KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
A. Identitas Buku............................................................................................................3
B. Biografi Penulis..........................................................................................................4
a. Pendidikan Penulis.................................................................................................5
b. Kehidupan Keluarga Penulis..................................................................................5
c. Karya yang Dihasilkan Penulis...............................................................................5
C. Sinopsis......................................................................................................................6
D. Pembahasan................................................................................................................8
a. Pendekatan Pragmatik............................................................................................8
b. Analisis..................................................................................................................9
1. Unsur Ekstrinsik (Nilai Moral)...........................................................................9
2. Unsur Ekstrinsik (Nilai Sosial).........................................................................10
3. Unsur Ekstrinsik (Nilai Budaya)......................................................................12
4. Unsur Ekstrinsik (Ekonomi).............................................................................13
5. Unsur Ekstrinsik (Nilai Pendidikan).................................................................14
E. Simpulan..............................................................................................................14
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
laporan Kajian Apresiasi dan Kajian Prosa dalam mengkaji Novel “Ayahku
(bukan) Pembohong” ini, meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan kami
juga berterima kasih kepada:
1. Ibu Riana Dwi Lestari, M.Pd selaku dosen mata kuliah Apresiasi dan
Kajian Prosa yang tidak pernah bosan memberikan arahan dan
bimbingan kepada kami setiap saat.
2. Orang tua dan keluarga kami tercinta yang banyak memotivasi dan
memberikan dorongan serta bantuan baik secara moral maupun
spiritual.
3. Mahasiswa kelas A2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015-
2016 STKIP Siliwangi, serta semua pihak yang ikut membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung yang baik dapat kami
sebutkan satu persatu.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kajian Novel “Ayahku (bukan)
Pembohong”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam laporan ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Penyusun
A. Identitas Buku
Tere Liye lahir di Sumatera Selatan, Indonesia, 21 Mei 1979 yang kini
berumur 37 tahun, dikenal sebagai penulis novel. Ia adalah anak keenam dari
tujuh bersaudara yang tumbuh dalam keluarga sederhana yang diketahui bahwa ia
adalah anak seorang petani biasa. Kehidupan masa kecil yang dilalui dengan
penuh kesederhanaan membuatnya menjadi orang yang tetap sederhana pula
hingga saat ini. Sosoknya terlihat tidak banyak gaya dan tetap rendah hati dalam
menjalani kehidupan. Ia bisa di anggap salah satu penulis yang telah banyak
menelurkan karya-karya best seller. Saat ini ia telah menghasilkan banyak karya,
beberapa karyanya yang pernah diangkat ke layar kaca yaitu Hafalan Shalat
Delisa dan Moga Bunda Disayang Allah.
Fakta yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang adalah bahwa nama
Tere Liye bukanlah nama asli, melainkan hanya nama pena yang selalu
disematkan dalam setiap novelnya. Nama aslinya diketahui dengan panggilan
Darwis. Nama Tere Liye berasal dari bahasa India yang berarti “untukmu”.
Biografi Tere Liye selain menjadi penulis ia juga diketahui menjalani rutinitas
sebagai pekerja kantoran dengan menjadi seorang akuntan. Dengan tampilan khas
yang sering menggunakan kupluk dan baju casual, Tere Liye mengatakan bahwa
menulis baginya adalah hobi.
a. Pendidikan Penulis
Tere Liye menyelesaikan masa pendidikan dasar hingga menuju
pendidikan menengah di SDN 2 dan SMUN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan.
Kemudian, ia melanjutkan ke SMUN Bandar Lampung. Saat menempuh
pendidikan tinggi, ia merantau ke tanah Jawa dengan berkuliah di salah satu
Universitas terbaik yaitu Universitas Indonesia mengambil jurusan Fakultas
Ekonomi. Riwayat pendidikannya mampu menggambarkan sosok orang yang
memiliki kecerdasan sehingga tidak heran bila karya-karyanya menjadi
fenomenal.
C. Sinopsis
Ide awal cerita novel ini adalah tentang anak yang dibesarkan dengan
dongeng-dongeng, tentang definisi kebahagiaan, tentang membesarkan anak-anak
dengan kesederhanaan. Seorang anak yang bernama Dam adalah seorang anak
yang dibesarkan dalam keluarga sederhana dan keluarga kecil, juga dididik dan
dibesarkan dengan segala cerita masa muda ayahnya. Sejak ia kecil ayahnya telah
mengajarkan kepribadian yang baik dalam diri Dam, pengajaran yang sederhana
namun, sangat berdampak besar pada perkembangan Dam di masa depan. Dam
tentu sangat mengidolakan ayahnya karena cerita-cerita yang di ceritakan ayahnya
di masa kecil. Ayah Dam adalah seseorang yang di kenal banyak orang sebagai
pribadi yang baik, sederhana, ramah, rendah dan tidak pernah bohong dalam
setiap ucapannya bahkan ke siapa pun.. Ayah Dam hanyalah sebagai Pegawai
Negeri biasa, tapi hampir seluruh kota tempat mereka tinggal kenal padanya
karena ayah Dam selalu berbuat baik pada semua orang bahkan kepada orang
yang baru saja dikenal, ayah Dam juga selalu mengmenghargai orang lain,
kehidupan dan alam.
Sampai suatu ketika, mereka berhasil mengusir para penjajah itu dalam
suatu pertandingan yang dimenangkan suku Penguasa Angin. Cerita itu pula
bahkan mengingatkan Dam pada teman sekelas Dam yaitu Jarjit yang setiap saat
selalu mengganggu Dam. Tetapi Dam selalu berusaha sabar. Dan pada akhirnya
Dam dan Jarjit berteman karena sebuah pertandingan, namun kali ini ini tidak ada
pemenang. Sang Ayah juga menceritakan mulai dari tentang surat menyurat
dengan pemain bola idolanya, mendapat apel emas dari Lembah Bukhara, dan
pengalamannya saat berteman baik dengan si Raja Tidur.
Kini hari berganti menjadi minggu, bulan dan tahun, Dam sudah lulus
SMP dan ayahnya telah mendaftarkannya di sekolah berasrama yang tidak Dam
ketahui tempatnya yang bernama Akademi Gajah. Dam melakukan perjalanan
kesana dengan menggunakan kereta api selama 8 jam dari kotanya. Setiap tahun
ajaran Dam selalu saja melanggar peraturan sekolah dan terkena hukuman dari
mulai yang ringan sampai yang berat. Tetapi, suatu hari saat Dam sedang
menjalani hukuman untuk membersihkan perpustakaan, ia menemukan buku
dongen “Lembah Bukhara” di perpustakaan sekolah. Dan saat itu pula Dam
teringat akan cerita Sang Ayah. Dan sejak saat itu Dam mulai menyadari bahwa
selama ini ia tertipu oleh cerita atas cerita-cerita yang di berikannya. Dari sejak itu
Dam tidak mau lagi mempercayai cerita ayahnya. Akhirnya sejak saat itu
hubungan Dam dengan Ayahnya mulai renggang.
Beberapa hari kemudian sejak Ayah jatuh sakit, akhirnya Sang Ayah
meninggal dunia dan keesokan harinya Sang Ayahpun dimakamkan. Antrean
pelayat terus berdatangan, dan tidak disangka Sang Pemain bola nomor Sepuluh
yang dulu Sang Ayah ceritakan datang ke pemkamaman. Bukan hanya pemain
nomor Sepuluh saja, tetapi semua tokoh yang pernah Sang Ayah ceritakan
padanya benar-benar datang melayat. Bahkan Sang Kapten mengatakan bahwa ia
begitu sangat dekat dengan Sang Ayah, ia menyesal tidak pernah menemui Sang
Ayah lagi setelah beberapa waktu. Dan saat itu pula Dam mendapatkan
kebenaran, bahwa Sang Ayah bukanlah pembohong seperti yang selama ini dia
pikirkan.
D. Pembahasan
a. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra
sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal
ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan pendidikan, moral, politik, agama, sosial,
ataupun tujan yang lainnya. Pendekatan pragmatik mengkaji karya sastra
berdasarkan fungsinya untuk memberikan tujuan-tujuan tertentu bagi
pembacanya. Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran yang diberikan kepada
pembaca maka akan semakin baik karya sastra tersebut.
b. Analisis
“ Ayah terhenti lagi, balas melambaikan tangan pada pejalan kaki yang melintas
dijalan rumah kami. Sepertinya seluruh kota mengenali Ayah “ (hal.34)
Sangat jelas terlihat bahwa Ayah Dam memiliki jiwa sosial yang begitu
tinggi terhadap siapapun. Berjiwa sosial dan saling membantu yaitu merupakan
sebuah ajaran yang universal dan dianjurkan oleh semua agama. Meski begitu,
kepekaan untuk melakukan semua itu tidak bisa tumbuh begitu saja pada diri
setiap orang karena itu membutuhkan proses melatih dan mendidik setiap
manusia. Ayah Dam memiliki jiwa peduli terhadap sesama, tentu sangat penting
bagi setiap orang karena pada dasarnya kita tidak dapat hidup sendirian di dunia
ini.
Mendengarkan cerita (budaya keluarga) “ Sejak kecil, bahkan sejak aku belum
bisa diajak berbicara, Ayah sudah suka bercerita”. (hal.15)
Telah kita ketahui bahwa Ayah Dam sangat suka bercerita mengenai
pengalaman perjalanannya kepada Dam, bahkan kebiasaan itu dilakukan saat Dam
masih berumur balita dan terbilang belum terlalu memahami berbagai macam hal.
Tetapi dengan kebiasaan Ayahnya tersebutlah menjadikan Dam untuk selalu tidak
patah semangat dan selalu berusaha mencapai keinginannya dengan terus
berusaha, bahkan menjadikan Dam tumbuh besar sebagai anak yang baik hati dan
pekerja keras.
“ Satu jam lalu, bahkan saat Ayah dan Ibu belum bangun, saat jalanan masih
gelap, aku juga sudah menggowes sepeda, mengantar Koran, mengepel lantai,
menyiram tanaman, mengerjakan seluruh tugas rumah yang kuabaikan sebulan
terakhir “. (hal.57)
Untuk membuat hati kita lapang dan dalam, tidak cukup dengan membaca
novel, membaca buku-buku, mendengar petuah, nasihat, atau ceramah saja. Para
sufi dan orang-orang berbahagia di dunia harus bekerja keras, membangun
benteng, menjauh dari dunia, melatih hati siang dan malam. Hidup sederhana, apa
adanya, adalah jalan tercepat untuk melatih hati di tengah riuh rendah kehidupan
hari ini. Percayalah, memiliki hati yang lapang dan dalam adalah konkret dan
menyenangkan. Ketika kita bisa berdiri dengan seluruh kebahagiaan hidup,
menatap kesibukan di sekitar, dan melewati hari-hari berjalan bersama keluarga
tercinta.