Anda di halaman 1dari 360

TIM PENYUSUN

Pengarah: Pribudiarta Nur Sitepu

Penanggung Jawab: Lies Rosdianty

Editor: Anita Putri Bungsu


Indah Lukitasari

Penulis Naskah: Hadi Utomo


Ikeu Tanziha
Jamilah Arifin
Syafina Noegroho

Pengolah Data: Anita Putri Bungsu


Sylvianti Angraini
Indah Lukitasari
Nurhayati
Dian Surida
Wahyu Bodromurti

Layout: Anita Putri Bungsu


Indah Lukitasari
Dian Surida
Ultra Potallah
PROFIL ANAK INDONESIA
2021
ISSN
2089-3523

Ukuran Buku
21 X 29,7

Jumlah Halaman
xxxvi + 323

Naskah
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA)

Gambar Kulit
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA)

Diterbitkan Oleh
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA)

Sumber Ilustrasi
www.canva.com

Dilarang mengumumkan,
mendistribusikan,
mengkomunikasikan, dan/atau
menggandakan sebagian atau
seluruh isi buku ini untuk tujuan
komersil tanpa izin tertulis dari
Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan
Anak (Kemen PPPA)
KATA SAMBUTAN
Anak Indonesia, yang berdasarkan hasil Sensus 2020 jumlahnya mencapai 29,5
persen dari total penduduk Indonesia, menjadi salah satu kelompok masyarakat
yang paling penting untuk diperhatikan demi mewujudkan tujuan pembangunan
nasional di masa kini dan nanti. Adapun pemenuhan hak dan perlindungan khusus
bagi seluruh anak Indonesia merupakan kunci terciptanya generasi yang tangguh
dan berkualitas. Lebih dari itu, pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak
merupakan amanat dari konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yang diturunkan ke dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak serta menjadi komitmen Indonesia di tingkat global melalui
ratifikasi atas Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

Sebagai pedoman dan acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan


perlindungan anak, tentunya diperlukan data dan informasi yang menggambarkan
kondisi faktual anak Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah mempublikasikan Profil Anak
Indonesia 2021 yang memberikan gambaran anak Indonesia dalam berbagai aspek
hak anak maupun isu-isu yang melingkupi mereka.

Adapun penyusunan publikasi ini merupakan hasil kerjasama dengan Badan Pusat
Statistik (BPS) setiap tahunnya, dimana berbagai data dan informasi yang disajikan
juga bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh BPS. Untuk itu, kami
sampaikan apresiasi yang tinggi kepada Kepala BPS beserta jajaran atas kerja
sama yang baik ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan publikasi ini.

Besar harapan kami bahwa publikasi ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
seluruh pemangku kepentingan agar cita-cita Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030
dapat tercapai.

Perempuan berdaya, anak terlindungi, Indonesia maju.


KATA PENGANTAR
Peningkatan kualitas anak dan perempuan menjadi salah satu perhatian pemerintah
dalam pembangunan berkelanjutan. Anak diharapkan dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik serta mendapatkan semua haknya. Pembangunan
perlindungan anak bertujuan untuk memenuhi hak anak dan melindungi anak dari
berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya.

Namun permasalahan dalam pembangunan perlindungan anak masih sering kita


jumpai. Terlebih di masa pandemi Covid 19 yang membuat kelompok rentan seperti
perempuan dan anak makin tertekan. Tingginya kasus kekerasan terhadap anak,
masalah perkawinan anak, pekerja anak dan dampak negatif kemajuan teknologi
informasi yang membuat anak-anak rentan terpapar informasi yang tidak layak,
pemerataan akses kesehatan dan pendidikan anak menjadi beberapa permasalahan
yang dihadapi.

Publikasi ini diharapkan menjadi data pembuka wawasan untuk mengetahui sejauh
mana upaya yang telah dilakukan, serta permasalahan dan tantangan yang dihadapi
dalam upaya pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak. Secara umum publikasi
ini juga menyediakan data yang terpilah menurut tipe daerah, jenis kelamin, dan
provinsi, agar bisa memberikan gambaran permasalahan yang dihadapi.

Dalam upaya mengatasi berbagai tantangan dan permasalahan pemenuhan hak dan
perlindungan khusus anak, tentunya dibutuhkan koordinasi dari seluruh komponen
bangsa. Untuk itu, diharapkan publikasi ini dapat dimanfaatkan seluruh pihak terkait
agar dapat menyusun kebijakan, program dan kegiatan perlindungan anak yang
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, sehingga benar-benar memperhatikan
kepentingan terbaik bagi anak dan memberikan manfaat bagi seluruh anak
Indonesia.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak, atas dukungan dan
komitmen untuk terus memprioritaskan kepentingan terbaik bagi anak-anak. Kerja
bersama perlu terus dilakukan untuk mewujudkan Indonesia Layak Anak. Semoga
buku Profil Anak Indonesia ini dapat bermanfaat dalam mempercepat pemenuhan
hak anak dan perlindungan khusus anak secara komprehensif.

Jakarta, Desember 2021


Sekretaris Kementerian
RINGKASAN EKSEKUTIF

Hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 menunjukkan bahwa sebanyak


79,7 juta penduduk Indonesia adalah penduduk usia anak yaitu 0-17 tahun.
Persentasenya mencapai 29,50 persen dari total penduduk Indonesia.
Sensus Penduduk tahun 2000 menghasilkan jumlah anak Indonesia
mencapai 73,986 juta dan meningkat pada Sensus Penduduk tahun 2010
menjadi sebanyak 81,390 juta. Namun dalam waktu 10 tahun kemudian
jumlah penduduk hanya sekitar 79,709 juta (Sensus Penduduk tahun 2020).
Diasumsikan kondisi ini diakibatkan karena menurunnya angka Total
Fertility Rate (TFR) Indonesia. Penurunan TFR sudah ditargetkan baik pada
RPJMN 2015-2019 maupun RPJMN 2020-2024.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan
capaian kepemilikan akta kelahiran di Indonesia terus meningkat dengan
baik setiap tahunnya. Data menunjukkan terjadi peningkatan kepemilikan
akta kelahiran sebesar 8,11 persen selama enam tahun terakhir dari tahun
2015 sampai dengan tahun 2020. Capaian kepemilikan akta kelahiran
tahun 2020 berada pada angka 88,11 persen, masih lebih rendah dari target
RPJMN 2020-2024 tahun tersebut berada pada angka 92 persen.
Saat ini internet memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari
bagi anak diantaranya dapat memudahkan dalam menyelesaikan
pekerjaan rumah, berkomunikasi dengan orang lain, dan memudahkan
dalam pembelajaran secara online. Persentase anak umur 7-17 tahun yang
mengakses internet menurut tujuan mengakses, paling banyak adalah
untuk mendapatkan hiburan (81,47 persen), melakukan komunikasi melalui
media sosial (75,89 persen), sebagai media belajar (53,24 persen), dan
untuk mendapatkan hiburan (50,47 persen). Di samping itu anak juga
mengakses internet untuk mendapatkan info barang/jasa (5,75 persen) dan
melakukan pembelian barang (5,50 persen).
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan jenjang pendidikan
sebelum jenjang pendidikan dasar dan ditujukan bagi anak sejak lahir

Profil Anak Indonesia 2021


viii

sampai dengan usia enam tahun. Kegiatan PAUD dilakukan melalui


pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal. Capaian APK PAUD anak usia 3-6 tahun di
Indonesia terlihat berfluktuasi. Capaian tertinggi terjadi pada tahun 2018,
namun terjadi penurunan pada 2019 dan kembali menurun pada tahun
2020. Hal ini diduga karena kondisi pandemic Covid 19 yang menghambat
partisipasi anak dalam proses belajar di PAUD. Namun secara tren terjadi
peningkatan dari tahun 2014 sampai 2020 dengan peningkatan sebesar
2,82 persen yaitu dari 32,68 persen tahun 2014, menjadi 35,50 persen
tahun 2020.
Sementara itu APM adalah ukuran untuk menunjukkan seberapa
besar penduduk yang bersekolah tepat waktu, atau menunjukkan seberapa
besar penduduk yang bersekolah dengan umur yang sesuai dengan
ketentuan kelompok umur sekolah di jenjang pendidikan yang sedang
ditempuh. Secara keseluruhan, rata-rata APM di semua provinsi masih
belum ada yang mencapai angka 100 persen. Hal ini menunjukan bahwa
penduduk umur sekolah di semia provinsi belum seluruhnya bersekolah
sesuai dengan jenjangnya.
Seperti pada tahun sebelumnya, APM SD/sederajat memiliki nilai
paling tinggi yaitu sebesar 97,69 persen, dibandingkan dengan APM
SMP/sederajat maupun SM/sederajat. Hal ini menunjukan bahwa
penduduk yang bersekolah di SD/sederajat hampir seluruhnya sudah
sesuai dengan kelompok umur yang seharusnya. Dilihat dari disparitas
antar provinsi, hanya provinsi Papua yang memiliki APM SD/sederajat di
bawah 90 persen, yaitu sebesar 79,34 persen.
Kondisi anak Indonesia di bidang kesehatan tergambar dari data-data
dan informasi terkait kesehatan anak, mulai sejak anak di dalam kandungan
hingga usia di bawah 18 tahun, seperti penolong persalinan, tempat
melahirkan ibu, cakupan pemberian ASI, imunisasi, dan lain sebagainya.
Beberapa diantaranya menunjukan kondisi yang cukup baik, seperti

Profil Anak Indonesia 2021


ix

persentase wanita pernah kawin usia 15-49 tahun yang melahirkan hidup
dan melaksanakan praktek Inisiasi Menyusu Dini (IMD), berdasarkan data
hasil Susenas Kor BPS tahun 2020, diketahui sudah mencapai angka 73,16
persen, begitu juga halnya dengan persentase anak baduta yang diberi ASI
yang sudah mencapai angka 95,02 persen. Namun dalam hal kepemilikan
jaminan kesehatan, pada tahun 2020, masih terdapat sebanyak 37,57
persen anak Indonesia yang tidak memiliki jaminan kesehatan, bahkan di
daerah perdesaaan persentasenya mencapai 43,51 persen. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh pengetahuan yang rendah terhadap jaminan
kesehatan, kurangnya sosialisasi maupun media promosi kesehatan, dan
kesadaran kepala keluarga yang rendah terhadap pentingnya jaminan
kesehatan serta tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. Jaminan
kesehatan yang paling banyak dimiliki di daerah perdesaan adalah BPJS
Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yaitu sebanyak 35,79 persen,
sedangkan di perkotaan ialah BPJS Kesehatan Non-PBI/Mandiri sebanyak
30,26 persen.
Kepemilikan rumah akan menurunkan stres yang dialami orang tua
karena tidak menghabiskan sumber daya keuangan untuk sewa, sehingga
sumberdaya yang ada dapat diinvestasikan dalam kesehatan, pendidikan,
dan masa depan anak-anak mereka. Namun demikian, bukan hanya
kepemilikan rumah, tapi keadaan rumahpun sebagau faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Anak umur 10-17 tahun
secara mayoritas tinggal di rumah milik sendiri (milik orang tua), yaitu
sebanyak 79,84 persen. Berikutnya, sebanyak 10,83 persen tinggal di
rumah bebas sewa atau kondisi dimana tempat tinggal mereka diperoleh
dari pihak lain (baik keluarga/bukan keluarga/orang tua yang tinggal di
tempat lain) dan ditempati/didiami oleh rumah tangga tanpa mengeluarkan
suatu pembayaran apapun. Sisanya, tinggal di tempat kontrak atau sewa
(8,13 persen), dinas (1,19 persen), dan lainnya (0,01 persen).
Sanitasi dan sumber air yang layak sangat penting untuk proses
tumbuh kembang anak. Tanpa air, sanitasi dan kebersihan yang layak,
anak-anak menghadapi peningkatan risiko penyakit yang dapat dicegah

Profil Anak Indonesia 2021


x

dan menderita kekurangan gizi, stunting dan masalah kesehatan kritis


lainnya. Persentase anak yang tinggal di rumah tangga yang memiliki akses
sanitasi layak masih rendah yaitu 78,53 persen. Pada daerah perkotaan
persentase anak yang yang tinggal di rumah tangga yang memiliki akses
sanitasi layak lebih tinggi (82,97 persen) dibanding di perdesaan (73,22
persen). Hal ini serupa dengan kondisi akses air layak, dimana perdesaan
memiliki akses yang lebih rendah dibanding di perkotaan. Faktor yang
menjadi penyebabnya antara lain adalah masih kurangnya infrastruktur
sanitasi dan masih banyaknya penduduk yang belum mempraktikkan PHBS
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
Kekerasan terhadap anak masih sering dijumpai dan menjadi
penghambat dalam tumbuh kembang anak. Sistem Informasi Online
Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatatkan kasus
kekerasan terhadap anak pada tahun 2019 sebanyak 11.057 kasus,
meningkat menjadi 11.278 kasus pada tahun 2020, dan meningkat kembali
pada tahun 2021 selama Januari-November menjadi 12.556. Dalam tiga
tahun terakhir terdapat peningkatan sebanyak 1.499 kasus atau setara
dengan 13,56 persen dibanding tahun 2019.
Selain itu, permasalahan perlindungan anak yang juga menjadi
prioritas adalah perkawinan anak. Persentase perkawinan anak usia kurang
dari 18 tahun pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau SDG’s
ditargetkan turun menjadi 6,94 persen pada tahun 2030. Proporsi
perempuan usia 20-24 tahun yang berstatus kawin atau hidup bersama
sebelum usia 18 tahun, yang menggambarkan perkawinan anak pada tahun
2019 adalah sebesar 10,82 persen, dan pada 2020 telah berhasil
mengalami penurunan meskipun tidak begitu signifikan, yaitu menjadi 10,35
persen.

Profil Anak Indonesia 2021


DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN ........................................................................................ iii

KATA SAMBUTAN..................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................ vii

DAFTAR ISI ............................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xxvi

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................... 3

1.3 Sumber Data ......................................................................................... 3

1.4 Sistematika Penyajian ........................................................................... 3

BAB II. STRUKTUR KEPENDUDUKAN .................................................... 6

2.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun dan 18+ Tahun
menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin.......................................................... 6

2.2 Rasio Ketergantungan ......................................................................... 10

2.3 Tren Penduduk Umur 0 – 17 Tahun (Tren dari tahun 2010-2020)........ 13

BAB III. HAK SIPIL DAN KEBEBASAN ................................................... 16

3.1 Kepemilikan Akta Kelahiran ................................................................. 16

3.2 Akses Internet...................................................................................... 22

BAB IV. PENGASUHAN ALTERNATIF ................................................... 30

Profil Anak Indonesia 2021


xii

4.1 Keikutsertaan PAUD ............................................................................ 31

4.2 Angka Kesiapan Sekolah ..................................................................... 39

BAB V. KESEHATAN............................................................................... 44

5.1 Penolong Persalinan............................................................................ 44

5.2 Tempat Melahirkan .............................................................................. 47

5.3 Inisiasi Menyusui Dini .......................................................................... 49

5.4 Baduta yang Diberi ASI ....................................................................... 52

5.5 Anak dengan Keluhan Kesehatan........................................................ 58

5.6 Status Gizi Baduta (Berat Badan Baduta Waktu Dilahirkan) ................ 68

5.7 Anak Baduta yang Diberi Makanan Tambahan .................................... 70

5.8 Anak yang Diimunisasi ........................................................................ 74

5.9 Anak yang Merokok ............................................................................. 79

BAB VI. PENDIDIKAN ............................................................................. 85

6.1 Partisipasi Sekolah .............................................................................. 86

6.2 Angka Partisipasi Murni ....................................................................... 87

6.3 Angka Partisipasi Kasar....................................................................... 92

6.4 Angka Partisipasi Sekolah ................................................................... 96

6.5 Angka Putus Sekolah .......................................................................... 98

6.6 Angka Buta Huruf .............................................................................. 100

6.7 Program Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Pintar ....................... 103

BAB VII. PERUMAHAN DAN SANITASI LAYAK ................................... 109

7.1 Status Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal ...................................... 109

7.2 Akses Air Minum Layak ..................................................................... 111

7.3 Akses Sanitasi Layak......................................................................... 114

7.4 Keterbatasan Akses makanan ........................................................... 118

BAB VIII. KEKERASAN TERHADAP ANAK .......................................... 124

8.1 Konsep dan Definisi ........................................................................... 126

Profil Anak Indonesia 2021


xiii

8.2 Jumlah Kasus dan Korban ................................................................. 131

8.3 Tempat Kejadian ............................................................................... 138

8.4 Jenis Kekerasan ................................................................................ 140

8.5 Jenis Layanan ................................................................................... 144

8.6 Pelaku Kekerasan ............................................................................. 147

BAB IX. PEKERJA ANAK ...................................................................... 153

9.1 Konsep dan Definisi ........................................................................... 154

9.2 Angkatan Kerja .................................................................................. 156

9.3 Anak yang Bekerja ............................................................................ 160


9.3.1 Lapangan Pekerjaan Utama (Pertanian, Manufaktur, Jasa) ................... 163
9.3.2 Sektor Formal dan Informal ..................................................................... 165
9.3.3 Status Pekerjaan Utama ......................................................................... 166
9.3.4 Jam Kerja ................................................................................................ 169
9.3.5 Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan .................................................... 170
9.3.6 Upah/Gaji/Pendapatan ............................................................................ 173
9.3.7 Tren Anak yang Bekerja .......................................................................... 174

9.4 Pekerja Anak ..................................................................................... 175


9.4.1 Tren Pekerja Anak................................................................................... 176
9.4.2 Keterkaitan Pekerja Anak dengan Kemiskinan Anak.............................. 178
9.4.3 Keterkaitan Pekerja Anak dengan Status Pendidikan Anak ................... 180

BAB X. PERKAWINAN ANAK................................................................ 183

10.1 Konsep dan Definisi ....................................................................... 183

10.2 Perkawinan Usia Anak ................................................................... 184

10.3 Tren Perkawinan Anak di Indonesia ............................................... 188

10.4 Perkawinan Anak dan Ketahanan Keluarga ................................... 192


10.4.1 Pengasuhan ............................................................................................ 192
10.4.2 KDRT ....................................................................................................... 194
10.4.3 Anak yang Bekerja .................................................................................. 196

10.5 Perkawinan Anak dan Pendidikan .................................................. 197

10.6 Perkawinan Anak dan Kesehatan .................................................. 199

10.7 Perkawinan Anak dan Kemiskinan ................................................. 201

Profil Anak Indonesia 2021


xiv

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 203

LAMPIRAN............................................................................................. 216

Profil Anak Indonesia 2021


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Jumlah dan persentase penduduk umur 0-17 tahun


dan 18+ tahun menurut tipe daerah dan jenis kelamin,
2020 .................................................................................... 10
Tabel 4. 1 Persentase anak umur 0-6 tahun menurut provinsi,
jenis kelamin dan keikutsertaan PAUD, 2020 ..................... 39
Tabel 6. 1 Persentase anak umur 5-17 tahun menurut partisipasi
sekolah, 2020 ..................................................................... 87

Tabel 9. 1 Konsep dan Definisi terkait Anak yang Bekerja ................ 155

Tabel 9. 2 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang


Bekerja menurut Pendidikan Terakhir yang
Ditamatkan, Jenis Kelamin, dan Tipe Daerah, 2020 ......... 171
Tabel 9. 3 Anak yang Bekerja menurut Kelompok Umur dan Jam
Kerja, 2020 ....................................................................... 176

Profil Anak Indonesia 2021


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Jumlah dan Persentase Penduduk di Indonesia


menurut Kelompok Umur, 2020 ........................................ 7
Gambar 2. 2 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun menurut
Wilayah Kepulauan, 2020 ................................................. 7
Gambar 2. 3 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun menurut
Provinsi, 2020 ................................................................... 9
Gambar 2. 4 Rasio Ketergantungan menurut Tipe Daerah dan
Jenis Kelamin, 2020 ....................................................... 12
Gambar 2. 5 Rasio Ketergantungan menurut Provinsi, 2020 .............. 13
Gambar 2. 6 Jumlah Penduduk 0-17 Tahun, 2010-2020..................... 14
Gambar 3. 1 Capaian dan Target Kepemilikan Akta Kelahiran,
2020................................................................................ 17
Gambar 3. 2 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut
Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor Catatan Sipil,
2020................................................................................ 18
Gambar 3. 3 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut Wilayah
dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor Catatan
Sipil, 2020 ....................................................................... 19
Gambar 3. 4 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut Jenis
Kelamin dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor
Catatan Sipil, 2020 ......................................................... 19
Gambar 3. 5 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut Provinsi
dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor Catatan
Sipil, 2020 ....................................................................... 21
Gambar 3. 6 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses
Internet menurut Tipe Daerah, 2020 ............................... 22
Gambar 3. 7 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses
Internet menurut Provinsi, 2020...................................... 24

Profil Anak Indonesia 2021


xvii

Gambar 3. 8 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses


Internet menurut Tujuan Mengakses, 2020 .................... 26
Gambar 3. 9 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses
Internet menurut Tipe Daerah, 2020 ............................... 27
Gambar 3. 10 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses
Internet menurut Jenis Kelamin, 2020 ............................ 28
Gambar 4. 1 Capaian APK PAUD Anak Umur 3-6 Tahun, 2014-
2020................................................................................ 33
Gambar 4. 2 Angka Partisipasi Anak Umur 0-6 Tahun yang Sedang
Mengikuti PAUD menurut Tipe Daerah dan Kelompok
Umur, 2020 ..................................................................... 34
Gambar 4. 3 Angka Partisipasi Anak Umur 0-6 Tahun yang Sedang
Mengikuti PAUD menurut Jenis Kelamin dan
Kelompok Umur, 2020 .................................................... 35
Gambar 4. 4 Angka Parsisipasi PAUD Anak Umur 3-6 Tahun
menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2020 ................. 37
Gambar 4. 5 Angka Kesiapan Sekolah menurut Tipe Daerah dan
Jenis Kelamin, 2020 ....................................................... 42
Gambar 5. 1 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun
yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Provinsi dan Penolong Persalinan Terakhir,
2020................................................................................ 45
Gambar 5. 2 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun
yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Tipe Daerah dan Penolong Persalinan
Terakhir, 2020 ................................................................ 46
Gambar 5. 3 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun
yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Tipe Daerah dan Tempat Melahirkan, 2020 ..... 48
Gambar 5. 4 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun
yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir

Profil Anak Indonesia 2021


xviii

menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status Inisiasi


Menyusui Dini, 2020 ....................................................... 50
Gambar 5. 5 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun
yang Melahirkan Hidup Dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Provinsi dan Melakukan Inisiasi Menyusui
Dini, 2020 ....................................................................... 51
Gambar 5. 6 Persentase Baduta (Bayi 0-23 Bulan) yang Pernah
Diberi Air Susu Ibu menurut Tipe Daerah dan Jenis
Kelamin, 2020 ................................................................. 53
Gambar 5. 7 Persentase Baduta (Bayi 0-23 Bulan) yang Pernah
Diberi Air Susu Ibu menurut Provinsi, 2020 .................... 54
Gambar 5. 8 Persentase Baduta (0-23 Bulan) yang Pernah Diberi
ASI menurut Tipe Daerah dan Rata-Rata Lama
Pemberian ASI (Bulan), 2020 ......................................... 55
Gambar 5. 9 Persentase Baduta (0-23 Bulan) yang Pernah Diberi
ASI Selama 6-23 Bulan menurut Provinsi, 2020............. 56
Gambar 5. 10 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami
Keluhan Kesehatan menurut Tipe Daerah dan Jenis
Kelamin, 2020 ................................................................. 59
Gambar 5. 11 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Sakit
(Terganggu Pekerjaan, Sekolah, atau Kegiatan
Sehari-hari) menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin,
2020................................................................................ 60
Gambar 5. 12 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami
Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan dalam
Sebulan Terakhir menurut Tipe Daerah dan Jenis
Kelamin, 2020 ................................................................. 61
Gambar 5. 13 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami
Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan dalam
Sebulan Terakhir menurut Tipe Daerah dan Tempat
Berobat, 2020 ................................................................. 62

Profil Anak Indonesia 2021


xix

Gambar 5. 14 Persentase Penduduk 0-17 Tahun menurut Provinsi


dan Jenis Jaminan Kesehatan yang Dimiliki, 2020 ......... 63
Gambar 5. 15 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami
Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan menurut
Provinsi dan Jenis Jaminan Kesehatan yang
Digunakan, 2020 ............................................................ 64
Gambar 5. 16 Persentase Anak 0-17 Tahun yang Pernah Rawat
Inap dalam Setahun Terakhir menurut Tipe Daerah
dan Jenis Kelamin, 2020 ................................................ 65
Gambar 5. 17 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Pernah
Dirawat Inap dalam Satu Tahun Terakhir menurut
Tempat Rawat Inap, 2020 .............................................. 66
Gambar 5. 18 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Pernah
Dirawat Inap dalam Satu Tahun Terakhir menurut
Tipe Daerah dan Jaminan Kesehatan yang
Digunakan, 2020 ............................................................ 67
Gambar 5. 19 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun
yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Berat Badan
Baduta Waktu Dilahirkan, 2020 ...................................... 69
Gambar 5. 20 Persentase Baduta (Bayi 0-23 Bulan) yang Pernah
Diberi ASI menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin,
2020................................................................................ 70
Gambar 5. 21 Persentase Baduta (0-23 Bulan) menurut Tipe Daerah
dan Pemberian Makanan/Cairan Tambahan dalam 24
Jam Terakhir, 2020 ......................................................... 71
Gambar 5. 22 Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang
Mendapatkan ASI Eksklusif menurut Tipe Daerah,
2020................................................................................ 72
Gambar 5. 23 Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang
Mendapatkan ASI Eksklusif menurut Provinsi, 2020 ...... 73

Profil Anak Indonesia 2021


xx

Gambar 5. 24 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi


menurut Jenis Kelamin, 2020 ......................................... 75
Gambar 5. 25 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi
menurut Provinsi, 2020 ................................................... 76
Gambar 5. 26 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi
menurut Tipe Daerah dan Jenis Imunisasi, 2020 ........... 77
Gambar 5. 27 Persentase Anak Berumur 12-23 Bulan yang
Mendapat Imunisasi Lengkap menurut Tipe Daerah
dan Jenis Kelamin, 2020 ................................................ 78
Gambar 5. 28 Persentase Anak Berumur 12-23 Bulan yang
Mendapat Imunisasi Lengkap menurut Provinsi, 2020
....................................................................................... 79
Gambar 5. 29 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun yang Merokok
dalam Satu Bulan Terakhir menurut Tipe Daerah dan
Jenis Kelamin, 2020 ....................................................... 81
Gambar 5. 30 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun yang Merokok
dalam Satu Bulan Terakhir menurut Provinsi, 2020 ....... 82
Gambar 5. 31 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun yang Merokok
menurut Provinsi dan Batang Rokok yang Dihisap per
Minggu, 2020 .................................................................. 83
Gambar 6. 1 Tren Angka Partisipasi Murni SD, SMP, dan SM
Tahun 2009-2020 ........................................................... 89
Gambar 6. 2 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Umur 7-18
Tahun menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan,
2020................................................................................ 90
Gambar 6. 3 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Umur 7-18
Tahun menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan,
2020................................................................................ 94
Gambar 6. 4 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Umur 7-
18 Tahun menurut Provinsi dan Kelompok Umur,
2020................................................................................ 97

Profil Anak Indonesia 2021


xxi

Gambar 6. 5 Angka Putus Sekolah menurut Jenjang Pendidikan,


2020................................................................................ 99
Gambar 6. 6 Persentase Penduduk Buta Huruf 5-17 Tahun
menurut Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2020 ............ 101
Gambar 6. 7 Persentase Penduduk Buta Huruf 5-17 Tahun
menurut Provinsi, 2020 ................................................. 102
Gambar 6. 8 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Memperoleh
Program Indonesia Pintar (PIP) menurut Tipe Daerah,
2020.............................................................................. 106
Gambar 6. 9 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Memperoleh
Program Indonesia Pintar (PIP) dan Memiliki Kartu
Indonesia Pintar (KIP) menurut Tipe Daerah, 2020 ...... 107
Gambar 7. 1 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut Tipe
Daerah dan Status Kepemilikan Rumah Tempat
Tinggal, 2020 ................................................................ 110
Gambar 7. 2 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di
Rumah Tangga yang Memiliki Akses Air Layak
menurut Tipe Daerah, 2020 .......................................... 112
Gambar 7. 3 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di
Rumah Tangga yang Memiliki Akses Air Layak
menurut Provinsi, 2020 ................................................. 113
Gambar 7. 4 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di
Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi Layak
menurut Tipe Daerah, 2020 .......................................... 115
Gambar 7. 5 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di
Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi Layak
menurut Provinsi, 2020 ................................................. 116
Gambar 7. 6 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di
Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi Layak
menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2020 ..................... 117
Gambar 7. 7 Persentase Anak 0-17 Tahun yang Tinggal di Rumah
Tangga yang Kurang Uang atau Sumber Daya

Profil Anak Indonesia 2021


xxii

Lainnya dan Menyebabkan Keterbatasan Akses


terhadap Makanan menurut Tipe Daerah, 2020 ........... 119
Gambar 8. 1 Jumlah Kasus dan Korban Kekerasan terhadap Anak
Periode 2019, 2020, dan Januari-November 2021 ....... 132
Gambar 8. 2 Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Anak menurut
Provinsi, 2020 ............................................................... 133
Gambar 8. 3 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Kelompok Umur, 2020 (menurut Tahun Kejadian) ....... 134
Gambar 8. 4 Anak Korban Kekerasan menurut Kelompok Umur,
Periode 2019, 2020, dan Januari-November 2021 ....... 134
Gambar 8. 5 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Kelompok Umur dan Provinsi, 2020 ............................. 135
Gambar 8. 6 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Jenis Pekerjaan, 2020 (menurut Tahun Kejadian) ........ 136
Gambar 8. 7 Jumlah Anak Korban Kekerasan menurut Provinsi
dan Jenis Pekerjaan, 2020 (menurut Tahun Kejadian)
..................................................................................... 137
Gambar 8. 8 Persentase Anak Korban Kekerasan menurut Tempat
Kejadian Periode 2019, 2020 dan Januari-November
2021.............................................................................. 139
Gambar 8. 9 Persentase Kekerasan dalam Rumah Tangga
Periode 2019, 2020, dan Januari-November 2021 ....... 140
Gambar 8. 10 Persentase Korban Kekerasan terhadap Anak
menurut Jenis Kekerasan, 2020 ................................... 141
Gambar 8. 11 Persentase Anak Korban Kekerasan menurut Provinsi
dan Jenis Kekerasan yang Dialami, 2020..................... 143
Gambar 8. 12 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi dan Jumlah Jenis Kekerasan yang Dialami,
2020.............................................................................. 144
Gambar 8. 13 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Jenis Layanan dan Wilayah, 2020 (menurut Tahun
Kejadian) ...................................................................... 145

Profil Anak Indonesia 2021


xxiii

Gambar 8. 14 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Jumlah Layanan yang diterima, 2020 ........................... 146
Gambar 8. 15 Persentase Anak Korban Kejahatan menurut Provinsi
dan Jumlah Layanan yang Diterima, 2020 ................... 147
Gambar 8. 16 Jumlah Pelaku Kekerasan terhadap Anak menurut
Hubungan Pelaku dengan Korban, 2020 (menurut
Tahun Kejadian) ........................................................... 148
Gambar 8. 17 Persentase Pelaku Kekerasan terhadap Anak
menurut Provinsi dan Hubungan Pelaku dengan
Korban, 2020 ................................................................ 150
Gambar 9. 1 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
termasuk Angkatan Kerja menurut Tipe Daerah dan
Jenis Kelamin, 2020 ..................................................... 157
Gambar 9. 2 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Termasuk Angkatan Kerja menurut Provinsi, 2020 ...... 159
Gambar 9. 3 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin,
2020.............................................................................. 161
Gambar 9. 4 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja mulai Maret dan sebelum Maret 2020
menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2020............ 162
Gambar 9. 5 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan
Jenis Kelamin, 2020 ..................................................... 163
Gambar 9. 6 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan
Lapangan Pekerjaan Utama, 2020 ............................... 164
Gambar 9. 7 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Tipe Daerah dan Sektor
Formal/Informal, 2020................................................... 165

Profil Anak Indonesia 2021


xxiv

Gambar 9. 8 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang


Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama dan Tipe
Daerah, 2020 ................................................................ 167
Gambar 9. 9 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis
Kelamin, 2020 ............................................................... 168
Gambar 9. 10 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Jam Kerja pada
Pekerjaan Utama, 2020 ................................................ 169
Gambar 9. 11 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Tipe Daerah dan Jam Kerja Pada
Pekerjaan Utama, 2020 ................................................ 170
Gambar 9. 12 Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Penduduk Usia 10-
17 Tahun yang Bekerja menurut Tipe Daerah dan
Jenis Kelamin, 2020 ..................................................... 173
Gambar 9. 13 Persentase Anak Usia 10-17 Tahun yang Bekerja,
2015-2020 .................................................................... 174
Gambar 9. 14 Persentase Pekerja Anak Usia 10-17 Tahun menurut
Kelompok Umur, 2019-2020 ......................................... 177
Gambar 10. 1 Persentase Perempuan Berusia 20-24 Tahun yang
Menikah Sebelum Berusia 18 Tahun, 2019-2020......... 186
Gambar 10. 2 Persentase Perempuan Usia 20-24 Tahun yang
Pernah Menikah Sebelum 15 Tahun ............................ 189
Gambar 10. 3 Persentase Perempuan 20-24 yang Pernah Menikah
Sebelum 18 Tahun ....................................................... 190
Gambar 10. 4 Tren Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 10 Tahun
dengan Umur Perkawinan Pertama ≤16 Tahun. ........... 191
Gambar 10. 5 Target Penurunan Persentase Balita yang
Mendapatkan Pengasuhan Tidak Layak (Kemen PPA,
2020) ............................................................................ 194
Gambar 10. 6 EPR Penduduk Usia 20-24 Tahun menurut Jenis
Kelamin dan Status Perkawinan, 2018 ......................... 196

Profil Anak Indonesia 2021


xxv

Gambar 10. 7 Persentase Perempuan dan Laki-laki Usia 20-24


Tahun menurut Usia Perkawinan Pertama dan
Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2018 .. 199

Profil Anak Indonesia 2021


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 2. 1 Persentase Penduduk menurut Provinsi, Tipe


Daerah, dan Kelompok Umur, 2020 ............................. 217
Lampiran 2. 2 Persentase Penduduk di Perkotaan menurut
Provinsi, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur, 2020
..................................................................................... 218
Lampiran 2. 3 Persentase Penduduk di Perdesaan menurut
Provinsi, Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur, 2020
..................................................................................... 219
Lampiran 2. 4 Persentase Penduduk menurut Provinsi, Jenis
Kelamin, dan Kelompok Umur, 2020 ............................ 220
Lampiran 2. 5 Persentase Penduduk menurut Provinsi, Tipe
Daerah, dan Kelompok Umur (0-14, 15-64, dan
65+), 2020 .................................................................... 221
Lampiran 2. 6 Jumlah Penduduk menurut Provinsi, Jenis
Kelamin, dan Kelompok Umur (0-14, 15-64, dan
65+), 2020 .................................................................... 222
Lampiran 2. 7 Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio)
menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan Jenis Kelamin,
2020.............................................................................. 223
Lampiran 3. 1 Persentase Anak Usia 0-17 Tahun menurut
Provinsi dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari
Kantor Catatan Sipil, 2020 ............................................ 224

Lampiran 3. 2 Persentase Anak Usia 0-17 tahun di Perkotaan


menurut Provinsi dan Kepemilikan Akta Kelahiran
dari Kantor Catatan Sipil, 2020 ..................................... 225
Lampiran 3. 3 Persentase Anak Usia 0-17 tahun di Perdesaan
menurut Provinsi dan Kepemilikan Akta Kelahiran
dari Kantor Catatan Sipil, 2020 ..................................... 226

Profil Anak Indonesia 2021


xxvii

Lampiran 3. 4 Persentase Anak Laki-laki Usia 0-17 Tahun


menurut Provinsi dan Kepemilikan Akta Kelahiran
dari Kantor Catatan Sipil, 2020 ..................................... 227
Lampiran 3. 5 Persentase Anak Perempuan Usia 0-17 Tahun
menurut Provinsi dan Kepemilikan Akta Kelahiran
dari Kantor Catatan Sipil, 2020 ..................................... 228
Lampiran 3. 6 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang
Mengakses Internet menurut Provinsi dan Tipe
Daerah, 2020 ................................................................ 229
Lampiran 3. 7 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang
Mengakses Internet menurut Tipe Daerah dan
Tujuan Mengakses, 2020 ............................................. 230
Lampiran 3. 8 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang
Mengakses Internet menurut Jenis Kelamin dan
Tujuan Mengakses, 2020 ............................................. 231
Lampiran 4. 1 Angka Partisipasi Anak Usia 3-6 Tahun yang Sedang
Mengikuti PAUD menurut Provinsi dan Kelompok
Umur, 2020 ................................................................... 232
Lampiran 4. 2 Angka Partisipasi Anak Usia 3-6 Tahun di
Perkotaan yang Sedang Mengikuti PAUD menurut
Provinsi dan Kelompok Umur, 2020 ............................. 233
Lampiran 4. 3 Angka Partisipasi Anak Usia 3-6 Tahun di
Perdesaan yang Sedang Mengikuti PAUD menurut
Provinsi dan Kelompok Umur, 2020 ............................. 234
Lampiran 4. 4 Angka Partisipasi Anak Laki-laki Usia 3-6 Tahun
yang Sedang Mengikuti PAUD menurut Provinsi
dan Kelompok Umur, 2020 ........................................... 235
Lampiran 4. 5 Angka Partisipasi Anak Perempuan Usia 3-6 Tahun
yang Sedang Mengikuti PAUD menurut Provinsi
dan Kelompok Umur, 2020 ........................................... 236
Lampiran 4. 6 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun menurut Provinsi,
Jenis Kelamin dan Keikutsertaan PAUD, 2020 ............. 237

Profil Anak Indonesia 2021


xxviii

Lampiran 4. 7 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun menurut Provinsi,


Tipe Daerah, dan Keikutsertaan PAUD, 2020 .............. 238
Lampiran 4. 8 Angka Kesiapan Sekolah menurut Provinsi dan
Jenis Kelamin, 2020 ..................................................... 239
Lampiran 4. 9 Angka Kesiapan Sekolah di Perkotaan menurut
Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020 ................................. 240
Lampiran 4. 10 Angka Kesiapan Sekolah di Perdesaan menurut
Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020 ................................. 241
Lampiran 5. 1 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 tahun
yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Tipe Daerah dan Penolong Persalinan
Terakhir, 2020 .............................................................. 242
Lampiran 5. 2 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49
Tahun yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun
Terakhir menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan Status
Inisiasi Menyusui Dini, 2020 ......................................... 243
Lampiran 5. 3 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49
Tahun yang melahirkan hidup dalam Dua Tahun
Terakhir menurut Tipe Daerah dan Tempat
Melahirkan, 2020 .......................................................... 244
Lampiran 5. 4 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang
Mengalami Keluhan Kesehatan menurut Provinsi,
tipe daerah, dan Jenis kelamin, 2020 ........................... 245
Lampiran 5. 5 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Sakit
(terganggu pekerjaan, sekolah, atau kegiatan
sehari-hari) menurut Provinsi, tipe daerah, dan
Jenis kelamin, 2020 ...................................................... 246
Lampiran 5. 6 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang
Mengalami Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan
dalamSetahun Terakhir menurut Provinsi, Tipe
Daerah, dan Jenis kelamin, 2020 ................................. 247

Profil Anak Indonesia 2021


xxix

Lampiran 5. 7 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang


Mengalami Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan
dalam Sebulan Terakhir menurut Tipe Daerah, dan
Tempat Berobat, 2020 .................................................. 248
Lampiran 5. 8 Persentase Penduduk 0-17 Tahun menurut Tipe
Daerah dan Jenis Jaminan Kesehatan yang
Dimiliki, 2020 ................................................................ 249
Lampiran 5. 9 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang
Mengalami Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan
menurut Tipe Daerah dan Jenis Jaminan
Kesehatan yang Digunakan, 2020 ................................ 250
Lampiran 5. 10 Persentase Anak 0-17 Tahun yang Pernah Rawat
Inap dalam Setahun Terakhir menurut Provinsi,
Tipe Daerah, dan Jenis Kelamin, 2020 ......................... 251
Lampiran 5. 11 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Pernah
Dirawat Inap dalam Satu Tahun Terakhir menurut
Tipe Daerah dan Tempat Rawat Inap, 2020 ................. 252
Lampiran 5. 12 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Pernah
Dirawat Inap dalam Satu Tahun Terakhir menurut
Tipe Daerah dan Jaminan Kesehatan yang
Digunakan, 2020 .......................................................... 253
Lampiran 5. 13 Persentase Baduta (Bayi 0-23 Bulan) yang Pernah
Diberi Air Susu Ibu menurut Provinsi, Tipe Daerah,
dan Jenis Kelamin, 2020 .............................................. 254
Lampiran 5. 14 Persentase Baduta (0-23 Bulan) yang Pernah
Diberi ASI menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan
Rata-rata Lama Pemberian ASI (Bulan), 2020 ............. 255
Lampiran 5. 15 Persentase Baduta (0-23 Bulan) menurut Provinsi,
Tipe Daerah, dan Pemberian Makanan/Cairan
Tambahan dalam 24 Jam Terakhir, 2020 ..................... 256

Profil Anak Indonesia 2021


xxx

Lampiran 5. 16 Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang


Mendapatkan Asi Eksklusif menurut Provinsi, 2020
..................................................................................... 257
Lampiran 5. 17 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi
menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin,
2020.............................................................................. 258
Lampiran 5. 18 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi
menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan Jenis
Imunisasi, 2020 ............................................................ 259
Lampiran 5. 19 Persentase Anak Berumur 12-23 Bulan yang
Mendapat Imunisasi Lengkap menurut Provinsi,
Tipe Daerah, dan Jenis Kelamin, 2020 ......................... 261
Lampiran 5. 20 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun yang Merokok
menurut Tipe Daerah dan Batang Rokok yang
Dihisap per Minggu, 2020 ............................................. 262
Lampiran 6. 1 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun menurut
Provinsi dan Partisipasi Sekolah, 2020......................... 263
Lampiran 6. 2 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun di Pedesaan
menurut Provinsi dan Partisipasi Sekolah, 2020 .......... 264
Lampiran 6. 3 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun di Perkotaan
menurut Provinsi dan Partisipasi Sekolah, 2020 .......... 265
Lampiran 6. 4 Persentase Anak Laki-Laki Usia 5-17 Tahun
menurut Provinsi dan Partisipasi Sekolah, 2020 .......... 266
Lampiran 6. 5 Persentase Anak Perempuan Usia 5-17 Tahun
menurut Provinsi dan Partisipasi Sekolah, 2020 .......... 267
Lampiran 6. 6 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia 7-
18 Tahun menurut Provinsi dan Kelompok Umur,
2020.............................................................................. 268
Lampiran 6. 7 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia 7-
18 Tahun di Perkotaan menurut Provinsi dan
Kelompok Umur, 2020 .................................................. 269

Profil Anak Indonesia 2021


xxxi

Lampiran 6. 8 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia 7-


18 Tahun di Perdesaan Menurut Provinsi dan
Kelompok Umur, 2020 .................................................. 270
Lampiran 6. 9 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Laki-
Laki Usia 7-18 Tahun Menurut Provinsi dan
Kelompok Umur, 2020 .................................................. 271
Lampiran 6. 10 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk
Perempuan Usia 7-18 Tahun menurut Provinsi dan
Kelompok Umur, 2020 .................................................. 272
Lampiran 6. 11 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Usia 7-
18 Tahun menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020 .......................................................... 273
Lampiran 6. 12 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Usia 7-
18 Tahun di Perkotaan menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan, 2020 ............................................ 274
Lampiran 6. 13 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Usia 7-
18 Tahun di Perdesaan Menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan, 2020 ............................................ 275
Lampiran 6. 14 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Laki-Laki
Usia 7-18 Tahun menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020 .......................................................... 276
Lampiran 6. 15 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk
Perempuan Usia 7-18 Tahun menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan, 2020 ............................................ 277
Lampiran 6. 16 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Usia 7-
18 Tahun menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020 .......................................................... 278
Lampiran 6. 17 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Usia 7-
18 Tahun di Perkotaan menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan, 2020 ............................................ 279

Profil Anak Indonesia 2021


xxxii

Lampiran 6. 18 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Usia 7-


18 Tahun di Perdesaan menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan, 2020 ............................................ 280
Lampiran 6. 19 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Laki-Laki
Usia 7-18 Tahun menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020 .......................................................... 281
Lampiran 6. 20 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk
Perempuan Usia 7-18 Tahun Menurut Provinsi dan
Jenjang Pendidikan, 2020 ............................................ 282
Lampiran 6. 21 Persentase Penduduk Usia 5-17 Tahun yang Buta
Huruf menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Tipe
Daerah, 2020 ................................................................ 283
Lampiran 6. 22 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang
Memperoleh Program Indonesia Pintar (PIP)
menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Tipe Daerah,
2020.............................................................................. 284
Lampiran 6. 23 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang
Memperoleh Program Indonesia Pintar (PIP) dan
Memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP) menurut
Provinsi, Jenis Kelamin, dan Tipe Daerah, 2020 .......... 285
Lampiran 7. 1 Persentase Anak Usia 0-17 Tahun menurut Provinsi,
Status Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal, dan
Tipe Daerah, 2020 ........................................................ 286
Lampiran 7. 2 Persentase Anak Usia 0-17 Tahun yang Tinggal di
Rumah Tangga yang Memiliki Akses Air Layak
menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2020 ..................... 287
Lampiran 7. 3 Persentase Anak Usia 0-17 Tahun yang Tinggal di
Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi
Layak menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2020 ........... 288
Lampiran 7. 4 Persentase Anak 0-17 Tahun yang Tinggal di
Rumah Tangga yang Kurang Uang atau Sumber
Daya Lainnya danMenyebabkan Keterbatasan

Profil Anak Indonesia 2021


xxxiii

Akses terhadap Makanan menurut Tipe Daerah,


2020.............................................................................. 289
Lampiran 8. 1 Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi Tahun 2019-2020 (menurut Tahun
Penginputan) ................................................................ 290
Lampiran 8. 2 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi Tahun 2019 - 2020 (menurut Tahun
Penginputan) ................................................................ 291
Lampiran 8. 3 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi dan Kelompok Umur, 2020 (menurut
Tahun Penginputan) ..................................................... 292
Lampiran 8. 4 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi dan Status Perkawinan, 2020 (menurut
Tahun Penginputan) ..................................................... 293
Lampiran 8. 5 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi dan Jenis Pekerjaan, 2020 (menurut
Tahun Penginputan) ..................................................... 294
Lampiran 8. 6 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi dan Tempat Kejadian, 2020 (menurut
Tahun Penginputan) ..................................................... 295
Lampiran 8. 7 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi dan Jenis Kekerasan, 2020 (menurut
Tahun Penginputan) ..................................................... 296
Lampiran 8. 8 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi dan Jumlah Jenis Kekerasan, 2020
(menurut Tahun Penginputan) ...................................... 297
Lampiran 8. 9 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi dan Jenis Layanan, 2020 (menurut Tahun
Penginputan) ................................................................ 298
Lampiran 8. 10 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut
Provinsi dan Jumlah Layanan yang diterima, 2020
(menurut Tahun Penginputan) ...................................... 299

Profil Anak Indonesia 2021


xxxiv

Lampiran 8. 11 Jumlah Pelaku Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Hubungan Pelaku dengan Korban,
2020 (menurut Tahun Penginputan) ............................. 300
Lampiran 9. 1 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun menurut
Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020 ................................. 301
Lampiran 9. 2 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di
Perkotaan menurut Provinsi dan Jenis Kelamin,
2020.............................................................................. 302
Lampiran 9. 3 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di
Perdesaan menurut Provinsi dan Jenis Kelamin,
2020.............................................................................. 303
Lampiran 9. 4 Persentase Penduduk usia 10-17 Tahun yang
Termasuk Angkatan Kerja menurut Provinsi dan
Jenis Kelamin, 2020 ..................................................... 304
Lampiran 9. 5 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di
Perkotaan yang Termasuk Angkatan Kerja
menurut Provinsi dan jenis Kelamin, 2020.................... 305
Lampiran 9. 6 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di
Perdesaan yang Termasuk Angkatan Kerja
menurut Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020................... 306
Lampiran 9. 7 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020 ..... 307
Lampiran 9. 8 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di
Perkotaan yang Bekerja menurut Provinsi dan
Jenis Kelamin, 2020 ..................................................... 308
Lampiran 9. 9 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di
Perdesaan yang Bekerja menurut Provinsi dan
Jenis Kelamin, 2020 ..................................................... 309
Lampiran 9. 10 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Lapangan
Pekerjaan Utama, 2020 ................................................ 310

Profil Anak Indonesia 2021


xxxv

Lampiran 9. 11 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di


Perkotaan yang Bekerja menurut Jenis Kelamin
dan Lapangan Pekerjaan Utama, 2020 ........................ 311
Lampiran 9. 12 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di
Perdesaan yang Bekerja menurut Jenis Kelamin
dan Lapangan Pekerjaan Utama, 2020 ........................ 312
Lampiran 9. 13 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Sektor
Pekerjaan Utama, 2020 ................................................ 313
Lampiran 9. 14 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Tipe Daerah dan Sektor
Pekerjaan Utama, 2020 ................................................ 314
Lampiran 9. 15 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Jam Kerja
pada Pekerjaan Utama, 2020 ....................................... 315
Lampiran 9. 16 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Tipe Daerah dan Jam Kerja pada
Pekerjaan Utama, 2020 ................................................ 316
Lampiran 9. 17 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja mulai Maret 2020 menurut Tipe Daerah
dan Jenis Kelamin, 2020 .............................................. 317
Lampiran 9. 18 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan, 2020 .................................. 318
Lampiran 9. 19 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Tipe Daerah dan Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan, 2020 .................................. 319
Lampiran 9. 20 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang
Bekerja menurut Tipe Daerah dan Status
Pekerjaan Utama, 2020 ................................................ 320

Profil Anak Indonesia 2021


xxxvi

Lampiran 9. 21 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang


Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Status
Pekerjaan Utama, 2020 ................................................ 321
Lampiran 9. 22 Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Penduduk Usia
10-17 Tahun yang Bekerja menurut Tipe Daerah
dan Jenis Kelamin, 2020 .............................................. 322
Lampiran 10. Persentase Perempuan Usia 20-24 Tahun yang
Menikah Sebelum Usia 18 Tahun, 2020 ..................... 323

Profil Anak Indonesia 2021


BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagaimana yang diatur dalam Konvensi Hak Anak, bahwa


setiap anak mempunyai untuk hidup, tumbuh, berkembang, mendapat
perlindungan dan berpartisipasi. Negara berkewajiban untuk
memastikan seluruh anak Indonesia terpenuhi hak-haknya dan
mendapatkan perlindungan dari segala bentuk diskriminasi. Orang
tua, organisasi dan negara harus selalu menjadikan kepentingan
terbaik bagi anak sebagai pertimbangan utama dalam perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi
pembangunan perlindungan anak.
Perlindungan anak sudah merupakan komitmen bersama semua
negara, terutama negara-negara yang meratifikasi konvensi hak anak.
Pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus bagi anak merupakan
salah satu target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(TPB/SDGs) hingga tahun 2030, yaitu: Tujuan 1, Tidak Ada Anak
yang Harus Hidup dalam Kemiskinan; Tujuan 2, Tidak Ada Anak yang
Kekurangan Gizi; Tujuan 3, Tidak Ada Ibu atau Anak yang Meninggal
karena Penyebab yang Dapat Dicegah; Tujuan 4, Setiap Anak Harus
Memperoleh Manfaat dari Lingkungan Pembelajaran yang Efektif dan
Inklusif; Tujuan 5, Setiap Anak Harus Memiliki Akses yang Sama
untuk Mendapat Kesempatan, Terlepas dari Kesenjangan Gender;
Tujuan 6, Setiap Anak Berhak untuk Mendapatkan Akses terhadap Air
Bersih dan Sanitasi; Tujuan 13, Tidak Ada Anak yang Harus Menderita
karena Efek Perubahan Iklim dan Degradasi Lingkungan; dan Tujuan
16, Tidak Ada Anak yang Hidup dalam Ketakutan.
Dalam konteks pembangunan, perlindungan anak begitu erat
kaitannya dengan perbaikan kualitas SDM. Hal ini sesuai dengan
salah satu arahan presiden dalam Rencana Pembangunan Jangka

Profil Anak Indonesia 2021


2

Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, bahwa pembangunan SDM


diantaranya melalui peningkatan kualitas anak, perempuan dan
pemuda.
Perkembangan perlindungan anak di Indonesia menunjukkan
kemajuan yang signifikan, terlihat dengan adanya peningkatan upaya
pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus bagi anak. Upaya
keberhasilan perlindungan anak diukur dengan Indeks Perlindungan
Anak (IPA). Capaian IPA telah menunjukkan peningkatan dari dari
66,26 pada tahun 2019 menjadi 66,89 di tahun 2020. Namun
demikian nilai IPA tersebut masih belum mencapai 100, artinya
meskipun perlindungan anak sudah menunjukkan adanya
peningkatan, namun belum optimal, masih harus terus diperjuangkan.
Untuk mencapai SDM yang berkualitas dan berdaya saing
menghadapi bonus demografi, Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendapat
amanat untuk menjalankan 5 (lima) isu prioritas dalam rencana
pebangunan tahun 2020-2024, yaitu: 1) Peningkatan pemberdayaan
perempuan dalam kewirausahaan; 2) Peningkatan peran ibu dan
keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak; 3) Penurunan
kekerasan terhadap perempuan dan anak; 4) Penurunan pekerja
anak; dan 5) Pencegahan perkawinan anak. Kelima isu prioritas
tersebut tidak akan dapat terwujud dengan optimal tanpa adanya
sinergi dan kerjasama stakeholder terkait, serta partisipasi dari
masyarakat. Disamping itu juga harus ditunjang dengan tersedianya
data dan informasi yang akurat, supaya target dan pencapaian
program dapat terukur keberhasilannya. Data dan informasi terkait
permasalahan anak di Indonesia terangkum dan disajikan dalam
publikasi Profil Anak Indonesia (PAI). Empat dari lima arahan presiden
tersebut menjadi topik yang mewarnai tematik publikasi PAI tahun
2021.
Publikasi profil anak tahun ini disusun secara tematik sesuai
dengan isu nasional, sebagai salah satu upaya menyediakan data dan

Profil Anak Indonesia 2021


3

informasi yang memberi gambaran kondisi terkini pemenuhan hak


anak dan perlindungan khusus anak di Indonesia. Publikasi tematik ini
disusun untuk memberi kontribusi perumusan bahan kebijakan dalam
melakukan berbagai upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan
khusus anak yang terintegrasi dalam lima arahan presiden.

1.2 Tujuan

Publikasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan


pemanfaatan data dan informasi terkait anak dalam program,
kebijakan, dan kegiatan serta sebagai bahan evaluasi untuk
mengetahui dampak dari suatu kebijakan yang telah disusun oleh para
pemangku kepentingan, akademisi dan berbagai pihak lainnya.
Data dan informasi kondisi anak Indonesia dalam publikasi ini
disajikan secara tematik, antara lain: demografi, pengasuhan
alternatif, perumahan dan sanitasi, kesehatan, pendidikan, kekerasan
terhadap anak, serta perkawinan anak.

1.3 Sumber Data

Publikasi ini menyajikan data dan informasi yang bersumber dari


survei-survei yang dilaksanakan oleh BPS maupun instansi lain, serta
dari hasil pencatatan administrasi sebagai berikut:
a. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020;
b. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS 2020; dan
c. Data Kekerasan terhadap Anak, Simfoni PPA, Kemen PPPA,
2019-2020;

1.4 Sistematika Penyajian

Data disajikan secara informatif dalam bentuk tabel atau grafik


dan narasi, serta sudah mempertimbangkan relative standard error

Profil Anak Indonesia 2021


4

(RSE) dari setiap variabel. Data yang disajikan adalah data yang
memiliki nilai RSE cukup baik (kurang dari 25 persen).
Buku ini disajikan dalam sepuluh bab, Sembilan diantaranya
adalah pembahasan. Pemilihan bab dalam publikasi Profil Anak
Indonesia 2021 dilakukan secara tematik, namun masih ada irisan
dengan isi Konvensi Hak Anak (KHA) yaitu: hak sipil dan kebebasan;
lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dan
kesejahteraan dasar; pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan
kegiatan seni budaya; dan perlindungan khusus.
Bab I dimulai dari pendahuluan yang berisi latar belakang
penyusunan publikasi, tujuan, sumber data, dan sistematika publikasi.
Bab II mengulas mengenai struktur penduduk berusia 0-17 tahun,
trend dan komposisi penduduk. Bab III membahas tentang hak sipil
anak, ditekankan pada kepemilikan akta kelahiran dan akses internet.
Bab IV berisi tentang PAUD sebagai salah satu bentuk pengasuhan
alternatif dan angka kesiapan sekolah. Bab V tentang kesehatan
mengulas terkait penolong persalinan, keluhan kesehatan anak dan
perilaku merokok. Bab VI menyajikan potret pendidikan anak serta
Program Indonesia Pintar. Bab VII terkait Perumahan dan Sanitasi
Layak termasuk didalamnya akses pada air minum dan sanitasi layak.
Bab VIII mengulas kekerasan terhadap anak baik dari konsep, jumlah
kasus, jenis kekerasan maupun pelaku. Bab IX menyajikan tentang
pekerja anak serta upaya dan kebijakan pemerintah. Terakhir Bab X
adalah terkait perkawinan anak dan dampaknya bagi keberlanjutan
hidup anak.

Profil Anak Indonesia 2021


Jumlah Penduduk Indonesia
Tahun 2020

Penduduk anak (<18 tahun) Penduduk DEWASA (>=18 tahun)


79,7 juta jiwa 190,4 juta jiwa

Sumber: Sensus Penduduk, 2020

Rasio Ketergantungan Penduduk


Tahun 2020

Laki-laki 47,92 persen Perempuan 47,86 persen

Sumber: Survei Sosial ekonomi Nasional, 2020


BAB II. STRUKTUR
KEPENDUDUKAN

Struktur penduduk merupakan gambaran atau potret penduduk dari


hasil sensus penduduk (cacah jiwa) pada hari sensus tertentu, struktur
penduduk meliputi: jumlah, persebaran, dan komposisi penduduk. Struktur
penduduk ini selalu berubah-ubah dan perubahan tersebut disebabkan
karena proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migrasi penduduk.
Pengetahuan mengenai kondisi kependudukan meliputi jumlah, komposisi
atau struktur umur penduduk, dan distribusi spasial atau tempat tinggal
diperlukan dalam pengembangan kebijakan peningkatan kualitas manusia
semenjak umur dini (Samosir, OB, 2020).

2.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun dan 18+
Tahun menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Indonesia hasil Sensus Penduduk 2020


adalah sebesar 270.203.917 jiwa. Jika dipilah berdasarkan kelompok
umur yaitu terlihat sebanyak 79,7 juta jiwa (29,5 persen) penduduk
adalah anak yaitu berumur 0-17 tahun, sementara 190,4 juta jiwa
(70,5 persen) adalah penduduk dewasa (Gambar 2.1).

Profil Anak Indonesia 2021


7

Gambar 2. 1 Jumlah dan Persentase Penduduk di Indonesia menurut


Kelompok Umur, 2020
250.000.000 80,00

70,50 70,00
200.000.000

Persentase penduduk
60,00
Jumlah penduduk

150.000.000 50,00

40,00
100.000.000 30,00
29,50

190.494.770
50.000.000 79.709.147 20,00

10,00

- 0,00
0-17 tahun 18+ ke atas

Jumlah Persentase

Sumber: Sensus Penduduk, BPS, 2020

Negara Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki


kepadatan penduduk yang tinggi. Setiap wilayah memiliki tingkat
kepadatan penduduk yang berbeda-beda. Daerah yang memiliki
jumlah penduduk paling padat adalah pulau Jawa, seperti terlihat pada
Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun menurut


Wilayah Kepulauan, 2020
Papua, 2% Lainnya, 8% Sumatera,
24%
Sulawesi, 8%
Kalimantan,
6%

Jawa, 52%

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


8

Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa Persentase penduduk Indonesia


terpusat di Pulau Jawa yaitu 52 persen dari total penduduk.
Persentase penduduk kedua terbesar di Indonesia berada di Pulau
Sumatera yaitu 24 persen dari total penduduk, menyusul Pulau
Sulawesi (8 persen) dan Kalimantan (6 persen).
Walaupun secara nasional hampir sepertiga penduduk
Indonesia adalah anak-anak, namun untuk komposisi penduduk anak
di masing-masing provinsi cukup bervariasi. Berdasarkan Gambar 2.3
terlihat bahwa Provinsi dengan persentase penduduk anak tertinggi
adalah Nusa Tenggara Timur (40,5 persen), menyusul Maluku (38,7
persen), Maluku Utara (38,6 persen), Sulawesi Tenggara (38,4
persen), dan Sulawesi Barat (36,8 persen). Sedangkan Provinsi
dengan persentase penduduk anak terendah adalah DI Yogyakarta
(25,2 persen), menyusul provinsi Jawa Timur (26,6 persen), Bali (27,6
persen), Jawa Tengah (28,3 persen), dan DKI Jakarta (28,7persen).
Rendahnya persentase anak di DKI Jakarta dapat disebabkan karena
pada tahun 2019 telah terjadi penurunan tingkat fertilitas di DKI
Jakarta dari 2,2 menjadi 2,1. Angka ini melampaui target nasional
yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, dimana target Angka
kelahiran (Total Fertility Rate/TFR) nasional tahun 2019 adalah 2,3.
Sedangkan tingkat fertilitas di NTT masih tinggi yaitu masih 3,4
(Dinkes NTT, 2019), sehingga NTT masih menduduki persentase
anak tertinggi di Indonesia.

Profil Anak Indonesia 2021


9

Gambar 2. 3 Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun menurut


Provinsi, 2020

NTT 40,5
Maluku 38,7
Malut 38,6
Sultra 38,4
Sulbar 36,8
Sumut 36,8
Papua Barat 35,9
Aceh 35,9
Kalut 35,8
Papua 35,5
Riau 35,4
Sumbar 34,8
Kep Riau 34,7
NTB 34,4
Kalbar 33,8
Sulteng 33,6
Sumsel 33,2
Bengkulu 33,1
Sulsel 33,1
Gorontalo 32,8
Kalsel 32,6
Banten 32,5
Lampung 32,4
Kalteng 32,2
Jambi 31,9
Kaltim 31,8
Kep Babel 31,8
Indonesia 31,4
Jabar 31,0
Sulut 29,8
DKI Jakarta 28,7
Jateng 28,3
Bali 27,6
Jatim 26,6
DI Yogyakarta 25,2

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Bila dilihat berdasarkan tipe daerah, maka persentase terbesar


penduduk Indonesia berada di daerah perkotaan yaitu sebanyak
55,94 persen, dibandingkan yang tinggal di daerah perdesaan yaitu
sebesar 44,06 persen (BPS, 2020). Berdasarkan jenis kelamin, dari
Tabel 2.1 terlihat secara nasional persentase penduduk laki-laki lebih
besar dari persentase penduduk perempuan yaitu masing-masing
sebesar 50,26 persen dan 49,74 persen. Pola ini sama dengan pola
daerah perkotaan, namun berbeda dengan pola di daerah perdesaan,

Profil Anak Indonesia 2021


10

dimana persentase penduduk laki-laki (49,36 persen) lebih kecil dari


persentase penduduk perempuan (50,64 persen).

Tabel 2. 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Umur 0-17 Tahun dan


18+ Tahun menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2020
Tipe Daerah 0-17 Tahun 18+ Tahun Total
Perkotaan
Laki 15,83 35,13 50,96
Perempuan 14,70 34,34 49,04
Laki-laki + Perempuan 30,53 69,47 100
Perdesaan
Laki 16,33 33,03 49,36
Perempuan 16,07 34,57 50,64
Laki-laki + Perempuan 32,40 67,60 100
Perkotaan + Perdesaan
Laki 16,05 34,21 50,26
Perempuan 15,30 34,44 49,74
Laki-laki + Perempuan 31,35 68,65 100
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Dari Tabel 2.1 terlihat persentase penduduk umur anak di


Indonesia adalah sebanyak 31,35 persen dimana 16,05 persen adalah
anak laki-laki dan 15,30 persen adalah anak perempuan. Berdasarkan
tipe daerah, baik di perkotaan maupun perdesaan, persentase anak
laki-laki lebih besar dibandingkan dengan persentase anak
perempuan.

2.2 Rasio Ketergantungan

Rasio Ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah


penduduk umur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65
tahun ke atas (keduanya disebut dengan bukan angkatan kerja)
dibandingkan dengan jumlah penduduk umur 15-64 tahun (angkatan
kerja) (Sirusa, BPS). Rasio ketergantungan adalah adalah
perbandingan (rasio) antara jumlah penduduk umur non produktif (0-

Profil Anak Indonesia 2021


11

14 dan 65+ tahun) dengan jumlah penduduk umur produktif (15-64


tahun).
BPS menjelaskan bahwa Rasio Ketergantungan dapat
digunakan sebagai indikator yang secara kasar menunjukkan
keadaan ekonomi suatu negara, apakah tergolong negara maju atau
negara yang sedang berkembang. Semakin tingginya persentase
Rasio Ketergantungan menunjukkan semakin tingginya beban yang
harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup
penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional Kor (BPS
2020) yang terlihat dalam Gambar 2.4 menunjukkan bahwa di
Indonesia (perkotaan+perdesaan) adalah sebesar 47,89 persen.
Artinya setiap 100 orang yang berumur kerja (dianggap produktif)
mempunyai tanggungan sebantak 48 orang yang belum produktif atau
dianggap tidak produktif lagi. Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin
(Gambar 2.4), maka terlihat bahwa Rasio Ketergantungan di
Indonesia (Perkotaan+Perdesaan) penduduk laki-laki hampir sama
dengan Rasio Ketergantungan perempuan yaitu masing-masing
47,92 persen dan 47,86 persen.
Bila dilihat berdasarkan tipe daerah (Gambar 2.4), maka terlihat
bahwa Rasio Ketergantungan penduduk di daerah perdesaan lebih
tinggi daripada di daerah perkotaan yaitu masing-masing 51,10
persen dan 45,46 persen. Jika dipilah menurut jenis kelamin Rasio
Ketergantungan laki-laki maupun perempuan di di perdesaan (51,14
persen dan 51,07 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan Rasio
Ketergantungan laki-laki maupun perempuan di perkotaan (45,56
persen dan 45,35 persen).
Rasio Ketergantungan di perkotaan yang lebih rendah dibanding
perdesaan menunjukkan bahwa kondisi ekonomi perkotaan lebih baik
daripada perdesaan. Atau sebaliknya dengan Rasio Ketergantungan
perdesaan yang lebih tinggi dari perkotaan menunjukkan bahwa di
daerah perdesaan masih terdapat persoalan kesejahteraan,

Profil Anak Indonesia 2021


12

kesehatan, dan masalah sosial ekonomi lainnya. Hal ini terjadi karena
masih terjadi disparitas antara perkotaan dan perdesaan pada semua
dimensi pembangunan manusia baik dari dimensi kesehatan,
pendidikan maupun ekonomi (BPS, 2019).

Gambar 2. 4 Rasio Ketergantungan menurut Tipe Daerah dan


Jenis Kelamin, 2020
Perdesaan+Pe

Total 47,89
rkotaan

Perempuan 47,86
Laki-laki 47,92
Total 51,10
Perdesaan

Perempuan 51,07
Laki-laki 51,14
Total 45,46
Perkotaan

Perempuan 45,35
Laki-laki 45,56

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Bila dilihat berdasarkan provinsi (Gambar 2.5), provinsi dengan


Rasio Ketergantungan terendah yaitu provinsi DKI Jakarta (41,43) dan
yang tertinggi adalah provinsi NTT yaitu 64,89. Perbedaan Rasio
Ketergantungan yang signifikan antar wilayah, mengindikasikan
masih terdapat gap atau potensi kesenjangan sosial ekonomi yang
cukup signifikan antar wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan penduduk
umur produktif yang siap atau sudah terjun dalam dunia kerja harus
mencukupi kebutuhan penduduk umur non produktif yang besar.

Profil Anak Indonesia 2021


13

Gambar 2. 5 Rasio Ketergantungan menurut Provinsi, 2020


70,00 64,89

60,00
47,89
50,00
41,43
40,00

30,00

20,00

10,00

0,00

Jateng
Indonesia

Sulteng

NTB

NTT
Jatim

Banten

Papua Barat

Sultra
Maluku
DI Yogyakarta

Sulut

Kalbar

Kalut

Sumbar
Sumut
Kalteng

Lampung

Aceh
Sulbar
Kaltim

Jambi

Jabar
Kalsel

Sumsel

Sulsel

Malut
Bali

Kep Babel

Papua

Kep Riau

Riau
DKI Jakarta

Bengkulu

Gorontalo
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Berdasarkan Gambar 2.5 terlihat, lima provinsi dengan Rasio


Ketergantungan terendah adalah DKI Jakarta, Bali, Jawa Timur,
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Sedangkan lima provinsi
dengan Rasio Ketergantungan tertinggi adalah NTT, Maluku,
Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Sumatera Utara. Tingginya
Rasio Ketergantungan penduduk disuatu wilayah diantaranya
disebabkan oleh: 1) angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) yang
tinggi; 2) fasilitas kesehatan yang kian memadai, sehingga banyak
penduduk umur lanjut (Gruenberg EM dalam Wachs 2019).

2.3 Tren Penduduk Umur 0 – 17 Tahun (Tren dari tahun 2010-


2020)

Jumlah penduduk 0-17 tahun dalam kurun waktu 20 tahun


terakhir menunjukkan penambahan hampir 5 juta penduduk. Hasil
Sensus Penduduk 2000 menghasilkan jumlah anak Indonesia
mencapai 73,986 juta dan meningkat pada sensus penduduk 2010
menjadi sebanyak 81,390 juta. Namun dalam waktu 10 tahun
kemudian jumlah penduduk hanya sekitar 79,709 juta. Diasumsikan

Profil Anak Indonesia 2021


14

kondisi ini terjadi mulai menurunnya angka Total Fertility Rate (TFR)
Indonesia. Penurunan TFR sudah ditargetkan baik pada RPJMN
2015-2019 maupun RPJMN 2020-2024.

Gambar 2. 6 Jumlah Penduduk 0-17 Tahun, 2010-2020

81.390 83.044
79.709
73.986

41.821 42.550 40.920


37.651

39.569 40.494 38.789


36.335
2000 2010 2015 2020

Laki-laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan

Sumber: Sensus Penduduk 2000, Sensus Penduduk 2010, Proyeksi Penduduk 2010-2035
hasil SP 2010, dan Sensus Penduduk 2020

Peningkatan jumlah penduduk anak pada tahun 2000-2010


relatif sangat besar hingga mencapai lebih dari 7 juta jiwa. Sedangkan
jumlah penduduk anak pada tahun 2020 menurun sekitar 3 juta jiwa
dibandingkan tahun 2010. Komposisi penduduk anak juga tidak terlalu
berubah, dimana jumlah anak laki-laki sedikit lebih banyak
dibandingkan anak perempuan.

Profil Anak Indonesia 2021


HAK SIPIL DAN KEBEBASAN

KEPEMILIKAN AKTA
KELAHIRAN ANAK USIA
0-17 TAHUN
Indonesia 88,11%

Anak Laki-laki 88,06%

Anak Perempuan 88,16%

Perkotaan 91,20%

Perdesaan 84,41%

ANAK USIA 7-17 TAHUN YANG MENGAKSES


INTERNET MENURUT TUJUANNYA

mengirim/
mendapat proses belajar media sosial pembelian
menerima email
berita 50,47% 53,28% 75,89% barang/jasa
6,06%
5,50%

penjualan hiburan 81,47% e-banking lainnya


info
barang/jasa 0,48% 3,04%
barang/jasa
0,81%
5,75%

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS, 2021


BAB III. HAK SIPIL DAN
KEBEBASAN
3.1 Kepemilikan Akta Kelahiran

Akta kelahiran merupakan salah satu bentuk identitas bagi anak


yang merupakan hak dasar anak yang wajib dipenuhi sejak
kelahirannya, sebagaimana tertulis pada pasal 27 ayat (1) Undang-
undang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa identitas diri
setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya. Kemudian ditegaskan
kembali pada pasal yang sama di ayat (2) yang menyebutkan bahwa
identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam
akta kelahiran.
Akta kelahiran dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah
dinas kependudukan dan catatan sipil sebagai bukti sah mengenai
status dan peristiwa kelahiran seseorang. Berbagai macam layanan
dan perlindungan yang disediakan oleh pemerintah akan
membutuhkan akta kelahiran sebagai salah satu syarat, seperti
misalnya dalam pengurusan kependudukan untuk KTP dan KK,
keperluan untuk pendidikan, pembuatan paspor, pendaftaran
pernikahan, melamar pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu, pencatatan
kelahiran anak dalam bentuk akta kelahiran merupakan langkah awal
dalam menjamin pengakuan anak di hadapan hukum dan melindungi
hak-haknya.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan
hasil capaian kepemilikan akta kelahiran di Indonesia terus meningkat
dengan baik setiap tahunnya. Data menunjukkan terjadi peningkatan
kepemilikan akta kelahiran sebesar 8,11 persen selama enam tahun
terakhir dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2020. Namun seperti
terlihat pada gambar 3.1 hasil capaian tahun 2020 belum mencapai

Profil Anak Indonesia 2021


17

target yang ditetapkan pemerintah dalam RPJMN 2020-2024.


Capaian kepemilikan akta kelahiran tahun 2020 berada pada angka
88,11 persen sedangkan target RPJMN 2020-2024 tahun tersebut
berada pada angka 92 persen. Hal ini kemungkinan besar kondisi
pendemik berpengaruh pada proses pembuatan akta kelahiran,
karena diberlakukannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM).

Gambar 3. 1 Capaian dan Target Kepemilikan Akta Kelahiran, 2020

100
98
97
95
92

88,11
86
84
83
82
80

2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024

Capaian Target

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2015-2020 dan RPJMN 2020-
2024

Kemudian pada Gambar 3.2 dari hasil Susenas tahun 2020 juga
menunjukkan sebesar 71,09 persen anak di Indonesia memiliki akta
kelahiran dan dapat menunjukkannya, sementara sebesar 17,02
persen anak memiliki akta kelahiran namun tidak dapat
menunjukkannya. Di samping itu, masih ada 11,65 persen anak
Indonesia yang tidak memiliki akta kelahiran dan 0,24 persen yang
tidak mengetahui tentang akta kelahiran.

Profil Anak Indonesia 2021


18

Gambar 3. 2 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut


Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor Catatan Sipil,
2020

Tidak memiliki; Tidak tahu;


11,65 0,24

Ya, Tidak dapat


ditunjukkan;
17,02

Ya, dapat
ditunjukkan;
71,09

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Jika dilihat dari tipe daerah (Gambar 3.3), persentase anak yang
tidak memiliki akta kelahiran di perdesaan lebih tinggi yaitu sekitar
15,29 persen dibandingkan dengan persentase di wilayah perkotaan,
yaitu sekitar 8,61 persen. Letak geografis adalah salah satu faktor
penghambat kepemilikan akta kelahiran di Indonesia. Demikian juga
dengan persentase anak yang tidak mengetahui pentingnya akta
kelahiran, persentase pada wilayah perdesaan yaitu sekitar 0,30
persen dan 0,19 persen pada wilayah perkotaan. Untuk kategori anak
yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkannya memiliki
persentase yang hampir sama yaitu 71,24 persen untuk wilayah
perdesaan dan 70,96 persen untuk wilayah perkotaan. Namun di
wilayah perkotaan, persentase anak yang memiliki akta kelahiran
tetapi tidak dapat menunjukkannya lebih tinggi yaitu sekitar 20,24
persen dibandingkan wilayah perdesaan sekitar 13,17 persen.

Profil Anak Indonesia 2021


19

Gambar 3. 3 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut Wilayah


dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor Catatan
Sipil, 2020

Perdesaan
Tidak Tahu 0,30
Perkotaan 0,19

Tidak memiliki 15,29


8,61

Ya, Tidak dapat ditunjukkan 13,17


20,24

Ya, dapat ditunjukkan 71,24


70,96

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Jika kepemilikan akta kelahiran dilihat berdasarkan jenis kelamin


(Gambar 3.4), hasil Susenas 2020 menunjukkan angka yang relatif
sama antara anak perempuan dan anak laki-laki yaitu sebesar 71,09
persen anak perempuan dan 71,08 persen anak laki-laki yang memiliki
akta kelahiran dan dapat menunjukkannya. Begitu juga untuk anak
yang memiliki akta kelahiran namun tidak dapat menunjukkannya
yaitu 17,07 persen anak perempuan dan 16,98 persen anak laki-laki.

Gambar 3. 4 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut Jenis


Kelamin dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor
Catatan Sipil, 2020
Perempuan 0,25
Tidak Tahu
0,23
Laki-laki

Tidak memiliki 11,59


11,71

Ya, Tidak dapat ditunjukkan 17,07


16,98

Ya, dapat ditunjukkan 71,09


71,08

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


20

Kepemilikan akta kelahiran pada sebagian besar provinsi di


Indonesia sudah berada di atas angka rata-rata nasional. Lima
provinsi dengan persentase anak yang memiliki akta kelahiran
tertinggi yaitu D.I Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kep Babel,
dan Kep Riau. Capaian kelima provinsi tersebut menunjukkan hasil
yang berada diatas 94,71 persen. Hanya saja masih terdapat provinsi
dengan capaian rendah, terutama pada provinsi Papua Barat, NTT
dan Papua. Ada beberapa kendala kepemilikan akta kelahiran, salah
satunya adalah faktor geografis. Di wilayah terpencil, terluar dan
terisolasi akan sulit bagi penduduk mengurus akta kelahiran. Oleh
karena itu, pemerintah harus membuat inovasi dalam pembuatan akta
kelahiran melalui unit pelaksana tugas di daerah, sehingga semua
anak Indonesia mempunyai akses yang sama terhadap kepemilikan
akta kelahiran tersebut.
Hasil penelitian Rahmawati dan Suryawati (2021) menunjukkan
bahwa untuk peningkatan cakupan kepemilikan akta kelahiran telah
dilakukan berbagai inovasi dengan berbagai tipologi inovasi yaitu:
inovasi metode layanan, inovasi produk layanan, inovasi proses dan
inovasi kebijakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi
pelayanan akta kelahiran yaitu visi misi, sarana prasarana, Sumber
Daya Manusia, keuangan, demografi, teknologi dan politik. Contoh
Inovasi yang sudah dikembangkan di berbagai daerah adalah:
layanan online, relasi pencatatan kelahiran, kartu insentif anak (KIA),
mobil keliling, pelayanan 3in1, serta akta untuk anak terlantar dan HIV.

Profil Anak Indonesia 2021


21

Gambar 3. 5 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut Provinsi


dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor Catatan
Sipil, 2020

DI Yogyakarta 98,36
DKI Jakarta 97,52
Jawa Tengah 96,26
Kep BaBel 96,07
Kep Riau 94,71
Bali 93,85
Aceh 93,84
Jambi 93,73
Kaltim 93,38
Gorontalo 93,32
Bengkulu 92,77
Kalut 92,64
Kalsel 92,19
Lampung 91,65
Jawa Timur 91,62
Sulsel 91,06
Sulut 91,00
Sumsel 90,65
Sumbar 90,10
Sulbar 89,56
Sultra 88,58
Indonesia 88,11
Kalbar 87,71
Kalteng 87,36
Jawa Barat 85,72
NTB 84,98
Sulteng 83,37
Maluku Utara 83,08
Banten 82,82
Riau 81,83
Sumut 80,45
Maluku 80,04
Papua Barat 77,36
NTT 63,33
Papua 50,40

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


22

3.2 Akses Internet

Selama masa pandemi kebutuhan akan akses internet di


Indonesia semakin meningkat. Ruang digital menjadi opsi wahana
kegiatan dan jembatan komunikasi yang efektif bagi masyarakat.
Banyak kegiatan beralih dari luring (luar jaringan) menjadi daring
(dalam jaringan). Teknologi atau lebih spesifiknya internet, ponsel
pintar, dan laptop sekarang digunakan secara luas untuk mendukung
pembelajaran jarak jauh dan kepentingan lainnya. Penggunaan
internet sudah hampir diaplikasikan pada segala hal di Indonesia yang
sesuai dengan visi Indonesia dalam revolusi industri 4.0.
Akses internet menjadi hal yang sangat dibutuhkan di seluruh
Indonesia baik perdesaan maupun perkotaan. Dari Gambar 3.6
terlihat sebagian besar (55,07 persen) anak umur 7-17 tahun di
Indonesia sudah mengakses internet. Lebih dari separuh jumlah anak
di perkotaan (63,56 persen) sudah mengakses internet, sedangkan di
perdesaan baru mencapai 45,01 persen. Perbedaan tersebut
menunjukkan bahwa penyebaran akses internet di Indonesia masih
belum merata.

Gambar 3. 6 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses


Internet menurut Tipe Daerah, 2020

63,56
55,07
45,01

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


23

Tingginya pasar pada daerah perkotaan di pulau Jawa


merupakan salah satu faktor berkembangnya jaringan internet, jika
dibandingkan dengan daerah perdesaan yang memiliki populasi lebih
sedikit. Namun melihat semakin tingginya kebutuhan akan akses
internet yang berkualitas tidak hanya di perkotaan, maka pemerintah
melakukan percepatan pembangunan infrastruktur digital dengan
menargetkan 83.548 desa tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di
Indonesia terjangkau internet 4G pada 2022.
Persentase anak umur 7-17 tahun yang mengakses internet
menurut provinsi, terlihat pada Gambar 3.7 bahwa masih banyak
provinsi yang memiliki angka persentase di bawah rata-rata nasional.
Lima provinsi dengan persentase terendah adalah Maluku (34,52
persen), Aceh (32,36 persen), Maluku Utara (30,76 persen), NTT
(25,09 persen), dan Papua (17,40 persen). Sedangkan lima provinsi
dengan persentase tertinggi adalah D.I Yogyakarta (77,53 persen),
Jawa Barat (66,97 persen), Bali (66,87 persen), DKI Jakarta (66,55
persen), dan Kalimantan Timur (63,90 persen).

Profil Anak Indonesia 2021


24

Gambar 3. 7 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses


Internet menurut Provinsi, 2020

DI Yogyakarta 77,53
Jabar 66,97
Bali 66,87
DKI Jakarta 66,55
Kaltim 63,90
Jatim 63,54
Kalse 62,34
Jawa Barat 60,84
Kep Babel 57,34
Kalut 56,00
Indonesia 55,07
Sulut 54,17
Lampung 52,50
Sulsel 52,11
Banten 51,61
Gorontalo 51,10
Sumsel 50,68
Kalteng 50,39
Jambi 50,27
Bengkulu 49,20
Kep Riau 48,88
NTB 48,80
Riau 47,88
Sumut 46,77
Kalbar 45,80
Sultra 45,09
Sulteng 44,55
Sumbar 43,32
Papua Barat 41,83
Sulbar 38,36
Maluku 34,52
Aceh 32,36
Malut 30,76
NTT 25,09
Papua 17,40

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Internet memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari


bagi anak diantaranya dapat memudahkan dalam menyelesaikan
pekerjaan rumah, berkomunikasi dengan orang lain, dan
memudahkan dalam pembelajaran secara online. Internet digunakan
dan dimanfaatkan oleh anak untuk berbagai tujuan, diantaranya
adalah untuk mendapatkan berita, proses belajar, mengirim/menerima
email, media social, pembelian barang/jasa, penjualan barang atau

Profil Anak Indonesia 2021


25

jasa, hiburan, e-banking, info barang/jasa dan lainnya. Pada Gambar


3.8 berikut, dapat disimpulkan bahwa persentase anak umur 7-17
tahun yang mengakses internet menurut tujuan mengakses, paling
banyak adalah untuk mendapatkan hiburan (81,47 persen),
melakukan komunikasi melalui media sosial (75,89 persen), sebagai
media belajar (53,24 persen), dan untuk mendapatkan hiburan (50,47
persen). Di samping itu anak juga mengakses internet untuk
mendapatkan info barang/jasa (5,75 persen) dan melakukan
pembelian barang (5,50 persen). Kondisi ini hampir sejalan dengan
hasil penelitian UNICEF (2020) di beberapa negara di Asia Timur (di
Indonesia, Kamboja, Malaysia, dan Thailand) menunjukkan 9 dari 10
anak muda di Indonesia menggunakan internet diantaranya sebagai
media sosial.
Namun temuan lebih lanjut dari penelitian UNICEF tersebut
menunjukkan internet tidak hanya memberikan dampak postif, tetapi
juga dampak negatif. Dua dari lima anak melaporkan memiliki
pengalaman buruk yang tidak ingin mereka ceritakan kepada siapa
pun, dan lebih dari setengahnya mengatakan mereka sudah pernah
bertemu dengan orang yang mereka kenal secara online, sebagian
besar pertemuan itu didasarkan pada harapan untuk menjalin
hubungan romantik. Tidak jarang anak-anak dan remaja
menerima chat dan friend request dari orang asing, terutama dari
orang-orang yang mengaku sebagai perempuan, karena perempuan
sering tidak dianggap sebagai “orang asing” dalam konteks online.
Melihat kondisi demikian, maka pemerintah, masyarakat dan keluarga
bertanggung jawab menyediakan internet yang layak bagi anak, yaitu
layanan internet yang tidak mengandung kekerasan dan pornografi.

Profil Anak Indonesia 2021


26

Gambar 3. 8 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses


Internet menurut Tujuan Mengakses, 2020

81,47
Mendapatkan Berita
75,89
Proses belajar
Mengirim/menerima Email

53,28 Media Sosial


50,47
Pembelian barang/jasa
Penjualan barang/jasa
Hiburan
e-Banking
Info barang/Jasa
6,06 5,50 5,75 Lainnya
3,04
0,81 0,48

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Dilihat dari tipe daerah dan tujuan mengakses (Gambar 3.9),


anak umur 7-17 tahun baik di perkotaan maupun di perdesaan
mempunyai pola yang sama dimana ada penggunaan internet
terbesar yaitu untuk hiburan, media sosial, proses belajar dan
mendapatkan berita. Persamaan pola penggunaan ini dimungkinkan
karena saat ini akses internet baik di perdesaan maupun di perkotaan
sudah semakin baik. Pemerintah terus melakukan upaya percepatan
transformasi digital yang dilakukan sesuai dengan lima arahan
presiden yaitu: pertama, percepatan perluasan akses dan
peningkatan infrastruktur digital; Kedua, membuat peta jalan atau road
map transformasi digital di sektor-sektor strategis (pemerintahan,
layanan publik, bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan,
industri, dan penyiaran); Ketiga, integrasi pusat data nasional;
Keempat, menyiapkan sumber daya manusia (SDM) talenta digital
disiapkan; dan kelima, Presiden membuat regulasi, skema
pendanaan, dan pembiayaan transformasi digital (KOMINFO, 2020).

Profil Anak Indonesia 2021


27

Gambar 3. 9 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses


Internet menurut Tipe Daerah, 2020

Lainnya 3,10
3,01 Perdesaan

Info barang/Jasa 4,55 Perkotaan


6,47

e-Banking 0,31
0,58

Hiburan 78,89
83,01

Penjualan barang/jasa 0,76


0,84

Pembelian barang/jasa 3,75


6,54

Media Sosial 77,44


74,97

Mengirim/menerima Email 4,62


6,92

Proses belajar 49,14


55,77

Mendapatkan Berita 48,93


51,39

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Persentase anak yang mengakses internet menurut jenis


kelamin (Gambar 3.10), terlihat adanya pola yang sama dalam tujuan
mengakses internet antara anak laki-laki dan anak perempuan. Anak
laki-laki (84,24 persen) lebih banyak akses internet dengan tujuan
mencari hiburan dibandingkan dengan anak perempuan (78,65
persen). Sedangkan tiga tujuan utama lainnya seperti sebagai media
sosial, proses belajar dan mendapatkan berita, anak perempuan lebih
tinggi persentasenya dibandingkan anak laki-laki. Kemudian pada
Gambar 3.10, terlihat perbedaan tujuan mengakses internet antara
anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak
mengakses internet untuk tujuan mendapatkan hiburan dibandingkan
dengan anak perempuan.

Profil Anak Indonesia 2021


28

Gambar 3. 10 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Mengakses


Internet menurut Jenis Kelamin, 2020

Lainnya 3,25
2,84 Perempuan

Info barang/Jasa 6,95


4,57
Laki-laki

e-Banking 0,54
0,42

Hiburan 78,65
84,24

Penjualan barang/jasa 1,02


0,61

Pembelian barang/jasa 7,29


3,73

Media Sosial 77,73


74,09

Mengirim/menerima Email 6,78


5,35

Proses belajar 56,04


50,58

Mendapatkan Berita 52,86


48,12

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


LINGKUNGAN KELUARGA DAN
PENGASUHAN ALTERNATIF

KEIKUTSERTAAN ANAK 0-6


ANGKA PARTISIPASI KASAR TAHUN YANG SEDANG
PAUD ANAK USIA 3-6 TAHUN MENGIKUTI PAUD

Laki-laki Perempuan
20,14% 20,95%
37,92
36,93
35,50

20,54%
35,18
34,62
33,84
32,68

2014 2014 2014 2014 2018 2019 2020

Perkotaan Perdesaan
21,08% 19,87%

Angka Kesiapan Sekolah


PAUD 74,96%
Artinya, 7 dari 10 anak yang
duduk di kelas 1 SD/Sederajat
sudah memiliki kesiapan untuk
terlibat dalam proses belajar
mengajar

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2021


BAB IV. PENGASUHAN
ALTERNATIF

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang


sangat penting dan kritis dalam tumbuh kembangnya secara fisik, mental,
dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan
tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak.
Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini
dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan
perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya
(Balasundaram, 2007).
Pengasuhan anak merupakan salah satu faktor yang menentukan
pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada masa-masa kritis,
yaitu umur 0 hingga 8 tahun. Kehilangan pengasuhan yang baik, misalnya
perceraian, kehilangan orang tua, baik untuk sementara maupun
selamanya, bencana alam dan berbagai hal yang bersifat traumatis lainnya
akan sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologisnya. Menurut
Sears (1957) pengasuhan merupakan interaksi antara orang tua dan anak
termasuk ekspresi orang tua dari sikap, nilai minat, dan keyakinan serta
perilaku pengasuhan dan pelatihan anak-anak mereka. Secara sosiologis,
interaksi ini merupakan kelas kejadian yang tidak dapat dipisahkan yang
mempersiapkan anak, sengaja atau tidak, untuk melanjutkan hidupnya.
Dengan demikian hubungan inter dan intrapersonal orang-orang di sekitar
anak sangat memberi warna pada praktik pengasuhan anak.
Pendidikan Anak Umur Dini (PAUD) merupakan salah satu
pengasuhan sebagai upaya dari lingkungan agar kebutuhan-kebutuhan
dasar anak untuk tumbuh kembang terpenuhi. Sebagai pengasuhan
alternatif, PAUD pada hakikatnya merupakan suatu proses pembinaan
tumbuh kembang anak sejak lahir hingga enam tahun secara menyeluruh

Profil Anak Indonesia 2021


31

dan terpadu yang mencangkup aspek fisik dan nonfisik dengan


memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan
spiritual), motorik, akal pikir, emosional, dan sosial yang tepat dan benar
agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

4.1 Keikutsertaan PAUD

Pemerintah bersama masyarakat harus berjalan bersama


mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan
sanggup menghadapi tantangan masa depan. Sumber Daya Manusia
ini harus sudah dipersiapkan jauh-jauh hari dengan memberikan
perhatian yang besar pada pendidikan sejak umur dini. Pendidikan
anak umur dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak umur dini yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan dasar dan kehidupan tahap berikutnya
(Kemendikbud, 2020a).
PAUD merupakan jenjang pendidikan sebelum jenjang
Pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan umur enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal
(Kemendikbud, 2014).
PAUD menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan: agama dan moral, fisik motorik,
kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni, sesuai dengan keunikan
dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok umur yang dilalui
oleh anak umur dini seperti yang tercantum dalam Permendikbud 137
tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD (menggantikan

Profil Anak Indonesia 2021


32

Permendiknas 58 tahun 2009). Pendidikan anak umur dini penting


dilaksanakan karena umur 0 sampai 6 tahun merupakan masa emas
perkembangan anak, banyaknya pengalaman yang diperoleh anak
melalui panca indera akan membuat otaknya menjadi subur dan
berkembang. Kualitas otak anak dipengaruhi oleh faktor kesehatan,
gizi, dan stimulasi atau rangsangan yang diterima anak setiap hari
melalui panca inderanya. Rangsangan yang diterima oleh program
PAUD membuat anak siap mengikuti pendidikan selanjutnya. Ruang
lingkup PAUD adalah dari anak umur 0 tahun sampai umur 6 tahun.
Kerangka konsep ruang lingkup PAUD 0-6 tahun diperkuat dengan
penelitian Heckman (2011) bahwa program PAUD yang
komprehensif, mulai dari lahir hingga umur 5 tahun, dapat
menghasilkan pengembalian ekonomi yang lebih tinggi daripada yang
program prasekolah yang hanya melayani anak umur 3 hingga 4
tahun. Lebih lanjut Heckman (2011) menyebutkan bahwa anak yang
kurang beruntung secara ekonomi dan kemudian memperoleh
pendidikan keluarga yang buruk jauh lebih dirugikan daripada anak
dengan latar belakang ekonomi yang sama tapi memperoleh
pendidikan keluarga yang berkualitas tinggi". Dengan kata lain,
pendidikan keluarga yang berkualitas merupakan elemen penting
yang tidak dapat dipisahkan dari program PAUD.
Bertumbuhnya PAUD dengan subur di Indonesia karena PAUD
telah menjadi komitmen nasional untuk memperbaiki kualitas SDM
Indonesia agar menjadi generasi yang berkualitas. Keikutsertaan anak
dalam program PAUD dihitung dengan Angka Partisipasi Kasar (APK)
yaitu proporsi anak sekolah pada umur jenjang pendidikan tertentu
dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan
tersebut.

Profil Anak Indonesia 2021


33

Gambar 4. 1 Capaian APK PAUD Anak Umur 3-6 Tahun, 2014-2020

37,92
36,93

35,50
35,18
34,62
33,84
32,68

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020


Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2014-2020

Capaian APK PAUD anak umur 3-6 tahun di Indonesia terlihat


berfluktuasi. Capaian tertinggi terjadi pada tahun 2018, namun terjadi
penurunan pada 2019 dan kembali menurun pada tahun 2020. Hal ini
diduga karena kondisi pandemi COVID-19 yang menghambat
partisipasi anak dalam proses belajar di PAUD. Namun secara tren
terjadi peningkatan dari tahun 2014 sampai 2020 dengan peningkatan
sebesar 2,82 persen yaitu dari 32,68 persen tahun 2014, menjadi
35,50 persen tahun 2020.
Capaian APK PAUD secara keseluruhan umur 0-6 tahun di
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan, yaitu
sebesar 21,08 persen di perkotaan dan 19,87 persen di perdesaan.
Sedangkan jika berdasarkan kelompok umur, pada kelompok umur 0-
2 tahun dan 3-4 tahun APK PAUD di perdesaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di perkotaan. Namun pada umur 5-6 tahun,
capaian APK PAUD di perkotaan justru menjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan di perdesaan. Sehingga secara keseluruhan
pada kelompok umur 3-6 tahun APK PAUD di perkotaan lebih tinggi
dari pada di perdesaan (lihat gambar 4.2). Menurut Rohmani (2021)
APK PAUD diperdesaan masih rendah dibandingkan perkotaan
disebabkan oleh beberapa hal: 1) pengetahuan akan pentingnya
pendidikan umur dini di perdesaan masih rendah; 2) adanya

Profil Anak Indonesia 2021


34

kelemahan sistem pendidikan yang ada di desa itu sendiri; 3)


aksesbilitas PAUD masih rendah; serta 4) distribusi guru pada
berbagai jenjang pendidikan termasuk PAUD masih belum merata
antara perkotaan dan perdesaan.

Gambar 4. 2 Angka Partisipasi Anak Umur 0-6 Tahun yang Sedang


Mengikuti PAUD menurut Tipe Daerah dan Kelompok
Umur, 2020
55,19
52,26
48,77

36,47
35,50
34,33

21,08 20,54
18,91 19,87
17,41 18,08

0,43 0,49
0,56

0-2 tahun 3-4 tahun 5-6 tahun 3-6 tahun 0-6 tahun

Perkotaan Perdesaan Indonesia

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Bila dilihat berdasarkan jenis kelamin (Gambar 4.3) maka terlihat


pada semua kelompok umur, baik umur 0-2 tahun, umur 3-4 tahun,
umur 3-6 tahun, maupun 5-6 tahun APK PAUD perempuan sedikit
lebih tinggi dibandingkan APK PAUD laki-laki. Namun perbedaan ini
tidak berdampak pada kesiapan anak laki-laki dan perempuan masuk
sekoah dasar. Hasil penelitian Marliyati (2019) menununjukkan tidak
adanya perbedaan yang signifilan antara jenis kelamin laki-laki
ataupun perempuan dengan kesiapan masuk sekolah dasar.

Profil Anak Indonesia 2021


35

Gambar 4. 3 Angka Partisipasi Anak Umur 0-6 Tahun yang Sedang


Mengikuti PAUD menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur, 2020
52,72
51,82 52,26

36,06
34,97 35,50

20,95 20,54
18,82 20,14
17,36 18,08

0,39 0,59 0,49

0-2 tahun 3-4 tahun 5-6 tahun 3-6 tahun 0-6 tahun

Laki-laki Perempuan laki-laki+Perempuan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada umur mulai dari 0 tahun


sudah mulai mengikuti PAUD, meskipun angka partisipasinya masih
sangat rendah. Namun ini mengindikasikan bahwa sebagian orangtua
sudah mulai sadar akan pentingnya stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak melalui kelompok bermain. Hal ini sebaiknya
terus ditingkatkan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Heckman
(2011), partisipasi pada pendidikan umur dini dimulai dari lahir hingga
umur 5 tahun, memberikan dampak yang lebih tinggi daripada
dimulainya anak saat umur 3 hingga 4 tahun. Demikian juga menurut
Lazzari and Vandenbroeck (2013) bahwa pendidikan anak umur dini
dari sejak lahir, penting bagi perkembangan kognitif dan sosial anak-
anak dengan potensi efek jangka panjang pada karir sekolah mereka.
Pada level nasional capaian APK PAUD untuk umur 0-2 tahun
sangat rendah, sehingga sebaran pada level provinsi sangat kecil dan
tidak bisa untuk dianalisis. Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa APK
PAUD pada kelompok umur 3-6 tahun tingkat provinsi di Indonesia
cukup beragam dengan rentang capaian dari yang terendah 10,27
persen.

Profil Anak Indonesia 2021


36

Capaian tertinggi APK PAUD di setiap provinsi adalah pada umur


5-6 tahun. Hal ini dikarenakan banyak orangtua yang mulai
mempersiapkan anaknya untuk masuk ke sekolah dasar dengan
mengikutsertakan anak pada PAUD. Rata-rata APK PAUD nasional
pada kelompok umur 5-6 tahun mencapai 52,26 persen, artinya 1 dari
2 anak Indonesia telah mengikuti PAUD, namun capain ini masih
harus ditingkatkan, karena diharapkan semua anak umur dini
memperoleh kesempatan dan berpartisipasi dalam pendidikan umur
dini agar dapat mencapai potensi optimalnya, sejalan dengan arah
kebijakan nasional meningkatnya kualitas sumberdaya manusia.
Provinsi dengan capaian APK PAUD tertinggi untuk kelompok
umur 3-6 tahun adalah provinsi DI Yogjakarta, yaitu sebesar 62,42
persen. Selain DI Yogyakarta, terdapat delapan provinsi lainnya yang
capaian APK kelompok umur 3-6 tahun berada diatas capaian
nasional yaitu: Provinsi Jawa Timur (53,40 persen), Jawa Tengah
(48,67 persen), Gorontalo (46,40 persen), Kalimantan Selatan (43,86
persen), NTB (40,39 persen), Sulawesi Barat (38,64 persen), DKI
Jakarta (37,12 persen) dan Sulawesi Tengah (37,09 persen).

Profil Anak Indonesia 2021


37

Gambar 4. 4 Angka Parsisipasi PAUD Anak Umur 3-6 Tahun


menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2020

DI Yogyakarta 43,24 80,89 62,42


Jawa Timur 34,20 71,52 53,40
Jawa Tengah 29,15 66,19 48,67
Gorontalo 36,31 57,21 46,40
Kalimantan Selatan 23,78 64,36 43,86
NTB 24,07 55,07 40,39
Sulawesi Barat 24,62 53,69 38,64
DKI Jakarta 14,40 58,70 37,12
Sulawesi Tengah 22,76 50,74 37,09
Indonesia 18,08 52,26 35,50
Maluku Utara 28,48 42,18 35,50
Kalimantan Tengah 18,96 51,90 35,28
Lampung 10,74 53,63 33,89
Sulawesi Tenggara 17,91 49,40 33,36
Jawa Barat 12,77 54,41 33,34
Kep Bangka Belitung 15,81 46,75 32,11
Maluku 26,90 36,81 31,88
Kalimantan Utara 14,63 44,63 31,84
Jambi 17,18 43,79 31,23
Sulawesi Utara 18,87 42,17 31,18
Sulawesi Selatan 13,00 47,80 30,56
NTT 21,26 39,37 30,23
Bali 7,98 49,76 29,10
Banten 10,15 44,66 28,46
Sumatera Barat 8,96 45,87 27,75
Kalimantan Timur 9,81 44,61 27,56
Kep Riau 9,71 44,64 27,49
Aceh 13,18 41,15 26,82
Bengkulu 11,43 41,23 26,55
Papua Barat 16,37 33,92 24,71
Riau 8,23 41,18 24,41
Sumatera Selatan 15,98 32,37 24,33
Sumatera Utara 8,86 36,88 23,07
Kalimantan Barat 11,50 30,22 21,05
Papua 5,0015,01 10,27

3-4 tahun 5-6 tahun 3-6 tahun

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Lima provinsi dengan capaian APK 3-6 tahun terendah adalah


Papua Barat 24,71 persen), Riau (24,21 persen), Sumatera Selatan
(24,33 persen), Sumatera Utara (23,07 persen), Kalimantan Barat
(21,05 persen) dan Papua (10,27 persen). Ada beberapa

Profil Anak Indonesia 2021


38

kemungkinan penyebab rendahnya angka partisipasi PAUD di


Indonesia. Pertama, kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pendidikan bagi anak umur dini (golden age) masih rendah. Kedua,
Akses layanan PAUD di Indonesia belum merata. Masih banyaknya
desa yang belum memiliki PAUD. Berdasarkan data yang ada, sampai
tahun 2020 masih terdapat 26,85 persen desa yang belum memiliki
PAUD. Pada provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat
bahkan belum mencapai 50 persen dari jumlah desa. (Kemendikbud
2020b).
Pemerintah Indonesia berkomitmen memperbaiki kondisi ini
dengan menargetkan pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG) 4.2, bahwa
pada tahun 2030 semua anak laki-laki dan anak perempuan memiliki
akses terhadap pengembangan, pengasuhan, serta pendidikan anak
umur dini (PAUD) atau pra-sekolah yang berkualitas, sehingga siap
memasuki pendidikan dasar. Strategi yang dilakukan pemerintah
Indonesia dalam meningkatkan APK PAUD diantaranya adalah: 1)
Penguatan kebijakan PAUD yang berpusat pada anak; 2) Kampanye
nasional perubahan paradigma tentang PAUD; 3) Memacu
peningkatan kualitas PAUD dengan melakukan pendampingan
integrasi layanan kesehatan, gizi, dan perlindungan anak; 4)
Meningkatkan keterlibatan orang tua dalam program PAUD; 5)
Peningkatan akses PAUD melalui program Satu Desa Satu PAUD; 6)
Memperkuat peran pemerintah daerah, swasta, BUMN/BUMD dan
para Bunda PAUD untuk mengembangkan program PAUD hingga ke
berbagai daerah; 7) Melakukan pemutakhiran sistem data PAUD yang
terpadu, transparan, dan akuntabel; serta 8) Memperjuangkan
peningkatan anggaran PAUD di daerah (Kemendikbud 2020).

Profil Anak Indonesia 2021


39

4.2 Angka Kesiapan Sekolah

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional, Pasal 6 menyatakan bahwa setiap warga
negara berumur tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar, dan pasal 28 menyatakan bahwa Pendidikan umur
dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pada tahun
2020 capaian penduduk anak umur 0-6 tahun yang sedang mengikuti
PAUD sangat rendah yaitu 20,54 persen. Capaian pada kelompok
anak laki-laki dan anak perempuan tidak terlalu berbeda, di mana
anak laki-laki umur 0-6 tahun yang sedang mengikuti PAUD sebanyak
20,14 persen dan anak perempuan mencapai 20,95 persen.
Sedangkan untuk daerah perdesaaan nilainya lebih rendah, sebanyak
19,87 persen penduduk 0-6 tahun di perdesaaan yang mengikuti
PAUD dan untuk perkotaan sebanyak 21,08 persen (Lihat Tabel 4.1).

Tabel 4. 1 Persentase Anak Umur 0-6 Tahun menurut Provinsi, Jenis


Kelamin dan Keikutsertaan PAUD, 2020
Sedang Tidak
Keterangan mengikuti mengikuti Jumlah
PAUD PAUD
Jenis Kelamin
Laki-laki 20,14 79,86 100,00
Perempuan 20,95 79,05 100,00
Laki-laki+Perempuan 20,54 79,46 100,00
Tipe Daerah
Perkotaan 21,08 78,92 100,00
Perdesaan 19,87 80,13 100,00
Perkotaan+Perdesaan 20,54 79,46 100,00
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


40

Angka kesiapan sekolah didefinisikan sebagai persentase siswa


yang sedang duduk di kelas 1 SD yang pada tahun ajaran sebelumnya
mengikuti PAUD, terhadap seluruh anak yang sedang duduk di kelas
1 SD, yang dapat dituliskan sebagai berikut:

dimana,
Y : Angka kesiapan sekolah
a : Jumlah siswa kelas 1SD yang pernah mengikuti PAUD
b : Jumlah siswa kelas 1 SD

Angka Kesiapan sekolah menggambarkan seberapa banyak


siswa kelas 1 SD yang pada tahun ajaran sebelumnya telah mengikuti
PAUD. Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak umur
dini, yaitu:
• Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas,
yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat
perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di
dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan
pada masa dewasa.
• Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai
kesiapan belajar (akademik) di sekolah, sehingga dapat
mengurangi umur putus sekolah dan mampu bersaing secara sehat
di jenjang pendidikan berikutnya (Kemendikbud 2020a).

Menurut Sulistiyaningsih (2005) menyebutkan bahwa dampak


kesiapan anak masuk sekolah yaitu anak yang siap masuk sekolah
akan mendapat kemajuan dalam proses belajarnya serta anak
tersebut tidak akan mengalami frustrasi di lingkungan akademik, dan
dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Lebih lanjut dalam
Santrock (2012) mengatakan anak-anak yang mendapat kemajuan
dalam proses belajarnya serta anak tersebut tidak akan mengalami
frustrasi di lingkungan akademik, dan dapat menyelesaikan tugasnya

Profil Anak Indonesia 2021


41

dengan baik akan membangun konsep diri yang baik, dan memiliki
minat belajar yang tinggi dibandingkan pada anak yang mengalami
hambatan dalam proses belajar.
Papalia et al (2008) mengatakan bahwa perubahan menuju
kematangan merupakan indikasi kesiapan anak, kesiapan anak
masuk SD meliputi; 1) perkembangan fisik: koordinasi antara visual
yang semakin baik/tajam dan motorik khususnya morik halus semakin
baik, hal ini merupakan modal individu dalam belajar menulis. 2)
Proses mental (kognitif), seperti; mambandingkan, berfikir
kategorisasi, mengurutkan, menemukan obyek yang tersembunyi.
Memiliki kemampuan ingatan yang sama dengan orang dewasa, serta
mengalami perkembangan konsep baik dalam bentuk bahasa, dan
gambar. 3) sosial-emosi; secara sosial individu yang mampu
menyesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, seperti; bermain
dengan teman sebaya dan mengurangi kebersamaan dengan orang
tua secara sosial, dan secara emosi mampu mengatur ekspresi dan
merespon tekanan emosi orang lain hingga tahap pada kemampuan
mengverbalisasikan emosi kepada orang lain.
Menurut Kustimah et al (2007) ada 5 faktor utama yang dapat
mempengaruhi kesiapan anak untuk masuk sekolah dasar, yaitu
kesehatan fisik, umur, tingkat kecerdasan, stimulasi yang tepat serta
motivasi. Hal ini diperkuat oleh Papalia et al (2008) yang menyebutkan
3 faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan anak diantaranya adalah
keturunan, lingkungan, kematangan tubuh dan otak.
Angka kesiapan sekolah di Indonesia tahun 2020 mencapai
74,96 persen. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara angka
kesiapan sekolah anak laki-laki dan perempuan yaitu masing-masing
74,66 persen dan 75,28 persen. Bila dibandingkan angka kesiapan
sekolah berdasarkan tipe daerah, maka terlihat dari Gambar 4.5
bahwa di perkotaan angka kesiapan sekolah lebih tinggi dibandingkan
di perdesaan yaitu masing-masing 80,11 persen dan 69,15 persen.

Profil Anak Indonesia 2021


42

Gambar 4. 5 Angka Kesiapan Sekolah menurut Tipe Daerah dan


Jenis Kelamin, 2020

79,93 80,30 80,11

75,28 74,96
74,66

69,63 69,15
68,69

Perkotaan+Perdesaan Perkotaan Perdesaan

Laki-laki Perempuan Total

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Kesiapan sekolah sangat dipengaruhi oleh tempat tinggal yang


memiliki budaya yang berbeda antara satu daerah dengan lainnya.
Artinya proses belajar dan sosialisasi dipengaruhi oleh keadaan
masyarakat dan kebudayaan (Kustimah, 2007; Papalia et al, 2008,
Santrock 2012). Hal ini disebabkan karena budaya merupakan faktor
yang turut mempengaruhi aspek psikologis termasuk didalamnya
adalah persepsi orang tua terhadap anak (Affandi & Habibah, 2016).
Persepsi inilah yang akan menentukan pola perilaku pengasuhan
orang tua terhadap anak yang kemudian akan sangat berdampak
terhadap perkembangan kesiapan sekolah dasar siswa.

Profil Anak Indonesia 2021


Penolong
Persalinan
11 dari 100
Baduta lahir
Bidan Dokter Dukun beranak
dengan berat 56,49% 37,80% 4,29%

<2,5 kg

Perawat Lainnya Tidak Ada


0,87% 0,46% 0,09%

JAMINAN K
69,62% bayi usia
N
KA E kurang dari 6 bulan
ILI

SE

mendapatkan ASI
KEPEM

HAT

ekslusif
AN

ANAK USIA 0-17 TAHUN

62,43% 37,57% 30,38% lainnya tidak


Memiliki Tidak Memiliki mendapatkan ASI
ekslusif
Sumber: Survei Sosial ekonomi Nasional, BPS, 2021
BAB V. KESEHATAN

Kesetaraan kesehatan adalah kondisi ketika semua orang memiliki


kesempatan untuk mencapai potensi kesehatan mereka sepenuhnya dan
tidak ada seorang pun yang dirugikan dari mencapai potensi ini karena
posisi sosial mereka atau keadaan lain yang ditentukan secara sosial.
Terwujudnya kesetaraan dan pemerataan kesehatan merupakan agenda
global pembangunan berkelanjutan pasca-2015.
Masa anak usia dini dianggap sebagai fase perkembangan yang
paling penting dalam kehidupan. Oleh karena itu anak harus dihindarkan
dari setiap gangguan pada perkembangan anak usia dini sebagai dampak
dari ketidaksetaraan kesehatan baik berupa kondisi lingkungan fisik
maupun pola asuh seperti kondisi lingkungan, gizi, pemanfaatan layanan
kesehatan yang kurang tepat dapat menghambat pertumbuhan normal
anak tersebut (Chithra et al 2016).

5.1 Penolong Persalinan

Persalinan yang aman harus didukung dengan pengetahuan,


keterampilan, dan alat yang aman dan bersih untuk mengurangi risiko
kematian ibu dan bayi (Prawirohardjo 2016). Menurut WHO (2020),
bidan, dokter, atau perawat merupakan tenaga kesehatan profesional
yang terakreditasi untuk menangani kehamilan, persalinan, dan
periode segera setelah melahirkan. Pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan penting agar komplikasi persalinan dapat diketahui
lebih cepat dan ditangani dengan baik. Namun demikian seperti
terlihat pada Gambar 5.1 masih ada wanita yang melahirkan oleh
dukun beranak sebesar 4,29 persen. Melahirkan bukan oleh tenaga
kesehatan berdampak pada tingginya kematian ibu dan bayi. Hasil
penelitian Rofiqoch (2013) menunjukkan adanya hubungan nyata
antara penolong persalinan dengan kematian bayi.

Profil Anak Indonesia 2021


45

Gambar 5. 1 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun


yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Provinsi dan Penolong Persalinan Terakhir,
2020

Dukun Lainnya
beranak; 4,29 ; 0,46
Tidak ada; 0,09
Perawat; 0,87

Dokter; 37,80

Bidan; 56,49

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa di Indonesia pada tahun 2020,


penolong persalinan tertinggi adalah bidan yang mencapai 56,49
persen. Persalinan yang ditolong oleh dokter sebesar 37,80 persen
Sementara dukun beranak sebagai penolong persalinan masih juga
ditemukan mencapai 4,29 persen. Terdapat 0,87 persen penolong
persalinan yang berasal dari tenaga kesehatan perawat, dan 0,09
persen tidak ada yang menolong. Komposisi ini tidak berbeda polanya
dengan tahun 2019, bidan menjadi penolong kelahiran terbanyak bagi
perempuan 15-49 tahun yang melahirkan hidup dalam dua tahun
terakhir.
Teori Lawrence Green (1981) mengungkapkan perilaku yang
berhubungan dengan pemilihan/pemanfaatan pelayanan kesehatan
yang mana ditentukan oleh tiga faktor yaitu :faktor predisposing
(predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

Profil Anak Indonesia 2021


46

persepsi, kepercayaan, sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor


pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam kemampuan
seseorang untuk memperoleh fasilitas kesehatan baik dari
kemampuan membayar secara finansial maupun dari ketersediaan
fasilitas kesehatan dan faktor pendorong (renforcing factors) yang
terwujud dalam sikap dan perilaku orang-orang terdekat seperti
keluarga/kerabat.

Gambar 5. 2 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun


yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Tipe Daerah dan Penolong Persalinan Terakhir,
2020

62,11
56,49
51,91
45,07
37,80
28,87

6,92
4,29
0,712,140,12 1,07 0,88 0,87 0,46

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Dokter Bidan Perawat Dukun beranak Lainnya Tidak ada

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Penolong persalinan baik di perkotaan maupun perdesaan


lebih banyak ditolong oleh tenaga kesehatan baik oleh bidan atau
dokter. Pertolongan persalinan oleh bidan di perkotaan dan perdesaan
masing-masing sebesar 51,91 persen dan 62.11 persen, menyusul
dilakukan oleh dokter yaitu masing-masing 45,07 persen dan 28,87
persen. Namun demikian, baik di perkotaan maupun di perdesaan
masih terdapat persalinan yang ditolong oleh dukun beranak, di
wilayah perkotaan sebesar 2,14 dan mencapai dan 6,92 persen di
perdesaan. Menurut Nurhayati dan Sugiharto (2019), alasan

Profil Anak Indonesia 2021


47

persalinan ibu ditolong oleh dukun bayi karena proses kelahiran lancar
sejak anak pertama serta biaya yang terjangkau.
Target 3.1 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah pada
tahun 2030 adalah mengurangi rasio angka kematian ibu hingga
kurang dari 70 per 100.000 keelahiran hidup. Indikator yang
digunakan adalah persentase perempuan pernah kawin umur 15-49
tahun yang proses melahirkan terakhirnya ditolong oleh tenaga
Kesehatan terlatih. Selain itu pada target 3.2 diharapkan di tahun
2030, menurunkan Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12
per 1000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian Balita 25 per
1000. Target ini masih menjadi tantangan yang sulit karena penyebab
kematian bayi semakin kompleks yang berkaitan erat dengan
penanganan masa kehamilan ibu dan masa pasca persalinan
(Bappenas, 2017).
Maka pemerintah berupaya untuk terus meningkatkan
pelauanan Kesehatan yang salah satunya bergantung pada
penyediaan tenaga Kesehatan di fasilitas Kesehatan. Distribusi dan
kualitas tenaga kesehatan harus merata, salah satunya melalui
Program Nusantara Sehat yang bertujuan untuk memberikan
pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan
rumah sakit milik pemerintah di daerah tertinggal, perbatasan, dan
kepulauan. Program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) juga
dijalankan guna memberikan pemerataan tenaga spesialis di setiap
wilayah di Indonesia (Bappenas, 2021).

5.2 Tempat Melahirkan

Pelayanan kesehatan selama masa kehamilan, persalinan, dan


nifas sangat penting bagi keberlangsungan hidup ibu dan bayi,
termasuk dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir. Menurut Hamal et al. (2020), salah satu faktor yang dapat
menurunkan risiko kematian ibu dan bayi selama kehamilan dan

Profil Anak Indonesia 2021


48

persalinan adalah fasilitas kesehatan. Setengah dari kematian bayi


terjadi pada masa neonatal (28 hari pasca melahirkan), maka sangat
penting dalam memastikan penanganan saat melahirkan dan satu
bulan pertama pasca melahirkan (Bappenas, 2017).

Gambar 5. 3 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun


yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Tipe Daerah dan Tempat Melahirkan, 2020

0,59
Lainnya ,56
0,57

19,02
Rumah 5,41
11,52

Polindes/ 6,76
Poskesdes
2,05
4,17

9,98
Praktek nakes 11,46
10,80

2,35
Pustu 0,52
1,34

19,41
Puskesmas 10,91
14,72

Rumah bersalin/ 12,25


klinik
24,81
19,18

RS Pemerintah/ 29,64
Swasta/RSIA
44,27
37,70

Perdesaan Perkotaan Perkotaan+Perdesaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Berdasarkan Gambar 5.3 ditunjukkan bahwa Wanita Pernah


Kawin (WPK) 15-49 tahun yang melahirkan hidup dalam dua tahun
terakhir telah melaksanakan persalinan di Rumah sakit atau Rumah

Profil Anak Indonesia 2021


49

bersalin atau tempat melahirkan lainnya. Sebanyak 37,70 persen


memilih melahirkan di Rumah Sakit Pemerintah/Swasta/RSIA, dan
19,18 persen melahirkan di rumah bersalin/klinik. Di perkotaan
persentasenya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan.
Puskesmas, Rumah dan Praktek Tenaga Kesehatan juga
menjadi rujukan tempat melahirkan dengan persentase masing-
masing mencapai 14,72 persen, 11,52 persen dan 10,80 persen. Pada
daerah perdesaan persalinan di puskesmas dan rumah
persentasenya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan.
Persalinan di polindes/poskesdes mencapai 4,17 persen, di mana
pada perdesaan persentasenya mencapai 6,76 persen dan 2,05 di
perkotaan. Sementara persalinan di Puskesmas Pembantu (Pustu)
sebesar 1,34%, dan di perdesaan angkanya mencapai 2,35 persen
sedangkan di perkotaan sebanyak 0,52 persen. Keberadaan Pustu
betujuan untuk meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan
kesehatan di wilayah-wilayah kerja puskesmas utama. Untuk wilayah-
wilayah pelosok keberadaannya membantu warga untuk mengakses
layanan kesehatan walaupun layanan yang disediakan terbatas.
Hasil Studi Tsegay et al (2013) menunjukkan bahwa yang
menentukan pemilihan tempat melahirkan adalah faktor
sosiodemografi, karakteristik kebidanan, dan akses ke tempat
melahirkan. Lebih lanjut hasil penelitian N. A. Asseffa et al (20160
melaporkan bahwa penggunaan fasilitas kesehatan ditentukan oleh
usia ibu, tingkat pendidikan, pendapatan rumah tangga, paritas,
kehadiran perawatan antenatal empat kali atau lebih, dan kesiapan
kelahiran.

5.3 Inisiasi Menyusui Dini

Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah pemberian ASI segera,


biasanya sekitar 30 – 60 menit setelah bayi dilahirkan, Hal ini sangat
penting untuk kelangsungan hidup bayi baru lahir dan memantapkan

Profil Anak Indonesia 2021


50

masa menyusui dalam jangka panjang (UNICEF 2019). Menurut WHO


(2020), IMD menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan
keberhasilan pemberian ASI eksklusif (6 bulan pertama kehidupan
bayi) hingga usia anak 2 tahun.

Gambar 5. 4 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun


yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Status Inisiasi
Menyusui Dini, 2020

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa pada tahun 2020, sebagian


besar praktik IMD di perkotaan maupun di perdesaan sudah cukup
baik yaitu masing-masing, 74,91 persen dan 71,00 persen. Manfaat
dari IMD adalah membuat ibu dan bayi lebih tenang serta
meningkatkan ikatan kasih sayang ibu dan bayi melalui kontak kulit.
Sebanyak 26,84 persen WPK yang melahirkan hidup dalam dua tahun
terakhir tidak melakukan IMD. Hal ini menurut Sharma & Byrne (2016);
Majra & Silan (2016) disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu
terkait IMD, pengetahuan masyarakat yang salah terhadap kolostrum,
keterbatasan akses terhadap informasi kesehatan yang benar,
pengaruh kepercayaan masyarakat, dan pendapat dari perempuan
yang lebih tua.
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (2013), dua puluh empat jam
pertama setelah ibu melahirkan merupakan saat terpenting untuk

Profil Anak Indonesia 2021


51

keberhasilan menyusui selanjutnya, karena pada jam-jam pertama


setelah melahirkan, ibu menghasilkan hormon oksitosin yang
bertanggungjawab terhadap produksi ASI. Selain itu, menurut
Mawaddah (2018), anak yang tidak diberi IMD akan berisiko 9,17 kali
untuk tidak mendapatkan ASI eksklusif.

Gambar 5. 5 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun


yang Melahirkan Hidup Dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Provinsi dan Melakukan Inisiasi Menyusui
Dini, 2020
90,00 83,87
80,00 73,16 Indonesia
70,00
60,00 55,28
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
DI Yogyakarta

Banten
Kalimantan Barat

Papua

Sumatera Utara
Bengkulu
DKI Jakarta

Nusa Tenggara Barat

Lampung

Maluku
Jambi

Sulawesi Utara
Jawa Tengah

Indonesia

Bali

Riau
Jawa Barat
Kalimantan Timur

Kalimantan Selatan

Kepulauan Riau
Nusa Tenggara Timur

Kalimantan Utara

Sumatera Barat

Kepulauan Bangka Belitung


Jawa Timur

Gorontalo
Aceh

Sumatera Selatan

Sulawesi Barat

Sulawesi Tengah

Maluku Utara

Papua Barat
Sulawesi Selatan

Sulawesi Tenggara
Kalimantan Tengah

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Gambar 5.5, menunjukkan bahwa rata-rata praktik IMD di


Indonesia sudah cukup baik, sebesar 73,16 persen Wanita Pernah
Kawin usia 15-49 tahun yang melahirkan hidup dalam dua tahun
terakhir melakukan praktik IMD. Persentase tersebut mengalami
penurunan dibadingkan tahun 2019 yang mencapai 75,58 persen
(Kemen PPPA 2020). Provinsi dengan persentase bayi baru lahir
mendapat IMD tertinggi adalah DKI Jakarta 83,87 persen, dan
terendah adalah Provinsi Maluku yaitu 55,28 persen. Praktik IMD yang
rendah dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu yang rendah,
pengaruh budaya, kurangnya ketersediaan informasi maupun fasilitas

Profil Anak Indonesia 2021


52

kesehatan, dukungan dari kerabat maupun tenaga kesehatan yang


rendah, serta kurangnya promosi IMD (Widiastuti 2013).

5.4 Baduta yang Diberi ASI

Makanan pertama bayi baru lahir adalah Air Susu Ibu (ASI).
Pemberian ASI Eksklusif atau selama 6 bulan pertama kehidupan
bayi, dan dilanjutkan hingga usia 2 tahun merupakan anjuran yang
diberikan oleh praktisi kesehatan anak. Kandungan ASI sesuai untuk
pencernaan, perkembangan otak, dan pertumbuhan bayi (IDAI, 2013).
Pemberian ASI pada bayi erat hubungannya dengan
perlindungan bayi dari kondisi gizi kurang, gizi lebih dan kesehatan
anak. Bayi yang diberikan ASI ekslusif selama 6 bulan memiliki resiko
yang lebih kecil terhadap berbagai infeksi penyakir seperti (diare,
infeksi saluran napas, infeksi telinga, pneumonia, infeksi saluran
kemih) dan penyakit lainnya (obesitas, diabetes, alergi, penyakit
inflamasi saluran cerna, kanker) di kemudian hari (IDAI, 2013). Selain
itu, pemberian ASI yang optimal sangat penting dalam situasi negara
berkembang, seperti Indonesia, dengan dimana akses terhadap
sanitasi layak serta air minum layak belum merata.

Profil Anak Indonesia 2021


53

Gambar 5. 6 Persentase Baduta (Bayi 0-23 Bulan) yang Pernah


Diberi Air Susu Ibu menurut Tipe Daerah dan Jenis
Kelamin, 2020
95,50
95,23 95,21 95,02
94,97 94,84 94,96 94,83
94,73

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Laki-laki Perempuan Laki-laki+


Perempuan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Persentase baduta yang pernah diberi ASI menurut tempat


tinggal dan jenis kelamin pada tahun 2020 disajikan pada Gambar 5.6.
Capaian baduta yang pernah diberi ASI cukup tinggi yaitu 95,2 persen
dan tidak ada perbedaan signifikan antara baduta laki-laki dan baduta
perempuan, meskipun persentasenya sedikit lebih besar pada baduta
perempuan. Selain itu, daerah di perdesaan memiliki persentase bayi
yang diberi ASI sedikit lebih tinggi dibandingkan daerah di perkotaan.

Profil Anak Indonesia 2021


54

Gambar 5. 7 Persentase Baduta (Bayi 0-23 Bulan) yang Pernah


Diberi Air Susu Ibu menurut Provinsi, 2020

DI YOGYAKARTA 99,60
NUSA TENGGARA BARAT 98,11
SUMATERA BARAT 97,73
JAWA TENGAH 97,45
NUSA TENGGARA TIMUR 96,98
ACEH 96,09
KALIMANTAN SELATAN 95,97
SULAWESI BARAT 95,74
BENGKULU 95,60
JAWA TIMUR 95,56
KALIMANTAN UTARA 95,53
KALIMANTAN TIMUR 95,44
JAWA BARAT 95,41
DKI JAKARTA 95,36
INDONESIA 95,02
LAMPUNG 94,94
BALI 94,76
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 94,63
SULAWESI SELATAN 94,37
SUMATERA SELATAN 94,31
JAMBI 94,27
RIAU 94,00
KEPULAUAN RIAU 93,61
KALIMANTAN BARAT 93,61
SULAWESI TENGAH 93,53
BANTEN 93,44
MALUKU 93,11
SULAWESI TENGGARA 92,78
MALUKU UTARA 92,38
GORONTALO 92,16
PAPUA 91,78
KALIMANTAN TENGAH 91,53
SUMATERA UTARA 90,67
SULAWESI UTARA 89,34
PAPUA BARAT 87,83

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Provinsi dengan capaian baduta yang pernah diberi ASI tertinggi


ialah DI Yogyakarta (99,60 persen), NTB (98,11 persen) dan Sumatra
Barat (97,73 persen). Sedangkan provinsi di Indonesia dengan
persentase terendah ialah provinsi Sumatra Utara (90,67 persen),
Sulawesi Utara (89,34 persen) dan Papua Barat yaitu 87,83 persen.
Sebagian besar provinsi masih berada dibawah capaian nasional
(95,02 persen).
Sebaran wilayah timur dan barat terlihat merata pada capaian
baduta yang pernah diberi ASI di atas dan di bawah nasional. Di pulau
Sumatera, 3 provinsi memiliki capaian di atas nasional (Sumatra

Profil Anak Indonesia 2021


55

Barat, Aceh, dan Bengkulu) sedangkan 7 provinsi lainnya berada di


bawah capaian nasional. Dari 6 provinsi di pulau Jawa, hanya provinsi
Banten yang capaiannya di bawah nasional. Sementara itu Nusa
Tenggara memiliki capaian di atas nasional baik untuk NTB dan NTT,
sedangkan provinsi Bali sedikit di bawah capaian nasional. Pada
pulau Sulawesi hanya 1 provinsi yang memiliki capaian di atas
Nasional yaitu Sulawesi Barat.sedangkan untuk pulau Maluku dan
Papua semua provinsinya berada di bawah nilai nasional.

Gambar 5. 8 Persentase Baduta (0-23 Bulan) yang Pernah Diberi ASI


menurut Tipe Daerah dan Rata-Rata Lama Pemberian
ASI (Bulan), 2020

71,94 73,14
72,48

28,06
26,86
27,52

<6 6-23

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Susenas tahun 2020 menunjukkan bahwa pemberian ASI pada


bayi hingga usia 6-23 bulan mencapai 72,48 persen. Hasil penelitian
Jennifer et al (2019) menunjukkan bahwa pengalaman menyusui
dipengaruhi oleh hambatan di berbagai tingkatan: komunitas (yaitu,
persepsi menyusui dalam satu jaringan), interpersonal (yaitu,
beberapa penyedia yang mendukung), dan kendala individu (yaitu,
nyeri, suplai, dan masalah pelekatan) serta kesulitan lingkungan.
Oleh karena itu, menemukan sumber daya untuk membantu

Profil Anak Indonesia 2021


56

mengatasi tantangan ini seperti dukungan sosial dari anggota


keluarga dekat, teman, atau pasangan sering membantu
meminimalkan banyak hambatan ini dan membantu kelancaran dan
lamanya menyusui.

Gambar 5. 9 Persentase Baduta (0-23 Bulan) yang Pernah Diberi ASI


Selama 6-23 Bulan menurut Provinsi, 2020

GORONTALO 62,89
KEPULAUAN RIAU 67,44
KALIMANTAN UTARA 67,63
KALIMANTAN TIMUR 68,45
BANTEN 68,67
SULAWESI UTARA 69,03
MALUKU 69,45
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 69,79
BALI 69,89
SULAWESI TENGAH 70,61
JAWA TIMUR 70,74
KALIMANTAN TENGAH 70,83
MALUKU UTARA 70,90
SULAWESI SELATAN 71,32
SULAWESI TENGGARA 71,42
DI YOGYAKARTA 71,57
SUMATERA SELATAN 71,73
KALIMANTAN SELATAN 71,84
JAWA TENGAH 71,87
SULAWESI BARAT 71,90
SUMATERA UTARA 72,47
INDONESIA 72,48
JAMBI 72,61
KALIMANTAN BARAT 72,80
PAPUA 73,69
PAPUA BARAT 73,96
LAMPUNG 74,06
JAWA BARAT 74,20
NUSA TENGGARA TIMUR 74,42
NUSA TENGGARA BARAT 74,75
RIAU 74,77
ACEH 75,59
DKI JAKARTA 75,91
SUMATERA BARAT 76,77
BENGKULU 77,01

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia diatur di dalam Peraturan


Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu
Ekslusif. Peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah
daerah dan pemerintah harus terus ditingkatkan untuk menjamin

Profil Anak Indonesia 2021


57

pemenuhan hak bayi untuk ASI ekslusif sejak dilahirkan sampai


berusia 6 (enam) bulan.
ASI memenuhi seluruh kebutuhan energi dan zat gizi lainnya
bagi bayi sampai usia 6 bulan untuk tumbuh sehat dan kuat serta
mengandung zat antiinfeksi yang melindungi bayi dan anak dari diare
dan infeksi lainnya. Sampai usia 6 bulan, kebutuhan energi bayi masih
dapat dipenuhi dari ASI. Mulai usia 6 bulan kebutuhan energi bayi
tidak dapat dipenuhi dari ASI saja sehingga perlu tambahan energi
dari makanan pendamping ASI (MP ASI) (Perinasia 2014). MP ASI,
baik tekstur, frekuensi dan porsi makan harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan dan pertumbuhan anak usia 6-24 bulan. Jumlah
ASI dan MP ASI merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita (Siregar
2004). Usia pertama dan jenis MP ASI yang diberikan merupakan
faktor utama yang paling bermakna hubungannya terhadap berat
badan anak usia 6-24 bulan. Akibat yang ditimbulkan karena
pemberian MP ASI tidak sesuai umur meliputi jangka panjang dan
jangka pendek. Akibat jangka pendek yang ditimbulkan adalah infeksi
saluran pencernaan dan kekurangan gizi. Sedangkan akibat jangka
panjang yang timbul adalah obesitas karena asupan energi yang
berlebih karena lambung yang sudah terbiasa mendapat asupan
energi berlebih akan terasa kurang apabila yang dimakan hanya
sekedar mencukupi kebutuhan harian (Depkes 2007).
Pada tahun 2020, bayi yang diberikan ASI hingga usia 6-23
bulan di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 72,48 persen, dan
seluruh provinsi nilainya sudah berada di atas 60 persen. Lima
provinsi tertinggi dengan persentase baduta yang pernah diberi ASI 6-
23 bulan adalah Bengkulu, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Aceh, dan
Riau. Sedangkan lima provinsi terkecil capaiannya adalah Banten,
Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kepulaian Riau, dan Gorontalo.
Provinsi Papua dan Papua Barat yang merupakan provinsi dengan
cakupan baduta yang diberi ASI terendah memiliki durasi pemberian

Profil Anak Indonesia 2021


58

ASI yang lama (6-23 bulan). Persentase baduta yang diberi ASI
selama 6-23 bulan di Papua dan Papua Barat jauh lebih besar
dibandingkan dengan DI Yogyakarta yang memiliki cakupan baduta
yang diberi ASI tertinggi (Gambar 5.9)
Menurut Agunbiade (2012), kendala utama dalam pemberian
ASI Eksklusif dapat berupa rendahnya pemahaman terkait ASI
Eksklusif. Persepsi bayi tetap lapar setelah menyusui, masalah
kesehatan ibu menyusui, rendahnya dukungan dari keluarga maupun
kerabat, nyeri payudara, dan kebutuhan untuk kembali bekerja.

5.5 Anak dengan Keluhan Kesehatan

Pada tahun 2020, sebanyak 32,29 persen penduduk usia anak


mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir. Sebarannya
hampir sama untuk anak laki-laki dan perempuan yaitu 32,50 persen
untuk anak laki-laki dan 32,28 persen untuk anak perempuan. Hal ini
menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak Indonesia mengalami keluhan
kesehatan. Jika dilihat dari tipe daerah, penduduk 0-17 tahun di
perkotaan lebih banyak mengalami keluhan Kesehatan dibandingkan
di perdesaan. Di daerah perdesaaan sekitar 30 persen daerah
perkotaan anak mengalami keluhan kesehatan, sedangkan di
perkotaan mencapai 34 persen penduduk. Menurut WHO (2017)
banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan individu dan
masyarakat. Sehat atau tidaknya seseorang ditentukan oleh keadaan
lingkungannya seperti pendapatan, pendidikan, hubungan dengan
teman dan keluarga, akses dan penggunaan layanan kesehatan, serta
lingkungan fisik. Daerah perkotaan dengan tingkat polusi yang lebih
tinggi dibanding didaerah perdesaan, merupakan salah satu yang
memicu tingginya keluhan kesehatan di perkotaan. Seperti diutarakan
Kelishadi & Poursafa (2010) bahwa polusi udara terutama
mempengaruhi mereka yang tinggal di daerah perkotaan, di mana
emisi transportasi dan gas hasil pembakaran dari industri

Profil Anak Indonesia 2021


59

berkontribusi paling besar terhadap penurunan kualitas udara. Efek


jangka pendek dari polusi udara adalah bersifat sementara dan
berkisar dari ketidaknyamanan, seperti iritasi mata, hidung, kulit,
tenggorokan, sakit kepala, mual, pusing, mengi, batuk dan sesak
dada, serta kesulitan bernapas. Efek jangka panjangnya bersifat
kronis, berlangsung selama bertahun-tahun atau seumur hidup dan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Selain itu, dalam jangka
panjang toksisitas beberapa polutan udara juga dapat menyebabkan
berbagai jenis kanker (Manisalidis et al 2020).

Gambar 5. 10 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami


Keluhan Kesehatan menurut Tipe Daerah dan Jenis
Kelamin, 2020

34,16 34,00
33,83

32,50 32,28 32,39

30,45 30,49 30,47

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Tingkat keparahan keluhan kesehatan dapat mempengaruhi


aktivitas, terutama pada kegiatan sehari-hari anak seperti sekolah,
atau kegiatan sehari-hari lainnya yang ditunjukkan pada Gambar 5.9.
Persentase anak yang sakit pada tahun 2020 mencapai 17,59 persen.
Nilai tersebut mengalami penurunan dari tahun 2019 yang mencapai
18,9 persen (Kemen PPPA 2020). Seperti pada penduduk usia anak

Profil Anak Indonesia 2021


60

yang mengalami keluhan kesehatan, penduduk 0-17 tahun di


perkotaan lebih banyak yang sakit dibandingkan di penduduk
perdesaan, persentasenya berbanding 17,94 persen dibandingkan
17,17 persen. Persentase tertinggi anak yang mengalami keluhan
kesehatan dan terganggu aktifitasnya adalah anak laki-laki di
perkotaan yang mencapai 18,17 persen.

Gambar 5. 11 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Sakit


(Terganggu Pekerjaan, Sekolah, atau Kegiatan Sehari-
hari) menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2020

18,17
17,94
17,69 17,75
17,59
17,42
17,23 17,17
17,11

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Namun demikian meskipun anak-anak mengalami keluhan


kesehatan, tidak semuanya berobat jalan, hanya 51,83 persen anak
yang mengalami keluhan kesehatan berobat jalan. Persentase anak
sakit di perdesaan yang melakukan rawat jalan persentasenya lebih
rendah dibandingkan di daerah perkotaan yaitu masing-masing 49,13
persen dan 53.85 persen. Faktor pendapatan dan status pekerjaan
kepala rumah tangga berpengaruh positif dalam menentukan
penduduk berobat jalan ketika mengalami keluhan kesehatan
(Rabbaniyah & Nadjib, 2019).

Profil Anak Indonesia 2021


61

Persentase anak yang mengalami keluhan kesehatan dan


berobat jalan pada tahun 2020 lebih rendah dibandingkan tahun 2019
yang mencapai 56,54 persen. Data BPS menunjukkan persentase
penduduk miskin pada tahun 2020 meningkat dibandingkan pada
2019 di mana masing-masing sebanyak 9,41 persen dan 9,78 persen.
Diduga hal ini berhubungan dengan menurunnya persentase
penduduk anak yang mengalami keluhan kesehtan dan berobat jalan.

Gambar 5. 12 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami


Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan dalam
Sebulan Terakhir menurut Tipe Daerah dan Jenis
Kelamin, 2020

53,97
53,72 53,85

52,05 51,83
51,60

49,40
49,13
48,87

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Tempat berobat jalan yang paling banyak diakses oleh penduduk


usia anak ketika mengalami keluhan kesehatan adalah praktik
dokter/bidan (42,26 persen) dan puskesmas/pustu (32,71 persen) dan
klinik/praktik dokter bersama (16,99 persen). Komposisi ini sama
untuk daerah perdesaan maupun perkotaan. Menurut Novita &
Kusnanto (2003) fasilitas kesehatan yang cukup terjangkau bagi

Profil Anak Indonesia 2021


62

masyarakat dengan status ekonomi menengah kebawah dan akses


yang mudah ialah puskesmas/pustu.
Di perkotaan klinik/praktik dokter bersama persentase jauh lebih
tinggi dibandingkan di perdesaan, sedangkan untuk UKBM
persentase di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan.
Keberadaan tenaga medis (khususnya bidan di polindes dan perawat)
dekat dengan tempat tinggal masyarakat membuat UKBM menjadi
rujukan yang cukup tinggi di daerah perdesaan (Suharmiati et al.,
2012).

Gambar 5. 13 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami


Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan dalam
Sebulan Terakhir menurut Tipe Daerah dan Tempat
Berobat, 2020

0,58
lainnya 0,86
0,38

pengobatan 0,61
0,88
tradisional/alternatif 0,43

2,97
UKBM 5,49
1,25

32,71
puskesmas/pustu 34,64
31,39

klinik/praktik dokter 16,99


8,65
bersama 22,68

42,26
praktik dokter/bidan 50,02
36,95

5,07
RS swasta 1,99
7,18

3,47
RS pemerintah 2,81
3,91

Perkotaan+Perdesaan Perdesaan Perkotaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


63

Pada 2020, sebanyak 37,57 persen anak Indonesia tidak punya


jaminan kesehatan, bahkan di daerah perdesaaan persentasenya
mencapai 43,51 persen. Menurut Kurniawati dan Rachmayanti (2018),
hal tersebut dapat disebabkan oleh pengetahuan yang rendah
terhadap jaminan kesehatan, kurangnya sosialisasi maupun media
promosi kesehatan, dan kesadaran kepala keluarga yang rendah
terhadap pentingnya jaminan kesehatan serta tingkat pendidikan
masyarakat yang rendah. Jaminan kesehatan yang paling banyak
dimiliki di daerah perdesaan adalah BPJS Kesehatan Penerima
Bantuan Iuran (PBI) yaitu sebanyak 35,79 persen, sedangkan di
perkotaan ialah BPJS Kesehatan Non-PBI/Mandiri sebanyak 30,26
persen.

Gambar 5. 14 Persentase Penduduk 0-17 Tahun menurut Provinsi


dan Jenis Jaminan Kesehatan yang Dimiliki, 2020

32,60
Tidak punya 43,51
37,57
4,45
Perusahaan/kantor 1,45
3,08
1,39
Asuransi swasta 0,18
0,84
8,91
Jamkesda 10,65
9,70
30,26
BPJS Kesehatan Non-PBI/Mandiri 11,88
21,89

BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran 27,63


35,79
(PBI)
31,34

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Data Susenas tahun 2020 menunjukkan bahwa mayoritas anak


di Indonesia tidak menggunakan jaminan kesehatan untuk berobat

Profil Anak Indonesia 2021


64

jalan ketika mengalami keluhan kesehatan (62,41 persen) (Gambar


5.15). Penduduk anak yang tidak menggunakan jaminan kesehatan
untuk berobat jalan di perdesaan sangat tinggi yaitu mencapai 70,84
persen. Sedangkan di daerah perkotaan mencapai 56,65 persen.
Pemakaian jaminan kesehatan PBI dan Non-PBI untuk berobat
jalan sangat berbeda antara daerah perdesaan dan perkotaan. Di
daerah perkotaan proporsi pengguna BPJS Kesehatan PBI dan Non
PBI hampir seimbang (16,89 persen dan 19,97 persen). Namun
persentase pengguna BPJS Kesehatan PBI mencapai 3 kali lipat
dibandingkan pengguna BPJS Kesehtan Non PBI (18,70 persen dan
6,05 persen).

Gambar 5. 15 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami


Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan menurut
Provinsi dan Jenis Jaminan Kesehatan yang
Digunakan, 2020

56,65
Tidak menggunakan 70,84
62,41

3,34
Perusahaan/kantor 0,78
2,30

0,95
Asuransi swasta 0,03
0,57

2,42
Jamkesda 3,78
2,97

19,97
BPJS Kesehatan Non-PBI/Mandiri 6,05
14,32

16,89
BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) 18,70
17,63

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


65

Pada kondisi khusus, anak-anak yang mengalami keluhan


kesehatan harus mendapatkan perawatan lebih intensif dan dirawat
inap di rumah sakit. Meskipun jumlahnya tidak besar, sekitar 4 dari
100 anak pernah dirawat inap pada tahun 2020 (Gambar 5.16). Rawat
inap merupakan proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan
professional akibat penyakit tertentu yang diinapkan di rumah sakit
(Endradita 2017). Persentase anak usia 0-17 tahun yang pernah
dirawat inap lebih tinggi pada daerah perkotaan dibandingkan di
daerah perdesaan (4,49 persen dan 3,27 persen).

Gambar 5. 16 Persentase Anak 0-17 Tahun yang Pernah Rawat


Inap dalam Setahun Terakhir menurut Tipe Daerah
dan Jenis Kelamin, 2020

Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

4,65
4,49
4,33
4,05 3,94
3,82
3,31 3,23 3,27

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Rumah sakit tentunya menjadi rujukan utama untuk layanan


kesehatan rawat inap. Gambar 5.15 menunjukkan lebih dari 75 persen
anak dirawat inap di rumah sakit, sedangkan sisanya di puskesmas
(15,65 persen), klinik praktik dokter bersama (6,48 persen), praktik
dokter/bidan (2,61 persen), dan kurang dari 1 persen di pengobatan
tradisional dan tempat lainnya. Pada daerah perdesaan RS

Profil Anak Indonesia 2021


66

Pemerintah menjadi pilihan lokasi rawat inap yang lebih banyak dituju
dibandingkan RS swasta, sebaliknya di daerah perkotaan RS Swasta
lebih menjadi rujukan utama. Hal ini tentu berkaitan dengan
ketersediaan fasilitas kesehatan yang belum merata di daerah
perkotaan dan perdesaan.

Gambar 5. 17 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Pernah


Dirawat Inap dalam Satu Tahun Terakhir menurut
Tempat Rawat Inap, 2020

0,21
tempat lainnya 0,33
0,25

0,02
pengobatan tradisional/alternatif 0,18
0,08

8,37
puskesmas/pustu 27,61
15,65

5,25
klinik/praktik dokter bersama 8,49
6,48

2,74
praktik dokter/bidan 2,40
2,61

49,00
RS swasta 28,02
41,06

35,96
RS pemerintah 35,54
35,80

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Berbeda dengan kondisi ketika penduduk 0-17 tahun dirawat


jalan, persentase anak yang pernah dirawat inap tanpa menggunakan
jaminan kesehatan lebih kecil, yaitu sebesar 34,58 persen. Meskipun
demikian di daerah perdesaan penduduk anak yang harus dirawat

Profil Anak Indonesia 2021


67

inap paling banyak tidak menggunakan jaminan kesehatan (43,70


persen). Hal ini bisa dikaitkan dengan kepemilikan jaminan kesehatan
untuk anak-anak di daerah perdesaan (Gambar 5.14).

Gambar 5. 18 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Pernah


Dirawat Inap dalam Satu Tahun Terakhir menurut
Tipe Daerah dan Jaminan Kesehatan yang
Digunakan, 2020

29,04
tidak menggunakan jaminan kesehatan 43,70
34,58

6,20
jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor 2,09
4,65

1,92
asuransi kesehatan swasta 0,32
1,32

2,88
Jamkesda 3,38
3,07

37,06
BPJS Kesehatan non-PBI 19,53
30,43

23,19
BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) 31,15
26,20

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Penggunaan BPJS Kesehatan Non PBI/Mandiri untuk rawat inap


mencapai 2 kali lipat di daerah perkotaan dibandingkan di daerah
perdesaan (37,06 persen dibandingkan 19,53 persen). Sedangkan di
perdesaan persentase anak 0-17 tahun yang dirawat inap dengan
menggunakan BPJS Kesehatan PBI lebih besar dibandingkan di

Profil Anak Indonesia 2021


68

daerah perdesaan (31,15 persen dan 23,10 persen). Jaminan


kesehatan yang paling sedikit digunakan baik di daerah perkotaan
maupun perdesaan adalah asuransi kesehatan swasta yaitu hanya
1,32 persen.

5.6 Status Gizi Baduta (Berat Badan Baduta Waktu Dilahirkan)

Status gizi adalah keadaan tubuh dari keseimbangan antara


konsumsi makanan dan utilisasi zat gizi dalam tubuh hingga mencapai
gizi optimal (Almatsier, 2009). Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri
Anak, status gizi balita dan tren pertumbuhan anak didasarkan pada
parameter berat badan dan panjang/tinggi badan, yang terdiri dari 4
indeks, yaitu: 1. Berat badan menurut umur (BB/U); 2. Panjang/Tinggi
Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U); 3. Berat badan menurut
Panjang/tinggi badan (BB/PB atau BB/TB); dan 4. Indeks Massa
Tubuh menurut umur (IMT/U). Karena itu penting untuk
mengumpulkan informasi berat badan dan panjang bayi saat
dilahirkan. Persentase Wanita yang melahirkan hidup dalam dua
tahun terakhir menurut berat badan baduta waktu dilahirkan disajikan
pada Gambar 5.17.
Persentase Wanita Pernah Kawin (WPK) usia 15-49 tahun yang
melahirkan hidup dalam dua tahun terakhir dengan berat bayi lahir
rendah (BBLR) atau <2,5 kg pada tahun 2020 mengalami peningkatan
dari tahun 2019 yaitu 11,32 persen menjadi 11,37 persen. Menurut
Alderman et al (2004), anak yang BBLR berpotensi mengalami
penurunan produktifitas di masa dewasa dan berdampak pada
pembangunan ekonomi bangsa. Sementara itu 85,37 persen WPK
lainnya melahirkan bayi yang lahir dengan berat badan ≥2,5 kg. Faktor
yang mempengaruhi diantaranya adalah pendidikan ibu, status gizi
ibu, pengaturan jarak kehamilan, dan tingkat ekonomi (Sebayang et
al. 2012). Pada daerah perdesaan masih ada 3,92 persen WPK yang

Profil Anak Indonesia 2021


69

tidak menimbang bayinya Ketika dilahirkan, padahal pengukuran berat


badan dan tinggi badan bayi diperlukan untuk melihat perkembangan
anak. Maka penguatan fasilitas Kesehatan ibu dan anak berbasis
komunitas seperti posyandu, polindes, poskesdes serta perbaikan
ketersediaan dan kompetensi tenaga kesehatan ke seluruh wilayah
menjadi arah kebijakan 2020-2024 di bidang Kesehatan (Bappenas,
2017).

Gambar 5. 19 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun


yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Berat Badan Baduta
Waktu Dilahirkan, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


88,73
81,24 85,37

13,24 11,37
9,85 3,92 1,60
2,11 0,79 1,15
0,64

< 2,5 kg >= 2,5 kg Tidak ditimbang Tidak tahu

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Anak dengan BBLR lebih tinggi di daerah perdesaan, yaitu


mencapai 13,24 persen, dan di perkotaan mencapai 9,85 persen.
Menurut Manyeh et al. (2016) tinggi rendahnya BBLR dipengaruhi
oleh status social ekonomi dan fasilitas kesehatan. Adanya disparitas
social ekonomi dan fasilitas kesehatan antara perdesaan dan

Profil Anak Indonesia 2021


70

perkotaan sebagai salah satu penyebab terjadinya perbedaan


prevalensi BBLR dikedua daerah tersebut.

5.7 Anak Baduta yang Diberi Makanan Tambahan

Capaian baduta (0-23 bulan) yang pernah diberi air susu ibu
(ASI) di Indonesia sudah tinggi, yaitu 95,02 persen pada tahun 2020
(BPS, 2020). Pada daerah perdesaaan perdesaan baduta yang diberi
ASI sedikit lebih banyak dibandingkan perkotaan (95,23 persen dan
94,84 persen). Sedangkan jika dilihat dari jenis kelamin persentase
baduta perempuan yang pernah diberi ASI (95,21 persen) sedikit lebih
banyak dari baduta laki-laki (94,83 persen).

Gambar 5. 20 Persentase Baduta (Bayi 0-23 Bulan) yang Pernah


Diberi ASI menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin,
2020

95,50
95,23 95,21
94,97 94,96 95,02
94,84 94,83
94,73

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


Laki-laki Perempuan Laki-laki+
Perempuan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Makanan tambahan atau makanan pendamping diberikan


kepada bayi setelah melewati 6 bulan masa ASI Eksklusif atau 1000
Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) seorang anak. Sangat

Profil Anak Indonesia 2021


71

dianjurkan untuk memberikan bayi tekstur makanan yang lunak dan


lembut pada awal pengenalan ASI Eksklusif ke makanan tambahan
dan bertahap menjadi lumat, lunak, dan nasi. Makanan tambahan
perlu diberikan kepada bayi setelah berusia 6 bulan untuk mendukung
tumbuh kembang optimal.

Gambar 5. 21 Persentase Baduta (0-23 Bulan) menurut Tipe Daerah


dan Pemberian Makanan/Cairan Tambahan dalam 24
Jam Terakhir, 2020

76,12 75,07 76,97

23,88 24,93 23,03

Perkotaan+Perdesaan Perdesaan Perkotaan

Dengan Maknan Pendamping Tanpa Makanan Pendamping

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2020, baduta (bayi usia 0-23


bulan) di Indonesia yang telah mendapatkan makanan tambahan
dalam 24 jam terakhir ialah sebanyak 76,12 persen. Persentase
tersebut merupakan 3 kali lipat lebih tinggi dari bayi tanpa makanan
pendamping dalam 24 jam terakhir (23,88 persen). Daerah perkotaan
memiliki persentase bayi dengan makanan tambahan yang lebih tinggi
dibandingkan daerah perdesaan yaitu masing-masing 76,97 persen
dan 75,07 persen. Secara keseluruhan, persentase baduta dengan
makanan pendamping di perkotaan tidak jauh signifikan dengan
proporsi baduta dengan makanan pendamping di perdesaan.

Profil Anak Indonesia 2021


72

Gambar 5. 22 Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang


Mendapatkan ASI Eksklusif menurut Tipe Daerah,
2020

67,41 72,34
69,62

32,59
27,66
30,38

Perkotaan
Perdesaan
Perkotaan+Perdesaan
Tidak mendapatkan ASI ekslusif mendapatkan ASI ekslusif

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Gambar 5.22 menunjukkan sebanyak 69,62 persen bayi usia


kurang dari 6 bulan mendapatkan ASI Eksklusif, persentase di daerah
perdesaan mencapai 72,34 persen dan 67,41 persen di perkotaan.
Menurut lee et al. (2016) dan Yan eta al (2014), pemberian ASI pada
bayi akan meningkatkan perkembangan kognitif bayi, serta ibu dan
bayi terhindar dari obesitas.

Profil Anak Indonesia 2021


73

Gambar 5. 23 Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang


Mendapatkan ASI Eksklusif menurut Provinsi, 2020

78,93
76,98
76,41
76,30
76,21
76,11
74,56
73,78
72,36
71,54
71,13
70,86
70,36
69,62
68,84
68,06
66,90
66,42
65,43
65,22
65,17
64,92
63,55
62,41
62,30
61,97
60,48
59,96
59,49
58,60
57,19
56,22
55,47
53,39
52,98
Jambi
Papua

Aceh
Nusa Tenggara Timur

Lampung
Jawa Tengah

Jawa Barat

Banten

Jawa Timur

Bengkulu
Kalimantan Barat

Sumatera Utara
Kalimantan Timur

Indonesia

Sumatera Selatan

Kalimantan Tengah
Sulawesi Barat

Riau
Bali

Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
DI Yogyakarta

Maluku
Sumatera Barat

Maluku Utara
Kalimantan Utara

DKI Jakarta

Papua Barat
Nusa Tenggara Barat

Kalimantan Selatan

Gorontalo
Sulawesi Selatan

Kepulauan Riau
Sulawesi Utara

Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Sebaran bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI


Eksklusif paling tinggi berada di Provinsi DI Yogyakarta (78,93 persen)
dan paling rendah di Kalimantan Tengah (52,98 persen). Lebih dari
separuh provinsi di Indonesia memiliki persentase bayi usia kurang
dari 6 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif kurang dari 70 persen.
Minimal lama pemberian ASI pada bayi adalah satu tahun atau lebih
serta mengenalkan bayi pada makanan tambahan setelah melewati
masa ASI Eksklusif. Menurut WHO dalam Kemenkes (2018), durasi
menyusui bayi yang semakin pendek berhubungan dengan semakin
menurunnya IQ anak hingga 2,6 poin.

Profil Anak Indonesia 2021


74

5.8 Anak yang Diimunisasi

Imunisasi merupakan pemberian vaksin kepada seseorang


untuk dibuat kebal terhadap penyakit menular dan telah terbukti dalam
mengendalikan serta memberantas penyakit menular tertentu.
Pemberian vaksin adalah salah satu kemajuan terbesar dalam
kesehatan dan pembangunan global. Vaksin adalah metode teraman
di dunia untuk melindungi anak-anak dari penyakit yang mengancam
jiwa. Selama lebih dari dua abad, vaksin telah aman mengurangi
momok penyakit seperti polio, campak dan cacar, serta membantu
anak-anak tumbuh sehat dan bahagia. Data Unicef menunjukkan
bahwa vaksinasi menyelamatkan 2 hingga 3 juta anak setiap tahun
dari penyakit mematikan. Jumlah anak yang lumpuh akibat polio telah
turun lebih dari 99% sejak 1988. Vaksinasi campak mencegah lebih
dari 23 juta kematian antara tahun 2000 dan 2018 (Unicef 2021).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 42 Tahun 2013 terkait program imunisasi dasar lengkap wajib
diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun yang terdiri dari
Bacillus Calmette Guerin (BCG), Diphtheria Pertussis Tetanus-
Hepatitis B (DPT) atau Diphtheria Pertussis Tetanus-Hepatitis B-
Haemophillus Influenza Tipe B (DPT-HB-Hib), Hepatitis B pada bayi
baru lahir, polio dan campak.

Profil Anak Indonesia 2021


75

Gambar 5. 24 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi


menurut Jenis Kelamin, 2020

96,31
Perkotaan 96,40
96,22

94,96
Perdesaan 95,02
94,90

95,70
Perkotaan+Perdesaan 95,77
95,64

Laki-laki+ Perempuan Laki-laki


Perempuan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Berdasarkan Gambar 5.24, cakupan balita yang pernah diberi


imunisasi pada tahun 2020 mencapai 95,64 persen. Persentase balita
perempuan yang pernah diberi imunisasi tidak berbeda signifikan
dengan proporsi balita laki-laki yaitu masing-masing 95,77 persen dan
95,70 persen. Berdasarkan tempat tinggal balita, persentase balita di
daerah perkotaan yang pernah diberi imunisasi lebih tinggi
dibandingkan balita di daerah perdesaan. Hal tersebut dapat dikaitkan
dengan aksesibilitas fasilitas kesehatan yang lebih tinggi di daerah
perkotaan.

Profil Anak Indonesia 2021


76

Gambar 5. 25 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi


menurut Provinsi, 2020

99,67
99,26
98,99
98,62
98,52
98,47
97,68
97,60
97,50
97,46
97,45
97,12
96,89
96,90
96,78
96,47
96,30
96,06
95,70
95,67
95,60
95,01
94,89
94,49
94,43
94,24
94,06
93,90
93,43
93,37
92,92
91,06
90,92
81,61
81,24
Aceh

Bali
Papua Barat

Jambi
Banten
Riau

Sulawesi Barat

Jawa Barat
Kalimantan Barat

Kalimantan Selatan
Papua

Sumatera Selatan

Nusa Tenggara Barat


Sumatera Barat

Maluku
Kalimantan Tengah

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Gorontalo
Maluku Utara

Kalimantan Utara
Sulawesi Selatan

Jawa Timur
Sumatera Utara

Nusa Tenggara Timur

Bengkulu
Kalimantan Timur
Sulawesi Tengah

Indonesia

Sulawesi Utara

Jawa Tengah
Sulawesi Tenggara

Lampung

DI Yogyakarta
Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Hasil Susenas tahun 2020 menunjukkan cakupan balita yang


pernah diimunisasi secara nasional berada di angka 95,70 persen,
angka ini mengalami kenaikan dari tahun 2019 sebesar 92,3 persen.
Terdapat 18 Provinsi dengan cakupan balita yang pernah diimunisasi
sudah diatas rata-rata angka nasional. Provinsi DI Yogyakarta
memiliki persentase balita yang pernah diimunisasi paling tinggi yaitu
99,67 persen, sedangkan Aceh memiliki persentase terendah yaitu
81,24 persen. Menurut Tanjung (2017), faktor yang menentukan tinggi
rendahnya cakupan imunisasi ialah sikap petugas, lokasi imunisasi,
kehadiran petugas, usia ibu, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu,
tingkat pendapatan keluarga, kepercayaan terhadap dampak buruk
pemberian imunisasi, status pekerjaan ibu, tradisi dan dukungan
keluarga.

Profil Anak Indonesia 2021


77

Gambar 5. 26 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi


menurut Tipe Daerah dan Jenis Imunisasi, 2020

Hepatitis B 86,53 82,00 84,49

Campak/Morbili 68,51 66,97 67,82

Polio 90,49 87,54 89,16

DPT 86,28 82,46 84,56

BCG 90,88 87,67 89,44

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Hasil Susenas tahun 2020 pada Gambar 5.26 menunjukkan


bahwa persentase balita yang pernah diberi imunisasi sudah
mencapai lebih dari 80 persen pada hepatitis B, polio, DPT, dan BCG.
Namun untuk imunisasi campak hanya mencapai 67,82 persen.
Berdasarkan usia pemberian imunisasi campak berada pada tahap
terakhir untuk imunisasi lengkap yaitu usia 9 bulan.

Profil Anak Indonesia 2021


78

Gambar 5. 27 Persentase Anak Berumur 12-23 Bulan yang Mendapat


Imunisasi Lengkap menurut Tipe Daerah dan Jenis
Kelamin, 2020

59,25
Perkotaan 59,21
59,28

54,59
Perdesaan 53,81
55,39

57,17
Perkotaan+Perdesaaan 56,74
57,60

Laki-laki+ Perempuan Laki-laki


Perempuan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Meskipun hepatitis B, BCG, Polio, DPT, dan campak merupakan


imunisasi dasar lengkap, ternyata cakupannya belum mencapai 100
persen. Pada tahun 2020, persentase anak umur 12-23 bulan yang
mendapat imunisasi lengkap hanya mencapai 57,17 persen. Capaian
untuk laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun jika dilihat
berdasarkan tipe daerah terlihat ada perbedaan capaian. Di perkotaan
cenderung memiliki persentase lebih tinggi 4,66 persen dibandingkan
di perdesaan hanya 54,59 persen. Sebaran persentase anak umur 12-
23 bulan tahun 2020 yang mendapat imunisasi lengkap menurut
provinsi disajikan pada Gambar 5.28.

Profil Anak Indonesia 2021


79

Gambar 5. 28 Persentase Anak Berumur 12-23 Bulan yang Mendapat


Imunisasi Lengkap menurut Provinsi, 2020

81,43
76,77
73,72
73,33
69,43
66,49
66,12
65,34
63,78
63,50
63,36
62,09
61,88
61,41
60,86
60,38
60,26
58,51
57,64
57,17
54,36
53,69
50,84
50,76
50,55
50,44
49,96
47,01
45,41
45,39
43,78
39,38
38,81
35,04
22,33
Jambi

Papua
Aceh
Lampung

Nusa Tenggara Timur

Jawa Barat
Jawa Tengah

Jawa Timur

Banten
Bali

Kalimantan Timur

Bengkulu

Indonesia

Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah

Sulawesi Barat

Sumatera Selatan

Sumatera Utara
Sulawesi Tenggara

Sulawesi Tengah

Sumatera Barat

Riau
DI Yogyakarta

Maluku

Maluku Utara
Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
Gorontalo

Kepulauan Riau

DKI Jakarta

Kalimantan Utara
Sulawesi Utara

Kalimantan Selatan

Sulawesi Selatan
Kepulauan Bangka Belitung

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Rentang provinsi dengan cakupan anak berumur 12-23 bulan


yang mendapatkan imunisasi lengkap sangat besar yaitu mencapai
59,1 persen. Provinsi Bali memiliki persentase paling tinggi (81,43
persen), sedangkan di provinsi Riau, Papua, dan Aceh masing-masing
hanya mencapai 38,81 persen; 35,04 persen; dan 22,33 persen.

5.9 Anak yang Merokok

Rokok dibuat dari daun tembakau kering yang digulung tipis dan
dipotong tertutup kertas untuk diasapi. Asap tembakau mengandung
penyebab kanker (karsinogen) diantaranya adalah Nikotin, Hidrogen
sianida, Formaldehida, Arsenik, Amonia, Benzene, Karbon
monoksida, Nitrosamin, dan Hidrokarbon aromatickpolisiklik. Menurut
WHO (2020), prevalensi perokok usia 10-18 tahun meningkat dari

Profil Anak Indonesia 2021


80

7,2% pada tahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018. Kebiasaan
merokok orang tua akan berdampak pada Kesehatan bagi seluruh
anggota keluatga, terutama di masa pandemik Covid 19, umumnya
seluruh keluarga berada di rumah dan memicu orang tua mudah
merokok didepan anak-anak.
Menurut Global Youth Tobacco Suvey (2019), anak menjadi
perokok dapat disebabkan oleh paparan iklan rokok dari berbagai
media. Iklan rokok mempengaruhi perkembangan sikap positif
terhadap merokok dan meningkatkan tingkat merokok atau mencoba
untuk merokok. Leventhal dan Cleary 1980 menyebutkan adanya life
model yang mempengaruhi remaja merokok, dimana teman sebaya
yang paling utama menjadi life model, remaja akan menularkan
perilaku merokok dengan cara menawari teman-teman remaja lain
tentang kenikmatan merokok, atau solidaritas kelompok. Life model
yang kedua adalah orang tua, orang tua yang merokok berdampak
besar pada pembentukan perilaku merokok remaja. Hal ini
membentuk permission belief system pada remaja, dimana remaja
akan mengangggap bahwa merokok tidak berbahaya, dan tidak
melanggar peraturan atau norma. Lebih lanjut Bektas et al 2010
menjelaskan bahwa budaya merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi perilaku atau sikap merokok pada anak.
Pengaruh budaya seperti peraturan yang melarang merokok di
lingkungan mengurangi sikap positif terhadap merokok dan
menurunkan tingkat mencoba atau melanjutkan merokok.

Profil Anak Indonesia 2021


81

Gambar 5. 29 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun yang Merokok


dalam Satu Bulan Terakhir menurut Tipe Daerah dan
Jenis Kelamin, 2020

1,42
Perkotaan 0,17
2,58

1,77
Perdesaan 0,06
3,44

1,58
Perkotaan+Perdesaaan 0,12
2,97

Total Perempuan Laki-laki

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Persentase anak usia 5-17 tahun yang merokok baik sebesar 1,5
persen. Umumnya merokok dilakukan oleh anak laki-laki yaitu
mencapai 3,4 persen di perdesaan serta 2,58 persen di perkotaan.
Merokok memiliki pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia
mulai dari gangguan kesuburan sampai pada penyebab kematian dan
kesakitan yang paling penting yang dapat dihindari. Selain itu,
penggunaan produk tembakau menimbulkan risiko enam dari delapan
penyebab utama kematian, terutama kanker, di seluruh dunia (WHO
2007; WHO 2008). Hasil penelitian Pattenden et al (2006)
menunjukkan adanya bukti kuat yang menghubungkan orang tua
merokok dengan kejadian asma, bronkitis dan batuk malam hari pada
anak, dengan rasio odds rata-rata sekitar 1,15. Anak-anak dari orang
tua yang merokok juga dapat mengalami kesulitan belajar,
pertumbuhan yang lebih lambat dan lebih pendek daripada anak-anak
dari orang tua yang tidak merokok. Mereka sendiri lebih cenderung
menjadi perokok, membahayakan kesehatan jangka panjang mereka
(Departement of Health, Australian Government 2021). Sebaran anak
usia 5-17 tahun yang merokok menurut provinsi disajikan pada
Gambar 5.30.

Profil Anak Indonesia 2021


Maluku 0,50
Bali 0,57
Riau 0,60
Aceh 0,73
Kalimantan Timur 0,74
Sumatera Utara 0,80
Maluku Utara 0,88
Kalimantan Utara 0,89
Kepulauan Riau 0,90
Papua Barat 0,92
Sulawesi Utara 0,99
Jambi 1,06
Kalimantan Tengah 1,07
Kalimantan Selatan 1,09
Papua 1,14
82

Sulawesi Tenggara 1,14


Nusa Tenggara Timur 1,17
Sumatera Barat 1,38
Kalimantan Barat 1,38
Sulawesi Selatan 1,43
Sumatera Selatan 1,44
DI Yogyakarta 1,45
Lampung 1,51
Kepulauan Bangka Belitung 1,52
Sulawesi Tengah 1,53

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020


Indonesia 1,58
Jawa Timur 1,72

Jakarta (2,10 persen), dan Jawa Barat (2,01 persen).


Banten 1,72
Gorontalo 1,81
Bengkulu 1,84
Jawa Barat 2,01
DKI Jakarta 2,10
Jawa Tengah 2,17
dalam Satu Bulan Terakhir menurut Provinsi, 2020

Sulawesi Barat 2,28


Nusa Tenggara Barat 2,49
merokok tertinggi di Indonesia yaitu, Nusa Tenggara (2,49 persen),
Sulawesi Barat (2,29 persen), Jawa Tengah (2,17 persen), DKI
Lima provinsi dengan persentase anak usia 5-17 tahun yang
Gambar 5. 30 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun yang Merokok

Profil Anak Indonesia 2021


83

Gambar 5. 31 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun yang Merokok


menurut Provinsi dan Batang Rokok yang Dihisap per
Minggu, 2020

37,49

30,83
29,28
27,58
25,96
23,83

19,36 19,37 19,36


18,06
16,00
14,03

9,47
6,23
3,15

Perkotaan+Perdesaan Perdesaan Perkotaan

1-6 batang 7-14 batang 15-29 batang 30-59 batang ≥ 60 batang

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Berdasarkan Gambar 5.31, terlihat semakin banyak jumlah rokok


yang dihisap per minggu maka semakin besar persentasenya anak
usia 5-17 tahun yang merokok. Persentase anak 5-17 tahun yang
merokok ≥60 batang dalam satu minggu mencapai 30,83 persen,
kondisi ini lebih buruk di perdesaaan yang mencapai 37,49 persen.
Faktor utama anak menjadi perokok aktif adalah untuk mendapatkan
pengakuan dari teman sebayanya yang telah menjadi perokok aktif
(Bektas et al 2010).

Profil Anak Indonesia 2021


PENDIDIKAN
PARTISIPASI
SEKOLAH ANAK
USIA
tidak/belum sekolah 5-17 TAHUN tidak bersekolah lagi
Indonesia 13,04% Indonesia 3,81%
Perkotaan 13,23% Perkotaan 3,18%
masih sekolah
Perdesaan 12,81% Perdesaan 4,55%
Indonesia 83,15%
Laki-laki 13,09% Laki-laki 4,16%
Perkotaan 83,59%
Perempuan 12,98% Perempuan 3,44%
Perdesaan 82,63%
Laki-laki 82,75%
Perempuan 83,58%

12 dari 100
penduduk Usia 7-17 Tahun
Memperoleh Program Indonesia Pintar (PIP)
dan Memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP)

ANGKA PUTUS SEKOLAH MENURUT JENJANG PENDIDIKAN

SD/ SMP/ Smp/


sederajat sederajat sederajat
0,11% 1,04% 1,13%


Sumber: Survei Sosial ekonomi Nasional, BPS, 2021


BAB VI. PENDIDIKAN

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Di dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa Setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu,
dan ayat 2 disebutkan Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Oleh karena itu pemerintah,
masyarakat, maupun keluarga mempunyai kewajiban memberikan
dukungan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pendidikan di Indonesia terus meningkat sepanjang abad-21. Hal ini


tak lain dan tak bukan karena evaluasi sistem pendidikan yang dilakukan
secara terus-menerus, namun demikian pemenuhan haka pendidikan ini
masih dirasa minim, dengan masih banyaknya anak bangsa yang tidak
dapat mengenyam pendidikan wajib 12 tahun. Oleh karena itu pemerintah,
dan masyarakat harus terus berupaya memberikan literasi pendidikan pada
keluarga disamping meningkatkan akses keluarga baik secara ekonomi
maupun fisik terhadap sekolah.

Profil Anak Indonesia 2021


86

6.1 Partisipasi Sekolah

Partisipasi sekolah dilihat berdasarkan perhitungan angka


partisipasi sekolah (APS), angka partisipasi murni (APM) dan angka
partisipasi kasar (APK). Ketiganya menunjukkan proporsi anak umur
sekolah yang sedang sekolah dan menggambarkan pemerataan
pembangunan pendidikan disemua wilayah. Pada tahun 2020 secara
nasional (perkotaan+perdesaan) ada sebanyak 83,15 persen anak
umur 5-17 tahun masih sekolah, namun demikian sebayak 3,81
persen tidak bersekolah lagi, bahkan masih ada sebanyak 23,04
persen tidak/belum pernah sekolah. Demikian pula bila dilihat
berdasarkan tipe daerah, masih ada 13,23 persen di perkotaan dan
12,81 persen diperdesaan anak yang tidak/belum pernah sekolah,
serta sebanyak 3,18 persen di perkotaan dan 4,55 persen di
perdesaan anak yang tidak bersekolah lagi (Tabel 6.1). Berdasarkan
jenis kelamin terlihat perbedaan yang tidak signifikan antara
persentase anak umur 5-17 tahun yang masih sekolah, yaitu 82,75
persen anak laki-laki dan 83,58 persen anak perempuan. Demikian
juga persentase anak yang tidak/belum pernah sekolah dan anak
yang tidak bersekolah lagi antara anak laki-laki dan perempuan tidak
berbeda signifikan. Sebanyak 13,09 persen anak laki-laki dan 12,98
persen anak perempuan tidak/belum pernah sekolah, sementara 4,16
persen anak laki-laki dan 3,44 persen anak perempuan tidak
bersekolah lagi.

Profil Anak Indonesia 2021


87

Tabel 6. 1 Persentase Anak Umur 5-17 Tahun menurut Partisipasi


Sekolah, 2020
Tidak/belum Tidak
Masih
Keterangan pernah bersekolah Total
sekolah
sekolah lagi
Tipe Daerah
Perkotaan+Perdesaan 13,04 83,15 3,81 100,00
Perkotaan 13,23 83,59 3,18 100,00
Perdesaan 12,81 82,63 4,55 100,00
Jenis Kelamin
Perkotaan+Perdesaan 13,04 83,15 3,81 100,00
Laki-laki 13,09 82,75 4,16 100,00
Perempuan 12,98 83,58 3,44 100,00
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

6.2 Angka Partisipasi Murni

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah proporsi dari penduduk


kelompok umur sekolah tertentu yang sedang bersekolah tepat di
jenjang pendidikan yang seharusnya (sesuai antara umur penduduk
dengan ketentuan umur bersekolah di jenjang tersebut) terhadap
penduduk kelompok umur sekolah yang bersesuain. Dengan rumus
sebagai berikut:

Jumlah murid SD/sederajat umur 7-12 t ahun


APM SD = x 100%
Jumlah penduduk umur 7-12 tahun

Jumlah murid SMP/sederajat umur 13-15 tahun


APM SMP = x 100%
Jumlah penduduk umur 13-15 tahun

Jumlah murid SM /sederajat umur 16-18 tahun


APM SM = x 100%
Jumlah penduduk umur 16-18 tahun

Profil Anak Indonesia 2021


88

Sejak tahun 2007, Pendidikan Non Formal (Paket A, Paket B,


Paket C) turut diperhitungkan. Kegunaan APM adalah untuk
menunjukkan seberapa besar penduduk yang bersekolah tepat waktu,
atau menunjukkan seberapa besar penduduk yang bersekolah
dengan umur yang sesuai dengan ketentuan kelompok umur sekolah
di jenjang pendidikan yang sedang ditempuh. Semakin tinggi nilai
APM menunjukan semakin banyak penduduk umur sekolah yang
bersekolah sesuai dengan ketentuan kelompok umur di jenjang
pendidikan yang sedang ditempuh. Namun karena APM memberikan
penekanan pada ketepatan umur sekolah pada setiap jenjang
pendidikan, maka APM akan memberikan angka yang tidak melebihi
100 persen, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.1. Pada Gambar 6.1
APM SD berkisar pada 93-97 persen sudah hamper 100 persen, yang
menunjukkan tingkat partisipasi pada jenjang SD sudah cukup baik,
walaupun ada penurunan pada tahun 2013. Jenjang SMP
menunjukkan peningkatan partisipasi sampai dengan tahun 2015,
tetapi turun cukup jauh pada tahun 2016, namun terus naik lagi sampai
dengan tahun 2020. APM jenjang SM menunjukkan peningkatan yang
cukup berarti sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 walaupun
masih pada tingkat 63,7 persen, namun terjadi penurunan pada tahun
2018 sampai dengan tahun 2020 meskipun capaiannya masih
dibawah capaian tahun 2017 hanya 61,25 persen. Faguet & Sánchez
(2008) dalam Hermawan et al (2020) mengemukakan beberapa faktor
yang berpengaruh pada capaian pendidikan yaitu pengeluaran
perkapita untuk biaya pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk
sektor pendidikan, rasio guru terhadap siswa, politik, demografi rumah
tangga dan status sosial ekonomi.

Profil Anak Indonesia 2021


89

Gambar 6. 1 Tren Angka Partisipasi Murni SD, SMP, dan SM Tahun


2009-2020

97,58 97,64 97,69


95,04 95,41 95,55 95,71
93,5 93,53 93,38 93,73
91,02

80,76 81,01 80,12


78,43 78,84 79,4
77,71 76,7 76,29 76,99
74,52 75,64

63,7
61,2 60,67 60,84 61,25
57,74 58,24 59,1
55,64 56,52 56,03 57,15

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

SD SMP SMA

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2019-2020

Carneiro and Heckman (2002) dalam Perdana 2015 menyatakan


bahwa aksesibilitas adalah salah satu factor yang berpengaruh
terhadap partisipasi sekolah yaitu: a) aksesibilitas keuangan yang
diartikan sebagai “kemampuan individu”, seperti kemampuan
membayar biaya 89endidikan (financial accessibility, defined as the
individual ability to pay for education) dan b) aksesibilitas fisik.
Hasil penelitian Hermawan et al (2020) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pendapatan dan partisipasi sekolah. Variabel
pendapatan perkapita memberikan pengaruh secara statistik pada
semua tingkat pendidikan yang dengan tanda yang positif. Hal ini
memberikan gambaran, bahwa jika terdapat peningkatan pendapatan
di kalangan penduduk miskin akan meningkatkan partisipasi sekolah.
Hasil penelitian Hermawan et al (2020) lebih lanjut menunjukkan
bahwa elastisitas perubahan pendapatan perkapita terhadap
perubahan APM sangat elastis. Jika berdasarkan kategori, elastisitas
untuk jenjang SD elastisitas perubahan pendapatan memiliki angka
terbesar dibandingkan dengan jenjang SMP dan SMA, hal ini berarti
bahwa efek perubahan pendapatan perkapita sangat dirasakan pada

Profil Anak Indonesia 2021


90

kategori pendidikan tingkat SD. Namun secara umum, dapat


dikatakan bahwa variabel pendapatan perkapita memberikan peran
penting dalam peningkatan partisipasi murid di Indonesia.

Gambar 6. 2 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Umur 7-18


Tahun menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan, 2020

SM/SMK/MA/Paket C SMP/Mts/Paket B SD/MI/Paket A

PAPUA 44,73 57,95 79,34


SULAWESI TENGAH 65,02 74,42 93,24
KALIMANTAN UTARA 64,75 79,09 93,46
PAPUA BARAT 63,62 70,51 93,88
SULAWESI UTARA 63,43 74,82 95,13
SULAWESI BARAT 58,05 69,98 95,8
NUSA TENGGARA TIMUR 54,09 69,82 96,09
BALI 73,29 87,26 96,84
MALUKU 64,81 75,15 96,85
MALUKU UTARA 64,25 76,9 97,21
KALIMANTAN BARAT 51,7 67,42 97,36
INDONESIA 61,25 80,12 97,69
SULAWESI TENGGARA 63,41 77,64 97,7
KEP. BANGKA BELITUNG 58,82 74,59 97,73
RIAU 64,01 80,48 97,73
SUMATERA UTARA 68 80,56 97,73
JAWA TENGAH 59,74 80,53 97,9
SUMATERA SELATAN 60,45 77,97 97,91
BANTEN 59,06 82,73 97,95
SULAWESI SELATAN 60,32 76,17 97,98
JAWA TIMUR 62,24 83,53 97,99
DKI JAKARTA 60,42 82,47 98,05
JAWA BARAT 57,9 82,06 98,37
KALIMANTAN TIMUR 69 81,28 98,44
GORONTALO 57,86 70,68 98,5
BENGKULU 65,82 79,77 98,65
KALIMANTAN SELATAN 58,25 75,51 98,76
NUSA TENGGARA BARAT 66,81 84,98 98,78
SUMATERA BARAT 68,9 78,41 98,8
ACEH 70,7 86,87 99,03
KALIMANTAN TENGAH 54,08 78,45 99,11
JAMBI 61,38 79,93 99,11
LAMPUNG 59,58 81,17 99,16
KEP. RIAU 73,45 86,47 99,16
DI YOGYAKARTA 70,98 83,98 99,59

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


91

Gambar 6.2 memperlihatkan APM jenjang pendidikan


SD/sederajat sampai dengan jenjang SM/sederajat menurut provinsi
tahun 2020. Secara keseluruhan, rata-rata APM di semua provinsi
masih belum ada yang mencapai angka 100 persen. Hal ini
menunjukan bahwa penduduk umur sekolah di semia provinsi belum
seluruhnya bersekolah sesuai dengan jenjangnya.
Provinsi yang memiliki APM terendah adalah provinsi Papua,
sementara yang memiliki APM tertinggi adalah provinsi Aceh. Nilai
rata-rata APM untuk jenjang SM dan sederajat di Indonesia adalah
61,25 persen. Sebanyak provinsi memiliki APM jenjang SM lebih tinggi
dari rata-rata nasional. Provinsi dengan APM SM/sederajat paling
rendah berada di Papua (44,73 persen), Kalimantan Barat (51,70
persen), Kalimantan Tengah (54,08 persen), Nusa Tenggara Timur
(54,09 persen), dan Gorontalo (57,86 persen). Seluruh provinsi ini
berada pada wilayah timur Indonesia menunjukkan bahwa hanya ada
44-57 persen penduduk yang mengenyam pendidikan SM / sederajat
sesuai dengan umurnya. Sementara provinsi yang memiliki APM
jenjang SM / sederajat paling tinggi adalah Provinsi Kep. Riau (73,45
persen), Bali (73,29 persen), DI Yogyakarta (70,98 persen), Aceh
(70,7 persen), dan Kalimantan Timur (69 persen). Kecuali Kalimantan
Timur, seluruh provinsi dengan APM jenjang SM / sederajat yang
tinggi berada pada wilayah barat Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa
penduduk di sebagian besar wilayah bagian barat Indonesia yang
bersekolah pada jenjang SM/sederajat sudah bersekolah sesuai
dengan umurnya.
APM jenjang SMP/sederajat secara nasional adalah 80,12
persen. Sebanyak 20 provinsi masih memiliki APM di bawah angka
nasional. APM jenjang SMP/sederajat tertinggi dimiliki oleh provinsi
Bali, yaitu sebesar 87,26 persen dan yang terendah adalah provinsi
Papua (57,95 persen). APM jenjang SMP/sederajat secara nasional
lebih tinggi dibandingkan dengan APM jenjang SM/sederajat.

Profil Anak Indonesia 2021


92

Seperti pada tahun sebelumnya, APM SD/sederajat memiliki


nilai paling tinggi yaitu sebesar 97,69 persen, dibandingkan dengan
APM SMP/sederajat maupun SM/sederajat. Hal ini menunjukan
bahwa penduduk yang bersekolah di SD/sederajat hampir seluruhnya
sudah sesuai dengan kelompok umur yang seharusnya. Dilihat dari
disparitas antar provinsi, hanya provinsi Papua yang memiliki APM
SD/sederajat di bawah 90 persen, yaitu sebesar 79,34 persen.
DI Yogyakarta secara umum memiliki angka partisipasi tinggi
pada semua jenjang pendidikan. Ada beberapa hal yang menjadi
dasar dari temuan ini, yaitu DIY telah lama dikenal sebagai “kota
pelajar” atau kota yang memiliki banyak pelajar. Tingginya performa
pendidikan DIY adalah hasil dari adanya pembuatan institusi
pendidikan yang bereputasi dan didukung oleh komitmen pimpinan
yang tinggi. Disebutkan bahwa partisipasi sekolah di Indonesia cukup
rendah, namun DIY memiliki angka partisipasi sekolah sangat tinggi
(Nihayah et al., 2020).

6.3 Angka Partisipasi Kasar

Angka partisipasi Kasar (APK) adalah perbandingan antara


jumlah penduduk yang masih bersekolah di jenjang pendidikan
tertentu (tanpa memandang umur penduduk tersebut) dengan jumlah
penduduk yang memenuhi syarat resmi penduduk umur sekolah di
jenjang pendidikan yang sama. Dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah murid SD/sederajat


APK SD = x 100%
Jumlah penduduk umur 7-12 tahun

Jumlah murid SMP/sederajat


APK SMP = x 100%
Jumlah penduduk umur 13-15 tahun

Jumlah murid SM /sederajat


APK SM = x 100%
Jumlah penduduk umur 16-18 tahun

Profil Anak Indonesia 2021


93

Sejak tahun 2007, Pendidikan Non Formal (Paket A, Paket B,


dan Paket C) juga turut diperhitungkan. APK merupakan ukuran
tingkat partisipasi penduduk pada suatu tingkat pendidikan tertentu.
APK dapat menunjukkan berapa besar kapasitas sistem pendidikan
dapat menampung siswa dari kelompok umur sekolah tertentu serta
untuk mengetahui besarnya penduduk yang bersekolah pada suatu
jenjang namun umurnya belum mencukupi atau bahkan melebihi dari
umur sekolah yang seharusnya. Nilai APK bisa lebih dari 100 persen
karena populasi peserta didik yang bersekolah pada suatu jenjang
pendidikan tertentu mencakup anak di luar batas umur sekolah pada
jenjang pendidikan tersebut. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal,
seperti adanya peserta didik yang masuk sekolah terlalu dini, peserta
didik yang masuk sekolah lebih lambat dari umurnya, atau
pengulangan kelas. APK yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat
partisipasi sekolah, tanpa memperhatikan ketepatan umur sekolah
pada jenjang pendidikannya.

Profil Anak Indonesia 2021


94

Gambar 6. 3 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Umur 7-18


Tahun menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan, 2020

SM/SMK/MA/Paket C SMP/Mts/Paket B SD/MI/Paket A

PAPUA 76,55 81,24 91,27


KALIMANTAN UTARA 98,31 101,47 100,54
BALI 88,67 97,4 102,87
DKI JAKARTA 76,87 91,74 103,43
SULAWESI TENGAH 88,42 91,98 103,95
JAWA TIMUR 85,24 96,4 104,35
JAWA BARAT 78,26 91,75 104,72
KALIMANTAN TIMUR 95,23 92,17 105,75
RIAU 84,61 94,89 105,89
LAMPUNG 85,84 92,56 105,93
DI YOGYAKARTA 89,3 95,44 105,96
SULAWESI BARAT 84,36 84,67 106,05
KEP. RIAU 87,53 93,97 106,31
INDONESIA 84,53 92,06 106,32
JAWA TENGAH 86,83 93,21 106,32
SULAWESI UTARA 86,83 90,63 106,62
SULAWESI SELATAN 86,44 86,23 106,99
NUSA TENGGARA BARAT 91,77 93,59 107,02
BANTEN 73,35 92,76 107,24
KALIMANTAN SELATAN 79,1 86,31 107,28
KEP. BANGKA BELITUNG 87,15 88,19 107,43
SULAWESI TENGGARA 87,74 87,1 107,97
KALIMANTAN TENGAH 82,29 90,61 108,49
SUMATERA UTARA 94,68 91,68 108,53
SUMATERA BARAT 90,01 92,33 108,68
ACEH 90,9 97,79 108,7
MALUKU UTARA 93,44 88,28 108,71
BENGKULU 94,14 91,32 109,22
JAMBI 83,71 88,91 109,39
GORONTALO 88,65 79,25 109,48
MALUKU 95,95 91,08 110,08
PAPUA BARAT 97,72 90,79 110,17
KALIMANTAN BARAT 84,51 85,22 111,53
SUMATERA SELATAN 81,73 88,78 111,58
NUSA TENGGARA TIMUR 84,7 89,85 113,4

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Nilai APK SM/sederajat secara nasional adalah 84,53 persen,


sementara APK SMP/sederajat dan SD/sederajat masing-masing
adalah sebesar 92,06 persen dan 106,32 persen. Kondisi ini memiliki
pola yang sama dengan APM, di mana semakin tinggi jenjang

Profil Anak Indonesia 2021


95

pendidikan maka capaiannya semakin turun. NIilai APK SD/sederajat


adalah yang paling tinggi, kemudian menurun pada jenjang
SMP/sederajat dan Kembali menurun pada jenjang SM/sederajat.
Gambar 6.3 memperlihatkan APK di Indonesia menurut provinsi
pada tahun 2020. Provinsi dengan APK paling rendah secara
keseluruhan adalah Papua dan tertinggi adalah Kalimantan Utara.
APK paling rendah pada jenjang SM/SMK/MA/Paket C dimiliki oleh
Provinsi Banten (73,35 persen), Papua (76,55 persen), DKI Jakarta
(76,87 persen), Jawa Barat (78,26 persen), dan Kalimantan Selatan
(79,1 persen). Sedangkan provinsi dengan APK paling tinggi untuk
jenjang SM dan sederajat berada pada Kalimantan Utara (98,31
persen), Papua Barat (97,72 persen), Maluku (95,95 persen),
Kalimantan Timur (95,23 persen), dan Sumatera Utara (94,68 persen).
Provinsi yang memiliki APK SMP/sederajat paling besar adalah
Kalimantan Utara (101,47 persen), Aceh (97,79 persen), Bali (97,4
persen), Jawa Timur (96,4 persen), dan DI Yogyakarta (95,44 persen),
sedangkan provinsi yang memiliki APK terendah adalah Gorontalo
(79,25 persen), Papua (81,24 persen), Sulawesi Barat (84,67 persen),
dan Sulawesi Selatan (86,23 persen).
Sedangkan untuk jenjang SD/sederajat, provinsi yang memiliki
APK paling rendah adalah Papua (91,27 persen), Kalimantan Utara
(100,54 persen), Bali (102,87 persen), DKI Jakarta (103,43 persen),
dan Sulawesi Tengah (103,95 persen). Sementara APK paling tinggi
dimiliki oleh Nusa Tenggara Timur (113,4 persen), Sumatera Selatan
(111,58 persen), Kalimantan Barat (111,53 persen), Papua Barat
(110,17 persen), dan Maluku (110,08 persen).
Di Papua khususnya, rendahnya angka partisipasi sekolah
mungkin disebabkan oleh jarak tempuh ke sekolah yang cukup jauh.
Secara nasional, rata-rata jarak rumah ke Sekolah Menengah
Pertama terdekat adalah 7,9 km. Sementara itu, jarak tempuh rata-
rata yang dilalui oleh anak-anak di Papua dari rumah ke SMP terdekat
adalah 39,5km. Hal ini membuktikan bahwa kesenjangan fasilitas

Profil Anak Indonesia 2021


96

pendidikan dan infrastruktur pendukungnya merupakan salah satu


tantangan yang perlu diperhatikan dalam mencapai APK yang
ditargetkan pada tahun 2030 (BAPPENAS, 2021).

6.4 Angka Partisipasi Sekolah

Angka partisipasi sekolah (APS) merupakan proporsi dari


penduduk kelompok umur sekolah tertentu yang sedang bersekolah
(tanpa memandang jenjang pendidikan yang ditempuhi) terhadap
penduduk kelompok umur sekolah yang bersesuaian. Untuk
mengetahui seberapa banyak penduduk umur sekolah yang sudah
memanfaatkan fasilitas pendidikan. Nilai APS berkisar antara 0-100.
Makin tinggi APS berarti makin banyak anak umur sekolah yang
bersekolah di suatu daerah. APS yang tinggi menunjukkan terbukanya
peluang yang lebih besar dalam mengakses pendidikan secara
umum.

Profil Anak Indonesia 2021


97

Gambar 6. 4 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Umur 7-


18 Tahun menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2020

DI Yogyakarta 99,89 99,45 88,95


Kep Riau 99,55 98,82 84,62
Sumatera Barat 99,61 96,60 83,68
Aceh 99,84 98,49 83,27
Bali 99,57 98,21 82,96
Kalimantan Timur 99,73 99,07 81,88
Papua Barat 97,89 96,87 81,51
Maluku 99,50 97,43 79,87
Bengkulu 99,78 97,49 79,72
Sumatera Utara 99,44 97,04 78,21
NTB 99,52 98,32 77,64
Riau 99,53 95,53 77,42
Maluku Utara 99,04 97,15 76,83
Kalimantan Utara 98,94 96,52 76,08
Sulawesi Tengah 98,38 93,13 75,89
NTT 98,57 95,25 75,52
Sulawesi Tenggara 99,10 94,98 74,50
Sulawesi Utara 99,59 95,27 74,12
Jawa Timur 99,54 97,68 73,05
Indonesia 99,26 95,74 72,72
Jambi 99,82 96,41 72,37
DKI Jakarta 99,64 98,34 72,11
Gorontalo 98,92 91,80 71,43
Lampung 99,74 95,24 71,34
Sumatera Selatan 99,71 94,61 70,91
Sulawesi Selatan 99,25 93,34 70,89
Jawa Tengah 99,73 96,37 70,14
Sulawesi Barat 98,33 90,07 69,84
Kalimantan Selatan 99,48 93,04 69,38
Kalimantan Barat 98,60 92,90 68,96
Banten 99,40 95,77 68,76
Kep Bangka Belitung 99,70 93,34 67,75
Jawa Barat 99,66 94,45 67,74
Kalimantan Tengah 99,49 94,86 66,92
Papua 82,99 80,48 64,83

7-12 13-15 16-18

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Capaian APS secara nasional menunjukkan pola penurunan


dengan meningkatnya kelompok umur anak. APS tertinggi dicapai
pada kelompok umur 7-12 tahun yaitu sebesar 99,26 persen,
kemudian menurun pada kelompok umur 13-15 tahun menjadi 95,74

Profil Anak Indonesia 2021


98

persen, dan menurun lagi pada kelompok umur 16-18 tahun yaitu
menjadi sebesar 72,72 persen. Pola penurunan APS terjadi sama
pada semua provinsi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kondisi ini, yaitu: 1) pembangunan fisik dan non fisik yang berbeda
antar jenjang pendidikan, dimana fasilitas sekolah dasar lebih banyak
dari sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas
(Lestari et al 2014); 2) tingkat kemiskinan dan budaya yang
mempersepsikan lebih baik seorang anak bekerja dari pada sekolah
(Nia 2012); 3) rasio guru terhadap murid berpengaruh positif signifikan
terhadap angka partisipasi sekolah (Solecha 2010); dan 4)
desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap angka partisipasi
sekolah (Huda et al 2013).
Dari Gambar 6.3 terlihat meskipun pola capaian APS menurun
dengan meningkatnya kelompok umur, namun penurunan antar
provinsi berbeda. Bila dilihat berdasarkan capaian APS kelompok
umur 16-18 tahun, maka ada 19 provinsi dengan nilai APS diatas rata-
rata nasional, dimana APS kelompok umur 16-18 tahun tertinggi
dicapai oleh lima provinsi yaitu: Provinsi DI Yogyakarta, Kepulauan
Riau, Sumatera Barat, Aceh dan Bali. Namun demikian masih ada 15
provinsi dengan nilai APS kelompok umur 16-18 tahun dibawah rata-
rata nasional. Yang menarik adalah Provinsi DKI Jakarta merupakan
salah satu provinsi dengan nilai APS kelompok umur 16-18 tahun
dibawah rata-rata nasional. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya
penduduk yang migrasi ke Jakarta dengan membawa anak kelompok
umur 16-18 tahun yang memang sudah putus sekolah dari daerah
asalnya.

6.5 Angka Putus Sekolah

Angka Putus Sekolah (APS) adalah perbandingan antara siswa


yang pada tahun ajaran sekarang tidak melanjutkan sekolah lagi
sebelum lulus dari jenjang pendidikan tertentu dengan siswa yang

Profil Anak Indonesia 2021


99

pada tahun ajaran lalu masih bersekolah di jenjang pendidikan yang


sama. Secara matematis digambarkan sebagai berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 7−17 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑢𝑡𝑢𝑠 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ
APS = x100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 7−17 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑎𝑗𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑙𝑢

Pada Gambar 6.5 terlihat bahwa secara nasional masih terdapat


penduduk yang putus sekolah baik di jenjang SD/sederajat,
SMP/sederajat, maupun SM/sederajat. Angka putus sekolah pada
jenjang SD/sederajat adalah sebesar 0.11 persen, paling kecil
dibandingkan dengan angka putus sekolah pada jenjang
SMP/sederajat dan SM/sederajat. Semakin tinggi jenjang pendidikan
maka semakin tinggi angka putus sekolah.

Gambar 6. 5 Angka Putus Sekolah menurut Jenjang Pendidikan,


2020
1,13
1,04

0,11

SD/sederajat SMP/sederajat SM/sederajat

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Beberapa penyebab dari yang mempengaruhi keputusan anak


putus sekolah adalah: kurangnya minat dan kemauan untuk
bersekolah, siswa tidak tertarik untuk sekolah, ketidakmampuan
mengikuti/mengambil pelajaran, ekonomi keluarga, orang tua kurang
perhatian, dan lingkungan bermain anak-anak (Cahyani et al., 2019).
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa masyarakat yang memiliki
Kartu Indonesia Pintar cenderung lebih memilih untuk tidak putus
sekolah (Hakim, 2020). Hal ini memperlihatkan bahwa biaya sekolah
masih berat bagi penduduk di Indonesia, sehingga bantuan dari

Profil Anak Indonesia 2021


100

pemerintah mendorong penduduk untuk mendorong anak-anaknya


mengikuti pendidikan. Selain itu, orang tua atau anak itu sendiri
mungkin belum melihat sekolah sebagai aktifitas penting dalam
kehidupan atau penjamin kehidupan yang sejahtera.

6.6 Angka Buta Huruf

Kemampuan membaca dan menulis atau melek huruf adalah


keterampilan utama dan ukuran utama pendidikan penduduk. Tingkat
melek huruf untuk populasi dunia telah meningkat secara drastis
dalam beberapa abad terakhir. Tahun 1820 hanya 12 persen
penduduk di dunia yang bisa membaca dan menulis, Namun saat ini
proporsinya telah berbalik, hanya 14 persen dari populasi dunia pada
tahun 2016, yang masih buta huruf. Selama 65 tahun terakhir, tingkat
melek huruf global meningkat sebesar 4 persen setiap 5 tahun, dari
42 persen pada tahun 1960 menjadi 86 persen pada tahun 2015
(Roser et al 2018). Berdasarkan data Roser et al (2018), untuk
Indonesia secara umum umur di atas 15 tahun juga telah terjadi
perbaikan signifikan persentase melek huruf, terjadi perubahan dari
67,31 persen tahun 1980 menjadi 95,66 persen tahun 2018, atau
terjadi peningkatan sebesar 28,35 persen. Bila dilihat rata-rata melek
huruf pada umur 15-24 tahun, maka di Indonesia persentase literasi
lebih tinggi, yaitu 99,65 persen pada tahun 2019. Namun demikian
pemerintah Indonesia masih harus terus melakukan upaya perluasan
pendidikan dasar, dan pengurangan kesenjangan pendidikan yang
berkelanjutan, terutama di wilayah yang masih memiliki jumlah
penduduk buta huruf relating tinggi.
Buta huruf merupakan kondisi tidak dapat membaca dan
menulis. Berdasarkan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas), BPS, 2020, di Indonesia masih terdapat 9,27 persen
penduduk umur anak (5-17 tahun) yang buta huruf. Penduduk yang
buta huruf di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan yaitu

Profil Anak Indonesia 2021


101

masing-masing 10,66 persen dan 8,10 persen (Gambar 6.6). Menurut


Kusnadi (2005) faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk buta
huruf diantaranya adalah kemiskinan, kesehatan dan gizi masyarakat,
demografis dan geografis. Berdasarkan data BPS (2020) persentase
kemiskinan di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Penduduk
miskin pada bulan Maret 2020 di perdesaan sebesar 12,82 persen,
sedangkan di perkotaan sebesar 7,38 persen.
Kusnadi (2005), faktor-faktor yang menyebabkan buta huruf
(buta aksara). Beberapa penyebab buta aksara dapat diidentifikasi
sebagai berikut: (a) Kemiskinan penduduk merupakan ketidak
mampuan seseorang memenuhi kebutuhan sehari-harinya termasuk
pendidikan dan faktor ekonomi keluarga sehingga mereka tidak
mampu sekolah dan banyaklah masyarakat yang buta huruf; (b) Putus
sekolah dasar (SD); (c) Drop out program PLS; (d) Kondisi sosial
masyarakat di antaranya: Kesehatan dan gizi masyarakat, demografis
dan geografis, aspek sosiologis, dan issue gender; dan (e) Penyebab
struktural yaitu: skala makro, skala mikro, dan aspek kebijakan.

Gambar 6. 6 Persentase Penduduk Buta Huruf 5-17 Tahun menurut


Jenis Kelamin dan Tipe Daerah, 2020
11,03
10,28 10,66
9,62 9,27
8,90
8,47 8,10
7,70

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Laki-Laki Perempuan Total

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


102

Di perkotaan, anak perempuan umur 5-17 tahun yang buta huruf


lebih sedikit (7,70 persen) dibanding anak laki-laki (8,47persen).
Begitu juga di perdesaan, anak perempuan umur 5-17 tahun yang
buta huruf lebih sedikit (10,28 persen) dibanding laki-laki (11,03
persen). Adanya perbedaan persentase anak umur 5-17 tahun yang
buta huruf menurut jenis kelamin, dimana anak laki-laki lebih banyak
yang buta huruf dapat disebabkan diantaranya: 1) Adanya perbedaan
kognitif antara anak laki-laki dan perempuan yang berkontribusi pada
perbedaan gender dalam literasi membaca (Logan & Johnston, 2010).
Anak perempuan cenderung mengungguli laki-laki dalam hal
keterampilan kognitif yang terlibat dalam membaca seperti kefasihan
verbal dan kecepatan persepsi serta pada berbagai ukuran menulis
(Hines, 2013); dan 2) Feminisasi lingkungan sekolah sebagai akibat
dari keterwakilan guru perempuan yang berlebihan sebagai
kemungkinan penyumbang perbedaan gender dalam membaca
(Serafini, 2013). Konstruksi sosial dan budaya gender mungkin juga
mempengaruhi keterlibatan literasi dan pencapaian literasi.

Gambar 6. 7 Persentase Penduduk Buta Huruf 5-17 Tahun menurut


Provinsi, 2020
26,41
14,70
13,64
12,79
12,40
12,18
12,01
11,34
11,33
11,12
10,81
10,78
10,76
10,45
10,32
10,11
10,03
9,62
9,58
9,43
9,41
9,37
9,37
9,27
9,15
8,83
8,63
8,59
8,39
8,37
8,32
7,70
7,65
7,52
7,03

KEPULAUAN BANGKA…

NUSA TENGGARA…

NUSA TENGGARA…
JAWA TENGAH

SUMATERA UTARA

ACEH
DI YOGYAKARTA
SUMATERA SELATAN

INDONESIA

SULAWESI SELATAN

PAPUA
BALI

BANTEN

KALIMANTAN SELATAN
JAMBI

LAMPUNG

MALUKU
JAWA TIMUR

DKI JAKARTA

JAWA BARAT

KEPULAUAN RIAU

KALIMANTAN TIMUR
BENGKULU

KALIMANTAN TENGAH

RIAU

KALIMANTAN UTARA
SULAWESI UTARA

MALUKU UTARA

SULAWESI TENGAH

GORONTALO
PAPUA BARAT
SUMATERA BARAT

SULAWESI TENGGARA

SULAWESI BARAT
KALIMANTAN BARAT

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


103

Gambar 6.7 memperlihatkan penduduk umur 5-17 tahun yang


buta huruf berdasarkan provinsi di Indonesia. Persentase paling tinggi
berada di Papua (26,41 persen), Sulawesi Barat (14,7 persen),
Kalimantan Utara (13,64 persen), Nusa Tenggara Barat (12,79
persen), dan Papua Barat (12,40 persen). Kelima provinsi ini berada
di wilayah timur Indonesia dan Papua memiliki kesenjangan yang
cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi. Sementara persentase
paling rendah adalah Jawa Timur (7,03 persen), Sulawesi Utara (7,52
persen), DKI Jakarta (7,65 persen), Jawa Tengah (7,70 persen), dan
Bali (8,32 persen). Selain Sulawesi Utara, keempat provinsi berada
pada wilayah barat Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan
di Indonesia masih belum merata, masih sangat diperlukan upaya dan
kerja keras pemerintah untuk menjamin kesediaan fasilitas pendidikan
yang merata bagi seluruh penduduk di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut penelitian Jessica et al. (2017) daerah-daerah terpencil
yang belum memiliki akses terhadap pendidikan adalah salah satu
penyebab utama angka buta huruf masih tinggi di Indonesia. Akses
pendidikan yang minim menjadi tekanan sendiri bagi seorang tenaga
pendidikan yang ditempatkan di daerah terpencil tersebut. Tingkat
pergantian tenaga pendidikan tinggi dan kadang kualitasnya tidak
selalu bisa memenuhi kebutuhan sekolah di daerah terpencil. Hal ini
juga didorong dengan pandangan masyarakat yang melihat bahwa
anak mereka lebih baik membantu atau bekerja di kebun atau sawah,
dibanding bersekolah. Dari hasil penelitian ini dapat dipahami bahwa
Papua memiliki angka buta huruf tertinggi karena masih banyaknya
suku-suku pedalaman yang tinggal jauh dari akses pendidikan.

6.7 Program Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Pintar

Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan salah satu program


yang dicanangkan pemerintah untuk memperluas akses anak

Profil Anak Indonesia 2021


104

terhadap pendidikan. PIP diberikan dalam bentuk bantuan berupa


uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah
yang diberikan kepada peserta didik dan mahasiswa berumur 6-21
tahun yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin untuk
membiayai pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP). PIP
melalui KIP merupakan bagian penyempurnaan dari Program Bantuan
Siswa Miskin (BSM) sejak akhir 2014. PIP merupakan kerjasama
antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi,
Kementerian Sosial, dan Kementerian Agama.
Tujuan PIP yaitu: 1) Meningkatkan angka partisipasi pendidikan
dasar dan menengah. Meningkatkan angka keberlanjutan pendidikan
yang ditandai dengan menurunnya angka putus sekolah dan angka
melanjutkan; 2) Menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan antar
kelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan penduduk
miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara
wilayah perkotaan dan perdesaan, dan antar daerah; dan 3)
Meningkatkan kesiapan siswa pendidikan menengah untuk memasuki
pasar kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.
Pada akhir tahun 2018, jumlah penerima PIP melebihi target
yaitu sebesar 18 juta lebih atau sekitar 9,7 triliun (Kemendikbud,
2018). Beberapa anak yang sempat putus sekolah, dapat kembali
bersekolah karena adanya KIP. Pencairan dana KIP juga sudah dibuat
dengan lebih mudah, karena KIP dapat digunakan pada ATM dan
setiap penerima program ini mendapatkan buku tabungan. Pemberian
kartu ATM dan buku tabungan ini menjadi ajang untuk mengajarkan
siswa tentang literasi finansial. Penerima PIP di jenjang SD
mendapatkan bantuan dana sebesar Rp 450.000 per tahuan, SMP
mendapatkan bantuan sebesar Rp 750.000 per tahun, dan SMA/SMK
mendapatkan bantuan sebesar Rp 1.000.000.
Adanya PIP berhasil mengurangi jumlah anak putus sekolah di
jenjang SD, yaitu dari 60.066 di tahun 2015/2016, menjadi 32.127 di
tahun 2017/2018. Rata-rata lama sekolah (RLS) meningkat dari 7,73

Profil Anak Indonesia 2021


105

tahun pada tahun 2014 menjadi 8,10 tahun pada tahun 2017. Angka
harapan lama sekolah (HLS) juga meningkat dari 12,39 tahun pada
tahun 2014 menjadi 12,85 tahun pada tahun 2017 (Kemdikbud, 2019).
Dengan adanya program ini diharapkan tidak ada lagi anak Indonesia
yang putus sekolah serta angka partisipasi sekolah dapat meningkat
dapat mencegah kemungkinan putus sekolah dari peserta didik serta
menarik siswa putus sekolah agar kembali melanjutkan
pendidikannya.
Berdasarkan Gambar 6.8 persentase anak umur 7-17 tahun
yang memperoleh PIP sebesar 18,02 persen, tidak ada perbedaan
signifikan antara persentase anak laki-laki yang memperoleh PIP
dibandingkan dengan anak perempuan yaitu masing-masing sebesar
17,56 persen dan 18,50 persen. Demikian pula baik di perdesaan
maupun di perkotaan tidak ada perbedaan signifikan antara
persentase anak laki-laki yang memperoleh PIP dibandingkan dengan
anak perempuan. Di perkotaan persentase anak laki-laki yang
memperoleh PIP sebesar 13,31 persen, anak perempuan sebesar
14,20 persen. Di perdesaan persentase anak laki-laki yang
memperoleh PIP sebesar 22,72 persen dan anak perempuan sebesar
23,46 persen. Namun berdasarkan tipe daerah, maka persentase
anak umur 7-17 tahun yang memperoleh PIP di perdesaan lebih besar
dibanding dengan di daerah perkotaan. Hal ini karena penduduk
miskin di wilayah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
perkotaan (BPS, 2020).

Profil Anak Indonesia 2021


106

Gambar 6. 8 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Memperoleh


Program Indonesia Pintar (PIP) menurut Tipe Daerah,
2020
23,46 23,09
22,72

18,50 18,02
17,56

14,20 13,74
13,31

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Laki-laki Perempuan Total

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Kartu Indonesia Pintar (KIP) diberikan sebagai penanda/identitas


untuk menjamin dan memastikan agar anak mendapat bantuan
Program Indonesia Pintar apabila anak telah terdaftar atau
mendaftarkan diri ke lembaga pendidikan formal (sekolah/madrasah)
atau lembaga pendidikan non formal (Pondok Pesantren, Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat/PKBM, Paket A/B/C, Lembaga
Pelatihan/Kursus dan Lembaga Pendidikan Non Formal lainnya di
bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian
Agama). Namun berdasarkan Gambar 6.9 terlihat bahwa belum
semua anak umur 7-17 tahun yang memperoleh PIP, juga memiliki
KIP.

Profil Anak Indonesia 2021


107

Gambar 6. 9 Persentase Anak Umur 7-17 Tahun yang Memperoleh


Program Indonesia Pintar (PIP) dan Memiliki Kartu
Indonesia Pintar (KIP) menurut Tipe Daerah, 2020

16,21 16,71 16,45

13,13 12,78
12,45

10,03 9,69
9,36

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Laki-laki Perempuan Total

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


PERUMAHAN DAN SANITASI LAYAK

79,84% 89,13%
ANAK UMUR 10-17 TAHUN SECARA ANAK 0-17 TAHUN TINGGAL DI
MAYORITAS TINGGAL DI RUMAH RUMAH DENGAN AKSES AIR LAYAK
MILIK SENDIRI (MILIK ORANG TUA)

HANYA 7 DARI 10 ANAK


UMUR 0-17 TAHUN
YANG TINGGAL DI RUMAH
TANGGA YANG MEMILIKI
AKSES SANITASI LAYAK

ANAK YANG TINGGAL DI RUMAH TANGGA YANG


MEMILIKI AKSES SANITASI LAYAK

78,53%
INDONESIA

82,97 % 73,22 %
PERKOTAAN PERDESAAN

SUMBER: SURVEI SOSIAL EKONOMI NASIONAL, BPS, 2020


BAB VII. PERUMAHAN DAN
SANITASI LAYAK

Salah satu dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau


Sustainable Development Goals (SDGs) adalah membangun kota dan
pemukiman yang inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan (Tujuan 11).
Diharapkan pada tahun 2030, 68,06 persen rumah tangga memiliki akses
terhadap hunian layak dan terjangkau. Strategi yang diterapkan bertujuan
untuk menata, mencegah, dan mengurangi daerah kumuh sesedikit
mungkin. Upaya yang disusun di antaranya distribusi kepemilikan tanah
secara layak, layanan infrastruktur, skema pembiayaan, undang-undang,
kapasitas pemangku kepentingan, kebijakan dan peraturan, serta
perencanaan yang holistic (Bappenas, 2017).
Selain itu perhatian terkait air bersih dan sanitasi layak menjadi fokus
TPB tepatnya di tujuan 6. Akses terhadap air minum dan pelayanan dasar
berkaitan erat dengan isu pembangunan lainnya seperti kesehatan,
kemiskinan dan pembangunan manusia. Demikian juga untuk sanitasi layak
yang berhubungan erat dengan kesehatan dan lingkungan, Untuk itu
diharapkan pada tahun 2030, seluruh masyarakat sudah bisa memiliki
akses menyeluruh terhadap sumber air minum layak dan juga sanitasi layak
(Bappenas, 2017).

7.1 Status Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal

Bermukim pada tempat tinggal yang layak merupakan salah satu


bentuk perlindungan terhadap anak dan merupakan salah satu pasal
yang disebutkan dalam Konvensi Hak Anak dari PBB yang diratifikasi
oleh Indonesia. Tumbuh di rumah yang layak memiliki efek yang kuat
pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Perumahan merupakan

Profil Anak Indonesia 2021


110

perhatian utama bagi semua keluarga. Kepemilikan rumah akan


menurunkan stres yang dialami orang tua karena tidak menghabiskan
sumber daya keuangan untuk sewa, sehingga sumber daya yang ada
dapat diinvestasikan dalam kesehatan, pendidikan, dan masa depan
anak-anak mereka.
Namun demikian, bukan hanya kepemilikan rumah, tapi keadaan
rumahpun menjadi faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan anak. Luas bangunan rumah yang tidak sesuai dengan
jumlah anggota keluarganya akan menyebabkan overcrowded.
Rumah yang terlalu padat bisa menyebabkan tingginya angka
kejadian penyakit karena kebersihan rumah yang kurang, fasilitas
yang kurang memadai, penularan penyakit yang cepat jika ada
anggota keluarga yang sakit dan privacy anggota keluarga akan
terganggu (Putri & Sukandar 2012).

Gambar 7. 1 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun menurut Tipe


Daerah dan Status Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal,
2020

1,04
Perkotaan 13,36
13,44
72,16

1,38
Perdesaan 7,81
1,79
89,02

1,19
Perkotaan+Perdesaan 10,83
8,13
79,84

LAINNYA DINAS BEBAS SEWA KONTRAK/SEWA MILIK SENDIRI

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


111

Gambar 7.1 memperlihatkan persentase anak umur 0-17 tahun


menurut status kepemilikan rumah tempat tinggal pada tahun 2020.
Anak umur 10-17 tahun secara mayoritas tinggal di rumah milik sendiri
(milik orang tua), yaitu sebanyak 79,84 persen. Berikutnya, sebanyak
10,83 persen tinggal di rumah bebas sewa atau kondisi dimana tempat
tinggal mereka diperoleh dari pihak lain (baik keluarga/bukan
keluarga/orang tua yang tinggal di tempat lain) dan ditempati/didiami
oleh rumah tangga tanpa mengeluarkan suatu pembayaran apapun.
Sisanya, tinggal di tempat kontrak atau sewa (8,13 persen), dinas
(1,19 persen), dan lainnya (0,01 persen).
Pola ini sama baik di daerah perkotaan ataupun perdesaan.
Namun di daerah perdesaan persentase. Penduduk umur 0-17 tahun
yang tinggal di tempat tinggal milik sendiri lebih tinggi dibandingkan di
daerah perkotaan (89,02 persen dan 72,16 persen. Sedangkan untuk
status kepemilikan kontrak/sewa di perkotaan persentasenya
mencapai 8 kali lipat dibandingkan di daerah perdesaan. Hal ini bisa
dikaitkan dengan tingginya harga tanah atau bangunan di wilayah
perkotaan, umumnya juga menyebabkan banyaknya wilayah kumuh
di daerah perkotaan.

7.2 Akses Air Minum Layak

Air minum yang berkualitas (layak) adalah air minum yang terlindung
meliputi air ledeng (keran), keran umum, hydrant umum, terminal air,
penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung,
sumur bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 m dari
pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan
sampah. Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual keliling, air yang
dijual melalui tanki, air sumur dan mata air tidak terlindung (Sirusa,
BPS).
Persentase anak umur 0-17 tahun yang tinggal di rumah tangga
yang memiliki akses air minum layak menggambarkan berapa banyak

Profil Anak Indonesia 2021


112

anak yang tinggal dalam rumah tangga yang memiliki akses


berkelanjutan terhadap air minum layak. Semakin tinggi
persentasenya menunjukkan capaian yang lebih baik, sesuai dengan
target TPB mencapai 100 persen di tahun 2030. Air dan sanitasi yang
layak merupakan landasan utama untuk mencapai TPB, akses air
bersih merupakan syarat dasar pemenuhan kesehatan anak. Namun
sampai saat ini penyakit terkait air dan sanitasi tetap menjadi salah
satu penyebab utama kematian pada anak balita. Data UN (2018)
menunjukkan lebih dari 800 anak meninggal setiap hari akibat
penyakit diare yang terkait dengan air dan sanitasi yang buruk. Jutaan
anak kehilangan pendidikan karena mereka menghabiskan berjam-
jam setiap hari untuk mengumpulkan air. Hasil survei kesehatan di
Asia Selatan dan Afrika menjelaskan bahwa akses ke air bersih
adalah salah satu faktor yang paling kuat terkait dengan penurunan
stunting antara tahun 1970 dan 2015 (Smith & Haddad 2015).

Gambar 7. 2 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di


Rumah Tangga yang Memiliki Akses Air Layak menurut
Tipe Daerah, 2020

95,64

89,13

81,35

Perkotaan Perdesaan Total

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Secara umum anak umur 0-17 tahun yang tinggal dalam rumah
tangga yang memiliki akses terhadap air layak sudah melebihi 80

Profil Anak Indonesia 2021


113

persen (Gambar 7.2). Namun demikian terlihat perbedaan yang cukup


signifikan antara anak di daerah perkotaan dan perdesaan. Anak yang
tinggal di perkotaan memiliki akses yang lebih baik terhadap air layak
(95,64 persen) dibanding anak di perdesaan (81.35 persen). Hal ini
tentunya menjadi catatatan bagi pemerintah dalam menentukan arah
kebijakan pemenuhan hak anak dalam mendapatkan air layak.
Peningkatan keamanan sumber air minum, peningkatan cakupan
sistem persediaan air perpipaan dan non perpipaan, serta percepatan
pembangunan infrastuktur untuk sistem sumber air minum aman,
merupakan beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk
percepatan pemerataan kesediaan air minum layak (Bappenas,
2017).

Gambar 7. 3 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di


Rumah Tangga yang Memiliki Akses Air Layak menurut
Provinsi, 2020
99,91
96,77
95,82
95,78
94,21
94,08
93,85
93,17
92,88
92,67
90,75
90,52
89,51
89,18
89,13
87,53
87,23
87,04
86,94
85,93
84,50
84,10
82,73
82,49
79,47
78,61
77,91
77,79
75,20
74,76
73,98
73,25
69,40
62,51
62,42
PAPUA
KALIMANTAN TIMUR
BANTEN

LAMPUNG
JAWA TIMUR

MALUKU

RIAU

BENGKULU
DI YOGYAKARTA

JAWA TENGAH
GORONTALO

NTT
NTB

ACEH
MALUKU UTARA
DKI JAKARTA

SUMATERA SELATAN

KALIMANTAN SELATAN
SULAWESI SELATAN

KEP RIAU
BALI

Indonesia
SULAWESI TENGGARA

PAPUA BARAT
KEP BANGKA BELITUNG
SUMATERA UTARA

SUMATERA BARAT

JAMBI

KALIMANTAN TENGAH
JAWA BARAT

SULAWESI TENGAH
SULAWESI UTARA

KALIMANTAN UTARA

KALIMANTAN BARAT

SULAWESI BARAT

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

DKI Jakarta memiliki persentase penduduk umur 0-17 tahun


yang tinggal di rumah tangga dengan akses air layak paling tinggi,

Profil Anak Indonesia 2021


114

yaitu sebesar 99,91 persen, sedangkan yang paling rendah adalah


Bengkulu 62,42 persen (Gambar 7.3). Dilihat dari disparitas antar
provinsi, masih terdapat 20 provinsi dengan persentase anak usia 0-
17 tahun yang tinggal di rumah tangga dengan akses air layak di
bawah capaian nasional. Penyebab utama dari rendahnya akses
terhadap air layak dikarenakan masalah infrastruktur terkait
penyelenggaraan air minum dan sanitas dan juga kesadaran
masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.
Anak merupakan salah satu kelompok rentan yang tentunya
merasakan dampak dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap
air bersih. Penelitian UNICEF menunjukkan bahwa setiap tahun,
85.700 anak di bawah umur 15 tahun meninggal karena akses air yang
tidak bersih serta fasilitasi kesehatan dan kebersihan yang tidak layak
(Souleiman, 2019). Dampak kesehatan dari tidak mampu mengakses
air bersih juga dapat meningkatkan risiko kolera, tifoid, dan disentri.

7.3 Akses Sanitasi Layak

Fasilitas sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi


syarat kesehatan yaitu fasilitas tersebut digunakan oleh rumah tangga
sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain tertentu, dilengkapi
dengan kloset jenis leher angsa, serta tempat pembuangan akhir tinja
berupa tangki septik atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
(Sirusa, BPS). Bukti menunjukkan bahwa air dan sanitasi yang buruk,
meningkatkan risiko infeksi, dan berdampak pada gangguan
pertumbuhan anak (Fink et al 2011). Air yang terkontaminasi dan
sanitasi yang buruk adalah salah satu penyebab utama kematian anak
di bawah 5 tahun. Tanpa air, sanitasi dan kebersihan yang layak,
anak-anak menghadapi peningkatan risiko penyakit yang dapat
dicegah dan menderita kekurangan gizi, stunting dan masalah
kesehatan kritis lainnya. (Smith & Haddad 2016).

Profil Anak Indonesia 2021


115

Gambar 7. 4 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di


Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi Layak
menurut Tipe Daerah, 2020

82,97

78,53

73,22

Perkotaan Perdesaan Total

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Persentase anak umur 0-17 tahun yang tinggal di rumah tangga


yang memiliki akses sanitasi layak masih rendah yaitu 78,53 persen.
Pada daerah perkotaan persentase anak yang tinggal di rumah tangga
yang memiliki akses sanitasi layak lebih tinggi (82,97 persen)
dibanding di perdesaan (73,22 persen). Hal ini serupa dengan kondisi
akses air layak, dimana perdesaan memiliki akses yang lebih rendah
dibanding di perkotaan. Faktor yang menjadi penyebabnya antara lain
adalah masih kurangnya infrastruktur sanitasi dan masih banyaknya
penduduk yang belum mempraktikkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat).
Akses sanitasi layak merujuk pada kondisi fasilitas sanitasi yang
dimiliki oleh rumah tangga yang terhubung dengan tangki septik.
Fasilitas sanitas layak juga merujuk pada adanya fasilitas yang
digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama dengan rumah
tangga lain tertentu, yang dilengkapi dengan kloset jenis leher angsa,
serta tempat pembuangan akhir tinja berupa tangki septik. Data BPS
pada tahun 2020 menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang
tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar mencapai 23,47 persen
(BPS, 2020).

Profil Anak Indonesia 2021


116

Gambar 7. 5 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di


Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi Layak
menurut Provinsi, 2020
97,24
95,06
94,31
93,21
89,09
88,77
87,89
83,19
83,04
82,96
82,64
82,51
81,69
80,84
80,69
79,38
78,53
78,49
78,27
77,24
77,21
77,14
76,74
76,05
75,94
75,75
72,46
72,28
72,12
72,02
71,52
70,51
67,73
65,59
39,02
NTB

ACEH
DI YOGYAKARTA

KEP RIAU
SULAWESI SELATAN

SUMATERA SELATAN

PAPUA
KALIMANTAN SELATAN

INDONESIA
BALI

BANTEN

JAMBI

MALUKU
KEP BANGKA BELITUNG

LAMPUNG
KALIMANTAN TIMUR

JAWA TIMUR

SUMATERA UTARA
RIAU

JAWA BARAT
KALIMANTAN UTARA

BENGKULU

KALIMANTAN TENGAH
DKI JAKARTA

JAWA TENGAH

GORONTALO
SULAWESI TENGAH

NTT
SULAWESI UTARA

MALUKU UTARA
PAPUA BARAT
SULAWESI TENGGARA

SUMATERA BARAT
KALIMANTAN BARAT
SULAWESI BARAT
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Terdapat 18 provinsi dengan persentase anak umur 0-17 tahun


yang tinggal di rumah tangga dengan akses sanitasi layak berada di
bawah rata-rata Indonesia. Provinsi Papua memiliki persentase yang
paling rendah dengan selisih yang sangat signifikan dibandingkan
angka nasional dan angka provinsi-provinsi lainnya. Tiga terendah
selain Papua adalah Jawa Barat (70,51 persen), NTT (67,73 persen),
dan Sumatera Barat (65,69 persen). Kondisi ini memperlihatkan
bahwa Jawa Barat yang berdekatan dengan ibu kota, masih memiliki
banyak anak umur 0-17 tahun yang belum mendapatkan akses
sanitasi layak. Pembangunan infrastruktur dan edukasi PHBS masih
perlu diperkuat pada wilayah-wilayah sekitar Ibu Kota Indonesia.
Beberapa penelitian memperlihatkan ada hubungan antara ketiadaan
sanitasi layak dengan diare dan stunting (Mahmudah, 2017; Rosidi et
al., 2020).

Profil Anak Indonesia 2021


117

Gambar 7. 6 Persentase Anak Umur 0-17 Tahun yang Tinggal di


Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi Layak
menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2020
Indonesia 73,22 Indonesia 82,97
Di Yogyakarta 95,43 97,90

Bali 91,00 96,87

Kep Bangka Belitung 90,88 95,18

Dki Jakarta 94,31

Riau 76,79 92,62

Kep Riau 59,04 92,42

Sulawesi Tenggara 75,60 91,58

Sulawesi Selatan 87,15 90,98

Kalimantan Timur 82,88 90,41

Maluku Utara 65,75 89,43

Sumatera Selatan 70,51 87,71

Sumatera Utara 66,43 87,23

Kalimantan Barat 70,24 87,22

Sulawesi Tengah 66,44 86,81

Jawa Timur 78,05 86,61

Aceh 71,09 85,78

Nusa Tenggara Barat 79,74 85,57

Nusa Tenggara Timur 62,73 85,49

Banten 70,11 85,29

Maluku 63,19 85,00

Kalimantan Selatan 77,38 84,86

Sulawesi Utara 81,41 84,61

Jawa Tengah 81,94 84,38

Kalimantan Tengah 63,97 83,20

Papua Barat 73,63 82,45

Jambi 74,78 82,45

Gorontalo 65,68 82,28

Sulawesi Barat 74,10 81,91

Bengkulu 77,01 81,45

Lampung 77,21 80,66

Papua 25,21 79,60

Kalimantan Utara 81,09 78,30

Sumatera Barat 58,06 74,66

Jawa Barat 70,36 70,55

100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00

Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


118

Ketersediaan dan keterjangkauan akses terhadap sanitasi layak


bagi anak di daerah perkotaan dan perdesaan di beberapa provinsi
memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan. Misalnya di
provinsi Papua di mana persentase anak yang tinggal di rumah tangga
yang memiliki akses sanitasi layak di daerah perdesaan hanya
mencapai 25,21 persen sedangkan di perkotaan mencapai 79,60
persen. Berbeda dengan kondisi di provinsi Kalimantan Utara dimana
anak yang tinggal di perdesaan memiliki akses terhadap sanitasi layak
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan (81,09
persen dan 78,30 persen). Provinsi dengan perbedaan capaian di
wilayah perdesaan dan perkotaan adalah Jawa Barat yaitu masing-
masing 70,36 persen dan 70,55 persen, meskipun keduanya masih
berada di bawah capaian nasional. Provinsi DIY memiliki capaian
persentase anak yang memiliki sanitasi layak di atas nasional dan
hampir sama baik di daerah perdesaan dan perkotaan.

7.4 Keterbatasan Akses makanan

Akses terhadap makanan merupakan salah satu pilar dalam


ketahanan pangan. Sesuai dengan definisinya, ketahanan pangan
adalah situasi ketika semua orang, setiap saat, memiliki akses baik
fisik, sosial maupun ekonomi pada makanan yang cukup, aman dan
bergizi yang memenuhi kebutuhan diet dan preferensi makanan
mereka, untuk hidup aktif dan sehat (FAO, 2002). Akses terhadap
makanan, yang mencerminkan sisi permintaan ketahanan pangan,
akhir-akhir ini ditetapkan sebagai salah satu kontributor utama
kerawanan pangan [Sen, 2006]. Sehingga akses terhadap makanan
dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur kerawanan
pangan. Pengukuran tersebut dilakukan melalui pengukuran tiga
domain: i) kecemasan dan ketidakpastian tentang akses makanan, ii)
kualitas yang tidak memadai (variasi, preferensi, dan penerimaan
sosial), dan iii) asupan makanan yang tidak mencukupi dan

Profil Anak Indonesia 2021


119

konsekuensi fisik [Swindale & Bilinsky 2006]. Instrument ini sering


disebut sebagai household foodi nsecurity assessment tool (HFIAS),
dan sudah valid digunakan dinegara berkembang.
Uang dan sumberdaya lainnya merupakan ukuran akses
terhadap makanan. Kekurangan uang dan sumber daya lainnya dalam
suatu rumah tangga bisa menyebabkan keterbatasan akses terhadap
makanan dialami oleh seluruh anggota rumah tangga. Data Susenas
2020 menjelaskan bahwa masih banyak anak yang tinggal dalam
rumah tangga yang kurang uang dan sumber daya lainnya. Kondisi
tersebut membuat anak memiliki akses yang terbatas terhadap
makanan.

Gambar 7. 7 Persentase Anak 0-17 Tahun yang Tinggal di Rumah


Tangga yang Kurang Uang atau Sumber Daya Lainnya
dan Menyebabkan Keterbatasan Akses terhadap
Makanan menurut Tipe Daerah, 2020

1,15
tidak makan seharian 1,08
1,22
2,17
merasa lapar tapi tidak makan 2,08
2,24
3,11
kehabisan makan 3,17
3,05
5,80
makan lebih sedikit daripada seharusnya 6,06
5,58
melewatkan satu waktu makan pada suatu 3,11
3,20
hari tertentu 2,91
9,17
menyantap sedikit jenis makanan 10,39
8,16
tidak dapat menyantap makan sehat dan 10,45
12,69
bergizi 8,58
19,81
Khawatir tidak memiliki cukup makanan 23,36
16,85

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

Perkotaan+Perdesaan Perdesaan Perkotaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


120

Gambar 7.7 memperlihatkan bahwa 19,81 persen anak umur 0-


17 tahun tinggal di rumah tangga yang mempunyai kekhawatiran tidak
memiliki cukup makanan, 10,45 persen tidak dapat menyantap
makanan sehat dan bergizi, 9,17 persen menyantap sedikit jenis
makanan, dan 5,8 persen makan lebih sedikit daripada seharusnya.
Hal ini memperlihatkan bahwa anak-anak masih banyak yang rentan
untuk hidup layak, dilihat dari rumah tangga yang pada akhirnya
menyebabkan keterbatasan akses terhadap makanan.
Tujuan ke 2 dari TPB adalah menghapus kelaparan, sehingga
menjadi kewajiban negara untuk memastikan masyarakat memiliki
akses terhadap bahan makanan pokok dalam rangka menurunkan
jumlah kekurangan konsumsi pangan. Ketimpangan akses terhadap
sanitasi dan air minum layak, pelayanan kesehatan, nutrisi makanan
yang tinggi, dan akses yang tidak layak terhadap praktik pengurusan
dan pemberian makanan pada balita terjadi di antara rumah tangga
dengan status sosio-ekonomi dan letak geografis yang berbeda
(Bappenas, 2017).
Terlihat perbedaan anak umur 0-17 tahun yang memiliki
keterbatasan akses terhadap makanan di perdesaan dan di
perkotaan. Secara umum, anak umur 0-17 tahun di perdesaan lebih
rentan terhadap keterbatasan akses terhadap makanan, terutama
pada aspek khawatir tidak memiliki cukup makanan, tidak dapat
menyantap makanan sehat dan bergizi, dan menyantap sedikit jenis
makanan.
Keterbatasan akses makanan atau bisa dikatakan kondisi rawan
pangan pada anak umur 0-17 tahun ini antara lain disebabkan karena
terbatasnya ketersediaan pangan di pasar dan perlu ada suplai
pangan dari luar daerah/wilayah yang menyebabkan biaya pangan
meningkat, rendahnya daya beli rumah tangga di perdesaan,
penduduk perdesaan pada umumnya tidak bisa lagi sepenuhnya
bergantung pada bidang pertanian ataupun ketersediaan sumber
daya alam yang ada (Rusyantia et al., 2010).

Profil Anak Indonesia 2021


121

Kondisi pangan di berbagai provinsi cukup berbeda, misalnya


NTT merupakan salah satu provinsi yang terus mengalami kondisi
rawan pangan. Hal ini dikarenakan beberapa hal, yaitu: (1) produksi
pangan yang sangat rendah pada level rumah tangga. Hal ini
menunjukkan bahwa pangan yang berasal dari sumber daya alam dan
pasar sangat terbatas. Penyebab dari rendahnya produksi pangan
adalah karenya hama dan penyakit akibat perubahan iklim ekstrim,
irigasi sangat terbatas, kekeringan, sangat sedikitnya pupuk, kecilnya
lahan yang dimiliki penduduk, serta banyaknya penyakit yang muncul
pada ternak; (2) pendapatan yang rendah dan pemasukan yang tidak
pasti; (3) ketergantungan dalam membeli makanan. Kedua kondisi
sebuah ironi dimana rata-rata pendapatan di NTT rendah dan tidak
pasti namun secara umum penduduk NTT lebih sering membeli
makanan dibanding memanfaatkan dari alam (World Food
Programme, 2010). Kondisi-kondisi ini mendorong anak berada pada
kondisi yang lebih rawan lagi, karena mereka hanya bisa makan ketika
orang tuanya atau rumah tangga ia tinggal memiliki kepastian dalam
mendapatkan makanan.
Masa kanak-kanak adalah masa kritis dalam pertumbuhan dan
perkembangan seseorang, dan merupakan tahap kunci dalam
pembentukan kemampuan fisik dan mental mereka. Peran gizi baik
kuantitas muapun kualitas, sangat penting bagi pencapaian tumbuh
kembang optimal. Di semua tahap perkembangan, perubahan
proporsi tubuh dan penguasaan keterampilan motorik dasar maupun
halus sebagai bagian dari pematangan biologis, sangat ditentukan
kecukupan pemenuhan gizi individu. Sebaliknya kekurangan gizi
memiliki konsekuensi penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan kognitif. Malnutrisi menyebabkan kegagalan dalam
pertumbuhan fisik awal, keterampilan motorik tertunda,
perkembangan kognitif dan perilaku, serta mengurangi kekebalan dan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Profil Anak Indonesia 2021


122

Anak-anak yang selamat dari gizi buruk pada anak usia dini
memiliki kelemahan dibandingkan dengan mereka yang memiliki gizi
yang cukup dan lingkungan hidup yang sehat (Bourke 2016).
Kekurangan gizi dikaitkan dengan tinggi badan orang dewasa yang
lebih pendek, sekolah yang lebih sedikit, dan produktivitas ekonomi
yang berkurang. Kekurangan gizi di masa kanak-kanak juga telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko mengembangkan sindrom
metabolik dan penyakit kardiovaskular, hipertensi sistolik, obesitas,
resistensi insulin, dan diabetes di masa dewasa. Malnutrisi pada masa
kanak-kanak mencakup penurunan kinerja intelektual, kapasitas kerja
yang rendah, dan peningkatan risiko komplikasi persalinan, serta
membatasi kemampuan anak untuk mencapai potensi mereka
(Prendergast & Humphrey 2014; Grillo 2005).

Profil Anak Indonesia 2021


KEKERASAN TERHADAP ANAK
Jumlah Kasus dan Korban Kekerasan terhadap Anak Periode
2019, 2020, dan Januari-November 2021
13.819

12.285 12.425

12.556

11.278
11.057

2020
2019 Jan-Nov 2021

Jumlah Korban Jumlah Kasus

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA, diolah tanggal 02 Desember 2021

6,62%
5 dari 10 anak kelompok umur 13-17 tahun (remaja) kekerasan terjadi di
menjadi korban kekerasan lingkungan sekolah

Sumber: Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021 Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA, diolah tanggal 02
Desember 2021

Persentase Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Jenis Kekerasan, 2020
TPPO
Lainnya 1.4%
7.5%
Fisik
Penelantaran 19.4%
5.8%
Eksploitasi
0.9%

Psikis
18.3%

rumah tangga menempati urutan pertama sebagai


Seksual
tempat kejadian kekerasan terhadap anak periode 46.7%
2019, 2020 dan Januari-November 2021
Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA, diolah tanggal 02 Desember 2021 Sumber: Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021
BAB VIII. KEKERASAN
TERHADAP ANAK

Kekerasan terhadap anak merupakan epidemi global yang


menghambat pemenuhan hak asasi manusia dan pembangunan yang
optimal pada tingkat individu, keluarga, komunitas, dan masyarakat.
Kekerasan ini mempengaruhi jutaan anak perempuandan anak laki-laki di
seluruh dunia dengan banyak konsekuensi kesehatan, ekonomi, dan
kesejahteraan jangka panjang dan luas (Unicef, UNFPA, UN Women 2020).
Kerasan terhadap anak mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan
jutaan orang di seluruh dunia. Banyak perempuan dan anak-anak
menderita berbagai jenis kekerasan. Sekuel negatif ganda dari kekerasan
ini dapat bertahan lama sepanjang masa hidup dan lintas generasi serta
berdampak pada individu, dan masyarakat yang lebih luas (Unicef 2020).
Kekerasan terhadap anak dapat memiliki konsekuensi yang mendalam dan
merusak di masa kanak-kanak, remaja, dan sepanjang masa dewasa. Ada
konsekuensi kesehatan, sosial, dan ekonomi yang merugikan seumur hidup
bagi mereka yang terkena dampak kekerasan, termasuk kondisi kesehatan
mental dan fisik; peningkatan kesehatan dan perilaku berisiko lainnya;
paparan kekerasan lebih lanjut; cacat akibat cedera fisik; penurunan
kualitas hidup terkait kesehatan; tingkat pendidikan yang lebih rendah; dan
tingkat kesejahteraan ekonomi orang dewasa yang lebih rendah (Fang et
al., 2012).
Kerangka hukum internasional yang melindungi anak-anak adalah
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak (KHA).
Penghapusan kekerasan terhadap anak disebutkan dalam beberapa target
Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 diantaranya dalam Target 16.2:
“mengakhiri pelecehan, eksploitasi, perdagangan manusia dan segala
bentuk kekerasan terhadap dan penyiksaan anak”.

Profil Anak Indonesia 2021


125

Laporan status Global tentang pencegahan kekerasan terhadap anak


2020 mengeksplorasi kemajuan yang telah dibuat negara-negara dalam
mengimplementasikan kegiatan untuk mencapai target Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dalam mengakhiri kekerasan terhadap
anak. Ini berfokus pada kekerasan interpersonal yang menyumbang
sebagian besar tindakan kekerasan terhadap anak-anak, dan termasuk
penganiayaan anak, intimidasi dan jenis kekerasan remaja lainnya, dan
kekerasan pasangan intim.
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa kerangka hukum nasional
sebagai perlindungan anak dari kekerasan diantaranya adalah UU no 35
Tahun 2014 merupakan perubahan dari UU no 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, juga ada UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah bersama masyarakat dalam menurunkan kejadian kekerasan
terhadap anak. Arah kebijakan Kementerian PPPA dalam lima tahun
kedepan diantaranya adalah menurunkan jumlah kasus kekerasan
terhadap perempuan dan anak.
Sejak tahun 2016, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia, telah mengembangkan sistem
aplikasi pencatatan dan pelaporan kekerasan perempuan dan anak
melalui SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan
dan Anak), yang dapat di akses oleh semua unit layanan penanganan
korban kekerasan perempuan dan anak di tingkat nasional, provinsi, dan
kab/kota secara up to date, riil time dan akurat, untuk menuju SATU DATA,
DATA KEKERASAN NASIONAL.
Sistem ini dibangun sebagai media pendataan, monitoring dan
evaluasi kasus kekerasan perempuan dan anak di Indonesia, dan telah
dijadikan rujukan bagi mekanisme penanganan kekerasan terhadap
perempuan dan anak, hingga dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dalam
melakukan inovasi, serta dijadikan acuan untuk mengembangkan beberapa
aplikasi manajemen penanganan kasus kekerasan. Namun masih

Profil Anak Indonesia 2021


126

dibutuhkan komitmen dan rasa memiliki dalam penyempurnaan SIMFONI-


PPA.

8.1 Konsep dan Definisi

Kekerasan terhadap anak dalam analisis ini adalah kekerasan


yang terjadi pada penduduk berusia 0-17 tahun. Beberapa indikator
yang bisa didapatkan melalui SIMFONI PPA adalah karakteristik
korban meliputi umur, pendidikan, status perkawinan, dan pekerjaan;
karakteristik pelaku dilihat berdasarkan hubungan dengan korban;
jenis kekerasan yang dialami (kekerasan fisik, psikis, seksual,
eksploitasi, tindak pidana perdagangan orang/TPPO, penelantaran,
dan kekerasan lainnya); serta jenis layanan yang didapatkan, mulai
dari pengaduan, kesehatan, bantuan hukum, penegakan hukum,
rehabilitasi sosial, pemulangan dan pendampingan tokoh agama.
Data yang terinput dalam SIMFONI PPA sangat tergantung pada
semua unit layanan penanganan kekerasan terhadap anak yang
berkontribusi dalam Simfoni PPA. Sampai saat ini jumlah unit layanan
yang menginput datanya dalam SIMFONI PPA masih berubah-ubah
setiap periodenya, sehingga menjadi salah satu indikator yang harus
dipertimbangkan saat melakukan analisis datanya.
Konsep dan definisi yang digunakan pada aplikasi SIMFONI
PPA dan digunakan dalam analisis lebih lanjut dapat digambarkan
sebagai berikut:
1. Basis data
Basis data yang digunakan dalam analisis ini adalah tanggal
penginputan yaitu tanggal pada saat operator menginputkan
kasus pada aplikasi Simfoni PPA
2. Kasus kekerasan
Kasus kekerasan merupakan jumlah Kasus yang dilaporkan
terkait kekerasan terhadap anak (0-17 tahun)
3. Korban kekerasan

Profil Anak Indonesia 2021


127

Korban kekerasan merupakan jumlah anak (0-17 tahun)yang


menjadi korban kekerasan. Satu korban bisa mengalami
beberapa jenis kekerasan, bisa mendapatkan beberapa layanan.
dan bisa mengalami kekerasan dari beberapa pelaku.
4. Pelaku
Pelaku digambarkan melalui hubungan pelaku dan korban antara
lain orang tua, keluarga, suami/istri, pacar/teman, guru, majikan,
lainnya. Satu pelaku bisa melakukan kekerasan terhadap
beberapa korban.
5. Lokasi Kasus
Lokasi kasus merupakan termpat terjadinya kasus kekerasan
yang dialami oleh korban. kategori lokasi kasus adalah sebagai
berikut:
a. Rumah Tangga: kejadian tindak kekerasan yang dialami
korban terjadi di dalam rumah.
b. Tempat Kerja: kejadian tindak kekerasan yang dialami korban
terjadi di tempat kerja
c. Sekolah: kejadian tindak kekerasan yang dialami korban
terjadi di area tempat pendidikan
d. Fasilitas umum: kejadian tindak kekerasan yang dialami
korban terjadi di tempat fasilitas umum/publik
e. Lembaga Pendidikan kilat: kejadian tindak kekerasan yang
dialami korban terjadi di tempat pendidikan kilat
f. Lainnya: kejadian tindak kekerasan yang dialami korban
terjadi di tempat laiannya
6. Jenis kekerasan
Satu korban bisa mengalami beberapa jenis kekerasan. Jenis
kekerasan yang dialami korban dikategorikan sebagai berikut:
a. Fisik: Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat (Pasal 6 UU PKDRT Jo. Pasal 89 KUHP, Pasal
80 ayat (1) huruf d, UU PA).

Profil Anak Indonesia 2021


128

b. Psikis: Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya


rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
seseorang (Pasal 7, UU PKDRT).
c. Seksual: Meliputi,tapi tidak terbatas pada:
• pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga
tersebut dan/atau pemaksaan hubungan seksual
terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain, untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu (Pasal 8, UU PKDRT).
• dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia
(KUHP Pasal 285).
• dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul (KUHP Pasal 289).
• dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan
(Pasal 81 UU PA).
• dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul
(Pasal 82 UU PA).
d. Eksploitasi: Meliputi, tapi tidak terbatas pada:
• tindakan yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual
anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain (Pasal 88 UU PA).
• tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang
meliputi tapi tidakterbatas pada pelacuran, kerja atau
pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa,

Profil Anak Indonesia 2021


129

penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual,


organ reproduksi, dan/atau jaringan tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh
pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil
maupun immateril (Pasal 1 butir 7 UU PTPPO).
• eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan
organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban
untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak
terbatas pada semua kegiatan pelacuran atau pencabulan
(Pasal 1 butir 8 UU PTPPO, Pasal 4 ayat (1) UU
Pornografi).
e. Penelantaran: Meliputi,tapi tidak terbatas pada:
• tindakan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya
kebutuhan anak secara wajar, baik fisik, mental, spiritual
maupun sosial (Pasal 1 butir 6, UU PA).
• tindakan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut (Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT).
• tindakan mengabaikan dengan sengaja untuk
memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana
mestinya (Pasal 13 ayat (1) huruf c, UU PA).
• tindakan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut (Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT).
• tindakan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi
dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban

Profil Anak Indonesia 2021


130

berada dibawah kendali orang tersebut (Pasal 9 ayat (2)


UU PKDRT).
• Lainnya: jenis kekerasan selain fisik, psikis, seksual,
penelantaran dan eksploitasi.
7. Jenis layanan
Pemberian layanan pada korban dapat diberikan berulang. Dalam
satu tanggal dapat berisi berbagai layanan dari berbagai instansi.
Layanan yang diberikan kepada korban sesuai kebutuhan korban
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh
pendamping hukum dan advokat untuk melakukan proses
pendampingan saksi dan/atau korban kekerasan terhadap
perempuan dan anak yang sensitif gender (Permen PPPA
Nomor 1 Tahun 2010).
b. Kesehatan adalah upaya yang meliputi aspek promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative (Permen PPPA Nomor 1
Tahun 2010).
c. Pemulangan adalah upaya mengembalikan perempuan dan
anak korban kekerasan dari luar negeri ke titik debarkasi/entry
point, atau dari daerah penerima ke daeah asal (Permen
PPPA Nomor 1 Tahun 2010).
d. Penegakan hukum adalah tindakan aparat yang diberi
kewenangan oleh negara untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan (Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2010).
e. Pengaduan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
penyelenggara layanan terpadu untuk menindaklanjuti
laporan adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan
anak yang diajukan korban, keluarga atau masyarakat
(Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2010).
f. Rehabilitas sosial adalah pelayanan yang ditujukan untuk
memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang
yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan

Profil Anak Indonesia 2021


131

fungsi sosialnya secara wajar (Permen PPPA Nomor 1 Tahun


2010).
g. Reintegrasi sosial adalah upaya penyatuan kembali korban
dengan pihak keluarga, keluarga pengganti, atau masyarakat
yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan
kebutuhan bagi korban (Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2010).

8.2 Jumlah Kasus dan Korban

Berdasarkan data Simfoni PPA (2021), baik jumlah kasus


maupun jumlah korban terus meningkat setiap tahunnya, dengan
peningkatan yang lebih tajam pada tahun 2021 (Gambar 8.1). Kasus
kekerasan terhadap anak pada tahun 2019 sebanyak 11.057 kasus,
meningkat menjadi 11.278 kasus pada tahun 2020, dan meningkat
kembali pada tahun 2021 selama Januari-November menjadi 12.556.
Dalam tiga tahun terakhir terdapat peningkatan sebanyak 1.499 kasus
atau setara dengan 13,56 persen dibanding tahun 2019.
Dalam satu kasus kekerasan bisa terdapat lebih dari satu
korban, sehingga terlihat dari Gambar 8.1 jumlah korban trennya
selalu lebih tinggi dari jumlah kasus. Tren jumlah korban meningkat
dari tahun ketahun seiring dengan terus meningkatnya jumlah kasus
kekerasan. Pada periode Januari hingga November 2021, jumlah
kasus dan korban kekerasan sudah melebihi kasus dan korban yang
dicatatkan pada 2020. Dalam tiga tahun terakhir terjadi peningkatan
jumlah korban kekerasan terhadap anak sebanyak 1.534 anak atau
setara dengan 12,50 persen dibanding tahun 2019.

Profil Anak Indonesia 2021


132

Gambar 8. 1 Jumlah Kasus dan Korban Kekerasan terhadap Anak


Periode 2019, 2020, dan Januari-November 2021

13.819

12.285 12.425

12.556

11.057 11.278

2019 2020 Jan-Nov 2021

Jumlah kasus Jumlah korban

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA, diolah tanggal 02 Desember 2021

Dalam tiga tahun terakhir berdasarkan Gambar 8.2, Provinsi Jawa


Timur dan Jawa Tengah merupakan provinsi dengan pencatatan kasus
kekerasan terhadap anak pada tahun 2020 yaitu mencapai 1.304 kasus
KtA. Tiga provinsi lainnya yaitu Jawa Tengah (1.205 kasus), Sulawesi
Selatan (919 kasus) dan Jawa Barat (733 kasus). Sementara itu
provinsi Maluku Utara, Papua, Bali dan Sulawesi Barat mencatatkan
kasus KtA terendah yaitu masing-masing 86 kasus, 68 kasus, 56 kasus
dan 19 kasus. Setiap anak harus mendapatkan perlindungan, provinsi
dengan pencatatan kasus terbanyak harus menjadi perhatian agar tiap
korban bisa melalui hari-hari dan terus tumbuh dan berkembang
dengan baik. Selain itu pada provinsi dengan kasus pencatatan yang
rendah, belum tentu kekerasan terhadap anak di daerah tersebut juga
rendah. Bisa jadi hal ini disebabkan rendahnya korban yang melapor
atau unit layanan yang tidak melaporkan datanya dalam SIMFONI PPA.

Profil Anak Indonesia 2021


133

Gambar 8. 2 Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Anak menurut


Provinsi, 2020

Jambi
Sulawesi Tengah

Papua Barat
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat

Kepulauan Riau

Maluku Utara
Jawa Tengah
Sulawesi Selatan

Banten

Sumatera Selatan

Bali
DKI Jakarta
Nusa Tenggara Barat

Riau
Lampung

Sumatera Barat

Kalimantan Utara
Bangka Belitung

Sulawesi Barat
Jawa Timur

Jawa Barat

Sulawesi Utara

Nusa Tenggara Timur

Maluku

Gorontalo

Papua
Sumatera Utara

Kalimantan Tengah
Bengkulu
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kalimantan Selatan
Sulawesi Tenggara
Provinsi Aceh

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Jumlah korban kekerasan terhadap anak terbanyak dialami oleh


kelompok umur 13-17 tahun (remaja) sebanyak 57,86 persen,
menyusul kelompok umur 6-12 tahun (30,95 persen), dan paling kecil
pada kelompok umur 0-5 tahun (12,19 persen) (Gambar 8.3). Remaja
berada dalam tahapan perkembangan yang merupakan transisi dari
masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dengan tugas
perkembangan untuk pencarian jati diri, tentang seperti apa dan akan
menjadi apa mereka nantinya (Sandrock, 2003).

Profil Anak Indonesia 2021


134

Gambar 8. 3 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Kelompok Umur, 2020 (menurut Tahun Kejadian)

0-5 Tahun
12,19%

13-17 tahun 6-12 Tahun


56,86% 30,95%

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Pada periode 2019, 2020, dan Januari-November 2021, korban


terbanyak menurut kelompok umur adalah umur 13-17 tahun dengan
rata-rata pertahunnya >50 persen (Gambar 8.4) dan terus meningkat
setiap tahunnya. Pada tahun 2019 ada sebanyak 53,98 persen anak
korban kekerasan kelompok umur 13-17 tahun, meningkat menjadi
56,86 persen tahun 2020, dan meningkat kembali menjadi 57,10
persen. Dalam 3 tahun terakhir korban kekerasan kelompok umur 13-
17 tahun meningkat sebanyak 3,12 persen.

Gambar 8. 4 Anak Korban Kekerasan menurut Kelompok Umur,


Periode 2019, 2020, dan Januari-November 2021

Jan-Nov 2021 12,49 30,41 57,10

2020 12,19 30,95 56,86

2019 12,56 33,46 53,98

0-5 6-12 13-17

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA, diolah tanggal 02 Desember 2021

Profil Anak Indonesia 2021


135

jika dilihat sebaran per provinsi, terlihat jumlah korban kekerasan


terbanyak di tiap provinsi adalah kelompok umur 13-17 tahun,
menyusul kelompok umur 6-12 tahun dan 0-5 tahun. Pola ini terlihat
sama di semua provinsi, baik untuk provinsi dengan pencatatan KtA
tinggi maupun rendah.

Gambar 8. 5 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Kelompok Umur dan Provinsi, 2020

Jawa Timur
Jawa Tengah
Sulawesi Selatan
Jawa Barat
Sumatera Utara
DI Yogyakarta
NTB
DKI Jakarta
Aceh
Kalimantan Timur
Lampung
Kalimantan Barat
Banten
Kep Riau
Sulawesi Utara
Sumatera Barat
NTT
Riau
Sumatera Selatan
Jambi
Sulawesi Tengah 0-5 6-12 13-17
Maluku
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tenggara
Kep Bangka Belitung
Gorontalo
Kalimantan Utara
Papua Barat
Bengkulu
Kalimantan Tengah
Maluku Utara
Papua
Bali
Sulawesi Barat

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Kekerasan dapat menimpa siapa saja dan dimana saja, baik laki
laki, perempuan atau pun anak-anak, baik tua maupun muda, dan
dalam kelompok jenis pekerjaan apapun. Berdasarkan data Simfoni

Profil Anak Indonesia 2021


136

PPA, jumlah korban KtA terbesar selama tahun 2020 berdasarkan


jenis pekerjaan adalah pelajar mencapai 8.950 korban atau setara
72,03 persen (Gambar 8.6). Hal ini sejalan dengan usia korban
tertinggi yaitu 13-17 tahun yang merupakan usia pelajar di tingkatan
sekolah menengah (Gambar 8.2). Namun anak korban kekerasan
sebanyak 1,1 persen berstatus bekerja, pedagang/tani/nelayan.

Gambar 8. 6 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Jenis Pekerjaan, 2020 (menurut Tahun Kejadian)
Swasta/Buruh
Ibu Rumah 0,9% Pedagang / Tani /
Tangga Nelayan
0,7% 0,1%

NA
8,0%

Tidak Bekerja
17,3%

Bekerja
1,0%

Pelajar
72,0%

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Jumlah korban kekerasan terhadap anak menurut jenis


pekerjaan yang terbanyak disemua provinsi adalah pelajar. Terlihat
dari Gambar 8.7 jumlah korban pelajar mendominasi jumlah korban
kekerasan menurut jenis pekerjaan lainnya. Provinsi dengan jumlah
korban berstatus tertinggi dan terendah sejalan dengan provinsi
dengan pencatatan kasus tertinggi dan terendah. Jumlah terbanyak
korban kekerasan kelompok pelajar yang ada di lima provinsi yaitu
Jawa Timur (1.057 korban), Jawa Tengah (949 korban), Sulawesi
Selatan (700 korban), Jawa Barat (635 korban), dan Sumatera Utara
(535 korban). Sedangkan lima provinsi dengan jumlah korban

Profil Anak Indonesia 2021


137

kekerasan kelompok pelajar yang relatifpaling sedikit adalah Sulawesi


Barat (18 korban), Papua (48 korban), Bali (50 korban), Kalimantan
Tengah (70 korban), dan Maluku Utara (82 korban).

Gambar 8. 7 Jumlah Anak Korban Kekerasan menurut Provinsi dan


Jenis Pekerjaan, 2020 (menurut Tahun Kejadian)

Jawa Timur 1057


Jawa Tengah 949
Sulawesi Selatan 700
Jawa Barat 635
Sumatera Utara 535
NTB 377
DI Yogyakarta 367
Lampung 312
DKI Jakarta 309
Aceh 279
Sulawesi Utara 255
Sumatera Barat 249
NTT 245
Kalimantan Timur 239
Banten 233
Kalimantan Barat 232
Riau 207 NA
Kep Riau 180
Tidak Bekerja
Sulawesi Tengah 168
Jambi 163 Bekerja
Sumatera Selatan 160
Maluku 131 Pelajar
Sulawesi Tenggara 128
Kalimantan Selatan 116 Ibu Rumah Tangga
Kep Bangka Belitung 102
Swasta/Buruh
Gorontalo 95
Kalimantan Utara 95 PNS / TNI / POLRI
Bengkulu 85
Papua Barat 82
Maluku Utara 79
Kalimantan Tengah 70
Bali 50
Papua 48
Sulawesi Barat 18

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


138

8.3 Tempat Kejadian

Rumah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak,


namun dari berbagai laporan justru rumah menjadi tempat dengan
kejadian kekerasan terbanyak di antara seluruh tempat kejadian
kekerasan terhadap anak. Berdasarkan data pada Gambar 8.6 terlihat
dalam tiga tahun terakhir periode 2019, 2020 dan Januari-November
2021, rumah tangga menempati urutan pertama sebagai tempat
kejadian kekerasan terhadap anak. Hampir setengahnya KtA terjadi di
rumah tangga, dan persentasenya meningkat terus. Pada Tahun 2019
persentase kekerasan yang terjadi di rumah tangga sebesar 43,46
persen, meningkat menjadi 47,50 persen pada tahun 2020, dan
meningkat kembali menjadi 48,68 persen tahun 2021 dari Januari-
November. Kondisi pandemi yang terjadi mulai awal 2020 dan terus
berlangsung hingga akhir 2021 memaksa seluruh anggota rumah
tangga untuk berakrifitas dalam rumah dan tidak melaksanakan
aktifitas di luar. Kegiatan bekerja bagi orang tua maupun belajar bagi
anak dilaksanakan dari rumah. Di samping itu, kondisi ekonomi
sebagian besar rumah tangga juga mengalami penurunan akibat
pandemi.
Sementara kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah
meunjukkan penurunan yang signifikan. Pada tahun 20119 mencapai
10,28 persen anak korban kekerasan mendapatkan kekerasan di
sekolah, dan menurun menjadi 6,62 persen di tahun 2020. Sedangkan
untuk periode Januari-November 2021, 4,39 persen anak menerima
kekerasan di sekolah.

Profil Anak Indonesia 2021


139

Gambar 8. 8 Persentase Anak Korban Kekerasan menurut Tempat


Kejadian Periode 2019, 2020 dan Januari-November
2021

Rumah Tangga Tempat Kerja Lainnya


Sekolah Fasilitas Umum Lembaga Pendidikan Kilat

47,50 48,68

43,56

29,96 29,35 30,20

15,04 15,34 15,21

10,28
6,62
4,39
0,98 0,18 0,89 0,29 1,07 0,45

2019 2020 Jan-Nov 2021

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA, diolah tanggal 02 Desember 2021

Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap


perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga
(Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Meskipun lokasi KtA terbanyak adalah di rumah tangga, namun
belum tentu semua adalah KDRT. Anak yang menjadi korban pada
tahun 2019 sebesar 20,94 persen. Persentase ini sedikit menurun
pada tahun 2020 yaitu menjadi 20,64 persen. Sepanjang Januari
hingga November 2021 terdapat 18,91 persen anak korban kekerasan

Profil Anak Indonesia 2021


140

yang dicatatkan dalam Simfoni PPA artinya 1 dari 5 anak korban


kekerasan mengalami KDRT.

Gambar 8. 9 Persentase Kekerasan dalam Rumah Tangga Periode


2019, 2020, dan Januari-November 2021

20,94
20,64

18,91

2019 2020 Jan-Nov 2021

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA, diolah tanggal 02 Desember 2021

Hasil penelitian Afrianti et al (2017) teridentifikasi enam faktor


pemicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yaitu: (a) kualitas
relasi sosial dari pelaku, (b) karakteristik pekerjaan pelaku, (c)
pengalaman masa lalu, (d) pendukung KDRT, (e) perekonomian
rumah tangga, dan (f) waktu bersama keluarga. Namun yang paling
dominan adalah Kualitas relasi sosial yang memicu tindak KDRT.
Kualitas relasi sosial meliputi kualitas hubungan bertetangga, dan
kualitas hubungan rekan kerja.

8.4 Jenis Kekerasan

Kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan yang disengaja


yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak baik
secara fisik maupun emosional. Kekerasan terhadap anak meliputi
berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik

Profil Anak Indonesia 2021


141

secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai
kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak. Jenis
kekerasan terhadap anak sesuai dengan definisinya kekerasan
terhadap anak yang tercantum dalam KHA yaitu kekerasan terhadap
anak mengacu pada “semua bentuk kekerasan fisik atau mental,
cedera atau pelecehan, penelantaran atau perlakuan lalai,
penganiayaan atau eksploitasi, termasuk pelecehan seksual”
terhadap setiap orang di bawah usia 18 tahun (Konvensi PBB tentang
Hak Anak, 1990).
Gambar 8.10 Menunjukkan persentase anak korban kekerasan
menurut jenis kekerasan yang dialami. Persentase korban kekerasan
terhadap anak menurut jenis kekerasan yang paling besar pada tahun
2020 adalah korban kekerasan seksual, menyusul kekerasan psikis
dan fisik. Kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi didalam
lingkungan keluarga yang dilakukan oleh saudara dan ayah bahkan
bisa dilakukan oleh paman atau sepupu. Kekerasan seksual terhadap
anak sering juga dilakukan oleh orang dekat yang mereka cintai.
Kekerasan seksual juga banyak terjadi dalam hubungan pacaran dan
pertemanan.

Gambar 8. 10 Persentase Korban Kekerasan terhadap Anak


menurut Jenis Kekerasan, 2020

Lainnya
Penelantaran 7,50% Fisik
5,78% 19,40%
TPPO
1,42%
Eksploitasi
0,89%

Psikis
18,31%

Seksual
46,70%

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


142

Sebaran korban menurut jenis kekerasan yang dialami di


masing-masing provinsi memperlihatkan pola yang hampir sama, di
mana kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan dengan jumlah
korban terbanyak, menyusul jumlah korban kekerasan psikis dan fisik.
Namun di beberapa provinsi jenis kekerasan yang paling banyak
dialami anak berbeda. Di provinsi Bali dan Papua Barat kekerasan
psikis merupakan jenis kekerasan yang lebih banyak dialami oleh
anak. Berbeda lagi dengan provinsi Sulawesi Selatan yang
mencatatkan bahwa jenis kekerasan yang paling banyak dialami anak
adalah kekerasan fisik.

Profil Anak Indonesia 2021


143

Gambar 8. 11 Persentase Anak Korban Kekerasan menurut Provinsi


dan Jenis Kekerasan yang Dialami, 2020

Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Barat
Sulawesi Selatan
Sumatera Utara
Lampung
DI Yogyakarta
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Aceh
Banten
NTB
Sumatera Barat
NTT
Riau
Sulawesi Utara
Sumatera Selatan
Jambi
Kep Riau
Sulawesi Tengah
Maluku
Sulawesi Tenggara
Kep Bangka Belitung
Kalimantan Selatan
Bengkulu
Gorontalo
Kalimantan Utara
Kalimantan Tengah
Papua Barat
Maluku Utara
Papua
Bali
Sulawesi Barat
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Seksual Fisik Psikis Lainnya Penelantaran Eksploitasi TPPO

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Seorang anak bisa menerima lebih dari satu jenis kekerasan.


Dari Gambar 8.11 seorang anak bisa mengalami lebih dari 3 jenis
kekerasan. Korban kekerasan terbanyak mengalami satu jenis
kekerasan yaitu sebanyak 10.333 korban (83,16 persen). Namun
demikian anak yang mengalami dua jenis kekerasan cukup tinggi yaitu
sebanyak 1.680 korban (13,52 persen). 394 anak (3,17 persen)

Profil Anak Indonesia 2021


144

mengalami tiga jenis kekerasan dan sebanyak 18 anak (0,14 persen)


dicatatkan menerima lebih dari 3 jenis kekerasan.

Gambar 8. 12 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Jumlah Jenis Kekerasan yang Dialami,
2020

10.333

1.680

394
18

1 Jenis 2 Jenis 3 Jenis >3 Jenis

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Kondisi ini harus terus diwaspadai, karena kekerasan terhadap


anak dapat berdampak pada terjadinya perkembangan antisosial dari
anak. Keparahan dampak kekerasan terhadap anak tergantung pada
keparahan kekerasan yang terjadi pada anak. Banyaknya jenis
kekerasan terhadap anak akan berdampak pada semakin tingginya
efek dari kekerasan terhadap anak. Tingkat keparahan kekerasan
terhadap anak berdampak pada kepribadian dan kehidupan masa
depan anak. Anak dapat bersikap permisif, depresif, desruktif, agresif
atau berperilaku menyimpang (Kurniasari 2019).

8.5 Jenis Layanan

Layanan penanganan korban kekerasan diharapkan dapat


dilakukan secara cepat, akurat, komprehensif, dan terintegrasi untuk

Profil Anak Indonesia 2021


145

dapat meningkatkan kualitas dan cakupan perlindungan anak.


Pencatatan jenis layanan yang diterima masing-masing korban
diperlukan guna proses perencanaan dan evaluasi pemberian layanan
korban kekerasan. Jumlah korban berdasarkan jenis layanan yang
diberikan adalah layanan pengaduan sebanyak 3.596 korban,
layanan kesehatan (2.235 korban), dan layanan bantuan hukum
sebanyak (1.417 korban).

Gambar 8. 13 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Jenis Layanan dan Wilayah, 2020 (menurut Tahun
Kejadian)
3.596

2.235

1.417
947
608
162 130 79

Pengaduan Kesehatan Bantuan Penegakan Rehabilitasi Reintegrasi Pemulangan Pendampingan


Hukum Hukum Sosial Sosial Tokoh Agama

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Pelayanan pengaduan merupakan pintu awal bagi perempuan


dan anak korban kekerasan untuk melaporkan kasus yang dialaminya.
Ada beberapa upaya yang dilakukan pada layanan ini diantaranya
adalah memberikan perlindungan rumah sementara, mediasi dan
pendampingan. Bila korban menderita fisik dan psikis, atau tidak ada
kesepakatan dalam mediasi, maka korban akan lanjut pada layanan
selanjutnya, apakah layanan kesehatan dan atau layanan hukum dan
rehabilitasi social, bahkan sampai reintegrasi sosial dan pemulangan
(Kemen PPPA, 2019).
Pemberian layanan kepada korban disesuaikan pada hasil
assessment terhadap korban, yang selanjutnya korban diberikan
layanan sesuai kebutuhannya. Semakin kompleks dan berat masalah
korban, maka korban akan mendapatkan semakin banyak layanan

Profil Anak Indonesia 2021


146

yang diberikan, bahkan sampai >4 layanan. Korban dapat terus


diberikan layanan, dan waktu pemberian layanan bisa terjadi dalam
waktu singkat ataupun lama. Sebagian besar korban mendapatkan
satu layanan (55,80 persen), menyusul 2 layanan (24,57 persen), dan
korban yang mendapat tiga layanan (7,73 persen).

Gambar 8. 14 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Jumlah Layanan yang diterima, 2020
> 4 layanan
4 Layanan
6,69%
5,21%

3 Layanan
7,73%

1 Layanan
2 Layanan 55,80%
24,57%

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Persentase anak korban kekerasan yang mendapatkan layanan


polanya hampir sama di setiap provinsi, dimana sebagian besar
jumlah korban dengan satu layanan, menyusul jumlah korban dengan
dua layanan dan tiga layanan. Namun di provinsi Papua Barat, DKI
Jakarta dan Bengkulu persentase korban paling banyak mendapatkan
dua layanan. Banyaknya korban yang mendapatkan layanan
tergantung pada ketersediaan sumber daya di unit layanan juga
keaktifan operator dalam mencatatkan layanan yang diterima oleh
korban (Gambar 8.15).

Profil Anak Indonesia 2021


147

Gambar 8. 15 Persentase Anak Korban Kejahatan menurut Provinsi


dan Jumlah Layanan yang Diterima, 2020

Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
NTT
NTB
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kep Riau
Kep Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

1 Layanan 2 Layanan 3 Layanan 4 Layanan > 4 layanan

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

8.6 Pelaku Kekerasan

Pelaku kekerasan terhadap anak lebih banyak dilakukan oleh


orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak itu sendiri,
misalnya orang tua, kerabat dekat, tetangga, hingga guru.

Profil Anak Indonesia 2021


148

Berdasarkan Gambar 8.16 terlihat pelaku kekerasan terbanyak adalah


pacar/teman (26,97 persen), menyusul orangtua (19,21 persen), dan
tetangga (15,22 persen) Satu dari 4 anak korban kekerasan
mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pacar/teman.
Kekerasan dalam pacaran merupakan salah satu isu krusial di
tingkat global yang dihadapi para remaja. Kekerasan
dalam pacaran adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang
belum terikat pernikahan yang mencakup kekerasan fisik, psikologi
dan ekonomi. Pelaku yang melakukan kekerasan ini meliputi semua
kekerasan yang dilakukan di dalam relasi intim di luar perkawinan
seperti oleh mantan suami, mantan pacar, dan pasangan (pacar).
Ada beberapa faktor yang meningkatkan potensi menjadi pelaku dan
korban kekerasan dalam pacaran yaitu karakteristik individual, struktur
dan interaksi dalam keluarga, karakteristik lingkungan teman sebaya
serta kondisi komunitas masyarakat (hidayati & Rusyidi 2020).

Gambar 8. 16 Jumlah Pelaku Kekerasan terhadap Anak menurut


Hubungan Pelaku dengan Korban, 2020 (menurut
Tahun Kejadian)

Guru Suami/Istri Majikan Rekan Kerja


2,66% 1,15% 0,29% 0,30%
Keluarga/Saudara
8,90% Pacar/Teman
26,97%
NA
8,94%

Tetangga
15,13%
Orang Tua
19,21%

Lainnya
16,44%

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA, diolah tanggal 02 Desember 2021

Profil Anak Indonesia 2021


149

Pelaku kekerasan yang terbanyak selanjutnya adalah orangtua. Ada


beberapa faktor penyebab orangtua melakukan kekerasan terhadap anak
yaitu: 1) Kondisi kepribadian orangtua, meliputi kepribadian yang kurang
matang, dan rendahnya kemampuan diri dalam mengatasi tekanan
emosional, dan atau kekecewaan; 2) Kondisi sosial ekonomi dan
lingkungan yang tidak nyaman (Fitriana et al 2015), digambarkan jika
Individu yang tinggal di lingkungan dimana banyak terjadi kekerasan maka
individu tersebut rentan melakukan atau mengalami kekerasan itu sendiri.;
dan 3) Pengalaman kekerasan masa lalu. Orang tua merupakan model bagi
pengasuhan anak-anak mereka kelak ketika sudah dewasa. Orang tua
yang pernah mengalami kekerasan di masa lalu maka akan cenderung
melakukan kekerasan pada anak-anak mereka sekarang. Pengalaman
kekerasan yang diterima orang tua mereka waktu kecil dianggap biasa
sebagai cara mendisiplinkan anak (Wati dan Puspitasari, 2018).

Profil Anak Indonesia 2021


150

Gambar 8. 17 Persentase Pelaku Kekerasan terhadap Anak


menurut Provinsi dan Hubungan Pelaku dengan
Korban, 2020

Sulawesi Barat
Papua
Bali
Kalimantan Utara
Papua Barat
Kalimantan Tengah
Maluku Utara
Sumatera Selatan
Banten
Bengkulu
Maluku
Kalimantan Selatan
Gorontalo
Kalimantan Barat
Kep Bangka Belitung
Sulawesi Tengah
Sumatera Barat
Sulawesi Tenggara
Kep Riau
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Aceh
Jambi
Jawa Barat
Sulawesi Utara
Riau
DI Yogyakarta
Lampung
NTT
NTB
Sumatera Utara
Sulawesi Selatan
Jawa Timur
Jawa Tengah

Pacar/Teman Orang Tua Tetangga Keluarga/Saudara


Guru Suami/Istri Majikan Rekan Kerja
NA Lainnya

Sumber: Kemen PPPA, Simfoni PPA diolah pada tanggal 30 Juni 2021

Dari Gambar 8.17 terlihat bahwa pelaku kekerasan tertinggi


berbeda-beda antar provinsi. Pelaku kekerasan terhadap anak di
sebagian besar provinsi adalah pacar/ teman. Di beberapa Provinsi

Profil Anak Indonesia 2021


151

seperti Kalimantan Timur, Aceh, DKI Jakarta, Kepulauan Riau,


Banten, Kalimantan Selatan, Bali, Kalimantan Utara, Papua Barat dan
Kalimantan Tengah pelaku KtA terbanyak adalah orangtua.
Sedangkan di Sumatera Barat pelaku KtA terbanyak ialah tetangga.
Keluarga/saudara menjadi pelaku KtA terbanyak tercatat di provinsi
Papua. Selain itu pelaku lainnya menjadi pelaku KtA tertinggi di
Sumatera Selatan dan Sulawesi Barat. Kekerasan di rumah tangga
banyak dilakukan oleh orang tua, hal ini terjadi karena banyak
orangtua menganggap kekerasan pada anak merupakan bagian dari
mendisiplinkan anak (The National Child Traumatic Stress Network,
2009).
Perbedaan pola pelaku kekerasan antar provinsi mungkin
dipengaruhi oleh faktor lingkungan masyarakat/sosial seperti: a)
kemiskinan, b) tingkat pengangguran yang tinggi, c) tingkat
kriminalitas yang tinggi;,d) dukungan masyarakat yang rendah, e)
pengaruh pergeseran budaya, f) layanan sosial yang rendah, dan g)
pengaruh negatif media massa (Firdaus et al 2021).

Profil Anak Indonesia 2021


PEKERJA ANAK

9,34 % penduduk usia 10-17 tahun yang bekerja,


ARTINYA 9 dari 100 anak usia 10-17 tahun di
Indonesia harus bekerja.
Padahal anak-anak seharusnya masih fokus
untuk bersekolah

Persentase penduduk usia 10-17 tahun yang bekerja tertinggi


dan terendah

Sulawesi Tenggara
18,91%
DKI Jakarta
2,96%

Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja menurut Lapangan


Pekerjaan Utama
Laki-laki Perempuan

37,97% 61,71%
Sektor Jasa

14,62% 13,44%
Sektor Manufaktur

47,41% 24,85%
Sektor Pertanian

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020


BAB IX. PEKERJA ANAK

International Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa pada


tahun 2020 secara global terdapat 160 juta pekerja anak, dan 79 juta
diantaranya melakukan pekerjaan yang berbahaya (International Labour
Office and United Nations Children’s Fund, 2021). ILO menyatakan bahwa
pekerja anak memberikan korbanan manusia yang sangat tinggi dan
menghambat pembangunan nasional secara signifikan terutama dalam
mengentas kemiskinan, tidak hanya untuk anak-anak itu sendiri tapi untuk
seluruh populasi. Pekerja anak mendorong lapangan pekerjaan yang tidak
mendidik dan dengan kemampuan yang rendah, yang apada akhirnya akan
membuat negara tersebut tidak kompetitif (International Labour
Organization, 2021).
Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia telah mengesahkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 Tentang
Pengesahan ILO Convention No.138 Concerning Minimum Age For
Admission To Employment (Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum Untuk
Diperbolehkan Bekerja). Penekanan pokok konvensi tersebut adalah
penghapusan praktik mempekerjakan anak dan meningkatkan usia
minimum untuk diperbolehkan bekerja. Usia anak harus diupayakan tidak
boleh kurang dari 18 (delapan belas) tahun, kecuali untuk pekerjaan ringan
tidak boleh kurang dari 16 (enam belas) tahun.
Indonesia kemudian meratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 mengenai
Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan
Terburuk untuk Anak (BPTA) melalui UU No. 1 tahun 2000, yang kemudian
juga kembali dicatatkan lebih detail dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan (pasal 68-75).
Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan
minatnya, seperti tertuang dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.115/Men/VII/2004 Tentang
Perlindungan Bagi Anak Yang Melakukan Pekerjaan Untuk

Profil Anak Indonesia 2021


154

Mengembangkan Bakat Dan Minat. Aktifitas seperti ini berkontribusi pada


perkembangan anak dan kesejahteraan keluarga; membantu mereka
memiliki keahlian dan pengalaman, dan mempersiapkan mereka untuk
menjadi produktif kelak saat dewasa.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa
pengusaha dilarang memperkerjakan anak, kecuali anak yang telah berusia
13-15 tahun dengan syarat bahwa pekerjaan yang dikerjakan oleh anak
merupakan pekerjaan ringan, tidak mengganggu perkembangan fisik,
mental, dan sosial anak. Namun demikian banyak hal yang harus dipenuhi
oleh pengusaha, selain itu semua pihak wajib untuk menghindarkan anak
dari BPTA
Pada bab ini ditunjukkan gambaran kondisi anak usia 10-17 tahun
yang masuk dalam dunia kerja menurut karakteristik anak yang bekerja,
jenis lapangan pekerjaan, sector pekerjaan, jam kerja, Pendidikan tertinggi
yang ditamatkan, status pekerjaan utama dan pendapatan.

9.1 Konsep dan Definisi

Hingga tahun 2020, belum ada survei khusus pekerja anak


sehingga dengan mengacu pada aturan-aturan yang telah disebutkan
sebelumnya, konsep “pekerja anak” masih menggunakan pendekatan
jam kerja dalam seminggu (Publikasi Pekerja Anak di Indonesia,
2009).
Selanjutnya data pekerja anak didekati dengan persentase anak
yang bekerja, dimana BPS mendefinisikan anak yang bekerja sebagai
anak yang melakukan minimal satu jam secara berturut-turut (tidak
terputus) dalam periode seminggu yang lalu dan kegiatan tersebut
dilakukan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan dalam bentuk uang maupun barang.
Kegiatan tersebut termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang
membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.

Profil Anak Indonesia 2021


155

Profil anak pada bab ini mengacu pada definisi anak bekerja
sebagai penduduk usia 10-17 tahun bekerja, atau punya pekerjaan
namun sementara tidak bekerja. Pada kelompok umur 10-17 tahun,
terdapat pula anak yang termasuk dalam angka kerja. Menurut BPS,
yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun
dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak
bekerja dan pengangguran.
Definisi dari anak yang bekerja juga tidak dibatas sektor
lapangan pekerjaannya. Pekerja anak dapat bekerja di sektor formal
maupun informal. Melansir situs Badan Pusat Statistik (BPS), sektor
formal adalah pekerjaan di tempat dengan status berusaha yang
dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan/pegawai, sedangkan sektor
informal didefinisikan sebagai pekerja di tempat dengan status
berusaha sendiri dan pekerja bebas di sektor pertanian dan non-
pertanian.
Dari penjelasan di atas, ada beberapa istilah yang terus
digunakan dalam buku ini, yaitu:

Tabel 9. 1 Konsep dan Definisi terkait Anak yang Bekerja


Anak Seseorang yang berusia di bawah 18 tahun
Anak yang bekerja Pekerjaan yang dilakukan seorang anak lebih
dari satu jam selama periode tujuh hari.
Pekerjaan tersebut dapat berupah atau tanpa
upah, untuk pasar atau tidak, permanen atau
sambilan, dan legal atau tidak legal
Pekerja anak Mengacu pada anak yang melakukan pekerjaan
yang merusak kesejahteraan dan menghalangi
pendidikan, perkembangan, dan masa depan
anak tersebut. Konsep pekerja anak dibedakan
melalui kelompok umur dan jam kerjanya, yaitu:
1) Semua anak-anak yang bekerja umur 10-
12 tahun, tanpa melihat jam kerja mereka

Profil Anak Indonesia 2021


156

2) Anak-anak berumur 13-14 tahun yang


bekerja lebih dari 15 jam per minggu
3) Anak-anak yang bekerja umur 15-17
tahun yang bekerja lebih dari 40 jam per
minggu
Angkatan Kerja Penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang
bekerja, atau punya pekerjaan namun
sementara tidak bekerja dan pengangguran
Bukan Angkatan Bukan angkatan kerja adalah mereka yang
Kerja berumur 10 tahun ke atas dan selama seminggu
yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah
tangga atau lainnya, serta tidak melakukan
suatu kegiatan yang dapat dimasukkan dalam
kategori bekerja, sementara tidak bekerja, atau
mencari pekerjaan.
Wilayah Barat Provinsi yang berada di Pulau Sumatera, Jawa,
Indonesia dan Bali
Wilayah Timur Provinsi yang berada di Pulau Kalimantan,
Indonesia Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua

9.2 Angkatan Kerja

Gambar 9.1 memperlihatkan persentase penduduk perempuan


dan laki-laki usia 10-17 tahun di perkotaan dan perdesaan yang
termasuk angkatan kerja. Pada tahun 2020, anak usia 10-17 tahun
yang termasuk angkatan kerja sebanyak 10,51 persen, artinya 1 dari
10 anak usia 10-17 tahun sedang bekerja, sementara tidak bekerja
atau mencari pekerjaan dalam waktu seminggu terakhir. Persentase
ini jauh berbeda untuk daerah perdesaan yang mencapai 13,32
persen bahkan untuk anak laki-laki di perdesaan angkanya jauh lebih
tinggi lagi yaitu 15,24 persen. Sedangkan persentase anak

Profil Anak Indonesia 2021


157

perempuan usia 10-17 tahun yang termasuk angkatan kerja lebih


rendah dibandingkan anak laki-laki.

Gambar 9. 1 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang termasuk


Angkatan Kerja menurut Tipe Daerah dan Jenis
Kelamin, 2020
15,24

13,32

11,47 11,32
10,51
9,51
8,35 8,02 8,19

Perkotaan+Perdesaan Perkotaan Perdesaan

Laki-laki Perempuan Total

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Menurut Hermanus et al. (2019) ada beberapa hal yang


menyebabkan mengapa lebih banyak anak yang bekerja di
perdesaan. Hermanus et al. membaginya dalam dua faktor, yaitu
faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorongnya adalah (1)
masih belum adanya pemahaman orang-orang di perdesaan terkait
isu pekerja anak, baik secara konseptual, aturan, dan juga resiko; dan
(2) masih kurangnya fasilitas alternatif bagi kegiatan anak. Hal ini
terjadi karena waktu luang anak di perdesaan lebih banyak karena
tidak banyak fasilitas umum yang sengaja disediakan untuk anak-
anak.
Sementara faktor penariknya adalah: (1) tingginya permintaan
tenaga kerja di perdesaan karena banyaknya perusahaan-
perusahaan yang beroperasi di perdesaan seperti misalnya tembakau

Profil Anak Indonesia 2021


158

dan pertambangan. Besarnya lapangan pekerjaan untuk anak-anak


juga disebabkan karena lebih banyaknya pekerjaan tidak tetap yang
ditemukan di perdesaan, sehingga para orang tua atau orang dewasa
cenderung mencari pekerjaan ke kota, dan di desa kurang tenaga
kerja; dan (2) terbatasnya teknologi dan inovasi pada pekerjaan di
perdesaan. Dikatakan bahwa hampir seluruh perusahaan yang
memperkerjakan anak-anak tidak memiliki alat-alat semi-otomatis
ataupun otomatis, semua dikerjakan secara manual. Sehingga ketika
kebutuhan pekerja sangat tinggi dan orang dewasa terbatas, maka
tipe-tipe pekerjaan seperti ini akhirnya jatuh pada anak-anak.
Gambar 9.2 memperlihatkan sebaran penduduk usia 10-17 yang
termasuk angkatan kerja menurut provinsi. Angkatan kerja anak usia
10-17 tahun paling tinggi berada di Sulawesi Tenggara sebesar 19,77
persen, Sulawesi Barat (19,24 persen), Nusa Tenggara Timur (18,56
persen), Nusa Tenggara Barat (18,38 persen) dan Sumatera Utara
(17,88 persen). Terdapat 21 provinsi dengan Angkatan kerja usia anak
10-17 tahun di atas nilai Indonesia, dan sebagian besar terletak di
wilayah timur Indonesia.

Profil Anak Indonesia 2021


159

Gambar 9. 2 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang


Termasuk Angkatan Kerja menurut Provinsi, 2020

Sulawesi Tenggara 19,77


Sulawesi Barat 19,24
Nusa Tenggara Timur 18,56
Nusa Tenggara Barat 18,38
Sumatera Utara 17,88
Sulawesi Selatan 16,44
Sulawesi Tengah 15,66
Papua 15,13
Bali 14,47
Papua Barat 13,82
Lampung 13,68
Gorontalo 13,59
Sumatera Barat 12,95
Kalimantan Tengah 12,61
Maluku Utara 11,77
Kalimantan Barat 11,56
Bangka Belitung 11,49
Kalimantan Utara 11,34
Sumatera Selatan 10,90
Kalimantan Selatan 10,75
Maluku 10,66
Indonesia 10,51
Bengkulu 9,67
Riau 9,58
Sulawesi Utara 9,30
Jawa Tengah 9,03
Aceh 9,02
Jambi 8,87
Jawa Timur 8,87
DI Yogyakarta 8,27
Banten 7,79
Kalimantan Timur 7,50
Jawa Barat 7,06
DKI Jakarta 3,99
Kepulauan Riau 3,94

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Sementara itu terdapat 5 Provinsi di Wilayah Barat Indonesia


dengan jumlah Angkatan kerja di atas nilai Indonesia, yaitu Sumatera
Utara, Bali, Lampung, Sumatera Barat, dan Bangka Belitung.

Profil Anak Indonesia 2021


160

Terdapat 13 Provinsi yang memiliki persentase pekerja anak di bawah


rata-rata Indonesia. Apabila provinsi dikelompokkan menjadi Wilayah
Barat Indonesia dan Wilayah Timur Indonesia, maka ada 11 provinsi
dari Wilayah Barat Indonesia yang memiliki persentase pekerja anak
di bawah rata-rata Indonesia, yaitu Bengkulu, Riau, Jawa Tengah,
Aceh, Jambi, Jawa Timur, DIY, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan
Kep. Riau. Hanya terdapat 2 provinsi di Wilayah Timur Indonesia yang
memiliki persentase Angkatan kerja anak 10-17 tahun di bawah rata-
rata Indonesia, yaitu Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur.
Menurut Sandra et al. (2020), masih perlu penelitian lebih lanjut
terkait tingginya angka pekerja anak di Indonesia. Hanya saja, daerah-
daerah yang memilki angka pekerja anak tinggi diakibatkan karena
memiliki kondisi kesejahteraan yang berada di bawah angka nasional.
Persentase penduduk miskin di Sulawesi Tenggara misalnya, pada
tahun 2020 mencapai 11 persen dan berada di atas nilai Indonesia
yaitu 9,78 persen (BPS, 2021). Begitu juga dengan Sulawesi Barat
dengan persentase penduduk miskin sebesar 15,22 persen, Nusa
Tenggara Timur sebesar 20,90 persen dan Nusa Tenggara Barat
sebesar 13,97 persen. Data ini memperlihatkan bahwa asumsi
kemiskinan juga menjadi penyebab banyaknya angkatan kerja anak.
Provinsi-provinsi yang memiliki angka kemiskinan tinggi, juga memiliki
angkatan kerja anak yang tinggi.

9.3 Anak yang Bekerja

Angkatan kerja anak usia 10-17 tahun pada tahun 2020


mencapai 10,51 persen, dengan sebagian besar sudah bekerja.
Persentase penduduk usia 10-17 tahun yang bekerja sebanyak 9,34
persen. Selanjutnya 1,16 persen sisanya berstatus sedang tidak
bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Padahal pada usia ini, anak-
anak seharusnya masih fokus untuk bersekolah, namun 9 dari 100
anak usia 10-17 tahun di Indonesia harus bekerja.

Profil Anak Indonesia 2021


161

Gambar 9. 3 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Tipe Daerah dan Jenis Kelamin, 2020

12,31
Perdesaan 10,42
14,13

6,90
Perkotaan 6,94
6,86

9,34
Perkotaan+Perdesaan 8,50
10,15

Total Perempuan Laki-Laki

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Persentase Anak 10-17 tahun yang bekerja lebih banyak berada


di daerah perdesaan yaitu mencapai 12,31 persen sedangkan di
perkotaan persentasenya hanya separuhnya yaitu 6,90 persen. Di
daerah perdesaaan persentase anak yang bekerja hampir sama baik
untuk anak laki-laki maupun perempuan. Namun di daerah perdesaan
anak laki-laki yang bekerja mencapai 14,13 persen sedangkan untuk
anak perempuan sebesar 10,42 persen.
Gambar 9.4 memperlihatkan persentase perempuan dan laki-
laki pada kelompok usia 10-17 tahun yang bekerja sebelum Maret
2020 dan pada Maret 2020. Pola yang ditunjukkan baik di wilayah
perkotaan ataupun perdesaan menunjukkan banyak anak yang
bekerja sebelum Maret 2020, namun 30 persen di antaranya baru
mulai bekerja di bulan Maret 2020. Ini menunjukkan bahwa sebelum
pandemi sudah banyak anak usia 10-17 tahun dan jumlahnya makin
bertambah pada Maret 2020.

Profil Anak Indonesia 2021


162

Gambar 9. 4 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


mulai Maret dan sebelum Maret 2020 menurut Tipe
Daerah dan Jenis Kelamin, 2020
Perkotaan+Perdesaan
70,33
Total
29,67
70,89
Perempuan
29,11
69,87
Laki-laki
30,13
71,73
Total
28,27
Perdesaan

72,82
Perempuan
27,18
70,96
Laki-laki
29,04
68,26
Total
31,74
Perkotaan

68,50
Perempuan
31,50
68,02
Laki-laki
31,98

Sebelum Maret 2020 Maret 2020

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Sebelum Maret 2020, persentase pekerja perempuan pada


kelompok usia 10-17 tahun di perdesaan (72,82 persen) sedikit lebih
besar daripada di perkotaan (68,50 persen). Begitu juga untuk pekerja
laki-laki pada kelompok usia 10-17 tahun, lebih banyak di perdesaan
(70,96 persen) dibanding di perkotaan (68,02 persen).
Penduduk anak usia 10-17 tahun di perkotaan banyak yang baru
bekerja pada Maret 2020 dibandingkan dengan perdesaaan. Jumlah
pekerja perempuan di perkotaan sebesar 31,50 persen dan pekerja
laki-laki sebesar 31,98 persen, sedangkan jumlah pekerja perempuan
di perdesaan adalah 27,18 persen dan pekerja laki-laki sebesar 29,04
persen.

Profil Anak Indonesia 2021


163

9.3.1 Lapangan Pekerjaan Utama (Pertanian, Manufaktur,


Jasa)

Terdapat tiga kelompok lapangan pekerjaan utama yang


dibahas dalam publikasi ini yaitu pertanian, manufaktur, dan jasa.
Anak usia 10-17 tahun paling banyak bekerja di sektor jasa (48,60
persen), diikuti oleh sektor pertanian (37,30 persen), dan di sektor
manufaktur (14,09 persen). Persentase anak perempuan usia 10-17
tahun yang bekerja di sektor jasa mencapai 61,71 persen dan jauh
lebih banyak dibandingkan laki-laki. Sementara pada sektor pertanian
dan manufaktur, persentase anak laki-laki lebih banyak yaitu 47,41
persen pada sektor pertanian dan 14,62 persen pada sektor
manufaktur.

Gambar 9. 5 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin,
2020

61,71

48,60
47,41

37,97
37,30
24,85

14,62

14,09
13,44

PERTANIAN MANUFACTURE JASA

Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Gambar 9.6 memperlihatkan bahwa di perdesaan, sektor


pertanian adalah lapangan pekerjaan yang paling banyak dipilih anak
usia 10-17 tahun (53,37 persen), lalu diikuti oleh sektor jasa (35,11
persen), dan terakhir sektor manufaktur (11,52 persen). Berbeda
dengan kondisi di perdesaan, pada daerah perkotaan, sektor yang

Profil Anak Indonesia 2021


164

paling banyak dipilih oleh sektor jasa (68,47 persen), kemudian diikuti
oleh sektor manufaktur (17,89 persen), dan yang paling sedikit
tersedia adalah sektor pertanian (13,65 persen). Data ini menunjukkan
bahwa anak yang berkerja pada kelompok usia 10-17 tahun di
perkotaan banyak terlibat di sektor jasa, sedangkan di perdesaan
sektor yang banyak tersedia adalah sektor pertanian.

Gambar 9. 6 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


Menurut Tipe Daerah, Jenis Kelamin, dan Lapangan
Pekerjaan Utama, 2020
76,64
68,47
63,08
60,41
53,37
49,58

39,70
35,11

24,84
20,62 18,96
16,79 17,89
13,65 12,08 11,52
10,72
6,56

Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total


Perkotaan Perdesaan

Pertanian Manufacture Jasa

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Perempuan berusia 10-17 tahun di perdesaan lebih banyak


bekerja di sektor jasa, dibanding di sektor pertanian dan manufaktur.
Sedangkan anak laki-laki di perdesaan banyak yang terserap di sektor
pertanian.
Menurut Qu Dongyu, dalam menjawab pertanyaan “mengapa
rata-rata pekerja anak bekerja di sektor pertanian?”, hal ini dapat
dijawab karena penghidupan para petani kecil atau buruh tani cukup
rentan ataupun rendah. Mereka yang tinggal di daerah-daerah yang
bergantung pada pertanian baik dalam skala kecil ataupun skala
besar, cenderung menghadapi pendapatan yang tidak pasti, sehingga

Profil Anak Indonesia 2021


165

salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga adalah


dengan membuat anak bekerja. Kondisi ini juga biasanya tidak
dipertanyakan oleh penduduk perdesaan, karena biasanya anak yang
bekerja “tidak terlihat” karena berada pada lahan atau kebun yang
terpisah dari wilayah penduduk, di gunung sambil menggembala
ternak, bekerja di rumah-rumah ataupun usaha-usaha informal desa,
serta eksploitasi hutan (FAO, 2021).

9.3.2 Sektor Formal dan Informal

Gambar 9.7 memperlihatkan persentase anak usia 10-17


tahun yang bekerja berdasarkan sektor formal atau informal. Anak
usia 10-17 tahun yang bekerja di sektor informal sangat jauh berbeda
dengan sektor formal, terlebih pada wilayah perdesaan. Secara umum
data ini memperlihatkan bahwa pada sektor formal aturan mengenai
umur minimal pekerja anak sudah diimplementasikan walau ada
beberapa kemungkinan data ini juga termasuk para pekerja anak yang
sudah masuk dalam angkatan kerja (berumur 15 tahun ke atas). Data
ini juga menunjukkan bahwa sektor informal menjadi tantangan besar
bagi pemerintah dan berbagai stakeholder untuk bersama-sama
dalam mengurangi persentase anak yang bekerja di Indonesia.

Gambar 9. 7 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Tipe Daerah dan Sektor Formal/Informal, 2020
92,62 88,77
83,11

16,89
7,38 11,23

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Formal Informal

Profil Anak Indonesia 2021


166

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Gambar 9.7 memperlihatkan bahwa pekerja anak di


perdesaan jauh lebih banyak berada di sektor informal (92,62 persen)
dibandingkan sektor formal (7,38 persen). Walau perbandingan
jumlah pekerja sektor informal di perdesaan dan perkotaan tidak jauh
berbeda, namun tidak bisa dipungkiri bahwa sektor informal di
perdesaan lebih banyak jumlah pekerjanya, sehingga menjadi
tantangan bagi pemerintah Indonesia dalam mengatasinya.
Menurut Manning (2000), tingginya akses pekerja anak pada
sektor informal di perdesaan adalah karena lapangan pekerjaan yang
tersedia untuk anak-anak adalah pekerjaan-pekerjaan fisik atau tanpa
membutuhkan kemampuan khusus (tidak perlu bisa membaca atau
menganalisis) dengan upah kecil. Para pekerja anak ini secara umum
tetap dibayar, namun upahnya kecil dan dapat membahayakan
kondisi fisik maupun psikologis anak. Selain itu, hal ini juga
berhubungan dengan akses pekerjaan di perdesaan, dimana
pekerjaan di perdesaan lebih banyak yang informal atau “tidak terlihat”
atau tidak disebut sebagai sebuah pekerjaan resmi. Kondisi ini juga
sangat berhubungan dengan kemiskinan, dimana tingkat kemiskinan
di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan.

9.3.3 Status Pekerjaan Utama

Kondisi status pekerjaan bagi anak yang bekerja di usia 10-


17 tahun, menurut tempat tinggal dan jenis kelamin ditunjukkan pada
gambar 9.8 dan 9.9. Ada tujuh tipe status pekerjaan utama, yaitu: (1)
berusaha sendiri, (2) berusaha dibantu pekerja tidak tetap atau tidak
dibayar, (3) berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar, (4) buruh,
karyawan, atau pegawai, (5) pekerja bebas di pertanian, (6) pekerja
bebas di non pertanian, dan (7) pekerja keluarga/tidak dibayar.

Profil Anak Indonesia 2021


167

Gambar 9. 8 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Status Pekerjaan Utama dan Tipe Daerah,
2020

75,93
Pekerja keluarga/tidak dibayar 79,86
70,14
3,30
Pekerja bebas di nonpertanian 3,16
3,51
3,03
Pekerja bebas di pertanian 3,98
1,62
11,07
Buruh/karyawan/pegawai 7,29
16,63
0,16
Berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar 0,10
0,25
Berusaha dibantu pekerja tidak tetap/pekerja 2,14
2,10
keluarga/tidak dibayar 2,20
4,38
Berusaha sendiri 3,53
5,64

Perkotaan+Perdesaan Perdesaan Perkotaan

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Sebagian besar anak usia 10-17 tahun yang bekerja berstatus


sebagai pekerja keluarga atau tidak dibayar (75,93 persen). Maka
kehadiran anak yang bekerja adalah untuk membantu orang tua atau
keluarganya dalam bekerja. Di perdesaan jumlah anak yang bekerja
sebagai pekerja keluarga/tidak dibayar lebih besar daripada wilayah
perkotaan (79,86 persen dan 70,14 persen). Sedangkan untuk status
pekerjaan tertinggi kedua adalah buruh/karyawan/pegawai lebih
banyak dijumpai di perkotaan (16,63 persen) dibanding di perdesaan
(7,29 persen).

Profil Anak Indonesia 2021


168

Gambar 9. 9 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin,
2020

75,93
Pekerja keluarga/tidak dibayar 80,54
72,19
3,30
Pekerja bebas di nonpertanian 1,29
4,93
3,03
Pekerja bebas di pertanian 1,39
4,35
11,07
Buruh/karyawan/pegawai 9,95
11,97
0,16
Berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar 0,14
0,18
Berusaha dibantu pekerja tidak tetap/pekerja 2,14
2,17
keluarga/tidak dibayar 2,11
4,38
Berusaha sendiri 4,51
4,28

Laki-laki+Perempuan Perempuan Laki-laki

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Persentase anak perempuan yang bekerja dengan status


pekerja keluarga atau tidak dibayar lebih besar dibanding anak laki-
laki (80,54 persen dan 72,19 persen). Sedangkan untuk status
pekerjaan utama sebagai buruh, karyawan, dan pegawai lebih banyak
dipegang oleh laki-laki dibanding perempuan (11,97 persen dan 9,95
persen).
Kondisi ini sejalan dengan ILO yang menyatakan bahwa
penyebab pekerja anak terjadi atau semakin meningkat, yaitu: (1) para
anak yang bekerja tidak dibayar karena aktifitas mereka membantu
pekerjaan keluarga merupakan bentuk pembangunan karakter dan
kemampuan untuk anak-anak; (2) ada tradisi atau anggapan bahwa
anak harus mengikuti atau meneruskan kegiatan orang tua, sehingga
mereka harus familiar dengan usaha keluarga sedini mungkin; dan (3)
ada anggapan umum dimana perempuan itu tidak lebih membutuhkan

Profil Anak Indonesia 2021


169

pendidikan dibanding laki-laki, yang akhirnya membuat perempuan


lebih cepat keluar dari sekolah dan bekerja di rumah atau untuk
keluarga, ataupun menjadi pekerja anak pada sektor informal (ILO,
2021).

9.3.4 Jam Kerja

Salah satu upaya menghindari anak dari BPTA, adalah


pembatasan waktu kerja. Anak berusia minimal 15 tahun yang
bekerja, hanya boleh bekerja selama maksimum 3 jam per hari atau
12 jam per minggu bagi anak usia (UU No 13 Tahun 2003). Pada tahun
2020, masih ada lebih dari separuh anak yang bekerja melebihi 15 jam
per minggu, dimana 37,29 persen bekerja selama 15-40 jam
seminggu dan 13,33 persen bekerja hingga lebih dari 40 jam
seminggu.

Gambar 9. 10 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Jenis Kelamin dan Jam Kerja pada
Pekerjaan Utama, 2020

50,91 49,37
48,12

38,03 36,38 37,29

13,84 12,71 13,33

Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

<= 14 jam 15-40 jam >40 jam

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Anak perempuan lebih banyak bekerja kurang dari 15 jam


dibanding laki-laki (50,91 persen dan 48,12 persen). Sedangkan anak
laki-laki lebih banyak bekerja selama 15-40 jam (38,03 persen) atau
lebih dari 40 jam (13,84 persen). Meskipun demikan hal ini

Profil Anak Indonesia 2021


170

menunjukkan bahwa anak yang bekerja sama-sama rentan dan


mengarah kepada pekerjaan terburuk untuk anak.

Gambar 9. 11 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang


Bekerja menurut Tipe Daerah dan Jam Kerja Pada
Pekerjaan Utama, 2020

50,15
48,23

39,57
33,94

17,83

10,28
PERKOTAAN PERDESAAN

<= 14 jam 15-40 jam >40 jam

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Berdasarkan tempat tinggalnya, pekerja anak yang tinggal di


perdesaan sedikit lebih banyak bekerja kurang dari 15 jam seminggu
(50,15 persen) dibanding di perkotaan (48,23 persen). Begitu pula
untuk jam kerja 15-40 jam seminggu anak usia 10-17 tahun yang
bekerja lebih banyak di daerah perdesaan (39,57 persen)
dibandingkan dengan perkotaan (33,94 persen). Sedangkan untuk
jam kerja paling banyak dalam seminggu yaitu lebih dari 40 jam,
persentase anak di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan di
daerah perdesaan (17,83 persen dan 10,28 persen).
Data ini menunjukkan bahwa pekerjaan dengan waktu kerja
yang lama lebih banyak terjadi di perkotaan dibanding di perdesaan,
sebaliknya pekerjaan di perdesaan lebih singkat waktu kerjanya. Data
ini memperlihatkan bahwa penduduk usia 10-17 tahun di perkotaan
lebih rentan untuk bekerja dengan durasi yang melebihi ketentuan
yaitu 12 jam per minggu.

9.3.5 Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan

Profil Anak Indonesia 2021


171

Anak usia 10-17 tahun seharusnya masih berada di bangku


sekolah dan tidak bekerja, namun demikian masih banyak di antara
mereka yang kegiatan utamanya dalam seminggu yang lalu adalah
bekerja. Sehingga bekal pendidikan yang mereka miliki menjadi
sangat terbatas.

Tabel 9. 2 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Pendidikan Terakhir yang Ditamatkan, Jenis
Kelamin, dan Tipe Daerah, 2020
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Minimal Lulus
SMP/MTs/
Kategori Maksimal SMA/MA/
SMPLB/ Total
Lulus SD SMALB/Paket
Paket B
C
Jenis Kelamin
Laki-laki 49,77 45,09 5,14 100,00
Perempuan 45,96 46,10 7,93 100,00
Tipe Daerah
Perkotaan 44,04 48,00 7,95 100,00
Perdesaan 50,80 43,87 5,33 100,00

Total 48,06 45,55 6,39 100,00


Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Anak yang bekerja secara keseluruhan dengan persentase


tertinggi adalah lulusan SD yaitu sebesar 48,06 persen, kemudian
lulusan SMP, MTs, SMPLB, atau Paket B (45,5 persen) dan paling
sedikit adalah pekerja yang telah lulus SMA, MA, SMALB, atau Paket
C (6,39 persen). Lulusan SD laki-laki sebanyak 49,77 persen lebih
banyak dibandingkan perempuan (45,96 persen), sedangkan pekerja
lulusan SMP atau sederajat lebih banyak berasal dari perempuan
(46,10 persen) dibandingkan dengan laki-laki (45,09 persen),

Profil Anak Indonesia 2021


172

demikian juga untuk lulusan SMA/sederajat. Data ini menunjukkan


bahwa secara umum pekerja anak adalah lulusan SD dan SMP. Data
ini juga menunjukkan bahwa banyak anak lulusan SD yang langsung
bekerja atau melanjutkan sekolah sambil bekerja.
Persentase anak yang bekerja di perkotaan lebih banyak yang
lulusan SMP/sederajat (48 persen), dibandingkan dengan lulusan SD
maupun SMA/Sederajat. Sedangkan anak yang bekerja di perdesaan
lebih banyak lulusan SD (50,80 persen), kemudian diikuti lulusan
SMP/sederajat (43,87 persen), dan paling sedikit adalah lulusan
SMA/Sederajat (5,33 persen). Data ini memperlihatkan bahwa
lapangan pekerjaan untuk anak baik di perkotaan maupun di
perdesaan lebih banyak diperuntukan bagi minimal lulusan
SMP/sederajat.
Menurut ILO (2021) daerah di perdesaan lebih sedikit memiliki
fasilitas pendidikan atau sekolah yang mencukupi. Akibatnya,
dorongan bagi anak-anak untuk termotivasi sekolah rendah dan orang
tua melihat kegiatan sekolah bukanlah kegiatan utama dibandingkan
bekerja. Semakin tinggi level sekolah, semakin mahal biaya
bersekolah, sehingga pengeluaran untuk anak sekolah dilihat sebagai
korbanan atau ongkos apabila dibandingkan dengan pekerjaan yang
mendapatkan upah atau dalam konteks pekerjaan keluarga,
pekerjaan orang tuanya dapat diselesaikan dan memberikan
pemasukan pada keluarga. Hal ini yang menyebabkan banyaknya
pekerja anak lulusan SD karena dianggap kegiatan sekolah tidak
setara dengan kegiatan mereka bekerja. Selain itu, dengan kondisi
mereka yang belum atau sudah lulus SD, pekerjaan mereka adalah
pekerjaan yang tidak memerlukan kemampuan khusus sehingga
mereka masuk pada tenaga kerja tanpa kemampuan atau sektor
informal.

Profil Anak Indonesia 2021


173

9.3.6 Upah/Gaji/Pendapatan

Rata-rata upah/gaji/pendapatan anak yang bekerja sangat


rendah yaitu sebesar Rp 1.138.850 per bulan. Rata-rata di perkotaan
mencapai angka Rp 1.214.102 per bulan sedangkan di perdesaan
sebesar Rp 1.022.164 per bulan. Data tersebut menunjukan bahwa
anak yang bekerja di perdesaan dibayar dengan upah/gaji yang lebih
rendah dibanding mereka yang bekerja di perkotaan.

Gambar 9. 12 Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Penduduk Usia 10-


17 Tahun yang Bekerja menurut Tipe Daerah dan
Jenis Kelamin, 2020

1.214.102
1.153.809 1.138.850
1.116.669

1.022.164

Perkotaan Pedesaan Laki-Laki Perempuan


Tipe Daerah Jenis Kelamin Total

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Sementara itu rata-rata pendapatan anak laki-laki yang


bekerja tidak terlalu berbeda dengan perempuan yaitu mencapai Rp
1.153.809 per bulan bagi anak laki-laki dan Rp 1.116.669 per bulan
bagi anak perempuan. Penelitian Iryani dan Priyarsono (2013)
menyatakan bahwa berdasar penelitian di DKI Jakarta, Banten, dan
Jawa Barat anak perempuan yang bekerja memiliki peluang 2,357 kali
untuk dieksploitasi dari segi upah dibanding anak laki-laki yang
bekerja.

Profil Anak Indonesia 2021


174

Anak yang bekerja sangat rentan posisinya tidak hanya dilihat


dari jumlah jam kerja, status pekerjaan utamanya, tapi juga rata-rata
upah/gaji/pendapatan yang diterima. Sehingga penekanan
penghapusan pekerja anak menjadi perhatian dan prioritas Presiden
dan diharapkan bisa terwujud tentunya dengan sinergi dan koordinasi
seluruh komponen pemerintah, akademisi, masyarakat hingga pelaku
usaha.

9.3.7 Tren Anak yang Bekerja

Gambar 9.12 menunjukkan tren anak usia 10-17 tahun yang


bekerja dari tahun 2015-2020. Persentase anak usia 10-17 tahun yang
bekerja dari tahun 2019-2020 terlihat cukup fluktuatif. Pada tahun
2015-2017 jumlah anak usia 10-17 tahun yang bekerja sedikit
meningkat hingga angka 7,23 persen. Kemudian pada dua tahun
berikutnya berturut-turut terjadi penurunan hingga mencapai angka
6,35 persen. Namun pada tahun 2020, terjadi peningkatan yang cukup
drastis mencapai 9,34 persen. Kenaikan angka ini bisa dikaitkan
dengan tingkat kemiskinan Indonesia yang mengalami peningkatan
pada tahun 2020.

Gambar 9. 13 Persentase Anak Usia 10-17 Tahun yang Bekerja,


2015-2020

9,34

6,99 7,23 7,05


6,35
5,99

2015 2016 2017 2018 2019 2020

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


175

Peningkatan jumlah pekerja anak pada tahun 2020 juga dapat


dikaitkan dengan kondisi pandemi. Dikatakan bahwa para pelajar
berusia 10-17 tahun lebih memilih untuk bekerja dibanding menghadiri
sekolah secara virtual. Terlebih ketika orang tuanya berhenti bekerja
karena banyaknya lapangan pekerjaan ditutup akibat pandemi.
Asumsi dasar bahwa semakin tinggi kemiskinan maka akan semakin
banyak pekerja anak menjadi salah satu dasar mengapa kondisi
pandemi membuat jumlah pekerja anak meningkat (Yulisman, 2020).

9.4 Pekerja Anak

Hingga saat ini, belum ada survei khusus pekerja anak sehingga
dengan mengacu pada aturan-aturan yang telah disebutkan
sebelumnya, konsep “pekerja anak” menggunakan pendekatan jam
kerja dalam seminggu seperti berikut (Publikasi Pekerja Anak di
Indonesia, 2009):
1. Semua anak-anak yang bekerja umur 10-12 tahun, tanpa melihat
jam kerja mereka. Definisi ini konsisten dengan UU No 13 Th
2003 tentang ketenagakerjaan yang menetapkan umur minimum
untuk bekerja adalah 13 tahun.
2. Anak-anak berumur 13-14 tahun yang bekerja lebih dari 15 jam
per minggu. Jam kerja kurang dari 15 jam per minggu digunakan
sebagai pendekatan untuk pekerjaan ringan.
3. Anak-anak yang bekerja umur 15-17 tahun yang bekerja lebih
dari 40 jam per minggu. Dalam hal ini, lebih dari 40 jam per
minggu digunakan sebagai pendekatan untuk pekerjaan
berbahaya.

Profil Anak Indonesia 2021


176

Gambaran banyaknya pekerja anak dengan pendekatan umur


dan jumlah jam kerja selama seminggu dijelaskan dalam tabel 9.3.

Tabel 9. 3 Anak yang Bekerja menurut Kelompok Umur dan Jam


Kerja, 2020
Jam Kerja dalam Seminggu Total
Anak
Umur
≤15 jam 16-40 jam >40 jam yang
Bekerja
10-12 70,56% 26,08% 3,36% 100%
tahun (344 ribu) (127 ribu) (16 ribu) (487 ribu)
13-14 58,47% 33,49% 8,04% 100%
tahun (406 ribu) (233 ribu) (56 ribu) (695 ribu)
15-17 44,63% 37,35% 18,01% 100%
tahun (971 ribu) (813 ribu) (392 ribu) (2,18 juta)
51,26% 34,92% 13,82% 100%
Total
(1,72 juta) (1,17 juta) (464 ribu) (3,36 juta)
Sumber: Data Pekerja Anak, Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat, BPS, 2021

Pada tabel 9.3 dapat dilihat bahwa diantara 3,36 juta anak yang
bekerja, terdapat 1,17 juta pekerja anak (kolom berwarna merah).
Data ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi kelompok umur
pekerja anak, semakin besar kecenderungan mereka untuk bekerja
lebih dari 16 jam bahkan lebih dari 40 jam.

9.4.1 Tren Pekerja Anak

Gambar 9.14 memperlihatkan adanya peningkatan


persentase pekerja anak dari tahun 2019 ke 2020 secara nasional.
Pada tahun 2019, persentase pekerja anak adalah sebesar 2,36
persen dan meningkat menjadi 3,25 persen pada tahun 2020. Lebih
lanjut dilihat per kelompok umur, dari tahun 2019 ke 2020 terjadi

Profil Anak Indonesia 2021


177

peningkatan persentase pekerja anak pada kelompok usia 10-12


tahun dan 13-14 tahun. Pekerja anak kelompok usia 10-12 tahun
meningkat dari 1,87 persen menjadi 3,6 persen di tahun 2020. Pekerja
anak kelompok usia 13-14 tahun meningkat dari 2,02 persen di tahun
2019 menjadi 3,34 persen di tahun 2020. Pekerja anak pada kelompok
usia 15-17 tahun justru mengalami penurunan dari 3,09 persen di
tahun 2019 menjadi 2,85 persen di tahun 2020.

Gambar 9. 14 Persentase Pekerja Anak Usia 10-17 Tahun menurut


Kelompok Umur, 2019-2020

3,6
3,34 3,25
3,09
2,85

2,36
2,02
1,87

10-12 tahun 13-14 tahun 15-17 tahun 10-17 tahun

2019 2020

Sumber: Laporan Data Pekerja Anak 2021

Perubahan tren pekerja anak antara tahun 2019 dengan tahun


2020 khususnya pada kelompok usia 10-12 tahun dan 13-14 tahun
cukup drastis. Selanjutnya jika pada tahun 2019 semakin tua
kelompok umur semakin tinggi angka pekerja anak, pada tahun 2020
justru sebaliknya. Semakin tua kelompok umur, semakin rendah
angka pekerja anak.

Profil Anak Indonesia 2021


178

9.4.2 Keterkaitan Pekerja Anak dengan Kemiskinan Anak

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa salah satu faktor


munculnya anak yang bekerja atau pekerja anak adalah kondisi
kemiskinan dan ada anggapan bahwa pekerja anak tidak akan pernah
bisa hilang kecuali kemiskinan hilang. Menurut Bellamy (1997),
pendapat seperti ini akhirnya membuat adanya anggapan bahwa
pekerja anak dan kemiskinan tidak terpisahkan, dan seluruh negara
harus mentolerir apa yang terjadi pada pekerja anak sampai
kemiskinan di dunia terhapus.
Pekerja anak muncul bukan hanya karena kondisi kemiskinan,
tapi karena ada pihak-pihak yang membuat anak-anak terlibat dalam
pekerjaan, ringan ataupun berbahaya, yang dimanfaatkan dan
menjadi sumber keuntungan bagi para perekrut pekerja. Eksploitasi
ini yang kadang tidak diperhatikan ketika menganggap pekerja anak
dan kemiskinan tidak dapat dipisahkan. Seberapa miskin sebuah
keluarga, anak-anak tidak akan dieksploitasi melalui kerja apabila
tidak ada sistem atau orang yang siap memperkerjakan dan
mengeksploitasi mereka. Penjelasan ini justru memperlihatkan bahwa
pekerja anak akan semakin memperparah kemiskinan, karena pekerja
anak akan menjadi orang dewasa yang terjebak dalam pekerjaan-
pekerjaan kasar dan dibayar dengan murah.
Pemikiran ini tidak semerta-merta menyatakan bahwa
kemiskinan tidak perlu dikurangi. Kemiskinan tetap harus dikurangi,
tapi bukan berarti pemecahan masalah hanya berfokus pada
pengurangan kemiskinan.
Penelitian Satriawan dan Ghifari (2018) mengolah data
Indonesian Family Life Survey (IFLS) menunjukkan bahwa semakin
rendah pendapatan ayah maka semakin tinggi kemungkinan anak
bekerja atau menjadi pekerja anak. Sebaliknya, ketika pendapatan
ayah tinggi, maka anak tidak diharuskan bekerja. Hasil penelitian
seperti ini didukung oleh penelitian lainnya seperti penelitian dari

Profil Anak Indonesia 2021


179

Sandra et al. (2020) yang menyatakan apabila ada peningkatan angka


kemiskinan sebesar 100 persen maka pekerja anak akan meningkat
sebesar 3,17 persen. Kemiskinan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan kepala rumah tangga dan orang dewasa di suatu
rumah tunggu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Penelitian Kharisma et al. (2020) di Indonesia juga
menunjukkan bahwa ketika pemasukan suatu rumah tangga tidak
permanen, maka ada probabilitas sebesar 24,7 persen yang membuat
anak bekerja. Anak perempuan lebih rentan 24,6 kali bekerja
dibanding anak laki-laki ketika pendapatan suatu rumah tangga tidak
permanen.
Penelitian Fithriani (2013) menunjukkan kondisi yang sedikit
berbeda. Hasil pengolahan data SUSENAS di Lampung menunjukkan
dua kondisi, yaitu pertama, peluang anak usia 10-17 tahun untuk
menjadi pekerja anak pada keluarga miskin adalah sebesar 0,802 kali
lebih tinggi daripada mereka yang berasal dari keluarga tidak miskin.
Kedua, 78% pekerja anak justru berasal dari rumah tangga yang tidak
miskin (diatas garis kemiskinan). Para pekerja anak ini bekerja di
sektor pertanian dan termasuk dalam pekerja keluarga atau tidak
dibayar. Hal ini disebut oleh Bank Dunia sebagai fenomena ‘paradoks
kesejahteraan’, dimana keluarga yang memiliki lahan lebih banyak
justru berkemungkinan untuk menyuruh anak-anak mereka bekerja di
lahan dibandingkan keluarga yang tidak memiliki lahan. Situasi seperti
ini biasanya kerap muncul saat masa penanaman dan panen, ketika
mencari tenaga kontrak sulit atau lebih mahal bagi keluarga. Studi ini
memperlihatkan bahwa kemiskinan tak selamanya menjadi penentu
munculnya pekerja anak.
Penelitian-penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa ada
keterkaitan antara pekerja anak dengan kemiskinan, namun masih
ada kondisi-kondisi lain yang dapat memunculkan pekerja anak.

Profil Anak Indonesia 2021


180

9.4.3 Keterkaitan Pekerja Anak dengan Status Pendidikan


Anak

Edmonds (2007) menyatakan apabila tingkat pendidikan di


sebuah rumah tangga rendah maka pendapatan rumah tangga akan
ikut rendah pula. Kondisi ini membuat kemungkinan kepala rumah
tangga untuk berinvestasi pendidikan untuk anak-anaknya juga
rendah. Kondisi ini memperlihatkan bahwa adanya pekerja anak akan
semakin mendorong anak-anak untuk tidak bersekolah atau
bersekolah sambil bekerja. Selain itu, bagi orang tua yang pada masa
anak-anaknya bekerja akan menganggap bahwa bekerja pada masa
anak-anak adalah hal yang wajar, sehingga akhirnya mewarisi
pengalaman tersebut kepada anak-anaknya.
Penelitian Fithriani (2013) menunjukkan tren terkait partisipasi
sekolah para pekerja anak usia 10-17 tahun berdasarkan kelompok
umurnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semakin besar
kelompok umur, semakin para pekerja anak memilih untuk tidak
bersekolah lagi. Penelitian ini membuktikan asumsi Edmonds, dimana
kondisi pekerja anak akan mendorong pekerja anak untuk tidak
bersekolah.
Sementara itu partisipasi anak di sekolah formal akan
mengeluarkan anak dari kondisi bekerja. Peningkatan 10 persen
dalam partisipasi sekolah dapat mengurangi 22,8 persen jumlah
pekerja anak. Peningkatan kualitas pendidikan sebanyak 100 persen
(pada penelitian ini akreditasi sekolah minimal B) juga akan
mengurangi 0,89 persen jumlah pekerja anak (Sandra et.al, 2020).
Penelitian Pitriyan (2006), memperlihatkan bahwa di
Indonesia: (1) kemungkinan rumah tangga dengan level ekonomi
menengah untuk mengirimkan anaknya sekolah atau bekerja, bahkan
keduanya, walau kemungkinan masuk ke sekolah lebih tinggi dari
bekerja; (2) semakin tinggi umur pekerja anak, maka semakin rendah
kemungkinan pekerja anak melanjutkan sekolah; dan (3) terjadi trade-

Profil Anak Indonesia 2021


181

off antara bekerja dan bersekolah, anak yang bekerja akan memiliki
kesempatan lebih rendah dalam mengikuti kegiatan sekolah.
Penelitian-penelitian terkait hubungan pekerja anak dengan
pendidikan anak masih sangat terbatas. Penelitian-penelitian yang
melihat hubungan pekerja anak dengan pendidikan rata-rata fokus
pada pendidikan orang tua atau kepala rumah tangga. Sehingga
kesimpulan yang terlihat terkait hubungan pekerja anak dengan
pendidikan anak dari penelitian-penelitian di atas adalah semakin
rendah tingkat pendidikan kepala rumah tangga, maka semakin tinggi
peluang anak menjadi pekerja anak.

Profil Anak Indonesia 2021


PERKAWINAN ANAK

merupakan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satunya pasangan yang

berusia dibawah 18 tahun

Persentase Perempuan Berusia 20-24 Tahun


yang Menikah Sebelum Berusia 18 Tahun

2019 2020
Sebanyak 1 dari 10

perempuan usia 20-


24 tahun pernah
kawin sebelum usia
10,82% 18 tahun
10,35%

Dampak Perkawinan Usia Anak

BAGI IBU BAGI BAYI

Kehamilan dan
melahirkan dini Bayi lahir prematur

Resiko reproduksi
dan kematian ibu Stunting (kerdil)

Hilangnya kesempatan
melanjutkan Gizi buruk
pendidikan

Hilangnya kesempatan
Kematian sebelum usia
mendapatkan
1 tahun
pekerjaan

Kekerasan dalam Mendapatkan pola


rumah tangga asuh yang salah

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS, 2020


BAB X. PERKAWINAN ANAK
10.1 Konsep dan Definisi

Perkawinan anak merupakan pernikahan yang dilakukan oleh


pasangan atau salah satunya pasangan yang berusia dibawah 18
tahun. Perkawinan anak merupakan pelanggaran mendasar terhadap
hak asasi manusia, salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak
(BPS-Bappenas 2020). Pasal 26 UU 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak menegaskan bahwa orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak. Anak yang dipaksa menikah atau karena kondisi tertentu harus
menikah di bawah usia 18 tahun akan memiliki kerentanan yang lebih
besar terhadap akses pendidikan dan kualitas kesehatan, mereka
juga berpotensi mengalami tindak kekerasan, serta hidup dalam
kemiskinan. Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh
anak yang dinikahkan, namun juga akan berdampak pada anak yang
dilahirkan serta berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi
(Kemen PPPA, 2020).
Banyak faktor yang mempengaruhi perkawinan anak, yaitu faktor
kemiskinan, geografis, kurangnya akses terhadap pendidikan,
budaya, ketidaksetaraan gender, konflik social dan bencana,
ketiadaan akses terhadap layanan dan informasi kesehatan
reproduksi yang komprehensif, dan norma social yang menguatkan
stereotype gender tertentu (misalnya perempuan seharusnya
menikah muda) (Stranas Perkawinan Anak, 2020). Meskipun praktik
perkawinan anak lebih umum terjadi pada anak perempuan daripada
anak laki-laki, ini merupakan pelanggaran hak tanpa memandang
jenis kelamin (Unicef 2021). Hasil penelitian Kamilah dan Rosa (2021)
menunjukkan bahwa perkawinan anak melibatkan unsur sosial
budaya sehingga banyak faktor yang mempengaruhi, dan anak

Profil Anak Indonesia 2021


184

perempuan tiga kali lebih beresiko mengalami perkawinan anak


dibandingkan anak laki-laki.
Masalah pernikahan anak dibahas dalam sejumlah konvensi dan
kesepakatan internasional. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), misalnya, mencakup
hak atas perlindungan dari perkawinan anak dalam pasal 16, yang
menyatakan: “Pertunangan dan perkawinan seorang anak tidak akan
mempunyai akibat hukum, dan segala tindakan yang diperlukan,
termasuk undang-undang, harus diambil untuk menentukan usia
minimum untuk kawin dan untuk mewajibkan pendaftaran perkawinan
di Kantor Catatan Sipil yang resmi”. Dalam Konvensi Hak Anak,
meskipun perkawinan tidak disebutkan secara langsung, perkawinan
anak terkait dengan hak-hak lain – seperti hak atas kebebasan
berekspresi, hak atas perlindungan dari segala bentuk kekerasan, dan
hak untuk dilindungi dari praktek-praktek tradisional yang berbahaya.
Di Indonesia jaminan terhadap hak anak dipertegas melalui UU
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Secara eksplisit
disebutkan kewajiban orang tua dalam mencegah terjadinya
perkawinan anak. Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencegah
perkawinan anak kemudian terwujud dengan terbitnya UU Nomor 16
Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974, yang mengubah pasal mengenai batas minimum usia
perkawinan. Perkawinan perempuan menjadi sama dengan batas usia
perkawinan laki-laki, yaitu meningkat dari 16 tahun menjadi 19 tahun.

10.2 Perkawinan Usia Anak

Penurunan perkawinan anak merupakan salah satu indikator


dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (target 5.3), yaitu proporsi
perempuan yang kawin sebelum usia 15 tahun dan sebelum 18 tahun.
Di Indonesia target TPB untuk proporsi perempuan usia 20-24 tahun

Profil Anak Indonesia 2021


185

pernah kawin sebelum 18 tahun ditargetkan mencapai 6,94 persen


pada tahun 2030. Sedangkan proporsi perempuan usia 20-24 tahun
pernah kawin sebelum 15 tahun diharapkan terus ditekan hingga
mencapai 0,11 persen pada tahun 2030.
Berdasarkan hasil evaluasi Bappenas (2020), upaya
pencegahan perkawinan anak belum mencapai target Roadmap
SDGs tahun 2019 sebesar 10,59 persen. Persentase perempuan usia
20-24 tahun yang berstatus kawin atau hidup bersama sebelum usia
18 tahun pada 2019 mencapai 10,82 persen dan di tahun 2020
terdapat sedikit penurunan menjadi 10,35 persen (Gambar 10.1).

Profil Anak Indonesia 2021


186

Gambar 10. 1 Persentase Perempuan Berusia 20-24 Tahun yang


Menikah Sebelum Berusia 18 Tahun, 2019-2020

Kepulauan Bangka Belitung 18,76


15,48
Kalimantan Barat 17,14
17,86
Sulawesi Barat 17,12
19,17
Nusa Tenggara Barat 16,61
16,09
Kalimantan Tengah 16,35
20,16
Kalimantan Selatan 16,24
21,18
Sulawesi Tenggara 16,09
16,56
Maluku Utara 15,29
14,36
Sulawesi Tengah 14,89
16,25
Gorontalo 14,73
13,16
Jambi 14,03
14,78
Sulawesi Utara 14,01
13,54
Papua 13,78
11,21
Sumatera Selatan 13,44
13,53
Papua Barat 12,91
13,20
Kalimantan Utara 12,70
12,94
Jawa Barat 11,96
12,33 2020
Kalimantan Timur 11,79
12,36
11,25
2019
Sulawesi Selatan 12,11
Bengkulu 10,68
13,24
Jawa Timur 10,67
11,11
Indonesia 10,35
10,82
Lampung 10,24
12,10
Jawa Tengah 10,05
10,19
Nusa Tenggara Timur 9,22
8,51
Riau 9,19
8,30
Bali 8,79
10,18
Kepulauan Riau 7,31
3,82
Maluku 6,84
9,54
Banten 6,23
6,00
Sumatera Utara 5,95
6,50
Aceh 5,43
6,59
Sumatera Barat 5,03
5,96
DI Yogyakarta 1,83
3,06
DKI Jakarta 1,45
3,12

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


187

Meskipun secara nasional mengalami penurunan, namun masih


banyak provinsi yang memiliki persentase perempuan berusia 20-24
tahun yang menikah sebelum berusia 18 tahun diatas rata-rata
nasional, yaitu sebanyak 22 provinsi pada tahun 2019 dan 21 provinsi
di tahun 2020. Selain itu, terdapat 10 provinsi yang mengalami
kenaikan pada periode tahun 2019-2020 yaitu provinsi Kepulauan
Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Papua, Gorontalo, Maluku Utara,
Riau, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara
dan Banten. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengalami
kenaikan tertinggi, yaitu sebesar 3,28 persen yaitu dari 15,48 persen
tahun 2019 menjadi 18,76 persen tahun 2020. Sementara itu provinsi
lainnya mengalami penurunan, 5 provinsi dengan penurunan
terbanyak periode 2019-2020 adalah: Provinsi Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Maluku, Bengkulu dan Sulawesi Barat.
Terjadi sedikit pergeseran untuk lima provinsi dengan
persentase perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum 18
tahun tertinggi, di mana pada tahun 2019 secara berurutan adalah
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Kalimantan
Barat dan Sulawesi Tenggara, menjadi Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa
Tenggara Barat, dan Kalimantan Tengah pada tahun 2020.
Sedangkan provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Sumatera Barat
tetap mempertahankan posisi untuk provinsi dengan perempuan usia
20-24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun terendah.
Masih tingginya pernikahan anak di Indonesia juga bisa dipicu
karena beberapa alasan diantaranya karena menghindari seks bebas,
khawatir tidak segera mendapatkan pasangan hingga usia tua, untuk
lepas dari kemiskinan, serta faktor lingkungan dan budaya (Hamed
dan Yousef 2017; Stark, 2017; Qibtiyah, 2014). Alma et al (2020)
menemukan adanya hubungan yang signifikan antara sikap dengan
perilaku terjadinya perkawinan anak. Budaya yang mendukung
perkawinan anak memberikan dampak pada terbentuknya sikap

Profil Anak Indonesia 2021


188

individu mendukung perkawinan anak, hal ini beresiko sebesar 1,8 kali
untuk terjadi perkawinan dibandingkan dengan individu yang memiliki
sikap tidak mendukung. Beberapa alasan lain adalah karena faktor
pendidikan, ekonomi, budaya, stigma, rendahnya pemahaman remaja
tentang kesehatan reproduksi, yang menyebabkan remaja tidak
memiliki pilihan (Nursaadah 2021; Murdijana D. et all. 2019).

10.3 Tren Perkawinan Anak di Indonesia

Pada umumnya, perkawinan anak akan berkaitan dengan tradisi


dan budaya, sehingga sulit untuk mengubahnya. Alasan ekonomi,
sosial dan finansial setelah menikah menyebabkan banyak orangtua
mendorong anaknya untuk menikah diusia anak (Fadlyana, 2009).
Pada tahun 2008, prevalensi perkawinan anak adalah sebesar 14,67
persen, namun pada satu dekade kemudian (tahun 2018) hanya
menurun sebesar 3,5 poin persen menjadi 11,21 persen. Masih sekitar
1 dari 9 perempuan berusia 20 - 24 tahun melangsungkan perkawinan
pertama sebelum usia 18 tahun (BPS, 2020).
Dalam kurun 2018 hingga 2020 terdapat pola yang berbeda
antara penduduk usia 20-24 yang menikah sebelum 15 tahun dan
sebelum 18 tahun. Gambar 10.2 menggambarkan penduduk usia 20-
24 yang menikah sebelum 15 tahun. Terlihat sedikit kenaikan pada
tahun 2019 di mana angkanya sebesar 0.57 persen, naik 0,01 persen
dibandingkan pada 2018. Sedangkan pada 2020 angkanya berhasil
turun menjadi 0,5 persen. Pada tahun 2019 di daerah perdesaan
terjadi pengingkatan sebesat 0,05 persen sedangkan di daerah
perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,03 persen. Kondisi ini
menunjukkan adanya perbaikan di mana semakin tahun semakin
banyak penduduk perempuan usia 20-24 tahun yang memilih untuk
tidak menikah sebelum 15 tahun.

Profil Anak Indonesia 2021


189

Gambar 10. 2 Persentase Perempuan Usia 20-24 Tahun yang


Pernah Menikah Sebelum 15 Tahun

0,95 0,94
0,92

0,56 0,57
0,5

0,33
0,28

0,19

2018 2019 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2018-2020

Kesadaran perempuan usia 20-24 tahun serta keluarga dan


lingkungannya untuk tidak menikah pada usia anak juga terus
mengalami perbaikan, walaupun angkanya masih jauh dari target TPB
2030 yaitu 6,94 persen. Dari Gambar 10.2 terlihat bahwa pada daerah
perdesaaan, selama periode tahun 2018-2020 angkanya masih
berada di atas 15 persen. Dalam kurun waktu 2 tahun tersebut di
daerah perdesaan terus menunjukkan tren menurun dan terlihat
penurunan sebesar 1,63 persen. Sedangkan di daerah perkotaan
meski ada sedikit kenaikan di tahun 2019 namun pada tahun 2020
angkanya menurun sehingga dalam kurun waktu 2 tahun hanya terjadi
penurunan sebesar 0,33 persen.

Profil Anak Indonesia 2021


190

Gambar 10. 3 Persentase Perempuan 20-24 yang Pernah Menikah


Sebelum 18 Tahun

16,87
15,96
15,24

11,21
10,82
10,35

7,15 7,18
6,82

2018 2019 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2018-2020

Menurut Djamilah dan Kartikawati (2015), tingginya angka


perkawinan anak di daerah perdesaan dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya: 1) Keterbatasan masyarakat terhadap
akses pada pendidikan sehingga anak-anak cenderung memilih untuk
menikah; 2) Kondisi ekonomi dan pendidikan keluarga yang rendah;
dan 3) Masih ditemukan stigmatisasi anak-anak perempuan yang
tidak segera menikah dengan sebutan perawan tua. Stigma tersebut
menjelaskan anak perempuan tidak perlu memperoleh kemandirian
ekonomi, yang penting sudah dapat bertanggung jawab atas
perkerjaan domestic dan mematuhi perintah, serta pendidikan bagi
anak perempuan tidak terlalu penting.
Perkawinan usia anak juga bisa dilihat dari persentase wanita
pernah kawin usia 10 tahun ke atas dengan usia perkawinan pertama
kurang atau sama dengan 16 tahun. Dalam lima tahun terakhir, wanita
pernah kawin usia 10 tahun ke atas dengan umur perkawinan pertama

Profil Anak Indonesia 2021


191

≤16 tahun memperlihatkan tren menurun, dengan persentase


penurunan yang cukup landai, yaitu sebesar 0.99 persen.

Gambar 10. 4 Tren Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 10 Tahun


dengan Umur Perkawinan Pertama ≤16 Tahun.

15,87 15,66 15,48


14,88
14,18

2016 2017 2018 2019 2020

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Saat ini prevalensi pernikahan anak telah menurun di seluruh


dunia, dimana awalnya adalah satu dari empat anak perempuan yang
menikah pada satu decade yang lalu, kemudian menjadi sekitar satu
dari lima saat ini. Dengan adanya pandemi COVID-19, lebih dari 100
juta anak perempuan diperkirakan akan menikah sebelum ulang tahun
kedelapan belas mereka dalam dekade berikutnya. Sekarang, hingga
10 juta lebih anak perempuan akan berisiko menjadi pengantin anak
akibat pandemic (Unicef 2020). Oleh karenanya pemerintah harus
berupaya lebih keras lagi baik promotif maupun preventif untuk
mewaspadai terjadinya peningkatan jumlah perkawinan anak akibat
kondisi pandemik.

Profil Anak Indonesia 2021


192

10.4 Perkawinan Anak dan Ketahanan Keluarga

Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience)


merupakan kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap
pendapatan dan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan
dasar antara lain: pangan, air bersih, pelayanan kesehatan,
kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di
masyarakat, dan integrasi sosial (Frankenberger, 1998). Dalam
pandangan yang lain, ketahanan keluarga mencakup kemampuan
keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah untuk mencapai
kesejahteraan (Sunarti, 2001), kemampuan untuk bertahan dan
beradaptasi terhadap berbagai kondisi yang senantiasa berubah
secara dinamis serta memiliki sikap positif terhadap berbagai
tantangan kehidupan keluarga (Walsh, 1996). Indikator ketahanan
keluarga adalah kemampuan pengelolaan ekonomi, fisik dan
psikologis, ligkungan maupun sosial. Dengan demikian untuk dapat
membangun suatu keluarga yang tahan dan berkualitas maka
dibutuhkan kematangan fisik dan mental.

10.4.1 Pengasuhan

Pengasuhan merupakan sebuah proses yang merujuk pada


serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk
mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah
sebuah hubungan satu arah yang mana orang tua mempengaruhi
anak saja, namun lebih dari itu, pengasuhan merupakan proses
interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan
kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan. Menurut Chabib Thoha
(1996) mengasuh anak merupakan proses membesarkan dan
mendukung perkembangan fisik dan mental yang meliputi emosional,
sosial spiritual dan intelektual dari bayi sampai dewasa.

Profil Anak Indonesia 2021


193

Fauzil Adhim (2002) menyatakan bahwa masyarakat


memandang perkawinan anak merupakan pernikahan yang belum
menunjukkan adanya kematangan atau kedewasaan dan secara
ekonomi yang masih tergantung pada orang tua dan belum mampu
dalam mengerjakan pekerjaan. Dengan demikian perkawinan anak
mengarah pada stress pengasuhan, yaitu serangkaian proses yang
membawa pada kondisi psikologis yang tidak disukai dari reaksi
psikologis orangtua. Stres pengasuhan dapat dipahami sebagai
situasi penuh tekanan yang terjadi pada pelaksanaan tugas
perkembangan anak (Lestari 2012). Stres pengasuhan timbul akibat
ketidaksesuaian antara tuntutan yang dirasakan orangtua dan
kemampuan orangtua dalam memnuhi tuntutan tersebut, dan dapat
didefinisikan sebagai respon psikologis negative (Williford 2006).
Stres mendorong tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap
anak, atau adanya ketidak sesuaian respon orangtua dalam
menanggapi konflik dengan anak-anak mereka (Mawardah 2012).
Stress pengasuhan dapat berujung pada perceraian, serta
memberikan peluanga pengasuhan anak dilakukan oleh orang lain,
apakah nenek, keluarga dekat lainnya atau menyerahkan pada
lembaga pengasuhan anak.
Lingkungan pengasuhan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Pada tahun 2018,
terdapat 4,82 persen anak tidak tinggal dengan kedua orangtuanya.
Selain itu, terdapat 11,21 persen perempuan usia 20-24 tahun yang
menikah sebelum 18 tahun, bahkan 0,56 persen sebelum 15 tahun
(Kemen PPA, 2020).
Pemerintah menargetkan penurunan persentase balita yang
mendapatkan pengasuhan tidak layak yaitu sampai dengan tahun
2024 menjadi 3.47 persen (Gambar 10.5). Secara konsep yang
dimaksud balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak adalah
balita (0-4 tahun) yang dalam seminggu terakhir pernah dititipkan atau
diasuh oleh anak usia kurang darai 10 tahun tanpa pengawasan orang

Profil Anak Indonesia 2021


194

dewasa selama lebih dari 1 jam atau pernah ditinggalkan sendiri


selama lebih dari 1 jam (Kemen PPA, 2020).

Gambar 10. 5 Target Penurunan Persentase Balita yang


Mendapatkan Pengasuhan Tidak Layak (Kemen PPA,
2020)
3,7 3,68

3,64
3,65

3,59
3,6
3,55
3,55
3,51
3,5
3,47

3,45

3,4

3,35

3,3
2019 2020 2021 2022 2023 2024
(base year)

Sumber: RPJMN 2020-2024

10.4.2 KDRT

Kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) merupakan


perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang dapat
mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.1
Kasus KDRT tidak pernah habis dibahas karena berbagai
instrumen hukum mulai dari internasional sampai pada tingkat
nasional masih belum mampu menekan angka kejadian. Berdasarkan
data sebelumnya dapat diketahui bahwa KDRT cenderung meningkat

Profil Anak Indonesia 2021


195

dari tahun ke tahun karena kekerasan yang dihadapai perempuan


juga meningkat (Sudjana 2011). Pengaruh negatif dari KDRT
beraneka ragam dan bukan hanya bersifat hubungan inti keluarga
tetapi juga terhadap anggota lain dalam keluarga yang ada di
dalamnya. KDRT membatasi kesempatan perempuan untuk
memperoleh persamaan hak dalam bidang hukum, sosial, politik dan
ekonomi di tengah-tengah masyarakat, dan akibat lainnya yaitu
retaknya hubungan keluarga dan anak-anak yang kemudian dapat
menimbulkan sumber masalah sosial lainnya (Lujeng 2016).
Perkawinan anak tentunya membahayakan perkembangan
seorang anak karena dapat mengakibatkan kehamilan dini, isolasi
sosial, putus sekolah, menghambat kesempatan dalam berkarir, juga
beresiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Menurut hasil
penelitian (Apriliani dan Nurwati, 2020), menunjukkan bahwa KDRT
adalah salah satu resiko dari perkawinan anak. Perkawinan anak
sangat rentan terjadinya KDRT. Sebanyak 44% anak perempuan yang
melakukan pernikahan diusia anak mengalami KDRT dengan tingkat
frekuensi yang tinggi, dan 56% anak perempuan mengalami KDRT
frekuensi rendah.
Hasil penelitian Wahi et al 2019 menunjukkan 18 dari 20
wanita yang berpartisipasi dalam studi tahun 2019 tentang pernikahan
anak melaporkan pengalaman pelecehan fisik, seksual, atau
emosional oleh suami mereka selama pernikahan mereka. Sebelas
orang diantaranya melaporkan penyalahgunaan keuangan oleh
pasangan mereka, termasuk dipaksa untuk menyerahkan
penghasilan mereka atau memiliki akses terbatas ke sumber
keuangan rumah tangga mereka, serta sebagian besar partisipan
mengalami paksaan reproduksi oleh pasangannya.
.

Profil Anak Indonesia 2021


196

10.4.3 Anak yang Bekerja

Beberapa indikator mengenai ketenagakerjaan, salah satunya


adalah rasio penduduk yang bekerja terhadap jumlah penduduk atau
Employment to Population Ratio (EPR). Kondisi perkawinan anak dan
keterkaitannya dengan ketenagakerjaan dapat dilihat dari rasio
penduduk yang bekerja terhadap jumlah penduduk atau yang disebut
Employment to Population Ratio (EPR) menurut status perkawinan.
EPR didefinisikan sebagai proporsi penduduk umur kerja yang
berstatus bekerja terhadap penduduk umur kerja. EPR termasuk
pekerjaan di sektor formal dan informal (BPS, 2020).

Gambar 10. 6 EPR Penduduk Usia 20-24 Tahun menurut Jenis


Kelamin dan Status Perkawinan, 2018
100 95,79
92,50
90
80 75,65

70 66,38
59,86
60 54,15 56,31

50
40 32,46
30
20
10
0
Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati

Perempuan Laki-laki

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2018

Gambar 10.6 menunjukan EPR penduduk usia 20-24 menurut


jenis kelamin dan status perkawinan. Terlihat bahwa terdapat
ketimpangan EPR antara laki-laki dan perempuan di tahun 2018.
Hampir pada semua kelompok sttsus perkawinan, EPR perempuan
lebih rendah dibandingkan dengan EPR laki-laki. Ketimpangan

Profil Anak Indonesia 2021


197

tertinggi terjadi pada EPR perempuan dan laki-laki dengan status


kawin. Dimana EPR perempuan usia 20-24 tahun yang berstatus
kawin hanya sebesar 32,46 persen, sementara EPR laki-laki usia 20-
24 tahun yang yang berstatus kawin mencapai 95,79 persen.
Ketimpangan EPR yang signifikan merupakan suatu bukti nyata jika
ketidaksetaraan kesempatan kerja antara penduduk laki-laki yang
bekerja dengan penduduk perempuan masih tinggi, terutama pada
perempuan yang sudah menikah.
Stereotip budaya yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat mengenai peran laki-laki sebagai pencari nafkah utama
masih menjadi faktor dominan yang membatasi perempuan untuk
bekerja. Kemajuan pendidikan perempuan seharusnya dapat
membantu peningkatan partisipasi perempuan dalam pasar tenaga
kerja. Perempuan diharapkan mampu berperan di semua sektor
namun tetap tidak melupakan perannya dalam rumah tangga.
Seorang pekerja perempuan atau wanita karir memiliki dua peran
utama yang harus berjalan seimbang, yaitu bekerja dan mengurus
rumah tangga. Namun terkadang, peran pekerja perempuan dianggap
sebagai penyebab keretakan rumah tangga atau ketidakberhasilan
anak-anaknya karena kurang meluangkan waktu di rumah (Kemen
PPPA 2016).

10.5 Perkawinan Anak dan Pendidikan

Perkawinan anak akan berpengaruh terhadap pendidikan yang


tengah ditempuh. Hanya sebagian kecil dari anak yang
melangsungkan pernikahan dapat melanjutkan lagi pendidikan,
karena satu dan lain hal mereka yang menikah pada usia anak tidak
dapat melanjutkan lagi pendidikan. Bagi perempuan yang
melangsungkan perkawinan pada usia anak dengan segala resiko
yang harus ditanggungnya seperti hamil, melahirkan dan mengurus
anak lebih banyak yang mengalami putus sekolah dibandingkan

Profil Anak Indonesia 2021


198

dengan yang melanjutkan pendidikannya. Menurut McLaughlin et al


(1986) gangguan pendidikan ini tidak hanya semata-mata dikaitkan
dengan dampak kehamilan remaja. Sebaliknya, ibu remaja yang
menikah sebelum melahirkan cenderung tidak pernah kembali ke
sekolah dibandingkan ibu remaja yang tidak menikah, terutama jika
mereka kemudian hidup bersama dengan suaminya daripada terus
tinggal bersama keluarga. Hasil penelitian Wahi et al (2019)
menunjukkan bahwa anak perempuan sering kali menyerahkan hak
pilihan atas keputusan sekolah kepada suami mereka setelah
menikah, yang kemudian mencegah mereka kembali ke sekolah.
Disisi lain, tak sedikit pula laki-laki yang menikah pada usia anak
berhenti melanjutkan pendidikan karena mengemban tugas sebagai
kepala keluarga. Berdasarkan laporan penelitian PUSKAPA (Pusat
Kajian Perlindungan Anak) tahun 2020, umumnya perempuan yang
melangsungkan pernikahan dibawah usia 18 tahun hanya
menamatkan pendidikan tertingginya hingga tingkat Sekolah
Menengah Pertama sebesar 44,86 persen dan hanya 11,76 persen
yang berhasil menamatkan pendidikan hingga Sekolah Menengah
Atas. Sementara laki-laki yang melangsungkan pernikahan di usia
dibawah 18 tahun jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkannya
dominan pada tingkat Sekolah dasar 36,61 persen yang berhasil
menamatkan pendidikan hingga Sekolah Menengah Pertama 32,25
persen dan hanya 19,23 persen yang menamatkan hingga jenjang
Sekolah Menengah Atas (Gambar 10.7).

Profil Anak Indonesia 2021


199

Gambar 10. 7 Persentase Perempuan dan Laki-laki Usia 20-24


Tahun menurut Usia Perkawinan Pertama dan Jenjang
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2018

44,86

36,61
33,95
32,25

19,23

11,91 11,76
9,43

Tidak Tamat SD SMP SMA

Perempuan Laki-laki

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2018

10.6 Perkawinan Anak dan Kesehatan

Perkawinan anak mengakibatkan terjadinya kehamilan pada


perempuan usia muda yang sangat beresiko karena anatomi tubuh
yang belum siap untuk melahirkan. Kehamilan pada usia kurang dari
17 tahun meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun
pada anak. Dampak dari kehamilan pada usia muda antara lain adalah
abortus, pre-eklamsia, anemia, bayi prematur, bayi berat lahir rendah
(BBLR), kematian bayi, kanker pada alat kandungan perempuan,
karena rentan pada usia 12-17 tahun perubahan sel dalam mulut
rahim sedang aktif sekali, menderita disproporsi sefalo pelvik (karena
tulang panggul belum tumbuh sempurna), serta kematian Ibu (Imron
2006). Akibat dari terjadinya perkawinan anak lebih tampak nyata
pada remaja putri dibandingkan remaja laki-laki. Seperti terjadinya
abortus atau keguguran, karena memang secara fisiologis organ
reproduksi seperti rahim remaja belum cukup sempurna. Anak
perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk

Profil Anak Indonesia 2021


200

meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan daripada


perempuan usia 20-24 tahun, dan secara global kematian yang
disebabkan oleh kehamilan merupakan penyebab utama kematian
anak perempuan usia 15-19 tahun (BPS & Unicef, 2016).
Bayi yang terlahir dengan berat badan rendah dari ibu berusia
muda juga beresiko mengalami stunting. Stunting adalah salah satu
permasalahan kesehatan yang sering dihadapi anak di bawah lima
tahun. Stunting dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi
lambat, rendahnya daya tahan tubuh dan kecerdasan yang kurang
(BPS, 2020). Stunting atau tinggi badan kurang merupakan kondisi
yang diakibatkan oleh kurang gizi kronis selama kehamilan atau
setelah kehamilan. Selain kekurangan gizi, juga diakibatkan oleh
derajat Kesehatan yang buruk akibat penyakit yang diderita ibu
selama kehamilan atau diderita anak saat masa-masa pertumbuhan
awal. Kondisi anak yang sakit dapat menyebabkan terganggunya
utilisasi zat gizi sehingga zat gizi tidak diserap dan dimanfaatkan
secara optimal oleh tubuh. Stunting lebih sulit ditangani karena
merupakan akibat dari rentetan masalah yang berlangsung dalam
jangka panjang. Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki
kemampuan kognitif dan akademis yang rendah, serta berisiko lebih
tinggi terhadap penyakit gizi saat dewasa.
Wanita yang menikah sebelum usia 19 tahun memiliki resiko 23
persen lebih besar terkena diabetes atau kanker atau mengalami
serangan jantung atau stroke (Dupre & Meadows, 2007). Perkawinan
anak mempengaruhi kesehatan mental perempuan, meningkatkan
risiko mereka pada lebih dari 20 gangguan kejiwaan yang diteliti (Le
Strat, Dubertret, & Le Foll, 2011). Perempuan yang menikah sebelum
usia 18 tahun memiliki 43 persen peningkatan risiko mengembangkan
gangguan depresi mayor, gangguan yang paling umum, dan hampir
tiga kali lebih mungkin untuk terkena gangguan kepribadian antisosial
dalam hidup mereka (Le Strat et al., 2011) dalam ICRW (2020).

Profil Anak Indonesia 2021


201

10.7 Perkawinan Anak dan Kemiskinan

Perkawinan anak paling umum terjadi di negara-negara


termiskin di dunia dan sering terkonsentrasi di antara rumah tangga
termiskin di negara-negara tersebut. Hal ini terkait erat dengan
kemiskinan dan rendahnya tingkat pembangunan ekonomi. Dalam
keluarga dengan sumber daya terbatas, pernikahan anak sering dilihat
sebagai cara untuk menafkahi masa depan putri mereka. Tapi anak
perempuan yang menikah pada usia anak cenderung miskin dan tetap
miskin, sehingga perkawinan anak melanggengkan kemiskinan
(ICRW 2006).
Perkawinan anak mempengaruhi status pendidikan dan akan
berdampak terhadap pendapatan mereka di masa depannya. Seorang
perempuan yang menyelesaikan sekolah kurang dari 12 tahun, 11
persen lebih mungkin untuk hidup di bawah garis kemiskinan pada
saat dewasa, dan mereka yang menikah sebelum usia 16 tahun 31
persen lebih mungkin untuk hidup dalam kemiskinan (Dahl, 2010).
Menurut Malhotra et.al (2011) bahwa anak perempuan dengan tingkat
pendidikan yang lebih rendah lebih tidak siap untuk memasuki masa
dewasa dan memberikan kontribusi, baik terhadap keluarga mereka
maupun masyarakat. Tingkat pendidikan yang rendah membuat
mereka kurang mampu untuk memperoleh penghasilan dan
memberikan kontribusi finansial bagi keluarga. Hal-hal tersebut dapat
meningkatkan angka kemiskinan. Menurut Wang & Wang (2017)
wanita yang menunda pernikahan mencapai keuntungan yang
signifikan dalam upah di masa depan (sekitar 1,8 persen meningkat
untuk setiap tahun penundaan), lebih dari empat kali lebih besar
daripada efek untuk pria.
Negara dan keluarga miskin memiliki sedikit sumber daya untuk
mendukung alternatif yang lebih sehat bagi anak perempuan, seperti
sekolah. Keluarga miskin mungkin melihat anak perempuan sebagai
beban ekonomi yang harus dihindari melalui pernikahan sedini

Profil Anak Indonesia 2021


202

mungkin. Sebuah studi pada perempuan usia 20-24 tahun di 49


negara menunjukkan bahwa perkawinan anak sangat umum terjadi di
antara perempuan muda yang sangat miskin yaitu 20 persen dari
rumah tangga di setiap negara. Sebagai contoh, seorang perempuan
dari rumah tangga yang sangat miskin di Senegal adalah 4 kali atau
lebih untuk menikah di usia kurang dari 18 tahun dibandingkan remaja
yang sangat kaya (USAID and ICRW 2007). Kemiskinan adalah
pendorong besar pernikahan anak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perkawinan anak
merupakan bentuk pelanggaran hak anak, yang juga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia. Perkawinan anak tidak hanya akan
merugikan anak dan keluarga, tetapi dalam jangka panjang juga
merugikan bangsa dan negara. Perkawinan anak akan menghambat
pencapaian indeks pembangunan manusia dan tujuan pembangunan
berkelanjutan (SDG's) karena banyak dampak yang ditimbulkan,
seperti putus sekolah, memicu anak lahir kerdil atau stunting, memicu
peningkatan angka kematian ibu dan angka kematian bayi, memicu
pekerja anak dengan upah rendah sehingga menimbulkan
kemiskinan, memicu kekerasan dalam rumah tangga, mengganggu
kesehatan mental hingga pola asuh yang salah kepada anak hasil
perkawinan anak. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab kita
bersama untuk mencegah perkawinan anak agar jangan sampai
terjadi.

Profil Anak Indonesia 2021


DAFTAR PUSTAKA

Afrianti LAA, Jayanegara K, Gandhiadhi GK, Kencana EN. 2017. Identifikasi


Faktor-Faktor Pemicu Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota
Denpasar. E-Jurnal Matematika Vol. 6 (1), Januari 2017, pp. 83-89.

Apriliani, F. T. dan N. Nurwati. 2020. Pengaruh Perkawinan Muda terhadap


Ketahanan Keluarga. Pros. Penelit. dan Pengabdi. Kpd. Masy.,
7(1):90.Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan
Penanganan Konflik dalam keluarga. Jakarta: Kencana.

Aryastami NK dan Rofingatul Mubasyiroh. 2019. Peran Budaya dalam


Pemanfaatan Layanan Kesehatan Ibu Hamil. Badan Litbangkes.

Bappenas. 2014. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun


2015 Tentang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019. Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Bappenas. 2017. Peta Jalan SDGs Indonesia Menuju 2030.

Bappenas. 2020. Lampiran III Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020


Tentang RPJMN Tahun 2020-2024. In Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 (p. 1).
http://www.dof.gov.my/en/c/document_library/get_file?uuid=e25cce1
e-4767-4acd-afdf-67cb926cf3c5&groupId=558715

Bappenas. 2021. Peta Jalan SDGs Indonesia Menuju 2030.


https://sdgs.bappenas.go.id/wp-
content/uploads/2021/02/Roadmap_Bahasa-Indonesia_File-
Upload.pdf

Bellamy, C. (1997). The State of the World’s Children 1997. In Children.


Oxford University Press.

Profil Anak Indonesia 2021


204

Bourke, C. D., Berkley, J. A., & Prendergast, A. J. 2016. Immune


Dysfunction as a Cause and Consequence of Malnutrition. Trends in
immunology, 37(6), 386–398. https://doi.org/10.1016/j.it.2016.04.003

BPS & Unicef. 2016. Kemajuan yang Tertunda : Analisis Data Perkawinan
Umur Anak di Indonesia. Berdasarkan Hasil Susenas 2008-2012 dan
Sensus Penduduk 2010.

BPS. 2019. Indeks Pembangunan Manusia 2019. Badan Pusat Statistik


Dinkes .2019. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Provinsi
NTT Tahun 2019-2023.

BPS. 2020. Angka Harapan Hidup (AHH) Menurut Provinsi dan Jenis
Kelamin (Tahun), 2018-2020.

BPS. 2020. Distribusi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan


Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar, 2020.

BPS. 2020. Distribusi Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan


Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar, 2020.

BPS. 2020. Pencegahan Perkawinan Anak Percepatan yang Tidak Bisa


Ditunda. Badan Pus. Stat.:6–10.

BPS. 2020c. Persentase Penduduk Miskin Maret 2020 naik menjadi 9,78
persen.

BPS. 2021. Persentase Penduduk Miskin (P0) Menurut Provinsi dan


Daerah 2020-2021.

Cahyani, N. K. A. S., Suciptawati, N. L. P., & Sukarsa, K. G. 2019.


Identifikasi Faktor yang Memengaruhi Anak Putus Sekolah di
Kabupaten Badung. E-Jurnal Matematika, 8(4), 289.
https://doi.org/10.24843/mtk.2019.v08.i04.p267

Calvete, E. & Orue, I. 2010. Cognitive schemas and aggressive behavior in


adolescents: The mediating role of social information processing. The
Spanish Journal of Psycholog, 13 (1), 190-201.
https://doi.org/10.1017/S113874160 0003772

Profil Anak Indonesia 2021


205

Dahl, G. B. 2010. Early Teen Marriage and Future Poverty. Demography,


47(3), 689–718. Retrieved from https://www.ncbi.
nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3000061/

Dewi, N. M. M. dan J. R. H. Sitorus. 2020. Pengaruh Karakteristik Kepala


Rumah Tangga Terhadap Status Kemiskinan Anak Tahun 2019.
Semin. Nas. Off. Stat., 2019(1):484–492.

Djamilah dan R. Kartikawati. 2015. Dampak Perkawinan Anak di Indonesia.


J. Stud. Pemuda, 3(1):1–16.

Edmonds, E. V. 2007. Child Labor. Elsevier.

Faguet, J.-P., & Sánchez, F. 2008. Decentralization’s Effects on


Educational Outcomes in Bolivia and Colombia. World Development,
36(7), 1294–1316. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2007.06.021

Fang X, Brown DS, Florence CS, Mercy JA. 2012. The economic burden of
child maltreatment in the United States and implications for prevention.
Child Abuse and Neglect, 36: 156–65.

FAO. 2002. The State of Food Insecurity in the World.Rome: Food and
Agricultural Organization.

FAO. 2021. Child labour in agriculture is on the rise again, with further
deterioration foreseen due to COVID-19.

Fink G, Günther I, Hill K. 2011. The effect of water and sanitation on child
health:evidence from the Demographic and Health Surveys 1986–
2007. IntJ Epidemiol. 2011;40:1196–204.

Firdaus A, Hairunisa, dan Boer KM. 2021. Analisis Dampak Tayangan


Kekerasan Di Televisi Terhadap Perkembangan Perilaku Anak Pada
Siswa Smp Negeri 6 Samarinda. eJournal Ilmu Komunikasi, 9 (2)
2021: 104-118 ISSN 2502-5961 (Cetak) 2502-597x (Online),
ejournal.ilmom.fisip-unmul.ac.id

Profil Anak Indonesia 2021


206

Fithriani, R. (2013). Pekerja Anak, Kemiskinan, dan Nilai Ekonomi Anak,


Studi Kasus Provinsi Lampung Tahun 2011. Child Poverty and Social
Protection Conference, 1–20.

Fitriana, Y., Pratiwi, K., & Sutanto, A.V. 2015. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku orangtua dalam melakukan kekerasan
verbal terhadap anak umur pra-sekolah. Jurnal Psikologi Undip, 14(1),
81-93

Grillo LP, Siqueira AF, Silva AC, Martins PA, Verreschi IT, Sawaya AL.
2005. Lower restingmetabolic rate and higher velocity of weight gain
in a prospective study ofstunded vs nonstunted girls living in the
shantytowns of São Paulo, Brazil.Eur J Clin Nutr2005;59: 835–842.

Hakim, A. 2020. Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah. Jurnal Pendidikan,


21(2), 122–132. https://doi.org/10.33830/jp.v21i2.907.2020

Hamed, A., & Fouad Yousef. 2017. Prevalence, health and social hazards,
and attitude toward early marriage in ever-married women, Sohag,
Upper Egypt. Egypt Public Health Assoc. 2017 Dec 1;92(4), 228–234.
https://doi.org/10.21608/EPX.2018.22044

Haszelinna binti Abang Ali, D., & Arabsheibani, G. R. (2017). Child Labour
in Indonesia: Supply-Side Determinants. Economics and Finance in
Indonesia, 62(3), 162. https://doi.org/10.7454/efi.v62i3.555

Heckman, J. 2011. The Economics of Inequality: The Value of Early


Childhood Education. American Educator, 35, 31-47Kemendikbud.
2020. Rencana Strategis Direktorat Pendidikan Anak Umur Dini 2020-
2024. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Umur Dini, Pendidikan
Dasar, Dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan.

Hermanus, E., Hutagalung, S. A., Pramana, R. P., Astini, F. N., Elmira, E.,
Indrio, V. T., & Isdijoso, W. (2019). Diagnostic Study of Child Labour
in Rural Areas (with Special Emphasis on Tobacco Farming).

Profil Anak Indonesia 2021


207

Hermawan W, Maipita I, Wahyudi ST. 2020. Determinan Angka Partisipasi


Murni: Studi Pada Penduduk Miskin Tingkat Provinsi Di Indonesia.
IEP-Vol. 20, No 1, Maret 2020 ISSN (P) 1412-2200 E-ISSN 2548-
1851.

Hidayat EN, dan Rusidi B. 2020. Kekerasan Dalam Pacaran: Faktor Risiko
Dan Pelindung Serta Implikasinya Terhadap Upaya Pencegahan. Vol.
6 No. 2 (2020): Sosio Informah ttps://doi.org/10.33007/inf.v6i2.2208

Hines, M. 2013. Sex and sex differences. In P. D. Zelazo (Ed.), The Oxford
handbook of developmental psychology (Vol. 1, pp. 164–201). New
York, NY: Oxford University Press

Huda, Noval Akhmad dan Hadi Sasana. 2013. Analisis Dampak


Desentralisasi Fiskal Terhadap Outcomes Pelayanan Publik Bidang
Pendidikan (Studi kasus: Provinsi DKI Jakarta). Diponegoro Journal
Of Economics Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1.

Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: pendekatan sepanjang rentang


kehidupan. Jakarta: Erlangga

Hurlock, E.B. 1974. PersonalityDevelopment, New Delhi; Tata McGraw-


Hill,inc.

ICRW. 2006. Child Marriage and POVERTY. International Center for


Research on Women

ICRW. 2020. Child Marriage in the United States: A Synthesis of Evidence


on the Prevalence & Impact. International Center for Research on
Women.

ILO. 2021. Causes of child labour. Advancing Social Justice, Promoting


Decent Work.

Imron. 2006. Resiko pernikahan/perkawinan umur dini,


http://www.anakunhas.com/akib at -pernikahan -dini

Profil Anak Indonesia 2021


208

International Labour Office and United Nations Children’s Fund. 2021. Child
Labour: Global estimates 2020, trends and the road forward,. In Indian
Journal of Practical Pediatrics.

International Labour Organization. 2021. What is Child Labour?

Iryani, B. S., & Priyarsono, D. S. 2013. Eksploitasi terhadap Anak yang


Bekerja di Indonesia Exploitation of Working Children in Indonesia.
Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan Indonesia, 13(2), 177–195.

Jessica, V., Halis, A., Ningsi, D. W., Virginia, G. F., & Syahidah. 2017.
Pemberantasan Buta Aksara untuk Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia Masyarakat Sekitar Hutan Desa Manipi, Kecamatan
Pana, Kabupaten Mamasa. Agrokreatif Jurnal Ilmiah Pengabdian
Kepada Masyarakat, 3(2), 136.
https://doi.org/10.29244/agrokreatif.3.2.136-142

Kamilah, F. dan E. M. Rosa. 2021. Marriage Experience from the Girl’s


Perspective: A Scoping Review. J. PROMKES, 9(2):186.

Kemen PPPA. 2016. Statistik gender tematik - Potret ketimpangan gender


dalam ekonomi. Kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan
Dan Perlindungan Anak Dengan Badan Pusat Statistik.

Kemen PPPA. 2020. Issn 2089-3523. Pemberdaya. Peremp. dan


Perlindungan Anak.

Kemendikbud. 2019. 5 Tahun Perjalanan Program Indonesia Pintar.


JENDELA Pendidikan Dan Kebudayaan.
https://epaper.myedisi.com/jendela/3679/index.html#page=1

Kemendikbud. 2020a. APK PAUD Angka Partisipasi Kasar Pendidikan


Anak Umur Dini Tahun 2019/2020. Pusat Data dan Teknologi
Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemendikbud. 2020b. Rencana Strategis Direktorat Pendidikan Anak Umur


Dini 2020-2024. Direktorat Pendidikan Anak Umur Dini. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Profil Anak Indonesia 2021


209

Kemendikbudristek. 2021. Strategi Kemendikbudristek Tuntaskan Buta


Aksara Tunjukkan Hasil Positif

Kemenkes. 2018. Manfaat ASI Eksklusif untuk Ibu dan Bayi. Direktorat
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Kementerian
Kesehatan RI.

Kharisma, B., Remi, S. S., & Hadiyanto, F. (2020). The Role of Household
Income on Child Labor: A Lesson From the Indonesian Crisis. Journal
of Southwest Jiaotong University, 55(3), 1–10.
https://doi.org/10.35741/issn.0258-2724.55.3.29

Kominfo Jawa Timur. 2017. Jokowi : KIP dan PKH Bisa Dicabut Jika Tak
Sesuai Peruntukan. http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/jokowi-
kip-dan-pkh-bisa-dicabut-jika-tak-sesuai-peruntukan

Kominfo. 2020. Fokus Peta Jalan Indonesia Digital untuk 4 Sektor Strategis.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.

Kurniasari A. 2019. Dampak Kekerasan Pada Kepribadian Anak. Vol. 5 No.


1 (2019): Sosio Informa. DOI: https://doi.org/10.33007/inf.v5i1.1594

Kustimah, abidin, dan Kusumawati. 2007. Gambaran kesiapan anak masuk


sekolah dasar ditinjau dari hasil Test N.S.T (Nijmeegse
Schoolbekwaamheids Test):online. Fakultas Psikologi-Universitas
Padjadjaran. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/ uploads/2009
/08/asesmen_klinis.pdf.

Lazzari A, and Vandenbroeck M. 2013. The impact of Early Childhood


Education and Care on cognitive and non--cognitive development. A
review of European studies. Conference paper. January 2013.
DOI:10.13140/2.1.2645.6004.

Lestari, NA, Adji A. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Angka Partisipasi Sekolah Serta Angka Putus Sekolah Tingkat
Sekolah Dasar Dan Sekolah Menengah Pertama: Data Panel 33
Provinsi Di Indonesia Tahun 2006 Hingga 2011. Tesis S2 Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan UGM.

Profil Anak Indonesia 2021


210

Logan, S., & Johnston, R. 2010. Investigating gender differences in reading.


Educational Review, 62, 175–187. doi:10.1080/00131911003637006

Lujeng R, Asep P. 2016. Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Kasus


Pernikahan Dini. J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016.

Mahmudah, U. 2017. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap


Kejadian Infeksi Kecacingan pada Anak Sekolah Dasar. Jurnal
Kesehatan, 10(1), 32–39. https://doi.org/10.23917/jk.v10i1.5490

Manning, C. (2000). The economic crisis and child labour in Indonesia.


ILO/IPEC Working Paper, July.

Marliyati. Umur Dan Jenis Kelamin Dengan Kesiapan Masuk Sekolah


Dasar. Prosiding Seminar Nasional Psikologi UMG. ISBN : 978-602-
60885-0-5

Murdijana D. et all. 2019. Risalah Kebijakan Perkawinan Anak, Menutup Aib


dan Tertutupnya Hak atas Pendidikan, Ekonomi dan Kesehatan
Mental, Reproduksi serta Seksual. Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan. Komnas Perempuan. Jakarta

Nainggolan, Lukman Hakim. 2008. Bentuk-bentuk kekerasan seksual


terhadap anak dibawah umur. Jurnal Equality. Vol. 13. No. 1

Nia, Pegas Elisa. 2012. “Pengaruh Kemiskinan dan Tenaga Pengajar


Terhadap Angka Partisipasi Sekolah di Kalimantan Barat”, Jurnal
Curvanomic Vol. 3, No. 3

Nihayah, R. W., Revina, S., & Usman, S. 2020. Sociocultural Drivers of


Local Educational Innovations: Findings from Indonesia. RISE
Working Paper Series, 20(August), 30.
www.riseprogramme.orginformation@riseprogramme.org/043.https://
doi.org/10.35489/BSG-RISE-WP_2020/043.

Nursaadah, O. 2021. Pernikahan Pada Usia Anak di Indonesia. Puspensos.


Pusat Penyuluhan Sosial. Kementerian Sosial. Jakarta.
https://puspensos.kemensos.go.id/pernikahan-pada-usia-anak-di-
indonesia.

Profil Anak Indonesia 2021


211

Papalia D.E., Old, and, S.W. Feldman R.D. 2008. Human Development
(Psikologi Perkembangan).Jakarta;Kencana Prenada Media Group.
alih bahasa; A.K. Anwar

Perdana NS. 2015. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap


Aksesibilitas Memperoleh Pendidikan Untuk Anak-Anak Di Indonesia.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol 21 No 3 Desember 2015.

Pitriyan, P. 2006. The Impact of Child Labor on Child’s Education: The Case
of Indonesia (No. 200609; Working Paper in Economics and
Development Studies, Issue Working Paper in Economics and
Development Studies).

Prendergast AJ, Humphrey JH. 2014. The stunting syndrome in developing


countries.Paediatr Int Child Health2014;34: 250–265

Puspitasari, M. A. 2017. Sengkarut Program Indonesia Pintar: Rekening


Melompong Kartu Ungu. Tempo.Co.
https://interaktif.tempo.co/artikel/show/sengkarut-program-indonesia-
pintar

Putri DS, Dadang Sukandar. 2012. Keadaan Rumah, Kebiasaan Makan,


Status Gizi, Dan Status Kesehatan Balita Di Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor. ISSN 1978 - 1059 Jurnal Gizi dan Pangan,
November 2012, 7(3): 163—168

Qibtiyah, M. 2014. Faktor yang Mempengaruhi Perkawinan Muda


Perempuan Mayoritas masyarakat Jawa Timur menikah di umur 15-
1K9 tahun. Jurnal Biometrika Dan Kependudukan Vol. 3 No. 1 Juli
2014, 3, 50–58. Journal.unair.ac.id/JBK@faktor-yang-mempengaruhi-
perkawinan-muda-perempuan-article-8580-media-40-category-3.html

Rahmawati E. dan Suryawati, R. 2021. Inovasi Pelayanan Akta Kelahiran


Anak oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(Dispendukcapil) di Kota Surakarta. Jurnal Wacana Publik Vol 1 No 1,
2021 hlm 49-61.

Profil Anak Indonesia 2021


212

Raj A, Saggurti N, Winter M, Labonte A, Decker M R, Balaiah D et al. 2010.


The effect of maternal child marriage on morbidity and mortality of
children under 5 in India: cross sectional study of a nationally
representative sample BMJ 2010; 340 :b4258 doi:10.1136/bmj.b4258

Rohmani, N. 2021. Analisis Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Anak Umur


Dini (PAUD) di Seluruh Indonesia. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan
Anak Umur Dini. Volume 5 Issue 1 (2021) Pages 625-632.
https://www.researchgate.net/publication/343963489

Roser M, and Ortiz-Ospina E. 2018. Literacy. Our World in Data. last


revision September 20, 2018.Williford, A., Susan, D. C., & Susan, P.
K. (2006). Predicting Change in Parenting Stress Index Across esrly
Childhood : Child and Maternal Factors. Journal of Abnormal Child
Psychology.Vol. 35 (2): 251-263

Rosidi, A., Handarsari, E., & Mahmudah, M. 2020. Hubungan Kejadian Cuci
Tangan dan Sanitasi Makanan dengan Kejadian Diare pada Anak SD
Negeri Podo 2 Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 6(1), 76–84.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2796.1990.tb00269.x

Rusyantia, A., Haryono, D., & Kasymir, E. 2010. Kajian Ketahanan Pangan
Rumah tangga Perdesaan Dalam Upaya Peningkatan Status Gizi
Masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan Vol.10 (3): 171-184, 10(3), 171–184.

Sandra, H., Majid, S. A., Dawood, T. C., & Hamid, A. (2020). What Causes
Children to Work in Indonesia? Journal of Asian Finance, Economics
and Business, 7(11), 585–593.
https://doi.org/10.13106/jafeb.2020.vol7.no11.585

Santrock, J.W. 2003. Life- Span Development. Perkembangan Masa Hidup.


Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Damanik, J., dan Chusairi, A.
Jakarta: Erlangga.

Profil Anak Indonesia 2021


213

Samosir, O.B. 2020. Gambaran Penduduk Indonesia: Kini, Masa Lalu dan
Masa yang Akan Datang. Dalam Adioetomo, Sri Moertiningsih
Memetik Bonus Demografi Membangun Manusia Sejak Dini (cetakan
kedua)/Sri Moertiningsih Adioetomo, Elda Luciana Pardede.
Depok:Rajawali Oers.

Satriawan, E., & Ghifari, A. T. (2018). How does parental income affect child
labor supply? evidence From the Indonesia family life survey. In
TNP2K Working Paper 2-2018 (No. 2; TNP2K Working Paper, Issue
February).

Sears, R. R., Maccoby, E. E., & Levin, H. 1957. Patterns of child rearing.
Evansville, Illinois: Row, Peterson and Co.

Sen AK. 2006. Poverty and famines: An easy on entitlement and


deprivation.; 2014.

Serafini, F. 2013. Supporting boys as readers. The Reading Teacher, 67,


40–42. doi:10.1002/TRTR.1187

Sirusa, BPS. Persentase Rumah Tangga dengan Air Minum Layak.


(diakses pada Desember 2021)

Sirusa, BPS. Persentase Rumah Tangga dengan Sanitasi Layak. (diakses


pada Desember 2021)

Smith LC, Haddad L. 2015. Reducing child undernutrition: past drivers


andpriorities for the post-MDG era. World Dev. 2015;68:180–204.

Solechah. 2010. “Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Outcomes


Pelayanan Publik Bidang Pendidikan” Semarang: Universitas
Diponegoro.

Souleiman. 2019. More children killed by unsafe water, than bullets, says
UNICEF chief. News from United Nation.

Stark, L. 2017. Early marriage and cultural constructions of adulthood in two


slums in Dar es Salaam. Culture Health & Sexuality 20(357) November
2017. https://doi.org/10.1080/13691058.2017.1390162

Profil Anak Indonesia 2021


214

Sudjana P. 2011. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.


Surabaya: FK Universitas Airlangga; 2011.

Sulistiyaningsih, (2005). Kesiapan bersekolah ditinjau dari jenis pendidikan


prasekolah anak dan tingkat pendidikan orang tua. Jurnal
Psikologian.I(1): https://www.scribd.com/doc/137541957/Psikologia-
Vol-1-No-1-Juni-2005

Balasundaram P, Avulakunta I. D. 2022. Human Growth and Development.


NCBI. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567767/

Swindale A, Bilinsky P. 2006. Development of a universally applicable


householdfood insecurity measurement tool: process, current status,
and outstanding issues.J Nutr2006,136:1449S–1452S.

UNICEF. 2019. Low birthweight. UNICEF

UNICEF. 2020. Ending Violence Against Women and Children In Viet Nam
Opportunities And Challenges For Collaborative And Integrative
Approaches. Unicef, UNFPA, UN Womwn, Australia AID.

UNICEF. 2020. Our Lives Online: Use of Social Media by Children and
Adolescents in East Asia – opportunities, risks and harms: Hidup Kita
di Dunia Daring: Penggunaan Media Sosial oleh Anak-anak dan
Remaja di Asia Timur - peluang, risiko dan bahaya. diterbitkan oleh
UNICEF bersama Centre for Justice and Crime Prevention

UNICEF. 2021. Child marriage. https://data.unicef.org/topic/child-


protection/child-marriage/

USAID and ICRW. 2007. New insights on preventing child marriage. The
United States Agency for International Development

Wachs D, Roman-Urrestarazu A, Brayne C, Onrubia-Fernández J. 2019.


Dependency ratios in healthy ageing.
https://gh.bmj.com/content/5/4/e002117

Wahyuni, T. 2015. Sanitasi Buruk Picu Kematian di Papua. CNN Indonesia.

Profil Anak Indonesia 2021


215

Wang, C., & Wang, L. 2017. Knot yet: minimum marriage age law, marriage
delay, and earnings. Journal of Population Economics, 30(3), 771–
804. https://doi.org/10.1007/s00148- 017-0632-5

Wati, D. E. dan I. Puspitasari. 2018. Kekerasan Terhadap Anak,


Penanaman Disiplin, dan Regulasi Emosi Orang Tua. J. VARIDIKA,
30(1):21–26.

Wodon Q, Nguyen MC, Tsimpo C. 2016. Child Marriage, Education, and


Agency in Uganda. Feminist Economics. 2016 Jan 2;22(1):54–79.

World Food Programme. 2010. Nutrition Security and Food Security in


Seven Districts in NTT Province, Indonesia: Status, Causes and
Recommendations for Response (Issue February).

Wurth, M., Buchanan, J., & Becker, J. (2016). Hazardous Child Labor
Tabacco Farming Indonesia. Human Rights Watch.

Yulisman, L. 2020. Covid-19 pandemic pushes more into child labour in


Indonesia.

Profil Anak Indonesia 2021


LAMPIRAN

Profil Anak Indonesia 2021


217

Lampiran 2. 1 Persentase Penduduk menurut Provinsi, Tipe Daerah,


dan Kelompok Umur, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan


Provinsi
0-17 18+ Jumlah 0-17 18+ Jumlah 0-17 18+ Jumlah
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Aceh 35,03 64,97 100,00 36,27 63,73 100,00 35,87 64,13 100,00
Sumatera Utara 34,87 65,13 100,00 39,06 60,94 100,00 36,79 63,21 100,00
Sumatera Barat 33,66 66,34 100,00 35,88 64,12 100,00 34,84 65,16 100,00
Riau 34,20 65,80 100,00 36,16 63,84 100,00 35,37 64,63 100,00
Jambi 31,12 68,88 100,00 32,24 67,76 100,00 31,88 68,12 100,00
Sumatera Selatan 32,19 67,81 100,00 33,74 66,26 100,00 33,16 66,84 100,00
Bengkulu 33,15 66,85 100,00 33,13 66,87 100,00 33,14 66,86 100,00
Lampung 32,25 67,75 100,00 32,44 67,56 100,00 32,38 67,62 100,00
Kep Bangka Belitung 31,18 68,82 100,00 32,51 67,49 100,00 31,78 68,22 100,00
Kep Riau 34,71 65,29 100,00 34,89 65,11 100,00 34,73 65,27 100,00
DKI Jakarta 28,69 71,31 100,00 28,69 71,31 100,00
Jawa Barat 31,03 68,97 100,00 30,70 69,30 100,00 30,96 69,04 100,00
Jawa Tengah 28,18 71,82 100,00 28,44 71,56 100,00 28,31 71,69 100,00
DI Yogyakarta 25,17 74,83 100,00 25,10 74,90 100,00 25,15 74,85 100,00
Jawa Timur 26,68 73,32 100,00 26,50 73,50 100,00 26,59 73,41 100,00
Banten 31,60 68,40 100,00 34,78 65,22 100,00 32,50 67,50 100,00
Bali 27,70 72,30 100,00 27,46 72,54 100,00 27,63 72,37 100,00
NTB 33,75 66,25 100,00 35,09 64,91 100,00 34,44 65,56 100,00
NTT 37,43 62,57 100,00 41,50 58,50 100,00 40,53 59,47 100,00
Kalimantan Barat 32,93 67,07 100,00 34,25 65,75 100,00 33,78 66,22 100,00
Kalimantan Tengah 31,38 68,62 100,00 32,71 67,29 100,00 32,17 67,83 100,00
Kalimantan Selatan 31,87 68,13 100,00 33,28 66,72 100,00 32,61 67,39 100,00
Kalimantan Timur 31,45 68,55 100,00 32,63 67,37 100,00 31,84 68,16 100,00
Kalimantan Utara 36,24 63,76 100,00 35,09 64,91 100,00 35,79 64,21 100,00
Sulawesi Utara 29,09 70,91 100,00 30,54 69,46 100,00 29,78 70,22 100,00
Sulawesi Tengah 32,22 67,78 100,00 34,13 65,87 100,00 33,56 66,44 100,00
Sulawesi Selatan 32,33 67,67 100,00 33,63 66,37 100,00 33,06 66,94 100,00
Sulawesi Tenggara 37,24 62,76 100,00 39,09 60,91 100,00 38,36 61,64 100,00
Gorontalo 31,70 68,30 100,00 33,55 66,45 100,00 32,77 67,23 100,00
Sulawesi Barat 36,67 63,33 100,00 36,85 63,15 100,00 36,81 63,19 100,00
Maluku 36,07 63,93 100,00 40,71 59,29 100,00 38,67 61,33 100,00
Maluku Utara 35,56 64,44 100,00 39,89 60,11 100,00 38,64 61,36 100,00
Papua Barat 34,77 65,23 100,00 36,71 63,29 100,00 35,89 64,11 100,00
Papua 31,57 68,43 100,00 37,07 62,93 100,00 35,50 64,50 100,00
Indonesia 30,53 69,47 100,00 32,40 67,60 100,00 31,35 68,65 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


218

Lampiran 2. 2 Persentase Penduduk di Perkotaan menurut Provinsi,


Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur, 2020

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan


Provinsi 0-17 18+ 0-17 18+ 0-17 18+
Tahun Tahun Jumlah Tahun Tahun Jumlah Tahun Tahun Jumlah
Aceh 35,81 64,19 100,00 34,22 65,78 100,00 35,03 64,97 100,00
Sumatera Utara 35,58 64,42 100,00 34,15 65,85 100,00 34,87 65,13 100,00
Sumatera Barat 34,56 65,44 100,00 32,75 67,25 100,00 33,66 66,34 100,00
Riau 34,23 65,77 100,00 34,16 65,84 100,00 34,20 65,80 100,00
Jambi 31,12 68,88 100,00 31,13 68,87 100,00 31,12 68,88 100,00
Sumatera Selatan 32,64 67,36 100,00 31,72 68,28 100,00 32,19 67,81 100,00
Bengkulu 33,32 66,68 100,00 32,97 67,03 100,00 33,15 66,85 100,00
Lampung 32,42 67,58 100,00 32,07 67,93 100,00 32,25 67,75 100,00
Kep Bangka Belitung 30,87 69,13 100,00 31,53 68,47 100,00 31,18 68,82 100,00
Kep Riau 34,82 65,18 100,00 34,59 65,41 100,00 34,71 65,29 100,00
DKI Jakarta 29,43 70,57 100,00 27,95 72,05 100,00 28,69 71,31 100,00
Jawa Barat 31,33 68,67 100,00 30,72 69,28 100,00 31,03 68,97 100,00
Jawa Tengah 29,22 70,78 100,00 27,11 72,89 100,00 28,18 71,82 100,00
DI Yogyakarta 25,88 74,12 100,00 24,45 75,55 100,00 25,17 74,83 100,00
Jawa Timur 27,43 72,57 100,00 25,91 74,09 100,00 26,68 73,32 100,00
Banten 31,72 68,28 100,00 31,48 68,52 100,00 31,60 68,40 100,00
Bali 27,97 72,03 100,00 27,42 72,58 100,00 27,70 72,30 100,00
NTB 35,27 64,73 100,00 32,26 67,74 100,00 33,75 66,25 100,00
NTT 38,61 61,39 100,00 36,23 63,77 100,00 37,43 62,57 100,00
Kalimantan Barat 33,49 66,51 100,00 32,33 67,67 100,00 32,93 67,07 100,00
Kalimantan Tengah 30,85 69,15 100,00 31,97 68,03 100,00 31,38 68,62 100,00
Kalimantan Selatan 32,14 67,86 100,00 31,58 68,42 100,00 31,87 68,13 100,00
Kalimantan Timur 30,96 69,04 100,00 31,99 68,01 100,00 31,45 68,55 100,00
Kalimantan Utara 37,03 62,97 100,00 35,34 64,66 100,00 36,24 63,76 100,00
Sulawesi Utara 29,54 70,46 100,00 28,61 71,39 100,00 29,09 70,91 100,00
Sulawesi Tengah 32,43 67,57 100,00 31,98 68,02 100,00 32,22 67,78 100,00
Sulawesi Selatan 33,46 66,54 100,00 31,21 68,79 100,00 32,33 67,67 100,00
Sulawesi Tenggara 38,06 61,94 100,00 36,37 63,63 100,00 37,24 62,76 100,00
Gorontalo 32,90 67,10 100,00 30,48 69,52 100,00 31,70 68,30 100,00
Sulawesi Barat 38,27 61,73 100,00 35,01 64,99 100,00 36,67 63,33 100,00
Maluku 36,29 63,71 100,00 35,83 64,17 100,00 36,07 63,93 100,00
Maluku Utara 35,65 64,35 100,00 35,45 64,55 100,00 35,56 64,44 100,00
Papua Barat 33,70 66,30 100,00 35,97 64,03 100,00 34,77 65,23 100,00
Papua 29,83 70,17 100,00 33,60 66,40 100,00 31,57 68,43 100,00
Indonesia 31,07 68,93 100,00 29,97 70,03 100,00 30,53 69,47 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


219

Lampiran 2. 3 Persentase Penduduk di Perdesaan menurut Provinsi,


Jenis Kelamin, dan Kelompok Umur, 2020

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan


Provinsi 0-17 18+ 0-17 18+ 0-17 18+
Tahun Tahun Jumlah Tahun Tahun Jumlah Tahun Tahun Jumlah
Aceh 37,07 62,93 100,00 35,49 64,51 100,00 36,27 63,73 100,00
Sumatera Utara 40,13 59,87 100,00 38,03 61,97 100,00 39,06 60,94 100,00
Sumatera Barat 36,71 63,29 100,00 35,08 64,92 100,00 35,88 64,12 100,00
Riau 36,05 63,95 100,00 36,28 63,72 100,00 36,16 63,84 100,00
Jambi 31,93 68,07 100,00 32,56 67,44 100,00 32,24 67,76 100,00
Sumatera Selatan 33,91 66,09 100,00 33,55 66,45 100,00 33,74 66,26 100,00
Bengkulu 33,37 66,63 100,00 32,88 67,12 100,00 33,13 66,87 100,00
Lampung 32,24 67,76 100,00 32,65 67,35 100,00 32,44 67,56 100,00
Kep Bangka Belitung 31,94 68,06 100,00 33,11 66,89 100,00 32,51 67,49 100,00
Kep Riau 35,41 64,59 100,00 34,40 65,60 100,00 34,89 65,11 100,00
DKI Jakarta
Jawa Barat 31,14 68,86 100,00 30,29 69,71 100,00 30,70 69,30 100,00
Jawa Tengah 29,50 70,50 100,00 27,44 72,56 100,00 28,44 71,56 100,00
DI Yogyakarta 26,32 73,68 100,00 23,98 76,02 100,00 25,10 74,90 100,00
Jawa Timur 27,66 72,34 100,00 25,41 74,59 100,00 26,50 73,50 100,00
Banten 35,23 64,77 100,00 34,34 65,66 100,00 34,78 65,22 100,00
Bali 28,05 71,95 100,00 26,89 73,11 100,00 27,46 72,54 100,00
NTB 37,19 62,81 100,00 33,17 66,83 100,00 35,09 64,91 100,00
NTT 42,94 57,06 100,00 40,10 59,90 100,00 41,50 58,50 100,00
Kalimantan Barat 34,30 65,70 100,00 34,19 65,81 100,00 34,25 65,75 100,00
Kalimantan Tengah 32,02 67,98 100,00 33,45 66,55 100,00 32,71 67,29 100,00
Kalimantan Selatan 33,39 66,61 100,00 33,17 66,83 100,00 33,28 66,72 100,00
Kalimantan Timur 31,31 68,69 100,00 34,07 65,93 100,00 32,63 67,37 100,00
Kalimantan Utara 33,68 66,32 100,00 36,64 63,36 100,00 35,09 64,91 100,00
Sulawesi Utara 30,54 69,46 100,00 30,55 69,45 100,00 30,54 69,46 100,00
Sulawesi Tengah 34,13 65,87 100,00 34,14 65,86 100,00 34,13 65,87 100,00
Sulawesi Selatan 35,13 64,87 100,00 32,23 67,77 100,00 33,63 66,37 100,00
Sulawesi Tenggara 39,77 60,23 100,00 38,41 61,59 100,00 39,09 60,91 100,00
Gorontalo 34,09 65,91 100,00 33,01 66,99 100,00 33,55 66,45 100,00
Sulawesi Barat 37,59 62,41 100,00 36,11 63,89 100,00 36,85 63,15 100,00
Maluku 41,13 58,87 100,00 40,29 59,71 100,00 40,71 59,29 100,00
Maluku Utara 40,03 59,97 100,00 39,75 60,25 100,00 39,89 60,11 100,00
Papua Barat 35,69 64,31 100,00 37,83 62,17 100,00 36,71 63,29 100,00
Papua 36,89 63,11 100,00 37,26 62,74 100,00 37,07 62,93 100,00
Indonesia 33,09 66,91 100,00 31,73 68,27 100,00 32,40 67,60 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


220

Lampiran 2. 4 Persentase Penduduk menurut Provinsi, Jenis


Kelamin, dan Kelompok Umur, 2020

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan


Provinsi 0-17 18+ Jumlah 0-17 18+ Jumlah 0-17 18+ Jumlah
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Aceh 36,65 63,35 100,00 35,08 64,92 100,00 35,87 64,13 100,00
Sumatera Utara 37,62 62,38 100,00 35,95 64,05 100,00 36,79 63,21 100,00
Sumatera Barat 35,69 64,31 100,00 34,00 66,00 100,00 34,84 65,16 100,00
Riau 35,31 64,69 100,00 35,43 64,57 100,00 35,37 64,63 100,00
Jambi 31,66 68,34 100,00 32,10 67,90 100,00 31,88 68,12 100,00
Sumatera Selatan 33,43 66,57 100,00 32,87 67,13 100,00 33,16 66,84 100,00
Bengkulu 33,35 66,65 100,00 32,91 67,09 100,00 33,14 66,86 100,00
Lampung 32,30 67,70 100,00 32,47 67,53 100,00 32,38 67,62 100,00
Kep Bangka Belitung 31,34 68,66 100,00 32,25 67,75 100,00 31,78 68,22 100,00
Kep Riau 34,88 65,12 100,00 34,57 65,43 100,00 34,73 65,27 100,00
DKI Jakarta 29,43 70,57 100,00 27,95 72,05 100,00 28,69 71,31 100,00
Jawa Barat 31,29 68,71 100,00 30,61 69,39 100,00 30,96 69,04 100,00
Jawa Tengah 29,36 70,64 100,00 27,27 72,73 100,00 28,31 71,69 100,00
DI Yogyakarta 26,00 74,00 100,00 24,32 75,68 100,00 25,15 74,85 100,00
Jawa Timur 27,54 72,46 100,00 25,67 74,33 100,00 26,59 73,41 100,00
Banten 32,69 67,31 100,00 32,31 67,69 100,00 32,50 67,50 100,00
Bali 28,00 72,00 100,00 27,25 72,75 100,00 27,63 72,37 100,00
NTB 36,25 63,75 100,00 32,73 67,27 100,00 34,44 65,56 100,00
NTT 41,88 58,12 100,00 39,20 60,80 100,00 40,53 59,47 100,00
Kalimantan Barat 34,01 65,99 100,00 33,54 66,46 100,00 33,78 66,22 100,00
Kalimantan Tengah 31,54 68,46 100,00 32,86 67,14 100,00 32,17 67,83 100,00
Kalimantan Selatan 32,79 67,21 100,00 32,43 67,57 100,00 32,61 67,39 100,00
Kalimantan Timur 31,08 68,92 100,00 32,67 67,33 100,00 31,84 68,16 100,00
Kalimantan Utara 35,72 64,28 100,00 35,86 64,14 100,00 35,79 64,21 100,00
Sulawesi Utara 30,01 69,99 100,00 29,55 70,45 100,00 29,78 70,22 100,00
Sulawesi Tengah 33,62 66,38 100,00 33,50 66,50 100,00 33,56 66,44 100,00
Sulawesi Selatan 34,39 65,61 100,00 31,80 68,20 100,00 33,06 66,94 100,00
Sulawesi Tenggara 39,09 60,91 100,00 37,62 62,38 100,00 38,36 61,64 100,00
Gorontalo 33,58 66,42 100,00 31,95 68,05 100,00 32,77 67,23 100,00
Sulawesi Barat 37,75 62,25 100,00 35,86 64,14 100,00 36,81 63,19 100,00
Maluku 38,98 61,02 100,00 38,35 61,65 100,00 38,67 61,33 100,00
Maluku Utara 38,75 61,25 100,00 38,53 61,47 100,00 38,64 61,36 100,00
Papua Barat 34,85 65,15 100,00 37,05 62,95 100,00 35,89 64,11 100,00
Papua 34,82 65,18 100,00 36,25 63,75 100,00 35,50 64,50 100,00
Indonesia 31,94 68,06 100,00 30,76 69,24 100,00 31,35 68,65 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


221

Lampiran 2. 5 Persentase Penduduk menurut Provinsi, Tipe Daerah,


dan Kelompok Umur (0-14, 15-64, dan 65+), 2020

Perdesaan Perkotaan Perkotaan + Perdesaan


Provinsi 0-14 15-64 65+ 0-14 15-64 65+ 0-14 15-64 65+
Jumlah Jumlah Jumlah
tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Aceh 30,93 64,52 4,55 100,00 29,52 66,43 4,04 100,00 30,47 65,14 4,39 100,00
Sumatera Utara 33,20 61,83 4,97 100,00 28,95 66,42 4,63 100,00 30,89 64,32 4,79 100,00
Sumatera Barat 30,43 63,04 6,53 100,00 28,01 66,43 5,56 100,00 29,29 64,63 6,07 100,00
Riau 30,78 65,91 3,31 100,00 29,22 67,61 3,16 100,00 30,15 66,60 3,25 100,00
Jambi 27,29 68,16 4,55 100,00 25,87 69,72 4,41 100,00 26,83 68,67 4,50 100,00
Sumatera Selatan 28,45 66,55 5,01 100,00 27,02 68,15 4,83 100,00 27,91 67,14 4,94 100,00
Bengkulu 27,55 67,71 4,74 100,00 27,59 68,45 3,96 100,00 27,56 67,95 4,49 100,00
Lampung 27,46 66,67 5,87 100,00 27,29 67,82 4,90 100,00 27,40 67,03 5,57 100,00
Kep Bangka 27,01 68,45 4,55 100,00 26,04 69,03 4,93 100,00 26,47 68,77 4,76 100,00
Belitung
Kep Riau 28,32 66,34 5,34 100,00 29,93 67,48 2,59 100,00 29,77 67,37 2,86 100,00
DKI Jakarta 24,58 70,71 4,72 100,00 24,58 70,71 4,72 100,00
Jawa Barat 25,73 66,79 7,48 100,00 25,84 68,66 5,50 100,00 25,82 68,22 5,96 100,00
Jawa Tengah 23,41 67,10 9,49 100,00 23,37 68,22 8,41 100,00 23,39 67,68 8,94 100,00
DI Yogyakarta 21,30 65,61 13,09 100,00 21,18 70,19 8,64 100,00 21,21 68,95 9,84 100,00
Jawa Timur 21,86 68,95 9,18 100,00 22,02 70,10 7,88 100,00 21,95 69,57 8,49 100,00
Banten 29,65 65,65 4,70 100,00 26,62 70,00 3,38 100,00 27,48 68,77 3,75 100,00
Bali 22,74 67,76 9,51 100,00 23,00 70,39 6,62 100,00 22,92 69,57 7,51 100,00
NTB 29,52 64,91 5,56 100,00 28,31 66,44 5,25 100,00 28,94 65,65 5,41 100,00
NTT 35,07 59,39 5,53 100,00 30,91 64,66 4,43 100,00 34,08 60,65 5,27 100,00
Kalimantan Barat 28,98 66,31 4,71 100,00 27,18 67,76 5,06 100,00 28,35 66,82 4,83 100,00
Kalimantan Tengah 27,34 69,01 3,65 100,00 26,40 70,22 3,38 100,00 26,96 69,50 3,54 100,00
Kalimantan Selatan 28,00 67,36 4,64 100,00 26,81 68,95 4,24 100,00 27,44 68,11 4,45 100,00
Kalimantan Timur 27,69 68,35 3,97 100,00 26,46 69,74 3,79 100,00 26,86 69,29 3,85 100,00
Kalimantan Utara 29,78 65,85 4,37 100,00 30,68 65,57 3,75 100,00 30,32 65,68 3,99 100,00
Sulawesi Utara 25,29 67,23 7,48 100,00 23,50 69,63 6,87 100,00 24,36 68,48 7,16 100,00
Sulawesi Tengah 28,54 66,09 5,37 100,00 26,43 68,99 4,58 100,00 27,91 66,96 5,13 100,00
Sulawesi Selatan 28,16 64,77 7,07 100,00 27,14 67,40 5,46 100,00 27,72 65,91 6,37 100,00
Sulawesi Tenggara 33,12 62,06 4,82 100,00 31,11 65,09 3,80 100,00 32,33 63,25 4,42 100,00
Gorontalo 27,58 67,39 5,03 100,00 26,46 68,50 5,05 100,00 27,10 67,86 5,04 100,00
Sulawesi Barat 30,72 65,12 4,16 100,00 30,14 65,06 4,80 100,00 30,58 65,10 4,31 100,00
Maluku 34,61 60,72 4,66 100,00 29,83 65,99 4,18 100,00 32,51 63,04 4,45 100,00
Maluku Utara 33,27 62,66 4,07 100,00 28,94 67,46 3,60 100,00 32,02 64,04 3,94 100,00
Papua Barat 30,81 66,47 2,71 100,00 28,78 68,66 2,56 100,00 29,95 67,40 2,65 100,00
Papua 31,79 66,89 1,32 100,00 26,76 70,42 2,83 100,00 30,35 67,90 1,75 100,00
Indonesia 27,18 66,18 6,64 100,00 25,50 68,75 5,75 100,00 26,24 67,62 6,14 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


222

Lampiran 2. 6 Jumlah Penduduk menurut Provinsi, Jenis Kelamin,


dan Kelompok Umur (0-14, 15-64, dan 65+), 2020

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan


Provinsi 0-14 15-64 65+ 0-14 15-64 65+ 0-14 15-64 65+
Jumlah Jumlah Jumlah
tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Aceh 31,14 64,89 3,97 100,00 29,81 65,39 4,80 100,00 30,47 65,14 4,39 100,00
Sumatera Utara 31,58 64,15 4,26 100,00 30,20 64,49 5,31 100,00 30,89 64,32 4,79 100,00
Sumatera Barat 30,05 64,57 5,38 100,00 28,54 64,69 6,77 100,00 29,29 64,63 6,07 100,00
Riau 30,08 66,73 3,19 100,00 30,22 66,45 3,32 100,00 30,15 66,60 3,25 100,00
Jambi 26,73 68,96 4,31 100,00 26,93 68,36 4,71 100,00 26,83 68,67 4,50 100,00
Sumatera Selatan 28,04 67,30 4,66 100,00 27,79 66,98 5,23 100,00 27,91 67,14 4,94 100,00
Bengkulu 27,85 67,90 4,25 100,00 27,27 68,00 4,73 100,00 27,56 67,95 4,49 100,00
Lampung 27,33 67,23 5,44 100,00 27,48 66,82 5,70 100,00 27,40 67,03 5,57 100,00
Kep Bangka Belitung 26,07 69,47 4,46 100,00 26,91 68,01 5,08 100,00 26,47 68,77 4,76 100,00
Kep Riau 29,62 67,56 2,82 100,00 29,92 67,18 2,90 100,00 29,77 67,37 2,86 100,00
DKI Jakarta 25,08 70,45 4,47 100,00 24,08 70,96 4,96 100,00 24,58 70,71 4,72 100,00
Jawa Barat 26,12 68,29 5,60 100,00 25,51 68,15 6,34 100,00 25,82 68,22 5,96 100,00
Jawa Tengah 24,17 67,58 8,25 100,00 22,61 67,78 9,61 100,00 23,39 67,68 8,94 100,00
DI Yogyakarta 21,87 69,41 8,71 100,00 20,55 68,50 10,95 100,00 21,21 68,95 9,84 100,00
Jawa Timur 22,71 69,53 7,76 100,00 21,21 69,60 9,19 100,00 21,95 69,57 8,49 100,00
Banten 27,53 68,89 3,58 100,00 27,42 68,64 3,93 100,00 27,48 68,77 3,75 100,00
Bali 23,32 69,82 6,86 100,00 22,51 69,31 8,18 100,00 22,92 69,57 7,51 100,00
NTB 30,40 64,44 5,15 100,00 27,56 66,79 5,65 100,00 28,94 65,65 5,41 100,00
NTT 35,24 59,86 4,90 100,00 32,95 61,42 5,63 100,00 34,08 60,65 5,27 100,00
Kalimantan Barat 28,39 66,88 4,73 100,00 28,31 66,76 4,93 100,00 28,35 66,82 4,83 100,00
Kalimantan Tengah 26,40 70,11 3,48 100,00 27,57 68,83 3,60 100,00 26,96 69,50 3,54 100,00
Kalimantan Selatan 27,71 68,22 4,08 100,00 27,16 68,01 4,84 100,00 27,44 68,11 4,45 100,00
Kalimantan Timur 26,38 69,65 3,97 100,00 27,39 68,89 3,72 100,00 26,86 69,29 3,85 100,00
Kalimantan Utara 30,54 65,25 4,21 100,00 30,08 66,17 3,75 100,00 30,32 65,68 3,99 100,00
Sulawesi Utara 24,57 68,90 6,53 100,00 24,14 68,04 7,82 100,00 24,36 68,48 7,16 100,00
Sulawesi Tengah 27,98 67,02 5,00 100,00 27,83 66,89 5,28 100,00 27,91 66,96 5,13 100,00
Sulawesi Selatan 29,03 65,41 5,56 100,00 26,47 66,39 7,14 100,00 27,72 65,91 6,37 100,00
Sulawesi Tenggara 32,90 63,06 4,04 100,00 31,76 63,44 4,80 100,00 32,33 63,25 4,42 100,00
Gorontalo 27,74 67,79 4,47 100,00 26,47 67,93 5,60 100,00 27,10 67,86 5,04 100,00
Sulawesi Barat 31,20 64,83 3,97 100,00 29,96 65,38 4,66 100,00 30,58 65,10 4,31 100,00
Maluku 32,70 63,13 4,16 100,00 32,32 62,94 4,74 100,00 32,51 63,04 4,45 100,00
Maluku Utara 32,00 64,15 3,85 100,00 32,05 63,92 4,03 100,00 32,02 64,04 3,94 100,00
Papua Barat 29,13 68,15 2,71 100,00 30,86 66,57 2,57 100,00 29,95 67,40 2,65 100,00
Papua 29,59 68,45 1,96 100,00 31,19 67,29 1,52 100,00 30,35 67,90 1,75 100,00
Indonesia 26,71 67,60 5,68 100,00 25,76 67,63 6,61 100,00 26,24 67,62 6,14 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


223

Lampiran 2. 7 Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) menurut


Provinsi, Tipe Daerah, dan Jenis Kelamin, 2020

Perkotaan Perdesaan Perdesaan + Perkotaan


Provinsi Laki-laki+ Laki-laki+ Laki-laki+
Laki-laki Perempuan Perempuan
Laki-laki Perempuan Perempuan
Laki-laki Perempuan Perempuan

Aceh 51,16 49,87 50,53 55,62 54,39 55,00 54,11 52,93 53,52
Sumatera Utara 51,05 50,07 50,56 62,23 61,24 61,73 55,87 55,06 55,46
Sumatera Barat 51,14 49,94 50,54 58,40 58,85 58,63 54,86 54,59 54,72
Riau 47,97 47,81 47,90 51,18 52,30 51,73 49,85 50,49 50,16
Jambi 42,55 44,36 43,43 46,23 47,21 46,71 45,01 46,27 45,63
Sumatera Selatan 46,54 46,95 46,74 49,84 50,72 50,27 48,58 49,29 48,93
Bengkulu 47,21 44,94 46,10 47,31 48,11 47,70 47,27 47,05 47,16
Lampung 46,95 47,99 47,45 49,57 50,42 49,99 48,75 49,67 49,19
Kep Bangka Belitung 43,68 46,22 44,87 44,31 48,02 46,10 43,96 47,04 45,42
Kep Riau 47,82 48,56 48,18 49,98 51,49 50,75 48,03 48,86 48,43
DKI Jakarta 41,94 40,92 41,43 41,94 40,92 41,43
Jawa Barat 45,54 45,78 45,66 49,70 49,76 49,73 46,44 46,74 46,59
Jawa Tengah 46,82 46,33 46,58 49,27 48,79 49,03 47,98 47,54 47,76
DI Yogyakarta 41,55 43,43 42,48 51,74 53,03 52,41 44,06 45,99 45,03
Jawa Timur 42,85 42,45 42,65 44,99 45,06 45,02 43,81 43,68 43,75
Banten 42,80 42,91 42,85 51,75 52,88 52,32 45,16 45,68 45,41
Bali 41,60 42,58 42,07 47,16 48,00 47,59 43,22 44,28 43,74
NTB 53,18 47,99 50,51 57,15 51,32 54,05 55,17 49,71 52,32
NTT 56,52 52,80 54,66 70,76 66,11 68,37 67,07 62,81 64,89
Kalimantan Barat 47,76 47,40 47,58 50,50 51,11 50,80 49,52 49,80 49,65
Kalimantan Tengah 41,84 43,05 42,41 43,17 46,81 44,90 42,63 45,29 43,89
Kalimantan Selatan 45,07 44,99 45,03 48,01 48,90 48,45 46,59 47,05 46,81
Kalimantan Timur 43,11 43,69 43,38 44,58 48,25 46,32 43,58 45,15 44,33
Kalimantan Utara 55,56 49,13 52,50 49,75 54,23 51,86 53,25 51,13 52,24
Sulawesi Utara 43,08 44,20 43,62 47,48 50,07 48,75 45,13 46,97 46,02
Sulawesi Tengah 45,19 44,69 44,95 51,02 51,60 51,30 49,21 49,50 49,35
Sulawesi Selatan 49,48 47,30 48,37 55,67 53,22 54,39 52,87 50,63 51,72
Sulawesi Tenggara 53,86 53,41 53,64 61,89 60,41 61,14 58,58 57,63 58,11
Gorontalo 46,50 45,48 45,99 48,29 48,47 48,38 47,52 47,20 47,36
Sulawesi Barat 54,72 52,66 53,71 54,11 53,04 53,57 54,26 52,95 53,60
Maluku 50,58 52,55 51,53 65,28 64,08 64,68 58,40 58,87 58,63
Maluku Utara 48,06 48,43 48,24 59,34 59,86 59,59 55,87 56,45 56,15
Papua Barat 44,02 47,49 45,64 48,79 52,28 50,43 46,73 50,23 48,37
Papua 39,44 45,14 42,02 49,04 49,98 49,49 46,10 48,60 47,28
Indonesia 45,56 45,35 45,46 51,14 51,07 51,10 47,92 47,86 47,89

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


224

Lampiran 3. 1 Persentase Anak Usia 0-17 Tahun menurut Provinsi


dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor Catatan
Sipil, 2020

Ya, dapat Ya, Tidak dapat


Provinsi ditunjukkan Tidak memiliki Tidak Tahu Total
ditunjukkan
Aceh 79,63 14,22 6,01 0,15 100,00
Sumatera Utara 64,51 15,94 19,32 0,24 100,00
Sumatera Barat 74,64 15,46 9,61 0,29 100,00
Riau 67,54 14,29 17,95 0,22 100,00
Jambi 76,86 16,87 6,12 0,15 100,00
Sumatera Selatan 75,21 15,44 9,20 0,15 100,00
Bengkulu 75,23 17,54 7,10 0,13 100,00
Lampung 80,48 11,17 8,16 0,19 100,00
Kep Bangka Belitung 83,52 12,55 3,88 0,05 100,00
Kep Riau 77,08 17,63 5,19 0,10 100,00
DKI Jakarta 69,58 27,94 2,31 0,17 100,00
Jawa Barat 68,78 16,93 14,00 0,29 100,00
Jawa Tengah 84,24 12,02 3,59 0,14 100,00
DI Yogyakarta 79,33 19,03 1,60 0,05 100,00
Jawa Timur 75,02 16,60 8,12 0,26 100,00
Banten 58,93 23,90 17,05 0,13 100,00
Bali 75,31 18,54 6,13 0,02 100,00
NTB 68,03 16,96 14,68 0,34 100,00
NTT 48,92 14,41 36,48 0,19 100,00
Kalimantan Barat 68,99 18,72 11,78 0,51 100,00
Kalimantan Tengah 71,35 16,01 12,39 0,25 100,00
Kalimantan Selatan 76,06 16,13 7,70 0,11 100,00
Kalimantan Timur 73,21 20,16 6,42 0,21 100,00
Kalimantan Utara 71,75 20,89 7,19 0,17 100,00
Sulawesi Utara 70,80 20,21 8,85 0,14 100,00
Sulawesi Tengah 67,01 16,37 16,36 0,26 100,00
Sulawesi Selatan 71,45 19,62 8,69 0,25 100,00
Sulawesi Tenggara 70,72 17,86 11,26 0,16 100,00
Gorontalo 82,83 10,49 6,67 0,01 100,00
Sulawesi Barat 78,03 11,53 10,22 0,21 100,00
Maluku 56,08 23,96 19,58 0,38 100,00
Maluku Utara 61,27 21,81 16,51 0,41 100,00
Papua Barat 48,94 28,43 22,13 0,50 100,00
Papua 19,88 30,52 48,08 1,52 100,00
Indonesia 71,09 17,02 11,65 0,24 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


225

Lampiran 3. 2 Persentase Anak Usia 0-17 tahun di Perkotaan menurut


Provinsi dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor
Catatan Sipil, 2020

Ya, dapat Ya, Tidak dapat


ProvinSI ditunjukkan Tidak memiliki Tidak Tahu Total
ditunjukkan
Aceh 77,40 18,29 4,23 0,07 100,00
Sumatera Utara 63,27 21,15 15,34 0,24 100,00
Sumatera Barat 73,67 18,03 8,19 0,11 100,00
Riau 70,89 15,72 13,20 0,18 100,00
Jambi 73,00 22,16 4,80 0,05 100,00
Sumatera Selatan 68,91 24,78 6,28 0,03 100,00
Bengkulu 68,39 26,50 4,90 0,21 100,00
Lampung 78,67 14,12 6,95 0,25 100,00
Kep Bangka Belitung 77,50 19,09 3,35 0,06 100,00
Kep Riau 75,96 18,74 5,22 0,09 100,00
DKI Jakarta 69,58 27,94 2,31 0,17 100,00
Jawa Barat 68,81 17,99 12,99 0,20 100,00
Jawa Tengah 82,94 13,70 3,22 0,13 100,00
DI Yogyakarta 76,91 21,31 1,72 0,06 100,00
Jawa Timur 74,81 18,93 6,03 0,24 100,00
Banten 61,53 27,12 11,23 0,12 100,00
Bali 72,06 22,53 5,38 0,03 100,00
NTB 71,78 17,90 9,97 0,36 100,00
NTT 63,19 17,61 18,99 0,21 100,00
Kalimantan Barat 71,65 22,63 5,49 0,22 100,00
Kalimantan Tengah 72,84 18,58 8,43 0,16 100,00
Kalimantan Selatan 69,85 23,97 6,12 0,06 100,00
Kalimantan Timur 72,52 22,62 4,58 0,28 100,00
Kalimantan Utara 69,90 24,84 5,17 0,09 100,00
Sulawesi Utara 68,68 24,20 6,95 0,16 100,00
Sulawesi Tengah 63,71 27,39 8,78 0,11 100,00
Sulawesi Selatan 67,69 25,81 6,25 0,25 100,00
Sulawesi Tenggara 66,56 25,42 7,83 0,20 100,00
Gorontalo 80,24 15,38 4,38 100,00
Sulawesi Barat 83,68 10,02 5,98 0,32 100,00
Maluku 56,39 29,66 13,69 0,26 100,00
Maluku Utara 54,73 35,62 9,34 0,30 100,00
Papua Barat 56,94 30,68 11,96 0,41 100,00
Papua 43,07 39,00 16,96 0,98 100,00
Indonesia 70,96 20,24 8,61 0,19 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


226

Lampiran 3. 3 Persentase Anak Usia 0-17 tahun di Perdesaan


menurut Provinsi dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari
Kantor Catatan Sipil, 2020

Ya, Tidak
Ya, dapat
Provinsi dapat Tidak memiliki Tidak Tahu Total
ditunjukkan
ditunjukkan
Aceh 80,66 12,32 6,83 0,18 100,00
Sumatera Utara 65,82 10,42 23,54 0,23 100,00
Sumatera Barat 75,45 13,32 10,79 0,44 100,00
Riau 65,40 13,37 20,99 0,24 100,00
Jambi 78,65 14,43 6,73 0,20 100,00
Sumatera Selatan 78,79 10,14 10,85 0,22 100,00
Bengkulu 78,62 13,10 8,20 0,08 100,00
Lampung 81,29 9,86 8,69 0,16 100,00
Kep Bangka Belitung 90,62 4,84 4,51 0,03 100,00
Kep Riau 87,19 7,66 4,88 0,28 100,00
DKI Jakarta
Jawa Barat 68,68 13,43 17,32 0,57 100,00
Jawa Tengah 85,60 10,27 3,98 0,15 100,00
DI Yogyakarta 85,89 12,85 1,26 100,00
Jawa Timur 75,27 13,89 10,54 0,29 100,00
Banten 52,93 16,47 30,45 0,14 100,00
Bali 82,57 9,61 7,82 100,00
NTB 64,65 16,11 18,92 0,32 100,00
NTT 44,91 13,50 41,41 0,18 100,00
Kalimantan Barat 67,60 16,68 15,06 0,66 100,00
Kalimantan Tengah 70,39 14,34 14,95 0,31 100,00
Kalimantan Selatan 81,39 9,40 9,07 0,14 100,00
Kalimantan Timur 74,59 15,26 10,09 0,06 100,00
Kalimantan Utara 74,69 14,62 10,39 0,30 100,00
Sulawesi Utara 72,99 16,05 10,83 0,12 100,00
Sulawesi Tengah 68,33 11,93 19,41 0,32 100,00
Sulawesi Selatan 74,22 15,04 10,49 0,26 100,00
Sulawesi Tenggara 73,29 13,20 13,37 0,15 100,00
Gorontalo 84,62 7,11 8,24 0,02 100,00
Sulawesi Barat 76,30 12,00 11,52 0,18 100,00
Maluku 55,86 20,01 23,67 0,45 100,00
Maluku Utara 63,62 16,84 19,09 0,45 100,00
Papua Barat 43,40 26,87 29,17 0,56 100,00
Papua 11,98 27,64 58,68 1,70 100,00
Indonesia 71,24 13,17 15,29 0,30 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


227

Lampiran 3. 4 Persentase Anak Laki-laki Usia 0-17 Tahun menurut


Provinsi dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor
Catatan Sipil, 2020

Ya, dapat Ya, Tidak dapat


Provinsi Tidak memiliki Tidak Tahu Total
ditunjukkan ditunjukkan
Aceh 79,38 14,45 6,04 0,13 100,00
Sumatera Utara 64,53 16,04 19,26 0,17 100,00
Sumatera Barat 74,90 15,15 9,76 0,19 100,00
Riau 68,01 14,50 17,32 0,17 100,00
Jambi 76,52 17,03 6,29 0,15 100,00
Sumatera Selatan 75,04 15,52 9,32 0,12 100,00
Bengkulu 75,20 17,61 7,06 0,14 100,00
Lampung 80,41 10,69 8,67 0,23 100,00
Kep Bangka Belitung 83,93 11,88 4,16 0,03 100,00
Kep Riau 78,03 16,22 5,68 0,08 100,00
DKI Jakarta 70,59 26,95 2,41 0,05 100,00
Jawa Barat 69,03 16,90 13,75 0,32 100,00
Jawa Tengah 84,21 11,88 3,76 0,14 100,00
DI Yogyakarta 78,76 19,66 1,58 100,00
Jawa Timur 74,82 16,61 8,32 0,26 100,00
Banten 58,03 24,71 17,17 0,10 100,00
Bali 75,03 19,50 5,43 0,04 100,00
NTB 68,37 17,03 14,42 0,19 100,00
NTT 48,92 13,85 36,99 0,24 100,00
Kalimantan Barat 68,88 19,08 11,69 0,35 100,00
Kalimantan Tengah 72,02 14,68 12,92 0,38 100,00
Kalimantan Selatan 75,75 16,17 7,93 0,15 100,00
Kalimantan Timur 73,13 20,35 6,28 0,23 100,00
Kalimantan Utara 72,58 20,82 6,38 0,22 100,00
Sulawesi Utara 71,54 19,42 8,88 0,16 100,00
Sulawesi Tengah 66,73 16,38 16,59 0,29 100,00
Sulawesi Selatan 70,97 19,76 9,06 0,21 100,00
Sulawesi Tenggara 70,73 17,44 11,69 0,14 100,00
Gorontalo 81,93 10,61 7,46 100,00
Sulawesi Barat 78,51 11,14 10,17 0,19 100,00
Maluku 55,66 24,19 19,77 0,38 100,00
Maluku Utara 62,72 20,60 16,27 0,41 100,00
Papua Barat 47,54 29,03 22,89 0,54 100,00
Papua 19,41 30,30 48,69 1,60 100,00
Indonesia 71,08 16,98 11,71 0,23 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


228

Lampiran 3. 5 Persentase Anak Perempuan Usia 0-17 Tahun menurut


Provinsi dan Kepemilikan Akta Kelahiran dari Kantor
Catatan Sipil, 2020

Ya, dapat Ya, Tidak dapat


Provinsi Tidak memiliki Tidak Tahu Total
ditunjukkan ditunjukkan
Aceh 79,88 13,98 5,97 0,17 100,00
Sumatera Utara 64,48 15,84 19,37 0,31 100,00
Sumatera Barat 74,37 15,79 9,45 0,39 100,00
Riau 67,06 14,06 18,61 0,27 100,00
Jambi 77,20 16,71 5,94 0,15 100,00
Sumatera Selatan 75,39 15,37 9,06 0,18 100,00
Bengkulu 75,26 17,47 7,15 0,12 100,00
Lampung 80,56 11,67 7,63 0,14 100,00
Kep Bangka Belitung 83,08 13,26 3,60 0,06 100,00
Kep Riau 76,08 19,11 4,68 0,14 100,00
DKI Jakarta 68,51 28,99 2,20 0,29 100,00
Jawa Barat 68,52 16,97 14,25 0,25 100,00
Jawa Tengah 84,27 12,17 3,42 0,14 100,00
DI Yogyakarta 79,92 18,38 1,61 0,09 100,00
Jawa Timur 75,23 16,59 7,91 0,26 100,00
Banten 59,87 23,05 16,93 0,15 100,00
Bali 75,59 17,54 6,87 100,00
NTB 67,67 16,88 14,95 0,50 100,00
NTT 48,93 14,99 35,96 0,13 100,00
Kalimantan Barat 69,10 18,35 11,88 0,68 100,00
Kalimantan Tengah 70,66 17,39 11,83 0,12 100,00
Kalimantan Selatan 76,38 16,09 7,47 0,06 100,00
Kalimantan Timur 73,29 19,97 6,56 0,18 100,00
Kalimantan Utara 70,83 20,96 8,10 0,11 100,00
Sulawesi Utara 70,01 21,05 8,83 0,12 100,00
Sulawesi Tengah 67,29 16,35 16,12 0,24 100,00
Sulawesi Selatan 71,94 19,47 8,30 0,30 100,00
Sulawesi Tenggara 70,72 18,29 10,80 0,19 100,00
Gorontalo 83,78 10,37 5,83 0,03 100,00
Sulawesi Barat 77,53 11,95 10,28 0,25 100,00
Maluku 56,51 23,72 19,39 0,37 100,00
Maluku Utara 59,76 23,07 16,76 0,41 100,00
Papua Barat 50,39 27,80 21,35 0,46 100,00
Papua 20,37 30,77 47,44 1,42 100,00
Indonesia 71,09 17,07 11,59 0,25 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


229

Lampiran 3. 6 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang Mengakses


Internet menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2020

Provinsi Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


Aceh 47,23 25,48 32,36
Sumatera Utara 56,72 36,24 46,77
Sumatera Barat 51,44 36,59 43,32
Riau 61,41 39,53 47,88
Jambi 62,82 44,39 50,27
Sumatera Selatan 63,33 43,40 50,68
Bengkulu 67,43 40,23 49,20
Lampung 61,75 48,35 52,50
Kep Bangka Belitung 63,56 49,97 57,34
Kep Riau 49,42 44,50 48,88
DKI Jakarta 66,55 66,55
Jawa Barat 63,28 52,78 60,84
Jawa Tengah 70,82 62,93 66,97
DI Yogyakarta 80,38 70,07 77,53
Jawa Timur 68,06 58,39 63,54
Banten 58,21 36,89 51,61
Bali 70,94 58,09 66,87
NTB 57,62 40,79 48,80
NTT 49,79 17,79 25,09
Kalimantan Barat 66,92 35,05 45,80
Kalimantan Tengah 63,98 41,77 50,39
Kalimantan Selatan 71,35 54,59 62,34
Kalimantan Timur 69,37 53,05 63,90
Kalimantan Utara 61,73 46,77 56,00
Sulawesi Utara 62,18 45,72 54,17
Sulawesi Tengah 65,97 36,09 44,55
Sulawesi Selatan 60,91 45,77 52,11
Sulawesi Tenggara 55,40 38,74 45,09
Gorontalo 60,53 44,68 51,10
Sulawesi Barat 48,31 35,26 38,36
Maluku 52,96 21,33 34,52
Maluku Utara 55,42 21,99 30,76
Papua Barat 56,33 31,84 41,83
Papua 47,07 7,88 17,40
Indonesia 63,56 45,01 55,07

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


230

Lampiran 3. 7 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang Mengakses Internet menurut Tipe Daerah dan Tujuan
Mengakses, 2020

Hiburan
(Download/Main Mendapat
Mendapat Media Game, Nonton Fasilitas Informasi
Mendapatkan
Tipe Daerah Informasi/ Mengirim/ Sosial/jejaring TV,Download/ Finansial (e- Mengenai Lainnya
Informasi Pembelian Penjualan
berita Menerima Sosial Nonton banking) Barang/Jasa
untuk Proses Barang/Jasa Barang/Jasa
Email (facebook, App, Film/Video,
Pembelajaran Lainnya
Skype, dll) Radio, Download
Gambar dan
Musik)
Perkotaan+Perdesaaan 50,47 53,28 6,06 75,89 5,50 0,81 81,47 0,48 5,75 3,04
Perkotaan 51,39 55,77 6,92 74,97 6,54 0,84 83,01 0,58 6,47 3,01
Perdesaaan 48,93 49,14 4,62 77,44 3,75 0,76 78,89 0,31 4,55 3,10

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


231

Lampiran 3. 8 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang Mengakses Internet menurut Jenis Kelamin dan Tujuan
Mengakses, 2020

Hiburan
(Download/Main Mendapat
Mendapat Media Game, Nonton Fasilitas Informasi
Mendapatkan Lainnya
Informasi/ Mengirim/ Sosial/jejaring Penjualan TV,Download/ Finansial (e- Mengenai
Informasi Pembelian
Jenis Kelamin berita Menerima Sosial Barang/Ja Nonton Film/Video, banking) Barang/Jasa
untuk Proses Barang/Jasa
Email (facebook, App, sa Lainnya
Pembelajaran Radio, Download
Skype, dll)
Gambar dan
Musik)

Laki-laki+Perempuan 50,47 53,28 6,06 75,89 5,50 0,81 81,47 0,48 5,75 3,04
Laki-laki 48,12 50,58 5,35 74,09 3,73 0,61 84,24 0,42 4,57 2,84
Perempuan 52,86 56,04 6,78 77,73 7,29 1,02 78,65 0,54 6,95 3,25

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


Profil Anak Indonesia 2021
232

Lampiran 4. 1 Angka Partisipasi Anak Usia 3-6 Tahun yang Sedang


Mengikuti PAUD menurut Provinsi dan Kelompok
Umur, 2020

Provinsi 3-4 tahun 5-6 tahun 3-6 tahun


Aceh 13,18 41,15 26,82
Sumatera Utara 8,86 36,88 23,07
Sumatera Barat 8,96 45,87 27,75
Riau 8,23 41,18 24,41
Jambi 17,18 43,79 31,23
Sumatera Selatan 15,98 32,37 24,33
Bengkulu 11,43 41,23 26,55
Lampung 10,74 53,63 33,89
Kep Bangka Belitung 15,81 46,75 32,11
Kep Riau 9,71 44,64 27,49
DKI Jakarta 14,40 58,70 37,12
Jawa Barat 12,77 54,41 33,34
Jawa Tengah 29,15 66,19 48,67
DI Yogyakarta 43,24 80,89 62,42
Jawa Timur 34,20 71,52 53,40
Banten 10,15 44,66 28,46
Bali 7,98 49,76 29,10
NTB 24,07 55,07 40,39
NTT 21,26 39,37 30,23
Kalimantan Barat 11,50 30,22 21,05
Kalimantan Tengah 18,96 51,90 35,28
Kalimantan Selatan 23,78 64,36 43,86
Kalimantan Timur 9,81 44,61 27,56
Kalimantan Utara 14,63 44,63 31,84
Sulawesi Utara 18,87 42,17 31,18
Sulawesi Tengah 22,76 50,74 37,09
Sulawesi Selatan 13,00 47,80 30,56
Sulawesi Tenggara 17,91 49,40 33,36
Gorontalo 36,31 57,21 46,40
Sulawesi Barat 24,62 53,69 38,64
Maluku 26,90 36,81 31,88
Maluku Utara 28,48 42,18 35,50
Papua Barat 16,37 33,92 24,71
Papua 5,00 15,01 10,27
Indonesia 18,08 52,26 35,50

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


233

Lampiran 4. 2 Angka Partisipasi Anak Usia 3-6 Tahun di Perkotaan


yang Sedang Mengikuti PAUD menurut Provinsi dan
Kelompok Umur, 2020

Provinsi 3-4 tahun 5-6 tahun 3-6 tahun


Aceh 13,58 44,04 27,85
Sumatera Utara 8,68 39,54 24,38
Sumatera Barat 7,62 41,87 25,27
Riau 8,12 38,15 23,06
Jambi 18,16 47,25 33,56
Sumatera Selatan 15,87 30,96 23,36
Bengkulu 10,75 40,14 25,56
Lampung 10,87 48,20 31,14
Kep Bangka Belitung 15,76 48,75 32,90
Kep Riau 8,39 44,98 26,79
DKI Jakarta 14,40 58,70 37,12
Jawa Barat 12,46 55,78 33,49
Jawa Tengah 31,93 68,05 50,61
DI Yogyakarta 40,87 81,96 62,05
Jawa Timur 35,53 73,25 54,89
Banten 8,90 50,16 30,29
Bali 8,66 53,04 31,31
NTB 20,20 59,98 41,11
NTT 17,32 45,00 30,49
Kalimantan Barat 11,85 33,38 23,11
Kalimantan Tengah 14,11 51,53 33,00
Kalimantan Selatan 19,61 64,67 42,21
Kalimantan Timur 8,90 42,83 26,06
Kalimantan Utara 11,73 40,78 28,60
Sulawesi Utara 15,91 40,27 28,73
Sulawesi Tengah 16,30 49,26 33,71
Sulawesi Selatan 11,89 46,75 28,75
Sulawesi Tenggara 16,16 48,50 32,32
Gorontalo 34,42 56,17 45,06
Sulawesi Barat 21,62 57,46 37,20
Maluku 16,56 35,77 26,21
Maluku Utara 13,96 40,62 28,02
Papua Barat 14,46 39,98 26,47
Papua 7,58 36,74 22,94
Indonesia 17,41 55,19 36,47

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


234

Lampiran 4. 3 Angka Partisipasi Anak Usia 3-6 Tahun di Perdesaan


yang Sedang Mengikuti PAUD menurut Provinsi dan
Kelompok Umur, 2020

Provinsi 3-4 tahun 5-6 tahun 3-6 tahun


Aceh 12,98 39,86 26,33
Sumatera Utara 9,05 34,02 21,66
Sumatera Barat 10,04 49,20 29,78
Riau 8,30 43,22 25,30
Jambi 16,76 42,28 30,22
Sumatera Selatan 16,05 33,11 24,86
Bengkulu 11,81 41,83 27,11
Lampung 10,68 56,21 35,18
Kep Bangka Belitung 15,87 44,40 31,15
Kep Riau 26,99 41,32 35,28
DKI Jakarta
Jawa Barat 13,88 50,16 32,84
Jawa Tengah 26,11 64,31 46,63
DI Yogyakarta 49,29 77,92 63,42
Jawa Timur 32,59 69,46 51,63
Banten 13,60 31,84 23,84
Bali 6,48 41,99 24,03
NTB 27,48 50,76 39,75
NTT 22,38 37,93 30,16
Kalimantan Barat 11,33 28,49 19,96
Kalimantan Tengah 21,92 52,14 36,72
Kalimantan Selatan 27,08 64,10 45,21
Kalimantan Timur 11,58 47,89 30,40
Kalimantan Utara 19,06 50,98 37,01
Sulawesi Utara 21,77 43,99 33,55
Sulawesi Tengah 25,36 51,39 38,52
Sulawesi Selatan 13,95 48,56 31,99
Sulawesi Tenggara 18,99 49,98 34,03
Gorontalo 37,61 57,96 47,34
Sulawesi Barat 25,69 52,65 39,10
Maluku 33,55 37,48 35,52
Maluku Utara 33,16 42,72 38,01
Papua Barat 17,69 29,86 23,51
Papua 4,12 7,65 5,98
Indonesia 18,91 48,77 34,33

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


235

Lampiran 4. 4 Angka Partisipasi Anak Laki-laki Usia 3-6 Tahun yang


Sedang Mengikuti PAUD menurut Provinsi dan
Kelompok Umur, 2020

ProvinSI 3-4 tahun 5-6 tahun 3-6 tahun


Aceh 11,94 39,95 25,38
Sumatera Utara 8,54 35,52 22,17
Sumatera Barat 9,40 48,16 28,97
Riau 8,96 41,13 25,29
Jambi 15,90 41,69 29,86
Sumatera Selatan 14,54 32,82 23,88
Bengkulu 7,77 41,65 24,86
Lampung 10,82 51,28 32,94
Kep Bangka Belitung 16,89 47,29 31,71
Kep Riau 9,62 46,62 29,68
DKI Jakarta 14,93 61,33 38,57
Jawa Barat 11,76 53,06 32,46
Jawa Tengah 29,32 66,93 48,89
DI Yogyakarta 45,28 84,31 64,92
Jawa Timur 32,19 71,58 52,36
Banten 9,56 42,88 27,22
Bali 6,00 50,64 27,67
NTB 21,81 55,37 40,02
NTT 19,99 38,00 28,85
Kalimantan Barat 12,71 26,56 19,59
Kalimantan Tengah 15,03 47,92 31,49
Kalimantan Selatan 22,13 61,93 42,01
Kalimantan Timur 10,57 45,74 29,25
Kalimantan Utara 13,82 44,52 31,70
Sulawesi Utara 18,20 41,12 30,23
Sulawesi Tengah 19,54 51,81 36,14
Sulawesi Selatan 12,19 48,03 30,03
Sulawesi Tenggara 15,28 46,57 31,12
Gorontalo 38,68 58,53 48,04
Sulawesi Barat 23,48 52,66 37,49
Maluku 26,12 36,30 31,20
Maluku Utara 23,66 42,35 32,98
Papua Barat 16,08 38,70 26,71
Papua 4,94 15,79 10,95
Indonesia 17,36 51,82 34,97

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


236

Lampiran 4. 5 Angka Partisipasi Anak Perempuan Usia 3-6 Tahun


yang Sedang Mengikuti PAUD menurut Provinsi dan
Kelompok Umur, 2020

Provinsi 3-4 tahun 5-6 tahun 3-6 tahun


Aceh 14,45 42,31 28,25
Sumatera Utara 9,19 38,25 23,98
Sumatera Barat 8,50 43,53 26,49
Riau 7,52 41,23 23,49
Jambi 18,43 46,10 32,67
Sumatera Selatan 17,50 31,89 24,81
Bengkulu 15,38 40,78 28,36
Lampung 10,66 56,18 34,89
Kep Bangka Belitung 14,39 46,24 32,54
Kep Riau 9,78 42,44 25,35
DKI Jakarta 13,81 55,90 35,55
Jawa Barat 13,79 55,84 34,25
Jawa Tengah 28,97 65,43 48,43
DI Yogyakarta 41,13 77,54 59,90
Jawa Timur 36,28 71,47 54,47
Banten 10,76 46,49 29,73
Bali 10,36 48,86 30,67
NTB 26,07 54,76 40,74
NTT 22,72 40,90 31,79
Kalimantan Barat 10,18 33,82 22,57
Kalimantan Tengah 22,57 55,70 38,83
Kalimantan Selatan 25,58 67,11 45,91
Kalimantan Timur 9,12 43,39 25,88
Kalimantan Utara 15,50 44,75 31,99
Sulawesi Utara 19,60 43,26 32,19
Sulawesi Tengah 26,22 49,57 38,12
Sulawesi Selatan 13,87 47,56 31,12
Sulawesi Tenggara 20,37 52,39 35,60
Gorontalo 34,08 56,07 44,91
Sulawesi Barat 25,91 54,84 39,94
Maluku 27,70 37,32 32,57
Maluku Utara 34,19 41,99 38,31
Papua Barat 16,67 29,22 22,70
Papua 5,05 14,12 9,57
Indonesia 18,82 52,72 36,06

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


237

Lampiran 4. 6 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun menurut Provinsi,


Jenis Kelamin dan Keikutsertaan PAUD, 2020

Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan


Sedang Tidak Sedang Tidak Sedang Tidak
Provinsi
Mengikuti Mengikuti Jumlah Mengikuti Mengikuti Jumlah Mengikuti Mengikuti Jumlah
PAUD PAUD PAUD PAUD PAUD PAUD
Aceh 14,47 85,53 100,00 16,58 83,42 100,00 15,51 84,49 100,00
Sumatera Utara 12,77 87,23 100,00 14,07 85,93 100,00 13,41 86,59 100,00
Sumatera Barat 16,79 83,21 100,00 15,45 84,55 100,00 16,13 83,87 100,00
Riau 14,96 85,04 100,00 13,63 86,37 100,00 14,30 85,70 100,00
Jambi 17,54 82,46 100,00 19,20 80,80 100,00 18,35 81,65 100,00
Sumatera Selatan 13,84 86,16 100,00 14,22 85,78 100,00 14,02 85,98 100,00
Bengkulu 14,36 85,64 100,00 16,41 83,59 100,00 15,35 84,65 100,00
Lampung 18,66 81,34 100,00 19,19 80,81 100,00 18,92 81,08 100,00
Kep Bangka Belitung 18,13 81,87 100,00 16,95 83,05 100,00 17,54 82,46 100,00
Kep Riau 17,64 82,36 100,00 15,37 84,63 100,00 16,51 83,49 100,00
DKI Jakarta 22,65 77,35 100,00 20,21 79,79 100,00 21,45 78,55 100,00
Jawa Barat 18,57 81,43 100,00 20,11 79,89 100,00 19,32 80,68 100,00
Jawa Tengah 28,02 71,98 100,00 27,61 72,39 100,00 27,82 72,18 100,00
DI Yogyakarta 38,74 61,26 100,00 38,06 61,94 100,00 38,41 61,59 100,00
Jawa Timur 29,96 70,04 100,00 31,68 68,32 100,00 30,81 69,19 100,00
Banten 15,74 84,26 100,00 17,47 82,53 100,00 16,59 83,41 100,00
Bali 16,20 83,80 100,00 16,98 83,02 100,00 16,58 83,42 100,00
NTB 21,67 78,33 100,00 23,76 76,24 100,00 22,70 77,30 100,00
NTT 17,36 82,64 100,00 17,75 82,25 100,00 17,55 82,45 100,00
Kalimantan Barat 11,43 88,57 100,00 13,40 86,60 100,00 12,40 87,60 100,00
Kalimantan Tengah 17,46 82,54 100,00 23,33 76,67 100,00 20,39 79,61 100,00
Kalimantan Selatan 24,37 75,63 100,00 26,56 73,44 100,00 25,42 74,58 100,00
Kalimantan Timur 15,71 84,29 100,00 15,13 84,87 100,00 15,43 84,57 100,00
Kalimantan Utara 17,96 82,04 100,00 18,89 81,11 100,00 18,39 81,61 100,00
Sulawesi Utara 17,60 82,40 100,00 18,26 81,74 100,00 17,92 82,08 100,00
Sulawesi Tengah 21,22 78,78 100,00 21,56 78,44 100,00 21,39 78,61 100,00
Sulawesi Selatan 16,89 83,11 100,00 17,83 82,17 100,00 17,35 82,65 100,00
Sulawesi Tenggara 17,03 82,97 100,00 20,74 79,26 100,00 18,84 81,16 100,00
Gorontalo 26,12 73,88 100,00 26,19 73,81 100,00 26,16 73,84 100,00
Sulawesi Barat 21,16 78,84 100,00 22,77 77,23 100,00 21,93 78,07 100,00
Maluku 18,32 81,68 100,00 18,84 81,16 100,00 18,58 81,42 100,00
Maluku Utara 19,09 80,91 100,00 21,21 78,79 100,00 20,12 79,88 100,00
Papua Barat 15,17 84,83 100,00 13,19 86,81 100,00 14,19 85,81 100,00
Papua 7,16 92,84 100,00 6,34 93,66 100,00 6,76 93,24 100,00
Indonesia 20,14 79,86 100,00 20,95 79,05 100,00 20,54 79,46 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


238

Lampiran 4. 7 Persentase Anak Usia 0-6 Tahun menurut Provinsi,


Tipe Daerah, dan Keikutsertaan PAUD, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan


Sedang Tidak Sedang Tidak Sedang Tidak
Provinsi
Mengikuti Mengikuti Jumlah Mengikuti Mengikuti Jumlah Mengikuti Mengikuti Jumlah
PAUD PAUD PAUD PAUD PAUD PAUD
Aceh 16,13 83,87 100,00 15,22 84,78 100,00 15,51 84,49 100,00
Sumatera Utara 14,13 85,87 100,00 12,64 87,36 100,00 13,41 86,59 100,00
Sumatera Barat 14,43 85,57 100,00 17,56 82,44 100,00 16,13 83,87 100,00
Riau 13,34 86,66 100,00 14,95 85,05 100,00 14,30 85,70 100,00
Jambi 19,16 80,84 100,00 17,98 82,02 100,00 18,35 81,65 100,00
Sumatera Selatan 13,12 86,88 100,00 14,53 85,47 100,00 14,02 85,98 100,00
Bengkulu 15,83 84,17 100,00 15,11 84,89 100,00 15,35 84,65 100,00
Lampung 18,24 81,76 100,00 19,22 80,78 100,00 18,92 81,08 100,00
Kep Bangka Belitung 18,27 81,73 100,00 16,69 83,31 100,00 17,54 82,46 100,00
Kep Riau 16,10 83,90 100,00 21,01 78,99 100,00 16,51 83,49 100,00
DKI Jakarta 21,45 78,55 100,00 21,45 78,55 100,00
Jawa Barat 19,37 80,63 100,00 19,16 80,84 100,00 19,32 80,68 100,00
Jawa Tengah 29,01 70,99 100,00 26,58 73,42 100,00 27,82 72,18 100,00
DI Yogyakarta 37,57 62,43 100,00 40,82 59,18 100,00 38,41 61,59 100,00
Jawa Timur 31,82 68,18 100,00 29,60 70,40 100,00 30,81 69,19 100,00
Banten 17,94 82,06 100,00 13,31 86,69 100,00 16,59 83,41 100,00
Bali 17,54 82,46 100,00 14,27 85,73 100,00 16,58 83,42 100,00
NTB 22,65 77,35 100,00 22,74 77,26 100,00 22,70 77,30 100,00
NTT 17,89 82,11 100,00 17,46 82,54 100,00 17,55 82,45 100,00
Kalimantan Barat 13,41 86,59 100,00 11,85 88,15 100,00 12,40 87,60 100,00
Kalimantan Tengah 18,33 81,67 100,00 21,75 78,25 100,00 20,39 79,61 100,00
Kalimantan Selatan 23,90 76,10 100,00 26,72 73,28 100,00 25,42 74,58 100,00
Kalimantan Timur 14,30 85,70 100,00 17,68 82,32 100,00 15,43 84,57 100,00
Kalimantan Utara 16,32 83,68 100,00 21,60 78,40 100,00 18,39 81,61 100,00
Sulawesi Utara 16,09 83,91 100,00 19,79 80,21 100,00 17,92 82,08 100,00
Sulawesi Tengah 19,54 80,46 100,00 22,15 77,85 100,00 21,39 78,61 100,00
Sulawesi Selatan 16,56 83,44 100,00 17,95 82,05 100,00 17,35 82,65 100,00
Sulawesi Tenggara 18,52 81,48 100,00 19,04 80,96 100,00 18,84 81,16 100,00
Gorontalo 24,88 75,12 100,00 27,05 72,95 100,00 26,16 73,84 100,00
Sulawesi Barat 21,93 78,07 100,00 21,93 78,07 100,00 21,93 78,07 100,00
Maluku 14,68 85,32 100,00 21,15 78,85 100,00 18,58 81,42 100,00
Maluku Utara 14,57 85,43 100,00 22,16 77,84 100,00 20,12 79,88 100,00
Papua Barat 14,90 85,10 100,00 13,70 86,30 100,00 14,19 85,81 100,00
Papua 13,88 86,12 100,00 4,09 95,91 100,00 6,76 93,24 100,00
Indonesia 21,08 78,92 100,00 19,87 80,13 100,00 20,54 79,46 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


239

Lampiran 4. 8 Angka Kesiapan Sekolah menurut Provinsi dan Jenis


Kelamin, 2020

Provinsi Laki-laki Perempuan Total


Aceh 77,32 72,55 75,01
Sumatera Utara 62,43 69,65 66,00
Sumatera Barat 74,04 75,66 74,80
Riau 75,40 73,54 74,57
Jambi 66,32 74,22 69,99
Sumatera Selatan 61,85 65,25 63,56
Bengkulu 74,09 77,95 76,10
Lampung 80,95 87,11 83,98
Kepulauan Bangka Belitung 85,62 84,67 85,14
Kepulauan Riau 81,32 86,01 83,26
DKI Jakarta 81,56 84,21 82,91
Jawa Barat 75,52 71,65 73,64
Jawa Tengah 89,79 89,31 89,55
DI Yogyakarta 98,42 99,45 99,03
Jawa Timur 91,99 87,50 89,79
Banten 61,56 64,11 62,80
Bali 79,06 84,23 81,32
Nusa Tenggara Barat 70,38 63,32 66,84
Nusa Tenggara Timur 50,48 57,98 53,98
Kalimantan Barat 37,27 36,29 36,81
Kalimantan Tengah 82,02 76,01 79,17
Kalimantan Selatan 86,85 92,32 89,45
Kalimantan Timur 81,17 80,66 80,93
Kalimantan Utara 76,85 73,58 75,59
Sulawesi Utara 80,20 80,94 80,57
Sulawesi Tengah 75,34 81,46 78,59
Sulawesi Selatan 66,68 68,78 67,68
Sulawesi Tenggara 78,01 78,02 78,01
Gorontalo 87,01 93,90 90,70
Sulawesi Barat 63,79 70,54 67,21
Maluku 45,25 61,88 53,17
Maluku Utara 53,44 44,69 49,41
Papua Barat 53,20 47,42 50,36
Papua 32,88 37,68 35,25
Indonesia 74,66 75,28 74,96

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


240

Lampiran 4. 9 Angka Kesiapan Sekolah di Perkotaan menurut


Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020

Provinsi Laki-laki Perempuan Total


Aceh 83,13 84,45 83,68
Sumatera Utara 69,41 74,11 71,76
Sumatera Barat 80,28 82,73 81,42
Riau 84,54 75,90 80,75
Jambi 72,70 77,85 75,58
Sumatera Selatan 63,72 73,59 68,44
Bengkulu 71,48 84,94 78,97
Lampung 82,02 96,69 90,15
Kepulauan Bangka Belitung 89,35 84,56 87,09
Kepulauan Riau 80,73 86,97 83,31
DKI Jakarta 81,56 84,21 82,91
Jawa Barat 78,11 74,02 76,13
Jawa Tengah 91,86 89,50 90,71
DI Yogyakarta 100,00 100,00 100,00
Jawa Timur 93,06 91,05 92,03
Banten 68,56 74,29 71,21
Bali 90,91 94,05 92,22
Nusa Tenggara Barat 74,44 71,41 73,01
Nusa Tenggara Timur 68,44 84,44 75,68
Kalimantan Barat 49,31 36,57 43,35
Kalimantan Tengah 89,20 85,84 87,78
Kalimantan Selatan 87,76 95,85 91,83
Kalimantan Timur 82,39 84,21 83,17
Kalimantan Utara 80,31 83,34 81,39
Sulawesi Utara 79,77 78,63 79,19
Sulawesi Tengah 83,82 82,64 83,10
Sulawesi Selatan 64,60 64,63 64,61
Sulawesi Tenggara 77,49 84,65 80,45
Gorontalo 90,88 95,92 93,29
Sulawesi Barat 81,85 79,68 80,83
Maluku 39,26 60,77 49,21
Maluku Utara 65,09 30,53 48,33
Papua Barat 64,78 44,84 54,81
Papua 66,51 61,05 63,67
Indonesia 79,93 80,30 80,11

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


241

Lampiran 4. 10 Angka Kesiapan Sekolah di Perdesaan menurut


Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020

Provinsi Laki-laki Perempuan Total


Aceh 74,00 68,02 70,91
Sumatera Utara 56,28 65,54 60,81
Sumatera Barat 68,63 69,49 69,03
Riau 68,81 71,94 70,24
Jambi 64,34 72,27 67,71
Sumatera Selatan 60,69 60,91 60,81
Bengkulu 75,38 73,60 74,49
Lampung 80,60 82,76 81,62
Kepulauan Bangka Belitung 81,32 84,76 83,15
Kepulauan Riau 86,58 77,18 82,77
DKI Jakarta 0,00 0,00 0,00
Jawa Barat 66,92 63,92 65,45
Jawa Tengah 87,53 89,12 88,33
DI Yogyakarta 95,51 98,22 97,01
Jawa Timur 90,83 82,75 87,10
Banten 46,89 47,72 47,33
Bali 50,58 65,50 57,66
Nusa Tenggara Barat 66,61 57,25 61,69
Nusa Tenggara Timur 46,34 52,27 49,12
Kalimantan Barat 31,24 36,15 33,52
Kalimantan Tengah 77,31 71,33 74,30
Kalimantan Selatan 86,22 89,37 87,65
Kalimantan Timur 78,08 74,88 76,36
Kalimantan Utara 71,02 61,73 66,99
Sulawesi Utara 80,64 83,39 82,00
Sulawesi Tengah 72,12 80,73 76,37
Sulawesi Selatan 68,28 71,07 69,69
Sulawesi Tenggara 78,28 74,61 76,74
Gorontalo 83,30 92,60 88,68
Sulawesi Barat 57,83 68,07 63,12
Maluku 49,68 62,63 55,98
Maluku Utara 50,89 48,20 49,67
Papua Barat 46,06 49,11 47,54
Papua 20,92 28,07 24,37
Indonesia 68,69 69,63 69,15

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


242

Lampiran 5. 1 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 tahun


yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Tipe Daerah dan Penolong Persalinan
Terakhir, 2020

Dokter
Dukun Tidak
Tipe Daerah (Kandungan Bidan Perawat Lainnya
Beranak/Paraji ada
dan Umum)
Perkotaan+Perdesaan 37,80 56,49 0,87 4,29 0,46 0,09
Perkotaan 45,07 51,91 0,71 2,14 0,12 0,05
Perdesaan 28,87 62,11 1,07 6,92 0,88 0,14

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


243

Lampiran 5. 2 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun


yang Melahirkan Hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan Status Inisiasi
Menyusui Dini, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan

Tidak Tidak Tidak


Provinsi Melakukan Melakukan Melakukan Melakukan Melakukan
Melakukan Total Total Total
IMD IMD IMD IMD IMD
IMD
Aceh 76,85 23,15 100,00 73,68 26,32 100,00 74,66 25,34 100,00
Sumatera Utara 56,23 43,77 100,00 56,94 43,06 100,00 56,57 43,43 100,00
Sumatera Barat 74,84 25,16 100,00 68,54 31,46 100,00 71,35 28,65 100,00
Riau 70,51 29,49 100,00 67,58 32,42 100,00 68,82 31,18 100,00
Jambi 74,71 25,29 100,00 73,44 26,56 100,00 73,87 26,13 100,00
Sumatera Selatan 76,84 23,16 100,00 69,88 30,12 100,00 72,43 27,57 100,00
Bengkulu 64,52 35,48 100,00 70,44 29,56 100,00 68,62 31,38 100,00
Lampung 75,31 24,69 100,00 70,42 29,58 100,00 71,84 28,16 100,00
Kepulauan Bangka 65,33 34,67 100,00 72,73 27,27 100,00 68,69 31,31 100,00
Kepulauan Riau 66,51 33,49 100,00 72,93 27,07 100,00 67,07 32,93 100,00
DKI Jakarta 83,87 16,13 100,00 0,00 0,00 0,00 83,87 16,13 100,00
Jawa Barat 78,11 21,89 100,00 77,30 22,70 100,00 77,93 22,07 100,00
Jawa Tengah 78,96 21,04 100,00 78,17 21,83 100,00 78,57 21,43 100,00
DI Yogyakarta 76,39 23,61 100,00 90,87 9,13 100,00 79,60 20,40 100,00
Jawa Timur 74,78 25,22 100,00 76,00 24,00 100,00 75,34 24,66 100,00
Banten 72,39 27,61 100,00 62,53 37,47 100,00 69,40 30,60 100,00
Bali 69,63 30,37 100,00 73,62 26,38 100,00 70,77 29,23 100,00
Nusa Tenggara Barat 75,18 24,82 100,00 79,27 20,73 100,00 77,32 22,68 100,00
Nusa Tenggara Timur 76,64 23,36 100,00 73,62 26,38 100,00 74,26 25,74 100,00
Kalimantan Barat 74,94 25,06 100,00 65,65 34,35 100,00 69,12 30,88 100,00
Kalimantan Tengah 69,68 30,32 100,00 63,88 36,12 100,00 66,33 33,67 100,00
Kalimantan Selatan 70,24 29,76 100,00 74,46 25,54 100,00 72,38 27,62 100,00
Kalimantan Timur 82,11 17,89 100,00 72,21 27,79 100,00 78,95 21,05 100,00
Kalimantan Utara 67,65 32,35 100,00 79,40 20,60 100,00 72,62 27,38 100,00
Sulawesi Utara 58,73 41,27 100,00 56,00 44,00 100,00 57,41 42,59 100,00
Sulawesi Tengah 65,21 34,79 100,00 64,02 35,98 100,00 64,35 35,65 100,00
Sulawesi Selatan 80,27 19,73 100,00 73,06 26,94 100,00 76,10 23,90 100,00
Sulawesi Tenggara 66,47 33,53 100,00 62,61 37,39 100,00 64,04 35,96 100,00
Gorontalo 73,09 26,91 100,00 62,68 37,32 100,00 67,09 32,91 100,00
Sulawesi Barat 72,99 27,01 100,00 64,65 35,35 100,00 66,38 33,62 100,00
Maluku 61,28 38,72 100,00 51,39 48,61 100,00 55,28 44,72 100,00
Maluku Utara 73,42 26,58 100,00 58,11 41,89 100,00 62,49 37,51 100,00
Papua Barat 58,10 41,90 100,00 58,13 41,87 100,00 58,12 41,88 100,00
Papua 63,94 36,06 100,00 56,66 43,34 100,00 58,88 41,12 100,00
Indonesia 74,91 25,09 100,00 71,00 29,00 100,00 73,16 26,84 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


244

Lampiran 5. 3 Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun yang melahirkan hidup dalam Dua Tahun Terakhir
menurut Tipe Daerah dan Tempat Melahirkan, 2020

RS Pemerintah/ Rumah
Polindes/
Tipe Daerah Bersalin/ Puskesmas Pustu Praktek NakeS Rumah Lainnya Total
Swasta/RSIA Poskesdes
klinik
Perkotaan+Perdesaan 37,70 19,18 14,72 1,34 10,80 4,17 11,52 0,57 100,00
Perkotaan 44,27 24,81 10,91 0,52 11,46 2,05 5,41 ,56 100,00
Perdesaan 29,64 12,25 19,41 2,35 9,98 6,76 19,02 0,59 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


245

Lampiran 5. 4 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami


Keluhan Kesehatan menurut Provinsi, tipe daerah,
dan Jenis kelamin, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


Provinsi Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
Aceh 32,13 31,53 31,84 30,93 30,61 30,77 31,32 30,90 31,11
Sumatera Utara 28,90 26,20 27,59 26,48 26,57 26,53 27,74 26,38 27,08
Sumatera Barat 33,68 34,47 34,06 27,75 27,72 27,74 30,48 30,74 30,61
Riau 32,01 30,36 31,22 23,09 22,59 22,84 26,63 25,57 26,11
Jambi 23,74 22,80 23,28 22,55 23,63 23,08 22,93 23,37 23,14
Sumatera Selatan 33,56 37,23 35,33 27,24 28,00 27,61 29,55 31,31 30,41
Bengkulu 30,91 35,48 33,11 31,06 32,42 31,72 31,01 33,42 32,18
Lampung 33,17 32,99 33,08 31,02 31,56 31,28 31,69 31,99 31,84
Kepulauan Bangka Belitung 38,93 37,46 38,23 29,37 30,47 29,92 34,64 34,18 34,42
Kepulauan Riau 19,42 21,46 20,41 19,21 16,38 17,79 19,40 20,94 20,15
DKI Jakarta 40,20 41,19 40,68 0,00 0,00 0,00 40,20 41,19 40,68
Jawa Barat 33,98 33,60 33,80 34,42 33,21 33,80 34,08 33,51 33,80
Jawa Tengah 39,14 38,30 38,74 35,99 36,42 36,20 37,63 37,36 37,50
DI Yogyakarta 40,38 41,14 40,75 35,05 43,82 39,43 38,98 41,88 40,40
Jawa Timur 36,46 35,36 35,93 34,54 33,41 33,98 35,58 34,44 35,03
Banten 33,75 35,98 34,83 36,04 36,28 36,16 34,43 36,07 35,23
Bali 28,78 25,20 27,06 30,66 25,98 28,31 29,34 25,45 27,44
Nusa Tenggara Barat 44,12 43,51 43,82 40,52 42,31 41,41 42,24 42,88 42,55
Nusa Tenggara Timur 39,29 37,30 38,34 34,72 35,27 34,99 35,74 35,70 35,72
Kalimantan Barat 26,13 24,19 25,20 26,21 27,86 27,03 26,18 26,63 26,40
Kalimantan Tengah 31,22 30,95 31,09 23,60 25,93 24,75 26,64 27,87 27,24
Kalimantan Selatan 39,50 37,85 38,70 38,43 36,35 37,40 38,93 37,03 38,00
Kalimantan Timur 27,27 26,52 26,91 23,30 20,27 21,79 25,98 24,38 25,20
Kalimantan Utara 31,98 32,34 32,14 24,41 25,87 25,14 29,20 29,69 29,43
Sulawesi Utara 25,15 25,29 25,22 26,78 27,93 27,35 25,94 26,60 26,26
Sulawesi Tengah 30,31 29,92 30,13 24,11 23,40 23,76 25,92 25,23 25,59
Sulawesi Selatan 31,50 32,14 31,81 27,14 25,01 26,08 29,01 28,00 28,52
Sulawesi Tenggara 29,72 31,13 30,39 28,01 27,83 27,92 28,67 29,06 28,86
Gorontalo 33,59 31,61 32,65 27,06 31,77 29,39 29,78 31,71 30,72
Sulawesi Barat 27,92 27,89 27,90 23,27 23,71 23,48 24,39 24,66 24,52
Maluku 20,31 20,71 20,51 18,23 20,42 19,31 19,09 20,54 19,80
Maluku Utara 19,34 19,91 19,62 15,48 15,83 15,65 16,52 16,89 16,70
Papua Barat 23,04 24,89 23,94 22,46 23,97 23,20 22,70 24,34 23,50
Papua 19,51 17,05 18,30 14,42 16,20 15,28 15,70 16,42 16,05
Indonesia 34,16 33,83 34,00 30,45 30,49 30,47 32,50 32,28 32,39

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


246

Lampiran 5. 5 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Sakit


(terganggu pekerjaan, sekolah, atau kegiatan sehari-
hari) menurut Provinsi, tipe daerah, dan Jenis kelamin,
2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan


Provinsi Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
Aceh 16,54 16,36 16,45 16,92 17,79 17,35 16,79 17,35 17,06
Sumatera Utara 14,63 13,35 14,01 13,68 13,96 13,82 14,18 13,65 13,92
Sumatera Barat 16,03 16,70 16,35 15,56 15,91 15,74 15,78 16,26 16,02
Riau 19,24 17,08 18,20 11,09 10,61 10,85 14,32 13,09 13,72
Jambi 11,97 10,72 11,36 11,21 11,27 11,24 11,45 11,10 11,28
Sumatera Selatan 14,61 16,48 15,51 13,45 13,38 13,42 13,88 14,49 14,18
Bengkulu 15,05 15,46 15,25 17,42 17,62 17,51 16,62 16,91 16,76
Lampung 16,92 16,56 16,74 16,60 16,45 16,53 16,70 16,48 16,59
Kepulauan Bangka Belitung 15,54 18,33 16,87 12,12 13,50 12,81 14,01 16,06 15,01
Kepulauan Riau 9,06 10,06 9,55 8,07 9,46 8,77 8,97 10,00 9,47
DKI Jakarta 19,88 18,99 19,45 19,88 18,99 19,45
Jawa Barat 18,55 18,48 18,52 21,02 20,12 20,56 19,10 18,88 18,99
Jawa Tengah 21,49 20,00 20,78 20,09 20,44 20,27 20,82 20,22 20,53
DI Yogyakarta 14,84 17,90 16,32 21,48 25,93 23,70 16,59 20,11 18,31
Jawa Timur 20,33 19,09 19,73 20,43 19,34 19,89 20,38 19,21 19,81
Banten 18,90 19,25 19,07 21,29 20,61 20,95 19,61 19,67 19,64
Bali 14,96 13,39 14,21 19,76 16,25 17,99 16,40 14,30 15,38
Nusa Tenggara Barat 23,46 25,98 24,68 24,47 23,87 24,17 23,98 24,86 24,41
Nusa Tenggara Timur 23,73 20,62 22,25 21,77 22,08 21,92 22,21 21,76 21,99
Kalimantan Barat 12,81 11,40 12,14 14,04 13,81 13,92 13,61 13,00 13,31
Kalimantan Tengah 15,99 13,34 14,72 11,52 12,86 12,18 13,30 13,04 13,18
Kalimantan Selatan 19,57 18,38 19,00 17,03 16,12 16,58 18,22 17,15 17,69
Kalimantan Timur 11,93 12,02 11,97 11,73 9,13 10,43 11,87 11,03 11,46
Kalimantan Utara 14,83 16,75 15,71 11,46 12,82 12,13 13,59 15,14 14,32
Sulawesi Utara 15,30 14,23 14,79 15,96 17,29 16,61 15,62 15,76 15,68
Sulawesi Tengah 16,31 13,66 15,04 15,50 15,78 15,64 15,73 15,19 15,47
Sulawesi Selatan 17,66 17,67 17,67 15,46 14,78 15,12 16,41 15,99 16,20
Sulawesi Tenggara 17,81 16,92 17,38 19,39 18,46 18,93 18,77 17,89 18,34
Gorontalo 19,74 19,34 19,55 18,05 21,13 19,57 18,75 20,42 19,56
Sulawesi Barat 18,17 16,85 17,55 14,20 14,40 14,30 15,16 14,96 15,06
Maluku 10,64 11,18 10,90 11,21 12,37 11,79 10,97 11,89 11,42
Maluku Utara 12,75 12,38 12,57 11,68 11,41 11,55 11,97 11,66 11,82
Papua Barat 11,83 14,63 13,20 9,57 10,40 9,97 10,49 12,12 11,29
Papua 10,78 9,71 10,25 7,79 8,93 8,34 8,54 9,13 8,82
Indonesia 18,17 17,69 17,94 17,23 17,11 17,17 17,75 17,42 17,59

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


247

Lampiran 5. 6 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami


Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan dalamSetahun
Terakhir menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan Jenis
kelamin, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan


Provinsi Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
Aceh 52,80 56,87 54,73 61,23 59,81 60,53 58,42 58,88 58,64
Sumatera Utara 53,66 47,21 50,69 40,42 37,67 39,06 47,60 42,49 45,16
Sumatera Barat 65,09 62,65 63,90 60,42 62,39 61,40 62,79 62,52 62,66
Riau 59,28 57,75 58,57 38,77 39,21 38,98 48,55 47,65 48,12
Jambi 51,55 47,98 49,84 40,80 38,00 39,38 44,35 41,05 42,71
Sumatera Selatan 48,52 43,85 46,14 42,63 40,30 41,47 45,08 41,82 43,44
Bengkulu 42,56 50,61 46,71 51,08 49,45 50,27 48,24 49,85 49,05
Lampung 52,88 49,52 51,26 50,75 49,31 50,04 51,44 49,38 50,43
Kepulauan Bangka Belitung 55,30 55,62 55,45 50,69 45,94 48,28 53,55 51,57 52,59
Kepulauan Riau 47,78 47,09 47,43 44,21 47,55 45,76 47,44 47,13 47,28
DKI Jakarta 59,81 58,46 59,15 0,00 0,00 0,00 59,81 58,46 59,15
Jawa Barat 52,74 55,16 53,89 48,34 47,96 48,15 51,76 53,43 52,56
Jawa Tengah 57,16 57,50 57,32 56,74 55,39 56,06 56,97 56,47 56,73
DI Yogyakarta 52,89 48,38 50,69 62,00 68,25 65,47 55,04 54,12 54,58
Jawa Timur 55,26 55,04 55,16 54,97 55,25 55,11 55,14 55,14 55,14
Banten 52,18 51,91 52,05 37,67 36,34 37,00 47,68 47,06 47,37
Bali 62,90 63,75 63,28 70,57 73,07 71,72 65,31 66,77 65,97
Nusa Tenggara Barat 51,45 52,44 51,93 45,42 45,80 45,61 48,44 48,96 48,70
Nusa Tenggara Timur 53,63 52,74 53,22 57,67 57,15 57,42 56,68 56,16 56,43
Kalimantan Barat 55,05 60,05 57,35 32,14 37,17 34,70 40,11 44,14 42,10
Kalimantan Tengah 35,35 33,32 34,38 32,17 35,99 34,14 33,66 34,84 34,25
Kalimantan Selatan 35,69 34,62 35,18 35,65 37,62 36,60 35,67 36,22 35,93
Kalimantan Timur 55,42 51,82 53,71 40,25 44,97 42,45 50,99 49,87 50,46
Kalimantan Utara 52,99 43,18 48,51 41,06 43,52 42,32 49,33 43,30 46,47
Sulawesi Utara 53,73 50,53 52,20 57,47 60,45 58,97 55,59 55,72 55,66
Sulawesi Tengah 41,85 39,19 40,58 41,67 38,29 40,03 41,73 38,59 40,22
Sulawesi Selatan 47,10 45,32 46,22 47,55 44,12 45,92 47,34 44,70 46,06
Sulawesi Tenggara 41,37 41,70 41,53 39,14 37,86 38,51 40,04 39,39 39,72
Gorontalo 60,78 60,26 60,54 50,46 51,36 50,94 55,31 54,91 55,11
Sulawesi Barat 55,02 45,77 50,68 47,20 45,66 46,44 49,37 45,69 47,58
Maluku 48,21 56,92 52,47 44,02 39,65 41,74 45,87 46,70 46,29
Maluku Utara 51,99 54,32 53,13 47,49 46,41 46,95 48,91 48,84 48,87
Papua Barat 60,54 56,57 58,52 44,58 45,89 45,25 51,23 50,34 50,78
Papua 62,74 58,35 60,73 47,34 51,50 49,47 52,14 53,33 52,73
Indonesia 53,97 53,72 53,85 49,40 48,87 49,13 52,05 51,60 51,83

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


248

Lampiran 5. 7 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan dalam
Sebulan Terakhir menurut Tipe Daerah, dan Tempat Berobat, 2020

RS Klinik/Praktik Pengobatan
Praktik Puskesmas/
Tipe Daerah RS Swasta Dokter UKBM Tradisional/ Lainnya
Pemerintah Dokter/Bidan Pustu
Bersama Alternatif
Perkotaan+Perdesaan 3,47 5,07 42,26 16,99 32,71 2,97 0,61 0,58
Perkotaan 3,91 7,18 36,95 22,68 31,39 1,25 0,43 0,38
Perdesaan 2,81 1,99 50,02 8,65 34,64 5,49 0,88 0,86

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


249

Lampiran 5. 8 Persentase Penduduk 0-17 Tahun menurut Tipe Daerah


dan Jenis Jaminan Kesehatan yang Dimiliki, 2020

BPJS
BPJS
KESEHATAN
Kesehatan Asuransi Tidak
Tipe Daerah PENERIMA Jamkesda Perusahaan/kantor
Non- swasta Punya
BANTUAN
PBI/Mandiri
IURAN (PBI)
Perkotaan+Perdesaan 31.34 21.89 9.70 0.84 3.08 37.57
Perkotaan 27.63 30.26 8.91 1.39 4.45 32.60
Perdesaan 35.79 11.88 10.65 0.18 1.45 43.51

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


250

Lampiran 5. 9 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Mengalami


Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan menurut Tipe
Daerah dan Jenis Jaminan Kesehatan yang Digunakan,
2020

BPJS
BPJS
KESEHATAN
Kesehatan Asuransi Perusahaan/ Tidak
Tipe Daerah PENERIMA Jamkesda
Non- swasta kantor Menggunakan
BANTUAN IURAN
PBI/Mandiri
(PBI)
Perkotaan+Perdesaan 17.63 14.32 2.97 0.57 2.30 62.41
Perkotaan 16.89 19.97 2.42 0.95 3.34 56.65
Perdesaan 18.70 6.05 3.78 0.03 0.78 70.84

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


251

Lampiran 5. 10 Persentase Anak 0-17 Tahun yang Pernah Rawat Inap


dalam Setahun Terakhir menurut Provinsi, Tipe
Daerah, dan Jenis Kelamin, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan


Provinsi Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
Aceh 5,22 4,78 5,01 3,79 3,35 3,57 4,25 3,80 4,03
Sumatera Utara 2,83 2,55 2,69 1,71 1,53 1,62 2,29 2,05 2,17
Sumatera Barat 3,44 2,89 3,17 2,28 2,20 2,24 2,81 2,51 2,66
Riau 4,20 5,10 4,63 2,39 2,18 2,29 3,11 3,30 3,20
Jambi 4,05 3,69 3,87 2,31 2,24 2,27 2,86 2,69 2,78
Sumatera Selatan 4,72 4,49 4,61 1,98 2,28 2,12 2,98 3,07 3,02
Bengkulu 6,22 4,94 5,60 2,93 2,86 2,90 4,03 3,54 3,80
Lampung 3,94 3,63 3,79 2,94 3,56 3,25 3,26 3,58 3,41
Kepulauan Bangka Belitung 4,15 3,86 4,01 3,79 3,45 3,62 3,99 3,67 3,83
Kepulauan Riau 3,00 4,17 3,57 2,56 5,23 3,90 2,96 4,28 3,60
DKI Jakarta 4,71 4,70 4,71 4,71 4,70 4,71
Jawa Barat 4,34 4,18 4,26 3,22 2,95 3,09 4,09 3,88 3,99
Jawa Tengah 6,00 5,38 5,71 5,46 4,65 5,05 5,74 5,01 5,39
DI Yogyakarta 7,37 4,19 5,83 4,52 6,99 5,75 6,62 4,96 5,81
Jawa Timur 5,47 5,33 5,40 4,66 4,77 4,71 5,10 5,06 5,08
Banten 3,79 2,81 3,31 2,16 1,65 1,91 3,30 2,45 2,89
Bali 3,62 3,31 3,47 2,53 2,68 2,61 3,30 3,11 3,21
Nusa Tenggara Barat 4,88 4,39 4,64 4,66 3,96 4,32 4,77 4,16 4,47
Nusa Tenggara Timur 4,65 3,73 4,21 2,29 2,43 2,35 2,82 2,71 2,76
Kalimantan Barat 4,80 4,61 4,71 2,15 2,35 2,25 3,07 3,11 3,09
Kalimantan Tengah 4,94 3,02 4,02 2,23 2,76 2,49 3,31 2,86 3,09
Kalimantan Selatan 5,19 5,83 5,50 3,26 3,42 3,34 4,16 4,52 4,34
Kalimantan Timur 4,91 4,17 4,55 2,74 3,85 3,30 4,20 4,06 4,13
Kalimantan Utara 6,06 5,41 5,76 3,64 3,47 3,56 5,17 4,62 4,91
Sulawesi Utara 4,64 4,23 4,44 4,09 3,80 3,95 4,37 4,02 4,20
Sulawesi Tengah 4,45 4,52 4,49 3,63 3,19 3,41 3,87 3,56 3,72
Sulawesi Selatan 5,58 6,15 5,86 4,32 4,54 4,43 4,86 5,22 5,04
Sulawesi Tenggara 4,63 3,77 4,22 1,78 1,79 1,78 2,89 2,53 2,71
Gorontalo 5,66 6,69 6,15 3,79 4,53 4,15 4,57 5,39 4,97
Sulawesi Barat 6,57 5,41 6,02 3,14 2,61 2,88 3,98 3,25 3,62
Maluku 1,55 1,07 1,32 0,78 1,43 1,10 1,10 1,28 1,19
Maluku Utara 4,90 3,47 4,21 1,70 1,88 1,79 2,56 2,29 2,43
Papua Barat 3,94 2,73 3,35 2,87 2,59 2,74 3,31 2,65 2,99
Papua 2,88 2,63 2,75 0,95 1,21 1,08 1,43 1,58 1,50
Indonesia 4,65 4,33 4,49 3,31 3,23 3,27 4,05 3,82 3,94

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


252

Lampiran 5. 11 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Pernah Dirawat Inap dalam Satu Tahun Terakhir menurut Tipe
Daerah dan Tempat Rawat Inap, 2020

Pengobatan
RS Pemerintah Praktik Klinik/Praktik Puskesmas/
Tipe Daerah RS Swasta Tradisional/ Lainnya
Dokter/Bidan Dokter Bersama Pustu
Alternatif
Perkotaan+Perdesaan 35.80 41.06 2.61 6.48 15.65 0.08 0.25
Perkotaan 35.96 49.00 2.74 5.25 8.37 0.02 0.21
Perdesaan 35.54 28.02 2.40 8.49 27.61 0.18 0.33

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


253

Lampiran 5. 12 Persentase Penduduk 0-17 Tahun yang Pernah


Dirawat Inap dalam Satu Tahun Terakhir menurut Tipe
Daerah dan Jaminan Kesehatan yang Digunakan,
2020

BPJS
KESEHATAN BPJS
PENERIMA Kesehatan Asuransi Tidak
Tipe Daerah Jamkesda Perusahaan/kantor
BANTUAN Non- swasta menggunakan
IURAN PBI/Mandiri
(PBI)
Perkotaan+Perdesaan 26.20 30.43 3.07 1.32 4.65 34.58
Perkotaan 23.19 37.06 2.88 1.92 6.20 29.04
Perdesaan 31.15 19.53 3.38 0.32 2.09 43.70

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


254

Lampiran 5. 13 Persentase Baduta (Bayi 0-23 Bulan) yang Pernah


Diberi Air Susu Ibu menurut Provinsi, Tipe Daerah,
dan Jenis Kelamin, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan

Provinsi Laki- Laki-laki+ Laki- Laki-laki+ Laki- Laki-laki+


Perempuan Perempuan laki Perempuan Perempuan laki Perempuan Perempuan
laki
Aceh 95,95 91,14 93,66 97,45 96,94 97,20 96,97 95,14 96,09
Sumatera Utara 90,19 88,04 89,12 92,18 92,41 92,29 91,17 90,16 90,67
Sumatera Barat 98,08 97,74 97,90 97,01 98,22 97,59 97,48 97,99 97,73
Riau 94,53 97,02 95,85 92,31 92,89 92,58 93,21 94,80 94,00
Jambi 98,30 94,17 96,33 91,06 95,53 93,25 93,51 95,08 94,27
Sumatera Selatan 91,53 94,05 92,91 94,26 96,03 95,16 93,28 95,24 94,31
Bengkulu 90,77 96,22 93,19 96,11 97,21 96,66 94,36 96,93 95,60
Lampung 96,84 94,16 95,44 93,82 95,71 94,74 94,65 95,24 94,94
Kepulauan Bangka Belitung 96,38 91,72 93,90 96,38 94,69 95,52 96,38 93,02 94,63
Kepulauan Riau 90,57 96,39 93,44 92,70 99,68 95,31 90,80 96,62 93,61
DKI Jakarta 94,71 96,03 95,36 94,71 96,03 95,36
Jawa Barat 95,04 95,88 95,44 93,92 96,47 95,30 94,81 96,03 95,41
Jawa Tengah 98,33 96,84 97,61 97,29 97,29 97,29 97,82 97,07 97,45
DI Yogyakarta 100,00 99,74 99,88 98,69 98,62 98,66 99,69 99,49 99,60
Jawa Timur 95,21 95,78 95,48 95,96 95,34 95,65 95,54 95,57 95,56
Banten 92,08 94,42 93,24 96,36 91,38 93,91 93,35 93,52 93,44
Bali 91,50 97,11 94,33 94,37 97,03 95,83 92,27 97,09 94,76
Nusa Tenggara Barat 97,04 99,01 97,90 97,05 99,78 98,30 97,05 99,43 98,11
Nusa Tenggara Timur 94,90 94,39 94,62 97,50 97,71 97,60 96,98 96,97 96,98
Kalimantan Barat 89,97 90,16 90,06 94,86 96,71 95,81 92,96 94,25 93,61
Kalimantan Tengah 91,38 88,70 90,19 93,04 91,99 92,54 92,30 90,62 91,53
Kalimantan Selatan 96,68 92,69 94,98 95,91 97,90 96,96 96,33 95,57 95,97
Kalimantan Timur 96,03 95,36 95,72 93,46 96,03 94,82 95,31 95,59 95,44
Kalimantan Utara 97,36 93,06 95,66 97,59 93,05 95,34 97,45 93,05 95,53
Sulawesi Utara 93,68 90,22 92,05 88,58 84,86 86,57 91,33 87,40 89,34
Sulawesi Tengah 91,50 96,69 93,89 93,08 93,71 93,39 92,63 94,48 93,53
Sulawesi Selatan 93,69 95,08 94,34 95,10 93,65 94,40 94,48 94,25 94,37
Sulawesi Tenggara 91,01 92,37 91,64 93,12 93,80 93,45 92,33 93,29 92,78
Gorontalo 95,66 88,08 92,19 90,10 94,55 92,14 92,41 91,86 92,16
Sulawesi Barat 94,77 94,70 94,74 95,95 96,07 96,01 95,69 95,78 95,74
Maluku 90,85 93,49 92,20 92,29 95,19 93,76 91,70 94,48 93,11
Maluku Utara 88,82 92,79 90,88 91,33 94,44 92,96 90,63 93,98 92,38
Papua Barat 91,49 72,20 82,67 90,91 92,01 91,45 91,16 84,18 87,83
Papua 90,26 88,14 89,17 92,96 93,17 93,06 92,08 91,49 91,78
Indonesia 94,73 94,97 94,84 94,96 95,50 95,23 94,83 95,21 95,02

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


255

Lampiran 5. 14 Persentase Baduta (0-23 Bulan) yang Pernah Diberi


ASI menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan Rata-rata
Lama Pemberian ASI (Bulan), 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan


Provinsi
<6 6-23 Total Mean <6 6-23 Total Mean <6 6-23 Total Mean
Aceh 24,63 75,37 100,00 10,54 24,32 75,68 100,00 11,14 24,41 75,59 100,00 10,96
Sumatera Utara 27,47 72,53 100,00 9,89 27,59 72,41 100,00 9,94 27,53 72,47 100,00 9,92
Sumatera Barat 22,27 77,73 100,00 11,38 24,03 75,97 100,00 10,74 23,23 76,77 100,00 11,03
Riau 24,46 75,54 100,00 10,06 25,85 74,15 100,00 10,44 25,23 74,77 100,00 10,27
Jambi 30,36 69,64 100,00 10,34 25,87 74,13 100,00 10,31 27,39 72,61 100,00 10,32
Sumatera Selatan 29,20 70,80 100,00 9,65 27,72 72,28 100,00 10,11 28,27 71,73 100,00 9,94
Bengkulu 14,66 85,34 100,00 12,39 26,50 73,50 100,00 10,60 22,99 77,01 100,00 11,13
Lampung 22,78 77,22 100,00 10,66 27,23 72,77 100,00 10,38 25,94 74,06 100,00 10,46
Kepulauan Bangka Belitung 33,42 66,58 100,00 9,10 26,34 73,66 100,00 10,17 30,21 69,79 100,00 9,58
Kepulauan Riau 32,66 67,34 100,00 8,92 31,63 68,37 100,00 10,06 32,56 67,44 100,00 9,03
DKI Jakarta 24,09 75,91 100,00 10,69 0,00 0,00 0,00 24,09 75,91 100,00 10,69
Jawa Barat 25,42 74,58 100,00 10,63 27,12 72,88 100,00 10,46 25,80 74,20 100,00 10,59
Jawa Tengah 29,20 70,80 100,00 10,06 27,02 72,98 100,00 10,43 28,13 71,87 100,00 10,25
DI Yogyakarta 29,70 70,30 100,00 10,44 24,14 75,86 100,00 10,93 28,43 71,57 100,00 10,55
Jawa Timur 30,48 69,52 100,00 9,92 27,84 72,16 100,00 10,09 29,26 70,74 100,00 10,00
Banten 32,97 67,03 100,00 9,69 27,46 72,54 100,00 9,54 31,33 68,67 100,00 9,65
Bali 31,55 68,45 100,00 9,45 26,59 73,41 100,00 10,43 30,11 69,89 100,00 9,73
Nusa Tenggara Barat 26,09 73,91 100,00 10,49 24,52 75,48 100,00 11,16 25,25 74,75 100,00 10,85
Nusa Tenggara Timur 27,76 72,24 100,00 9,92 25,02 74,98 100,00 10,64 25,58 74,42 100,00 10,49
Kalimantan Barat 28,94 71,06 100,00 10,15 26,19 73,81 100,00 10,73 27,20 72,80 100,00 10,52
Kalimantan Tengah 31,95 68,05 100,00 9,84 27,10 72,90 100,00 10,63 29,17 70,83 100,00 10,29
Kalimantan Selatan 30,84 69,16 100,00 9,67 25,52 74,48 100,00 10,72 28,16 71,84 100,00 10,20
Kalimantan Timur 33,93 66,07 100,00 9,31 26,15 73,85 100,00 9,90 31,55 68,45 100,00 9,49
Kalimantan Utara 32,67 67,33 100,00 9,57 31,96 68,04 100,00 9,26 32,37 67,63 100,00 9,44
Sulawesi Utara 34,88 65,12 100,00 9,29 26,72 73,28 100,00 10,29 30,97 69,03 100,00 9,77
Sulawesi Tengah 28,26 71,74 100,00 10,09 29,81 70,19 100,00 10,10 29,39 70,61 100,00 10,10
Sulawesi Selatan 31,19 68,81 100,00 9,55 26,78 73,22 100,00 10,44 28,68 71,32 100,00 10,06
Sulawesi Tenggara 31,03 68,97 100,00 9,63 27,17 72,83 100,00 10,26 28,58 71,42 100,00 10,03
Gorontalo 35,39 64,61 100,00 8,29 38,34 61,66 100,00 8,39 37,11 62,89 100,00 8,35
Sulawesi Barat 43,84 56,16 100,00 8,81 23,87 76,13 100,00 10,41 28,10 71,90 100,00 10,07
Maluku 34,63 65,37 100,00 9,14 27,73 72,27 100,00 10,32 30,55 69,45 100,00 9,84
Maluku Utara 24,38 75,62 100,00 9,80 30,88 69,12 100,00 9,48 29,10 70,90 100,00 9,57
Papua Barat 25,21 74,79 100,00 9,82 26,56 73,44 100,00 10,15 26,04 73,96 100,00 10,02
Papua 24,97 75,03 100,00 9,99 26,94 73,06 100,00 10,29 26,31 73,69 100,00 10,19
Indonesia 28,06 71,94 100,00 10,16 26,86 73,14 100,00 10,35 27,52 72,48 100,00 10,25

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


256

Lampiran 5. 15 Persentase Baduta (0-23 Bulan) menurut Provinsi,


Tipe Daerah, dan Pemberian Makanan/Cairan
Tambahan dalam 24 Jam Terakhir, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan


Dengan Dengan Dengan
Provinsi Tanpa Makanan Tanpa Makanan Tanpa Makanan
Makanan Makanan Maaknan
Pendamping Pendamping Pendamping
Pendamping Pendamping Pendamping
Aceh 75,04 24,96 68,60 31,40 70,63 29,37
Sumatera Utara 82,15 17,85 78,13 21,87 80,19 19,81
Sumatera Barat 82,30 17,70 76,62 23,38 79,19 20,81
Riau 83,06 16,94 77,67 22,33 80,01 19,99
Jambi 72,34 27,66 68,97 31,03 70,09 29,91
Sumatera Selatan 77,24 22,76 74,21 25,79 75,36 24,64
Bengkulu 89,51 10,49 72,54 27,46 77,70 22,30
Lampung 75,01 24,99 77,32 22,68 76,65 23,35
Kepulauan Bangka 82,98 17,02 87,00 13,00 84,78 15,22
Kepulauan Riau 73,11 26,89 68,28 31,72 72,67 27,33
DKI Jakarta 76,07 23,90 - - 76,07 23,93
Jawa Barat 76,09 23,91 74,08 25,92 75,64 24,36
Jawa Tengah 77,85 22,15 78,04 21,96 77,95 22,05
DI Yogyakarta 79,41 20,59 78,63 21,37 79,23 20,77
Jawa Timur 78,73 21,27 74,44 25,56 76,75 23,25
Banten 65,88 34,12 66,24 33,76 65,99 34,01
Bali 77,76 22,24 76,76 23,24 77,47 22,53
Nusa Tenggara Barat 76,26 23,74 73,45 26,55 74,77 25,23
Nusa Tenggara Timur 80,69 19,31 74,91 25,09 76,12 23,88
Kalimantan Barat 81,77 18,23 77,80 22,20 79,32 20,68
Kalimantan Tengah 78,29 21,71 74,61 25,39 76,20 23,80
Kalimantan Selatan 84,34 15,66 82,34 17,66 83,34 16,66
Kalimantan Timur 71,74 28,26 74,72 25,28 72,66 27,34
Kalimantan Utara 77,53 22,47 64,99 35,01 72,30 27,70
Sulawesi Utara 74,76 25,24 77,16 22,84 75,95 24,05
Sulawesi Tengah 87,06 12,94 74,49 25,51 77,93 22,07
Sulawesi Selatan 74,68 25,32 74,22 25,78 74,42 25,58
Sulawesi Tenggara 81,78 18,22 82,22 17,78 82,06 17,94
Gorontalo 86,13 13,87 78,64 21,36 81,76 18,24
Sulawesi Barat 68,90 31,10 72,08 27,92 71,40 28,60
Maluku 84,86 15,14 73,80 26,20 78,37 21,63
Maluku Utara 81,59 18,41 72,70 27,30 75,18 24,82
Papua Barat 77,69 22,31 75,68 24,32 76,51 23,49
Papua 69,51 30,49 60,48 39,52 63,45 36,55
Indonesia 76,97 23,03 75,07 24,93 76,12 23,88

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


257

Lampiran 5. 16 Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang


Mendapatkan Asi Eksklusif menurut Provinsi, 2020

Provinsi Tidak mendapatkan Mendapatkan ASI Total


ASI Eksklusif Eksklusif
Aceh 34,57 65,43 100,00
Sumatera Utara 46,61 53,39 100,00
Sumatera Barat 29,64 70,36 100,00
Riau 34,83 65,17 100,00
Jambi 34,78 65,22 100,00
Sumatera Selatan 31,94 68,06 100,00
Bengkulu 37,70 62,30 100,00
Lampung 27,64 72,36 100,00
Kepulauan Bangka Belitung 44,53 55,47 100,00
Kepulauan Riau 40,51 59,49 100,00
DKI Jakarta 29,14 70,86 100,00
Jawa Barat 23,89 76,11 100,00
Jawa Tengah 23,70 76,30 100,00
DI Yogyakarta 21,07 78,93 100,00
Jawa Timur 33,10 66,90 100,00
Banten 31,16 68,84 100,00
Bali 35,08 64,92 100,00
Nusa Tenggara Barat 26,22 73,78 100,00
Nusa Tenggara Timur 23,59 76,41 100,00
Kalimantan Barat 33,58 66,42 100,00
Kalimantan Tengah 47,02 52,98 100,00
Kalimantan Selatan 36,45 63,55 100,00
Kalimantan Timur 28,87 71,13 100,00
Kalimantan Utara 23,02 76,98 100,00
Sulawesi Utara 41,40 58,60 100,00
Sulawesi Tengah 38,03 61,97 100,00
Sulawesi Selatan 23,79 76,21 100,00
Sulawesi Tenggara 39,52 60,48 100,00
Gorontalo 43,78 56,22 100,00
Sulawesi Barat 28,46 71,54 100,00
Maluku 42,81 57,19 100,00
Maluku Utara 37,59 62,41 100,00
Papua Barat 40,04 59,96 100,00
Papua 25,44 74,56 100,00
Indonesia 30,38 69,62 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


258

Lampiran 5. 17 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi


menurut Provinsi, Tipe Daerah dan Jenis Kelamin,
2020
Perkotaan Perdesaan Perkotaan+ Perdesaan
Laki- Laki-laki+ Laki- Laki-laki+ Laki- Laki-laki+
Provinsi Perempuan Perempuan Perempuan
laki Perempuan laki Perempuan laki Perempuan
Aceh 79,32 75,90 77,68 81,56 84,35 82,94 80,82 81,68 81,24
Sumatera Utara 91,03 91,82 91,41 91,06 89,75 90,40 91,05 90,80 90,92
Sumatera Barat 92,88 89,85 91,42 95,41 92,89 94,16 94,24 91,53 92,92
Riau 92,02 91,38 91,70 90,08 91,17 90,63 90,87 91,25 91,06
Jambi 93,91 95,55 94,72 93,97 94,81 94,38 93,95 95,04 94,49
Sumatera Selatan 96,81 96,52 96,67 95,21 96,22 95,71 95,79 96,33 96,06
Bengkulu 96,80 97,31 97,04 97,71 97,62 97,67 97,40 97,53 97,46
Lampung 96,47 97,72 97,10 97,93 97,69 97,81 97,50 97,70 97,60
Kepulauan Bangka Belitung 96,57 95,25 95,93 93,23 94,65 93,94 95,05 94,97 95,01
Kepulauan Riau 96,12 92,93 94,50 99,10 99,89 99,51 96,35 93,48 94,89
DKI Jakarta 97,41 97,95 97,68 97,41 97,95 97,68
Jawa Barat 96,17 97,02 96,58 97,39 97,55 97,48 96,43 97,15 96,78
Jawa Tengah 99,25 98,95 99,11 98,54 99,19 98,86 98,91 99,07 98,99
DI Yogyakarta 99,15 100,00 99,55 100,00 100,00 100,00 99,36 100,00 99,67
Jawa Timur 98,41 98,81 98,61 95,43 96,69 96,06 97,08 97,83 97,45
Banten 95,34 94,21 94,80 92,86 91,69 92,27 94,65 93,46 94,06
Bali 98,30 99,80 99,03 99,62 100,00 99,81 98,68 99,86 99,26
Nusa Tenggara Barat 99,07 96,76 97,96 99,17 98,89 99,03 99,12 97,90 98,52
Nusa Tenggara Timur 97,21 97,22 97,21 96,84 97,37 97,10 96,92 97,34 97,12
Kalimantan Barat 94,38 94,97 94,66 93,49 91,83 92,68 93,81 92,90 93,37
Kalimantan Tengah 92,53 94,01 93,26 94,68 93,96 94,32 93,81 93,98 93,90
Kalimantan Selatan 94,01 96,09 94,96 97,99 97,58 97,79 96,05 96,92 96,47
Kalimantan Timur 97,38 97,93 97,64 96,60 97,80 97,19 97,13 97,89 97,50
Kalimantan Utara 98,79 97,63 98,28 93,27 96,38 94,82 96,71 97,10 96,89
Sulawesi Utara 97,61 99,30 98,43 98,61 98,41 98,51 98,09 98,85 98,47
Sulawesi Tengah 98,90 97,65 98,31 95,40 93,60 94,50 96,44 94,72 95,60
Sulawesi Selatan 97,01 97,02 97,02 96,60 97,04 96,82 96,79 97,03 96,90
Sulawesi Tenggara 94,35 98,59 96,40 96,29 94,15 95,24 95,55 95,80 95,67
Gorontalo 99,80 98,76 99,30 97,47 98,81 98,15 98,46 98,79 98,62
Sulawesi Barat 96,85 95,09 95,99 96,59 96,18 96,39 96,65 95,92 96,30
Maluku 94,27 97,47 95,89 90,93 92,66 91,79 92,25 94,61 93,43
Maluku Utara 98,15 96,29 97,27 93,75 92,97 93,37 94,99 93,84 94,43
Papua Barat 92,93 98,68 95,72 93,16 93,20 93,18 93,07 95,46 94,24
Papua 94,33 91,07 92,69 78,63 75,94 77,25 83,16 80,13 81,61
Indonesia 96,22 96,40 96,31 94,90 95,02 94,96 95,64 95,77 95,70

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


259

Lampiran 5. 18 Persentase Balita yang Pernah Diberi Imunisasi menurut Provinsi, Tipe Daerah, dan Jenis Imunisasi,
2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


Provinsi Campak/ Campak/ Campak/
BCG DPT Polio BCG DPT Polio BCG DPT Polio
Morbili B Morbili B Morbili B
Aceh 60,71 52,53 60,33 38,74 54,38 59,48 50,70 62,25 39,44 50,93 59,87 51,29 61,63 39,21 52,05
Sumatera Utara 85,08 80,28 85,38 63,30 75,57 82,78 76,71 83,25 62,11 71,14 83,97 78,55 84,35 62,72 73,42
Sumatera Barat 81,79 74,73 80,90 54,03 76,21 84,93 78,16 83,95 58,37 78,48 83,50 76,60 82,57 56,40 77,45
Riau 82,62 77,77 82,88 61,00 76,10 82,34 75,50 82,00 60,94 71,03 82,45 76,41 82,35 60,96 73,06
Jambi 88,36 82,68 88,46 60,91 82,81 86,18 79,71 85,42 64,65 77,26 86,87 80,65 86,38 63,47 79,01
Sumatera Selatan 90,77 85,75 90,44 69,34 85,49 90,23 85,71 89,44 68,81 81,98 90,43 85,72 89,81 69,00 83,26
Bengkulu 94,06 92,93 94,06 76,37 92,28 94,46 90,90 93,84 74,90 86,32 94,33 91,56 93,91 75,38 88,26
Lampung 92,53 88,33 90,45 73,40 89,24 93,26 88,58 92,29 73,09 89,75 93,04 88,51 91,75 73,18 89,60
Kepulauan Bangka Belitung 88,43 84,98 88,71 66,02 88,15 88,17 84,68 88,60 64,83 86,42 88,31 84,84 88,66 65,47 87,35
Kepulauan Riau 88,79 86,95 90,85 67,90 89,62 92,14 85,61 95,25 75,22 88,37 89,05 86,84 91,19 68,47 89,52
DKI Jakarta 95,19 92,33 94,99 72,82 90,62 - - - - - 95,19 92,33 94,99 72,82 90,62
Jawa Barat 90,67 85,93 90,85 67,56 85,19 90,31 84,62 90,65 67,15 81,71 90,59 85,63 90,81 67,47 84,41
Jawa Tengah 94,42 90,33 93,88 71,84 93,37 94,07 90,54 93,14 74,96 93,54 94,25 90,43 93,52 73,36 93,45
DI Yogyakarta 98,41 96,66 94,66 78,09 97,62 98,24 93,73 92,71 80,38 95,32 98,36 95,91 94,16 78,67 97,03
Jawa Timur 95,39 90,99 94,23 73,68 91,89 89,99 84,98 90,00 67,08 87,17 92,93 88,25 92,30 70,67 89,73
Banten 86,75 79,92 85,28 61,43 80,49 78,30 69,94 77,85 51,83 67,48 84,30 77,03 83,13 58,65 76,72
Bali 97,65 95,19 97,63 79,82 96,72 97,79 92,73 97,54 81,05 95,30 97,69 94,47 97,60 80,18 96,31
Nusa Tenggara Barat 95,09 88,47 93,79 72,19 93,27 95,50 91,28 94,61 73,87 93,06 95,30 89,94 94,22 73,07 93,16
Nusa Tenggara Timur 94,85 90,90 94,30 78,48 93,32 92,29 88,93 92,68 73,32 88,44 92,82 89,34 93,02 74,39 89,45
Kalimantan Barat 87,62 80,83 86,56 63,16 84,71 84,36 78,99 85,08 67,34 78,93 85,49 79,63 85,60 65,88 80,95
Kalimantan Tengah 87,89 81,22 86,29 65,15 82,68 85,70 80,65 86,70 65,77 80,25 86,58 80,88 86,54 65,52 81,23
Kalimantan Selatan 87,85 82,33 87,16 63,60 85,82 93,00 88,14 92,49 71,61 90,42 90,60 85,44 90,02 67,89 88,28
Kalimantan Timur 91,97 87,04 92,84 67,72 91,01 90,57 87,16 91,92 71,22 87,47 91,52 87,08 92,54 68,86 89,86
Kalimantan Utara 93,27 89,83 93,78 74,05 94,53 84,48 80,79 87,49 67,99 78,14 89,75 86,21 91,26 71,63 87,97
Sulawesi Utara 94,46 91,19 94,24 71,58 89,36 94,25 89,10 92,95 77,31 87,44 94,36 90,16 93,61 74,39 88,42
Sulawesi Tengah 91,57 87,28 91,48 71,62 86,73 87,70 81,89 86,52 69,14 81,40 88,81 83,44 87,95 69,85 82,94
Sulawesi Selatan 91,35 87,55 90,80 73,64 87,55 92,07 85,94 91,00 73,19 86,13 91,75 86,65 90,91 73,39 86,76
Sulawesi Tenggara 92,74 89,17 92,72 69,14 90,95 91,38 87,43 91,49 70,22 88,27 91,89 88,08 91,95 69,82 89,28

Profil Anak Indonesia 2021


260

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


Provinsi Campak/ Campak/ Campak/
BCG DPT Polio BCG DPT Polio BCG DPT Polio
Morbili B Morbili B Morbili B
Gorontalo 94,43 92,05 95,06 77,31 90,08 94,44 87,89 93,76 73,60 89,99 94,44 89,61 94,30 75,13 90,03
Sulawesi Barat 84,42 80,34 85,20 67,26 78,97 87,40 81,56 88,30 66,60 82,23 86,70 81,27 87,57 66,76 81,46
Maluku 91,04 88,58 92,24 70,71 86,45 84,08 79,20 85,30 67,49 77,57 86,86 82,96 88,08 68,78 81,13
Maluku Utara 91,26 84,64 90,29 70,47 81,46 82,60 78,17 82,88 63,97 75,89 84,95 79,93 84,89 65,74 77,40
Papua Barat 90,35 84,37 91,94 72,31 84,57 85,52 81,09 86,52 66,79 77,57 87,52 82,45 88,77 69,08 80,47
Papua 84,74 79,50 82,27 64,71 76,35 57,75 54,28 58,39 46,77 52,89 65,37 61,40 65,14 51,84 59,51
Indonesia 90,88 86,28 90,49 68,51 86,53 87,67 82,46 87,54 66,97 82,00 89,44 84,56 89,16 67,82 84,49

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


261

Lampiran 5. 19 Persentase Anak Berumur 12-23 Bulan yang


Mendapat Imunisasi Lengkap menurut Provinsi, Tipe
Daerah, dan Jenis Kelamin, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan


Provinsi Laki-laki+ Laki-laki+ Laki-laki+
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Perempuan Perempuan Perempuan
Aceh 27,56 30,51 29,00 18,43 20,75 19,52 21,07 23,72 22,33
Sumatera Utara 41,45 41,34 41,39 38,69 35,41 37,08 40,15 38,60 39,38
Sumatera Barat 43,55 48,66 46,09 53,00 42,39 47,90 48,44 45,52 47,01
Riau 49,52 38,16 43,44 41,45 30,24 35,69 44,61 33,50 38,81
Jambi 58,85 58,24 58,59 51,59 42,06 46,62 54,19 46,56 50,44
Sumatera Selatan 43,49 52,67 48,74 45,14 41,81 43,40 44,57 46,09 45,39
Bengkulu 60,85 65,73 62,98 61,56 56,21 58,86 61,30 59,14 60,26
Lampung 59,44 57,04 58,19 69,89 67,04 68,51 66,82 63,83 65,34
Kepulauan Bangka Belitung 60,14 69,17 64,70 55,09 62,89 59,10 57,82 66,22 62,09
Kepulauan Riau 64,75 59,54 61,94 75,46 71,91 74,18 66,40 60,54 63,36
DKI Jakarta 61,86 58,84 60,38 - - - 61,86 58,84 60,38
Jawa Barat 58,17 52,35 55,40 51,00 50,50 50,72 56,80 51,88 54,36
Jawa Tengah 72,50 72,06 72,28 76,14 74,24 75,18 74,28 73,16 73,72
DI Yogyakarta 64,82 89,28 77,94 63,86 82,47 73,17 64,57 87,70 76,77
Jawa Timur 67,20 69,72 68,39 63,05 63,51 63,29 65,46 66,80 66,12
Banten 43,92 59,02 51,27 34,47 19,70 26,65 41,21 46,36 43,78
Bali 84,44 80,98 82,75 74,20 82,32 78,13 81,50 81,36 81,43
Nusa Tenggara Barat 77,39 72,63 75,49 67,85 75,86 71,53 72,44 74,50 73,33
Nusa Tenggara Timur 72,96 82,35 77,98 55,29 60,16 57,76 58,73 64,89 61,88
Kalimantan Barat 35,66 51,25 44,01 53,31 56,86 55,21 46,30 54,63 50,76
Kalimantan Tengah 56,44 52,13 54,64 52,85 42,81 47,85 54,56 46,52 50,84
Kalimantan Selatan 62,55 56,06 59,86 65,17 69,49 67,59 63,69 63,88 63,78
Kalimantan Timur 64,87 67,21 65,97 60,86 54,09 57,73 63,65 63,32 63,50
Kalimantan Utara 71,98 53,04 64,71 41,22 59,63 49,42 60,27 55,95 58,51
Sulawesi Utara 68,35 63,03 65,83 66,77 67,47 67,17 67,66 65,41 66,49
Sulawesi Tengah 65,73 61,90 63,99 60,37 50,26 55,14 62,02 53,25 57,64
Sulawesi Selatan 57,75 65,95 61,77 60,84 61,40 61,11 59,48 63,44 61,41
Sulawesi Tenggara 58,00 68,61 63,09 58,00 61,46 59,67 58,00 63,94 60,86
Gorontalo 70,17 74,14 72,07 63,91 70,20 67,05 66,94 72,03 69,43
Sulawesi Barat 57,22 42,33 49,41 52,87 46,97 50,12 53,79 45,80 49,96
Maluku 61,90 63,66 62,71 49,87 47,04 48,30 54,91 52,56 53,69
Maluku Utara 59,16 57,64 58,35 40,45 38,60 39,49 46,16 44,72 45,41
Papua Barat 54,75 62,11 57,82 40,88 50,84 45,34 46,86 55,35 50,55
Papua 44,87 54,65 50,67 28,60 26,44 27,55 33,06 36,87 35,04
Indonesia 59,28 59,21 59,25 55,39 53,81 54,59 57,60 56,74 57,17

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


262

Lampiran 5. 20 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun yang Merokok


menurut Tipe Daerah dan Batang Rokok yang
Dihisap per Minggu, 2020

7-14 15-29 30-59


Tipe Daerah 1-6 batang Total
batang batang batang
Perkotaan+Perdesaan 6,23 16,00 19,36 27,58 30,83 100,00
Perkotaan 9,47 18,06 19,36 29,28 23,83 100,00
Perdesaan 3,15 14,03 19,37 25,96 37,49 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


263

Lampiran 6. 1 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun menurut Provinsi


dan Partisipasi Sekolah, 2020

Tidak/belum Tidak bersekolah


Provinsi Masih Sekolah Total
pernah Sekolah lagi
Aceh 11,29 86,97 1,74 100,00
Sumatera Utara 11,54 86,05 2,41 100,00
Sumatera Barat 13,58 83,98 2,45 100,00
Riau 13,82 83,20 2,98 100,00
Jambi 12,06 84,52 3,41 100,00
Sumatera Selatan 9,79 86,33 3,88 100,00
Bengkulu 11,74 85,22 3,04 100,00
Lampung 13,38 82,63 3,99 100,00
Kep Bangka Belitung 12,15 82,74 5,11 100,00
Kep Riau 14,67 83,88 1,45 100,00
DKI Jakarta 15,64 81,37 2,99 100,00
Jawa Barat 13,43 81,85 4,73 100,00
Jawa Tengah 12,26 83,67 4,07 100,00
DI Yogyakarta 15,18 83,52 1,30 100,00
Jawa Timur 13,16 83,17 3,67 100,00
Banten 14,70 81,15 4,15 100,00
Bali 12,76 85,32 1,93 100,00
NTB 13,13 84,26 2,61 100,00
NTT 10,96 84,81 4,23 100,00
Kalimantan Barat 11,50 83,22 5,28 100,00
Kalimantan Tengah 12,51 82,62 4,87 100,00
Kalimantan Selatan 13,41 81,94 4,65 100,00
Kalimantan Timur 14,71 83,62 1,67 100,00
Kalimantan Utara 15,96 81,03 3,01 100,00
Sulawesi Utara 11,35 84,94 3,71 100,00
Sulawesi Tengah 12,84 82,74 4,42 100,00
Sulawesi Selatan 12,55 82,80 4,65 100,00
Sulawesi Tenggara 11,64 84,43 3,93 100,00
Gorontalo 11,88 81,83 6,29 100,00
Sulawesi Barat 12,58 81,55 5,87 100,00
Maluku 10,43 87,12 2,45 100,00
Maluku Utara 11,63 85,39 2,99 100,00
Papua Barat 12,07 85,13 2,80 100,00
Papua 24,17 68,73 7,10 100,00
Indonesia 13,04 83,15 3,81 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


264

Lampiran 6. 2 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun di Pedesaan menurut


Provinsi dan Partisipasi Sekolah, 2020

Tidak/belum Tidak bersekolah


Provinsi Masih Sekolah Total
pernah Sekolah lagi
Aceh 11,38 86,80 1,82 100,00
Sumatera Utara 11,36 86,08 2,55 100,00
Sumatera Barat 13,57 83,57 2,85 100,00
Riau 13,73 82,57 3,70 100,00
Jambi 12,11 83,90 4,00 100,00
Sumatera Selatan 10,37 84,68 4,95 100,00
Bengkulu 11,49 85,16 3,35 100,00
Lampung 13,22 82,45 4,33 100,00
Kep Bangka Belitung 11,77 82,31 5,91 100,00
Kep Riau 13,19 83,80 3,00 100,00
DKI Jakarta
Jawa Barat 14,32 79,36 6,32 100,00
Jawa Tengah 12,32 82,99 4,70 100,00
DI Yogyakarta 14,91 82,92 2,17 100,00
Jawa Timur 12,68 82,75 4,57 100,00
Banten 13,17 81,12 5,71 100,00
Bali 11,73 85,64 2,62 100,00
NTB 12,22 84,78 3,00 100,00
NTT 11,18 84,34 4,48 100,00
Kalimantan Barat 11,46 82,20 6,34 100,00
Kalimantan Tengah 11,85 82,75 5,40 100,00
Kalimantan Selatan 12,91 82,04 5,05 100,00
Kalimantan Timur 15,20 82,23 2,57 100,00
Kalimantan Utara 14,93 81,60 3,47 100,00
Sulawesi Utara 11,88 84,30 3,81 100,00
Sulawesi Tengah 12,85 82,21 4,94 100,00
Sulawesi Selatan 12,43 82,51 5,05 100,00
Sulawesi Tenggara 11,38 84,17 4,45 100,00
Gorontalo 12,17 80,47 7,36 100,00
Sulawesi Barat 12,76 81,10 6,14 100,00
Maluku 11,20 85,92 2,88 100,00
Maluku Utara 11,31 85,29 3,40 100,00
Papua Barat 12,22 84,34 3,45 100,00
Papua 26,61 64,54 8,84 100,00
Indonesia 12,81 82,63 4,55 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


265

Lampiran 6. 3 Persentase Anak Usia 5-17 Tahun di Perkotaan


menurut Provinsi dan Partisipasi Sekolah, 2020

Tidak/belum Tidak bersekolah


Provinsi Masih Sekolah Total
pernah Sekolah lagi
Aceh 11,07 87,35 1,57 100,00
Sumatera Utara 11,70 86,02 2,28 100,00
Sumatera Barat 13,59 84,46 1,96 100,00
Riau 13,97 84,21 1,82 100,00
Jambi 11,97 85,88 2,16 100,00
Sumatera Selatan 8,76 89,25 1,99 100,00
Bengkulu 12,25 85,34 2,41 100,00
Lampung 13,73 83,04 3,23 100,00
Kep Bangka Belitung 12,46 83,10 4,44 100,00
Kep Riau 14,85 83,89 1,26 100,00
DKI Jakarta 15,64 81,37 2,99 100,00
Jawa Barat 13,15 82,61 4,24 100,00
Jawa Tengah 12,21 84,33 3,46 100,00
DI Yogyakarta 15,29 83,74 0,97 100,00
Jawa Timur 13,58 83,54 2,88 100,00
Banten 15,38 81,16 3,46 100,00
Bali 13,23 85,17 1,60 100,00
NTB 14,13 83,68 2,19 100,00
NTT 10,23 86,40 3,37 100,00
Kalimantan Barat 11,57 85,20 3,23 100,00
Kalimantan Tengah 13,55 82,41 4,04 100,00
Kalimantan Selatan 14,00 81,82 4,18 100,00
Kalimantan Timur 14,46 84,33 1,21 100,00
Kalimantan Utara 16,60 80,68 2,73 100,00
Sulawesi Utara 10,83 85,56 3,61 100,00
Sulawesi Tengah 12,79 84,07 3,14 100,00
Sulawesi Selatan 12,71 83,20 4,09 100,00
Sulawesi Tenggara 12,07 84,85 3,08 100,00
Gorontalo 11,46 83,80 4,75 100,00
Sulawesi Barat 11,99 83,01 5,01 100,00
Maluku 9,33 88,83 1,84 100,00
Maluku Utara 12,52 85,65 1,83 100,00
Papua Barat 11,85 86,30 1,85 100,00
Papua 16,62 81,64 1,74 100,00
Indonesia 13,23 83,59 3,18 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


266

Lampiran 6. 4 Persentase Anak Laki-Laki Usia 5-17 Tahun menurut


Provinsi dan Partisipasi Sekolah, 2020

Tidak/belum Tidak bersekolah


Provinsi Masih Sekolah Total
pernah Sekolah lagi
Aceh 11,15 86,76 2,09 100,00
Sumatera Utara 11,52 85,51 2,97 100,00
Sumatera Barat 13,51 83,12 3,37 100,00
Riau 14,15 82,42 3,44 100,00
Jambi 12,30 83,87 3,83 100,00
Sumatera Selatan 10,20 85,51 4,29 100,00
Bengkulu 12,42 83,94 3,64 100,00
Lampung 13,78 81,67 4,54 100,00
Kep Bangka Belitung 11,78 82,53 5,69 100,00
Kep Riau 14,45 84,00 1,55 100,00
DKI Jakarta 15,68 81,66 2,66 100,00
Jawa Barat 13,60 81,42 4,98 100,00
Jawa Tengah 12,32 83,13 4,55 100,00
DI Yogyakarta 15,66 82,67 1,68 100,00
Jawa Timur 12,97 83,26 3,77 100,00
Banten 14,25 81,37 4,38 100,00
Bali 12,54 85,79 1,67 100,00
NTB 13,35 84,15 2,50 100,00
NTT 11,34 83,51 5,16 100,00
Kalimantan Barat 11,08 82,20 6,72 100,00
Kalimantan Tengah 11,76 82,97 5,28 100,00
Kalimantan Selatan 14,17 81,12 4,71 100,00
Kalimantan Timur 15,03 83,25 1,71 100,00
Kalimantan Utara 16,05 81,58 2,37 100,00
Sulawesi Utara 11,34 84,38 4,29 100,00
Sulawesi Tengah 13,14 81,53 5,33 100,00
Sulawesi Selatan 12,59 82,29 5,12 100,00
Sulawesi Tenggara 11,30 84,14 4,56 100,00
Gorontalo 11,52 80,88 7,60 100,00
Sulawesi Barat 13,24 79,92 6,84 100,00
Maluku 10,17 87,21 2,62 100,00
Maluku Utara 11,67 85,08 3,25 100,00
Papua Barat 11,80 85,03 3,17 100,00
Papua 24,21 68,86 6,93 100,00
Indonesia 13,09 82,75 4,16 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


267

Lampiran 6. 5 Persentase Anak Perempuan Usia 5-17 Tahun menurut


Provinsi dan Partisipasi Sekolah, 2020

Tidak
Tidak/belum
Provinsi Masih Sekolah bersekolah Total
pernah Sekolah
lagi
Aceh 11,43 87,19 1,38 100,00
Sumatera Utara 11,55 86,62 1,83 100,00
Sumatera Barat 13,65 84,86 1,49 100,00
Riau 13,48 84,04 2,48 100,00
Jambi 11,82 85,20 2,98 100,00
Sumatera Selatan 9,35 87,20 3,45 100,00
Bengkulu 11,02 86,57 2,40 100,00
Lampung 12,95 83,65 3,40 100,00
Kep Bangka Belitung 12,54 82,96 4,50 100,00
Kep Riau 14,92 83,75 1,33 100,00
DKI Jakarta 15,60 81,06 3,35 100,00
Jawa Barat 13,24 82,30 4,46 100,00
Jawa Tengah 12,20 84,25 3,55 100,00
DI Yogyakarta 14,70 84,40 0,91 100,00
Jawa Timur 13,37 83,08 3,56 100,00
Banten 15,18 80,91 3,90 100,00
Bali 12,99 84,82 2,19 100,00
NTB 12,89 84,38 2,73 100,00
NTT 10,57 86,18 3,25 100,00
Kalimantan Barat 11,93 84,29 3,78 100,00
Kalimantan Tengah 13,31 82,25 4,44 100,00
Kalimantan Selatan 12,63 82,78 4,59 100,00
Kalimantan Timur 14,38 84,00 1,62 100,00
Kalimantan Utara 15,86 80,42 3,73 100,00
Sulawesi Utara 11,36 85,55 3,09 100,00
Sulawesi Tengah 12,52 84,02 3,47 100,00
Sulawesi Selatan 12,51 83,31 4,17 100,00
Sulawesi Tenggara 12,00 84,74 3,26 100,00
Gorontalo 12,26 82,84 4,90 100,00
Sulawesi Barat 11,88 83,26 4,86 100,00
Maluku 10,70 87,02 2,28 100,00
Maluku Utara 11,58 85,71 2,71 100,00
Papua Barat 12,35 85,25 2,41 100,00
Papua 24,13 68,58 7,30 100,00
Indonesia 12,98 83,58 3,44 100,00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


268

Lampiran 6. 6 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia 7-18


Tahun menurut Provinsi dan Kelompok Umur, 2020

Provinsi 7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun


Aceh 99,84 98,49 83,27
Sumatera Utara 99,44 97,04 78,21
Sumatera Barat 99,61 96,60 83,68
Riau 99,53 95,53 77,42
Jambi 99,82 96,41 72,37
Sumatera Selatan 99,71 94,61 70,91
Bengkulu 99,78 97,49 79,72
Lampung 99,74 95,24 71,34
Kep Bangka Belitung 99,70 93,34 67,75
Kep Riau 99,55 98,82 84,62
DKI Jakarta 99,64 98,34 72,11
Jawa Barat 99,66 94,45 67,74
Jawa Tengah 99,73 96,37 70,14
DI Yogyakarta 99,89 99,45 88,95
Jawa Timur 99,54 97,68 73,05
Banten 99,40 95,77 68,76
Bali 99,57 98,21 82,96
NTB 99,52 98,32 77,64
NTT 98,57 95,25 75,52
Kalimantan Barat 98,60 92,90 68,96
Kalimantan Tengah 99,49 94,86 66,92
Kalimantan Selatan 99,48 93,04 69,38
Kalimantan Timur 99,73 99,07 81,88
Kalimantan Utara 98,94 96,52 76,08
Sulawesi Utara 99,59 95,27 74,12
Sulawesi Tengah 98,38 93,13 75,89
Sulawesi Selatan 99,25 93,34 70,89
Sulawesi Tenggara 99,10 94,98 74,50
Gorontalo 98,92 91,80 71,43
Sulawesi Barat 98,33 90,07 69,84
Maluku 99,50 97,43 79,87
Maluku Utara 99,04 97,15 76,83
Papua Barat 97,89 96,87 81,51
Papua 82,99 80,48 64,83
Indonesia 99,26 95,74 72,72

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


269

Lampiran 6. 7 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia 7-18


Tahun di Perkotaan menurut Provinsi dan Kelompok
Umur, 2020

Provinsi 7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun


Aceh 99.85 99.19 86.11
Sumatera Utara 99.65 97.66 77.99
Sumatera Barat 99.59 97.12 87.34
Riau 99.49 97.39 83.88
Jambi 99.94 98.10 77.37
Sumatera Selatan 99.83 97.74 78.27
Bengkulu 99.72 99.30 84.93
Lampung 99.67 97.19 74.44
Kep Bangka Belitung 99.58 93.77 71.53
Kep Riau 99.58 98.96 85.60
DKI Jakarta 99.64 98.34 72.11
Jawa Barat 99.71 94.83 70.04
Jawa Tengah 99.69 97.09 73.39
DI Yogyakarta 99.86 99.68 90.87
Jawa Timur 99.56 98.70 77.51
Banten 99.62 96.52 73.41
Bali 99.55 99.14 84.15
NTB 99.77 98.52 81.60
NTT 99.66 96.98 83.52
Kalimantan Barat 99.49 97.09 78.07
Kalimantan Tengah 99.13 96.30 72.36
Kalimantan Selatan 99.28 91.36 73.45
Kalimantan Timur 99.73 99.20 84.57
Kalimantan Utara 99.00 96.70 78.16
Sulawesi Utara 99.61 95.97 74.77
Sulawesi Tengah 99.07 94.84 83.25
Sulawesi Selatan 99.28 94.24 75.86
Sulawesi Tenggara 99.16 96.33 79.51
Gorontalo 99.40 93.93 76.89
Sulawesi Barat 98.08 94.26 71.05
Maluku 99.78 98.34 83.20
Maluku Utara 99.35 99.14 85.66
Papua Barat 99.24 97.53 83.40
Papua 96.01 96.88 86.33
Indonesia 99.60 96.80 75.70

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


270

Lampiran 6. 8 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia 7-18


Tahun di Perdesaan Menurut Provinsi dan Kelompok
Umur, 2020

Provinsi 7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun


Aceh 99,83 98,17 81,89
Sumatera Utara 99,22 96,39 78,48
Sumatera Barat 99,62 96,18 79,92
Riau 99,56 94,38 73,08
Jambi 99,76 95,57 69,82
Sumatera Selatan 99,64 92,81 66,28
Bengkulu 99,81 96,60 76,74
Lampung 99,77 94,39 69,88
Kep Bangka Belitung 99,85 92,84 63,51
Kep Riau 99,23 97,80 77,30
DKI Jakarta
Jawa Barat 99,49 93,24 59,75
Jawa Tengah 99,77 95,60 66,69
DI Yogyakarta 99,99 98,81 82,90
Jawa Timur 99,52 96,48 67,90
Banten 98,95 94,01 58,05
Bali 99,62 96,15 80,25
NTB 99,29 98,15 73,94
NTT 98,26 94,79 72,56
Kalimantan Barat 98,17 90,87 63,54
Kalimantan Tengah 99,72 93,94 63,41
Kalimantan Selatan 99,65 94,53 65,69
Kalimantan Timur 99,74 98,82 76,27
Kalimantan Utara 98,83 96,26 72,99
Sulawesi Utara 99,56 94,54 73,38
Sulawesi Tengah 98,12 92,47 72,23
Sulawesi Selatan 99,23 92,73 66,93
Sulawesi Tenggara 99,06 94,08 70,72
Gorontalo 98,59 90,38 67,50
Sulawesi Barat 98,41 88,89 69,42
Maluku 99,30 96,80 77,07
Maluku Utara 98,94 96,36 73,34
Papua Barat 97,04 96,36 80,08
Papua 79,06 75,05 56,35
Indonesia 98,85 94,48 68,94

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


271

Lampiran 6. 9 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Laki-Laki


Usia 7-18 Tahun Menurut Provinsi dan Kelompok
Umur, 2020

Provinsi 7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun


Aceh 99,79 97,62 81,46
Sumatera Utara 99,34 96,23 76,82
Sumatera Barat 99,77 95,17 79,26
Riau 99,35 95,53 75,13
Jambi 99,74 95,98 70,68
Sumatera Selatan 99,61 93,89 70,38
Bengkulu 99,82 97,45 77,59
Lampung 99,62 94,98 69,22
Kep Bangka Belitung 99,60 91,57 67,39
Kep Riau 99,34 98,94 82,61
DKI Jakarta 99,75 98,33 73,90
Jawa Barat 99,58 92,88 68,29
Jawa Tengah 99,61 95,51 69,07
DI Yogyakarta 99,90 99,70 88,12
Jawa Timur 99,37 97,18 72,95
Banten 98,96 95,29 69,72
Bali 99,50 98,05 85,08
NTB 99,44 98,08 78,53
NTT 98,13 94,57 71,99
Kalimantan Barat 98,34 89,79 65,61
Kalimantan Tengah 99,26 93,36 66,67
Kalimantan Selatan 99,12 92,54 70,70
Kalimantan Timur 99,80 98,61 80,83
Kalimantan Utara 99,18 97,09 78,05
Sulawesi Utara 99,71 93,91 71,36
Sulawesi Tengah 98,70 90,69 74,75
Sulawesi Selatan 99,26 91,95 69,74
Sulawesi Tenggara 99,01 93,91 72,96
Gorontalo 99,06 89,07 68,60
Sulawesi Barat 98,94 87,23 68,86
Maluku 99,53 97,24 77,35
Maluku Utara 98,80 95,43 77,91
Papua Barat 97,80 96,47 79,37
Papua 83,50 80,89 65,60
Indonesia 99,15 94,86 72,10

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


272

Lampiran 6. 10 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk


Perempuan Usia 7-18 Tahun menurut Provinsi dan
Kelompok Umur, 2020

Provinsi 7-12 Tahun 13-15 Tahun 16-18 Tahun


Aceh 99,89 99,37 85,18
Sumatera Utara 99,54 97,83 79,65
Sumatera Barat 99,44 98,15 88,03
Riau 99,74 95,53 79,79
Jambi 99,89 96,83 74,24
Sumatera Selatan 99,81 95,39 71,47
Bengkulu 99,74 97,53 81,90
Lampung 99,87 95,49 73,63
Kep Bangka Belitung 99,82 95,20 68,11
Kep Riau 99,78 98,70 86,60
DKI Jakarta 99,53 98,34 70,25
Jawa Barat 99,73 96,13 67,15
Jawa Tengah 99,86 97,35 71,28
DI Yogyakarta 99,89 99,15 89,91
Jawa Timur 99,72 98,23 73,15
Banten 99,87 96,30 67,73
Bali 99,64 98,38 80,77
NTB 99,61 98,57 76,75
NTT 99,03 95,99 79,16
Kalimantan Barat 98,87 96,22 72,54
Kalimantan Tengah 99,74 96,41 67,20
Kalimantan Selatan 99,85 93,52 68,03
Kalimantan Timur 99,67 99,52 83,00
Kalimantan Utara 98,67 95,89 74,04
Sulawesi Utara 99,46 96,77 76,96
Sulawesi Tengah 98,04 95,80 77,05
Sulawesi Selatan 99,24 94,70 72,07
Sulawesi Tenggara 99,18 96,18 76,09
Gorontalo 98,75 94,54 74,58
Sulawesi Barat 97,71 93,01 70,88
Maluku 99,46 97,63 82,67
Maluku Utara 99,28 98,80 75,58
Papua Barat 97,98 97,29 83,84
Papua 82,44 80,03 64,01
Indonesia 99,36 96,67 73,36

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


273

Lampiran 6. 11 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Usia 7-18


Tahun menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan,
2020

Provinsi SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat


Aceh 99,03 86,87 70,70
Sumatera Utara 97,73 80,56 68,00
Sumatera Barat 98,80 78,41 68,90
Riau 97,73 80,48 64,01
Jambi 99,11 79,93 61,38
Sumatera Selatan 97,91 77,97 60,45
Bengkulu 98,65 79,77 65,82
Lampung 99,16 81,17 59,58
Kep Bangka Belitung 97,73 74,59 58,82
Kep Riau 99,16 86,47 73,45
DKI Jakarta 98,05 82,47 60,42
Jawa Barat 98,37 82,06 57,90
Jawa Tengah 97,90 80,53 59,74
DI Yogyakarta 99,59 83,98 70,98
Jawa Timur 97,99 83,53 62,24
Banten 97,95 82,73 59,06
Bali 96,84 87,26 73,29
NTB 98,78 84,98 66,81
NTT 96,09 69,82 54,09
Kalimantan Barat 97,36 67,42 51,70
Kalimantan Tengah 99,11 78,45 54,08
Kalimantan Selatan 98,76 75,51 58,25
Kalimantan Timur 98,44 81,28 69,00
Kalimantan Utara 93,46 79,09 64,75
Sulawesi Utara 95,13 74,82 63,43
Sulawesi Tengah 93,24 74,42 65,02
Sulawesi Selatan 97,98 76,17 60,32
Sulawesi Tenggara 97,70 77,64 63,41
Gorontalo 98,50 70,68 57,86
Sulawesi Barat 95,80 69,98 58,05
Maluku 96,85 75,15 64,81
Maluku Utara 97,21 76,90 64,25
Papua Barat 93,88 70,51 63,62
Papua 79,34 57,95 44,73
Indonesia 97,69 80,12 61,25

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


274

Lampiran 6. 12 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Usia 7-18


Tahun di Perkotaan menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020

Jenjang Pendidikan
Provinsi SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat
Aceh 99,08 85,27 72,93
Sumatera Utara 96,73 78,26 67,72
Sumatera Barat 98,47 79,05 72,78
Riau 96,34 79,94 70,66
Jambi 98,72 80,33 64,32
Sumatera Selatan 96,01 73,62 65,21
Bengkulu 99,19 84,67 71,53
Lampung 99,27 82,96 65,57
Kep Bangka Belitung 97,64 75,11 63,07
Kep Riau 99,18 86,47 73,67
DKI Jakarta 98,05 82,47 60,42
Jawa Barat 98,40 81,78 60,92
Jawa Tengah 98,15 82,47 62,35
DI Yogyakarta 99,69 82,14 71,54
Jawa Timur 98,22 85,59 66,73
Banten 98,42 83,93 63,43
Bali 96,98 87,68 74,22
NTB 99,07 87,43 70,80
NTT 94,50 75,09 66,83
Kalimantan Barat 97,53 72,37 62,16
Kalimantan Tengah 98,83 78,92 59,84
Kalimantan Selatan 98,48 75,75 61,09
Kalimantan Timur 98,78 81,17 69,70
Kalimantan Utara 94,04 78,65 69,72
Sulawesi Utara 94,70 73,84 64,00
Sulawesi Tengah 93,39 75,98 70,68
Sulawesi Selatan 97,59 78,65 63,16
Sulawesi Tenggara 97,08 78,42 66,19
Gorontalo 98,98 70,77 60,21
Sulawesi Barat 95,10 72,54 56,47
Maluku 95,41 75,28 70,40
Maluku Utara 96,11 77,37 67,85
Papua Barat 93,23 72,24 73,01
Papua 92,55 75,23 66,72
Indonesia 97,94 81,65 64,57

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


275

Lampiran 6. 13 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Usia 7-18


Tahun di Perdesaan Menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020

Jenjang Pendidikan
Provinsi
SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat
Aceh 99,01 87,59 69,60
Sumatera Utara 98,73 82,97 68,35
Sumatera Barat 99,06 77,90 64,91
Riau 98,57 80,82 59,54
Jambi 99,28 79,73 59,88
Sumatera Selatan 98,99 80,47 57,45
Bengkulu 98,39 77,37 62,56
Lampung 99,12 80,39 56,75
Kep Bangka Belitung 97,84 74,00 54,06
Kep Riau 98,99 86,44 71,81
DKI Jakarta
Jawa Barat 98,25 82,98 47,40
Jawa Tengah 97,63 78,43 56,96
DI Yogyakarta 99,32 89,02 69,25
Jawa Timur 97,74 81,12 57,06
Banten 96,92 79,90 49,01
Bali 96,55 86,31 71,16
NTB 98,52 82,87 63,10
NTT 96,55 68,41 49,39
Kalimantan Barat 97,29 65,02 45,49
Kalimantan Tengah 99,29 78,15 50,37
Kalimantan Selatan 99,00 75,29 55,68
Kalimantan Timur 97,78 81,50 67,55
Kalimantan Utara 92,47 79,73 57,37
Sulawesi Utara 95,57 75,85 62,78
Sulawesi Tengah 93,19 73,83 62,20
Sulawesi Selatan 98,25 74,46 58,05
Sulawesi Tenggara 98,05 77,11 61,31
Gorontalo 98,16 70,63 56,17
Sulawesi Barat 96,01 69,25 58,59
Maluku 97,84 75,05 60,10
Maluku Utara 97,56 76,71 62,82
Papua Barat 94,28 69,17 56,53
Papua 75,35 52,23 36,04
Indonesia 97,40 78,31 57,04

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


276

Lampiran 6. 14 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Laki-Laki


Usia 7-18 Tahun menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020

Provinsi SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat


Aceh 99,03 86,79 67,70
Sumatera Utara 97,51 78,90 67,28
Sumatera Barat 98,95 74,99 64,70
Riau 97,90 79,70 60,68
Jambi 99,03 80,89 60,05
Sumatera Selatan 98,34 77,39 59,85
Bengkulu 98,70 82,39 63,79
Lampung 99,09 82,51 56,78
Kep Bangka Belitung 97,68 74,21 61,08
Kep Riau 98,83 85,23 72,38
DKI Jakarta 97,87 80,74 62,72
Jawa Barat 98,63 82,75 58,30
Jawa Tengah 97,55 80,95 58,44
DI Yogyakarta 99,77 86,36 70,33
Jawa Timur 97,86 83,64 62,39
Banten 97,58 82,62 59,97
Bali 96,71 86,06 74,18
NTB 98,84 85,52 67,59
NTT 95,75 67,99 48,28
Kalimantan Barat 97,26 65,85 48,13
Kalimantan Tengah 99,04 78,60 54,00
Kalimantan Selatan 98,65 74,03 57,87
Kalimantan Timur 98,47 80,88 65,11
Kalimantan Utara 93,82 79,96 66,33
Sulawesi Utara 95,92 74,13 62,41
Sulawesi Tengah 94,40 73,14 62,48
Sulawesi Selatan 98,18 77,25 59,60
Sulawesi Tenggara 97,96 76,49 60,60
Gorontalo 98,32 68,25 57,75
Sulawesi Barat 96,59 68,31 55,20
Maluku 97,86 74,27 63,60
Maluku Utara 97,26 77,67 65,70
Papua Barat 94,33 68,56 61,88
Papua 80,00 56,85 45,30
Indonesia 97,70 79,96 60,49

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


277

Lampiran 6. 15 Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Perempuan


Usia 7-18 Tahun menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020

Provinsi SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat


Aceh 99,04 86,94 73,84
Sumatera Utara 97,96 82,20 68,74
Sumatera Barat 98,65 82,09 73,04
Riau 97,54 81,27 67,46
Jambi 99,19 78,98 62,86
Sumatera Selatan 97,46 78,60 61,08
Bengkulu 98,61 76,90 67,89
Lampung 99,24 79,85 62,60
Kep Bangka Belitung 97,79 74,99 56,56
Kep Riau 99,53 87,74 74,49
DKI Jakarta 98,24 84,52 58,03
Jawa Barat 98,09 81,34 57,48
Jawa Tengah 98,25 80,06 61,10
DI Yogyakarta 99,41 81,15 71,74
Jawa Timur 98,12 83,41 62,10
Banten 98,33 82,86 58,09
Bali 96,98 88,52 72,36
NTB 98,73 84,42 66,03
NTT 96,44 71,80 60,09
Kalimantan Barat 97,47 69,10 55,52
Kalimantan Tengah 99,18 78,29 54,18
Kalimantan Selatan 98,88 76,95 58,64
Kalimantan Timur 98,42 81,67 73,12
Kalimantan Utara 93,06 78,12 63,11
Sulawesi Utara 94,27 75,58 64,47
Sulawesi Tengah 92,03 75,83 67,58
Sulawesi Selatan 97,77 75,11 61,06
Sulawesi Tenggara 97,42 78,91 66,30
Gorontalo 98,70 73,14 57,99
Sulawesi Barat 94,98 71,70 61,10
Maluku 95,76 76,08 66,15
Maluku Utara 97,15 76,15 62,58
Papua Barat 93,40 72,56 65,52
Papua 78,62 59,18 44,11
Indonesia 97,68 80,29 62,05

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


278

Lampiran 6. 16 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Usia 7-18


Tahun menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan,
2020

Provinsi SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat


Aceh 108,70 97,79 90,90
Sumatera Utara 108,53 91,68 94,68
Sumatera Barat 108,68 92,33 90,01
Riau 105,89 94,89 84,61
Jambi 109,39 88,91 83,71
Sumatera Selatan 111,58 88,78 81,73
Bengkulu 109,22 91,32 94,14
Lampung 105,93 92,56 85,84
Kep Bangka Belitung 107,43 88,19 87,15
Kep Riau 106,31 93,97 87,53
DKI Jakarta 103,43 91,74 76,87
Jawa Barat 104,72 91,75 78,26
Jawa Tengah 106,32 93,21 86,83
DI Yogyakarta 105,96 95,44 89,30
Jawa Timur 104,35 96,40 85,24
Banten 107,24 92,76 73,35
Bali 102,87 97,40 88,67
NTB 107,02 93,59 91,77
NTT 113,40 89,85 84,70
Kalimantan Barat 111,53 85,22 84,51
Kalimantan Tengah 108,49 90,61 82,29
Kalimantan Selatan 107,28 86,31 79,10
Kalimantan Timur 105,75 92,17 95,23
Kalimantan Utara 100,54 101,47 98,31
Sulawesi Utara 106,62 90,63 86,83
Sulawesi Tengah 103,95 91,98 88,42
Sulawesi Selatan 106,99 86,23 86,44
Sulawesi Tenggara 107,97 87,10 87,74
Gorontalo 109,48 79,25 88,65
Sulawesi Barat 106,05 84,67 84,36
Maluku 110,08 91,08 95,95
Maluku Utara 108,71 88,28 93,44
Papua Barat 110,17 90,79 97,72
Papua 91,27 81,24 76,55
Indonesia 106,32 92,06 84,53

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


279

Lampiran 6. 17 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Usia 7-18


Tahun di Perkotaan menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020

Provinsi SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat


Aceh 108.64 95.95 95.31
Sumatera Utara 107.65 91.18 96.14
Sumatera Barat 107.45 92.69 94.94
Riau 105.73 98.20 94.19
Jambi 107.18 88.26 95.93
Sumatera Selatan 110.39 89.02 96.45
Bengkulu 109.64 92.67 102.36
Lampung 106.03 93.49 96.50
Kep Bangka Belitung 106.49 87.31 91.12
Kep Riau 106.23 94.13 87.71
DKI Jakarta 103.43 91.74 76.87
Jawa Barat 104.91 90.75 81.50
Jawa Tengah 105.97 93.01 88.73
DI Yogyakarta 106.74 94.05 90.33
Jawa Timur 103.99 96.89 93.21
Banten 106.42 92.89 76.93
Bali 103.29 97.02 90.07
NTB 104.52 95.03 93.60
NTT 107.24 95.44 97.35
Kalimantan Barat 110.78 88.44 91.93
Kalimantan Tengah 106.95 89.20 93.04
Kalimantan Selatan 104.88 85.51 81.21
Kalimantan Timur 105.06 92.36 97.31
Kalimantan Utara 99.23 97.98 110.32
Sulawesi Utara 106.26 89.53 87.72
Sulawesi Tengah 104.38 92.13 100.06
Sulawesi Selatan 105.71 90.56 90.04
Sulawesi Tenggara 107.55 88.54 93.94
Gorontalo 111.35 77.66 89.90
Sulawesi Barat 103.67 89.84 80.01
Maluku 107.62 93.65 100.62
Maluku Utara 104.82 88.97 98.77
Papua Barat 106.12 88.24 116.35
Papua 102.71 95.36 113.83
Indonesia 105.57 92.49 88.17

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


280

Lampiran 6. 18 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Usia 7-18


Tahun di Perdesaan menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020

Provinsi SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat


Aceh 108,72 98,63 88,74
Sumatera Utara 109,41 92,19 92,87
Sumatera Barat 109,66 92,05 84,94
Riau 105,98 92,83 78,17
Jambi 110,39 89,24 77,48
Sumatera Selatan 112,26 88,64 72,46
Bengkulu 109,01 90,66 89,45
Lampung 105,88 92,16 80,80
Kep Bangka Belitung 108,57 89,21 82,70
Kep Riau 106,97 92,91 86,17
DKI Jakarta
Jawa Barat 104,07 94,91 66,98
Jawa Tengah 106,69 93,44 84,82
DI Yogyakarta 103,96 99,26 86,07
Jawa Timur 104,76 95,82 76,03
Banten 108,99 92,46 65,10
Bali 102,00 98,25 85,50
NTB 109,33 92,36 90,06
NTT 115,20 88,35 80,03
Kalimantan Barat 111,89 83,66 80,10
Kalimantan Tengah 109,48 91,49 75,36
Kalimantan Selatan 109,32 87,02 77,18
Kalimantan Timur 107,11 91,77 90,91
Kalimantan Utara 102,79 106,56 80,50
Sulawesi Utara 106,99 91,78 85,82
Sulawesi Tengah 103,79 91,93 82,63
Sulawesi Selatan 107,91 83,25 83,57
Sulawesi Tenggara 108,22 86,14 83,05
Gorontalo 108,19 80,30 87,75
Sulawesi Barat 106,79 83,21 85,85
Maluku 111,76 89,28 92,01
Maluku Utara 109,99 88,01 91,34
Papua Barat 112,73 92,77 83,65
Papua 87,80 76,57 61,82
Indonesia 107,20 91,55 79,91

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


281

Lampiran 6. 19 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Laki-Laki


Usia 7-18 Tahun menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020

Provinsi SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat


Aceh 107,86 99,53 88,56
Sumatera Utara 107,75 90,95 95,73
Sumatera Barat 109,67 90,97 86,56
Riau 106,32 94,88 82,17
Jambi 109,78 90,28 81,84
Sumatera Selatan 111,47 87,88 84,38
Bengkulu 108,06 95,80 92,31
Lampung 105,56 96,14 83,09
Kep Bangka Belitung 107,10 88,09 86,86
Kep Riau 107,45 93,37 88,55
DKI Jakarta 103,69 90,64 81,24
Jawa Barat 104,82 92,29 77,86
Jawa Tengah 105,76 94,69 85,58
DI Yogyakarta 105,44 98,72 87,65
Jawa Timur 104,48 96,81 86,59
Banten 107,44 91,58 74,28
Bali 102,71 97,42 93,08
NTB 106,01 95,02 94,70
NTT 113,98 89,91 76,68
Kalimantan Barat 111,20 85,44 81,02
Kalimantan Tengah 108,77 92,62 80,47
Kalimantan Selatan 108,18 86,58 81,70
Kalimantan Timur 106,14 95,46 93,49
Kalimantan Utara 101,44 101,49 99,96
Sulawesi Utara 107,07 87,43 85,46
Sulawesi Tengah 104,57 89,17 85,02
Sulawesi Selatan 107,20 88,33 84,21
Sulawesi Tenggara 109,49 86,06 87,37
Gorontalo 106,70 76,50 86,77
Sulawesi Barat 106,63 83,78 80,78
Maluku 110,97 87,15 94,78
Maluku Utara 109,77 90,45 85,21
Papua Barat 111,96 87,45 98,41
Papua 92,16 79,79 80,10
Indonesia 106,33 92,46 84,15

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


282

Lampiran 6. 20 Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Perempuan


Usia 7-18 Tahun Menurut Provinsi dan Jenjang
Pendidikan, 2020

Provinsi SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat


Aceh 109,60 96,03 93,36
Sumatera Utara 109,37 92,39 93,59
Sumatera Barat 107,64 93,80 93,41
Riau 105,41 94,89 87,14
Jambi 109,00 87,56 85,79
Sumatera Selatan 111,69 89,75 78,96
Bengkulu 110,41 86,42 96,01
Lampung 106,32 89,03 88,79
Kep Bangka Belitung 107,78 88,30 87,44
Kep Riau 105,03 94,59 86,51
DKI Jakarta 103,17 93,03 72,33
Jawa Barat 104,61 91,18 78,69
Jawa Tengah 106,91 91,54 88,17
DI Yogyakarta 106,47 91,55 91,21
Jawa Timur 104,22 95,93 83,87
Banten 107,03 94,06 72,35
Bali 103,04 97,38 84,13
NTB 108,09 92,10 88,82
NTT 112,81 89,79 92,98
Kalimantan Barat 111,86 84,99 88,24
Kalimantan Tengah 108,19 88,51 84,28
Kalimantan Selatan 106,37 86,05 76,42
Kalimantan Timur 105,33 88,95 97,07
Kalimantan Utara 99,53 101,45 96,61
Sulawesi Utara 106,12 94,15 88,24
Sulawesi Tengah 103,30 95,07 91,87
Sulawesi Selatan 106,77 84,18 88,73
Sulawesi Tenggara 106,41 88,27 88,12
Gorontalo 112,70 82,02 90,73
Sulawesi Barat 105,46 85,60 88,20
Maluku 109,11 95,25 97,25
Maluku Utara 107,61 86,18 102,93
Papua Barat 108,32 94,30 96,97
Papua 90,28 82,86 72,73
Indonesia 106,32 91,62 84,92

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


283

Lampiran 6. 21 Persentase Penduduk Usia 5-17 Tahun yang Buta


Huruf menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Tipe
Daerah, 2020

Provinsi Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan


Laki-Laki Perempuan Total Laki-Laki Perempuan Total Laki-Laki Perempuan Total
Aceh 8,56 10,85 9,66 12,63 11,60 12,12 11,32 11,37 11,34
Sumatera Utara 7,60 7,28 7,44 10,49 10,13 10,31 8,99 8,67 8,83
Sumatera Barat 10,31 9,33 9,84 12,22 10,87 11,55 11,34 10,19 10,78
Riau 10,46 8,95 9,75 11,21 10,54 10,88 10,92 9,94 10,45
Jambi 8,21 6,66 7,46 11,39 8,45 9,93 10,37 7,89 9,15
Sumatera Selatan 7,11 6,38 6,76 10,41 8,82 9,63 9,20 7,95 8,59
Bengkulu 6,78 7,47 7,12 9,72 9,02 9,38 8,74 8,50 8,63
Lampung 8,89 7,28 8,12 10,60 9,25 9,94 10,06 8,65 9,37
Kepulauan Bangka Belitung 8,93 8,13 8,55 8,13 8,17 8,15 8,57 8,15 8,37
Kepulauan Riau 9,59 9,31 9,46 8,13 9,93 9,03 9,44 9,38 9,41
DKI Jakarta 7,66 7,64 7,65 7,66 7,64 7,65
Jawa Barat 8,31 7,35 7,85 9,85 10,45 10,16 8,66 8,11 8,39
Jawa Tengah 7,51 7,04 7,29 8,72 7,53 8,13 8,10 7,29 7,70
DI Yogyakarta 10,05 8,56 9,32 9,93 10,60 10,27 10,02 9,13 9,58
Jawa Timur 7,48 6,49 7,00 7,19 6,94 7,07 7,35 6,70 7,03
Banten 8,89 7,88 8,40 11,47 11,65 11,56 9,67 9,06 9,37
Bali 7,85 7,61 7,73 10,99 8,24 9,61 8,81 7,81 8,32
Nusa Tenggara Barat 11,48 10,71 11,11 14,97 13,64 14,31 13,30 12,26 12,79
Nusa Tenggara Timur 8,88 7,78 8,36 12,67 11,14 11,92 11,79 10,41 11,12
Kalimantan Barat 8,35 9,19 8,75 12,10 11,50 11,80 10,80 10,73 10,76
Kalimantan Tengah 8,33 8,98 8,64 9,19 10,69 9,93 8,85 10,04 9,43
Kalimantan Selatan 10,38 6,69 8,56 11,96 10,58 11,28 11,23 8,79 10,03
Kalimantan Timur 9,73 9,21 9,48 11,97 10,75 11,35 10,47 9,74 10,11
Kalimantan Utara 14,16 13,41 13,81 14,18 12,52 13,35 14,17 13,05 13,64
Sulawesi Utara 7,25 5,73 6,53 9,06 8,02 8,55 8,12 6,87 7,52
Sulawesi Tengah 10,03 10,04 10,04 12,21 9,97 11,12 11,58 9,99 10,81
Sulawesi Selatan 10,93 10,07 10,50 13,54 12,66 13,10 12,44 11,58 12,01
Sulawesi Tenggara 10,70 7,54 9,20 12,33 12,98 12,65 11,69 10,95 11,33
Gorontalo 11,07 13,09 12,03 13,30 11,19 12,27 12,38 11,95 12,18
Sulawesi Barat 14,46 14,44 14,45 15,83 13,70 14,77 15,49 13,86 14,70
Maluku 7,65 7,93 7,78 10,83 11,01 10,92 9,49 9,77 9,62
Maluku Utara 9,36 9,86 9,60 10,93 10,20 10,58 10,52 10,11 10,32
Papua Barat 8,91 8,77 8,84 15,50 14,15 14,84 12,81 11,97 12,40
Papua 14,85 10,99 12,97 29,91 31,70 30,76 26,31 26,51 26,41
Indonesia 8,47 7,70 8,10 11,03 10,28 10,66 9,62 8,90 9,27

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


284

Lampiran 6. 22 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang Memperoleh


Program Indonesia Pintar (PIP) menurut Provinsi,
Jenis Kelamin, dan Tipe Daerah, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan


Provinsi Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
Aceh 21,17 20,93 21,06 29,73 30,65 30,18 26,95 27,66 27,30
Sumatera Utara 10,51 11,16 10,82 19,89 21,43 20,65 15,00 16,23 15,60
Sumatera Barat 12,55 14,54 13,51 21,30 23,58 22,43 17,26 19,56 18,38
Riau 8,91 10,06 9,45 16,13 13,79 14,98 13,32 12,39 12,87
Jambi 8,60 10,82 9,67 9,36 12,46 10,92 9,11 11,95 10,52
Sumatera Selatan 9,32 12,10 10,64 14,54 18,00 16,25 12,59 15,90 14,20
Bengkulu 14,05 12,88 13,48 21,54 21,95 21,74 19,05 18,99 19,02
Lampung 17,27 20,18 18,67 25,44 25,27 25,36 22,89 23,70 23,28
Kep Bangka Belitung 4,74 7,62 6,10 11,65 8,33 10,02 7,83 7,95 7,89
Kep Riau 11,39 8,63 10,07 13,73 15,45 14,58 11,64 9,41 10,57
DKI Jakarta 2,54 3,31 2,92 2,54 3,31 2,92
Jawa Barat 13,66 14,69 14,16 23,77 24,52 24,15 15,93 17,06 16,48
Jawa Tengah 22,72 24,17 23,41 28,90 28,16 28,53 25,68 26,16 25,91
DI Yogyakarta 27,42 25,30 26,39 42,91 43,98 43,43 31,69 30,50 31,10
Jawa Timur 14,76 15,43 15,08 24,49 25,86 25,16 19,26 20,35 19,79
Banten 5,92 7,07 6,47 17,35 18,77 18,05 9,42 10,74 10,06
Bali 6,57 7,71 7,12 20,59 22,51 21,56 10,86 12,58 11,69
NTB 31,57 29,40 30,53 31,16 34,03 32,58 31,36 31,87 31,61
NTT 14,06 12,00 13,08 29,37 30,41 29,88 25,77 26,34 26,05
Kalimantan Barat 8,68 11,99 10,23 13,34 15,11 14,22 11,72 14,10 12,87
Kalimantan Tengah 5,66 5,62 5,64 7,67 9,06 8,35 6,87 7,75 7,30
Kalimantan Selatan 9,47 11,29 10,38 20,80 18,58 19,70 15,56 15,21 15,39
Kalimantan Timur 8,00 8,81 8,40 13,96 12,98 13,46 9,94 10,25 10,09
Kalimantan Utara 8,16 10,05 9,03 11,32 14,25 12,79 9,31 11,74 10,47
Sulawesi Utara 9,52 11,30 10,36 18,52 17,38 17,96 13,82 14,32 14,06
Sulawesi Tengah 17,43 14,94 16,23 24,44 24,66 24,55 22,44 21,94 22,20
Sulawesi Selatan 11,94 12,42 12,18 26,62 27,00 26,81 20,44 20,92 20,68
Sulawesi Tenggara 14,33 18,76 16,45 28,91 30,96 29,92 23,27 26,39 24,79
Gorontalo 19,63 25,15 22,20 28,25 33,41 30,73 24,70 30,13 27,27
Sulawesi Barat 15,47 19,95 17,53 21,61 21,97 21,79 20,06 21,52 20,78
Maluku 9,14 8,74 8,95 15,90 15,09 15,50 13,03 12,50 12,77
Maluku Utara 5,81 4,81 5,32 8,28 7,83 8,06 7,63 7,04 7,34
Papua Barat 14,77 17,50 16,10 18,09 21,09 19,56 16,73 19,63 18,15
Papua 13,20 12,10 12,65 18,79 17,80 18,32 17,48 16,36 16,95
Indonesia 13,31 14,20 13,74 22,72 23,46 23,09 17,56 18,50 18,02

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


285

Lampiran 6. 23 Persentase Anak Usia 7-17 Tahun yang Memperoleh


Program Indonesia Pintar (PIP) dan Memiliki Kartu
Indonesia Pintar (KIP) menurut Provinsi, Jenis
Kelamin, dan Tipe Daerah, 2020

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan


Provinsi Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
Aceh 14,94 14,71 14,83 19,65 20,31 19,98 18,12 18,59 18,35
Sumatera Utara 7,78 8,15 7,96 14,70 15,59 15,14 11,09 11,82 11,45
Sumatera Barat 8,64 10,08 9,33 14,91 16,45 15,67 12,01 13,61 12,80
Riau 5,90 7,78 6,79 12,50 10,25 11,40 9,93 9,33 9,64
Jambi 5,34 7,78 6,52 6,40 8,60 7,50 6,05 8,34 7,19
Sumatera Selatan 6,53 8,44 7,44 10,23 13,19 11,69 8,85 11,50 10,14
Bengkulu 11,28 10,31 10,82 14,39 15,71 15,04 13,36 13,95 13,64
Lampung 13,64 15,54 14,56 20,23 19,97 20,10 18,17 18,61 18,38
Kep Bangka Belitung 4,01 5,81 4,86 8,52 7,01 7,78 6,03 6,37 6,19
Kep Riau 9,04 7,80 8,45 9,16 13,22 11,17 9,06 8,41 8,75
DKI Jakarta 1,24 1,37 1,31 1,24 1,37 1,31
Jawa Barat 9,84 10,78 10,30 17,23 17,41 17,32 11,50 12,38 11,93
Jawa Tengah 16,98 17,93 17,44 20,88 20,59 20,74 18,85 19,26 19,05
DI Yogyakarta 15,53 17,06 16,28 30,06 28,10 29,10 19,53 20,13 19,82
Jawa Timur 9,59 9,31 9,45 16,89 17,56 17,22 12,97 13,20 13,08
Banten 4,11 4,57 4,33 12,36 12,04 12,20 6,64 6,91 6,77
Bali 5,09 5,89 5,48 16,58 17,92 17,26 8,61 9,85 9,21
NTB 21,22 21,97 21,58 20,18 21,88 21,02 20,69 21,92 21,29
NTT 9,78 7,63 8,76 20,87 23,14 21,99 18,27 19,71 18,97
Kalimantan Barat 6,26 8,27 7,21 8,60 10,45 9,52 7,79 9,74 8,74
Kalimantan Tengah 4,63 4,90 4,76 5,37 5,81 5,58 5,08 5,47 5,26
Kalimantan Selatan 5,95 7,84 6,90 14,02 13,71 13,87 10,30 11,00 10,65
Kalimantan Timur 6,20 7,28 6,73 11,85 10,96 11,40 8,05 8,54 8,29
Kalimantan Utara 6,17 8,34 7,17 10,50 12,34 11,43 7,74 9,96 8,80
Sulawesi Utara 6,82 8,09 7,42 13,67 12,77 13,23 10,09 10,41 10,25
Sulawesi Tengah 7,77 7,97 7,87 15,81 15,39 15,60 13,51 13,32 13,41
Sulawesi Selatan 8,34 8,82 8,58 20,49 20,10 20,30 15,37 15,40 15,39
Sulawesi Tenggara 10,94 14,38 12,59 22,41 24,29 23,33 17,97 20,58 19,24
Gorontalo 16,09 16,05 16,07 23,34 27,97 25,56 20,35 23,23 21,71
Sulawesi Barat 10,94 13,90 12,30 15,89 17,10 16,49 14,64 16,38 15,50
Maluku 6,66 6,41 6,54 10,46 10,25 10,36 8,84 8,68 8,76
Maluku Utara 4,62 3,53 4,09 5,87 5,17 5,53 5,54 4,75 5,15
Papua Barat 8,00 11,48 9,69 11,51 12,06 11,78 10,08 11,83 10,93
Papua 6,05 7,48 6,76 9,50 9,07 9,30 8,70 8,67 8,68
Indonesia 9,36 10,03 9,69 16,21 16,71 16,45 12,45 13,13 12,78

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


286

Lampiran 7. 1 Persentase Anak Usia 0-17 Tahun menurut Provinsi,


Status Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal, dan Tipe
Daerah, 2020

Tipe Daerah Milik Sendiri Kontrak/Sewa Bebas Sewa Dinas Total

Perkotaan 72.16 13.44 13.36 1.04 100.00


Perdesaan 89.02 1.79 7.81 1.39 100.00
Perkotaan+Perdesaan 79.84 8.13 10.83 1.20 100.00

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


287

Lampiran 7. 2 Persentase Anak Usia 0-17 Tahun yang Tinggal di


Rumah Tangga yang Memiliki Akses Air Layak
menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2020

Provinsi Perkotaan Perdesaan Total


Aceh 96,20 82,64 86,94
Sumatera Utara 94,70 79,31 87,23
Sumatera Barat 92,65 74,05 82,49
Riau 95,20 82,62 87,53
Jambi 94,58 70,18 77,91
Sumatera Selatan 90,45 73,22 79,47
Bengkulu 75,14 56,11 62,42
Lampung 85,24 70,10 74,76
Kep Bangka Belitung 83,00 65,98 75,20
Kep Riau 92,74 57,12 89,18
Dki Jakarta 99,91 - 99,91
Jawa Barat 95,73 84,69 93,17
Jawa Tengah 96,93 91,11 94,08
Di Yogyakarta 96,75 93,14 95,78
Jawa Timur 98,14 93,14 95,82
Banten 98,03 81,01 92,88
Bali 98,72 92,40 96,77
Nusa Tenggara Barat 97,51 91,24 94,21
Nusa Tenggara Timur 92,98 79,85 82,73
Kalimantan Barat 91,47 71,92 78,61
Kalimantan Tengah 90,61 63,21 73,98
Kalimantan Selatan 83,73 57,10 69,40
Kalimantan Timur 92,43 68,70 84,50
Kalimantan Utara 95,82 73,12 87,04
Sulawesi Utara 93,85 85,00 89,51
Sulawesi Tengah 96,40 79,15 84,10
Sulawesi Selatan 96,62 86,00 90,52
Sulawesi Tenggara 96,54 90,28 92,67
Gorontalo 98,11 90,91 93,85
Sulawesi Barat 89,98 68,10 73,25
Maluku 96,76 86,58 90,75
Maluku Utara 95,83 82,36 85,93
Papua Barat 88,78 70,18 77,79
Papua 90,19 53,09 62,51
Indonesia 95,64 81,35 89,13

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


288

Lampiran 7. 3 Persentase Anak Usia 0-17 Tahun yang Tinggal di


Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi Layak
menurut Provinsi dan Tipe Daerah, 2020

Provinsi Perkotaan Perdesaan Total


Aceh 85,78 71,09 75,75
Sumatera Utara 87,23 66,43 77,14
Sumatera Barat 74,66 58,06 65,59
Riau 92,62 76,79 82,96
Jambi 82,45 74,78 77,21
Sumatera Selatan 87,71 70,51 76,74
Bengkulu 81,45 77,01 78,49
Lampung 80,66 77,21 78,27
Kep Bangka Belitung 95,18 90,88 93,21
Kep Riau 92,42 59,04 89,09
Dki Jakarta 94,31 - 94,31
Jawa Barat 70,55 70,36 70,51
Jawa Tengah 84,38 81,94 83,19
Di Yogyakarta 97,90 95,43 97,24
Jawa Timur 86,61 78,05 82,64
Banten 85,29 70,11 80,69
Bali 96,87 91,00 95,06
Nusa Tenggara Barat 85,57 79,74 82,51
Nusa Tenggara Timur 85,49 62,73 67,73
Kalimantan Barat 87,22 70,24 76,05
Kalimantan Tengah 83,20 63,97 71,52
Kalimantan Selatan 84,86 77,38 80,84
Kalimantan Timur 90,41 82,88 87,89
Kalimantan Utara 78,30 81,09 79,38
Sulawesi Utara 84,61 81,41 83,04
Sulawesi Tengah 86,81 66,44 72,28
Sulawesi Selatan 90,98 87,15 88,77
Sulawesi Tenggara 91,58 75,60 81,69
Gorontalo 82,28 65,68 72,46
Sulawesi Barat 81,91 74,10 75,94
Maluku 85,00 63,19 72,12
Maluku Utara 89,43 65,75 72,02
Papua Barat 82,45 73,63 77,24
Papua 79,60 25,21 39,02
Indonesia 82,97 73,22 78,53

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


289

Lampiran 7. 4 Persentase Anak 0-17 Tahun yang Tinggal di Rumah Tangga yang Kurang Uang atau Sumber Daya
Lainnya danMenyebabkan Keterbatasan Akses terhadap Makanan menurut Tipe Daerah, 2020

tidak melewatkan
Khawatir makan merasa
dapat menyantap satu waktu
tidak lebih lapar tidak
menyanta sedikit makan kehabisan
Tipe Daerah memiliki sedikit tapi makan
p makan jenis pada suatu makan
cukup daripada tidak seharian
sehat dan makanan hari
makanan seharusnya makan
bergizi tertentu
Perkotaan 16.85 8.58 8.16 2.91 5.58 3.05 2.24 1.22
Perdesaan 23.36 12.69 10.39 3.20 6.06 3.17 2.08 1.08
Perkotaan+Perdesaan 19.81 10.45 9.17 3.11 5.80 3.11 2.17 1.15

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


290

Lampiran 8. 1 Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi Tahun 2019-2020 (menurut Tahun
Penginputan)

Tahun
Provinsi
2019 2020
Aceh 406 404
Sumatera Utara 705 644
Sumatera Barat 538 286
Riau 403 244
Jambi 273 204
Sumatera Selatan 185 211
Bengkulu 101 91
Lampung 287 311
Kep Bangka Belitung 120 117
Kep Riau 138 286
DKI Jakarta 543 461
Jawa Barat 454 733
Jawa Tengah 1062 1205
DI Yogyakarta 456 501
Jawa Timur 1271 1304
Banten 327 292
Bali 119 56
NTB 315 449
NTT 163 274
Kalimantan Barat 242 329
Kalimantan Tengah 114 92
Kalimantan Selatan 161 166
Kalimantan Timur 385 355
Kalimantan Utara 142 126
Sulawesi Utara 172 298
Sulawesi Tengah 261 181
Sulawesi Selatan 1009 919
Sulawesi Tenggara 97 165
Gorontalo 159 131
Sulawesi Barat 112 19
Maluku 89 168
Maluku Utara 72 86
Papua Barat 89 68
Papua 87 102
Indonesia 11057 11278

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


291

Lampiran 8. 2 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi Tahun 2019 - 2020 (menurut Tahun
Penginputan)

Tahun
Provinsi
2019 2020
Aceh 451 438
Sumatera Utara 862 775
Sumatera Barat 612 317
Riau 515 284
Jambi 291 218
Sumatera Selatan 195 245
Bengkulu 114 104
Lampung 335 384
Kep Bangka Belitung 127 139
Kep Riau 194 337
DKI Jakarta 550 462
Jawa Barat 560 872
Jawa Tengah 1189 1338
DI Yogyakarta 468 534
Jawa Timur 1439 1397
Banten 358 338
Bali 141 61
NTB 332 463
NTT 171 298
Kalimantan Barat 259 359
Kalimantan Tengah 122 93
Kalimantan Selatan 201 182
Kalimantan Timur 430 398
Kalimantan Utara 143 131
Sulawesi Utara 176 334
Sulawesi Tengah 272 197
Sulawesi Selatan 1024 938
Sulawesi Tenggara 105 171
Gorontalo 161 132
Sulawesi Barat 116 25
Maluku 95 185
Maluku Utara 80 88
Papua Barat 93 73
Papua 104 115
Indonesia 12285 12425

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


292

Lampiran 8. 3 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Kelompok Umur, 2020 (menurut Tahun
Penginputan)

Kelompok Umur
Provinsi
0-5 Tahun 6-12 Tahun 13-17 Tahun Total
Aceh 85 175 178 438
Sumatera Utara 135 271 369 775
Sumatera Barat 41 115 161 317
Riau 40 85 159 284
Jambi 22 79 117 218
Sumatera Selatan 24 74 147 245
Bengkulu 7 28 69 104
Lampung 22 154 208 384
Kep Bangka Belitung 11 39 89 139
Kep Riau 54 102 181 337
DKI Jakarta 60 179 223 462
Jawa Barat 125 338 409 872
Jawa Tengah 169 402 767 1338
DI Yogyakarta 66 148 320 534
Jawa Timur 171 428 798 1397
Banten 56 113 169 338
Bali 3 23 35 61
NTB 49 84 330 463
NTT 24 81 193 298
Kalimantan Barat 30 92 237 359
Kalimantan Tengah 5 30 58 93
Kalimantan Selatan 28 73 81 182
Kalimantan Timur 69 107 222 398
Kalimantan Utara 11 27 93 131
Sulawesi Utara 44 106 184 334
Sulawesi Tengah 17 37 143 197
Sulawesi Selatan 66 250 622 938
Sulawesi Tenggara 18 40 113 171
Gorontalo 5 32 95 132
Sulawesi Barat 3 9 13 25
Maluku 14 44 127 185
Maluku Utara 7 29 52 88
Papua Barat 13 21 39 73
Papua 20 31 64 115
Indonesia 1514 3846 7065 12425

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


293

Lampiran 8. 4 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Status Perkawinan, 2020 (menurut
Tahun Penginputan)

StatUS Perkawinan
Provinsi
Belum Kawin Kawin Cerai NA Total
Aceh 422 5 1 10 438
Sumatera Utara 708 5 0 62 775
Sumatera Barat 292 8 0 17 317
Riau 279 2 0 3 284
Jambi 201 2 0 15 218
Sumatera Selatan 226 4 1 14 245
Bengkulu 100 1 2 1 104
Lampung 343 0 1 40 384
Kep Bangka Belitung 136 0 0 3 139
Kep Riau 324 6 2 5 337
DKI Jakarta 382 15 0 65 462
Jawa Barat 807 7 5 53 872
Jawa Tengah 1211 17 2 108 1338
DI Yogyakarta 490 13 5 26 534
Jawa Timur 1274 12 1 110 1397
Banten 321 3 1 13 338
Bali 55 2 0 4 61
NTB 406 32 1 24 463
NTT 289 2 1 6 298
Kalimantan Barat 336 1 0 22 359
Kalimantan Tengah 83 1 1 8 93
Kalimantan Selatan 153 2 2 25 182
Kalimantan Timur 367 3 0 28 398
Kalimantan Utara 128 2 0 1 131
Sulawesi Utara 300 3 0 31 334
Sulawesi Tengah 191 3 0 3 197
Sulawesi Selatan 881 30 6 21 938
Sulawesi Tenggara 155 3 0 13 171
Gorontalo 121 2 1 8 132
Sulawesi Barat 25 0 0 0 25
Maluku 162 2 0 21 185
Maluku Utara 84 1 0 3 88
Papua Barat 60 5 0 8 73
Papua 115 0 0 0 115
Indonesia 11427 194 33 771 12425

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


294

Lampiran 8. 5 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Jenis Pekerjaan, 2020 (menurut Tahun
Penginputan)

JeniS Pekerjaan

Ibu SwASta PNS / Pedagang


Provinsi Tidak
NA Rumah / TNI / / Tani /
Bekerja Bekerja Pelajar Total
Tangga Buruh POLRI Nelayan
Aceh 31 121 3 279 4 0 0 0 438
Sumatera Utara 60 168 5 535 3 4 0 0 775
Sumatera Barat 18 41 1 249 6 2 0 0 317
Riau 17 55 4 207 0 1 0 0 284
Jambi 29 18 7 163 0 1 0 0 218
Sumatera Selatan 22 57 3 160 3 0 0 0 245
Bengkulu 2 13 0 85 1 3 0 0 104
Lampung 28 41 1 312 0 2 0 0 384
Kep Bangka Belitung 6 29 2 102 0 0 0 0 139
Kep Riau 15 133 6 180 2 1 0 0 337
DKI Jakarta 72 47 9 309 7 17 0 1 462
Jawa Barat 72 151 5 635 3 5 1 0 872
Jawa Tengah 127 209 14 949 8 26 1 4 1338
DI Yogyakarta 31 106 5 367 6 14 0 5 534
Jawa Timur 143 162 19 1057 4 11 0 1 1397
Banten 33 64 6 233 2 0 0 0 338
Bali 3 6 0 50 0 2 0 0 61
NTB 28 48 3 377 5 2 0 0 463
NTT 12 37 1 245 1 1 0 1 298
Kalimantan Barat 46 79 2 232 0 0 0 0 359
Kalimantan Tengah 6 14 1 70 0 1 1 0 93
Kalimantan Selatan 22 39 3 116 0 2 0 0 182
Kalimantan Timur 37 118 2 239 1 1 0 0 398
Kalimantan Utara 7 26 0 95 2 1 0 0 131
Sulawesi Utara 23 50 4 255 2 0 0 0 334
Sulawesi Tengah 7 18 2 168 1 1 0 0 197
Sulawesi Selatan 53 143 10 700 21 9 0 2 938
Sulawesi Tenggara 8 34 1 128 0 0 0 0 171
Gorontalo 4 26 2 95 1 2 0 2 132
Sulawesi Barat 3 3 1 18 0 0 0 0 25
Maluku 17 34 1 131 1 0 0 1 185
Maluku Utara 0 9 0 79 0 0 0 0 88
Papua Barat 6 14 0 48 5 0 0 0 73
Papua 0 33 0 82 0 0 0 0 115
Indonesia 988 2146 123 8950 89 109 3 17 12425

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


295

Lampiran 8. 6 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Tempat Kejadian, 2020 (menurut Tahun
Penginputan)

Tempat Kejadian
Provinsi Rumah Tempat FaSilitas Lembaga
Sekolah Lainnya Total
Tangga Kerja Umum Pendidikan
Aceh 256 7 27 48 4 96 438
Sumatera Utara 399 10 64 48 0 254 775
Sumatera Barat 168 1 20 47 0 81 317
Riau 144 8 16 47 0 69 284
Jambi 75 0 11 58 0 74 218
Sumatera Selatan 107 15 18 24 0 81 245
Bengkulu 50 0 1 6 0 47 104
Lampung 174 1 71 77 21 40 384
Kep Bangka Belitung 56 1 3 25 0 54 139
Kep Riau 192 5 12 43 0 85 337
DKI Jakarta 190 1 27 52 1 191 462
Jawa Barat 436 1 36 91 2 306 872
Jawa Tengah 621 13 78 247 1 378 1338
DI Yogyakarta 272 3 43 82 0 134 534
Jawa Timur 710 5 86 219 4 373 1397
Banten 178 2 15 55 1 87 338
Bali 43 1 6 5 0 6 61
NTB 219 4 37 79 0 124 463
NTT 158 3 12 60 1 64 298
Kalimantan Barat 165 3 28 93 0 70 359
Kalimantan Tengah 38 2 4 12 0 37 93
Kalimantan Selatan 96 2 15 18 0 51 182
Kalimantan Timur 205 3 12 35 0 143 398
Kalimantan Utara 32 0 6 11 0 82 131
Sulawesi Utara 180 2 25 48 1 78 334
Sulawesi Tengah 88 4 23 28 0 54 197
Sulawesi Selatan 281 4 87 259 0 307 938
Sulawesi Tenggara 72 3 15 22 0 59 171
Gorontalo 73 2 7 12 0 38 132
Sulawesi Barat 13 0 0 0 0 12 25
Maluku 53 3 9 35 0 85 185
Maluku Utara 32 1 2 10 0 43 88
Papua Barat 81 0 3 6 0 25 115
Papua 45 1 4 4 0 19 73
Indonesia 5902 111 823 1906 36 3647 12425

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


296

Lampiran 8. 7 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Jenis Kekerasan, 2020 (menurut Tahun
Penginputan)

Jenis kekerasan
Provinsi
Fisik Psikis Seksual Eksploitasi TPPO Penelantaran Lainnya Total
Aceh 101 186 223 3 4 85 41 643
Sumatera Utara 154 140 413 3 6 83 86 885
Sumatera Barat 59 42 187 4 1 12 34 339
Riau 37 47 161 1 4 23 56 329
Jambi 43 57 143 0 0 5 11 259
Sumatera Selatan 93 71 146 0 1 9 15 335
Bengkulu 7 40 89 0 0 6 1 143
Lampung 64 94 312 2 2 8 14 496
Kep Bangka Belitung 38 40 99 1 1 5 10 194
Kep Riau 82 61 139 6 14 45 61 408
DKI Jakarta 122 103 231 9 42 19 41 567
Jawa Barat 120 120 519 7 9 33 121 929
Jawa Tengah 233 344 867 15 9 72 65 1605
DI Yogyakarta 104 149 299 2 3 19 38 614
Jawa Timur 306 357 766 10 15 108 165 1727
Banten 108 100 218 0 5 31 11 473
Bali 18 21 17 1 0 9 10 76
NTB 107 23 209 2 6 29 113 489
NTT 67 70 176 3 4 21 21 362
Kalimantan Barat 47 23 224 24 29 12 14 373
Kalimantan Tengah 11 15 55 5 0 5 16 107
Kalimantan Selatan 30 58 93 0 5 24 14 224
Kalimantan Timur 63 59 224 20 16 27 52 461
Kalimantan Utara 58 32 65 0 0 4 3 162
Sulawesi Utara 83 37 160 0 16 59 8 363
Sulawesi Tengah 51 60 120 0 1 3 10 245
Sulawesi Selatan 443 183 415 4 7 32 28 1.112
Sulawesi Tenggara 53 10 100 1 0 0 11 175
Gorontalo 51 17 68 2 4 2 8 152
Sulawesi Barat 13 15 15 0 0 3 0 46
Maluku 57 31 104 8 8 8 10 226
Maluku Utara 15 10 44 0 1 4 19 93
Papua Barat 32 91 46 0 0 55 2 226
Papua 30 31 33 0 0 4 12 110
Indonesia 2900 2737 6980 133 213 864 1121 14948

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


297

Lampiran 8. 8 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Jumlah Jenis Kekerasan, 2020
(menurut Tahun Penginputan)

Jumlah Jenis kekerasan


Provinsi
1 JenIS 2 JeniS 3 JenIS >3 JenIS Total
Aceh 271 130 36 1 438
Sumatera Utara 677 86 12 0 775
Sumatera Barat 299 14 4 0 317
Riau 249 29 5 1 284
Jambi 177 41 0 0 218
Sumatera Selatan 175 51 18 1 245
Bengkulu 67 35 2 0 104
Lampung 308 43 30 3 384
Kep Bangka Belitung 98 27 14 0 139
Kep Riau 292 20 24 1 337
DKI Jakarta 368 82 11 1 462
Jawa Barat 816 54 2 0 872
Jawa Tengah 1.089 231 18 0 1.338
DI Yogyakarta 467 57 8 2 534
Jawa Timur 1.115 233 49 0 1.397
Banten 251 40 46 1 338
Bali 48 11 2 0 61
NTB 443 15 4 1 463
NTT 241 50 7 0 298
Kalimantan Barat 346 12 1 0 359
Kalimantan Tengah 79 14 0 0 93
Kalimantan Selatan 149 25 7 1 182
Kalimantan Timur 344 48 4 2 398
Kalimantan Utara 105 21 5 0 131
Sulawesi Utara 308 23 3 0 334
Sulawesi Tengah 155 36 6 0 197
Sulawesi Selatan 784 134 20 0 938
Sulawesi Tenggara 167 4 0 0 171
Gorontalo 116 12 4 0 132
Sulawesi Barat 13 3 9 0 25
Maluku 160 10 14 1 185
Maluku Utara 84 3 1 0 88
Papua Barat 28 65 20 2 115
Papua 44 21 8 0 73
Indonesia 10.333 1.680 394 18 12.425

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


298

Lampiran 8. 9 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Jenis Layanan, 2020 (menurut Tahun
Penginputan)

JeniS Layanan
Provin Bantuan Penegakan Rehabilitasi Reintegrasi
Pendampigan
si Pengaduan Kesehatan Pemulangan Tokoh Total
Hukum Hukum Sosial Sosial
Agama
Aceh 173 73 147 11 36 4 0 5 449
Sumatera Utara 249 91 127 30 4 7 29 11 548
Sumatera Barat 23 7 12 4 12 5 1 0 64
Riau 99 49 12 20 11 0 3 0 194
Jambi 157 2 35 9 48 0 0 0 251
Sumatera Selatan 55 16 13 19 1 0 1 0 105
Bengkulu 5 5 9 0 0 0 0 0 19
Lampung 48 183 51 8 6 0 0 5 301
Kep Bangka Belitung 38 3 6 8 6 2 4 0 67
Kep Riau 104 29 39 2 24 22 15 1 236
DKI Jakarta 244 48 188 31 194 1 0 0 706
Jawa Barat 187 90 135 8 19 0 7 0 446
Jawa Tengah 429 249 44 153 64 4 8 6 957
DI Yogyakarta 101 148 69 13 113 9 4 0 457
Jawa Timur 550 382 80 51 227 61 3 3 1.357
Banten 83 51 14 12 3 1 0 0 164
Bali 16 10 18 9 5 0 0 0 58
NTB 16 8 2 1 0 1 0 0 28
NTT 69 10 32 15 27 3 6 1 163
Kalimantan Barat 19 12 3 7 9 0 3 0 53
Kalimantan Tengah 45 3 20 8 4 5 2 0 87
Kalimantan Selatan 43 38 6 5 24 3 4 3 126
Kalimantan Timur 179 53 68 11 61 8 4 13 397
Kalimantan Utara 6 83 7 2 7 0 0 0 105
Sulawesi Utara 78 21 73 17 15 10 8 4 226
Sulawesi Tengah 107 40 55 11 1 0 4 1 219
Sulawesi Selatan 265 484 93 60 15 14 15 20 966
Sulawesi Tenggara 41 11 13 26 8 0 0 2 101
Gorontalo 46 10 36 10 2 1 1 2 108
Sulawesi Barat 0 4 2 0 0 0 0 1 7
Maluku 33 2 0 10 0 0 7 0 52
Maluku Utara 7 2 2 24 1 0 1 1 38
Papua Barat 75 0 5 7 0 1 0 0 88
Papua 6 18 1 6 0 0 0 0 31
Indonesia 3.596 2.235 1.417 608 947 162 130 79 9.174

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


299

Lampiran 8. 10 Jumlah Korban Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Jumlah Layanan yang diterima, 2020
(menurut Tahun Penginputan)

Jumlah Layanan yang diterima


Provinsi 1 2 3 4 >4 Total
Layanan Layanan Layanan Layanan layanan
Aceh 120 48 20 25 77 290
Sumatera Utara 223 89 37 26 35 410
Sumatera Barat 49 11 2 0 0 62
Riau 116 29 11 9 5 170
Jambi 62 50 16 17 20 165
Sumatera Selatan 47 26 15 1 3 92
Bengkulu 2 14 2 0 0 18
Lampung 148 50 12 9 21 240
Kep Bangka Belitung 26 19 6 1 7 59
Kep Riau 62 32 19 11 24 148
DKI Jakarta 27 93 79 53 46 298
Jawa Barat 190 81 21 22 26 340
Jawa Tengah 430 176 30 36 30 702
DI Yogyakarta 294 76 9 8 10 397
Jawa Timur 402 337 105 46 49 939
Banten 38 19 13 4 21 95
Bali 16 12 6 1 5 40
NTB 20 5 1 0 0 26
NTT 85 25 2 8 10 130
Kalimantan Barat 39 7 2 0 1 49
Kalimantan Tengah 50 18 3 0 1 72
Kalimantan Selatan 64 24 12 6 2 108
Kalimantan Timur 141 99 7 11 14 272
Kalimantan Utara 79 18 5 0 1 103
Sulawesi Utara 122 43 12 2 5 184
Sulawesi Tengah 93 34 11 11 12 161
Sulawesi Selatan 587 150 32 26 24 819
Sulawesi Tenggara 67 13 4 2 1 87
Gorontalo 96 8 4 0 0 108
Sulawesi Barat 7 0 0 0 0 7
Maluku 36 6 9 1 0 52
Maluku Utara 26 5 1 1 0 33
Papua Barat 6 41 15 17 4 83
Papua 19 10 2 0 0 31
Indonesia 3.789 1.668 525 354 454 6.790

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


300

Lampiran 8. 11 Jumlah Pelaku Kekerasan terhadap Anak menurut


Provinsi dan Hubungan Pelaku dengan Korban, 2020
(menurut Tahun Penginputan)

Hubungan Pelaku dengan Korban


Provinsi Orang Keluarga Suami Pacar Rekan
Tetangga Guru Majikan NA Lainnya Total
Tua /Saudara /Istri / Teman Kerja
Aceh 91 38 7 62 66 20 0 0 15 75 374
Sumatera Utara 132 77 2 115 162 18 1 1 54 101 663
Sumatera Barat 29 24 5 63 51 5 0 1 13 47 238
Riau 42 9 1 29 74 2 1 0 10 17 185
Jambi 32 14 1 41 67 7 0 0 21 38 221
Sumatera Selatan 40 16 5 39 21 3 1 0 41 61 227
Bengkulu 22 10 1 15 31 0 0 1 8 15 103
Lampung 27 21 0 85 87 24 0 2 16 43 305
Kep Bangka Belitung 16 10 0 17 45 5 0 0 9 16 118
Kep Riau 76 11 3 21 58 6 1 2 3 34 215
DKI Jakarta 78 31 10 61 61 10 7 7 6 52 323
Jawa Barat 64 18 5 44 71 1 0 0 31 43 277
Jawa Tengah 202 77 6 198 437 23 6 4 81 192 1.226
DI Yogyakarta 59 22 6 36 80 2 4 1 6 27 243
Jawa Timur 256 99 9 151 369 35 1 1 93 188 1.202
Banten 50 17 1 34 28 7 3 2 14 19 175
Bali 20 2 0 5 7 0 0 1 0 4 39
NTB 37 21 19 48 126 15 0 1 64 50 381
NTT 51 50 1 37 90 6 0 0 13 55 303
Kalimantan Barat 20 16 0 17 43 4 0 0 28 35 163
Kalimantan Tengah 20 6 1 10 17 1 0 0 13 18 86
Kalimantan Selatan 62 12 2 6 41 5 0 0 7 23 158
Kalimantan Timur 91 33 2 17 66 2 2 0 14 48 275
Kalimantan Utara 10 3 0 3 9 1 0 0 2 4 32
Sulawesi Utara 68 22 3 46 73 7 0 0 48 50 317
Sulawesi Tengah 34 25 2 12 47 8 0 1 4 43 176
Sulawesi Selatan 103 90 11 175 219 30 0 2 185 119 934
Sulawesi Tenggara 20 22 1 17 55 4 0 0 17 53 189
Gorontalo 19 13 1 19 43 2 0 0 25 27 149
Sulawesi Barat 4 1 0 3 4 0 0 0 0 21 33
Maluku 25 21 1 29 38 4 1 2 16 34 171
Maluku Utara 8 10 1 13 18 1 0 0 2 17 70
Papua Barat 49 9 0 3 14 1 0 0 2 25 103
Papua 12 16 5 1 6 0 0 0 9 5 54
Indonesia 1.869 866 112 1.472 2.624 259 28 29 870 1.599 9.728

Sumber: SIMFONI PPA, diolah tanggal 30 Juni 2021

Profil Anak Indonesia 2021


301

Lampiran 9. 1 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun menurut


Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020

Jenis Kelamin
Provinisi Laki-laki+
Laki-Laki Perempuan
Perempuan
Aceh 50,35 49,65 100,00
Sumatera Utara 51,32 48,68 100,00
Sumatera Barat 50,99 49,01 100,00
Riau 52,01 47,99 100,00
Jambi 50,54 49,46 100,00
Sumatera Selatan 50,33 49,67 100,00
Bengkulu 49,88 50,12 100,00
Lampung 50,38 49,62 100,00
Bangka Belitung 50,53 49,47 100,00
Kepulauan Riau 49,51 50,49 100,00
DKI Jakarta 49,62 50,38 100,00
Jawa Barat 51,09 48,91 100,00
Jawa Tengah 51,20 48,80 100,00
DI Yogyakarta 50,79 49,21 100,00
Jawa Timur 50,74 49,26 100,00
Banten 50,71 49,29 100,00
Bali 50,93 49,07 100,00
Nusa Tenggara Barat 49,55 50,45 100,00
Nusa Tenggara Timur 49,92 50,08 100,00
Kalimantan Barat 50,39 49,61 100,00
Kalimantan Tengah 50,57 49,43 100,00
Kalimantan Selatan 50,83 49,17 100,00
Kalimantan Timur 50,63 49,37 100,00
Kalimantan Utara 50,78 49,22 100,00
Sulawesi Utara 50,30 49,70 100,00
Sulawesi Tengah 49,95 50,05 100,00
Sulawesi Selatan 50,36 49,64 100,00
Sulawesi Tenggara 50,71 49,29 100,00
Gorontalo 50,09 49,91 100,00
Sulawesi Barat 50,26 49,74 100,00
Maluku 50,45 49,55 100,00
Maluku Utara 50,47 49,53 100,00
Papua Barat 52,03 47,97 100,00
Papua 52,51 47,49 100,00
Indonesia 50,79 49,21 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


302

Lampiran 9. 2 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di Perkotaan


menurut Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020

Jenis Kelamin
Provinisi
Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan
Aceh 50,07 49,93 100,00
Sumatera Utara 50,73 49,27 100,00
Sumatera Barat 50,77 49,23 100,00
Riau 51,57 48,43 100,00
Jambi 50,71 49,29 100,00
Sumatera Selatan 49,51 50,49 100,00
Bengkulu 48,16 51,84 100,00
Lampung 49,27 50,73 100,00
Bangka Belitung 50,50 49,50 100,00
Kepulauan Riau 49,60 50,40 100,00
DKI Jakarta 49,62 50,38 100,00
Jawa Barat 51,20 48,80 100,00
Jawa Tengah 50,92 49,08 100,00
DI Yogyakarta 51,93 48,07 100,00
Jawa Timur 51,06 48,94 100,00
Banten 50,55 49,45 100,00
Bali 51,26 48,74 100,00
Nusa Tenggara Barat 49,59 50,41 100,00
Nusa Tenggara Timur 50,37 49,63 100,00
Kalimantan Barat 48,95 51,05 100,00
Kalimantan Tengah 49,14 50,86 100,00
Kalimantan Selatan 50,36 49,64 100,00
Kalimantan Timur 49,51 50,49 100,00
Kalimantan Utara 50,53 49,47 100,00
Sulawesi Utara 48,93 51,07 100,00
Sulawesi Tengah 48,98 51,02 100,00
Sulawesi Selatan 50,80 49,20 100,00
Sulawesi Tenggara 49,61 50,39 100,00
Gorontalo 48,89 51,11 100,00
Sulawesi Barat 48,61 51,39 100,00
Maluku 49,74 50,26 100,00
Maluku Utara 50,23 49,77 100,00
Papua Barat 52,44 47,56 100,00
Papua 50,30 49,70 100,00
Indonesia 50,66 49,34 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


303

Lampiran 9. 3 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di Perdesaan


menurut Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020

Jenis Kelamin
Provinsi
Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan
Aceh 50,48 49,52 100,00
Sumatera Utara 51,97 48,03 100,00
Sumatera Barat 51,19 48,81 100,00
Riau 52,30 47,70 100,00
Jambi 50,46 49,54 100,00
Sumatera Selatan 50,80 49,20 100,00
Bengkulu 50,76 49,24 100,00
Lampung 50,87 49,13 100,00
Bangka Belitung 50,57 49,43 100,00
Kepulauan Riau 48,79 51,21 100,00
DKI Jakarta
Jawa Barat 50,72 49,28 100,00
Jawa Tengah 51,49 48,51 100,00
DI Yogyakarta 47,51 52,49 100,00
Jawa Timur 50,37 49,63 100,00
Banten 51,02 48,98 100,00
Bali 50,20 49,80 100,00
Nusa Tenggara Barat 49,50 50,50 100,00
Nusa Tenggara Timur 49,77 50,23 100,00
Kalimantan Barat 51,18 48,82 100,00
Kalimantan Tengah 51,56 48,44 100,00
Kalimantan Selatan 51,22 48,78 100,00
Kalimantan Timur 52,85 47,15 100,00
Kalimantan Utara 51,16 48,84 100,00
Sulawesi Utara 51,78 48,22 100,00
Sulawesi Tengah 50,38 49,62 100,00
Sulawesi Selatan 50,03 49,97 100,00
Sulawesi Tenggara 51,30 48,70 100,00
Gorontalo 50,93 49,07 100,00
Sulawesi Barat 50,67 49,33 100,00
Maluku 50,91 49,09 100,00
Maluku Utara 50,55 49,45 100,00
Papua Barat 51,75 48,25 100,00
Papua 53,23 46,77 100,00
Indonesia 50,95 49,05 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


304

Lampiran 9. 4 Persentase Penduduk usia 10-17 Tahun yang


Termasuk Angkatan Kerja menurut Provinsi dan Jenis
Kelamin, 2020

Jenis Kelamin
Provinsi Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan
Aceh 10,36 7,66 9,02
Sumatera Utara 19,49 16,19 17,88
Sumatera Barat 14,11 11,74 12,95
Riau 11,43 7,57 9,58
Jambi 10,72 6,99 8,87
Sumatera Selatan 12,95 8,81 10,90
Bengkulu 11,71 7,65 9,67
Lampung 16,71 10,60 13,68
Bangka Belitung 12,72 10,23 11,49
Kepulauan Riau 4,66 3,24 3,94
DKI Jakarta 3,43 4,54 3,99
Jawa Barat 7,40 6,72 7,06
Jawa Tengah 8,96 9,11 9,03
DI Yogyakarta 6,54 10,05 8,27
Jawa Timur 9,49 8,22 8,87
Banten 8,18 7,40 7,79
Bali 11,08 18,00 14,47
Nusa Tenggara Barat 19,48 17,30 18,38
Nusa Tenggara Timur 20,69 16,44 18,56
Kalimantan Barat 13,14 9,96 11,56
Kalimantan Tengah 13,86 11,33 12,61
Kalimantan Selatan 10,77 10,72 10,75
Kalimantan Timur 7,97 7,03 7,50
Kalimantan Utara 13,03 9,59 11,34
Sulawesi Utara 12,10 6,46 9,30
Sulawesi Tengah 19,79 11,53 15,66
Sulawesi Selatan 20,35 12,46 16,44
Sulawesi Tenggara 24,58 14,84 19,77
Gorontalo 17,89 9,28 13,59
Sulawesi Barat 26,09 12,32 19,24
Maluku 11,99 9,31 10,66
Maluku Utara 14,62 8,86 11,77
Papua Barat 15,44 12,06 13,82
Papua 15,24 15,00 15,13
Indonesia 11,47 9,51 10,51

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


305

Lampiran 9. 5 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di Perkotaan


yang Termasuk Angkatan Kerja menurut Provinsi dan
jenis Kelamin, 2020

Jenis Kelamin
Provinisi
Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan
Aceh 8,81 6,32 7,57
Sumatera Utara 12,04 12,13 12,08
Sumatera Barat 11,41 10,54 10,98
Riau 11,09 8,94 10,05
Jambi 9,81 6,52 8,19
Sumatera Selatan 12,23 9,49 10,85
Bengkulu 9,49 5,65 7,50
Lampung 10,34 9,51 9,92
Bangka Belitung 9,42 10,77 10,09
Kepulauan Riau 3,87 2,71 3,29
DKI Jakarta 3,43 4,54 3,99
Jawa Barat 6,44 6,40 6,42
Jawa Tengah 8,13 9,11 8,61
DI Yogyakarta 6,12 10,85 8,39
Jawa Timur 8,71 7,37 8,05
Banten 7,64 6,48 7,07
Bali 8,73 13,69 11,15
Nusa Tenggara Barat 15,21 15,14 15,18
Nusa Tenggara Timur 11,51 11,40 11,46
Kalimantan Barat 9,07 10,54 9,82
Kalimantan Tengah 11,69 11,46 11,57
Kalimantan Selatan 7,62 8,64 8,12
Kalimantan Timur 5,12 6,66 5,90
Kalimantan Utara 12,86 11,29 12,09
Sulawesi Utara 9,04 5,97 7,47
Sulawesi Tengah 17,63 11,28 14,39
Sulawesi Selatan 13,63 8,27 10,99
Sulawesi Tenggara 16,99 11,97 14,46
Gorontalo 11,01 10,39 10,69
Sulawesi Barat 20,39 15,22 17,73
Maluku 8,34 7,21 7,77
Maluku Utara 7,02 6,35 6,68
Papua Barat 7,34 5,26 6,35
Papua 7,80 7,02 7,41
Indonesia 8,35 8,02 8,19

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


306

Lampiran 9. 6 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di Perdesaan


yang Termasuk Angkatan Kerja menurut Provinsi dan
Jenis Kelamin, 2020

Jenis Kelamin
Provinsi
Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan
Aceh 11,09 8,30 9,71
Sumatera Utara 27,37 20,72 24,18
Sumatera Barat 16,52 12,84 14,73
Riau 11,65 6,68 9,28
Jambi 11,15 7,20 9,19
Sumatera Selatan 13,35 8,42 10,92
Bengkulu 12,79 8,73 10,79
Lampung 19,45 11,10 15,35
Bangka Belitung 16,81 9,56 13,22
Kepulauan Riau 10,67 7,19 8,89
DKI Jakarta
Jawa Barat 10,65 7,77 9,23
Jawa Tengah 9,80 9,12 9,47
DI Yogyakarta 7,85 7,97 7,91
Jawa Timur 10,42 9,20 9,82
Banten 9,28 9,34 9,31
Bali 16,28 27,16 21,70
Nusa Tenggara Barat 23,62 19,37 21,47
Nusa Tenggara Timur 23,59 18,00 20,78
Kalimantan Barat 15,28 9,63 12,52
Kalimantan Tengah 15,27 11,24 13,32
Kalimantan Selatan 13,36 12,50 12,94
Kalimantan Timur 13,24 7,80 10,67
Kalimantan Utara 13,27 7,00 10,21
Sulawesi Utara 15,23 7,02 11,27
Sulawesi Tengah 20,72 11,65 16,22
Sulawesi Selatan 25,56 15,62 20,59
Sulawesi Tenggara 28,53 16,43 22,64
Gorontalo 22,52 8,47 15,62
Sulawesi Barat 27,48 11,56 19,63
Maluku 14,29 10,70 12,53
Maluku Utara 17,37 9,78 13,62
Papua Barat 21,17 16,73 19,03
Papua 17,52 17,75 17,63
Indonesia 15,24 11,32 13,32

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


307

Lampiran 9. 7 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Provinsi dan Jenis Kelamin, 2020

Jenis Kelamin
Provinsi
Laki-Laki Perempuan Laki-laki+ Perempuan
Aceh 9,09 6,94 8,02
Sumatera Utara 18,52 15,32 16,96
Sumatera Barat 13,33 11,28 12,33
Riau 10,14 6,75 8,51
Jambi 9,42 5,81 7,63
Sumatera Selatan 11,27 7,32 9,30
Bengkulu 10,87 7,07 8,96
Lampung 15,85 9,75 12,83
Bangka Belitung 11,82 9,14 10,50
Kepulauan Riau 4,06 2,93 3,49
DKI Jakarta 2,16 3,74 2,96
Jawa Barat 5,53 5,16 5,35
Jawa Tengah 7,40 7,96 7,67
DI Yogyakarta 6,24 9,64 7,91
Jawa Timur 8,68 7,71 8,21
Banten 5,59 5,25 5,42
Bali 10,94 17,69 14,25
Nusa Tenggara Barat 18,76 16,71 17,72
Nusa Tenggara Timur 19,98 16,25 18,11
Kalimantan Barat 11,65 8,88 10,28
Kalimantan Tengah 12,60 10,29 11,46
Kalimantan Selatan 9,59 10,09 9,83
Kalimantan Timur 6,84 6,27 6,56
Kalimantan Utara 12,53 8,92 10,75
Sulawesi Utara 10,20 5,52 7,87
Sulawesi Tengah 19,27 10,98 15,12
Sulawesi Selatan 18,86 11,64 15,27
Sulawesi Tenggara 23,40 14,29 18,91
Gorontalo 16,89 8,74 12,82
Sulawesi Barat 25,19 11,89 18,57
Maluku 10,86 8,31 9,59
Maluku Utara 13,44 7,91 10,70
Papua Barat 14,34 11,76 13,10
Papua 14,46 14,21 14,34
Indonesia 10,15 8,50 9,34

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


308

Lampiran 9. 8 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di Perkotaan


yang Bekerja menurut Provinsi dan Jenis Kelamin,
2020

Jenis Kelamin
Provinisi Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan
Aceh 7,48 5,59 6,54
Sumatera Utara 10,81 10,92 10,86
Sumatera Barat 10,71 10,23 10,47
Riau 9,80 8,33 9,09
Jambi 7,72 5,46 6,60
Sumatera Selatan 10,17 7,88 9,02
Bengkulu 8,78 5,39 7,02
Lampung 8,45 8,49 8,47
Bangka Belitung 8,43 9,78 9,10
Kepulauan Riau 3,39 2,44 2,91
DKI Jakarta 2,16 3,74 2,96
Jawa Barat 4,54 4,89 4,71
Jawa Tengah 6,33 7,87 7,09
DI Yogyakarta 5,73 10,38 7,96
Jawa Timur 7,99 6,95 7,48
Banten 5,00 4,35 4,68
Bali 8,73 13,30 10,96
Nusa Tenggara Barat 14,48 14,33 14,40
Nusa Tenggara Timur 10,97 11,40 11,18
Kalimantan Barat 7,29 9,28 8,31
Kalimantan Tengah 10,53 10,34 10,43
Kalimantan Selatan 6,45 8,18 7,31
Kalimantan Timur 4,15 6,29 5,23
Kalimantan Utara 12,76 10,18 11,49
Sulawesi Utara 7,04 4,74 5,87
Sulawesi Tengah 16,69 11,02 13,80
Sulawesi Selatan 11,10 7,25 9,20
Sulawesi Tenggara 15,56 10,74 13,13
Gorontalo 9,97 9,79 9,87
Sulawesi Barat 19,76 14,60 17,11
Maluku 6,43 6,22 6,32
Maluku Utara 6,03 5,40 5,72
Papua Barat 6,10 5,26 5,70
Papua 6,60 5,75 6,18
Indonesia 6,86 6,94 6,90

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


309

Lampiran 9. 9 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di Perdesaan


yang Bekerja menurut Provinsi dan Jenis Kelamin,
2020

Jenis Kelamin
Provinsi
Laki-Laki Perempuan Laki-laki+Perempuan
Aceh 9,85 7,58 8,73
Sumatera Utara 26,69 20,21 23,58
Sumatera Barat 15,68 12,24 14,00
Riau 10,36 5,71 8,14
Jambi 10,23 5,97 8,12
Sumatera Selatan 11,87 6,99 9,47
Bengkulu 11,88 7,98 9,96
Lampung 19,04 10,33 14,76
Bangka Belitung 16,03 8,34 12,23
Kepulauan Riau 9,20 6,56 7,85
DKI Jakarta
Jawa Barat 8,88 6,08 7,50
Jawa Tengah 8,51 8,05 8,28
DI Yogyakarta 7,85 7,70 7,77
Jawa Timur 9,50 8,60 9,05
Banten 6,79 7,16 6,97
Bali 15,84 27,01 21,40
Nusa Tenggara Barat 22,90 19,00 20,93
Nusa Tenggara Timur 22,82 17,75 20,28
Kalimantan Barat 13,94 8,65 11,36
Kalimantan Tengah 13,95 10,25 12,16
Kalimantan Selatan 12,17 11,71 11,95
Kalimantan Timur 11,83 6,25 9,20
Kalimantan Utara 12,18 7,00 9,65
Sulawesi Utara 13,44 6,40 10,04
Sulawesi Tengah 20,38 10,97 15,71
Sulawesi Selatan 24,86 14,93 19,90
Sulawesi Tenggara 27,49 16,26 22,02
Gorontalo 21,54 7,98 14,88
Sulawesi Barat 26,51 11,17 18,94
Maluku 13,65 9,69 11,71
Maluku Utara 16,10 8,83 12,51
Papua Barat 20,17 16,23 18,27
Papua 16,87 17,12 16,98
Indonesia 14,13 10,42 12,31

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


310

Lampiran 9. 10 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Pekerjaan
Utama, 2020

Lapangan Pekerjaan Utama


Jenis Kelamin
Pertanian Manufacture Jasa Total
Laki-laki 47,41 14,62 37,97 100,00
Perempuan 24,85 13,44 61,71 100,00
Laki-laki + Perempuan 37,30 14,09 48,60 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


311

Lampiran 9. 11 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di Perkotaan


yang Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Lapangan
Pekerjaan Utama, 2020

Lapangan Pekerjaan Utama


Jenis Kelamin
Pertanian Manufacture Jasa Total
Laki-laki 20,62 18,96 60,41 100,00
Perempuan 6,56 16,79 76,64 100,00
Laki-laki + Perempuan 13,65 17,89 68,47 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


312

Lampiran 9. 12 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun di Perdesaan


yang Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Lapangan
Pekerjaan Utama, 2020

Lapangan Pekerjaan Utama


Jenis Kelamin
Pertanian Manufacture Jasa Total
Laki-laki 63,08 12,08 24,84 100,00
Perempuan 39,70 10,72 49,58 100,00
Laki-laki + Perempuan 53,37 11,52 35,11 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


313

Lampiran 9. 13 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Jenis Kelamin dan Sektor Pekerjaan Utama,
2020

Sektor Pekerjaan Utama


Jenis Kelamin
Formal Informal Total
Laki-laki 12,15 87,85 100,00
Perempuan 10,09 89,91 100,00
Laki-laki + Perempuan 11,23 88,77 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


314

Lampiran 9. 14 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Tipe Daerah dan Sektor Pekerjaan Utama,
2020

Sektor Pekerjaan Utama


Tipe Daerah
Formal Informal Total
Perkotaan 16,89 83,11 100,00
Perdesaan 7,38 92,62 100,00
Perkotaan + Perdesaan 11,23 88,77 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


315

Lampiran 9. 15 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Jenis Kelamin dan Jam Kerja pada Pekerjaan
Utama, 2020

Kelompok Jam kerja


Jenis Kelamin
<= 14 jam 15-40 jam >40 jam Total
Laki-laki 48,12 38,03 13,84 100,00
Perempuan 50,91 36,38 12,71 100,00
Laki-laki+Perempuan 49,37 37,29 13,33 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


316

Lampiran 9. 16 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Tipe Daerah dan Jam Kerja pada Pekerjaan
Utama, 2020

Jam Kerja pada Pekerjaan Utama


Tipe Daerah
<= 14 Jam 15-40 jam >40 jam Total
Perkotaan 48,23 33,94 17,83 100,00
Perdesaan 50,15 39,57 10,28 100,00
Perkotaan +Perdesaan 49,37 37,29 13,33 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


317

Lampiran 9. 17 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja mulai Maret 2020 menurut Tipe Daerah dan Jenis
Kelamin, 2020

Laki-Laki Perempuan Total


Tipe Daerah Sebelum Sebelum Sebelum
Maret 2020 Total Maret 2020 Total Maret 2020 Total
Maret 2020 Maret 2020 Maret 2020
Perkotaan 31,98 68,02 100,00 31,50 68,50 100,00 31,74 68,26 100,00
Perdesaan 29,04 70,96 100,00 27,18 72,82 100,00 28,27 71,73 100,00
Perkotaan+Perdesaan 30,13 69,87 100,00 29,11 70,89 100,00 29,67 70,33 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


318

Lampiran 9. 18 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan, 2020

Maksimal SMP/MTs/SMPLB/ Minimal Lulus


Jenis Kelamin Total
Lulus SD Paket B SMA/MA/SMALB/Paket C
Laki-laki 49,77 45,09 5,14 100,00
Perempuan 45,96 46,10 7,93 100,00
Laki-laki + Perempuan 48,06 45,55 6,39 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


319

Lampiran 9. 19 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja


menurut Tipe Daerah dan Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan, 2020

Minimal Lulus
Maksimal SMP/MTs/SMPLB/
Tipe Daerah SMA/MA/SMALB/Paket Total
Lulus SD Paket B
C
Perkotaan 44,04 48,00 7,95 100,00
Perdesaan 50,80 43,87 5,33 100,00
Perkotaan + Perdesaan 48,06 45,55 6,39 100,00

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


320

Lampiran 9. 20 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja menurut Tipe Daerah dan Status Pekerjaan
Utama, 2020

Berusaha
dibantu Berusaha
Pekerja tetap
pekerja dibantu buruh Pekerja bebas Pekerja
Tipe Daerah Buruh/karyawan/pegawai di Total
tetap/pekerja tetap dan di pertanian dibayar
nonpertanian
keluarga/tidak dibayar
dibayar
Perkotaan 5,64 2,20 0,25 16,63 1,62 3,51 70,14
Perdesaan 3,53 2,10 0,10 7,29 3,98 3,16 79,86
Perkotaan + Perdesaan 4,38 2,14 0,16 11,07 3,03 3,30 75,93

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


321

Lampiran 9. 21 Persentase Penduduk Usia 10-17 Tahun yang Bekerja menurut Jenis Kelamin dan Status Pekerjaan
Utama, 2020

Berusaha
Berusaha
dibantu pekerja
dibantu buruh Pekerja bebas di Pekerja tetap di
Jenis Kelamin tetap/pekerja Buruh/karyawan/pegawai Pekerja dibayar Total
tetap dan pertanian nonpertanian
keluarga/tidak
dibayar
dibayar
Laki-laki 4,28 2,11 0,18 11,97 4,35 4,93 72,19
Perempuan 4,51 2,17 0,14 9,95 1,39 1,29 80,54
Laki-laki + Perempuan 4,38 2,14 0,16 11,07 3,03 3,30 75,93

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


322

Lampiran 9. 22 Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Penduduk Usia 10-


17 Tahun yang Bekerja menurut Tipe Daerah dan
Jenis Kelamin, 2020

Pendapatan Total (dalam Rupiah)


Tipe Daerah Jenis Kelamin
Jumlah Total
Perkotaan Perdesaan Laki-Laki Perempuan
Indonesia 1.214.102 1.022.164 1.153.809 1.116.669 1.138.850

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


323

Lampiran 10. Persentase Perempuan Usia 20-24 Tahun yang Menikah


Sebelum Usia 18 Tahun, 2020

Tahun
Provinsi
2019 2020
Aceh 6,59 5,43
Sumatera Utara 6,50 5,95
Sumatera Barat 5,96 5,03
Riau 8,30 9,19
Jambi 14,78 14,03
Sumatera Selatan 13,53 13,44
Bengkulu 13,24 10,68
Lampung 12,10 10,24
Kepulauan Bangka Belitung 15,48 18,76
Kepulauan Riau 3,82 7,31
DKI Jakarta 3,12 1,45
Jawa Barat 12,33 11,96
Jawa Tengah 10,19 10,05
DI Yogyakarta 3,06 1,83
Jawa Timur 11,11 10,67
Banten 6,00 6,23
Bali 10,18 8,79
Nusa Tenggara Barat 16,09 16,61
Nusa Tenggara Timur 8,51 9,22
Kalimantan Barat 17,86 17,14
Kalimantan Tengah 20,16 16,35
Kalimantan Selatan 21,18 16,24
Kalimantan Timur 12,36 11,79
Kalimantan Utara 12,94 12,70
Sulawesi Utara 13,54 14,01
Sulawesi Tengah 16,25 14,89
Sulawesi Selatan 12,11 11,25
Sulawesi Tenggara 16,56 16,09
Gorontalo 13,16 14,73
Sulawesi Barat 19,17 17,12
Maluku 9,54 6,84
Maluku Utara 14,36 15,29
Papua Barat 13,20 12,91
Papua 11,21 13,78
Indonesia 10,82 10,35

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), BPS, 2020

Profil Anak Indonesia 2021


KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA
Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 15 Jakarta 10110
Telp. (021) 3842638, 3805563
Web: https//:www.kemenpppa.go.id

Anda mungkin juga menyukai