABTB sudah ada SK dan sudah berjalan”.
Berikut ini adalah salah satu bentuk SK yang dimiliki oleh

Camat ABTB dalam pembentukkan Pengurus Forum Anak Kecamatan

Aur Birugo Tigo Baleh.


Gam
bar 5.2
SK Pembentukan forum Anak Di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh Kota
Bukittinggi
(Sumber : Camat Aur Birugo Tigo Baleh, 2022)
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa

Kebijakan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait Klaster

Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan sudah ada yaitu Peraturan Presiden

(PERPRES) Nomor 25 Tahun 2021, Undang-Undang No 23 tahun

2002, Peraturan Daerah Kota Bukittinggi No 4 tahun 2015 dan SK

ditiap kelurahan.

Tabel 5.4
Triangulasi Kebijakan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait Klaster
Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan
Variabel Dokumentasi Observasi Wawancara Kesimpulan
Mendalam
Kebijaka Menurut hasil Observasi dari Berdasarkan hasil Untuk
n telaah seluruh informan wawancara, pelaksanaan
dokumen, menunjukkan informan utama kota layak
kebijakan Kota kebijakan terkait dalam penelitian anak di Kota
Layak Anak Di kebijakan ini menyatakan Bukittinggi
Kota kebijakan Kota bahwa kebijakan sudah sesuai
Bukittinggi Layak Anak Di Kota Layak Anak dengan
terkait Klaster Kota Bukittinggi Di Kota kebijakan
Pertama; Hak terkait Klaster Bukittinggi terkait Kota Layak
Sipil dan Pertama; Hak Klaster Pertama; Anak Di Kota
Kebebasan Sipil dan Hak Sipil dan Bukittinggi
mengacu pada Kebebasan yaitu Kebebasan terkait Klaster
Peraturan Peraturan mengacu pada Pertama; Hak
Presiden Presiden Peraturan Sipil dan
(PERPRES) (PERPRES) Presiden Kebebasan
Nomor 25 Nomor 25 Tahun (PERPRES) mengacu pada
Tahun 2021, 2021, Undang- Nomor 25 Tahun Peraturan
Undang- Undang No 23 2021, Undang- Presiden
Undang No 23 tahun 2002, Undang No 23 (PERPRES)
tahun 2002, Peraturan Daerah tahun 2002, Nomor 25
Peraturan Kota Bukittinggi Peraturan Daerah Tahun 2021,
Daerah Kota No 4 tahun 2015 Kota Bukittinggi Undang-
Bukittinggi dan SK ditiap No 4 tahun 2015 Undang No
No 4 tahun kelurahan. dan SK ditiap 23 tahun
2015 dan SK kelurahan. 2002,
ditiap Peraturan
kelurahan. Daerah Kota
Bukittinggi
No 4 tahun
2015 dan SK
ditiap
kelurahan.
Skema 5.1
Analisa Tema Kebijakan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait
Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Kata Kunci Kategori Tema

Kalau kebijakan Kota Layak


Anak Di Kota Bukittinggi Kebijakan
terkait Klaster Pertama; Hak sudah ada
Sipil dan Kebebasan mengacu
pada Peraturan Presiden
kebijakan Kota Layak
(PERPRES) Nomor 25 Tahun
Anak Di Kota
2021, Undang-Undang No 23
Bukittinggi terkait
tahun 2002.
Klaster Pertama; Hak
(If 1, If 2, If 3) Sipil dan Kebebasan
mengacu pada
Undang-undang,
Perpres, Perda dan SK
di tiap Kelurahan

Kegiatan program dari


pemerintahan kota dan itu
pelaksanaannya mengacu pada
Peraturan Daerah Kota SK sudah
Bukittinggi No 4 tahun 2015 ada
dan SK ditiap kelurahan.
(If 14,If 15, If 16)

b. Tenaga (SDM)

Dari sisi ketersediaan SDM Kota Layak Anak Di Kota

Bukittinggi terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan,

informan utama penelitian menyampaikan pendapat mereka berkaitan

dengan hal ini.

Informan 1 (If 1) menyatakan bahwa:


“Yang menjadi gugus tugas kota layak anak Merupakan SKPD terkait
dan sudah otomatis kepala dinas yang menjadi gugus tugas, dan
otomatis pejabat fungsional perencanaannya juga menjadi gugus
tugas, dan apakah memadai gugus tugas yang ada? Seharusnya
memadai karna sudah langsung kepala dinasnya, yang juga
didampingi oleh ahli perencanaan di SKPD terkait””.

Informan 2 (If 2) juga menambahkan bahwa:

“ Kalau sejauh ini masih bisa kita siasati, sebenarnya kalau untuk
layak kalau layanan kita itu sehari hari ada 75 di handle oleh 4
operator tambah 2 lagi di MPP (mo pelayanan public ) itu cukup.
Tapi kalau seandainya kita ada perekaman layanan keliling untuk ke
lapangan untuk proses penerbitan ini mungkin salah satunya
bagaimana kita mensiasatinya 3 di dalam yang 1 ikut gabung
dengan teknisi teknisi lain”

Informan 3 (If 3) juga menyatakan bahwa:

“ SDM kita pada pustaka keliling yang sesuai jadwalnya”.


Informan 4 (If 4) juga menyatakan bahwa:

“Tidak ada, Cuma kita diminta untuk menjadi tim dalam kota layak
anak itu ada SK Walikota nya. SK nya sudah ada, jadi dinas
P3AP2KB mengajukan ke kita siapa yang akan dimasuk kan ke tim
untuk kota layak anak kebetulan saya di masuk kan”.

Informan 5 (If 5) dan Informan 6 (if 6) juga menyatakan bahwa:

“ Gugus Tugas semua gugus tugas ada diberikan pelatihan kemarin,


mengenai pemahaman Kota Layak Anak”

Informan 7 (If 7) juga menyatakan bahwa:


“ …… gugus tugas hanya memfasilitasi dan mendukung saja dan ikut
mensosialisaikan, untuk strukturnya tidak ada secara rinci. Camat kita
adalah gugus tugas dan tenaga pelaksana program difungsi sesuai
kebutuhan karena program ini program kita bersama”.

Ketersediaan SDM Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi

terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan sudah ada yaitu
gugus tugas di setiap kecamatan dan pada instansi yang terkait

langsung ada kepala dinas yang menjadi gugus tugas, dan otomatis

pejabat fungsional perencanaannya juga menjadi gugus tugas sesuai

SK Walikota Bukittinggi.

Tabel 5.5
Triangulasi SDM Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait Klaster
Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Variabel Dokumentasi Observasi Wawancara Kesimpulan


Mendalam
SDM Menurut hasil Observasi dari Berdasarkan hasil Untuk SDM
telaah dokumen, seluruh wawancara, pelaksanaan
SDM Kota informan informan utama kota layak
Layak Anak Di menunjukkan dalam penelitian ini anak di Kota
Kota Bukittinggi SDM terkait menyatakan bahwa Bukittinggi
terkait Klaster kebijakan SDM Kota Layak sudah sesuai
Pertama; Hak kebijakan Kota Anak Di Kota dengan
Sipil dan Layak Anak Di Bukittinggi terkait kebijakan
Kebebasan Kota Klaster Pertama; Kota Layak
adalah kepala Bukittinggi Hak Sipil dan Anak Di Kota
dinas instansi terkait Klaster Kebebasan gugus Bukittinggi
terkait menjadi Pertama; Hak tugas di setiap terkait Klaster
gugus tugas dan Sipil dan kecamatan dan pada Pertama; Hak
fungsional Kebebasan instansi yang terkait Sipil dan
perencanaan yaitu Kepala langsung ada kepala Kebebasan
serta 3 camat di dinas terkait dinas yang menjadi yang
Kota Bukittinggi daan Camat gugus tugas, dan mengatur
juga menjadi yang ada otomatis pejabat tentang SDM
gugus tugas. menjadi gugus fungsional yang menjadi
tugas. perencanaannya fungsional
juga menjadi gugus gugus tugas
tugas. sesuai SK
Walikota
Bukittinggi.
Skema 5.2
Analisa Tema SDM Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait
Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Kata Kunci Kategori Tema

Kalau SDM , pada instansi


yang terkait langsung ada SDM
kepala dinas yang menjadi sudah ada
gugus tugas, dan otomatis
pejabat fungsional Ketersedian SDM
perencanaannya juga Kota Layak Anak Di
menjadi gugus tugas. Kota Bukittinggi
terkait Klaster
(If 1, If 2, If 3 dan If 4) Pertama; Hak Sipil
dan Kebebasan sudah
ada dan pelaksana
program dapat
difungsikan sesuai
dengan pelaksanaan
Ketersediaan SDM, secara
langsung Camat di setiap
kecamatan merupakan gugus
tugas dan tenaga pelaksana SDM ada
dan
difungsikan
difungsikan
(If 5,If 6, If 7)

c. Dana

Dilihat dari dana Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait

Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan, informan penelitian

menyampaikan pendapat mereka berkaitan dengan hal ini.

Informan 1 (If 1) menyatakan bahwa:


“ untuk pendanaan Khusus Ada, itu ada 2 pertama APBD murni kami,
kemudian APBN Nah, yang perlu di tuliskan dalam kajian itu kapan
APBD provinsi itu ikut memperkuat. Kami tidak pernah
mendapatkan anggaran kalau dari APBD provinsi. Karena di APBD
provinsi kan perlengkapannya ada berapa ribu triliun itu ya, kasih
lah sedikit agak 1 miliar, 1 miliar di kali 12. 1 miliar di kabupaten
kota kan baru 19 miliar, di berikan dinasnya misalnya 20 miliar kan
baru 39 miliar gitukan ya. Dan kita juga di dukung oleh DPRD
tetapi dalam kajiannya tetap disebutkan bahwa seorang anggota
DPRD memang harus paham pulak dengan anak ini kalau tidak di
anggap puisi saja bahwa anak adalah generasi penerus bangsa, itu
kan kata kata yang biasa . Itu di anggap sebuah puisi, padahal kan
benarkan kalau anak ko generasinyo teroris, generasi yang tidak
tau akidah, generasi yang tidak tertib, generasi yang ini. Bayangkan
baa? Kalau tidak pro terhadap kepentingan rakyat, anggarannya
susah. Jadi kalau APBD alhamdulillah. APBN alhamdulilah. Yang
APBD provinsi pengen nyobak gitu”.

Informan 2 (If 2) juga menambahkan bahwa:


“Kalau anggaran kita sebenarnya minus anggaran kalau untuk
inovasi, tidak ada anggaran sama sekali layanan jemput bola, biaya
nya hanya include dengan biaya peningkatan pelayanan kita. Biaya
tugas rutin tidak ada OHA nya. Mungkin untuk mendukung kita terus
berupaya mengajukan penganggaran misalkan untuk jemput bola ke
masyarakat kiat butuh kendaraan kita tetap berupaya untuk
mengajukan penganggarannya tapi sampai sekarang memang belum
di kabulkan di APBD mungkin karna keterbatasan anggaran untuk
2023 pun kita tetap mengajukan. Dana kita dulu ada APBN DP
Namanya tugas bantuan tahun 2015-2018 habis itu dari 2018 di
ganti dengan DAK cuma kan DAK tidak bisa digunakan untuk
belanja modal, kita gunakan lah untuk biaya pelayanan, misalkan
untuk kebutuhan tinta percetakan. Cuma sekarang baru tahun 2022
tidak ada DAK di NOL kan tidak ada sama sekali. 2023 belum jelas
Nampak nya belum Nampak gambarannya seperti apa jadi
sebenarnya capil kita ini memang kalo untuk dinas di bukittinggi ini
paling sikit biaya anggarannya ni capil ini Cuma 2,7 M udah include
dangan gaji pegawai sekarang udah include tunjangan”
Informan 3 (If 3) juga menyatakan bahwa:
“Tidak ada alokasi dana khusus, untuk kota layak anak,anggarannya
memang tidak di khusus kan memang jadi memang di DPA kan
saja”.

Informan 4 (If 4) juga menyatakan bahwa:


“Dari dinas kita sendiri, itu ada bidang pengelola. Kalau untuk
alokasi anggaran khusus tidak ada”.

Informan 5 (If 5) juga menyatakan bahwa:


“ Jadi pada prinsipnya kami harus mengaku ada ataupun tidak ada
dana kami harus mendukung kegiatan yang kami fasilitasi selaku di
kecamatan klo dana khususnya belum ada tapi kami bisa
mengambilnya dari kegiatan PKK karena melalui dana dari PKK
sebab anak dan keluarga termasuk dari beberapa POKJA yang ada
di pengurusan PKK.”

Informan 6 (If 6) dan Informan 7 (If 7) menambahkan keterangan


bahwa:
“…..untuk dana,kita sebagai gugus tugas hanya memfasilitasi dan
mendukung saja dan ikut mensosialisaikan”.

Ketersediaan dana untuk Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi

terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan tidak adanya

pendanaan khusus yang diberikan kepada setiap gugus tugas karena

dana untuk Kota layak anak ini berasal dari APBN dan APBD Kota

Bukittinggi dan dalam pelaksanaan menggunakan dana program lain

seperti Dana PKK.


Tabel 5.6
Triangulasi Dana Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait Klaster
Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Variabel Dokumentasi Observasi Wawancara Kesimpulan


Mendalam
Dana Menurut hasil Observasi dari Berdasarkan hasil Untuk Dana
telaah dokumen, seluruh wawancara, kota layak
dana program informan informan utama anak di Kota
Kota Layak menunjukkan dalam penelitian ini Bukittinggi
Anak Di Kota dana program menyatakan tidak tidak ada dana
Bukittinggi Kota Layak adanya pendanaan khusus akan
terkait Klaster Anak Di Kota khusus yang tetapi dana
Pertama; Hak Bukittinggi diberikan kepada berasal dari
Sipil dan terkait Klaster setiap gugus tugas APBN dan
Kebebasan Pertama; Hak karena dana untuk APBD Kota
berasal dari Sipil dan Kota layak anak ini Bukittinggi
APBN dan Kebebasan berasal dari APBN dalam
APBD Kota berasal dari dan APBD Kota pelaksanaan
Bukittinggi APBN dan Bukittinggi. menggunakan
APBD yang dana program
dikelola lain seperti
P3APKB Dana PKK.

Skema 5.3
Analisa Tema Dana Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait
Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Kata Kunci Kategori Tema

Dana program Kota Layak


Anak Di Kota Bukittinggi Dana
terkait Klaster Pertama; Hak berasal
Sipil dan Kebebasan berasal dari APBN
dan APBD Tidak ada dana khusus
dari APBN dan APBD Kota untuk Kota Layak Anak
Bukittinggi Di Kota Bukittinggi
(If 1) terkait Klaster Pertama;
Hak Sipil dan
Kebebasan dan hanya
berasal dari APBN dan
APBD Kota Bukittinggi
tidak adanya pendanaan khusus
yang diberikan kepada setiap tidak ada
gugus tugas dana
khusus
(If 2, If 3, If 4, If 5,If 6, If 7)
d. Sarana prasarana

Dilihat dari sarana prasarana dalam program Kota Layak Anak

Di Kota Bukittinggi terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan,

informan penelitian menyampaikan pendapat mereka berkaitan dengan

hal ini.

Informan 2 (If 2) memberikan keterangan bahwa:


“karna keterbatasan anggaran untuk 2023 pun kita tetap mengajukan .
kita kan tidak punya mobil untuk pelayanan keliling seperti kayak
mobil mobil sim keliling kalalu kita punya kayak gitu kan kita buka
pelayanan dimana saja kan udah bisa karena kita ndak memboyong
boyong alat ndak ngangkat ngangkat udah standby alat semua di
dalam mobil, kita standby melakkan perekaman ataupun melakukan
pelayanan, sehingga kesulitan perekaman kia ke sekolah itu kan
alatnya bongkar pasang, kalau jadwalnya besok, sebelum besok
disiap kan dulu semuanya nanti kalau udah selesai sampai di kantor
di buka lagi karena kita juga butuh untuk pelayanan kan. Nah
keterbatasan ini sarana prasarana kita dengan alat yang terbatas.
Monitor pasti dibutuhkan laptop pasti ada alat alat IT semua akan
jadi memang harus kalau untuk pakai 5 tahun udah oke sebenarnya
cuma itu lah agak kesulitan kita tapi tetap kita berupaya memasukan
anggaran-anggaran tiap tahunnya, walaupun terealisasikan atau
tidak terealisasikan harus kita ajukan tiap tahunnya terus”.

Informan 3 (If 3) juga menyatakan bahwa:


“Sarpras yang ada seperti Mobil Pustaka Keliling dan alat informasi
yang digunakan saat jadwal pustaka keliling beroperasi”.
Jawaban Informan 3 diatas didukukung dengan gambar 5.2

dibawah ini.

Gambar 5.3
Mobil Perpustaan Keliling Kota Bukittinggi
(Sumber : Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bukittinggi, 2022)

Informan 4 (If 4) juga menyatakan bahwa:


“Sarpras kami ya…CCTV. Kalau untuk CCTV itu tidak ada masalah,
tiap tahun itu ada penambahan penambahan titik. Servernya kan
sudah ada monitornya, Cuma nanti pengembangan nya nanti,
pengembangan tu cukup dengan menambahkan titik cctv aja kita lagi
kita koneksi kan ke server. Kalau untuk fasilitas untuk layanan
informasi layak anak tidak masalah insyallah cukup. Kota layak anak
tu kan sebenarnya kita sendiri yang menyediakan ruang bermain
anak”.
Berikut ini adalah gambar sarana prasarana yang dimiliki oleh

Informan 4 sesuai dengan yang disebut diatas.

Gambar 5.4
Monitor CCTV Kota Bukittinggi
(Sumber : Dinas KOMINFO Kota Bukittinggi, 2022)

Informan 6 (If 6) dan Informan 7 (If 7) menambahkan keterangan


bahwa:
“…..mungkin belum semua sarana yang kita buat terstandarisasi
tetapi kita selalu berusaha melakukan yang terbaik” .

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa

Ketersediaan sarana prasarana dalam pelaksanaan program Kota Layak

Anak Di Kota Bukittinggi terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan

Kebebasan dimana belum lengkapnya sarana prasarana dalam

pelaksanaan program dikarenakan keterbatasan anggaran.


Tabel 5.7
Triangulasi Sarana Prasarana Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait
Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Variabel Dokumentasi Observasi Wawancara Kesimpulan


Mendalam
Sarana Menurut hasil Observasi dari Berdasarkan Untuk sarana
Prasaran telaah seluruh informan hasil prasarana kota
a dokumen, menunjukkan wawancara, layak anak di Kota
sarana sarana prasarana informan utama Bukittinggi belum
prasarana program Kota dalam penelitian lengkapnya sarana
dalam Layak Anak Di ini menyatakan prasarana dalam
program Kota Kota Bukittinggi belum pelaksanaan
Layak Anak terkait Klaster lengkapanya program
Di Kota Pertama; Hak sarana prasarana dikarenakan
Bukittinggi Sipil dan ketersediaanya keterbatasan
terkait Kebebasan sesuai dengan anggaran.
Klaster belum tersedia kebutuhan
Pertama; Hak seluruh sarana dalam
Sipil dan prasarana di pelaksanaan
Kebebasan setiap gugus program
baru ada di tugas yang ada dikarenakan
beberapa keterbatasan
gugus tugas anggaran.

Skema 5.4
Analisa Tema Sarana Prasarana Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Kata Kunci Kategori Tema

Mobil Pustaka Keliling, alat Sudah ada


informasi, CCTV dan Monitor beberapa
sudah ada sarana
prasarana Belum tersedia seluruh
(If 3, If 4) yang sarana prasarana di
disediakan setiap gugus tugas yang
ada untuk Kota Layak
Anak Di Kota
Bukittinggi terkait
Klaster Pertama; Hak
belum lengkapnya sarana Sipil dan Kebebasan
prasarana dalam pelaksanaan
program dikarenakan
keterbatasan anggaran. Belum
lengkap
(If 2, If 5,If 6, If 7)
7. Proses

Komponen proses pendukung implementasi Klaster Pertama; Hak

Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi

terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Informasi

dari informan mengenai komponen input dapat diketahui dari hasil

wawancara berikut:

a. Perencanaan

Perencanaan disini yaitu penyusunan perencanaan dalam Klaster

Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di

Kota Bukittinggi. Sehubungan dengan itu informan utama

menyampaikan pendapat mereka berkaitan dengan hal ini.

Informan 1 (If 1) menyatakan bahwa:


“ ….sebelumnya ditentukan dulu tujuan KLA untuk memenuhi hak
dan melindungi anak sesuai dengan tahapan perencanaan opdan
pelaksanaan kla, sebelum memulai program KLA harus didasari
komitmen politis, komitraan kepala daerah, komitmen tokoh
masyarakat, selanjutnya pembentukan gugus tugas KLA,
pengumpulan data untuk mengetahui masalah anak, untuk
merencanakan kebijakan dan menyususn rencana aksi daerah
dengan terperinci, per bidang indicator kota layak anak yang
diusulkan oleh OPD yang disesuaikan dengan RPJMN dan RPJMD
yang terlibat yaitu 6 bidang yaitu bidang penguatan kelembagaan,
klaster hak sipil dan kebebesan, lingkungan keluarga dan
pengasuhan alyternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan,
pendidikan pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya serta
perlindungan khusus semua sdm yang ada dalam kepengurusan
gugus tugas diundang untuk membuat perencanaan kemudian juga
masyarakat“.

Kegiatan perencanaan tahun 2021 yang dilakukan sebelum

memulai program KLA yang disebutkan oleh Informan 1 diatas

didukung oleh dokumentasi seperti gambar dibawah ini.

Gambar 5.5
Kegiatan Bimtek Percepatan Pengembangan Kecamatan
dan Kelurahan Layak Anak
(Sumber : Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak
Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana, 2022)

Informan 2 (If 2) menyatakan bahwa:


“ Tidak ada ga tau kita, mungkin kepala dinas ada di libatkan, bisa
jadi tim nya masuk pak KADIS kita mungkin tapi yang kami tidak
pernah diajak dalam perencanaan”.
Informan 5 (If 5) menyatakan bahwa:
“ Perencanaan biasanya dilakukan dengan musrembang dengan
stakeholder yang berada di wilayah Kota Bukittingggi”
Jawaban Informan 5 menyebutkan perencanaan dilakukan

dengan mengadakan kegiatan musrembang seperti gambar 5.5 dibawah

ini.
Gambar 5.6
Undangan Kegiatan Musrembang
Kecamatan Mandiangan Koto Selayan
(Sumber : Camat Mandiangin Koto Selayan, 2022)
Informan 6 (If 6) menyatakan bahwa:
“…Perencanaan dilakukan dengan musyawarah dengan instansi
terkait untuk membicarakan bagaimana bagusnya ke depan tentang
KLA ini di wilayah kerja kecamatan guguk panjang.”
Informan 7 (If 7) menyatakan bahwa:
“ Perencanaan pelaksanaan KLA di Kecamatan Aur Birugo sudah
sudah dilakukan sesuai dengan arahan walikota Bukittinggi dan
kegiatan-kegiatan ada perencanaannya semua”.

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa

penyusunan perencana dalam Klaster Pertama; Hak Sipil dan

Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi.

Dimulai dengan membuat komitmen politis, komitraan kepala daerah,

komitmen tokoh masyarakat, selanjutnya pembentukan gugus tugas

KLA, Perencanaan biasanya dilakukan dengan komitmen politis,

komitraan kepala daerah, komitmen tokoh masyarakat, musrembang

dengan stakeholder yang berada di wilayah Kota Bukittingggi.

Tabel 5.8
Triangulasi Perencanaan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait
Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Variabel Dokumentas Observasi Wawancara Kesimpulan


i Mendalam
Perencanaan Menurut hasil Observasi Berdasarkan Untuk kota layak
telaah dari seluruh hasil wawancara, anak di Kota
dokumen, informan informan utama Bukittinggi
perencanaan menunjukkan dalam penelitian perencanaan
sudah disusun perencanaan ini menyatakan sudah dilakukan
dengan sudah ada sudah ada yaitu dengan
penentuan yaitu structural Gugus melakukan
structural structural tugas KLA Kota dengan
Gugus Tugas Gugus tugas Bukittinggi komitmen politis,
KLA Kota KLA Kota melalui kegiatan komitraan kepala
Bukittinggi Bukittinggi komitmen daerah,
politis, komitmen tokoh
komitraan kepala masyarakat,
daerah, musrembang
komitmen tokoh dengan
masyarakat, stakeholder yang
musrembang berada di
dengan wilayah Kota
stakeholder Bukittingggi.

Skema 5.5
Analisa Tema Perencanaan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Kata Kunci Kategori Tema

sebelum memulai program


KLA harus didasari komitmen
politis, komitraan kepala Perencanaan
daerah, komitmen tokoh sudah ada
masyarakat, selanjutnya
pembentukan gugus tugas perencanaan sudah dilakukan
KLA (If 1) dengan melakukan dengan
komitmen politis, komitraan
kepala daerah, komitmen
tokoh masyarakat,
musrembang dengan
stakeholder yang berada di
wilayah Kota Bukittingggi.
musrembang dengan
stakeholder yang berada di
wilayah Kota Bukittingggi.
Perencanaan
(If 5,If 6, If 7) sudah ada
b. Pelaksanaan

Sehubungan dengan pelaksanaan Klaster Pertama; Hak Sipil

dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi,


informan penelitian menyampaikan pendapat mereka berkaitan dengan

hal ini.

Informan 1 (If 1) menyatakan bahwa:


“ ….untuk semua klaster yaitu klaster hak sipil dan kebebasan, klaster
lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, klaster kesehatan
dan kesejahteraan, klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang
dan kegiatan budaya, serta klaster perlindungan khusus anak sudah
bagus namun banyak juga yang harus di tingkatkan, lembaga
konsultasi bagi keluarga di kota bukittinggi, untuk implementasi
kami menyesuaikan dengan perencanaan yang tertuang dalam
RAD KLA”.

Informan 2 (If 2) menyatakan bahwa:


“…Alhmdulillah sejauh ini tidak ada, seperti symbiosis mutualisme
dia berkepentingan kita pun berkepentingan supaya target kita
tercapai dia pun masyarakatnya pun terbantu kan keluar dari RS
udah keluar AKTE sekalian”.

Informan 3 (If 3) menyatakan bahwa:


“….Kita tingkat kan pengadaan berupa alat alat dalam bentuk
fasilitasnya, kalau di perpustakaan depan tu kan sudah ada mainan
anak, buku anak dan sudah ada ruang bermain anak di dalam pun
sudah ada ruang bermain anak”.

Informan 4 (If 4) menyatakan bahwa:


“….Sebenarnya KLA tu ada tingkat SKPD ada tingkat kota.
Penilaiannya itu ada di sistemnya SKPD ada nilai kota. Yang kita
dapat kan kemraen kan Nindya itu kan nilai kota. Kalau SKPD kita
nilainya kecil otomatis nilai kota kita kecil. Jadi kontribusi dari
SKPD sangat perlu untuk meningkatkan ke kota”.
Informan 5 (If 5) menyatakan bahwa:
“….pelaksanaan biasanya dilakukan dengan musrembang dengan
stakeholder yang berada di wilayah Kota Bukittingggi dan selama
sudah dilakukan dengan baik.”

Informan 6 (If 6) menyatakan bahwa:


“…pelaksanaan dilakukan dengan baik dengan instansi terkait untuk
membicarakan bagaimana bagusnya ke depan tentang KLA ini di
Wilayah Kerja Kecamatan Guguk Panjang”.

Informan 7 (If 7) menyatakan bahwa:


“… pelaksanaan KLA di kecamatan aur birugo sudah dilakukan
sesuai dengan arahan walikota bukittinggi dan kegiatan-kegiatan ada
perencanaannya semua.”

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa

Pelaksanaan Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju

Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi, sudah dilakukan sesuai arahan

Walikota Bukittinggi dan sesuai perencanaan yang tertuang dalam

RAD KLA.

Tabel 5.9
Triangulasi Pelaksanaan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait
Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Variabel Dokumentas Observasi Wawancara Kesimpulan


i Mendalam
Pelaksanaan Menurut hasil Observasi dari Berdasarkan hasil Untuk
telaah seluruh wawancara, pelaksanaan
dokumen, informan informan utama Klaster
pelaksanaan menunjukkan dalam penelitian Pertama; Hak
Klaster pelaksanaan ini menyatakan Sipil dan
Pertama ; sudah ada Klaster Pertama; Kebebasan
Hak Sipil dan yaitu Hak Sipil dan dalam menuju
Kebebasan implementasi Kebebasan dalam Kota Layak
dalam kami menuju Kota Anak Di Kota
menuju KLA menyesuaikan Layak Anak Di Bukittinggi,
di Kota dengan Kota Bukittinggi sudah
Bukittinggi perencanaan sudah terlaksana dilakukan
sudah yang tertuang sesuai arahan
terlaksana dalam RAD Walikota
KLA seperti Bukittinggi.
ada mainan
anak, buku
anak dan
sudah ada
ruang bermain
anak
Skema 5.6
Analisa Tema Pelaksanaan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Kata Kunci Kategori Tema

implementasi kami
menyesuaikan dengan
perencanaan yang tertuang Pelaksanaan
dalam RAD KLA seperti ada sudah
mainan anak, buku anak dan berjalan
sudah ada ruang bermain anak
(If 1, If 2, If 3, If 4) Pelaksanaan Klaster
Pertama; Hak Sipil dan
Kebebasan dalam menuju
Kota Layak Anak Di Kota
Bukittinggi, sudah dilakukan
sesuai arahan Walikota
Bukittinggi dan sesuai
perencanaan yang tertuang
dalam RAD KLA.

pelaksanaan KLA di
kecamatan aur birugo sudah Pelaksanaan
dilakukan sesuai dengan sesuai arahan
arahan walikota bukittinggi Walikota
dan kegiatan-kegiatan ada
perencanaannya semua
(If 5,If 6, If 7)

c. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan Klaster Pertama;

Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota

Bukittinggi, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak

Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana selaku Informan

utama menjelaskan bahwa:

“…monitoring dan evaluasi kota layak anak dilakukan dengan


mengundang ODP terkait serta gugus tugas membahas kegiatan
yang sudah dilakukan”.(If 1)
Sesuai dengan yang disampaikan oleh Kepala Dinas

Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pengendalian Penduduk dan

keluarga Berencana diatas, Kepala Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi

menyatakan seperti hasil wawancara berikut ini.

“…., ada monev untuk mempertanggung jawabkan kegiatan,dan


menghadirkan semua bidang dan seksi dan semua staf rutin
kemilakukan dan kami juga hadir pada monev gugus tugas.” (If 2)

“ kalau KOMINFO dilakukan monev secara rutin sesuai arahan aja


sih kita.”(If 4)

Untuk monitoring dilapangan juga telah dilakukan seperti yang

disampaikan oleh tiga orang Camat di Kota Bukittinggi berikut ini.

Informan 5 (If 5) menyatakan bahwa:


“penilaian biasanya dilakukan dengan musrembang dengan
stekholder yang berada di wilayah kota bukittingggi dan selama
sudah dilakukan dengan baik” (IF-7)

Informan 6 (If 6) menyatakan bahwa:


“penilaian dilakukan dengan baik dengan instansi terkait untuk
membicarakan bagaimana bagusnya ke depan tentang KLA ini di
wilayah kerja kecamatan guguk panjang. Evaluasi program tentunyo
ado kito lakukan seperti setiap tri bulan ataupun ada perkumpulan
itu tidak pernah luput kita mengingatkan dan sekaligus mengecek
kembali keterlaksanaan program, kalau untuk hasilnya sendiri
biasanya itu kita hanya menyerahkan ke pemberdayaan biasanya
seperti kegiatan forum anak kecamatan , kalau untuk sekolah ramah
anak itu didinas pendidikan sepertinya”.
Informan 7 (If 7) menyatakan bahwa:
“penilaian KLA di kecamatan aur birugo sudah dilakukan sesuai
dengan arahan Walikota Bukittinggi dan kegiatan-kegiatan ada
perencanaannya semua”

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa

monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan Klaster Pertama; Hak Sipil

dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi

yaitu dilakukan dengan mengundang ODP terkait serta gugus tugas

membahas kegiatan yang sudah dilakukan tiap bulannya dan evaluasi

kegiatan setiap tiga bulan sesuai arahan tetapi masih terkendala pada

waktu sangat sedikit waktunya dalam 1 tahun untuk mebahas semua

kegiatan.

Tabel 5.10
Triangulasi Monitoring dan Evaluasi Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Variabel Dokumentasi Observasi Wawancara Kesimpulan


Mendalam
Monitorin Menurut hasil Observasi dari Berdasarkan Untuk monitoring
g dan telaah seluruh hasil dan evaluasi
Evaluasi dokumen, informan wawancara, Klaster Pertama ;
monitoring menunjukkan informan utama Hak Sipil dan
dan evaluasi monitoring dan dalam Kebebasan dalam
Klaster evaluasi penelitian ini menuju KLA di
Pertama ; Hak Klaster menyatakan Kota Bukittinggi
Sipil dan Pertama ; Hak monitoring dan sudah dilakukan
Kebebasan Sipil dan evaluasi tiap bulannya dan
dalam menuju Kebebasan Klaster evaluasi kegiatan
KLA di Kota dalam menuju Pertama ; Hak setiap tiga bulan
Bukittinggi KLA di Kota Sipil dan sesuai arahan
sudah Bukittinggi Kebebasan mengundang
dilakukan tiap sudah dalam menuju ODP terkait serta
bulannya dan dilakukan KLA di Kota gugus tugas
evaluasi dengan Bukittinggi tetapi masih
kegiatan mengundang sudah terkendala pada
setiap tiga ODP terkait dilakukan tiap
bulan sesuai serta gugus bulannya sesuai waktu
arahan tugas arahan

Skema 5.7
Analisa Tema Monitoring dan Evaluasi Kota Layak Anak Di Kota
Bukittinggi terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Kata Kunci Kategori Tema

evaluasi Klaster Pertama ;


Hak Sipil dan Kebebasan
sangat sedikit
dalam menuju KLA di Kota
waktunya
Bukittinggi sudah dilakukan
dengan mengundang ODP
Monitoring dan evaluasi
terkait serta gugus tugas
Klaster Pertama; Hak Sipil
(If 1) dan Kebebasan dalam
menuju Kota Layak Anak
Di Kota Bukittinggi, sudah
dilakukan tiap bulannya
dan evaluasi kegiatan
setiap tiga bulan sesuai
arahan mengundang ODP
terkait serta gugus tugas
tetapi masih terkendala
monitoring dan evaluasi pada waktu
Klaster Pertama ; Hak Sipil
dan Kebebasan dalam
Sudah
menuju KLA di Kota
terlaksana
Bukittinggi sudah dilakukan
tiap bulannya sesuai arahan
(If 5,If 6, If 7)

8. Output

Komponen output pendukung implementasi Klaster Pertama; Hak

Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi

yaitu hasil dari implementasi Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi dilakukan dengan

wawancara mendalam. Informasi dari informan mengenai komponen

output dapat diketahui dari hasil wawancara berikut:


Informan 1 (If 1) menyatakan bahwa:
“Pelaksanaan KLA di Kota Bukittinggi pada tahun 2022 mendapatkan
penghargaan kategori nidya yang sebelumnya merupakan madya.
Tujuan penerapan KLA ini untuk membangun inisiatif pemerintah
kabupaten/kota untuk lebih respon terhadap kepentingan anak, baik
dalam kebijakan, program dan kegiatan pembangunan serta
kemitraan dengan lembaga non pemerintah di bidang pemenuhan
hak anak dan perlindungan khusus anak,untuk mempertahankan kita
juga perlu kerja keras namun untuk pelaksanaan kita masih banyak
kekurangan dan perlu ditingkatkan lagi sesuai arahan Walikota
Bukittinggi.”

Selain itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak

Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana menyebutkan kendala

dalam evaluasi pelaksanaan KLA tahun 2022 ini seperti berikut ini.

“Kendala dalam evaluasi yaitu belum semua di undang dapat hadir


dan proses monitoring sangat sedikit waktunya dalam 1 tahun, serta
belum membahas kekurangan dan kendala yang ada dan
meningkatkan pertemuan untuk tahun berikutnya.” (If 1)

Informan 2 (If 2) menyatakan bahwa:


“...., Pelaksanaan KLA di Kota Bukittinggi dan sudah dilaksanakan
dengan baik sesuai arahan dari Walikota Bukittinggi yang sudah
mendapatkan penghargaan KLA”.

Informan 3 (If 3) menyatakan bahwa:


“...., Pelaksanaan KLA tahun 2022 yang sudah mendapatkan
penghargaan KLA kategori nidya yang sebelumnya merupakan
madya”.
Informan 4 (If 4) menyatakan bahwa:
“...., penghargaan kita sudah dapat dan meningkat kalau tidak salah
kategori nidya ya”.
Informan 5 (If 5) menyatakan bahwa:
“Kegiatan kita sudah pada hasil yanga bagus karena kita sudah dapat
penghargaan KLA kategori nidya. Tapi butuh ditingkatkan lagi
dengan pengadaan sarana prasarana dan dana yang mnecukupi”.

Informan 6 (If 6) menyatakan bahwa:


“Karena sudah banyak kegiatan yang di arahkan, kegiatan jadi tidak
terfokus lagi pelaksanaan nya kota layak anak, jadi kalau tenaga
gugus tugas di kecamatan kalau KASI PME nya satu orang ndak ada
staf akan keteteran secara umum kegiatan itu ada tapi pen
adminstrasiannya yang terlupakan, makanya capaiannya ya seperti
ini saja”.

Informan 7 (If) menyatakan bahwa:


“…hasil kegiatan kita sudah sudah maksimal dengan keterbatasan
yang ada tapi, alhamdulillah kita sudah nidya sekarang”.

Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa hasil

dari implementasi Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam

menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi pada tahun 2022

mendapatkan penghargaan kategori nidya dan butuh ditingkatkan lagi

dengan pengadaan sarana prasarana dan dana yang mencukupi.


Tabel 5.11
Triangulasi Hasil Implementasi Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Variabel Dokumentasi Observasi Wawancara Kesimpulan


Mendalam
Hasil Menurut hasil Observasi Berdasarkan Untuk hasil
Implementasi telaah dari seluruh hasil implementasi
dokumen, informan wawancara, Klaster
hasil menunjukkan informan utama Pertama ; Hak
implementasi hasil dalam penelitian Sipil dan
Klaster implementasi ini menyatakan Kebebasan
Pertama ; Hak Klaster hasil dalam menuju
Sipil dan Pertama ; implementasi KLA di Kota
Kebebasan Hak Sipil Klaster Bukittinggi pada
dalam menuju dan Pertama ; Hak tahun 2022
KLA di Kota Kebebasan Sipil dan mendapatkan
Bukittinggi dalam Kebebasan penghargaan
pada tahun menuju KLA dalam menuju kategori nidya
2022 di Kota KLA di Kota dan tetapi masih
mendapatkan Bukittinggi Bukittinggi pada terkendala pada
penghargaan pada tahun tahun 2022 waktu butuh
kategori nidya 2022 sudah sudah maksimal ditingkatkan lagi
maksimal dan dengan
mendapatkan pengadaan
penghargaan sarana prasarana
kategori nidya dan dana yang
mencukupi.
Skema 5.8
Analisa Tema Hasil Implentasi Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Kata Kunci Kategori Tema

evaluasi Klaster Pertama ;


Hak Sipil dan Kebebasan
sangat sedikit
dalam menuju KLA di Kota
waktunya
Bukittinggi sudah dilakukan
dengan mengundang ODP
Monitoring dan evaluasi
terkait serta gugus tugas
Klaster Pertama; Hak Sipil
(If 1) dan Kebebasan dalam
menuju Kota Layak Anak
Di Kota Bukittinggi, sudah
dilakukan tiap bulannya
dan evaluasi kegiatan
setiap tiga bulan sesuai
arahan mengundang ODP
terkait serta gugus tugas
tetapi masih terkendala
pada waktu

monitoring dan evaluasi


Sudah
Klaster Pertama ; Hak Sipil
terlaksana
dan Kebebasan dalam
menuju KLA di Kota
Bukittinggi sudah dilakukan
tiap bulannya sesuai arahan
(If 5,If 6, If 7)
9. Matriks Tabel Hasil Penelitian

a. Kebijakan
Tabel 5.12
Matriks Triagulasi Data Kebijakan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Informan Pernyataan Analisis


Penelitian Masalah Penyebab

Informan 1 Kalau secara nasional ada Undang-Undang No 23 tahun 2002, dan Peraturan Tidak ada Tidak ada
Presiden (PERPRES) Nomor 25 Tahun 2021, Kalo di Bukittinggi dasar
hukumnya baru adalah PerWaKo karena itulah, sebenarnya ada PerDa No 4
tahun 2015

Informan 2 Kalau peraturan kebijakan KLA Kita sudah ada PerDa No 4 tahun 2015

Informan 3 Kalau peraturan kebijakan KLA ada baru dalam draf, berupa Peraturan daerah
belum ada SK.

Informan 4 Kalau SK Kota layak anak kita sudah punya

Informan 5 Kegiatan program dari pemerintahan kota dan itu pelaksanaannya ke masyarakat

Informan 6 masing masing kelurahan sudah ada SK dan SK Forum Anak

Informan 7 kelurahan ABTB sudah ada SK dan sudah berjalan


b. SDM
Tabel 5.13
Matriks Triagulasi Data SDM Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Informan Pernyataan Analisis


Penelitian Masalah Penyebab

Informan 1 Yang menjadi gugus tugas kota layak anak Merupakan SKPD terkait dan sudah Tidak ada Tidak ada
otomatis kepala dinas yang menjadi gugus tugas, dan otomatis pejabat fungsional

Informan 2 Kalau sejauh ini masih bisa kita siasati, sebenarnya kalau untuk layak kalau
layanan kita itu sehari hari ada 75 di handle oleh 4 operator tambah 2 lagi di
MPP (mo pelayanan public ) itu cukup

Informan 3 SDM kita pada pustaka keliling yang sesuai jadwalnya

Informan 4 kita diminta untuk menjadi tim dalam kota layak anak

Informan 5 semua gugus tugas

Informan 6 semua gugus tugas


Informan 7 Camat kita adalah gugus tugas dan tenaga pelaksana program difungsi sesuai
kebutuhan

c. Dana
Tabel 5.14
Matriks Triagulasi Data Dana Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Informan Pernyataan Analisis


Penelitian Masalah Penyebab

Informan 1 untuk pendanaan Khusus Ada, itu ada 2 pertama APBN dan APBD Kota ada Anggaran khusus
Bukittinggi
tidak ada
Informan 2 Kalau anggaran kita sebenarnya minus anggaran

Informan 3 Tidak ada alokasi dana khusus,

Informan 4 alokasi anggaran khusus tidak ada”.


Informan 5 kami bisa mengambilnya dari kegiatan PKK karena melalui dana dari PKK sebab
anak dan keluarga termasuk dari beberapa POKJA yang ada di pengurusan PKK.

Informan 6 untuk dana,kita sebagai gugus tugas hanya memfasilitasi dan mendukung saja
dan ikut mensosialisaikan

Informan 7 untuk dana,kita sebagai gugus tugas hanya memfasilitasi dan mendukung saja
dan ikut mensosialisaikan

d. Sarana Prasarana

Tabel 5.15
Matriks Triagulasi Data Sarana Prasarana Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Informan Pernyataan Analisis


Penelitian Masalah Penyebab

Informan 2 kita kan tidak punya mobil untuk pelayanan keliling ada Keterbatasan
Informan 3 Sarpras yang ada seperti Mobil Pustaka Keliling dan alat informasi yang anggaran dan
digunakan saat jadwal pustaka keliling beroperasi anggaran khusus
Informan 4 Sarpras kami ya…CCTV dan monitor tidak ada

Informan 6 mungkin belum semua sarana yang kita buat terstandarisasi tetapi kita selalu
berusaha melakukan yang terbaik

Informan 7 mungkin belum semua sarana yang kita buat terstandarisasi tetapi kita selalu
berusaha melakukan yang terbaik

e. Perencanaan

Tabel 5.16
Matriks Triagulasi Data Perencanaan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Informan Pernyataan Analisis


Penelitian Masalah Penyebab

Informan 1 sebelum memulai program KLA harus didasari komitmen politis, komitraan Tidak ada tidak ada
kepala daerah, komitmen tokoh masyarakat, selanjutnya pembentukan gugus
tugas KLA

Informan 2 mungkin kepala dinas ada di libatkan, bisa jadi tim nya masuk pak KADIS

Informan 5 biasanya dilakukan dengan musrembang dengan stakeholder yang berada di


wilayah Kota Bukittingggi

Informan 6 Perencanaan dilakukan dengan musyawarah dengan instansi terkait untuk


membicarakan bagaimana bagusnya ke depan tentang KLA ini di wilayah kerja
kecamatan guguk panjang.

Informan 7 Perencanaan pelaksanaan KLA di kecamatan aur birugo sudah sudah dilakukan
sesuai dengan arahan walikota Bukittinggi dan kegiatan-kegiatan ada
perencanaannya semua

f. Pelaksanaan
Tabel 5.17
Matriks Triagulasi Data Pelaksanaan Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan
Informan Pernyataan Analisis
Penelitian Masalah Penyebab

Informan 1 untuk implementasi kami menyesuaikan dengan perencanaan yang tertuang Tidak ada tidak ada
dalam RAD KLA

Informan 2 sejauh ini tidak ada, seperti symbiosis mutualisme dia berkepentingan kita pun
berkepentingan supaya target kita tercapai

Informan 3 sudah ada mainan anak, buku anak dan sudah ada ruang bermain anak di dalam
pun sudah ada ruang bermain anak

Informan 4 Kalau SKPD kita nilainya kecil otomatis nilai kota kita kecil. Jadi kontribusi dari
SKPD sangat perlu untuk meningkatkan ke kota

Informan 5 pelaksanaan biasanya dilakukan dengan musrembang dengan stakeholder yang


berada di wilayah Kota Bukittingggi dan selama sudah dilakukan dengan baik.

Informan 6 pelaksanaan dilakukan dengan baik dengan instansi terkait untuk membicarakan
bagaimana bagusnya ke depan tentang KLA ini di Wilayah Kerja Kecamatan
Guguk Panjang

Informan 7 pelaksanaan KLA di kecamatan aur birugo sudah dilakukan sesuai dengan
arahan walikota bukittinggi dan kegiatan-kegiatan ada perencanaannya semua
g. Monitoring dan Evaluasi
Tabel 5.18
Matriks Triagulasi Data Monitoring dan Evaluasi Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Informan Pernyataan Analisis


Penelitian Masalah Penyebab

Informan 1 monitoring dan evaluasi kota layak anak dilakukan dengan mengundang ODP Tidak ada tidak ada
terkait serta gugus tugas membahas kegiatan yang sudah dilakukan

Informan 2 ada monev untuk mempertanggung jawabkan kegiatan,dan menghadirkan semua


bidang dan seksi dan semua staf rutin kemilakukan dan kami juga hadir pada
monev gugus tugas

Informan 4 kalau KOMINFO dilakukan monev secara rutin sesuai arahan aja sih kita

Informan 5 penilaian biasanya dilakukan dengan musrembang dengan stekholder yang


berada di wilayah kota bukittingggi dan selama sudah dilakukan dengan baik

Informan 6 penilaian dilakukan dengan baik dengan instansi terkait untuk membicarakan
bagaimana bagusnya ke depan tentang KLA ini di wilayah kerja kecamatan
guguk panjang. Evaluasi program tentunyo ado kito lakukan seperti setiap tri
bulan

Informan 7 penilaian KLA di kecamatan aur birugo sudah dilakukan sesuai dengan arahan
Walikota Bukittinggi dan kegiatan-kegiatan ada perencanaannya semua

h. Hasil Implementasi
Tabel 5.19
Matriks Triagulasi Data Hasil Implementasi Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

Informan Pernyataan Analisis


Penelitian Masalah Penyebab

Informan 1 Pelaksanaan KLA di Kota Bukittinggi pada tahun 2022 mendapatkan Tidak ada tidak ada
penghargaan kategori nidya yang sebelumnya merupakan madya.

Informan 2 Pelaksanaan KLA di Kota Bukittinggi dan sudah dilaksanakan dengan baik
sesuai arahan dari Walikota Bukittinggi yang sudah mendapatkan penghargaan
KLA

Informan 3 Pelaksanaan KLA tahun 2022 yang sudah mendapatkan penghargaan KLA
kategori nidya yang sebelumnya merupakan madya

Informan 4 penghargaan kita sudah dapat dan meningkat kalau tidak salah kategori nidya ya

Informan 5 Kegiatan kita sudah pada hasil yanga bagus karena kita sudah dapat penghargaan
KLA kategori nidya

Informan 6 kegiatan itu ada tapi pen adminstrasiannya yang terlupakan, makanya capaiannya
ya seperti ini saja

Informan 7 hasil kegiatan kita sudah sudah maksimal dengan keterbatasan yang ada tapi,
alhamdulillah kita sudah nidya sekarang
BAB VI
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan terkait dengan

Analisis Implementasi Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju

Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi Tahun 2022, pembahasan terkait distribusi

frekuensi pemenuhan hak anak klaster hak sipil dan kebebasan (kepemilikan akte

kelahiran, Fasilitas Informasi Layak Anak dan terlembagnya Partisipasi anak)

input, proses dan output dalam pelaksanaan Klaster Pertama; Hak Sipil dan

Kebebasan diuraikan seperti berikut ini:

A. Pemenuhan Hak Anak Klaster Hak Sipil Dan Kebebasan (Kepemilikan


Akte Kelahiran, Fasilitas Informasi Layak Anak Dan Terlembagnya
Partisipasi Anak)
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 orang responden di 3

Kecamatan Kota Bukittinggi terkait pemenuhan hak sipil dan hak kebebasan

didapatkan bahwa pada indikator I : Kepemilikan akte kelahiran didapatkan

bahwa 86,67% responden yang memiliki akte kelahiran. Pada indikator II ;

Fasilitas Informasi Layak Anak (LIA) didapatkan bahwa 60% reponden yang

mengetahui kebberadaan Fasilitas tersebut. Sedangkan pada Indikator III :

Terlembaganya Partisipasi Anak didapatkan hasil bahwa 73,33% sudah

mengetahui hal tersebut akan tetapi hanya 56,67% yang ikut serta dalam

kegiatan forum anak. Dari hasil ini dapat diartikan bahwa pemenuhan Hak

anak kalaster hak sipil dan kebebasan di Kota Bukittinggi belum terpenuhi

karena target KLA adalah 100%.


Indikator KLA dibuat dalam rangka untuk mengukur kabupaten/kota

menjadi layak anak terdiri dari 31 (tiga puluh satu) Indikator Pemenuhan Hak

Anak” yang juga merupakan “Indikator KLA‟. Salah satnya yaitu Klaster hak

sipil dan kebebasan yang meliputi tiga indikator yaitu 1) Persentase anak yang

teregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran; 2) Tersedia fasilitas

informasi layak anak; dan 3)Jumlah kelompok anak, termasuk Forum Anak,

(Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak

Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ilosa & Rusdi (2020) tentang Analisis Pelaksanaan Program Kota Layak Anak

(KLA) Dalam Memenuhi Hak Sipil Dan Kebebasan Anak Di Kota Pekanbaru

yang diketahui bahwa Indikator hak sipil dan kebebasan anak sudah beranjak

bagus juga dari sebelum nya. Terlihat dari data anak yang memiliki akte

kelahiran yang yang tahun 2017 sebanyak 75% 2018 sebanyak 81,03% pada

tahun 2019 menjadi 92%. Begitu juga dengan hasil penelitian Liwananda

(2018) tentang Studi Evaluasi Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) dalam

Pemenuhan Klaster Hak Sipil dan Kebebasan di Kota Semarang yang

diketahui bahwa pemenuhan klaster hak sipil dan kebebasan pelaksanaan

kebijakan Kota Layak Anak di Kota Semarang belum bisa dikatakan

memenuhi target. Belum adanya penguatan bagi forum anak, stagnansi

penyediaan informasi yang layak anak, serta capaian penerbitan akta kelahiran

yang tidak mencapai target menjadi poin utama evaluasi.

Menurut asumsi peneliti, belum terpenuhi pemenuhan Hak anak

klaster hak sipil dan kebebasan di Kota Bukittinggi dapat disebabkan oleh
kurangnya sosialisasi dari dinas terkait. Pemerataan kemudahan bagi anak-

anak untuk memperoleh akta kelahiran sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota

Bukittinggi mempermudah akses bagi masyarakat kota Bukittinggi untuk

mendapatkan akta kelahiran melalui online namun dikarenakan kurangnya

sosialisasi kepada masyarakat sehingga hasil belum optimal. Sosialisasi itu

sangat perlu dalam miningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat,

khususnya orang gu ayang memiliki anak usia 0-18 Tahun yang berada dalam

kependudukan kota Bukittinggi. Begitu juga, pada indikator Fasilitas LIA

seperti Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA), Perpusatakaan Keliling,Taman

Bacaan, Rumah Pintar, Radio Khusus Anak, Media Cetak Khusus Anak, dan

Internet Sehat/Internet Aman kurang diketahui secara luas oleh responden. ini

juga dapat diartikan bahwa kurangnya sosialisasi kepada masyarakat

khususnya anak usia sekolah. Selain itu, pada indikator forum anak juga

ddirasakan masih kurang terlaksanan pelaksanaan kegiatan tersebut masih

terpusat pada titik-titik tertentu sehingga dapat mempengaruhi kemapuan dan

kemauan responden untuk ikut serta. Padahal, forum anak tersebut menjadi

wadah yang dilibatkan dalam kegiatan bermasyarakat dan juga perumusan

masalah seperti misalnya musrembang dan juga menjadi pelopor dan pelapor

bagi teman-teman sebayanya. Akan tetapi pembentukan forum anak belum

diimbangi dengan adanya pelatihan yang memfasilitasi forum anak. Dari hasil

ini dapt diartikan bahwa Implementasi Kota Layak Anak dalam Pemenukan

Hak Sipil dan Kebebasan di Kota Bukittinggi belum berjalan dengan baik

karena hasil belum terpenuhi sesuai target KLA yaitu 100%.


B. Input

Dari hasil wawancara diketahui bahwa dari komponen input yang

terdiri dari:

1. Kebijakan

Dari hasil wawancara diketahui bahwa kebijakan Kota Layak Anak

Di Kota Bukittinggi terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

sudah ada yaitu Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 25 Tahun 2021,

Undang-Undang No 23 tahun 2002, Peraturan Daerah Kota Bukittinggi

No 4 tahun 2015 dan SK ditiap kelurahan.

Dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak adalah kabupaten/kota yang

mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui

pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan

dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam

kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak.

Kebijakan Kota Layak Anak menurut Kementrian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak yang diatur dalam Peraturan Menteri

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011

dalam pemenuhan Klaster 1 Hak Sipil dan Kebasan harus memenuhi 3

Indikator yaitu jumlah anak yang teregistrasi dan mendapat kutipan akta

kelahiran, tersedianya fasilitas informasi layak anak, dan jumlah forum

anak serta adanya peran dalam perencanaan, pemantauan, dan evaluasi

kebijakan, program, dan kegiatan pemenuhan hak anak


Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Prasetya &

Rahman (2022) tentang Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Pada

Masa Pandemi Covid-19 Di Kota Tangerang Selatan (Studi Pada Klaster

Hak Sipil Dan Kebebasan) yang didaptkan hasil bahwa kebijakan Kota

Layak di masa pandemi di Kota Tangerang Selatan sudah cukup baik. Hal

itu karena sudah adanya target waktu untuk mencapai kota layak anak di

tahun 2027. Pada hasil penelitian Sihombing (2022) tentang Implementasi

Kebijakan Kota Layak Anak Pada Klaster Perlindungan Khusus Di Kota

Solok Provinsi Sumatera Barat yang diketahui bahwa kewenangan tiap

pelaksana Kota Layak Anak mengacu pada peraturan perundang-undangan

terkait dan telah sesuai dengan yang tercantum pada Peraturan Menteri

Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1

Tahun 2010. Kewenangan tersebut mampu mendorong partisipasi tiap

perangkat daerah dan masyarakat dalam menyelesaikan segala hambatan

dengan baik.

Begitu juga dengan hasil penelitian Sanura (2020), tentang

Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh Dalam

Pengembangan Kota Layak Anak (Analisis Klaster Hak Sipil dan

Kebebasan) yang didapatkan hasil bahwa pemenuhan hak anak pada

klaster hak sipil dan kebebasan telah di jalankan sesuai dengan kebijakan

yang berlaku, namun belum sepenuhnya maksimal sesuai dengan

kebijakan Pemerintah kota Banda Aceh yaitu Peraturan Walikota No 14

tahun 2018.
Menurut analisis peneliti, kebijakan KLA di di Kota Bukittinggi

mengacu pada Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 25 Tahun 2021,

karena faktor kebijakan sering ditetapkan dari pemerintah pusat.

Pelaksanaan kebijakan tentang perkembangan Kota Layak Anak

diserahkan kepada masing-masing daerah dalam pemenuhan hak anak di

kabupaten/kota. Perlu digarisbawahi bahwa penyusunan rencana yang baik

dapat mempengaruhi keberhasilan kota layak anak dari pemerintah daerah

untuk dapat menggerakkan seluruh pihak yang terkait di lingkup

pemerintah daerah. Program Kota Layak Anak yang dijalankan oleh

pemerintah tidak dapat berjalan lancar tanpa bantuan dari elemen

masyarakat harus sadar bahwa ini merupakan tanggung jawab dari seluruh

elemen masyarakat dan bukan hasil kerja satu instansi saja sehingga perlu

sinergitas antara satuan kerja pemerintah daerah dan juga masyarakat serta

harus ada komitmen dari masyarakat untuk melaksanakan program Kota

Layak Anak.

Efektifitas dari kebijakan Kota Layak Anak Kota Bukittinggi

menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun yang ditunjukkan

dengan kenaikan kepemiilikan akta kelahiran dan terselenggaranya

beberapa forum anak namun belum sesuai target nasional. Berdasarkan

data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan

Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bukittinggi

terkait Evaluasi KLA Bukittinggi Tahun 2021 didapatkan data sebagai

berikut:
a. Persentase anak yang diregistrasi pada 2 (dua) tahun terakhir adalah

tahun 2020 sebesar 93,98% dan tahun 2021 sebesar 95,07%.

b. Persentase anak yang mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran tahun

2020 sebesar 93,98 % dan tahun 2021 sebesar 95,07 %.

c. Persentase anak yang telah mendapatkan KIA tahun 2020 sebesar

40,64 % atau sebanyak 284 keping dan tahun 2021 sebesar 50,81 %

atau sebanyak 474 keping.

Berdasarkan angka –angka pencapaian tersebut, dalam pelaksanaan

kebijakan masih terdapat kurangnya penguatan dan juga angka pencapaian

hak sipil anak (anak yang diregistrasi, kutipan akte kelahiran, dan

kepmilikan Kartu Identitas Anak) belum mendekati 100% sehingga

kebijakan belum dikatakan berjalan secara efektif.

2. Tenaga (SDM)

Dari hasil wawancara diketahui bahwa ketersediaan SDM Kota

Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan

Kebebasan sudah ada yaitu gugus tugas di setiap kecamatan dan pada

instansi yang terkait langsung ada kepala dinas yang menjadi gugus tugas,

dan otomatis pejabat fungsional perencanaannya juga menjadi gugus tugas

sesuai SK Walikota Bukittinggi.

Dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011, tenaga

(SDM) yang dimaksud adalah Gugus Tugas KLA dan Tim teknis KLA.

Gugus Tugas dengan keanggotaan terdiri atas perangkat daerah,


perwakilan anak, lembaga legislative, lembaga yudikatif, dunia usaha,

tokoh agama/masyarakat/penghayat kepercayaan, dan masyarakat. Tim

teknis KLA dibentuk oleh pemerintah daerah yaitu pelaksana dari aparatur

sipil negara yang mendapat tugas dari perangkat daerah untuk

mengadvokasi dan melaksanakan fungsi Gugus Tugas KLA dalam

pencapaian indikator KLA.

Sejalan dengan hasil penelitian Witanto (2018) tentang

Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Dalam Pemenuhan Hak Sipil

Anak Melalui Pelayanan Akta Kelahiran Jemput Bola (Studi Deskriptif

Mepeling “Memberikan Pelayanan Keliling” Di Kota Bandung) yang

diketahui bahwa kurangnya sumberdaya manusia dalam menjalankan

program tersebut dan upaya yang dapat dilakukan dibutuhkan enam orang

petugas. Dikarenakan ada beberapa petugas yang melayani pembuatan

akta kelahiran jemput bola merupakan petugas yang masih baru dalam

melayani masyarakat di Disdukcapil, sehingga dengan melakukan Jemput

Bola, terdapat berbagai pekerjaan yang terhambat, seperti verifikasi

persyaratan menjadi terhambat. Begitu juga dengan hasil penelitian

Sihombing (2022) tentang Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak

Pada Klaster Perlindungan Khusus Di Kota Solok Provinsi Sumatera Barat

yang diketahui bahwa pembagian tugas sudah sesuai Standar Operasiona

Prosedur (SOP) dan dalam implementasinya mampu menjankan tugas

dengan baik tanpa adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan program

KLA. Sedangkan struktur organisasi pada Dinas Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Solok sesuai dengan Peraturan


Walikota Solok Nomor 36 Tahun 2016 sudah terbagi dan memiliki

tupoksinya masing-masing.

Namun, tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ilosa &

Rusdi (2020) tentang Analisis Pelaksanaan Program Kota Layak Anak

(KLA) Dalam Memenuhi Hak Sipil Dan Kebebasan Anak Di Kota

Pekanbaru yang diketahui bahwa untuk Sumber daya manusia sudah ada

Gugus Tugas (GT) sampai sekarang berfungsi, didalam GT ini sudah

diatur peran dan tugas masing.

Menurut asumsi peneliti, Gugus Tugas disetiap Kecamatan dan

Instansi terkait memang sudah ada. Salah satu tugas dari Gugus Tugas

KLA adalah mengkoordinasikan pelaksanaan Kebijakan KLA.

Berdasarkan hasil wawancara diatas disebutkan bahwa kepala dinas yang

menjadi gugus tugas. Untuk pelaksanaan KLA itu sendiri dilakukan Tim

Teknis KLA. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas

Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pengendalian Penduduk dan

Keluarga Berencana Kota Bukittinggi terkait Evaluasi KLA Bukittinggi

Tahun 2021 didapatkan data bahwa sudah terbentuknya Gugus Tugas

KLA Masa Bakti tahun 2020 sesuai Dokumen Surat Keputusan Walikota

Bukittinggi No. 188.45-101 tahun 2020 dan Keputusan Walikota

Bukittingg No. 188-45-149-2018 tentang Gugus Tugas Kota Layak Anak

tahun2018-2021 dan telah berfungsi penuh dalam menjalankan tugas

sesuai tupoksi SKPD yang terkait dengan 5 kluster yang adapada KLA.

SDM pengelola layanan informasi bagi anak dan/atau PISA

terstandardisasi sudah tersertifikasi ramah anak ada 4 orang. 3 orang


adalah SDM ILA telah mengikuti pelatihan KHA, yakni 2 orang dari

Taman Baca Mutiara Hati (yang telah tersertifikasi sebagai PISA) yakni

Sdr. Nofi Ferdian dan Muhammad Fadli dan 2 orang dari SDM

Perpustakaan Umum yakni Sdri. Yutriati dan Armi Angga Saputra, SE.,

MM, serta 1 orang SDM Perpustakaan Umum telah mendapatkan sertifikat

Pustakawan a.n Hertika Octarima.

Data diatas menjelaskan bahwa pada Dinas Perpustakaan dan

Kearsipan yang mendapat pelatihan. Sementara keterkaitan dalam

pelaksanaan Klaster I KLA melibatkan berbadai Instansi diantaranya

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan Komunikasi dan

Informatika. Sesuai yang dikeluhkan oleh informan bahwa ketersediaan

petugas pelaksana KLA di setiap Instansi terkait tidak mencukupi

dikarenakan petugas pelaksana kegiatan difungsikan saat diadakan

kegiatan KLA bahkan meminjam dari bidang yang lain untuk mengisi

kekurangan anggota personil kegiatan KLA sehingga perlu di

sosialisasikan kembali ke petugas yang baru tentang KLA. Hal ini bisa

menjadi penyebab belum optimalnya pelaksanaan KLA di Kota

Bukittinggi.

3. Dana

Dari hasil wawancara diketahui bahwa ketersediaan dana untuk

Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi terkait Klaster Pertama; Hak Sipil

dan Kebebasan yaitu tidak adanya pendanaan khusus yang diberikan

kepada setiap gugus tugas karena dana untuk Kota layak anak ini berasal
dari APBN dan APBD Kota Bukittinggi dan dalam pelaksanaan

menggunakan dana program lain seperti Dana PKK.

Pendanaan Pengembangan KLA dalam Peraturan Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2011dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Provinsi (APBD Provinsi), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) dan sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.

Sejalan dengan hasil penelitian Ilosa & Rusdi (2020) tentang

Analisis Pelaksanaan Program Kota Layak Anak (KLA) Dalam Memenuhi

Hak Sipil Dan Kebebasan Anak Di Kota Pekanbaru diketahui bahwa

pelaksanaan progran KLA murni dari PAD, dan APBD memang

dianggarkan untuk pelaksanaan KLA. Begitu juga dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Fithriyyah (2017) yang menyatakan bahwa tidak

adanya anggaran berbasis kebutuhan anak serta belum terjalinnya

kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat

termasuk masyarakat.

Namun berbeda dengan hasil penelitian Sihombing (2022) tentang

Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Pada Klaster Perlindungan

Khusus Di Kota Solok Provinsi Sumatera Barat yang diketahui bahwa

sumber dana melalui Dana Alokasi Khusus. Berdasarkan Dokumen

Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) Dinas Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Solok , dana alokasi tahun 2021

untuk bidang urusan program perlindungan khusus anak sebesar


Rp.221.650.000,.(dua ratus dua puluh satu juta enam ratus lima puluh lima

ribu rupiah) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Non Fisik.

Menurut asumsi peneliti, pendanaan untuk KLA Kota Bukittinggi

belum ada yang yang di khususkan untuk KLA Kota Bukittinggi, dan

anggaran tersebut sudah diajukan untuk dimasukkan ke dalam APBD Kota

Bukittinggi. Namun, dalam pelaksanaan KLA selama ini seperti dana PKK

di tiap kecamatan. Hal ini sesuai dengan data sekunder yang diperoleh dari

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pengendalian Penduduk dan

keluarga Berencana Kota Bukittinggi terkait Evaluasi KLA Bukittinggi

Tahun 2021 didapatkan bahwa anggaran lintas Organisasi Perangkat

Daerah di Kota Bukittinggi dalam mendukung Kota Layak Anak

berdasarkan klaster-klaster dalam indikator KLA telah tercantumkan

dalam Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 6 Tahun 2021 Tentang

Perubahan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Kota Bukittinggi

Tahun Anggaran 2021.

Hal seperti diatas, dapat diartikan bahwa adanya keterbatasan

anggaran. Selain itu keterbatasan anggaran ini juga dapat mengakibatkan

kepada masyarakat masih belum massif, dan pemahaman substansi

kebijakan diantara para implementor kebijakan masih perlu ditingkatkan.

Sehingga, anggaran dana untuk KLA bisa menjadi penyebab belum

optimalnya pelaksanaan KLA di Kota Bukittinggi karena tanpa adanya

anggaran dana yang mencukupi pengembangan Kota Layak Anak, maka

kebijakannya tidak akan berjalan sesuai dengan diharapkan.


4. Sarana Prasarana

Dari hasil wawancara diketahui bahwa ketersediaan sarana

prasarana dalam pelaksanaan program Kota Layak Anak Di Kota

Bukittinggi terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dimana

belum lengkapnya sarana prasarana dalam pelaksanaan program

dikarenakan keterbatasan anggaran.

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011

menyebutkan bahwa salah sumber informasi layak anak berasal dari buku,

adalah buku yang disediakan melalui perpustakaan, perpustakaan keliling

atau taman/pojok baca layak anak. Selanjutnya, sumber informasi layak

anak berasal dari internet yang disediakan pemerintah daerah (melalui

SKPD atau unit) secara gratis dan bahan lainnya, Permainan elektronik,

edutainment dan interaktif seperti pada taman cerdas, taman teknologi,

museum, laboratorium publik, pusat budaya, pusat informasi dan

sebagainya.

Sejalan dengan hasil penelitian Elizabeth & Hidayat (2016) tentang

Implementasi Program Kota Layak Anak Dalam Upaya Pemenuhan Hak-

Hak Anak Di Kota Bekasi yang diketahui bahwa fasilitas atas informasi

layak anak yang disediakan oleh Pemerintah Kota Bekasi masih sangat

minim sehingga tidak dapat dijangkau oleh seluruh anak. Sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Witanto (2018) tentang Implementasi

Kebijakan Kota Layak Anak Dalam Pemenuhan Hak Sipil Anak Melalui

Pelayanan Akta Kelahiran Jemput Bola (Studi Deskriptif Mepeling


“Memberikan Pelayanan Keliling” Di Kota Bandung) yang diketahui

bahwa sarana prasarana belum maksimal dalam menjalankan program

tersebut dan upaya yang dapat dilakukan yaitu bekerjasama dengan

instansi atau dunia usaha dalam menjalankan kebijakan.

Begitu juga dengan hasil penelitian Sihombing (2022) tentang

Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Pada

Klaster Perlindungan Khusus Di Kota Solok Provinsi Sumatera Barat yang

diketahui bahwa sarana-prasarana berupa gedung dan ruangan kantor

DP3A yang belum memadai untuk menunjang setiap kegiatan dan

pertemuan dikantor yang berhubungan dengan Kota Layak Anak.

Menurut asumsi peneliti, untuk penyediaan Infrastruktur (Sarana

dan Prasarana) Ramah Anak di Kota Bukittinggi sudah cukup efektif,

terlihat dari beragamnya fasilitas yang dibangun Pemko Kota Bukittinggi

yang mengutamakan kepentingan anak seperti data sekunder yang

diperoleh dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pengendalian

Penduduk dan keluarga Berencana Kota Bukittinggi terkait Evaluasi KLA

Bukittinggi Tahun 2021 yaitu:

a. Perpustakaan Umum Kota Bukittinggi

b. Taman Baca Mutiara Hati, Bukittinggi

c. TBM Semesta Ilmu (Kel. Puhun Tembok)

d. TBM Nurul Ilmi (Kel. Koto Selayan)

e. TBM Cempaka (Kel. Campago Guguk Bulek)

f. TBM Rumah Bacaku (Kel. Bukit Apit Puhun)

g. TBM Tunas Bangsa (Kel. Belakang Balok)


h. Rumah Baca Edelwies (Kel. Aur Kuning)

i. SUBASA / Sumber Belajar Anak Sanjai (Kel. Manggis Ganting)

j. Perpustakaan Melati (Kel. Campago Guguk Bulek)

k. Rumah Baca Mandiri (Kel. Garegeh)

l. Rumah Baca Mentari (Kel. Tarok Dipo)

m. Rumah Baca Asoka (Kel. Pakan Labuah)

Faktor fasilitas sarana dan prasarana adalah salah satu faktor

pendukung optimalnya pelaksanaan KLA. Kurangnya fasilitas sarana dan

prasarana tersebut misalnya seperti yang diinformasikan oleh informan

adalah alat transportasi yang masih kurang untuk menunjang kegiatan

KLA secara operasional. Ketersediaan mobil pustaka keliling yang hanya

satu unit sehingga dirasakan kurang efisien dalam pelaksanaan KLA.


Tabel 6.1
Analisis Input Dalam Implementasi Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan
No Input Masalah Penyebab Saran

1. Kebijakan Tidak ada Peraturan Presiden Agar kebijakan yang


(PERPRES) Nomor sudah ada dapat
25 Tahun 2021, dipertegas
Undang-Undang No
23 tahun 2002,
Peraturan Daerah
Kota Bukittinggi No
4 tahun 2015 dan SK
ditiap kelurahan.
2. SDM Ada Ketersediaan tenaga Penambahan tenaga
pelaksana KLAbelum pelaksana untuk KLA
mencukupi dapat dijadikan
prioritas
3. Dana Ada Dana hanya Diperlukan anggaran
bersumber dari khusus untuk KLA
APBD Kota Kota Bukittinggi
Bukittinggi dan dana
PKK setiap
Kecamatan
4. Sarana Kurangnya Mobil Pelaksanaan Sebagai bahan
Prasarana alat KLA hanya Pada pertimbangan untuk
transportasi Pustaka Keliling saja menambah anggaran
dan Media yang berjumlah 1 unit penyediaan alat
Informasi transportasi dan media
informasi sesuai
dengan kebutuhan
dalam Program KLA
C. Proses

Dari hasil wawancara diketahui bahwa dari komponen proses yang

terdiri dari:

1. Perencanaan

Dari hasil wawancara diketahui bahwa penyusunan perencana

dalam Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota

Layak Anak Di Kota Bukittinggi. Dimulai dengan membuat komitmen

politis, komitraan kepala daerah, komitmen tokoh masyarakat, selanjutnya

pembentukan gugus tugas KLA, Perencanaan biasanya dilakukan dengan

komitmen politis, komitraan kepala daerah, komitmen tokoh masyarakat,

musrembang dengan stakeholder yang berada di wilayah Kota

Bukittingggi.

Dalam Tahap Perkembanagan yang jelaskan dalam Peraturan

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 menyebutkan bahwa

perencanaan meliputi penyusunan rencana Aksi Daerah (RAD) yang harus

berintegrasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja

Pemerintah Daerah dengan upaya penguatan lembaga dan pemenuhan Hak

anak yang harus mempertimbangkan pendapat dan pandangan anak yang

diperoleh melalui konsultasi dalam Forum Anak Kota.

Hasil penelitian Setiani (2019) tentang Implementasi Kebijakan

Pembentukan Kabupaten/Kota Layak Anak Pada Bidang Pendidikan Dan

Kesehatan Di Kabupaten Pendeglang yang diketahui hasil bahwa


perencanaan, terdiri dari Penyusunan Rencana Aksi Daerah

Pengembangan KLA atau RAD-KLA. RAD-KLA berfungsi sebagai acuan

penting untuk mengembangkan KLA secara sistematis, terarah, dan tepat

sasaran. Dalam penyusunan RAD-KLA, Gugus Tugas dan pihak-pihak

terkait mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan RPJMN (Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional), RPJMD (Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah), Renstrada (Rencana Strategis

Daerah), Visi, Misi, Kebijakan, Program dan Kegiatan kabupaten/kota

agar RAD-KLA tidak “tumpang tindih” dengan berbagai rencana daerah

yang sudah ada atau sudah berjalan. Sejalan dengan penelitian Utama

(2020) tentang Peran Pemerintah Mewujudkan Kota Layak Anak Di Kota

Ambon Tahun 2019, yang diketahui bahwa perencanaan terdiri dari

penyusunan rencana aksi daerah pengembangan kota layak anak (RAD-

KLA). Dalam penyusunan RAD-KLA Gugus tugas dan pihak-piihak

terkait mempertimbangkan RPJMN, RPJMD, Renstra, visi misi, kebijakan

program dan kegiatan Kota Ambon agar RAD-KLA tidak tumpeng tindih

dengan berbagai rencana daerah yang sudah atau sedang berjalan. Data

RAD-KLA pengembangan KLA Kota Ambon belum ada karena masih

proses.

Menurut asumsi peneliti, perencanaan KLA di Kota Bukittinggi

sudah sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan KLA, dimana diawali

dengan komitmen politis, komitraan kepala daerah, komitmen tokoh

masyarakat, musrembang dengan stakeholder yang berada di wilayah Kota

Bukittingggi. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas


Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pengendalian Penduduk dan keluarga

Berencana Kota Bukittinggi terkait Evaluasi KLA Bukittinggi Tahun 2021

dimana RAD KLA terintegrasi dengan dokumen perencanaan jangka

menengah sesuai dengan misi 5, meningkatkan kualitas pelayanan

pariwisata, pendidikan, kesehatan, perdagangan dan Jasa serta

kesejahteraan sosial masyarakat dengan arah dan tujuan meningkatnya

kesejahteraan masyarakat kota melalui peningkatan kesejahteraan gender

dan perlindungan anak dalam kehidupan masyarakat ( sesuai dengan Perda

No 12 tahun 2017 tentang RPJMD tahun 2021-2026) dan SK Wako RAD.

Kegiatan ini rutin diadakan setiap tahunnya untuk merevisi

kegiatan yang sebelumnya dengan tujuan peningkatan capaian sesuai

klaster. Seperti pada indikator registrasi anak agar terjadi peningkatan dari

tahun sebelumnya dengan menggunakan pendekatan Pengembangan KLA

yang sesuai dengan kebutuhan lapangan dimana tahun sebelumnya

menggunakan pendekatan bottom-up, yang menggerakkan masyarakat

desa/kelurahan inilah dapat mendorong terwujudnya sebuah Kecamatan

Layak Anak. Selanjutnya untuk peningkatan ditahun berikutnya dapat

digunakan pendekatan lain seperti pendekatan top-down. Dengan

menggunakan pendekatan top-down inilah nantinya seluruh kendala dan

hambatan pelaksanaan KLA ditahun sebelumnya dapat di lengkapi

sehingga inisiatif pengembangan KLA akan terealisasi di tingkat

kabupaten/kota karena didukung oleh pihak pemerintah di tingkat nasiona

dan selanjutnya tingkat provinsi.


2. Pelaksanaan

Dari hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan Klaster

Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di

Kota Bukittinggi, sudah dilakukan sesuai arahan Walikota Bukittinggi dan

sesuai perencanaan yang tertuang dalam RAD KLA.

Dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011

menjelaskan pelaksanaan KLA dilakukan berjenjang pada tingkatan

wilayah kota, kecamatan, dan kelurahan secara koordinasi dengan Gugus

Tugas KLA dalam mewujudkan KLA. Pelaksanaan Klaster I: hak sipil dan

kebebasan anak. Hak sipil berupa Nama dan Kewarganegaraan dan

Mempertahankan Identitas Implementasi. Dari kedua hak tersebut

diwujudkan dalam bentuk pemberian akte kelahiran dan pencatatan yang

harus dilakukan untuk diregistrasi oleh negara dalam catatan sipil

kependudukan seorang anak sebagai salah satu warga negaranya. Pada hak

kebebasan di implemntasikan dalam pembetukan Forum Anak dan

Lembaga Informasi Anak.

Sejalan dengan penelitian Utama (2020) tentang Peran Pemerintah

Mewujudkan Kota Layak Anak Di Kota Ambon Tahun 2019, yang

diketahui bahwa Kota Ambon sudah memiliki Forum Anak sejak tahun

2007 dengan surat keputusan Walikota Ambon. Namun Forum Anak ini

belum dioptimalkan. Forum Anak Kota Ambon masih sebatas

berpartisipasi dalam kegiatan yang bertemakan anak. Anak-anak belum

dilibatkan pendapat atau gagasannya dalam musyawarah rencana


pembangunan desa (musrembangdes), musyawarah rencana pembangunan

kecamatan (musrembangcam) dan musyawarah rencana pembangunan

Kota Ambon (musrembangkot).

Sejalan dengan hasil penelitian Fithriyyah (2017) tentang Studi

Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) Di Kota Pekanbaru

yang diketahui bahwa dalam pelaksanaan Pemerintah Kota Pekanbaru

telah membentuk Forum Anak Kota Pekanbaru yang telah dibentuk

kepengurusannya untuk periode 2013-2016, berdasarkan Keputusan

Walikota Pekanbaru Nomor 386. Namun Forum Anak Kota ini seolah

hanya nama saja, belum terlihat secara nyata keterlibatan Forum Anak

Kota tersebut. Begitu juga dengan hasil penelitian Sihombing (2022)

tentang Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Pada

Klaster Perlindungan Khusus Di Kota Solok Provinsi Sumatera Barat yang

diketahui bahwa pelaksanaan Program Kota Layak Anak membangun kota

yang memiliki komitmen dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan

anak. Pelaksanaan Kota Layak Anak klaster Perlindungan Khusus di Kota

Solok sepenuhnya belum optimal.

Menurut asumsi peneliti, pelaksanaan KLA di Kota Bukittinggi

sudah dilakukan sesuai arahan Walikota Bukittinggi dan sesuai

perencanaan yang tertuang dalam RAD KLA. Hal ini didukung dengan

data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan

Anak Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana Kota Bukittinggi

terkait Evaluasi KLA Bukittinggi Tahun 2021 yaitu terkait penerbitan akte

kelahiran per kelurahan, diawali dengan tahap registrasi atau pencatatan,


untuk kemudian diterbitkan akta kelahiran. Dengan demikian, data jumlah

registrasi dan jumlah akta kelahiran yang diterbitkan selalu sama.13 unit

fasilitas Layanan Informasi Anak, 14 unit fasilitas layanan informasi yang

sudah terstandarisasi.

Selain itu, pelaksanaan dan penyelenggaraan KLA Kota

Bukittinggi sudah meliputi tahapan perencanaan KLA, Pra-KLA,

pelaksanaan KLA, evaluasi KLA, dan penetapan peringkat KLA.

Pelaksanaan KLA yang dilakukan melalui pengintegrasian kebijakan,

program, dan kegiatan pembangunan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah sesuai dengan RAD. Pelaksanaan KLA Kota Bukittinggi juga di

lakukan dengan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) terkait kota

layak anak sudah di publish oleh Pemerintah Kota Bukittinggi Baliho

KLA di Simpang Kangkung, Benner, Facebook, Instagram DP3APPKB,

Kaba Bukittinggi, Kampanye KLA dan melalui webinar terkait progress

KLA. Ini memperlihatkan pelaksanaan KLA Kota Bukittinggi sudah

terlaksana dengan baik. Untuk itu perlu penguatan lebih agar KLA lebih

optimal dengan dukungan dalam pengimplementasian kebijakan KLA

Klaster I untuk melaksanakan pemerataan perlindungan hak sipil dan hak

kebebasan anak di Kota Bukittinggi.

3. Monitoring dan Evaluasi

Dari hasil wawancara diketahui bahwa monitoring dan evaluasi

dalam pelaksanaan Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam

menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi yaitu dilakukan dengan


mengundang ODP terkait serta gugus tugas membahas kegiatan yang

sudah dilakukan tiap bulannya dan evaluasi kegiatan setiap tiga bulan

sesuai arahan tetapi masih terkendala pada waktu sangat sedikit waktunya

dalam 1 tahun untuk mebahas semua kegiatan.

Monitoring dan Evaluasi KLA dijelaskan dalam Peraturan Menteri

Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 dimana untuk monitoring dilakukan

paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali dan evaluasi dilaksanakan minimal 1

(satu) tahun sekali secara berjenjang mulai dari tingkat kelurahan,

kecamatan dan kota yang dilakukan oleh Gugus Tugas KLA.

Sejalan dengan penelitian Utama (2020) tentang Peran Pemerintah

Mewujudkan Kota Layak Anak Di Kota Ambon Tahun 2019, yang

diketahui bahwa Evaluasi pengembangan KLA dilakukan untuk menilai

hasil pelaksanaan pengembangan KLA. Aspek yang harus diperhatikan

dalam evaluasi dilakukan oleh gugus tugas KLA, tim evaluasi KLA dan

tim independent. Evaluasi dilakukan setiap tahun, dan dilakukan mulai

dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, sampai Kota Ambon. Pelaporan

mengenai pengembangan KLA dilakukan oleh Walikota Ambon,

disampaikan kepada Gubernur Maluku dengan tembusan kepada Menteri

Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Menteri

Dalam Negeri. Kota Ambon untuk tahun 2019 menargetkan memenuhi

skor diatas 600.

Begitu juga dengan hasil penelitian Sihombing (2022) tentang

Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Pada Klaster Perlindungan


Khusus Di Kota Solok Provinsi Sumatera Barat yang diketahui bahwa

masih terdapat keterlambatan proses pengumpulan data indikator KLA

karena melibatkan banyak instansi. Maka haruslah dilakukan pemantauan

secara terus menerus dan penyebaran informasi secara cepat. Penelitian

Sinduwardoyo (2022) tentang Evaluasi Program Kota Layak Anak (KLA)

Terhadap Tumbuh Kembang Anak Di Kelurahan Ciganjur Jakarta Selatan

diketahui bahwa evaluasi Proses Program Kota Layak Anak (KLA)

terhadap Tumbuh Kembang Anak di Kelurahan Ciganjur Jakarta Selatan

dinilai telah baik dalam pelaksanaannya dan sesuai berdasarkan Peraturan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12

Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).

Menurut asumsi peneliti, monitoring dan evaluasi dalam

pelaksanaan Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju

Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi sudah sesuai dengan peraturan

dalam pelaksanaan KLA yaitu sudah dilakukan tiap tiga bulan.

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pemberdayaan

Perempuan dan Anak Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana

Kota Bukittinggi terkait Evaluasi KLA Bukittinggi Tahun 2021 dimana

RAD KLA yaitu mekanisme pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RAD

KLA dilaksanakan dengan:

1. Rapat Gugus Tugas KLA 3 kali dalam 1 tahun

2. Rapat monitor dan evaluasi KLA

3. Pembentukan Tim Pokja Data Indikator KLA


Namun, berdasarkan hasil wawancara masih terdapat kendala

dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi tersebut yaitu pada waktu

pelaksanaan yang dirasa masih sedikit. Waktu sedikit yang dimaksud

adalah berkaitan dengan petugas yang mengikuti kegiatan tidak sama

dengan kegiatan sebelumnya dimana ketersediaan petugas pelaksana KLA

difungsikan saat diadakan kegiatan. Kegiatan ini berfungsi untuk

komunikasi antar instansi terkait KLA dalam menyampaikan informasi

bagaimana program dari kebijakan disosialisasikan kepada organisasi atau

publik (masyakarakat) dan para pelaksana program dapat mengerti dan

memahami tentang pelaksanaan program pengembangan KLA khususnya

dibidang hak sipil dan kebebasan anak di Kota Bukittinggi yang telah

ditetapkan tercapai.

Tabel 6.2
Analisis Proses Dalam Implementasi Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan
No Proses Masalah Penyebab Saran

1. Perencanaan Tidak ada Tidak ada Penguatan komitmen


politis dan gugus tugas
untuk meningkatkan
pelaksanaan
pengembangan KLA di
Kota Bukittinggi

2. Pelaksanaan Tidak ada Tidak ada sudah dilakukan sesuai


arahan Walikota
Bukittinggi dan sesuai
perencanaan yang
tertuang dalam RAD
KLA.

3. Monitoring dan Ada Kurang Peningkatan waktu dan


Evaluasi efektifnya penetapan petugas
monitoring murni di KLA agar
pelaksanaan dapat mengerti dan
KLA memahami tentang
pelaksanaan program
pengembangan KLA

D. Output

Dari hasil wawancara tentang hasil dari implementasi Klaster Pertama;

Hak Sipil dan Kebebasan dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota

Bukittinggi pada tahun 2022 mendapatkan penghargaan kategori nidya dan

butuh ditingkatkan lagi dengan pengadaan sarana prasarana dan dana yang

mencukupi.

Hak sipil dan kebebasan merupakan hak paling mendasar yang harus

dimiliki oleh anak dan harus dipenuhi oleh Pemerintah yaitu hak atas identitas

dengan memastikan semua anak tercatat memiliki akta kelahiran sebagai

bentuk kewarganegaraan anak. Hak partisipasi anak yang sejatinya untuk

melibatkan anak agar berperan akitf dimaksudkan supaya anak dapat

bertanggung jawab dan menikmati hasil pembangunan melalui Forum Anak4.

Hak akses informasi yang layak dengan penyediaan fasilitas dan sarana yang

memadai sehingga anak dapat mengakses informasi dengan aman sebagai

proses perkembangannya. Apabila Hak sipil dan kebebasan belum terpenuhi

oleh pemerintah, maka indikator yang tertuang di dalam klaster kedua

Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Klaster ketiga Kesehatan

Dasar dan Kesejahteraan, Klaster keempat Pendidikan, Pemanfaatan Waktu

Luang dan Kegiatan Seni Budaya, serta Klaster kelima Perlindungan Khusus

tidak akan terpenuhi.

Sejalan dengan hasil penelitian Liwananda (2018) tentang Studi

Evaluasi Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) dalam Pemenuhan Klaster Hak
Sipil dan Kebebasan di Kota Semarang yang diketahui bahwa pemenuhan

klaster hak sipil dan kebebasan pelaksanaan kebijakan Kota Layak Anak di

Kota Semarang belum bisa dikatakan memenuhi target. Belum adanya

penguatan bagi forum anak, stagnansi penyediaan informasi yang layak anak,

serta capaian penerbitan akta kelahiran yang tidak mencapai target menjadi

poin utama evaluasi. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat, kurangnya

komunikasi antar organisasi pemerintah daerah, kurangnya sumber daya yang

dimiliki, serta regulasi yang menjadi penghambat berjalannya kebijakan Kota

Layak Anak Kota Semarang. Begitu juga dengan hasil penelitian Elizabeth &

Hidayat (2016) tentang Implementasi Program Kota Layak Anak Dalam

Upaya Pemenuhan Hak-Hak Anak Di Kota Bekasi yang diketahui bahwa

Implementasi Program Kota Layak Anak dalam Upaya Pemenuhan Hak-Hak

Anak di Kota Bekasi belum dapat optimal, hal tersebut dibuktikan dengan

masih banyaknya kendala yang ditemui pada upaya pemenuhan hak-hak anak

Kota Bekasi.

Menurut asumsi peneliti, pengembangan KLA di Kota Bukittinggi

sudah mengalami peningkatan pencapaian dari 2 tahun sebelumnya dimana,

Kota Bukittinggi mendapatkan penghargaan kategori nidya pada tahun 2022.

Hal ini dapat dapat terlaksana dengan baik karena tidak dapat kendala yang

begitu besar dalam pelaksanaan program ini. Karena dilhata dari segi input

dan proses semua berjalan sesuai rencana dengan kendala dapat diatasi dengan

baik seperti mengefesienkan dana dan alat-alat yang ada, memfungsikan tenag

pelaksana atau petugas di bidang lain. Namun, kendala tidak bisa dibiarkan

karena akan mempengaruhi pelaksanaan program lain tersebut.


Hasil ini ini berarti pemenuhan hak anak pada klaster hak sipil dan

kebebasan telah di jalankan sesuai dengan kebijakan yang berlaku, namun

belum sepenuhnya maksimal. Akan tetapi capaian Kota Bukittinggi patut

diapresiasi karena menunjukkan kepedulian yang terus meningkat dalam

melindungi anak khususnya pada Klaster I; hak sipil dan kebebasan anak.

Dengan menyadari tentang kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan

pengembangan KLA di Kota Bukittinggi dan tidak menjadikan persoalan yang

masih terjadi di Kota Bukittinggi sebagai hambatan namun sebaliknya harus

dijadikan pemicu untuk maju dan menjadikan Kota Bukittinggi menjadi Kota

Layak Anak.

Tabel 6.3
Analisis Output Dalam Implementasi Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi
terkait Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan
No Output Masalah Penyebab Saran

1. Hasil Pelaksanaan Tidak ada Tidak Ada Pencapaian harus


KLA ditingkatkan dengan
pemerataan pemenuhan
hak sipil dan kebebasan
anak agar mendapat
predikat KLA dengan
tingkat utama bahkan
menjadi Kota Layak
Anak.

2. Kendala Ada Dana yang 1. Pengajuan anggran


belum khusus KLA diadakan
mencukupi, agar dapat melengkapi
sarana prasarana sarana prasarana yang
yang belum kurang lengkap dan
lengkap untuk penyediaan SDM
pelaksanaan
khusus KLA agar
operasional dan
waktu monitoring dan
tidak adanya
SDM yang evaluasi berjalan
khusus KLA efektif.
BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang mengacu pada tujuan

penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:

1. Pemenuhan Hak anak kalaster hak sipil dan kebebasan di Kota Bukittinggi

belum terpenuhi sesuai target 100% karena baru 86,67% responden yang

memiliki akte kelahiran, hanya 60% responden mengetahui adanya

Fasilitas LIA di Kota Bukittinggi dan 56,67% responden yang mengikuti

kegiatan forum anak.

2. Input berupa kebijakan sudah ada, namun ketersediaan dana khusus KLA

belum ada Sarana Prasarana untuk mendukung pelaksanaan KLA juga

belum lengkap serta ketersediaan petugas khusus untuk KLA juga belum

ada karena masih memfungsikan petugas lainnya dalam kegiatan KLA.

3. Proses perencanaan sudah sesuai dengan prosedur pembentukan gugus

tugas sesuai RAD. Pelaksanaan sudah dilakukan sesuai RAD dan arahan

Walikota dengan monitoring evaluasi dilakukan setiap tiga bulan.

4. Output hasil implementasi Klaster Pertama; Hak Sipil dan Kebebasan

dalam menuju Kota Layak Anak Di Kota Bukittinggi pada tahun 2022

mendapatkan penghargaan kategori nidya.


B. Saran

1. Bagi Kota Bukittinggi

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi, masukan dan

pertimbangan bagi pemerintah Kota Bukittinggi dalam penyusunan

rencana tindak lanjut dalam upaya pemenuhan hak anak di Kota

Bukittinggi didukung dengan pengadaan anggaran khusus untuk KLA,

penyedian sarana prasarana yang lengkap dan juga menambah SDM yang

dapat difungsikan secara optimal dalam KLA. Dan melakukan penguatan

komitmen Politis sebagai pelaksana kebijakan dengan Memperbaiki

kualitas komunikasi antar para pelaksana kebijakan agar seluruh program

dan kegiatan dapat terkoordinir dengan baik. Dan melakukan sosialisasi

secara aktif kepada masyarakat, media, dan dunia usaha dalam mendukung

Program Kota Layak Anak di Kota Bukittinggi.

2. Bagi Dinas P2APPKB Kota Bukittinggi

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi, masukan,

bahan evaluasi bagi Dinas P2APPKB Kota Bukittinggi dalam penyusunan

rencana program pengembangan Kota Layak Anak di Kota Bukittinggi

dengan

3. Bagi Universitas Fort De Kock

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai literasi bagi penelitian

dan pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan masyarakat.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi tambahan

dalam memperkuat hasil pada penelitian dan akan menjadi pengembangan

untuk penelitian selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Almira, R., & Paselle, E. (2020). Implementasi Program Forum Anak Dalam
Rangka Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda. Jpbm (Journal Of
Policy & Bureaucracy Management), 1(1), 22–34.
https://doi.org/10.54144/jpbm.v1i1.4
Alviana, I., Rosyadi, S., & Idanati, R. (2021). Partisipasi Forum Anak Banyumas
Dalam Mewujudkan Kabupaten Layak Anak Di Kabupaten Banyumas
Ditinjau Dari Perspektif Multi Stakeholder Partnerships. Jurnal
Desentralisasi Dan Kebijakan Publik (Jdkp), 02(02), 277–287.
https://doi.org/10.30656/jdkp.v2i2.3738
Anonim. (2016). Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan
Anak. Universitas Brawijaya. http://blog.ub.ac.id/malang/
Badan Pusat Statistik. (2022). Persentase Anak Yang Memiliki Akta Kelahiran
Menurut Provinsi (Persen), 2019-2021. Bps - Statistics Indonesia;
Www.Bps.Go.Id. Https://doi.org/10.1055/s-2008-1040325
Bhatia, A., Ferreira, L. Z., Barros, A. J. D., & Victora, C. G. (2017). Who And
Where Are The Uncounted Children? Inequalities In Birth Certificate
Coverage Among Children Under Five Years In 94 Countries Using
Nationally Representative Household Surveys. International Journal For
Equity In Health, 16(1), 1–11. https://doi.org/10.1186/s12939-017-0635-6
Creswell, J. W. (2014). Research Design, Qualitatives, Quantitative, And Mixed
Methods Approcahes (Fourth). Sage Publications.
Darmayanti, & Lipoeto, N. I. (2020). Gambaran Pemenuhan Hak Anak Serta
Faktor-Faktor Yang Mendukung Pada Klaster Kesehatan Dasar Dan
Kesejahteraan Dalam Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Kota
Bukittinggi Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), 44–55.
https://doi.org/10.25077/jka.v8i4.1107
Devi Ayu Rizki, Sulastri, S., & Irfan, M. (2016). Pemenuhan Hak Partisipasi
Anak Melalui Forum Anak Dalam Implementasi Kebijakan Kota Layak
Anak Di Kota Bandung. Share Social Work Jurnal, 5(1), 1–4.
https://doi.org/https://doi.org/10.24198/share.v5i1.13085
Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Bukittinggi. (2022).
Laporan Regulara Kemajuan Pelaksanaan Pelayanan Administrasi
Kependudukan Kota Bukittinggi Bulan Januari 2022. Dinas
Kependudukan Dan Pencatatan Sipil.
Eko Sudarmanto, D. (2021). Desain Penelitian Bisnis Pendekatan Kuantitatif (R.
Watrianthos (Ed.); Cetakan 1). Yayasan Kita Menulis.
Elizabeth, A., & Hidayat, Z. (2016). Implementasi Program Kota Layak Anak
Dalam Upaya Pemenuhan Hak-Hak Anak Di Kota Bekasi. Journal Of
Public Policy And management review, 5(2), 55–70.
www.fisip.undip.ac.id
Faricha, A. (2013). Hak Sipil Sebagai Pelindung Kebebasan Fundamental
Individu. Lbh Yogyakarta. https://lbhyogyakarta.org/2013/04/04/hak-sipil-
sebagai-pelindung-kebebasan-fundamental-individu/
Fithriyyah, M. U. (2017). Studi Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak (Kla)
Di Kota Pekanbaru. Transparansi; Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Ilmiah
Ilmu Administrasi, 9(12), 154–171.
Https://doi.org/https://doi.org/10.31334/trans.v9i2.21.g20 ? citations ? total
citations on dimensions.
Herdiansyah, H. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Salemba Humanika.
Hermawanto, H. (2010). Biostatistik Dasar; Dasar-Dasar Statistik Dalam
Kesehatan. Tim.
Ilosa, A., & Rusdi, R. (2020). Analisis Pelaksanaan Program Kota Layak Anak
(Kla) Dalam Memenuhi Hak Sipil Dan Kebebasan Anak Di Kota
Pekanbaru. Jurnal Manajemen Dan Ilmu Administrasi Publik (Jmiap),
2(1), 87–101. https://doi.org/10.24036/jmiap.v2i1.118
Kementerian Pemberdayaaan Perempuan Dan Perlindungan Anak. (2020). Kemen
Pppa Melaksanakan Sosialisasi Pemenuhan Hak Sipil Anak. Kla
(Kabupaten Dan Kota Layak Anak); Kementerian Pemberdayaaan
Perempuan Dan Perlindungan Anak. https://www.kla.id/kemen-pppa-
melaksanakan-sosialisasi-pemenuhan-hak-sipil-anak/
____________. (2019). Tingkatkan Partisipasi Anak, Kemen Pppa Perkuat Peran
Forum Anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan
Anak; Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak.
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2315/tingkatkan-
partisipasi-anak-kemen-pppa-perkuat-peran-forum-anak
Kertati, I. (2017). Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak. Jurnal Riptek,
Ii(2), 63–74.
Https://Riptek.Semarangkota.Go.Id/Index.Php/Riptek/Article/View/28
KLA. (2017). Kota Ramah Anak. Kla (Kabupaten Dan Kota Layak Anak);
Www.Kla.Id/Kota-Ramah-Anak/.
Liwananda, M. T. T. (2018). Studi Evaluasi Kebijakan Kota Layak Anak (Kla)
Dalam Pemenuhan Klaster Hak Sipil Dan Kebebasan Di Kota Semarang.
Journal Of Public Policy And Management Review, 3(1), 1–11.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/download/27016/23761
Mulyadi, D. (2015). Study Kebijakan Publik Dan Pelayanan Publik. Alfabeta.
Narbuko, C., & Achmadi, A. (2010). Metodologi Penelitian. Bumi Aksara.
Pasolong. (2017). Teori Administrasi Publik. Rineka Cipta.
Patilima, H. (2017). Kabupaten Kota Layak Anak. Jurnal Kriminologi Indonesia,
13(1), 39–55. https://media.neliti.com/media/publications/229091-
kabupaten-kota-layak-anak-6606fe4b.pdf.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016.
(2016). Tentang Kartu Identitas Anak (Issue August).
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kebijakan
Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak. (2011). Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Pengembangan
Kabupaten/Kota Layak Anak.
Pramono, J. (2020). Kebijakan Publik. In Sutoyo (Ed.), Kebijakan Publik
(Pertama). Unisri Press.
Prasetya, A., & Rahman, A. (2022). Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak
Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Kota Tangerang Selatan (Studi Pada
Klaster Hak Sipil Dan Kebebasan). Jurnal Moderat, 8(2), 224–235.
https://ojs.unigal.ac.id/index.php/modrat
Purnamasari, D. M. (2021). Kementerian Pppa Ungkap Risiko Anak Yang Tak
Punya Akta Kelahiran. Kompas.Com; Kompas.Com.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/09/12295861/kementerian-
pppa-ungkap-risiko-anak-yang-tak-punya-akta-kelahiran?page=all
Rachman, A. (2022). Kpai Sebut Sebanyak 147 Anak Dieksploitasi Dan
Diperdagangkan Selama 2021. Tempo.Co; Tempo Media Group.
https://nasional.tempo.co/read/1551060/kpai-sebut-sebanyak-147-anak-
dieksploitasi-dan-diperdagangkan-selama-2021
Rahardjo, M. (2010). Triangulasi Dalam Penelitian Kualitatif. Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. http://repository.uin-
malang.ac.id/1133/
Riggio, E. (2002). Child Friendly Cities: Good Governance In The Best Interests
Of The Child. Environment And Urbanization, 14(2), 45–58.
https://doi.org/10.1177/095624780201400204
Rosalin, L., Handayani, R., Widayati, S. M. W., Armynuksmono, A., Supartun,
Bhima, D. A., & Cahyani, D. B. (2015). Bahan Advokasi Kebijakan Kla
(Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak (Ed.)). Kementerian
Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Rosalin, L. N. (2018). Revisi Peraturan Menteri Pp-Pa Tentang Kabupaten_Kota
Layak Anak. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia.
https://slideplayer.info/slide/12095183/
Sanura, I. P. (2020). Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh
Dalam Pengembangan Kota Layak Anak (Analisis Klaster Hak Sipil Dan
Kebebasan) [Universitas Islam Negeri Ar- Raniry Banda Aceh].
https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/17539/
Setiani, R. D. (2019). Implementasi Kebijakan Pembentukan Kabupaten/Kota
Layak Anak Pada Bidang Pendidikan Dan Kesehatan Di Kabupaten
Pendeglang. Issn 2502-3632 (Online) Issn 2356-0304 (Paper) Jurnal
Online Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, 53(9), 1689–1699.
www.journal.uta45jakarta.ac.id
Sinduwardoyo, H. F. (2022). Evaluasi Program Kota Layak Anak (Kla) Terhadap
Tumbuh Kembang Anak Di Kelurahan Ciganjur Jakarta Selatan. In
‫הארץ‬universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis. Pusat Bahasa Depdiknas.
_______. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Alfabeta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014. (2014). Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
Usman, N. (2002). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Cv. Sinar Baru.
Utama, M. D. (2020). Peran Pemerintah Mewujudkan Kota Layak Anak Di Kota
Ambon Tahun 2019. Badati, 2(1), 69–84.
https://doi.org/10.38012/jb.v2i1.408
Whitzman, C., Worthington, M., & Mizrachi, D. (2010). The Journey And The
Destination Matter: Child-Friendly Cities And Children’s Right To The
City. Built Environment, 36(4), 474–486.
Https://Doi.Org/10.2148/Benv.36.4.474
Winarno, B. (2002). Teori Dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo.
Wirawan. (2012). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia : Teori Aplikasi Dan
Penelitian. Salemba Empat.
Wirjokusumo, I., & Ansori, S. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Unesa
University Press.
Witanto, Y. A. K. (2018). Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Dalam
Pemenuhan Hak Sipil Anak Melaluipelayanan Akta Kelahiran Jemput
Bola (Studi Deskriptif Mepeling “Memberikan Pelayanan Keliling” Di
Kota Bandung)”. Universitas Pendidikan Indonesia.
Yulman. (2019). Bukittinggi Raih Penghargaan Kota Layak Anak Tingkat Madya
Dan Ruang Bermain Ramah Anak (Rbra). Pemerintahan Kota Bukittinggi;
Pemerintahan Kota Bukittinggi.
http://www.bukittinggikota.go.id/berita/bukittinggi-raih-penghargaan-
kota-layak-anak-tingkat-madya-dan-ruang-bermain-ramah-anak-rbra
Zakky. (2018). Pengertian Implementasi Menurut Para Ahli, Kbbi Dan Secara
Umum. www.zonareferensi.com/pengertian-implementasi/html..

Anda mungkin juga menyukai