Anda di halaman 1dari 2

FREE WILL DAN PREDESTINATION

Menurut kaum Mu’tazilah, manusia dipandang memiliki daya yang besar dan bebas,
para pemuka Mu’tazilah banyak mengandung kebebasan dan manusia berkuasa atas
perbuatan-perbuatannya. Al-Jubba’i, menerangkan bahwa manusia yang menciptakan segala
perbuatannya, manusia berbuat baik atau buruk, patuh atau tidak patuh, itu semua kehendak
manusia itu sendiri, dan daya untuk melakukan perbuatan tersebut sudah ada didalam diri
manusia sebelum dia berbuat, pendapat yang sama juga dari Abd al-Jabbar bahwa perbuatan
manusia bukan Allah yang menciptakan, tetapi manusia sendiri yang mewujudkan
perbuatannya, manusia adalah makhluk yang dapat memilih.

Bahwa bagi Mu’tazilah, daya manusia itu bukan daya Tuhan yang mewujudkan
perbuatan manusia, daya Tuhan tidak ada dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia,
jadi dalam paham Mu’tazilah, daya dan kemauan manusia untuk mencapai perbuatannya itu
adalah kemauan dan dayanya manusia sendiri, tidak ada didalmnya kemauan dan daya Tuhan.
Dan seperti kata al-Asy’ari dengan kata lain manusia adalah pencipta perbuatan-
perbuatannya,dan Asy’ari memandang manusia itu lemah, manusia dalam kelemahannya
banyak bergantung pada kehendak dan kekuasaan Tuhannya. Dari berbagai uraian al-Asya’ari
ini jelas bahwa arti Tuhan menciptakan perbuatan-perbuatan manusia adalah “Tuhanlah yang
menjadi pembuat sebenarnya dari perbuatan-perbuatan manusia”, dan arti “timbulnya
perbuatan-perbuatan dari manusia dengan perantara daya yang diciptakan” adalah “manusia
sebenernya merupakan tempat bagi perbuatan-perbuatan Tuhan”, oleh karena itu manusia
hanya merupakan tempat berlakunya perbuatan-perbuatan Tuhan. Bahwa perbuatan mansuia
Yang disebut al-Asy’ari al-kasb adalah sebenarnya perbuatan Tuhan dapat pula dilihat dari
pendapat al Asy’ari tentang kehendak dan daya yang menyebabkan perbuatan mempunyai
wujud, dalam memper bincangkan soal kehendak Tuhan, al-Asy’ari menegaskan bahwa
Tuhan itu menghendaki segala apa yang mungkin dikehendaki. Ari mengertikan bahwa
manusia tidak bisa menghendaki sesuatu, kecuali Allah menghendaki manusia supaya
menghendaki sesuatu itu. jadi seseorang tidak bisa menghendaki untuk pergi ke Mekah
kecuali jika Tuhan menghendaki seseorang itu berkehendak pergi ke Mekah. Ini jelas bahwa
mengandung arti kehendak manusia adalah satu dengan kehendak Tuhan dan bahwa
kehendak yang ada dalam diri manusia itu sebenarnya tidak lain dari kehendak Tuhan.
Asy’ari berpendapat bahwa daya itu adalah bukan dari diri manusia sendiri, karena diri
manusia terkadang berkuasa dan terkadang juga tidak berkuasa. Daya tidak akan terwujud
sebelum adanya perbuatan, daya ada bersama sama dengan adanya perbuatan dan Dayak itu
ada hanya untuk perbuatan yang bersangkutan saja. Sebagai argumen al-Asy’ari mengatakan
bahwa orang yang dalam dirinya tidak diciptakan Tuhan daya, maka orang itu tidak bisa
berbuat apa apa.

Al-Ghazali juga memberikan keterangan yang sama. Tuhan lah yang menciptakan
perbuatan manusia dan daya untuk berbuat dalam diri manusia, perbuatan manusia itu terjadi
dengan adanya daya Tuhan dan bukan dengan daya manusia, oleh karena itu tidak bisa
dikatakan bahwa manusia lah yang menciptakan perbuatannya. Jadi berlainan sekali dengan
kaum mu’tazilah, kaum Asy’ariyah berpendapat bahwa ke Mawan dan daya untuk berbuat
adalah ke Mawan dan daya Tuhan dan perbuatan itu sendiri, sebagai ditegaskan oleh al-
Asy’ari adalah perbuatan Tuhan dan bukan perbuatan manusia.

Anda mungkin juga menyukai