Anda di halaman 1dari 16

Daftar Isi

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
A. Identitas Buku............................................................................................................3
B. Biografi Penulis..........................................................................................................4
a. Pendidikan Penulis.................................................................................................5
b. Kehidupan Keluarga Penulis..................................................................................5
c. Karya yang Dihasilkan Penulis...............................................................................5
C. Sinopsis......................................................................................................................6
D. Pembahasan................................................................................................................8
a. Pendekatan Pragmatik............................................................................................8
b. Analisis..................................................................................................................9
1. Unsur Ekstrinsik (Nilai Moral)...........................................................................9
2. Unsur Ekstrinsik (Nilai Sosial).........................................................................10
3. Unsur Ekstrinsik (Nilai Budaya)......................................................................12
4. Unsur Ekstrinsik (Ekonomi).............................................................................13
5. Unsur Ekstrinsik (Nilai Pendidikan).................................................................14
E. Simpulan..............................................................................................................14

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
laporan Kajian Apresiasi dan Kajian Prosa dalam mengkaji Novel “Ayahku
(bukan) Pembohong” ini, meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan kami
juga berterima kasih kepada:

1. Ibu Riana Dwi Lestari, M.Pd selaku dosen mata kuliah Apresiasi dan
Kajian Prosa yang tidak pernah bosan memberikan arahan dan
bimbingan kepada kami setiap saat.
2. Orang tua dan keluarga kami tercinta yang banyak memotivasi dan
memberikan dorongan serta bantuan baik secara moral maupun
spiritual.
3. Mahasiswa kelas A2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015-
2016 STKIP Siliwangi, serta semua pihak yang ikut membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung yang baik dapat kami
sebutkan satu persatu.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kajian Novel “Ayahku (bukan)
Pembohong”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam laporan ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Cimahi, 12 Desember 2016

Penyusun
A. Identitas Buku

Judul Buku : Ayahku (Bukan) Pembohong

Penulis : Tere-Liye (Darwis)

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama.

Tahun Terbit : April 2011

Halaman : 304 hlm; 20 cm

ISBN : 978 – 979 – 22 – 6905 – 5

Desain dan Ilustrasi Sampul : Lambok Hutabarat


B. Biografi Penulis

Tere Liye lahir di Sumatera Selatan, Indonesia, 21 Mei 1979 yang kini
berumur 37 tahun, dikenal sebagai penulis novel. Ia adalah anak keenam dari
tujuh bersaudara yang tumbuh dalam keluarga sederhana yang diketahui bahwa ia
adalah anak seorang petani biasa. Kehidupan masa kecil yang dilalui dengan
penuh kesederhanaan membuatnya menjadi orang yang tetap sederhana pula
hingga saat ini. Sosoknya terlihat tidak banyak gaya dan tetap rendah hati dalam
menjalani kehidupan. Ia bisa di anggap salah satu penulis yang telah banyak
menelurkan karya-karya best seller. Saat ini ia telah menghasilkan banyak karya,
beberapa karyanya yang pernah diangkat ke layar kaca yaitu Hafalan Shalat
Delisa dan Moga Bunda Disayang Allah.

Fakta yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang adalah bahwa nama
Tere Liye bukanlah nama asli, melainkan hanya nama pena yang selalu
disematkan dalam setiap novelnya. Nama aslinya diketahui dengan panggilan
Darwis. Nama Tere Liye berasal dari bahasa India yang berarti “untukmu”.
Biografi Tere Liye selain menjadi penulis ia juga diketahui menjalani rutinitas
sebagai pekerja kantoran dengan menjadi seorang akuntan. Dengan tampilan khas
yang sering menggunakan kupluk dan baju casual, Tere Liye mengatakan bahwa
menulis baginya adalah hobi.
a. Pendidikan Penulis
Tere Liye menyelesaikan masa pendidikan dasar hingga menuju
pendidikan menengah di SDN 2 dan SMUN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan.
Kemudian, ia melanjutkan ke SMUN Bandar Lampung. Saat menempuh
pendidikan tinggi, ia merantau ke tanah Jawa dengan berkuliah di salah satu
Universitas terbaik yaitu Universitas Indonesia mengambil jurusan Fakultas
Ekonomi. Riwayat pendidikannya mampu menggambarkan sosok orang yang
memiliki kecerdasan sehingga tidak heran bila karya-karyanya menjadi
fenomenal.

b. Kehidupan Keluarga Penulis


Selama ini sosok Tere Liye cukup misterius bahkan biografi atau profil
Tere Liye tidak terlalu banyak diketahui. Kisah hidupnya tidak terlalu banyak
diekspos. Hal tersebut sepertinya memang sengaja dilakukan untuk menjaga
kehidupan pribadinya. Ia tidak gemar tampil di layar kaca dan melakukan upaya
eksistensi dengan membuat sensasi yang kerap dilakukan oleh para public figure
lainnya. Sosoknya yang sederhana memukau banyak orang, dan penulis yang satu
ini mampu menghipnotis masyarakat Indonesia melalui tulisan-tulisannya. Ia
dikagumi oleh para pecinta novel karena gaya khasnya dalam menyampaikan
sebuah kisah sangat mudah dipahami dengan bahasa yang mudah diterima.
Meskipun dinobatkan sebagai penulis terkenal dengan buku-buku yang best seller
namun ia tidak memanfaatkannya untuk sekedar mencari populartias. Tentang
kehidupan asmaranya juga tidak terlalu banyak diketahui. Namun, saat ini ia telah
menikah dengan seorang perempuan cantik bernama Riski Amelia dan dikaruniai
dua orang anak laki-laki, yaitu Abdullah Pasai dan seorang anak perempuan
bernama Faizah Azkia.

c. Karya yang Dihasilkan Penulis


Karya Tere Liye biasanya mengetengahkan seputar pengetahuan, moral
dan Agama Islam. Penyampaiannya yang unik serta sederhana menjadi nilai
tambah bagi tiap novelnya. Hingga saat ini Tere Liye telah menghasilkan 21 karya
yang keseluruhan novelnya mendapat sambutan hangat dari masyarakat, bahkan
beberapa novel telah diangkat ke layar lebar dan menarik minat masyarakat
Indonesia untuk menontonnya. Berdasarkan Biografi Tere Liye, ada beberapa
karya novel yang telah diterbitkan. Diantaranya, Hafalan Shalat Delisa, Mimpi-
mimpi Si Patah Hati, Moga Bunda Disayang Allah (2005), The Gogons Series:
James & Incridible Incodents, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Cintaku Antara
Jakarta dan Kuala Lumpur (2006), Sang Penandai (2007), Senja Bersama Rosie,
Bidadari-Bidadari Surga (2008), Berlian (2009), Pukat, Daun Yang Jatuh Tak
Pernah Membeci Angin (2010), Eliana, Serial Anak-Anak Mamak, Ayahku
(Bukan) Pembohong (2011), Sepotong Hati Yang Baru, Negeri Para Bedebah,
Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah, Berjuta Rasanya (2012), Negeri Di Ujung
Tanduk, Amelia, Serial Anak-anak Mamak 1, (2013), dan Bumi (2014).

C. Sinopsis
Ide awal cerita novel ini adalah tentang anak yang dibesarkan dengan
dongeng-dongeng, tentang definisi kebahagiaan, tentang membesarkan anak-anak
dengan kesederhanaan. Seorang anak yang bernama Dam adalah seorang anak
yang dibesarkan dalam keluarga sederhana dan keluarga kecil, juga dididik dan
dibesarkan dengan segala cerita masa muda ayahnya. Sejak ia kecil ayahnya telah
mengajarkan kepribadian yang baik dalam diri Dam, pengajaran yang sederhana
namun, sangat berdampak besar pada perkembangan Dam di masa depan. Dam
tentu sangat mengidolakan ayahnya karena cerita-cerita yang di ceritakan ayahnya
di masa kecil. Ayah Dam adalah seseorang yang di kenal banyak orang sebagai
pribadi yang baik, sederhana, ramah, rendah dan tidak pernah bohong dalam
setiap ucapannya bahkan ke siapa pun.. Ayah Dam hanyalah sebagai Pegawai
Negeri biasa, tapi hampir seluruh kota tempat mereka tinggal kenal padanya
karena ayah Dam selalu berbuat baik pada semua orang bahkan kepada orang
yang baru saja dikenal, ayah Dam juga selalu mengmenghargai orang lain,
kehidupan dan alam.

Dam kini tumbuh dewasa dengan dongeng-dongeng perjalanan hidup


semasa muda sang ayah yang menarik. Dam terkenal sebagai seseorang yang
pantang menyerah, dan menghargai setiap waktu kehidupannya. Karena ia hanya
seorang anak tunggal dan ia begitu sangat mencintai Ibunya. Dam selalu
membantu ibunya di rumah dalam mengerjakan pekerjaan rumah, disisi lain juga
Dam yang seorang anak pantang menyerah itu selalu terus berusaha untuk
menjadi anggota klub renang, berkali-kali Dam mengalami kegagalan namun ia
tetap berusaha hingga pada akhirnya ia berhasil menjadi anggota klub renang yang
pelatihnya adalah ayah dari sahabatnya Taani.

Dam sangat mengidolakan ayahnya karena cerita-cerita ayahnya itu,


seperti cerita seorang pemain sepak bola terkenal yang dijuluki “Sang Kapten”.
Saat itu ayahnya menceritakan bagaimana kerja keras idolanya itu saat sang
Kapten masih kecil, sang Kapten bahkan bekerja menjadi pengatar sup ke rumah-
rumah untuk menghidupi keluarganya dan disamping itu juga sang Kapten terus
berlatih dan berusaha demi meraih cita-citanya untuk menjadi pemain sepak bola.
Dan dari cerita itulah Dam selalu berusaha belajar tentang berapa pentingnya kerja
keras untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Ayahnya juga menceritakan
perjalanan hidupnya mengenai cerita “ Penguasa Angin” yang mengisahkan
bahwa walaupun sudah dijajah berates-ratus tahun, mereka hanya diam agar tidak
terjadi pertumpahan darah.

Sampai suatu ketika, mereka berhasil mengusir para penjajah itu dalam
suatu pertandingan yang dimenangkan suku Penguasa Angin. Cerita itu pula
bahkan mengingatkan Dam pada teman sekelas Dam yaitu Jarjit yang setiap saat
selalu mengganggu Dam. Tetapi Dam selalu berusaha sabar. Dan pada akhirnya
Dam dan Jarjit berteman karena sebuah pertandingan, namun kali ini ini tidak ada
pemenang. Sang Ayah juga menceritakan mulai dari tentang surat menyurat
dengan pemain bola idolanya, mendapat apel emas dari Lembah Bukhara, dan
pengalamannya saat berteman baik dengan si Raja Tidur.

Kini hari berganti menjadi minggu, bulan dan tahun, Dam sudah lulus
SMP dan ayahnya telah mendaftarkannya di sekolah berasrama yang tidak Dam
ketahui tempatnya yang bernama Akademi Gajah. Dam melakukan perjalanan
kesana dengan menggunakan kereta api selama 8 jam dari kotanya. Setiap tahun
ajaran Dam selalu saja melanggar peraturan sekolah dan terkena hukuman dari
mulai yang ringan sampai yang berat. Tetapi, suatu hari saat Dam sedang
menjalani hukuman untuk membersihkan perpustakaan, ia menemukan buku
dongen “Lembah Bukhara” di perpustakaan sekolah. Dan saat itu pula Dam
teringat akan cerita Sang Ayah. Dan sejak saat itu Dam mulai menyadari bahwa
selama ini ia tertipu oleh cerita atas cerita-cerita yang di berikannya. Dari sejak itu
Dam tidak mau lagi mempercayai cerita ayahnya. Akhirnya sejak saat itu
hubungan Dam dengan Ayahnya mulai renggang.

Setelah bertahun-tahun kemudian, Dam menikah dan dikaruniai dua anak


laki-laki Zas dan Qon. Dia selalu berusaha menjauhkan anak-anaknya dari sang
Ayah agar tidak mendengarkan cerita bohongnya itu. Tetapi sangat sulit baginya,
karena selama Dam kecil saja Ayahnya sudah pandai bercerita. Kini Sang Ayah
sudah 6 bulan tinggal dirumah Dam, tetapi sampai saat ini juga Dam masih tidak
peduli pada Sang Ayah. Hingga suatu hari Sang Ayah jatuh sakit, Dam mulai
sadar bahwa Sang Ayah membutuhkannya dan Dam sangat merasa bersalah
karena selama ini Dia tidak peduli akan Sang Ayah.

Beberapa hari kemudian sejak Ayah jatuh sakit, akhirnya Sang Ayah
meninggal dunia dan keesokan harinya Sang Ayahpun dimakamkan. Antrean
pelayat terus berdatangan, dan tidak disangka Sang Pemain bola nomor Sepuluh
yang dulu Sang Ayah ceritakan datang ke pemkamaman. Bukan hanya pemain
nomor Sepuluh saja, tetapi semua tokoh yang pernah Sang Ayah ceritakan
padanya benar-benar datang melayat. Bahkan Sang Kapten mengatakan bahwa ia
begitu sangat dekat dengan Sang Ayah, ia menyesal tidak pernah menemui Sang
Ayah lagi setelah beberapa waktu. Dan saat itu pula Dam mendapatkan
kebenaran, bahwa Sang Ayah bukanlah pembohong seperti yang selama ini dia
pikirkan.

D. Pembahasan

a. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra
sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal
ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan pendidikan, moral, politik, agama, sosial,
ataupun tujan yang lainnya. Pendekatan pragmatik mengkaji karya sastra
berdasarkan fungsinya untuk memberikan tujuan-tujuan tertentu bagi
pembacanya. Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran yang diberikan kepada
pembaca maka akan semakin baik karya sastra tersebut.

Alasan saya menggunakan Pendekatan Pragmatik pada analisis Novel


Ayahku (Bukan) Pembohong tersebut karena isi cerita dari novel tersebut
mengandung beberapa nilai seperti yang telah dijelaskan pada pendekan
pragmatik tersebut. Diantaranya yaitu ada Nilai Sisial, Nilai Budaya, Nilai
Ekonomi, Nilai Pendidikan dan Nilai Moral. Nilai-nilai tersebut sangat jelas di
tonjolkan bagaimana sikap Ayah Dam yang sangat ramah pada semua orang, Dam
yang selalu bertanggung jawab melakukan tugasnya di sekolah, tempat kerja
maupun dalam melaksanakan pekerjaan rumahnya membantu Ibunya.
Kesederhaan Ayah Dam yang tidak menghiraukan orang lain yang hidupnya harus
berlimpahan harta. Bahkan Ibu Dam yang baik hati itu selalu membudayakan
sikapnya sebagaimana mestinya, karena pada dasarnya hidup itu tidak akan
mampu bisa hidup sendiri tanpa bersosialisasi dan saling tolong menolong dengan
sesama. Berikut ini saya jabarkan mengenai nilai-nilai yang terkandung pada
novel tersebut secara rinci.

b. Analisis

1. Unsur Ekstrinsik (Nilai Moral)


“Aku terlambat setengah jam. Ibu guru menyuruhku berdiri di pojok kelas.
Teman-temanku mengolok-olok. Aku hanya menyeringai”. (hal.20)
Kutipan diatas menjelaskan bahwa kita harus selalu menanamkan sikap
disiplin terhadap diri kita sendiri sejak dini. Agar saat besar nanti kita terbiasa
untuk selalu datang tepat pada waktu yang telah ditentukan, dan jika kita disiplin
kita juga tidak akan medapatkan hukuman seperti tokoh yang ada di novel
tersebut.
Mentaati Peraturan “Kita sudah bersepakat. Setengah jam sudah lewat, saatnya
tidur. Kalian tidak akan melanggar kesepakatan kita, bukan? Atau tidak akan ada
lagi orang yang menghormati janji kalian”. (hal.109)
Kutipan diatas mengajarkan kita untuk selalu menepati janji yang telah
kita buat dengan orang lain. Karena pada dasarnya sekali saja jika kita mempunyai
janji dan tidak ditepati tentunya akan membuat kepercayaan seseorang berkurang
kepada kita, bahkan bisa saja orang itu tidak mau mempercayai kita lagi. Maka
dari itu jika kita membuat janji dengan orang sebisa mungkin kita harus dapat
memenuhi janji tersebut agar tidak mengecewakan perasaan yang membuat janji
dengan kita.

“Aku benar-benar kehabisan kata-kata. Taani memelukku erat-erat, berbisik,


“Ayah tidak pernah berbohong, Dam. Ayah tidak pernah berbohong…” (hal 297)
Sebaiknya kita jangan selalu berprasangka buruk terlebih dahulu terhadap
orang lain apalagi terhadap orang tua sendiri. Karena jika itu terjadi tentu secara
tidak langsung kita akan membuat perasaan orang itu terluka. Bahkan kita akan
merasa sangat bersalah jika sampai seperti Dam, karena sudah tidak mempercayai
bahkan Dam merasa tidak peduli pada Ayahnya sendiri. tetapi, setelah Sang Ayah
tiada dia baru menyadarinya bahwa selama ini dia sudah salah dugaan pada
Ayahnya sendiri.

2. Unsur Ekstrinsik (Nilai Sosial)


Terlihat jelas bahwa keluarga Dam itu sangat sederhana bahkan mereka
sangat begitu bersosialisasi dengan banyak orang, bahkan kepada orang yang
tidak mereka kenal, mereka selalu menghargai orang lain itu.

“ Pulang sekolah, dengan menumpang angkutan umum, Ayah menjemputku. Ia


langsung mengantarku ke klub renang kota kami”. (kutipan hal.22)
“ Ayah terlalu jujur dan terlalu sederhana. Dari ibuku, karena aku sekali-dua kali
sering bertanya kenapa kami kemana-mana harus menaiki kendaraan umum, aku
hanya mendapat jawaban, “ Bukankan itu lebih keren? Kita jadi punya mobil
banyak sekali, bukan?” (hal.52)
Mereka selalu membudayakan hidup bersosialisasi dengan siapapun,
kesederhanaan keluarga mereka yang menjadikan Dam kini tumbuh sebagai orang
yang baik hati pada setiap orang. Dam beserta keluarganya saat berpergian
kemana-mana selalu menggunakan angkutan umum, tidak halnya seperti yang lain
jika kemana-mana selalu menggunakan mobil pribadinya yang hanya bisanya
membuat kemacetan di jalan. Bahkan mereka menganggap dengan pergi kemna-
mana menggunakan angkutan umum itu lebih seru dan keren dibandingkan
dengan menaiki kendaraan sendiri yang penumpangnya hanya anggota keluarga
saja. Menurut saya kehidupan sederhana keluarga Dam patut ditiru bagi khalayak,
karena dengan kita hidup sederhana dengan salah satunya memanfaatkan
Angkutan Umum seperti itu kita bisa mengurangi kemacetan, mengurangi polusi
dan bahkan saat berada di angkutan umum kita dapat bersosialisasi dengan
siapapun.

“ Ayah terhenti lagi, balas melambaikan tangan pada pejalan kaki yang melintas
dijalan rumah kami. Sepertinya seluruh kota mengenali Ayah “ (hal.34)
Sangat jelas terlihat bahwa Ayah Dam memiliki jiwa sosial yang begitu
tinggi terhadap siapapun. Berjiwa sosial dan saling membantu yaitu merupakan
sebuah ajaran yang universal dan dianjurkan oleh semua agama. Meski begitu,
kepekaan untuk melakukan semua itu tidak bisa tumbuh begitu saja pada diri
setiap orang karena itu membutuhkan proses melatih dan mendidik setiap
manusia. Ayah Dam memiliki jiwa peduli terhadap sesama, tentu sangat penting
bagi setiap orang karena pada dasarnya kita tidak dapat hidup sendirian di dunia
ini.

“ Wade memeriksa kelengkapan anggota kelompok, memastikan tidak ada yang


tertinggal atau terluka, mencatat hasil masing-masing”. (hal.222)
Ketua tim kelompok memanah memastikan bahwa tidak ada yang
tertinggal ataupun terluka dengan anggota kelompoknya. Karena dengan sangat
jelas pada kutipan tersebut menunjukkan bahwa sikap ketua tersebut peduli akan
keselamatan anggotanya, dan tidak ingin terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan
pada dirinya dan anggota kelompoknya. Karena sudah kewajiban ketua untuk
selalu mengawasi dan membimbing anggotanya dalam menjalankan suatu
kegiatan.
“ Lihatlah, sambil tersenyum lebar, melambaikan tangan, pemain sepak bola
terhebat itu bergerak maju. Tidak hanya sendiri, dia datang bersama pemain
legendaries”.
“ Itulah si Nomor Sepuluh ! Ia berlari-lari kecil mendekat, telunjuknya menunjuk-
nunjuk padaku, menggelengkan kepala. Dibelakang Si Nomor Sepuluh juga
tersenyum ramah, idola masa kecilku sang Kapten..” (hal.296)
Kutipan diatas menjelaskan kepada pembaca bahwa nilai sosial yang
terkandung pada novel ini yaitu teman yang sudah lama tidak pernah berjumpa
kini datang berkunjung untuk menemui keluarga Dam saat di pemakaman
ayahnya Dam. Sikap dua orang pemain sepak bola terhebat itu mempunyai
kepribadian yang ramah dan baik hati kepada setiap penggemarnya, bahkan saat
mengunjungi pemakaman ayahnya Dam mereka tetap menunjukan rasa
kekeluargaannya dan keselarasaannya sebagai sesama. Sebagaimana pun kita
tidak berjumpa dengan kerabat yang dekat maupun jauh dengan kita suatu saat
pasti ada waktunya untuk kita dapat berjumpa lagi, itulah betapa berharganya nilai
sosial yang harus kita tanamkan untuk selalu menjaga silaturahmi dengan sesama.
Orang yang senantiasa selalu menjaga nilai sosialnya tentulah tidak akan pernah
merasa seperti hidup sendiri.

3. Unsur Ekstrinsik (Nilai Budaya)


“ Ibu berkali-kali minta maaf pada Ibu Jarjit”. (hal.37)
Kita sebagai sesama tentunya harus membudayakan sikap selalu
memaafkan, baik itu kita yang salah ataupun orang lain yang berbuat salah kepada
kita. Karena tentunya memaafkan akan lebih mulia dibanding meminta maaf,
emang benar kita juga harus selalu meminta maaf setiap kita melakukan salah
tetapi apa salahnya terlebih dahulu kita lebih bisa memaafkan orang lain karena
itu akan selalu menjaga nilai budaya dan mempererat silaturahmi antar sesama.

Mendengarkan cerita (budaya keluarga) “ Sejak kecil, bahkan sejak aku belum
bisa diajak berbicara, Ayah sudah suka bercerita”. (hal.15)
Telah kita ketahui bahwa Ayah Dam sangat suka bercerita mengenai
pengalaman perjalanannya kepada Dam, bahkan kebiasaan itu dilakukan saat Dam
masih berumur balita dan terbilang belum terlalu memahami berbagai macam hal.
Tetapi dengan kebiasaan Ayahnya tersebutlah menjadikan Dam untuk selalu tidak
patah semangat dan selalu berusaha mencapai keinginannya dengan terus
berusaha, bahkan menjadikan Dam tumbuh besar sebagai anak yang baik hati dan
pekerja keras.

“ Aku hendak mendorong dada Jarjit yang sengaja menusuk-nusukan tongkatnya


ke dadaku. Angin kencang. Aku menelan ludah, mendongak menatap bendera
yang berbunyi kelepak-kelepak. Bukankah ayah pernah bercerita bahwa suku
Penguasa Angin bisa bersabar walau berates tahun dizalimi musuh-musuh
mereka?. Suku itu paha, terkadang cara membalas terbaik justru dengan tidak
membalas “ (hal.24)
Dalam kutipan diatas mengingatkan kita sebagaimana mestinya kita harus
selalu membudayakan Cinta Damai terhadap siapapun dan masalah apapun yang
sedang menimpanya. Karena dengan kita selalu cinta damai adalah sebuah
tindakan yang bertujuan untuk mensejahterakan orang lain dengan memperhatikan
norma-norma di lingkungan masyarakat. Di antara perilaku tersebut adalah kita
harus bisa memaafkan kesalahan orang lain terhadap kita, tolong-menolong dan
kasih saying terhadap sesama. Begitupun juga dengan sikap Dam yang terdapat
pada kutipan diatas.

4. Unsur Ekstrinsik (Ekonomi)


“Meski hidup sederhana, tidak memiliki perhiasan, kemana-mana naik angkutan
umum…”
“Ayah tidak menjadi hakim agung. Ayah memilih jalan hidup sederhana.
Berprasangka baik ke semua orang, berbuat baik bahkan pada orang yang baru
dikenal, menghargai orang lain, kehidupan dan alam sekitar. Itu jalan hidup
Ayah…” (hal.294)
“Itulah hakikat sejati kebahagiaan, Dam. Ketika kau bisa membuat hati bagai
danau dalam dengan sumber mata air sebening air mata. Memperolehnya tidak
mudah, kau harus terbiasa dengan kehidupan bersahaja, sederhana, dan apa
adanya. Kau harus bekerja keras, sungguh-sungguh, dan atas pilihan sendiri
memaksa hati kau berlatih…” (hal.292)
Kutipan diatas telah menjelaskan bahwa bagaimana kesederhanaan
keluarga Dam dan orangtuanya, walaupun hidupnya dengan serba berkecukupan,
dan Ayahnya hanya sebatas Pegawai Negeri biasa. Sebenarnya Ayah Dam bisa
saja hidup seperti khalayaknya orang kaya, mempunyai jabatan tinggi. Tetapi
semua itu tidak dilakukan oleh Ayahnya Dam, karena keluarga Dam lebih suka
menjadi orang yang sederhana. Sudah terlihat jelas bahwa Sang Ayah selalu
mengajarkan kesederhanaan kepada Dam. Keluarga mereka juga menganggap
bahwasanya kebahagiaan atas gelar hebat, pangkat tinggi, kekuasaaan, harta
benda, itu semua tidak akan menambah sedikitpun beningnya kebahagiaan yang
keluarga mereka miliki. Sikap tersebut tentu patut kita tiru, karena bisa
mengajarkan arti kesederhanaan kepada kita semua, dan juga agar bisa lebih
menghargai lagi betapa kita harus bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang
diinginkan.

5. Unsur Ekstrinsik (Nilai Pendidikan)


“ Dia menyeka keringat yang mengalir deras. Seragam restorannya lembap.
Terlihat sekali dia tidak berdusta. Ceritanya bisa dibuktikan dengan melihat
tampilannya “. (hal.15)
Dalam novel ini juga menjarkan kita mengenai nilai pendidikan karakter
sebuah kejujuran, karena jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan
sesuatu dengan sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun tidak
dikurangi. Tentunya sifat jujur ini harus dimiliki oleh setiap manusia, karena sifat
dan sikap ini merupakan prinsip dasar kecerminan karakter seseorang. Bahkan
jujur juga dapat menjadi cerminan dari kepribadian seseorang bukan kepribadian
bangsa. Oleh sebab itulah kejujuran sangat bernilai tinggi dalam kehidupan
manusia. Salah satunya yaitu pendidikan karakter dalam Novel Ayahku (Bukan)
Pembohong ini adalah jujur.

“ Satu jam lalu, bahkan saat Ayah dan Ibu belum bangun, saat jalanan masih
gelap, aku juga sudah menggowes sepeda, mengantar Koran, mengepel lantai,
menyiram tanaman, mengerjakan seluruh tugas rumah yang kuabaikan sebulan
terakhir “. (hal.57)

Kutipan tersebut menunjukan nilai pendidikan karakter yang terdapat pada


Novel Ayahku (Bukan) Pembohong. Karena tanggung jawab adalah sebuah
kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun
tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti perbuatan sebagai perwujudan
kesadaran akan kewajiban. Hal ini terlihat jelas bahwa Dam selalu melaksanakan
tanggung jawabnya di rumah untuk selalu membantu pekerjaan rumah Ibunya.
Karena ia menyadari bahwasanya Ia hanya anak satu-satunya dalam keluarga
tersebut, jadi mengapa tidak kalau dia selalu membantu Ibunya dalam
menyelesaikan tugas rumah. Dan begitu pentingnya tanggung jawab dalam diri
seseorang adalah agar orang tersebut tidak mengalami kegagalan atau kerugian
untuk dirinya maupun orang lain. Karena pada dasarnya dengan adanya tanggung
jawab kita akan mendapatkan kenyaman dalam melaksanakan suatu hal.
E. Simpulan
Dam, dia adalah tokoh utama dalam novel ini. Dam adalah seorang anak
laki-laki yang terlahir dari keluarga kecil dan sederhana. Dan kini Dam tumbuh
dewasa dengan dongeng-dongeng tentang perjalanan hidup Sang Ayah yang
menarik, tentang definisi kebahagiaan dan tentang bagaimana membesarkan anak-
anak dengan sederhana. Sejak ia kecil ayahnya telah mengajarkan kepribadian
yang baik dalam diri Dam, pengajaran yang sederhana namun, sangat berdampak
besar pada perkembangan Dam di masa depan. Seorang Ayah yang memutuskan
untuk hidup sederhana meskipun dia lulusan magister di luar negeri. Karena
hakikat kebahagiaan yang sejati bukan berasal dari gelar hebat, pangkat tinggi,
kekuasaan harta benda, namun kebahagiaan yang sejati itu berasal dari kita
sendiri. Amanat yang terkandung pada novel tersebut tentunya secara tidak
langsung mengajarkan kita nilai-nilai yang terkandung pada novel tersebut entah
itu nilai sosial, pendidikan, moral, ekonomi maupun niali budaya.

Untuk membuat hati kita lapang dan dalam, tidak cukup dengan membaca
novel, membaca buku-buku, mendengar petuah, nasihat, atau ceramah saja. Para
sufi dan orang-orang berbahagia di dunia harus bekerja keras, membangun
benteng, menjauh dari dunia, melatih hati siang dan malam. Hidup sederhana, apa
adanya, adalah jalan tercepat untuk melatih hati di tengah riuh rendah kehidupan
hari ini. Percayalah, memiliki hati yang lapang dan dalam adalah konkret dan
menyenangkan. Ketika kita bisa berdiri dengan seluruh kebahagiaan hidup,
menatap kesibukan di sekitar, dan melewati hari-hari berjalan bersama keluarga
tercinta.

Anda mungkin juga menyukai