Anda di halaman 1dari 101

BAB I

THERE IS NO GOD BUT I


A. Kekuasaan Tuhan

1) Pendapat Imam Abu Hanifah

Mengenai kekuasaan Allah Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa Allah tidak disifati
dengan sifat sifat makhluknya. Allah juga hidup, berkuasa, melihat, dan mengetahui. Tetapi
kesemuanya itu tidak sama dengan apa yang dimiliki oleh makhluk ataupun manusia. Sehingga
sifat Allah tidak boleh direka reka bentuknya, dan juga tidak boleh disebutkan bahwa tangan
Allah itu artinya kekuasaannya dan nikmatnya, atau bahwa murka Allah adalah siksanya dan
ridha Allah adalah pahalanya, karena hal itu berarti meniadakan sifat sifat Allah, sebagaimana
pendapat yang dipegang oleh ahli qadar dan golongan muktazilah. Beliau juga menyatakan
bahwa orang yang menyifati Allah dengan sifat sifat manusia berarti ia telah kafir.

Allah memiliki sifat dzatiyah dan fi’liyah. Sifat dzatiyahnya adalah hayah (hidup), qudrah
(mampu), ilm (mengetahui), sama’ (mendengar), bashar (melihat), dan iradah (kehendak).
Serta sifat fi’liyahnya adalah menciptakan, memberi rizki, membuat, dan lain lain yang
berkaitan dengan sifat sifat perbuatan.

Imam Abu Hanifah berkata bahwa Allah berada di langit bukan di bumi, kemudian ada
orang yang bertanya “tahukah anda bahwa Allah berfirman “Allah itu bersamamu”, beliau
menjawab bahwa ungkapan itu seperti orang yang menulis surat kepada seseorang yang isinya,
saya akan selalu bersamamu padahal kamu jauh darinya.

Dari pendapat Abu Hanifah diatas kita dapat melihat bahwa beliau sangat menentang
golongan yang memikirkan tentang seperti apa sifat sifat Allah itu, karena akibat dari
penafsiran mereka tentang sifat sifat Allah itu menyebabkan mereka saling bermusuhan karena
berbeda pendapat sehingga beliau melarang pembelajaran ilmu kalam.
Imam Abu Hanifah secara tidak langsung mengatakan bahwa kekuasaan Allah itu tidak sama
dengan kekuasaan makhluk. Kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu sehingga tidak ada yang
luput dari kuasanya termasuk untuk membuat seseorang menjadi kafir ataupun mukmin.
Karena menurut beliau “di dunia ini dan akhirat tidaklah ada dan terjadi sesuatu kecuali
berdasarkan kehendak Allah”, dan beliau lebih lanjut menjelaskan bahwa semua perbuatan
hamba, baik yang bergerak ataupun diam, merupakan usahanya, dan Allah yang

P a g e 1 | 101
menciptakannya. Semua perbuatan itu berdasarkan kehendak, pengetahuan, penetapan dan
qadar Allah.

2) Pendapat Imam Malik

Sebagaimana Imam Abu Hanifah, Imam Malik juga sangat menentang golongan yang
menggunakan rasionya untuk memikirkan dzat dan sifat Allah, bahkan beliau mengatakan
bahwa orang yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, dia harus dihukum cambuk dan
dipenjara sampai dia bertaubat . Beliau berkeyakinan bahwa Allah di langit dan ilmu
(pengetahuan) Allah meliputi setiap tempat. Dan beliau yakin bahwa ketetapan Allah sudah
ditentukan telebih dahulu, yaitu sesuai firman Allah “sekiranya kami menghendaki, kami akan
memberikan petunjuk kepada semua orang. Tetapi tetaplah keputusanku, bahwa aku akan
memenuhi neraka jahanam dengan jin dan manusia semuanya (As-Sajdah :13).
Beliau menentang pendapat kelompok qadariyah yang menyatakan bahwa Allah tidak
menciptakan maksiat, dan manusia itu mempunyai kemampuan, yang jika mau bisa menjadi
orang orang taat atau menjadi orang orang yang durhaka.

3) Pendapat Imam Syafi’i

Imam Syafi’i mempunyai aqidah yang sejalan dengan imam abu hanifah dan imam malik.
Karena imam syafi’i termasuk juga dalam ahlussunah wal jamaah. Mengenai masalah
kekuasaan Allah imam syafii mengatakan bahwa masalah makhluk yang bisa dilihat dengan
mata kepala saja kita masih banyak yang tidak tahu, apalagi mengenai masalah ilmu pencipta
makahluk itu. Kemudian Imam Syafi’i menyuruh untuk menjadikan makhluk sebagai bukti
atas kekuasaan Allah, dan jangan memaksa diri untuk mengetahui hal hal yang tidak dapat
dicapai oleh akal.

B. Dalil – Dalil Kekuasaan Allah

Mengenai kekuasaan Allah tentu saja kita akan merujuk kepada ayat ayat yang menjelaskan
hal itu. Dalam kaitannya dengan kekuasaan, Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 20:

“Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari
mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.
Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka.
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”(Q.S. Al Baqarah : 20).

Menurut tafsir al maraghi pernyataan ini berarti bahwa apa yang dikehendaki Allah, maka
hal tersebut tentunya pasti ada. Sebab bagi Allah tidak ada sesuatu yang tidak bisa, baik di
bumi maupun dilangit, semuanya bisa dilakukan Allah .
P a g e 2 | 101
Pendapat ini sejalan dengan al ghazali yang mengemukakan bahwa salah satu sifat ma’ani
Allah adalah qudrah (maha kuasa) sehingga perbuatan Allah tidaklah terbatas dalam
menciptakan alam saja, tetapi juga dalam menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiarnya.
Sehingga perbuatan manusia tidak terlepas dari kehendak Allah. Manusia hanya diberi
kekuasaan yang terbatas dalam lingkungan kehendak Tuhan dan tidak akan melampaui garis
garis qadar. Alghazali berpendapat berdasarkan firman Allah “Allah sesatkan siapa saja yang
dikehendakinya dan ia beri hidayah orang yang dikehendakinya”

Ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa Allah dapat melakukan apapun yang
dikehendakinya kepada siapapun sehingga semua yang ada di alam semesta ini tidak ada yang
lepas dari kuasa Allah. Tetapi jika dihubungkan dengan perbuatan manusia yang tidak lepas
dari kehendak Allah maka apakah Allah tidak berlaku dhalim terhadap makhluknya ketika
Allah menyiksanya karena kesalahan yang diperbuatnya padahal perilakunya tidak lepas dari
kehendak Allah. Maka dalam konteks tertentu pendapat ini tidak bisa dipakai karena jika
kehendak dan kekuasaan Allah terhadap makhluk berlaku secara mutlak dan menyeluruh,
kemudian dihubungkan dengan siksa Allah maka apakah tidak dhalim jika Allah menyiksa
makhluk yang berbuat salah bukan karena kehendaknya sendiri.

Diayat lain Allah juga berfirman tentang kekuasaannya :

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S. AL Maidah 120).”

Imam Jalaluddin dalam tafsir Jalalain-nya menginterpretasikan bahwa ayat tersebut


menjelaskan kepunyaan Allah (langit dan bumi) sebagai tempat penyimpanan hujan, semua
tumbuhan, semua rezeki serta apa yang ada di dalamnya. Digunakan kata “maa”, karena
kebanyakan makhluk Allah itu terdiri dari yang tidak berakal. Tetapi dia maha kuasa atas segala
sesuatu, termasuk yang tidak berakal itu. Kekuasaa Tuhan itu jua ditegaskan memberi pahala
kepada yang berbuat benar, dan menyiksa orang yang berbuat dusta.

C. Pendapat Aliran-Aliran Tentang Kekuasaan

Aliran Qadariyah

Qadariyah adalah aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi
oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi perbuatannya
sendiri, penekanan pada kebebasan manusia dalam mewejudkan perbuatannya.
Manusia dinilai mempunyai kekuatan melaksanakan kehendaknya, menentukan keputusan.
dalam surat Al-Rad ayat 11, Allah berfirman:”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
P a g e 3 | 101
sesuatu bangsa, kecuali jika bangsa itu mengubah keadaan diri mereka sendiri. Menurut
Ghailan Al Dimasyqi pendiri aliran ini, manusia berkuasa atas perbuatan – perbuatannya .
manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan
kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjahui perbuatan-
perbuatan jahat atas kemauan dirinya sendiri. Pendapat mereka sebagian besar sama dengan
muktazilah hanya saja kalau muktazilah mengatakan baha perbuatan menusia yang baik
dijadikan Tuhan, dan yang buruk tidalk dijadikan oleh Tuhan, sedangkan qadariyah
menyatakan bahwa baik dan buruk tidak dijadikan oleh Allah.

Aliran Jabariyah
Jabariya mengandung arti memaksa, menurut Al-Syahrastani, jabariah berarti
menghilangkan perbuatan dari hamba seorang hakikat dan menyadarkan perbuatan tersebut
kepada Allah SWT. Paham yang dibawa ole Jahm Ibn Safwan adalah lawan ekstrim dari paham
yang dianjurkan oleh Ma’bad dan Ghailan. Manusia menurut Jahm tidak mempunyai
kekuasaan untuk berbuat apa apa. Manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah dipaksa
dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Paham ini diduga telah ada sejak
sebelum agama Islam datang kemasyarakat arab. Mereka pada mulanya merupakan pengikut
ahlussunah wal jamaah, tetapi mereka lebih ekstrim menyatakan bahwa sekalian yang terjadi
di alam ini pada hakikatnya dijadikan oleh Tuhan, sehingga kalau orang meninggalkan sholat
ataupun melakukan kejahatan maka semuanya tidak apa apa karena hal itu dijadikan oleh
Allah. Perbuatan yang dilakukan manusia baik yang terpuji maupun yang tercela hakikatnya
bukanlah hasil pekerjaannya sendiri melainkan hanyalah ciptaan Allah, yang dilaksanakanNya
melalui tangan menusia.[5] Begitulah pendapat dari aliran ini. Dengan firman Allah dalam
surat ; Al-Saffat ayat 96, ditegaskan : Allah, menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.

Aliran Maturidiyah
Adapun kaum: Muturidiyah, khususnya kelompok Bukhara, mereka menganut pendapat
bahwa Tuhan memiliki kekuasaan muthlak. Menurut al-Bazdawiy, Tuhan memang berbuat apa
saja yang dikehendakiNya dan menentukan segala-galanya menurut kehendakNya. Tidak ada
yang dapat menentang atau memaksa Tuhan, dan tidak larangan-larangan terhadap Tuhan.
Akan tetapi walau bagaimanapun juga faham mereka tentang kekuasaan Tuhan tidaklah
semuthlak faham Asy’ari. Bukhara dalam mempertahankan kemuthlakan kekuasaan Tuhan,
P a g e 4 | 101
akan tetapi tidak pula memberikan batasan sebanyak batasan yang diberikan oleh kaum
Mu’tazilah bagi kekuasaan muthlak Tuhan. Batasan-batasan yang diberikan oleh kaum
Maturidiy kelompok samarkand ini, adalah :

- Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang menurut pendapat mereka ada pada
manusia.

- Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman bukan sewenang-wenang, akan tetapi berdasarkan


atas kemerdekaan manusia dalam mempergunakan daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya
untuk berbuat baik atau adapun kaum Maturidiy kelompok Samarkand, tidaklah sekeras
kelompok berbuat jahat.

Aliran Asy’-Ariyah
Paham ini meletakkan kekuasaan Allah diatas segalanya dan berlaku terhadap segala
sesuatu, sehingga manusia pada hakikatnya tidak mempunyai daya dan kekuasaan apapun
untuk berbuat sesuatu kecuali jika kekuasaan dan kemurahan Allah mendukung perbuatan itu,
meskipun perbuatan itu baik ataupun buruk harus melalui persetujuan Allah. Sehingga keadilan
menurut asy’ariyah adalah bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluknya
dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya dalam kerajaannya, sebaliknya ketidak adilan adalah
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu berkuasa mutlak terhadap hak milik orang.

Jadi menurut Asy’ariyah semua system nilai yang ada baik itu baik buruk, benar salah, adil
ataupun dhalim semuanya dipandang dari sudut kekuasaan Allah, sehingga apapun yang
diperbuat Allah kepada makhluknya merupakan suatu hal yang benar meskipun menurut
pandangan manusia hal itu salah.

Bagi Al-Asyari maupun Mu’tazilah Allah mempunyai keadilan dan kekuasaan, bagi
Mu’tazilah keadilan Allah lebih besar dari kekuasaan, Allah akan menghukum orang yang
bersalah dan memberi pahala bagi yang berbuat baik. bagi Al-Asyari kekuasaan Allah melebihi
keadilannya. Karena Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

D. Konsep Tuhan Menurut Islam

Konsep Tuhan merupakan konsep yang mendasar bagi setiap agama yang ada. Dari konsep
Tuhan tersebut, lahirlah konsep-konsep Islamic worldview yang lain, seperti; konsep tentang
wahyu, konsep kenabian, konsep alam, konsep manusia, konsep kehidupan, konsep penciptaan,
konsep ilmu, dan konsep-konsep yang lainnya. Dikarenakan begitu sentralnya konsep Tuhan
tersebut, maka perbincangan mengenai agama apapun, tidak akan terlepas dari pemahaman
konsep Tuhan.
P a g e 5 | 101
Konsep Tuhan dalam Islam otentik dan final, berdasarkan atas wahyu Al-Qur’an yang juga
bersifat otentik dan final, lafdhan wa ma’nan dari Allah , Shalih fi kulli zaman wa makan, dan
tidak ada keraguan di dalamnya. Prof. Al-Attas menjelaskan “The nature of God as revealed
in Islam is Derived from Revelation.”

Konsep Tuhan dalam Islam bersifat “haq”. Bukan Tuhan hasil personofikasi, sebagaimana
agama lain melakukannya sebagai penyelamat, penebus dosa, Bapa, anak, ruh qudus dan
sebagainya. Dan bukan juga seperti Tuhan dalam konsepsi Aristotle, yaitu Tuhan filsafat, yang
sering diistilahkan dengan penggerak yang tidak bergerak, Tuhan yang ada dalam pikiran
manusia. Yang berari bahwa ketika manusia tidak berfikir Tuhan, maka Tuhan itu tidak
ada. Tuhan adalah Dzat yang transenden dan mutlak, yang sama sekali berbeda dengan
makhluknya. Maka tidak tepat manusia, sebagai ciptaan, menciptakan dari pemikiran mereka
sendiri mengenai personifikasi ataupun atribusi kepada Dzat Pencipta.[9]

Konsep Tuhan dalam Islam telah memperlihatkan kemurnian dan kejelasan dengan konsep
Tuhan dalam agama lain (Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, dsb) maupun dengan konsep Tuhan
dalam pandangan penggagas pluralisme agama. Baik agama lain maupun kaum pluralis, sama-
sama menghadapi problem teologis. Kalangan non muslim membangun konsep Tuhan di atas
landasan yang rapuh, sedangkan kalangan pluralis membangun doktrinnya di atas keraguan-
raguan(skeptis) dengan meragukan kebenaran yang seharusnya diyakini.

E. Makna LAA ILAAHA ILLALLAH

Konsep Tuhan dalam Islam dirumuskan dalam al-Qur’an yang tergambar dalam syahadat
tauhid “Laa ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah” (tiada Tuhan selain Allah, dan
Muhammad adalah utusan Allah). Seseorang yang bertauhid, akan mengikrarkan dan
meyakini, bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak untuk disembah dan ditaati adalah Allah.
Bukan Tuhan yang lain. Kemudian ia juga harus menyatakan bahwa Muhammad sebagai
utusan Allah yang membawa risalah untuk mengenalkan Allah kepada hambanya. Tauhid
disini dinamakan tauhidullah, yakni pengenalan dan pengakuan akan Allah Yang maha Esa
sebagai satu-satunya Tuhan

Konsep Laa ilaaha illallah, banyak kita temukan dalam al-Qur’an, diantaranya, Dalam
surah Muhammad ayat 13 , Allah telah menyatakan “ketahuilah bahwa tiada tuhan selain
Allah. Dalam surah Thaha ayat 13-14, Allah berfirman, “ Aku memilihmu, maka perhatikan
apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesunggunya Aku ini adalah Allah, tiada Tuhan selain-
Ku. Karena itu, sembahlah Aku dan dirikanlah Shalat untuk mengingat-Ku” [10]. Ayat ini

P a g e 6 | 101
merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. Kemudian juga dalam surat al-Isra’,
Allah berfirman, “Tidak ada Tuhan selain Dia”. Dari beberapa ayat tersebut,nampak jelas
bahwa Tuhan dalam Islam adalah Allah.

Selain terdapat dalam Al-Qur’an, konsep Laa ilaaha illallah juga terdapat dalam beberapa
hadis. Diantaranya, dari ‘Abd Allah ibn Abi Qotadah dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw.
bersabda, siapa yang mengucap, ‘Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa
Muhammad utusan Allah’, dengan lisannya, dan dengan ini kalbunya tentram, niscaya ia
diharamkan menghuni neraka. Riwayat lain, dari Mu’ad ibn Jabal meriwayatkan dari
Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Siapa yang akhir perkataannya Laa Ilaaha Illallah
lalu meninggal Dunia, niscaya ia masuk surga.

F. Makna Allah

Allah adalah sebutan atau nama Tuhan (tiada Tuhan selain Allah); wujud tertinggi, terunik;
zat yang maha suci , yang maha mulia; daripada-Nya kehidupan berasal dan kepada-Nya
kehidupan kembali. Para filsuf dizaman kuno menamai Allah swt. Antara lain dengan nama
Pencipta, Akal Pertama, Penggerak pertama, Penggerak Yang tiada Bergerak, Puncak Cinta,
dan Wajib al-Wujud. Allah SWT. Adalah tuntutan setiap jiwa manusia. Setiap puak dan bangsa
manusia merasakan dan menyadari kehadiran-Nya sejak masa yang paling awal dan menamai-
Nya menurut istilah-istilah yang mereka tentukan.

Istilah nama Allah sebagai nama Tuhan, sangat jelas identik dengan konsep ketuhanan
dalam Islam. Tidak ada agama lain, kecuali Islam yang tegas dan jelas serta sepakat
menggunakan nama Lafadz Allah untuk menyebut nama Tuhan mereka. Karena tidak terdapat
problem dalam penyebutan nama Tuhannya, maka dimana pun, kapan pun, dan siapapun, umat
Islam akan selalu menyebut Tuhannya dengan “Allah”. Hal ini dikarenakan nama Tuhan
dalam Islam ditetapkan berdasarkan sumber yang utama, wahyu al-Qur’an, dan bukan
berdasarkan tradisi ataupun budaya, ataupun konsensus (konsili). Karena itu, umat Islam tidak
mengalami perselisihan tentang nama Tuhan. Dan soal nama Tuhan tersebut sudah final sejak
awal.

Allah swt. (Allah, kata agung (lafadz al-jalalah) adalah nama diri (ism al-dzat) Tuhan, nama
esensi dan totalitas-Nya. Kata itu tersusun dari empat huruf. Jika huruf pertama, alif
dihilangkan, tiga huruf lainnya simbol alam semesta, wujud, yang mencakup alam nyata
(dunya) dan langit gaib di atas cakrawala bintang gemilang; alam kubur (barzakh) dan surga;

P a g e 7 | 101
akhirat (akhirah) . Huruf pertama, alif, merupakan sumber segala sesuatu, dan huruf terakhir,
hu (Dia), adalah sifat Allah yang paling sempurna, Yang Mahasuci dari semua sekutu.

Secara kebahasaan, kata Allah sangat mungkin berasal dari kata al-Illah. Kata itu mungkin
pula berasal dari bahasa aramea, Alaha yang artinya Allah. Kata Ilaah (Tuhan yang disembah)
dipakai untuk semua yang dianggap sebagai Tuhan atau Yang maha Kuasa. Dengan
penambahan huruf Alif laam di depannya sebagai kata sandang tertentu, maka kata Allah dari
kata al-ilaah dimasudkan sebagai nama Zat Yang Maha Esa, Maka Kuasa, dan Pencipta Alam
semesta. Kata Allah adalah satu-satunya ism alam atau kata yang menunjukkan nama yang
dipakai bagi Zat yang Maha Suci. Nama-nama lain sekaligus mengacu pada sifat-sifat-Nya jika
menunjukkan kealaman Zat Allah, seperti al-Aziz atau Yang Maha Perkasa, artinya Allah
mempunyai sifat perkasa.

Konsep Allah juga telah ada sejak masyarakat Arab pra-Islam. Toshihiko Izutsu
menerangkan masalah makna relasional kata Allah dikalangan orang-orang Arab pra-Islam
dengan tiga kasus. Pertama, adalah konsep Pagan tentang Allah, yaitu orang Arab Murni. Di
sini terlihat orang-orang Arab pra Islam yang berbicara tentang “Allah” sebagaimana yang
mereka pahami. Kedua, orang-orang Yahudi dan Kristen zaman pra Islam yang menggunakan
kata Allah untuk menyebut Tuhan mereka sendiri. Di sini tentu saja “Allah berarti Tuhan Injil.
Ketiga, Orang-orang Arab pagan, Arab jahiliyah murni non-kristen dan non-Yahudi yang
mengambil konsep Tuhan Injil, “Allah”. Hal ini terjadi ketika seorang penyair Badwi yang
bernama Nabighah dan Al-A’sha Al-Kabar menulis puisi pujian yang mengarah pada konsep
Arap tentang Allah kearah monoteisme. Konsep Allah menurut masyarakat Arab pra-Islam,
khususnya penduduk Mekkah, dapat diketahui melalui al-Qur’an. Allah SWT bagi mereka
adalah pencipta langit dan bumi, yang memudahkan peredaran matahari dan bulan, yang
menurunkan air dari langit, tempat menggantungkan harapan.

Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam
surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran
diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum
Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-
Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat
46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.

Menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan
adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui
wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul
P a g e 8 | 101
Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak
berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.

Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang
lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya. Konsepsi
kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia
mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan
kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.

Allah juga merupakan sebutan atau nama Tuhan (tiada Tuhan selain Allah); wujud
tertinggi, terunik; zat yang maha suci , yang maha mulia; daripada-Nya kehidupan berasal dan
kepada-Nya kehidupan kembali. Para filsuf dizaman kuno menamai Allah swt. Antara lain
dengan nama Pencipta, Akal Pertama, Penggerak pertama, Penggerak Yang tiada Bergerak,
Puncak Cinta, dan Wajib al-Wujud. Allah SWT. Adalah tuntutan setiap jiwa manusia. Setiap
puak dan bangsa manusia merasakan dan menyadari kehadiran-Nya sejak masa yang paling
awal dan menamai-Nya menurut istilah-istilah yang mereka tentukan.

Secara kebahasaan, kata Allah sangat mungkin berasal dari kata al-Illah. Kata itu mungkin
pula berasal dari bahasa aramea, Alaha yang artinya Allah. Kata Ilaah (Tuhan yang disembah)
dipakai untuk semua yang dianggap sebagai Tuhan atau Yang maha Kuasa. Dengan
penambahan huruf Alif laam di depannya sebagai kata sandang tertentu, maka kata Allah dari
kata al-ilaah dimasudkan sebagai nama Zat Yang Maha Esa, Maka Kuasa, dan Pencipta Alam
semesta. Kata Allah adalah satu-satunya ism alam atau kata yang menunjukkan nama yang
dipakai bagi Zat yang Maha Suci. Nama-nama lain sekaligus mengacu pada sifat-sifat-Nya jika
menunjukkan kealaman Zat Allah, seperti al-Aziz atau Yang Maha Perkasa, artinya Allah
mempunyai sifat perkasa.

Dalam kaitannya penyebutan Allah sebagai sebutan Tuhan, kaum musyrik Quraisy dan
kaum Yahudi bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Tuhannya mengutusnya membawa
Risalah Islam. Mereka meminta beliau menerangkan Tuhannya serta menyebut kan nasab-Nya.
Maka Allah SWT pun mengutus Jibril as. Dengan membawa surah al-Ikhlash (At-Tauhid).
Dalam surah itu Allah swt berbicara kepada Rasul-Nya dengan menggunakan kalimat perintah:

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-
Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.

P a g e 9 | 101
Surah al-Ikhlash ini berisi sebagian al-asma’ul husna. Pengertian “Allah Ahad’ adalah
Allah itu satu, tak ada sekutu bagi-Nya, dan tak ada yang setara dengan-Nya. Ibnu Abbas dan
sekelompok mufassir al-Qur’an berkomentar bahwa pengertian Allah Ahad adalah Allah itu
satu, tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.[15] Sebagian filsuf Arab, diantaranya
Ibnu Sina, berpendapat bahwa pengertian ‘Allah Ahad’’ adalah bahwa Allah itu satu (sendiri)
dalam ketuhanan-Nya dan keterdahuluan-Nya, serta tidak ada sesuatupun yang menyertai-Nya
dalam sifat-sifat wajib-Nya. Dia wajib bersifat ada dan mengetahui segala sesuatu, hidup
namun tidak akan mati, mengubah namun tidak pernah berubah.

Menurut sebagian pakar bahasa, Allah SWT. Berfirman, “Qul huwa Allahu Ahad”, bukan
“Qul huwa Allahu Wahid”. Kata Wahid termasuk kategori bilangan sehingga sangat mungkin
yang lainnya juga masuk ke dalamnya. Adapun kata Ahad tidak dapat dibagi lagi, baik dalam
Zat-Nya maupun pengertian sifat-sifat-Nya.

P a g e 10 | 101
BAB II
I AM ALLAH

Ketika para ulama salaf ditanya tentang kaiffiyah istiwa (cara Allah bersemayam)
mereka menjawab: "Istiwa (bersemayam) Allah itu sudah dipahami, sedangkan cara-caranya
tidak diketahui; mengimaninya (istiwa) adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah."
Jadi, kaum salaf sepakat bahwa kaiffiyah istiwa itu tidak diketahui oleh manusia dan bertanya
tentang hal itu adalah bid'ah. Karena hal itu tidak dilakukan oleh para salaf di zamannya.

Jika ada orang yang bertanya, "Bagaimana cara Allah turun ke langit dunia?" Maka
tanyakanlah kepadanya, "Bagaimanakah DIA?" Jika dia mengatakan, "Saya tidak tahu
kaiffiyah (kondisi)-Nya." Maka jawablah, "Maka dari itu kita tidak mengetahui kaiffiyah turun-
Nya. Sebab untuk mengetahui kaiffiyah sifat harus terlebih dahulu mengetahui kaiffiyah dzat
yang disifati itu." Karena sifat itu adalah cabang dan mengikuti yang disifatinya. Begitu juga
ketika kita ingin menanyakan sifat keberadaan
Allah. Kita harus tahu kondisi Allah. Jadi bagaiman mungkin kita menjelaskan cara Allah
mendengar, melihat, berbicara, bersemayam, turun, padahal kita tidak mengetahui bagaimana
kaifiyyah dzat-Nya?

Satu-satunya yang bisa menjelaskan keberadaan Allah, hanyalah Allah subhanahu


wata'ala sendiri. Dan Allah sendiri telah menjawab pertanyaan ini lewat nash-nash dalam
Alqur'an atau As Sunnah. Keterangan dari keduanya itulah yang sebenarnya bisa diterima dan
diakui dalam aqidah Islam, jauh dari konsep pemikiran akal manusia. Sebab jawaban kita hanya
semata-mata dari keterangan Allah Subhanahu Wata`ala sendiri yang secara formal telah
memperkenalkan diri-Nya kepada kita.

Allah Berada di Atas Arsy

Keterangan dari Allah ini dapat kita temukan pada ayat-ayat-Nya di bawah
ini:

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy . Dia menutupkan malam kepada siang yang

P a g e 11 | 101
mengikutinya dengan cepat, dan matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-
Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan
semesta alam.” (QS. Al-Araf : 54)

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang
akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu,
maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Yunus : 3)

“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam
di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu
yang ditentukan. Allah mengatur urusan, menjelaskan tanda-tanda , supaya kamu meyakini
pertemuan dengan Tuhanmu.” (QS. Ar-Ra’d : 2)

“Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy.” (QS. Thaha : 5)

“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa,
kemudian dia bersemayam di atas Arsy , Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah kepada yang
lebih mengetahui tentang Dia.” (QS. Al-Furqan : 59)

“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padaNya
seorang penolongpun dan tidak seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?” (QS. As-Sajdah : 4)

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di
atas 'arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya
dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . Dan Dia bersama kamu di mana
saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid : 4)

“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang
malaikat menjunjung 'Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (QS. Al Haaqqah: 17)

P a g e 12 | 101
Allah Berada di Langit

“Tidakkah kamu merasa aman dari Allah yang berada DI LANGIT bahwa Dia akan
menjungkir-balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang.
Atau apakah merasa aman terhadap Allah yang DI LANGIT bahwa Dia akan mengirimkan
badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat) mendustakan
peringatan-Ku”. ( QS Al-Mulk : 16-17).

Selain itu ada hadits dari Rasulullah SAW yang juga menjelaskan tentang di manakah
Allah SWT itu.

Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Kasihanilah yang di bumi maka
kamu akan dikasihani oleh YANG DI LANGIT". (HR. Tirmiziy).

Rasulullah bersabda: Tidakkah kalian mau percaya kepadaku padahal aku adalah kepercayaan
dari Tuhan yang ada di langit. [Bukhari no.4351 kitabul Maghazi; Muslim no.1064 Kitabuz
Zakat]

Namun tentang bagaimana keberadaan Allah SWT di langit dan di asry, kita tidak
punya keterangan pasti. Maka kita imani keberadaannya sedangkan teknisnya seperti apa, itu
majhul atau tidak dapat diketahui karena keterbatasaan panca indera serta keterbatasan akal
manusia. Dan bertanya tentang seperti apa teknisnya adalah bid’ah. Ini adalah jawaban paling
aman dan inilah yang diajarkan Imam Ahmad kepada kita.

Tentang Allah Dekat dan Ada di Mana-mana

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (QS. Qaaf : 16)

“Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya


aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo'a apabila ia berdo'a
kepada-Ku.” (QS Al-Baqarah: 186).

P a g e 13 | 101
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Hadid : 4)

Namun kata ma’a tidak berarti menunjukkan tempat seseorang berada. Sebab dalam
percakapan kita bisa mengatakan bahwa aku menyertaimu, meski pada kenyataannya tidak
berduaan. Sebab kebersamaan Allah SWT dalam ayat ini adalah berbentuk muraqabah atau
pengawasan.

Seperti ketika Rasulullah berkata pada Abu Bakar saat berada di dalam gua, "Jangan
kamu sedih, Allah beserta kita". Ini tidak berarti Allah SWT ikut masuk gua. Tapi, lebih
bermakna bahwa mereka berada dalam pengawasan Allah. Jadi, keterangan yang mengatakan
Allah ada di mana-mana bukan merujuk pada tempat atau keberadaan-Nya, melainkan
kebersamaan-Nya melalui pengawasan serta rida-Nya bagi orang-orang yang teguh berada di
jalan-Nya.

Perpaduan antara ma'iyah (kebersamaan) dan 'uluw (keberadaan di atas) bias terjadi
pada makhluk. Seperti dikatakan: "Kami masih meneruskan perjalanan dan rembulan pun
bersama kami". Kalimat ini tidaklah dianggap bertentangan, padahal sudah barang tentu bahwa
orang yang melakukan perjalanan itu berada di bumi sedangkan rembulan berada di langit.
Apabila hal ini bisa terjadi pada makhluk, maka bagaimana pikiran Anda dengan Al-Khaliq
yang meliputi segala sesuatu?

Apakah tidak bisa dikatakan bahwa Dia bersama Makhluk-Nya di samping Dia Maha
Tinggi berada di atas mereka, terpisah dari mereka, bersemayam di atas 'arsy-Nya?

Syeikh 'Utsaimin menjelaskan tentang, ayat "...Dan Dia bersama kamu di manapun
kamu berada." (QS 57: 4), bahwasannya ma'iyah (kebersamaan) dalam ayat ini sama sekali
tidak menunjukkan pengertian Allah Subhanahu Wata'ala bercampur dengan makhluk atau
tinggal bersama di tempat mereka.

P a g e 14 | 101
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Al-'Aqidah Al-Waasithiyah (hal. 115, cetakan ketiga,
komentar Muhammad Khalil Al-Harras), mengatakan:

"Dan pengertian dari firman-Nya: 'Dan Dia bersama kamu', bukanlah berarti bahwa Allah itu
bercampur dengan makhluk-Nya karena hal ini tidak dibenarkan oleh bahasa. Bahkan, bulan
sebagai satu tanda dari tanda-tanda (kemahatinggian dan kebesaran) Ilahi, yang termasuk di
antara makhluk-Nya yang terkecil dan terletak di langit itu, tetapi dia dikatakan bersama
musafir dan yang bukan musafir di mana saja berada padahal musafir tentunya berada di bumi,
terpisah dari bulan yang berada di langit)."

Menurut Syeikh 'Utsaimin: Tidak ada orang yang berpendapat dengan makna bathil
(Allah bercampur dengan makhluk atau tinggal bersama di tempat mereka) ini kecuali Al-
Hululiyah (Pantheisme) seperti orang-orang terdahulu dari Jahmiyah dan mereka yang
mengatakan bahwa Allah dengan dzat-Nya berada di setiap tempat. Maha suci Allah dari
perkataan mereka dan amat besar dosanya atas ucapan yang keluar dari mulut mereka. Apa
yang mereka katakan tiada lain adalah kebatilan.

Perkataan mereka ini telah dibantah oleh para ulama Salaf dan imam yang sempat
menjumpainya, karena perkataan tersebut menimbulkan beberapa konsekwensi yang tidak
dapat dibenarkan yang menunjukkan bahwa Allah mempunyai sifat-sifat kekurangan dan
mengingkari keberadaan Allah di atas makhluk-Nya.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ibnu Umar membacakan ayat "Dan
kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui". (QS. Al
Baqarah: 115) kemudian menjelaskan peristiwanya sebagai berikut. Ketika Rasulullah SAW
dalam perjalanan dari Mekah ke Madinah shalat sunnat di atas kendaraan menghadap sesuai
dengan arah tujuan kendaraannya. (Diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Nasa'i yang
bersumber dari Ibnu Umar.)

Kalimat maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah maksudnya;


kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia berada, Allah
mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah.

P a g e 15 | 101
Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan Allah ada di mana-mana adalah
bathil karena itu merupakan perkataan golongan bid'ah dari aliran Jahmiyah dan Mu'tazilah
serta aliran lain yang sejalan dengan mereka. Jawaban yang benar adalah yang diikuti oleh Ahli
Sunnah wal Jama'ah, yaitu Allah subhanahu wa ta'ala ada di langit di atas Arsy, di atas semua
makhlukNya. Akan tetapi ilmu-Nya ada di mana-mana (meliputi segala sesuatu).

“Bagaimana seseorang bisa mengatakan bahwa dzat Allah berada pada setiap
tempat, atau Allah bercampur dengan makhluk, padahal Allah SWT itu
"KursiNya meliputi langit dan bumi" (QS 2:255), dan "Bumi seluruhnya dalam
genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan
kanan-Nya" (QS 39:67)?

Tentang Allah Ada di Dalam Diri dan Hati Manusia

Dalam hadis qudsi (hadis yang maksudnya berasal dari Allah SWT, lafalnya berasal
dari Nabi SAW) disebutkan bahwa Allah SWT berfirman:

"Barang siapa memusuhi seseorang wali-Ku, maka Aku mengumumkan permusuhan-Ku


terhadapnya. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku yang lebih kusukai
daripada pengamalan segala yang Kufardukan atasnya. Kemudian, hamba-Ku yang senantiasa
mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal-amal sunnah, maka Aku senantiasa
mencintainya. Bila Aku telah cinta kepadanya, jadilah Aku pendengarannya yang dengannya
ia mendengar, Aku penglihatannya yang dengannya ia melihat, aku tangannya yang dengannya
ia memukul, dan Aku kakinya yang dengan itu ia berjalan. Bila ia memohon kepada-Ku, Aku
perkenankan permohonannya, jika ia meminta perlindungan, ia Kulindungi." (HR. Bukhari).

Hadis ini sering digunakan sebagai dalil oleh para sufi untuk menunjukan kebersatuan
Allah dengan makhluk-Nya. Atau istilahnya, manunggaling kawula Gusti. Ini jelas pendapat
yang tidak benar. Bagaimana mungkin Dzat Allah bercampur dengan Makhluk-Nya?

Firman Allah Ta'ala: "Bila Aku telah cinta kepadanya, jadilah Aku pendengarannya yang
dengannya ia mendengar, Aku penglihatannya yang dengannya ia melihat, aku tangannya yang
dengannya ia memukul, dan Aku kakinya yang dengan itu ia berjalan. Bila ia memohon

P a g e 16 | 101
kepada-Ku, Aku perkenankan permohonannya, jika ia meminta perlindungan, ia Kulindungi",
sesungguhnya memiliki makna bahwa Allah membenarkannya, menjaganya mengenai
pendengarannya, penglihatannya, tangannya, dan kakinya, maka ia tidak menggunakan
anggota-anggota badannya ini untuk bermaksiat, dan ia hanya menggunakannya dalam
ketaatan pada Allah Azza wa Jalla.

Ibnu Daqiq Al-Ied berkata: "Arti firman Allah itu bahwa ia (yang dicintai Allah ini)
tidak mendengarkan apa yang tidak diizinkan Allah baginya untuk mendengarnya, dan tidak
melihat sesuatu yang tidak diizinkan Allah untuk melihatnya, dan tidak mengulurkan
tangannya kepada sesuatu yang tidak diizinkan Allah untuk menjangkaunya, dan tidak berjalan
kecuali kepada hal yang diizinkan Allah baginya untuk menuju padanya..." selesailah artinya
itu, dan tafsiran itu ditunjukkan pula oleh firmaNya dalam akhir hadits Qudsi tersebut: Bila ia
memohon kepada-Ku, Aku perkenankan permohonannya, jika ia meminta perlindungan, ia
Kulindungi." Artinya, Allah Ta'ala menyertainya dengan menyetujuinya, menolongnya, dan
menjaga anggota-anggota badannya dari segala larangan, karena balasan itu adalah setimpal
dengan perbuatan.

Dengan penjelasan-penjelasan di atas, maka terbantahlah pendapat yang mengatakan


bahwa Allah bersemayam dalam hati dan diri manusia.

Tentang Allah Seperti Udara, Angin, Cinta, dll

Nu'aim bin Hammad, guru Imam Al Bukhari mengatakan, "Barang siapa


menyamakan Allah dengan makhluk, maka ia kafir. Barang siapa menolak sifat Allah yang
disandangkan-Nya untuk Diri-Nya atau disandangkan oleh Rasul-Nya maka ia kafir. Dan
dalam sifat-sifat Allah yang disandangkan oleh-Nya atau oleh Rasulullah saw. tidak ada
kesamaan atau kemiripan dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Sebagaimana firman Allah:

“Tidak ada yang sama dengan-Nya sesuatu apapun” (QS.Asy-Syuura: 11)

“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya” (QS. Al-Ikhlas: 4)

“Maka janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpamaan bagi Allah” (QS.

P a g e 17 | 101
An-Nahl: 47).

Ketidaktahuan dalam masalah ini merupakan sesuatu yang masih dapat dimaafkan.
Demikian juga halnya dengan kekeliruan dan kesalahan dalam memberikan penafsiran.
Seandainya hal tersebut tidak dapat dimaafkan, tentu apa yang dilakukan oleh para
mutakallimin (teolog) yang menafsirkan nash-nash yang menjelaskan sifat-sifat Allah
dihukumi sebagai kekufuran. Di mana mereka membawa nash-nash tersebut kepada
pemahaman yang majazi/kiasan (bukan arti yang sebenarnya), dan menganggap hal itu bukan
merupakan sesuatu yang tetap bagi Allah dalam pengertian yang sebenarnya. Hal ini
dikarenakan prasangka mereka yang mendorong mereka untuk menyerupakan Allah dengan
makhluk-Nya. Dengan demikian, maka penolakan mereka terhadap nash-nash yang berkaitan
dengan masalah sifat-sifat Allah ini didasarkan kepada keinginan untuk menyucikan Allah
SWT dari penyerupaan terhadap makhluk-Nya, menurut prasangka mereka. Dengan demikian,
maka dapat dipahami bahwa sebenarnya, mereka tidak bermaksud menolak atau mengingkari
nash-nash tersebut dengan maksud ingin mendustakannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata, "Imam Ahmad ramenaruh


belas kasihan kepada mereka (yakni, aliran Jahmiyyah) dan memaafkan mereka. Karena,
menurut pandangan beliau bahwa mereka itu tidak mendustakan Rasulullah saw dan tidak
mengingkari risalah (ajaran) yang dibawanya. Akan tetapi, mereka keliru dalam memberikan
penafsiran dan mereka mengikuti pendapat orang yang mengatakan hal itu kepada mereka."

Manhaj dalam memahami nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam Alqur'an dan
Sunnah tanpa melakukan:
1. Tasybih, yakni menyerupakan Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya;
2. Tahrif, yakni mengubah atau mengganti lafal-lafal nama dan sifat Allah atau mengganti
artinya;
3. Ta'thil (pengabaian, membuat tidak berfungsi)l, yakni menampik sifat Allah dan menyangkal
keberadaannya pada Dzat Allah Swt;
4. Takyif (mengondisikan), yakni menentukan kondisi dan menetapkan esesi-Nya. Inilah
mazhab para salaf—sahabat, tabi'in, serta tabi'ut tabi'in.

Wallahu'alam bishshawab

P a g e 18 | 101
BAB III

AYAT KAUNIYAH

Pengertian Ayat Kauniyah

Ayat kauniyah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling manusia yang diciptakan
oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah ayat-ayat dalam bentuk segala ciptaan Allah berupa alam
semesta dan semua yang ada di dalamnya. Ayat-ayat ini meliputi segala macam ciptaan Allah,
baik itu yang kecil (mikrokosmos) ataupun yang besar (makrokosmos). Bahkan diri kita baik
secara fisik maupun psikis juga merupakan ayat kauniyah. Oleh karena alam ini hanya mampu
dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturannya yang unik, maka ia menjadi
tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat
Fushshilat ayat 53.

Artinya :

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala


wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu
adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala
sesuatu?”

Demikian pula keindahannya, kerapian, dan kekokohannya yang membuat kagum orang
yang berakal. Semua itu menunjukkan keluasaan ilmu Allah SWT dan keluasan hikmahNya.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “ apabila anda memperhatikan seruan Allah SWT untuk
tafakur, hal itu akan mengantar pada ilmu tentang Allah, tentang keesaan-Nya, sifat-sifat
keagungan-Nya, dan kesempurnaan-Nya, seperti qudrat, ilmu, hikmah, rahmat, ihsan, keadilan,
ridho, murka, pahala, dan siksaNya “.

Begitulah cara Dia memperkenalkan diri kepada hamba-hambaNya dan mengajak mereka
untuk merenungi ayat-ayatNya.

Oleh karena itu, Al-Qur’an banyak menyebutkan perintah untuk merenungi ayat-ayat
kauniyah dan bukti-bukti kekuasaanNya ini. Mengajak mereka untuk berfikir dan
memperhatikan, karena manfaatnya sangat banyak bagi hamba.

P a g e 19 | 101
Manfaat Ayat Kauniyah

Manfaat dan nikmat dari ayat-ayat kauniyah yang menunjukkan keluasaan rahmat
Allah, kemahamurahan, dan kebaikan-Nya, diantaranya:

a. Merasakan keagun

b. gan Allah dan kelemahan diri.

Pengagungan akan melahirkan kecintaan, rasa takut untuk mendurhakai-Nya, juga


berharap hanya kepada Allah. Sedangkan menyadari kelemahan diri akan membuat
manusia inabah, mengembalikan urusan kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya dan
menjauhkan diri dari sifat congkak dan sombong.

c. Setiap makhluk yang berada di muka bumi ini menjadi sumber inspirasi bagi manusia
untuk mendapatkan maslahat duniawi dan ukhrawi. Bukankah terciptanya pesawat dan
helikopter itu karena inspirasi dari burung dan capung? Manusia juga bisa mendapat
pelajaran dari mujahadahnya semut, tawakalnya seekor burung dan masih banyak lagi.
Setiap makhluk menjadi sumber inspirasi.

d. Mendorong manusia untuk bersyukur. Karena tidak satupun makhluk yang diciptakan
oleh Allah melainkan faedah bagi manusia. Satu contoh andai saja manusia harus
membayar pajak untuk penerangan matahari, berapa biaya harus dikeluarkan oleh
manusia? Kenyataan ini melahirkan rasa syukur dan pengakuan, “Wahai Rabb kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini sia-sia, Maha Suci Engkau maka jauhkanlah kami dari
siksa neraka” (QS. Ali Imran:191).

‫الذين يذكرون هللا قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السماوات واألرض ربنا ما خلقت هذا باطال‬
‫سبحانك فقنا عذاب النار‬

Artinya:

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

P a g e 20 | 101
Prosese Penciptaan Alam Semesta Dalam Al-Qur`an

Allah ta’ala menceritakan proses penciptaan alam semesta dalam al-Quran. Ada yang
bersifat global dan ada yang lebih rinci. Dalam penjelasan global, Allah menegaskan bahwa
Dia menciptakan langit dan bumi selama 6 hari. Allah tegaskan hal ini di tujuh ayat dalam al-
Quran. Diantaranya, Sesugguhnya Tuhan kalian, yaitu Allah, Dialah yang menciptakan langit
dan bumi dalam 6 hari, kemudian Dia beristiwa di atas Arsy. (QS. al-A’raf: 54). Sungguh Aku
telah menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada diantara keduanya dalam 6 hari, dan
Aku tidak merasa capek. (QS. Qaf: 38).

Keterangan lainnya Allah sebutkan di surat Yunus (ayat 3), Hud (ayat 7), al-Furqan (ayat 59),
as-Sajdah (ayat 4), dan al-Hadid (ayat 4).

IPTEK dalam perspektif Al-Qur`an

Kita umat islam meyakini bahwa agama islam adalah agama Allah yang paling sempurna.
Al Quran adalah kitab Allah yang berisi petunjuk dan pedoman yang lengkap untuk memimpin
seluruh segi kehidupan manusia kearah kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Kita yakin bahwa
AlQuran juga mengandung ayat-ayat yang dapat dijadikan pedoman. Meskipun hanya secara
garis besar, bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mempertebal
keimanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Al Quran memberikan pandangan hidup yang baru kepada kita, sedangkan ilmu pengetahuan
digunakan untuk memeperjelas pandangan-pandanngan tersebut.

Sains modern sebagai kuda delman

Sains barat sekunder telah memotong dan menutupi pengkajian kebesaran Allah dan
membatasinya pada fakta yang dapat dilihat bentuk materinya sehungga tidak di tunjukan
kebesaran Allah. Bahkan tidak diakui sebab tidak dapat dilihat atau dibuktikan secara
materi/fisik. Maka Ilmu barat sekuler atau sains itu memandang dengan tidaklah lengkap oleh
Herman Soewardi disebut Kuda Delman.

Allah pencipta dan pemelihara Alam

Segala sesuatu diciptakan oleh Allah swt, namun Allah swt memperlihatkan seolah olah
makhluk yang membuatnya di dunia ini. padahal Dialah yang menciptakan alam semesta inidan
seluruhnya isinya hanya dengan Kun Fayakun, tanpa bantuan sedikitpun dari makhlukNya.

P a g e 21 | 101
Diantara 18.000 jenis makhluk hidup yang diciptakan, makhluk yang bernama manusia
berjumlah kurang lebih 6 milyar saat ini. dibandingkan dengan jumlah burung, jumlah manusia
dua kali lebih banyak jika jumlah manusia ditambah dengan jumlah burung masih lebih banyak
jumlah ikan.

Allah swt menciptakan ruang, dimensi dan waktu. Namun Allah swt tidak bisa diukur
dengan ruang. Allah swt mampu membuat 1 hari di akhirat sama dengan 1000 tahun di dunia.
Allah swt mampu membuat ribuan tahun di alam kubur tapi bagi orang yang beriman waktu
itu hanya sekejap, seperti tidurnya seorang pengantin. Allah swt maha tinggi tapi tidak dapat
diukur dengan ketinggian, Maha besar tidak dapat diukur dengan Volume atau Massa Jenis.

"Dan sesungguhnya Dialah Allah yang Maha tinggi dan Maha besar."

(Qs. Luqman : 30)

Langit dan bumi tidak mampu menampung dzat Nya, jika Dia menampakkan pada
sebuah gunung, maka hancurlah gunung itu. Hanya hati orang beriman yang mampu
menampung dzatNya, tajalli kepada Allah swt. Dalam hadits qudsi Allah swt berfirman,

"Tidak meliputiKu bumi dan langit, tetapi meliputiKu hati HambaKu yang mukmin"

Hanya Allah yang mengetahui berapa banyak jumlah tetes air hujan yang jatuh ke bumi
dan jumlah butir-butir pasir di lautan. Hanya Dia yang mengetahui berat sebuah gunung, dan
besarnya gunung itu tidak dapat menghalangi PandanganNya. Dia mampu mendengar
sekaligus melihat suara, Sebagai mana Dia mapu melihat warna dan mendengar warna.

"Sesungguhnya Allah Maha mendengar dan Maha Melihat"

(Qs. Luqman : 28)

“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu.
Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor
lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari
mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang
menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.“ (Qs. Al Hajj : 73)

Allah swt menciptakan dan mengatur tata surya yang berputar pada porosnya, padahal
didalam bumi tidak ada mesin penggerak. jika bumi ini keluar dari pada porosnya beberapa
derajat saja, maka planet-planet akan bertabrakan. Allah swt menciptakan matahari dan
P a g e 22 | 101
emngatur jaraknya dari bumi. Jika beberapa derajat jarak bumi bergeser mendekati atau
menjauhi matahari, maka bumi akan terbakar atau menjadi beku. Allah swt menciptakan bulan,
jika keluar dari garis edarnya sekian derajat saja, air laut akan pasang atau surut sampai hari
kiamat. Allah swt mampu menerangi jannah tanpa matahari, tetapi cahaya jannah berasal dari
wajah para ahli jannah. dan neraka itu gelap bukan karena api neraka tidak menyala, tetapi
karena kegelapan wajah orang-orang yang di adzab di dalamnya.

Alam semesta ini yang baru diketahui oleh manusia baru sekitar empat persen pada
langit pertama. bagaimana dengan langit kedua sampai ketujuh, sedangkan jarak diantara langit
itu adalah 500 tahun perjalanan. orang-orang kafir sibuk membuat pesawat dengan tekhnologi
untuk mendarat di bulan, tetapi orang-orang beriman hanya perlu belajar dengan yang
menciptakan bulan. orang-orang takjub dengan melihat hasil rekayasa industri orang orang
kafir, dengan menekan sebuah tombol pintu akan terbuka, sementara mereka tidak
memperhatikan mulutnya yang secara otomatis terbuka ketika menyuapkan makanan, tanpa
perlu menekan tombol. mata yang selalu berkedip bila kemasukkan debu atau bila melihat sinar
yang menyilaukan, tanpa perlu perintah. seandainya mulut atau mata dapat terbuka atau
tertutup bila diprogram lebih dahulu, sungguh melelahkan. bagaimana dengan lidah manusia
yang sama bentuknya, tetapi bahasa yang diucapkan berbeda-beda.

"Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan
(juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?"

(Ad Dzariyat : 20-21)

Dikutip dari Buku Khuruj Fisabilillah (sarana tarbiyah umat untuk membentuk sifat imaniyah)

An Nadhr M.Ishaq Shahab

P a g e 23 | 101
BAB IV

AYAT TANZILIAH

Ayat-ayat Tanziliyah. Artinya, ayat-ayat yang diturunkan kepada Rasul-Nya, berupa


ayat-ayat wahyu, yang disudahi Allah dengan menurunkan Al Qur’anul Karim kepada hamba
dan Rasul-Nya Muhammad SAW. Al Qur’an merupakan ayat -ayat Allah, dan manusia tidak
akan mungkin mampu membuat yang serupa dengannya.

Al Qur’an merupakan mu’jizat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang abadi, ayat-ayat
yang abadi, yang dapat menyusup ke dalam hati dan pikiran tanpa meminta izin terlebih dahulu.

“Abdullah bin Urwah bin Az Zubair bertanya kepada neneknya Asma’ binti Abu Bakar,
”Wahai nenek, apa yang dilakukan para sahabat jika mereka mendengarkan al Qur’an atau
mendengarkannya?” Asma’ menjawab, “Wahai cucuku, mereka seperti yang digambarkan
Allah, mata mereka meneteskan air mata, kulit mereka gemetar dan hati mereka tertunduk.”

Bahkan para jin yang mendengat bacaan Al Qur’an pun terpengaruh. Allah SWT
berfirman :

“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan
Al Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkat, ‘Diamlah
kalian (untuk mendengarkannya). ‘Ketika bacaan itu telah selesai, mereka kembali kepada
kaumnya untuk memberi peringatan. Mereka berkata, ‘Hai kaum kami, sesungguhnya kami
telah mendengarkan kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan
kitab-kitab sebelumnyalagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (Q.S.
Al Ahqaf: 29-30)

Al-Qur’an

Al-Qur'an mengandung 77.439 kata dan 323.015 huruf. Menurut Abd Al-Rohman As-
Salami, Al-Suyuti, dan al-Lusi secara berturut-turut jumlah ayat al-Qur'an adalah 6.326 ayat,
6000ayat, 6.616 ayat. Perbedaan disebabkan masuk dan tidaknya kalimat basmalah dan
fawatir al- suwar. Kemudian Jumlah ayat dibagi jadi 554 ruku', 30 juz dan 114 surat.

1. Pengertian Al-Qur’an menurut bahasa

P a g e 24 | 101
Seperti kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an merupakan nama yang diberikan Allah
untuk kitab suci-Nya. Kata al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qur’anan yang artinya:
“bacaan atau yang dibaca”.

2. Pengertian Al-Qur’an menurut istilah

Al-Qur’an menurut istilah mempunyai beberapa makna:

1. Al-Qur’an adalah

‫م‬.‫سول ِه محمد ص‬ َ ‫كالم هللا ال ُمن َّز ُل َع‬


ُ ‫لى ر‬

Artinya:

“Kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.”

2. Menurut pengertian ilmu tauhid, al-Qur’an adalah

‫سول ِه محمد هللا َعليْه َو سلَّ َم المتْلُ ْوا المت َواتر‬ َ ‫كالم هللا ال ُمن َّز ُل َع‬
ُ ‫لى ر‬

Artinya:

“Kalam atau firman Allah yang diturunkan-Nya kepada rasul Muhammad Saw.
(al-Hidaayah: Ilaa shirathil mustaqim: 7)

3. Menurut pengertian ilmu ushul fiqh:

‫سول ِه محمد هللا َعليْه َو سلَّ َم المتْلُ ْوا المت َواتر‬ َ ‫كالم هللا ال ُمن َّز ُل َع‬
ُ ‫لى ر‬

Artinya:

“Kalam atau firman Allah yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad Saw
dibaca dan dikenal orang banyak”.

Menurut Ali Ash-Shabuni bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang mu’jiz, diturunkan
kepada Nabi Muhammad melalui malaikat jibril yang tertulis dalam mashaf,
diriwayatkan secara mutawattir, menjadi ibadah yang membacanya.

P a g e 25 | 101
Ulum Al Qur’an dan tafsirnya

Pewahyuan berlangsung selama kurang lebih 23 tahun Nabi Muhammad berada di kota
13Tahun sebelum Nabi Hijrah ke Madina dan 10 tahun setelah nabi Hijrah ke (‘Ulum Al-
Qur’an Muhaimin dkk., 1994 :89). Proses penurunan wahyu dibagi menjadi 3 priode :

1. Periode saat nabi Muhammad masih bersetatus Nabi, (menerima wahyu pertama al-
Alaq, Status beliu berubah menjadi Rosul setelah menerima wahyu yang ke dua
(Q.SAl-Muddatsir [74]:1-2). Inilah ayat-ayat makiyyah yang mengandung tiga hal
yaituPedidikan bagi Rosul dalam membentuk kepribadian, Pengetahuan tentang
Allah, danAjaran tentang dasar-dasar Akhlak Islamiyah.
2. Periode pertarungan antara umat islam dengan orang jahiliyah sekitar 8-9 tahun.
3. Peride kebebasan umat islam di Madinah yaitu sekitar 10 tahun, ayat-ayat yang turun
disebut ayat madaniyyah

Cara Turunnya Al-Qur’an

Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui berbagai cara, antara lain:

1. Malaikat Jibril memasukkan wahyu itu ke dalam hati Nabi Muhammad SAW tanpa
memperlihatkan wujud aslinya. Nabi SAW tiba-tiba saja merasakan wahyu itu telah
berada di dalam hatinya.
2. Malaikat Jibril menampakkan dirinya sebagai manusia laki-laki dan mengucapkan
kata-kata di hadapan Nabi SAW.
3. Wahyu turun kepada Nabi SAW seperti bunyi gemerincing lonceng. Menurut Nabi
SAW, cara inilah yang paling berat dirasakan, sampai-sampai Nabi SAW mencucurkan
keringat meskipun wahyu itu turun di musim dingin yang sangat dingin.
4. Malaikat Jibril turun membawa wahyu dengan menampakkan wujudnya yang asli.

Setiap kali mendapat wahyu, Nabi SAW lalu menghafalkannya. Beliau dapat mengulangi
wahyu yang diterima tepat seperti apa yang telah disampaikan Jibril kepadanya. Hafalan Nabi
SAW ini selalu dikontrol oleh Malaikat Jibril.

Al-Qur’an diturunkan dalam 2 periode, yang pertama Periode Mekah, yaitu saat Nabi SAW
bermukim di Mekah (610-622 M) sampai Nabi SAW melakukan hijrah. Ayat-ayat yang
P a g e 26 | 101
diturunkan pada masa itu disebut ayat-ayat Makkiyah, yang berjumlah 4.726 ayat, meliputi 89
surat.

Kedua adalah Periode Madinah, yaitu masa setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah (622-632
M). Ayat-ayat yang turun dalam periode ini dinamakan ayat-ayat Madaniyyah, meliputi 1.510
ayat dan mencakup 25 surat.

Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia

Allah telah menetapkan kebijakan-nya bahwa Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup bagi
orang yang bertakwa sebagaimana firman-nya dalam surat Al-Baqarah ayat 2 yaitu

Artinya:

“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya:petunjuk bagi mereka yang
bertakwa.

Peranan Al-Quran Dalam Kehidupan

Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan peran Al-Qur'an dalam kehidupan,
nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan perannya, terutama untuk
kehidupan. Di antara manfaat itu adalah:

1. Ayat-ayat Al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi dan
penyemangat bagi si pembacanya.
2. Ketika membaca Al-Qur'an, Allah akan menegur diri kita pada setiap ayat-ayat-Nya.
3. Bacaan Al-Qur'an yang melibatkan emosi akan memberikan kedamaian dan
ketenangan yang tidak bisa dilukiskan, seperti yang dialami dan dirasakan oleh Sayyid
Quthb Rahimahullah.
4. Orang yang membaca Al-Qur'an akan senantiasa ingat Allah dan kembali kepada-Nya.
5. Orang yang membaca Al-Qur'an akan selalu berada dalam kecukupan dan nikmat Allah
meski ia merasakan serba kurang di dunia.
6. Ayat-ayat Alloh akan menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia, karena ia telah
menjaga ayat-ayat-Nya.
7. Orang yang paham Al-Qur'an adalah orang yang memiliki banyak ilmu.
8. Orang yang membaca Al-Qur'an bagaikan orang yang sedang menyelami samudera
kehidupan, dan mengambil manfaat darinya.

P a g e 27 | 101
9. Orang yang selalu akrab dengan ayat-ayat akan diberikan jiwa yang sejuk, hati yang
damai dan pikiran yang jernih, sehingga membuatnya ingin selalu beramal, kreatif,
inovatif dan produktif.
10. Orang yang membaca Al-Qur'an akan selalu berada dalam kegembiraan dan penuh
harapan, di saat orang lain merasakan kesedihan, kecemasan dan rasa pesimis. Karena
diri mereka selalu dipompa dengan siraman ayat-ayat-Nya yang lembut.
11. Orang yang rajin membaca Al-Qur'an akan selalu diberikan jalan kemudahan dan
petunjuk sehingga tidak mudah untuk menyimpang dan menyerah karena ayat-ayat
Allah akan selalu mengingatkan dirinya ketika dirinya 'tersandung dosa dan maksiat.'
12. Orang yang membaca dan menjaga Al-Qur'an selalu berada dalam lindungan dan
penjagaan Allah.
13. Orang yang membaca dan menjaga Al-Qur'an kelak “kuburannya padang”(jawa)
14. Ayat-ayat Al-Qur'an mengajak pembacanya untuk senantiasa berpikir, merenung dan
beramal sebanyak-banyaknya.

Kewajiban Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu merupakan hal yang paling wajib yang dilakukan manusia untuk
memperluas wawasan sehingga derajat kita pun bisa terangkat. Menuntut ilmu merupakan
ibadah sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “Menuntut Ilmu diwajibkan atas orang
islam laki-laki dan perempuan”. Maka itu baik orang yang berjenis kelamin laki-laki maupun
perempuan wajib menuntut ilmu. Selain itu ayat alquran tentang menuntut ilmu juga
termasuk dengan jelas, sehingga jangan ada keraguan lagi untuk menuntut ilmu, berikut
beberapa ayat tersebut:

1. Qs Al Mujadalah ayat 11:

ٍ ‫يَ ْرفَعِ هللاُ الَّذِينَ َءا َمنُوا ِمن ُك ْم َوالَّذِينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجا‬
ُ ِ‫ت َوهللاُ بِ َما ت َ ْع َملُونَ َخب‬
ُُ‫ير‬

Artinya :

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmupengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)

2. Qs Ali Imraan ayat 18:


P a g e 28 | 101
ِ ‫َّللاُ أَنَّهُ ََل ِإلَهَ ِإ ََّل ه َُو َو ْال َم َالئِ َكةُ َوأُولُو ْال ِع ْل ِم قَائِ ًما ِب ْال ِقس‬
]18:‫ْط ََل ِإلَهَ إِ ََّل ه َُو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم [آل عمران‬ َّ َ‫ش ِهد‬
َ

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” ]Ali Imraan : 18[

3. Qs Thaaha ayat 114

]114:‫ب ِزدْ ِني ِع ْل ًما [طه‬


ِ ‫َوقُ ْل َر‬

“Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad) tambahkanlah ilmu kepadaku.” ]Thaaha : 114[

4. Qs Az Zumar ayat 9

]9:‫قُ ْل ه َْل يَ ْست َ ِوي الَّ ِذينَ يَ ْعلَ ُمونَ َوالَّذِينَ ََل يَ ْعلَ ُمونَ [الزمر‬

“Katakanlah, apakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak tahu.” ]Az
Zumar : 9]

Adapun salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya, dari hadits
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Yang membahas menuntut ilmu, sesungguhnya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َ‫ت للاه يَتْلُون‬‫ َو َما اجْ ت َ َم َع قَ ْوم فهي بَيْت هم ْن بُيُو ه‬،‫س َّه َل للاُ لَهُ به هه َط هريقًا إه َلى ا ْل َجنَّ هة‬َ ‫س فهي هه هع ْل ًما‬ ُ ‫سلَكَ َط هريقًا َي ْلتَ هم‬
َ ‫َو َم ْن‬
‫ َوذَك ََر ُه ُم للاُ فهي َم ْن‬، ُ‫ َو َحفَّتْ ُه ُم ا ْل َم ََل هئكَة‬، ُ‫الرحْ َمة‬
َّ ‫شيَتْ ُه ُم‬ َ ‫ َو‬،ُ‫س هكينَة‬
‫غ ه‬ َّ ‫علَي هْه هم ال‬
َ ْ‫سونَهُ بَ ْينَ ُه ْم هإ َّّل نَ َزلَت‬ َ ‫اب للاه َويَتَد‬
ُ ‫َار‬ َ َ ‫هكت‬
‫هع ْن َد ُه‬

“Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu maka
Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum disalah satu
masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta saling
mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan rahmat serta diliputi oleh
para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat.”

P a g e 29 | 101
BAB V

PERSPEKTIF TAUHIDULLAH

Tuhan Kita Itu Bernama Allah

Umat manusia sejak awal kehadirannya di atas pentas sejarah telah memberikan nama
yang berbeda-beda. Sesuai dengan bahasa yang digunakan masing-masing, kepada kausa prima
alam keberadaan. Orang Persia menyebutnya Yazdan atau Khoda. Orang Inggris menyebutnya
Lord atau God. Kita menyebutnya Tuhan atau Sang Hyang. Dialah Tuhan Maha Sempurna.
Kepercayaan pada “yang adikodrati” merupakan bagian integral dari kehiupan manusia, baik
terbentuk dalam sebuah lembaga transendental yang disebut “agama” maupun tidak
diagamakan. Kendati demikian, konsep dan keyakinan tentang Tuhan telah berkembang dan
terpecah dalam beberapa aliran ketuhanan.

Tuhan sejak babak pertama peradaban sampai sekarang telah menjadi objek
pengimanan dan penolakan. Manusia, sebelum dibagi dalam kelompok agama bahkan sebelum
dibagi dalam kelompok monteis dan politeis, telah terbagi dalam dua aliran besar, ateisme dan
teisme. Istilah ini berasal dari kata Yunani atheos (tanpa Tuhan) dari a (tidak) dan theos
(Tuhan). Ia adalah aliran yang menolak adanya Tuhan Pencipta alam semesta. Dalam bahasa
Arab disebut Al-ilhad.

Kata yang memberikan signifikansi wujud Pencipta dalam al-Qur’an sangat banyak.
Semuanya dapat dibagi dalam beberapa dimensi dan konteks.

Pertama, kata yang menunjuk Tuhan dipergunakan sebagai nama umum atau atribut
universal.

Kedua, kata yang menunjuk Tuhan digunakan dalam dua bentuk sekaligus, universal
dan personal.

Ketiga, kata yang menunjuk Tuhan digunakan sebagai nama umum


semata. Keempat, kata yang mengandung arti kesempurnaan dan kebaikan. (al-asma’ al-
husna).Kata “Tuhan”, misalnya, yang bila digunakan sebagai nama umum, maka huruf “t” di
depannya dikecilkan, dan bila digunakan untuk menunjuk nama khusus, maka huruf “t” di
depannya dibesarkan (Tuhan). Demikian pula “God” dalam bahasa Inggris atau “Khoda”
P a g e 30 | 101
dalam bahasa Persia. Karena itu bila ada yang mengartikan la ilaha illallah dengan “tiada tuhan
selain Tuhan” bisa ditolerir.

Keempat, kata yang menunjuk “Tuhan” digunakan sebagai nama personal (alam
syakhshi) semata. Dalam bahasa Arab, kata “Allah” sebagai lafdh al-jalalah (nama
kebebasaran) dipergunakan dan ditetapkan sebagai nama personal (alam syakhshi). Sedangkan
al-rahman ditetapkan sebagai predikat khusus. Selain dari kata Allah (yang merupakan nama
khusus) dan kata al-rahman (yang merupakan sifat khusus), tidak bersifat khusus. Itulah
sebabnya mengapa kata “rabb”, ilah”, “khaliq” digunakan untuk selain Allah, bahkan “ra’uf”
dan “rahim” digunakan untuk Nabi, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari
kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan, lagi penyayang terhadap orang-orang mukminn”
(QS Al-Taubah: 128).

Atas dasar itu, kata “Allah”, baik berupa kata baku (jamid) ataupun kata olahan
(musytaq), ditetapkan sebagai sebuah “nama personal”. Ia tidak mempunyai arti selain Dzat
Adikodrati SWT. Namun, tatkala Dzat Kudus tersebut tidak dapat diinderakan, maka untuk
mengenali arti “Allah”, mereka menggunakan sebuah simbol yang berkonotasi secara eksklusif
pada Allah. Misalnya seperti “Dzat yang menghimpun sifat-sifat kesempurnaan”, bukan berarti
kata “Allah” ditetapkan untuk mengartikan rangkaian pengertian-pengertian ini. Dengan
demikian, jelaslah bahwa pembahasan seputar materi dan bentuk kata ini tidak akan dapat
membantu kita untuk memahami artinya sebagai sebuah nama personal (alam syakhshi).

Kata personal Allah karena oleh sebagian besar mufassir dianggap sebagai ism
makrifah dengan alif dan lam (kata tertentu), menurut kaidah kesusateraan, kurang tepat
dikaitkan dengan sebutan panggilan “ya”. Karena itulah, bisa dipastikan kalimat “ya Allah”
(wahai Allah) tidak terdapat dalam al-Qur’an. Kata “Ya” diganti dengan huruf mim yang di-
syaddah-kan dan difathahkan pada bagian akhir kata Allah, maka jadilah “Allahumma”. Kata
panggilan khas ini ditemukan 1 kali dalam surah ali-imran ayat 26, 1 kali dalam al-maidah ayat
114, 1 kali dalam al-anfal ayat 32, 1 kali dalam Yunus ayat 10, 1 kali dalam Az-zumar ayat 46.

Namun kata Allah menurut sebagian ulama bukanlah bentuk makrifah (pengetahuan)
dari ilah. Kata ini dianggap berasal dari bahasa Ibrani yang diadaptasi ke dalam bahasa Arab.
Kata ini menurut mereka juga yang berarti dzat Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dalam

P a g e 31 | 101
agama ortodoks Suriah bahkan sekte-sekte Kristen lainnya, diaykini sebagai kata atau nama
personal Tuhan Bapa.

Dalam kitab suci al-Qur’an, kata yang juga memberikan signifikansi pada Allah adalah
“ilah” dan “rabb”. Kata “ilah” juga digunakan dalam syahadat la ilaha illallah. Kata “ilah”
adalah bentuk kata yang mengikuti wazan “fi’al” yang berarti “maf’ul”. Ilah berari “ma’bud”
(yang disembah), seperti “kitab” yang berarti “maktub” (yang ditulis). Dengan demikian, la
ilaha illallah dapat diartikan “tiada yang layak disembah selain Allah”

Kata “tuhan” dalam bahasa Indonesia, misalnya, hampir memiliki arti yang berdekatan
dengan “tuan’ yang berarti “majikan” atau “pemilik”. Seperti tuan rumah yang berarti pemilik
rumah, atau kata “Hyang” yang memiliki arti berdekatan dengan “eyang’ yang berarti kakek
atau nenek. Hanya saja, yang perlu diperjelas apakah “tuhan” menunjuk “Sang pencipta” (al-
khaliq) ataukah menunjuk “Yang disembah” (al-ilah, al-ma’bud). Kata “tuhan” dalam bahasa
Indonesia memiliki arti yang lebih dekat dengan al-rab dalam bahasa Arab yang berarti “Maha
Pengatur”. Seandainya “tuhan” atau “ilah” berarti “Pencipta” (al-khaliq), maka syahadat la
ilaha illallah berarti “tiada pencipta selain Allah”. Tentu syahadat dengan arti seperti ini tidak
mengecualikan para kaum Quraisy penyembah berhala dan kaum musyrikin lainnya, yang
sejak semula meyakini Allah sebagai pencipta. (QS. Luqman: 25).

Dalam Al-Qur’an kata Allah disebutkan sebanyak 930 kali. Kata ilah (tanpa dhamir)
dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 80 kali.

Arti ilah dalam rangkaian syahadah (kalimah al-tahlil) bisa berarti al-ma’bud atau yang
disembah, dan bisa pula berarti al-ma’bud bil haq. Apabila arti pertama dipilih, maka setiap
sesuatu yang dalam kenyataan disembah selain Allah dapat dianggap sebagai ilah.Apabila arti
kedua yang dipilih, maka berarti ilah hanya bisa disandang oleh Allah, sebab al-
ma’budiyah (ke-tersembah-an) merupakan derivasi dari al-rububiyah.

Selain berupa kata personal Allah, Ilah dan rabb, Tuhan juga merupakan entitas
penghimpun semua nama-nama terbaik (al-asma al-husna). Kata al-asma al-husna disebutkan
4 kali dalam al-Qur’an, 1 dalam surah al-a’raf ayat 180, 1 dalam al-isra’ ayat 110, 1 dalam
Thaha ayat 8, dan 1 dalam al-hasyr ayat 24. Dengan demikian, nama dan sifat yang memberikan
signifikansi kebaikan dan kesempurnaan maksimum adalah milik Allah. Karenanya, nama dan
sifat manusia berasal dari Allah sebagai Pemilik absolut nama-nama terbaik. Dalam sebuah

P a g e 32 | 101
hadis, Nabi memerintahkan kita untuk berakhlak dengan akhlak Allah. Dalam al-Qur’an
terdapat sejumlah ayat yang menekankan tentang posesi atau kepemilikan Tuhan atas semua
nama terbaik. (QS. Al-hadid: 4, QS. al-a’raf: 180, Thaha: 8, QS. al-isra’: 110, QS. al-hasyr :
24).

‫ له اَلسماء الحسنى‬, ‫هللا َلاله اَلهو‬

‫وهلل االسماء الحسنى فادعوه بها‬

Menurut sebagian mufassir mutakhir, tidak ada dalil qath’iy (definitif) tentang ketentuan
jumlah asmaul husna, meskipun yang popular dalam riwayat disebutkan berjumlah 99. Setiap
nama (ism) dalam alam keberadaan adalah sebaik-baik nama (ahsan al-asma). Semuanya
adalah milik Allah SWT. Karena itulah, jumlah nama Allah tidaklah terbatas.

Dengan nama-nama terbaik yang banyak dan mencakup spektrum dimensi dan nilai
kesempurnaan maksimal itulah, hamba-hamba-Nya berpeluang untuk berkomunikasi dengan
Allah. Seorang yang papa dan dirundung kemiskinan dapat memanggil-Nya dengan nama al-
karim, al-raaziq, al-razzaq. Seseorang yang bergelimang dosa dapat memohon ampunannya
dengan memanggil-Nya dengan al-ghaffar. Seseorang yang ingin mendapatkan petunjuk dapat
menyeru-Nya dengan nama al-haadi dan sebagainya.

Yang patut diketahui ialah bahwa kata asma’ juga dapat diartikan sebagai sifat-sifat,
karena ism dalam ilmu sharf mencakup ism al-fa’il dan al-sifat al-musyabbahah. Menurut
Thabathabai, al-asma al-husna adalah setiap kata yang menunjukkan arti predikatif seperti
ilah, al-hayy dan lainnya. Sedangkan kata Allah, adalah alam syakhshi atau alam-al-dzat, yang
merupakan nama personal bagi Tuhan.

Kata ism yang dikaitkan (diidhafahkan) dengan Allah dan rabb, berjumlah 18, yaitu 4
dalam surah Al-An’am, 1 dalam Al-Ma’idah, 5 dalam Al-Haj, 1 dalam Al-Rahman, 2 di Al-
Waqi’ah, 1 dalam Al-Hāqah, 1 dalam Al-Muzzammil, 1 dalam Al-Insan, 1 dalam Hud, dan 1
dan Al-Naml. Jika bismillahirrahmanirrahim dianggap sebagai pembuka dan bagian dari
setiap surah, kecuali surah al-Bara’ah, maka jumlah keseluruhan ism yang diidhafahkan pada
Allah dan Rab berjumlah 131.

Al-ism al-a’dham, menurut opini masyarakat Arab, adalah ism lafdhi yang merupakan
salah satu dari asma Allah, yang bila diseru dalam doa, maka dikabulkan. Namun, anehya, ia
P a g e 33 | 101
tidak tergolong dalam al-asma al-husna yang populer, dan tidak pula dianggap sebagai bagian
dari lafdhul-jalalah. Menurut mereka, al-ism al-a’dham terdiri atas huruf-huruf tak dikenal
(huruf majhulah) dengan komposisi yang tak dikenal pula. Dalam sebuah riwayat disebutkan
bahwa kata Allah dalam bimalah itulah yang dimaksud dengan al-ism al-a’dham..

Asma’ Allah atau al-asma al-husna kadang kala dikaitkan dengan sifat-sifat Allah
(sifatullah). Menurut Sayyid Quthub, firman Allah itu mengandung makna bahwa manusia
dibenarkan memanggil atau menyeru dan menamakan Tuhan mereka sekehendak mereka
sesuai dengan nama-nama-Nya yang paling baik (al-asma al-husna). Firman itu juga
merupakan sanggahan terhadap kaum Jahiliah yang mengingkari nama “al-Rahman”, selain
nama “Allah”.

Berkenaan dengan alasan turunnya firman itu, tafsir-tafsir klasik menuturkan adanya
Hadits dari Ibn Abbas, bahwa di suatu malam nabi beribadat, dan dalam bersujud beliau
mengucapkan: “Ya Allah, ya Rahman”. Ketika Abu Jahal, tokoh musyrik Makkah yang sangat
memusuhi kaum beriman, mendengar tentang ucapan Nabi dalam sujud itu, ia berkata: “Dia
(Muhammad) melarang kita menyembah dua Tuhan, dan sekarang ia sendiri menyembah
Tuhan yang lain lagi.” Ada juga penuturan bahwa ayat itu turun kepada Nabi karena kaum Ahl
al-Kitab pernah mengatakan kepada beliau, “Engkau (Muhammad) jarang menyebut nama al-
Rahman, padahal Allah banyak menggunakan nama itu dalam Taurat.“

Maka turunnya ayat itu tidak lain ialah untuk menegaskan bahwa kedua nama itu sama
saja, dan keduanya menunjuk kepada Hakikat, Dzat atau Wujud yang satu dan sama.
Zamakhsyari, al-Baidlawi dan al-Nasafi menegaskan bahwa kata ganti nama “Dia” dalam
kalimat “maka bagi Dia adalah nama-nama yang terbaik” dalam ayat itu mengacu tidak kepada
nama “Allah” atau “al-Rahman”, melainkan kepada sesuatu yang dinamai, yaitu Dzat (Esensi)
Wujud Yang Maha Mutlak itu. Sebab suatu nama tidaklah diberikan kepada nama yang lain,
tetapi kepada suatu dzat atau esensi. Jadi, Dzat Yang Maha Esa itulah yang bernama “Allah”
dan atau “al-Rahman” serta nama-nama terbaik lainnya, bukannya “Allah” bernama “al -
Rahman” atau “al-Rahim”.

Jadi yang bersifat Maha Esa itu bukanlah Nama-Nya, melainkan Dzat atau Esensi-Nya,
sebab Dia mempunyai banyak nama. Karena itu al-Baidlawi menegaskan bahwa paham Tauhid
bukanlah ditujukan kepada nama, melainkan kepada esensi. Maka Tauhid yang benar ialah
“Tawhid al-Dzat” bukan “Tawhid al-Ism” (Tauhid Esensi, bukan Tauhid Nama).
P a g e 34 | 101
Pandangan Ketuhanan yang amat mendasar ini diterangkan dengan jelas sekali oleh
Ja’far al-Shadiq, guru dari para imam dan tokoh keagamaan besar dalam sejarah Islam, baik
untuk kalangan Ahl al-Sunnah maupun Syi’ah. Dalam sebuah penuturan, ia menjelaskan nama
“Allah” dan bagaimana menyembah-Nya secarabenar sebagai jawaban atas pertanyaan
Hisyam: “Allah” (kadang-kadang dieja, “Al-Lah”) berasal “ilah” dan “ilah” mengandung
makna “ma’luh’, (yang disembah), dan nama (ism) tidaklah sama dengan yang dinamai (al-
musamma). Maka barangsiapa menyembah nama tanpa makna, ia sungguh telah kafir dan tidak
menyembah apa-apa. Barangsiapa menyembah nama dan makna (sekaligus), maka ia sungguh
telah musyrik dan menyembah dua hal. Dan barangsiapa menyembah makna tanpa nama maka
itulah Tawhid. Engkau mengerti, wahai Hisyam?” Hisyam mengatakan lagi, “Tambahilah aku
(ilmu)”. Ja’far al-Shadiq menyambung, “Bagi Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung ada
sembilanpuluh sembilan nama. Kalau seandainya nama itu sama dengan yang dinamai, maka
setiap nama itu adalah suatu Tuhan. Tetapi Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung adalah
suatu Makna (Esensi) yang diacu oleh nama-nama itu, sedangkan nama-nama itu sendiri
seluruhnya tidaklah sama dengan Dia.”

Kalau kita harus menyembah Makna atau Esensi, dan bukan menyembah Nama seperti
yang diperingatkan dengan keras sebagai suatu bentuk kemusyrikan oleh Ja’far al-Shadiq itu,
berarti kita harus menunjukkan penyembahan kita kepada Dia yang menurut al-Qur’an
memang tidakt ergambarkan, dan tidak sebanding dengan apapun. Berkenaan dengan ini, ‘Ali
Ibn Abi Thalib ra. mewariskan penjelasan yang amat berharga kepada kita Dia mengatakan,
“Allah” artinya “Yang Disembah” (al-Ma’bud), yang mengenai Dia itu makhluk merasa
tercekam (ya’lahu) dan dicekam (yu’lahu) oleh-Nya. Allah adalah Wujud dan tertutup dari
kemampuan penglihatan, dan yang terdinding dari dugaan dan benih pikiran.

Dan Muhammad al-Baqir. menerangkan, “Allah” maknanya “Yang Disembah” yang


agar makhluk (aliha, tidak mampu atau bingung) mengetahui Esensi-Nya (Mahiyyah) dan
memahami Kualitas-Nya (Kaifiyyah). Orang Arab mengatakan “Seseorang tercekam (aliha)
jika ia merasa bingung (tahayyara) atas sesuatu yang tidak dapat dipahaminya, dan orang itu
terpukau (walaha) jika ia merasa takut (fazi’a) kepada sesuatu yang ia takuti atau kuatirkan.
[Yanda Sadra]

P a g e 35 | 101
Allah Itu Bukan Satu Dari Yang Tiga

Sudah sangat jelas di dalam agama Islam bahwa Allah itu Esa atau Tunggal atau Ahad,
maka kalau ada yang meyakini atau mengatakan bahwa Allah itu bukan tunggal atau salah satu
dari tiga, maka jelaslah dia kafir, sebagaimana yang Allah sendiri katakan dalam ayat-Nya di
dalam surat Al-Maidah ayat 73 : Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:
“Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka
katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.

Allah Itu Bukan Satu Dari Yang Dua

Esa dalam bahasa Arab disebut juga Ahad atau Ahadun. Dalam pengalaman kami
berinteraksi dengan umat Muslim, mereka sangat yakin kata Esa hanya milik Allah SWT sebab
Allah mutlak satu dan tunggal.

Atas dasar inilah, para ahli umat Muslim masa lalu mengembangkan rukun Islam
mengenai Allah yang Esa. Konsep ini disebut “Tauhid” dalam bahasa Arab.

Al-Quran hanya menjelaskan satu kali bahwa Allah itu esa atau Ahadun. “Katakanlah:
"Dia-lah Allah, Yang Maha Esa” (Qs 112:1). Dan lima kali menjelaskan Allah yang esa atau
ahadun itu, tidak ada yang menyerupai-Nya (diantaranya Qs 89:25).

Berdasarkan pengertian yang demikian, umat Muslim percaya setelah penciptaan


dunia, Allah hanya berada di sorga. Ia tidak boleh melakukan kegiatan apapun di dunia. Semua
kehendak dan rencana-Nya, harus dan hanya dijalankan oleh malaikat-malaikat-Nya untuk
berinteraksi dengan manusia. Sayangnya, dalam menjelaskan ahadun Al-Quran memberi dua
pandangan yang berbeda. Siapapun juga dapat disebut ahadun. Tidak seorangpun juga disebut
ahadun (menyerupai Allah). “Katakanlah: "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada
seorangpun (ahadun) yang dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali tiada
akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya" (Qs 72:22).

Namun di ayat lain dikatakan seseorang dapat disebut “ahadun”. “…Katakanlah:


"Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah
kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang (adahun) seperti apa yang

P a g e 36 | 101
diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan
mengalahkan hujahmu di sisi Tuhanmu"…" (Qs 3:73)

Allah Tidak Beranak

Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan menurut ajaran Islam adalah dalam
pengertian maupun sifat seperti apapun. Islam tidak menyetujui konsep Inkarnasi dimana
Tuhan bisa menjelma menjadi makhluk. Dalam ajaran Islam, Tuhan tidak pernah terlahir
ataupun hadir dalam bentuk daging seperti yang didoktrinkan oleh ajaran Kristen terhadap
Yesus Kristus. Menyangkut penggunaan isitilah Wallad dalam bahasa al-Qur’an yang
diterjemahkan sebagai anak biologis Tuhan, sebenarnya tidak menyimpang dari kenyataan
yang berlaku didunia Kristen itu sendiri sehubungan dengan status Yesus.

Bahwa ayat-ayat Perjanjian Baru sendiri memberikan kesaksian tentang doktrin


kedagingan Yesus sebagai bagian dari ilahiahnya adalah sebuah fakta yang membenarkan
penggunaan istilah Wallad oleh al-Qur’an :

Mari kita baca Kisah Para Rasul 2:31 : “Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah
berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di
dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan”.

Ketika kemudian ada pihak Kristen menyangkal bahwa penunjukan Allah dalam al-
Qur’an terhadap adanya makna anak biologis terhadap Yesus oleh kaum Kristiani adalah
sesuatu yang salah, maka secara otomatis orang-orang seperti ini telah mengingkari akan
konsepsi ketuhanan dalam wujud daging yang diperanakkan oleh manusia (artinya daging
diperanakkan oleh daging) yang lalu dagingnya itu sendiri kekal (tidak menjadi binasa).

Al-Qur’an sama sekali tidak bercerita mengenai adanya hubungan seksual antara Tuhan
dengan Maria, bahkan dalam kasus awal dari kehamilan perawan suci itu sendiripun al-Qur’an
memberikan kesaksian pula bahwa semua itu sama sekali tidak melibatkan Allah secara
langsung, artinya al-Qur’an sebagaimana juga dengan ayat-ayat Perjanjian Baru, menceritakan
bahwa hamilnya Maryam didahului oleh datangnya malaikat Jibril untuk menyampaikan apa
yang sudah dikehendaki Allah kepadanya, yaitu mengandung tanpa adanya percampuran
dengan laki-laki ( Parthenogenesis ), dengan demikian tuduhan bahwa al-Qur’an menganggap
Maryam sebagai permaisuri Tuhan dan Yesus adalah anak biologis hasil persetubuhan Tuhan

P a g e 37 | 101
dengan Maryam sama sekali diluar konteks pembicaraan al-Qur’an yang benar.Konsep “Kun
Faya kun” didalam teologi Islam memiliki relasi jelas dengan hukum-hukum kausalitas yang
berlaku sehingga segala sesuatunya terjadi dengan proses-proses yang alamiah sehingga
dengan semua tahapan-tahapan panjang tersebut kehendak Allah tetap terjadi.Baik Islam atau
Kristen, keduanya tidak menolak doktrin kemahakuasaan Tuhan diatas segala-galanya, namun
keduanya juga sepakat bahwa keberadaan Isa al-Masih atau Yesus diatas dunia ini melalui
tahapan-tahapan persalinan dan kehamilan yang wajar oleh seorang wanita sebagaimana
halnya wanita-wanita lain diatas dunia ini, begitupula misalnya dengan terjadinya alam
semesta, kedua agama sepakat bahwa alam semesta tidak dijadikan Allah dengan sekali jadi
tanpa adanya tahapan yang panjang.; Kedua contoh ini hanya segelintir dari fakta-fakta bahwa
Tuhanpun dibalik doktrinal serba Maha-Nya tetap bermain diatas hukum-hukum alam yang
Dia buat sendiri.Maha Segala-galanya apakah bisa berarti bebas bertindak suka-suka tanpa ada
keteraturan, tanpa ada keseimbangan dan tanpa ada tujuan serta hikmah pembelajaran
dibaliknya ?Kalau memang sesuatu itu sudah menjadi rencana Allah, maka pasti akan terjadi
dengan sendirinya tanpa ada satupun yang bisa menghalanginya tanpa Dia sendiri harus
bertindak suka-suka dengan doktrin kemaha kuasaan-Nya.1 Korintus 14:33 Sebab Allah tidak
menghendaki kekacauan.

Ini, adalah sesuatu yang make sense buat siapapun, dengan demikian maka semuanya
menimbulkan satu pembelajaran kepada manusia terhadap nilai-nilai kebenaran, sebab
kebenaran itu sendiri tidak mungkin sesuatu yang bersifat kacau dan tidak teratur.

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran. 2 Timotius 3:16

Isa al-Masih dalam Islam disebut sebagai Kalimat Allah yang diberikan kepada
Maryam. Ini tidak berarti bahwa Isa Al-Masih adalah sabda alias firman yang menjelma
menjadi manusia dalam pengertian Tuhan mewujud kebentuk manusia melalui perawan maria.

Isa = Kalimat Allah adalah berarti kehadiran dan kelahiran beliau as sebagai ketetapan
Allah terhadap Maryam ( surah 3 Ali Imron 45 )

Lebih jauh, dalam hal pembahasan istilah ” Kalimat ” didalam al-Qur’an, terdapat
beberapa kategori :

P a g e 38 | 101
1. “Kalimat” bisa berartikan “Ujian” ; Dasarnya adalah al-Qur’an Surah al-Baqarah (2) ayat
ke-124 :

“Dan tatkala Ibrahim DIUJI oleh Tuhannya dengan beberapa UJIAN, maka dilaksanakannya
dengan sempurna.”

Konteks ayat diatas dalam bahasa al-Qur’an-nya adalah : “Wa ‘idzibtala Ibrahim marobbuhu
bi KALIMATI faatammahunna …”

2. “Kalimat” bisa berartikan “Ketetapan” ; Dasarnya adalah al-Qur’an Surah az-Zumar (39)
ayat ke-71 :

“Tetapi berlakulah ketetapan siksa atas orang-orang kafir”

Konteks ayat diatas dalam bahasa al-Qur’an-nya adalah : “Qolu bala walakin haqqot
KALIMAT alazabi ‘alal kafirin”

Lebih jauh lagi, al-Qur’an secara langsung mengadakan pembantahan mengenai status
keTuhanan ‘Isa putra Maryam ini melalui ayat :

“Hai Ahli Kitab ! Janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah
kamu berkata atas Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih, ‘Isa putera Maryam itu,
tidak lain melainkan utusan Allah dan Kalimah-Nya yang Dia berikan kepada Maryam dengan
tiupan ruh daripadaNya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya dan
janganlah kamu berkata: “Tritunggal”, Hentikanlah ! Baik bagimu. Allah itu adalah Tuhan
Yang Maha Esa, Maha Suci Dia dari mempunyai anak, kepunyaanNya-lah semua yang dilangit
dan semua yang dibumi; Cukuplah Allah sebagai Pelindung.” (QS. 4:171)

Sehingga nyatalah keterangan al-Qur’an dalam hal ini bahwa Kalimatullah itu tidak
berarti Allah itu sendiri sebagaimana yang tertulis dalam Yohanes 1:1-3 dan 1:14 dan al-Qur’an
sama sekali tidak mendukung doktrin keTuhanan ‘Isa al-Masih.

Adapun juga kalimat “peniupan ruh daripadaNya” sebagaimana yang telah terjadi pada
Maryam itu pada konteks ayat diatas adalah sama kejadiannya dengan tiupan ruh dari-Nya
yang diberikan kepada Nabi Adam as.

P a g e 39 | 101
“Tatkala Tuhanmu berkata kepada malaikat: ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan menusia
dari tanah !, maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruhKu;
maka hendaklah kamu tunduk bersujud kepadanya !” -Qs. 38: 71-72

Kemudian, Isa Rasul Allah atau Isa utusan Allah, ya memang demikian adanya, sama seperti
Muhammad pun utusan Allah, Musapun utusan Allah, Ibrahimpun utusan Allah dan itu sama
sekali tidak merubah status mereka masing-masing sebagai utusan Tuhan.

Nama-nama Allah Yang Baik

Kata Asmaul-husna berasal dari bahasa arab. Al-asma berarti nama, dan al-husna berarti
baik jadi Asmaul-husna berarti nama-nama Allah yang terbaik sebagai bukti kesempurnaan-
Nya. Setelah kita mempelajari Asmaul Husna , ada beberapa pelajaran/hikmah yang dapat kita
petik dari keimanan kepada Allah melalui pemahaman terhadapt Asmaul Husna. Hikmah-
hikmah tersebut antara lain:

1. Keimanan kepada Allah harus ditunjukkan dengan melaksanakan perintah-perintah-


Nya. Bukan hanya sebuah pengakuan palsu dengan lisan.
2. Allah memiliki Asmaul Husna dan kita diperintah untuk berdoa dengannya, maka
pelajarilah 99 Asmaul Husna Allah dan berdo’alah dengannya.
3. Mendorong kepada kita agar dapat mewujudkan sifat-sifat mulia Allah dalam perilaku
kita sehari-hari.
4. Allah maha mulia (al-Kariim), maka jadilah khalifah Allah yang memiliki keluhuran
budi.
5. Allah maha memberi keamanan (al-Mu’miin), maka jadilah khalifah Allah yang dapat
memberikan keamanan untuk mahkluk lain.
6. Allah maha menolong (al-Wakiil), maka hiduplah dengan optimis karena Allah akan
menolong khalifahNya yang mengalami masalah dalam tugasnya.
7. Allah maha kuat/kokoh (al-Matiin), maka jadilah khalifah Allah yang teguh pendirian
dalam menegakkan kebenaran dan kejujuran.
8. Allah maha mengumpulkan (al-Jamii’), maka bersiaplah untuk berkumpul di padang
mahsyar untuk mempertanggungjawabkan amanah Allah kepada kita sebagai khalifah
di muka bumi ini. Dan jadilah katalisator yang dapat mewujudkan persatuan dan
kesatuan ummat untuk terbentuknya satu kesatuan sistem kehidupan yang harmonis.

P a g e 40 | 101
9. Allah maha adil (al-’Adl), jadilah khalifah yang yakin bahwa Allah maha tahu apa yang
kita butuhkan, sehingga kita menjadi manusia yang siap mendapat ujian syukur ataupun
ujian sabar dari Allah.
10. Allah maha akhir (al-Akhir), jadilah khalifah yang siap bertanggungjawab terhadap apa
yang kita lakukan dalam rangka menjalani tugas sebagai khalifah ini.

Implikasi Tauhid pada Pemikiran

Seluruh manusia dilahirkan dengan sifat to knows atau rasa keingintahuan. Oleh karena
dasar sifat itulah, manusia hingga hari ini tidak ada henti-hentinya terus mengembangkan ilmu
dan teknologi. Termasuk asal muasal makhluk serta alam semesta ini tercipta.

Kebudayaan manusia dewasa ini ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang teramat cepat. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh pemikiran
dan filsafat Barat. Pada awal perkembangan pemikiran filsafat Barat pada zaman Yunani Kuno,
filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, artinya antara pemikiran filsafat dan ilmu
pengetahuan pada waktu itu tidak dipisahkan. Semua hasil pemikiran manusia pada waktu itu
disebut filsafat. Pada abad pertengahan terjadi perubahan, filsafat pada zaman ini identik
dengan agama, artinya pemikiran filsafat pada waktu itu menjadi satu dengan dogma gereja
(Agama).

Munculnya Renaissans pada abad ke-15 dan Aufklaerung di abad ke-18 membawa
perubahan pandangan terhadap filsafat. Filsafat memisahkan diri dari agama, orang mulai
bebas mengeluarkan pendapat tanpa takut dihukum oleh gereja, sebagai kelanjutan dari zaman
renaissans, filsafat pada zaman modern tetap sekuler, namun sekarang filsafat ditinggalkan oleh
ilmu pengetahuan. Artinya ilmu pengetahuan sebagai “anak-anak” filsafat berdiri sendiri dan
terpecah menjadi berbagai cabang. Cabang-cabang ilmu berkembang dengan cepat, bahkan
memecah diri dalam berbagai spesialisasi dan sub-spesialisasi pada Abad ke 20.

Pada abad ke-20 dan menjelang abad ke-21, ilmu tidak lagi sekedar sarana kehidupan
bagi manusia, tetapi telah menjadi sesuatu yang substantif yang “menguasai” kehidupan umat
manusia baik secara ekstentif maupun intensif. Berbagai ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam berbagai bentuk tekhnologi tinggi disamping kemanfaatannya yang “luar biasa” juga
telah menimbulkan berbagai krisis kemanusiaan.

P a g e 41 | 101
Hal ini tidak lain, karena dilahirkan dari sebuah dasar pemikiran yang salah.
Rizal Mustansyir dan misnal munir mengutip perkataan Koento Wibisono:
Pemikiran Barat yang dijiwai oleh semangat Renaissance dan Aufklaerung merupakan
“paradigma” bagi pengembangan budaya Barat dengan implikasi yang sangat luas dan
mendalam dalam semua segi dan kehidupan.

Akar historis dari konsep sekulerisme sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari sejarah
Kristen di dunia Barat, dimana pada abad pertengahan (6-16 M), system pemikiran
ditempatkan dalam satu bingkai oleh gereja. Pada masa itu, perkembangan ilmu dan
pengetahuan harus tunduk pada ajaran dan dogma kekristenan.

Disamping itu, pada waktu yang sama, kekuasaaan para raja Eropa bekerja sama
dengan pihak gereja membuat aturan yang menzalimi rakyatnya atas nama Tuhan, anggapan
pahwa para raja adalah wakil Tuhan dimuka bumi yang diopinikan kepada lapisan masyarakat
mejadikan para raja seenaknya membuat peraturan yang kemudian disahkan oleh pihak gereja.

Ketidakadilan dan kekacauan dalam interaksi social ini akhirnya menjadi pelengkap
factor pendorong lahirnya pemberontakan yang digawangi oleh para pemikir dan filosof. Para
pemikir ini selanjutnya membuat satu konsep bahwa Tuhan tidak boleh ikut campur dalam
masalah public, cukup digereja saja. Akhirnya, kekuatan masyarakat tidak bisa terbendung dan
inilah awal dari pemisahan urusan duniawi dengan nilai-nilai keagamaan yang merupakan ide
pokok sekuler.

Kejenuhan terhadap dogma-dogma gereja (Kristen), maka muncullah zaman


Renaissans, zaman dimana berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad
pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner dalam
pemikiran manusia.

Renaissans merupakan era sejarah baru yang penuh dengan kemajuan dan perubahan
yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya
tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja Katolik Roma, bersamaan
dengan Humanisme. Pada zaman Renaissans ini manusia Barat mulai berfikir secara baru, dan
secara berangsur-angsur melepaskan diri dari kekuasaan gereja yang selama ini membelenggu
kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu. Zaman “Renaissans” ini, lalu di
dimatangkan oleh gerakan “Aufklaerung” atau “pencerahan” pada abad ke-18, di dalamnya

P a g e 42 | 101
mengandung dua hal penting. Pertama, semakin berkurangnya kekuasaan Gereja, kedua,
semakin bertambahnya kekuasaan ilmu pengetahuan.

Pada Abad ini, manusia pada akhirnya betul-betul mengandalkan akal untuk bisa
mendapatkan kepuasan hidup dan pembuktian kebenaran. Nilai-nilai Kristiani Abad
pertengahan mulai kehilangan arti. Ide-ide tradisional Abad pertengahan tak lagi memberi
kepuasan. Kepercayaan kepada Tuhan tak lagi memberi arah kepada pandangan hidup
manusia. Bukanlah ketuhanan, melainkan kebahagiaan duniawi murni yang memegang
peranan dalam kehidupan.

Pemikiran Barat pada masa ini memiliki corak yang berbeda dengan pemikiran Abad
pertengahan. Perbedaan itu terletak terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu
pengetahuan. Jika pada Abad pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja
dengan dogma-dogmanya, maka pada masa ini otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan
akal manusia itu sendiri.

Bahkan pada zaman ini kebenaran pun disangsikan dan dipertanyakan, mereka
menitikberatkan kepada akal sebagai asas kebenaran. Wahyu sebagai sumber kebenaran
ditinggalkan. Orang menaruh kepercayaan pada akal sebagai alat untuk mencapai kebenaran
dan kepastian. Tradisi dan kekuasaan dipatahkan oleh akal. “akal harus dijadikan titik tolak
penyelidikan. Atas nama akal, maka pembersihan harus dilakukan dikedua kota, pertama di
kota Surgawi dan lainnya di kota kerajaan yang kedua-duanya sama-sama tak logis dan sama-
sama penuh kecelakaan.

Dari perkembangan diatas, maka kita bisa melihat sebuah perjalanan sejarah keilmuan
Barat, bahwa dalam ilmu Barat, kehidupan dunia tidak bisa lagi dicampuri oleh urusan agama
atau akhirat, begitu juga sebaliknya, yang semua itu bermuara pada satu titik yaitu “penuhanan
terhadap akal.”

P a g e 43 | 101
BAB VI

HAKIKAT MANUSIA

AL Basyar sebagai salah satu nama manusia didalam Al-Qura’n

Kata basyar di dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 36 ayat, sebagai sebutan manusia secara
fisik dan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan hal-hal yang bersifat lahiriyah dan
didorong oleh kebutuhan makan, minum, bersetubuh, akan mengalami kehancuran dan
kematian sebagai akhir dari aktivitasnya. Melalui bersyariah manusia dapat mewujudkan hasil
dari fikiran, perasaan, dan kehendaknya dalam bentuk rasa dan karsanya yang dikenal
kebudayaan.

Dikemukakan beberapa kesimpulan yang ditarik dari Al-Qur’an tentang manusia pada
umumnya: Manusia itu pertama sekali diciptakan Tuhan dari tanah (Al-Hajj [22] : 5); (Al-
Ruum [30] : 20); (Faathir [35] : 11); (Al-Mu’min ]40[ : 67). Penciptaan selanjutnya dari air
(Al-Furqon[25[ : 54). “Kami jadikan manusia dari sari pati tanah. Kami jadikan sari pati itu
nutfah, tersimpan aman dalam rahim kukuh. Dari nutfah Kami jadikan segumpal darah. Dari
darah Kujadikan segumpal daging. Dari daging Kujadikan tulang belulang. Tulang belulang
disampul daging. Kami jadikan makhluk berbentuk lain. Maha suci Allah sebaik-baik
Pencipta”. (Al-Muminuun [23] : 12-16).

Maurice Bucaille (1984) mengklarifikasi ayat-ayat secara maudhu’i mengenai proses


penciptaan biologis manusia, dengan proses sebagai berikut :

1. Manusia tercipta dari Ardh (tanah) tercantum dalam QS. Nuh [71] : 17-18
2. Kemudian beralih pada Turob (tanah gemuk) tercantum dalam QS. Al-Hajj [22] : 5
3. Lalu beralih pada Thin (tanah lempung) tercantum dalam QS. Al-An’am ]6[ : 2
4. Lalu beralih pada Thin Ladzib (lempung pekat) tercantum dalam QS. Al-Shaaffat [37]
: 11
5. Lalu beralih pada Shalshal (lempung hitam) seperti Fakhtar (tembikar) tercantum dalam
QS. Al-Rahman [55] : 14
6. Lalu beralih dari hamain masmanun (lempung hitam yang berbentuk) tercantum QS.
Al-Haqqah [15] : 33

P a g e 44 | 101
7. Lalu beralih pada Sulalat Min Thin (sari pati tanah lempung) tercantum dalam QS. Al-
Mu’minun ]23[ : 12
8. Lalu diciptakannya buah-buahan sebagai rizki buat manusia tercantum dalam QS. Al-
Baqarah [2] : 21
9. Lalu berubah pada Ma’un Basyar (air mani) tercantum dalam QS. Al-Furqon [25] : 54

Dengan demikian maka kata Al-Basyar dalam pengertian manusia yang dimaksudkan
untuk menunjukan aspek fisik. Secara fisik manusia terbuat dari tanah melalui suatu proses
yang cukup panjang.

Insan Sebagai Salah Satu Nama Manusia

Al-Basyar dan Al-Insan dalam Al-Qur’an menurut Jayadi (2001 : 32) merupakan dua kata
kunci untuk memahami manusia secara komprehensif. Kata Insan menunjukkan kata tunggal
sama dengan kata ins, sedangkan untuk menunjukkan jamak digunakan kata al-nas, unas,
insiyya, anasi. Kata insan disebutkan dalam Al-Qur’an tetulang sebanyak 65 kali dalam 32
ayat. Kata Ins disebut sebanyak 18 kali dalam 17 ayat, kata al-nas 241 dalam 245 ayat, kata
unas disebut sebanyak 5 kali dalam 5 ayat, sedangkan kat anasi dan insiyya masing-masing
disebut 1 kali dalam 1 ayat.

Penggunaan kata insan yang berasal dari kata anasa dan masiya dalam kaitannya dengan
potensinya dapat berarti sebagai berikut :

1. Melihat terdapat dalam (QS. Thaha [20] : 10).


2. Mengetahui terdapat dalam (QS. An-Nisa [4]: 6).
3. Meminta izin seperti terdapat dalam (QS. An-Nur [24] : 6).
4. Dapat menerima pelajaran seperti terdapat dalam(QS. Al-Alaq [96] : 5).
5. Mempunyai musuh yang nyata terdapat dalam (QS. Yusuf [12] : 5).
6. Dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk menghindari kerugian, terdapat
dalam (QS. Al-Ashr [193] : 1-3).
7. Mendapatkan apa yang dikerjakannya seperti terdapat dalam (An-Najm [53] : 39).
8. Mempunyai keterikatan dengan moral dan etika dalam (QS. Al-Ankabut [29] : 8).
P a g e 45 | 101
Dengan menggunakan kata al-nas menunjukkan adanya kelompok manusia yang
mempunyai kemampuan dalam berbagai kegiatan untuk mengembangkan kehidupannya,
diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan dibidang peternakan sebagaimana terdapat dalam (QS. Al-Qashash [28] :23).
2. Pengolahan berbagai bahan besi terdapat dalam (QS. Al-Hadid [57] : 25).
3. Berperan dibidang perubahan social terdapat dalam (QS. Ali Imran [3] : 140).
4. Di bidang kepemimpinan terdapat dalam (QS. Al-Baqarah [2] : 124).
5. Dalam Beribadah (QS. Al-Baqarah [2] : 21).

Akar kata lainnya dari al-insan adalah unasi, unasi digunakan untuk menjelaskan
tentang :

1. Pengetahuan manusia tentang air minumnya seperti tercantum dalam (QS. Al-Araf [7]
160).
2. Menerangkan kemampuannya dalam memimpin (QS. Al-Isra [17] : 71).

Dalam mengacu pada informasi ayat di atas dapat disimpulkan bahwa istilah al-insan
dengan berbagai kata yang serumpun menunjukkan bahwa manusia adalah mahluk yang
berbudaya. Keseluruhan kegiatan manusia pada hakikatnya adalah kegiatan yang berdasarkan
kemampuan mengaktualisasikan akalnya dalam berbagai situasi dan kondisi kehidupan
konkrit, melalui proses belajar sepanjang hayat. Sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah
SAW. “Tuntutlah ilmu daribuaian sampai liang lahad”. Manusia memiliki kemampuan untuk
belajar atau memperoleh ilmu sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepada Adam As.,
tercantum dalam (QS. Al-Baqarah [2] : 31).

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian


mengemukakan kepada para malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jka kamu orang-orang yang benar!.””.

Kata al-insan atau al-nas lebih menitik beratkan pada pengertian manusia dari aspek
psikis, seperti pikiran, perasaan, penglihatan dan pandangan yang semuanya bersumber daya
hidup yang disebut al-Ruh. Karena ruh merupakan daya hidup maka ruh mempunyai unsur
kemampuan (potensi), fungsi, sifat, prinsip kerja, dinamis, mekanis yang unik dalam
mewujudkan manusia sebenarnya. Inilah salah satu sebabnya manusia disebut mahluk yang
unik. Ruh bersifat misteri sehingga manusia sering dipahami sebagai mahluk misteri.

P a g e 46 | 101
Di dalam Al-Qur’an kata ruh memiliki banyak arti diantaranya :

1. Pemberian hidup dari Allah SWT. Kepada manusia sebagamana terdapat dalam (QS.
Al-Hijr [15] : 29).
2. Berarti penciptaan Nabi Isa As. tercantum dalam (QS. Maryam [19] : 17) dan (QS.
Al-Anbiya [21] : 91).
3. Berati wahyu dan malaikat sebagai pembawanya tercantum dalam (QS. An-Nahl [16]
: 2).
4. Berarti kemuliaan nafs tercantum dalam (QS. An-Naba [78] : 38).
5. Berarti menghembuskan nafs tercantum dalam (QS. Al-Waqi’ah ]56[ : ).
6. Manusia diciptakan dengan sebaik-baik struktur (baik rohani maupun jasmani (95 : 4
dan 64 : 2) dan semulia-mulianya mahluk (17 : 70), melebihi dan mengatasi mahluk-
mahluk Allah lainnya. Allah menjadikan manusia itu berpasang-pasangan agar
mereka diam di atas dunia ini dengan penuh ketentraman jiwa dengan mawaddah
(belas kasih) dan rahmat. Ayat ini menunjukkan bahwa pasangan suami dan isteri
yang melahirakn kemampuan bersama yaitu keluarga. Demikian juga pada diri
manusia terdapat aspek fisik dan aspek psikis yang menghasilkan kemampuan psiko-
fisik yang biasa dinamai dengan al-nafs.

Al-Nafs sebagai psiko-fisik manusia

Dalam pandangan Al-Qur’an Al-Nafs diciptakan oleh Allah sebagai totalitas pribadi
manusia. Kata Nafs didalam (QS. Al-Maidah [5] : 32) menunjukan salah satu contoh totalitas
manusia yakni “barang siapa membunuh sesorang (Nafs) yang bukan membunuh atau berbuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh mausia semuanya, dan
barang siapa yang menghidupkannya, maka dia seakan-akan menghidupkan manusia
semuanya”.

Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Ahmad Ibnu Hambal penggabungan itu
terjadi ketika janin berusia empat bulan dalam kandungan (Shahih Bukhari, tt. Jus IV, 78),
penggabungan ini dijelaskan dalam QS. Al-Sajdah [32] : 9. Dalam ayat tersebut jelaslah terjadi
penggabungan antara unsur fisik dan psikis, unsur psikis yang berupa ruh ke-Tuhanan, dengan
ruh ini manusia diberi kemampuan mendengar, melihat serta berfikir dan merasa yang menyatu
dalam hati (Fuada), tetapi kebanyakan manusia yang tidak mensyukurinya. Dari ayat itu pula
kita memahami bahwa manusia mampu menguasai mengelola dan memanfaatkan alam
semesta karena itu layak untuk mengemban tugas dari wakil Allah di muka bumi.
P a g e 47 | 101
Terciptanya nafs atau anfus merupakan totalitas kemampuan mengimani Allah
(membenarkan dengan hati, menyatakan dengan lisan, dan membuktikan dengan seluruh
anggota tubuh) dituntut untuk menjadi dasar semua perilaku, Allah mengambil perjanjian
kepada anfus tentang pengakuan kepada penciptanya, pemelihara, pendidik, dan penguasa
yaitu Rabbnya sebagaimana dinyatakan dalam (QS. Al-A’raf ]7[ : 172.

Kedudukan dan fungsi manusia

Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan
penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia
di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi,
manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka
untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan
ketenangan di akhirat.

Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah
ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas tertentu
sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di bumi
sebagai khalifatullah.

Di samping peran dan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, ia juga sebagai hamba Allah.
Seorang hamba berarti orang yang taat dan patuh kepada perintah tuannya, Allah SWT.

Keutamaan Manusia

Keutamaan manusia yang paling utama ialah Allah menjadikan sebagai khalifah bumi,
artinya sebagai pengganti Allah SWT di muka bumi. Maksudnya manusia merupakan sumber
daya untuk melaksanakan segala kehendak-Nya agar terwujud suatu sebab dan akibat di muka
bumi, dengan kata lain sebagai pelaksana terjadinya proses rahasia takdir yang sudah di
tentukan Allah sejak zaman azali.

Manusia sebaga khalifah bumi, juga mengindikasikan bahwa manusia dengan segala
kemampuan yang dimiliki dijadikan oleh Allah SWT sebagai penguasa di muka bumi, atau
menjadi sumber daya dan pengendali seluruh potensi bumi. Itulah keutamaan dan anugerah
terbesar yang diberikan Allah SWT hanya kepada manusia yang tak diberikan kepada makhluk
lain.

P a g e 48 | 101
BAB VII

DIIN AL ISLAM

Pengertian din

Din atau dien, ‫( دين‬Bahasa Arab), ‫( דין‬Bahasa Ibrani) adalah sebuah kata dalam yang
umumnya terkait dengan Islam, tetapi juga digunakan dalam Yudaisme dan Kekristenan Arab.
Istilah ini sering diterjemahkan sebagai "agama", meskipun dalam bahasa Arab tidak memiliki
arti yang pasti.

Diin al islam

Menurut Endang Saefuddin Anshari : “Diin merupakan suatu sistem credo(tata keimanan
atau tata keyakinan) aatas adanya suatu Yang Mutlak diluar manusia dan suatu sistem ritus
(tata peribadatan) manusia kepada yang dianggap Yang Mutlak itu serta sistem norma(tata
kaidah) yang mengtur hubungan manusia dengan alan lainya, sesuai dan sejalan dengan tata
keimanan dan tata peribadatan tersebut.”

Endang Saefuddin Anshari merumuskan pengertian Agama Islam ialah ;

1. Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada
segenap ummat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
2. Suatu sistem aqidah dan tata qo`idah yang mengatur segala peri kehidupan dan
penghidupan manusia dalam berbagai hubungan. Baik hubungan manusia dengan
sesama manusia, ataupun hubungan manusia dengan alam lainnya.

Dari kedua pengertian diatas, kita dapat mengetahui bahwa islam adalah agama yang langsung
dari Allah untik seluruh umat manusia, agar manusisa sepenuhnya menyerahkan diri pada
Allah. (Q.S Al- Baqarah : 136)

Penggolongan Diin

Din pada garis besarnya dapat digolongkan pada dua golongan besar, yaitu :

a. Agama Al-Ardli (Agama bumi, filsafat, budaya, natural religion dinu Al-Thabii atau
non-Revealed Religion)
b. Agama samawi (agama langit, wahyu, profetis, Revealed Religion).

P a g e 49 | 101
Selain penggolongan tersebut ada pula penggolongan sebagai berikut :

- Missiinary
- Non Missinary
- Geographical
- Universal

Revealed dan Non-Revealed Religion

 Revealed (Agama Wahyu)

Adalah agama wahhyu yang menghendaki iman kepada Tuhan , kepada Rasul-rasul
Nya, kitab-kitabnya, serta pesannya untuk disebarkan kepada seluruh umat manusia.

 Non – Revealed
Adalah agama yang tidak memandang esensial penyerahan manusia kepada tata
aturan ilahi.
 Agama yang masuk ke dalam agama golongan revealed : islam, kristen dan yahudi
 Agama yang masuk ke dalam agama golongan non-revealed : agama selain tiga agama
diatas.

Di bawah ini dikemukakan perbedaan antara agama-agama wahyu dengan agama-agama


bukan wahyu, menurut al-Masdoosi:

 Pertama, agama wahyu berpokok pada konsep keesaan Tuhan sedangkan agama
bukan wahyu tidak harus demikian;
 Kedua, agama wahyu beriman kepada Nabi, sedangkan agama bukan wahyu tidak;
 Ketiga, bagi agama wahyu maka sumber utama tuntunan dan ukuran bagi baik dan
buruk adalah kitab suci yang diwahyukan, sedangkan bagi agama bukan-wahyu kitab
suci yang diwahyukan tidak esensial;[3]
 Keempat, semua agama wahyu lahir di Timur Tengah, sedangkan agama bukan-
wahyu, kecuali paganisme, lahir di luar area termaksud;
 Kelima, agama wahyu timbul di daerah-daerah yang historis di bawah pengaruh ras
Semitik, walaupun kemudian agama termaksud berhasil menyebar ke luar area
pengaruh Semitik. Sebaliknya, agama bukan wahyu lahir di luar area Semitik
termaksud;
P a g e 50 | 101
 Keenam, sesuai dengan ajaran dan, atau historisnya maka agama wahyu adalah agama
missionary. Agama bukan wahyu bukanlah agama missionary;
 Ketujuh, ajaran agama wahyu tegas dan jelas. Agama bukan wahyu adalah kabur dan
sangat elastik;
 Kedelapan, ajaran agama wahyu memberikan arah dan jalan yang lengkap kepada
para pemeluknya. Para pemeluknya berpegang, baik kepada aspek duniawi (the
worldly) maupun aspek spiritual daripada hidup ini. Tidaklah demikian halnya dengan
agama bukan wahyu. Taoisme menitik beratkan kepada aspek hidup spiritual,
sementara itu pada Confusianisme lebih menekankan pada aspek duniawi.

Agama Missionary dan Agama non – Missionary

Thomas Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam antara lain menulis:

“Ever since Professor Max Muller delivered his lecture in Westminster Abbey, on the day of
intercession for mission, in December 1873, it has been a literary common place, that the six
great religions of the world may be divided into missionary and non missionary.”

Sir T.W. Arnold memasukkan Buddhisme, Kristen dan Islam pada golongan agama
missionary. Sedangkan Yudaisme, Brahmanisme dan Zoroasterianisme dimasukkan pada
golongan non missionary.

Sehubungan dengan masalah termaksud, al-Masdoosi antara lain memberi catatan, bahwa
menurut pendapatnya: baik agama Nasrani maupun Buddhisme, ditinjau dari segi ajarannya
yang asli, bukanlah tergolong agama missionary, sebagaimana juga agama-agama lainnya
(selain Islam). Jadi menurut kesimpulan al-Masdoosi hanya Islam sajalah ajarannya yang asli
merupakan agama missionary. Namun dalam perkembangan ternyata kemudian bahwa baik
agama Nasrani maupun Buddhisme menjadi agama missionary.

Klarifikasi agama menurut rasial dan geografikal

Ditinjau dari segi rasial dan geografikal agama-agama di dunia ini dapat dibagi atas:

 Semitik;
 Arya; dan
 Mongolian.

P a g e 51 | 101
Yang termasuk agama Semitik ialah: Agama Yahudi, Agama Nasrani dan Agama Islam.
Sedangkan yang tergolong Agama bukan Semitik, Arya ialah: Hinduisme, Jainisme, Sikhisme
dan Zoroasterianisme. Sedangkan yang tergolong non Semitik Mongolian ialah:
Confusianisme, Taoisme dan Shintoisme. "Adapun Buddhisme", menurut al-Masdoosi, "tidak
dapat begitu saja dimasukkan ke dalam golongan agama non Semitik Arya, tetapi merupakan
campuran antara Arya dan Mongolian."

Islam : Agama Dan Peradaban

Diin (Agama) adalah susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia
untuk membentuk masyarakat yang mentaati hukum dan mencari perintah yang adil, sistim
kehidupan yang teratur berdasarkan hukum dan keadilan. Madinah adalah tempat Diin itu di
praktekan, sehingga menjadi tempat beradab Tamaddun Peradaban, “kebudayaan” Tamaddon
& Madaniyat (Iran). Medeniyet & Medeniyeti (Turki) Hadarah (Arab), Tamaddun/ tahdhib
(Indo-Pakistan). Islam dengan sebagai agama dan peradaban memiliki keunggulan dengan
agama lainya yang dapat di lihat dari kata – kata yang menjelaskan agama tersebut.

P a g e 52 | 101
BAB VIII

HUBUNGAN AGAMA DENGAN MANUSIA

Pengertian Agama

Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau)
dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari
kekacauan. Didunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu : religi,
religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-
matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang.
Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum,
perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan.

Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan


penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan
tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh. Syafaat, 1965). Dari sudut
sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 : 81) mengartikan agama sebagai suatu
kumpulan keayakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi, suatu peniruan
terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktek-praktek
secara sosial telah mantap selama genarasi demi generasi. Sedangkan menurut M. Natsir agama
merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor antara lain :

a. Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup.
b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.
c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.
d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.
e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.
f. Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.
g. Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.

Agama/ad-Din menurut Islam. Agama atau bahasa arabnya ad-Din berasal dari asal kata
da ya na. Dalam kamus arab traditioanal ia memberikan banyak arti, dari berbagai makna
dayana ada 4 pengertian yang mempunyai hubung kait dengan agama menurut persepsi Islam:

P a g e 55 | 101
1. Dain/ qardh bermakna hutang. Dalam hal ini ia berkaitan rapat dengan kewujudan
manusia yang merupakan suatu hutang yang perlu dibayar(lihat surah al-Baqarah:245),
manusia yang berasal dari tiada kemudian dicipta dan dihidupkan lalu diberi berbagai nikmat
yang tak terhingga (wain tauddu). Sebagai peminjam kita sebenarnya tidak memiliki apa-apa,
akan tetapi Pemilik sebenar adalah Allah S.W.T manusia hanyalah diamanahkan untuk
dipergunakan dalam ibadah. Oleh kerana tidak memiliki apa-apa, manusia tidak dapat
membayar hutangnya maka satu-satunya jalan untuk membalas budi adalah dengan beribadah,
dan menjadi hamba Allah yang mana adalah tujuan daripada penciptaan manusia(al-
Dhariyat:56).

2. Maddana juga berasal dari kata dana, dari kata ini lahirlah istilah madinah dan madani,
maddana yang bermakna membangun dan bertamaddun, oleh itu madinah dan madani hanya
boleh digunakan untuk masyarakat yang beragama dan bukan sekular. Dari pengertian ini juga
kita lihat ianya berhubung kait dengan konsep khilafah dimana manusia telah diamanahkan
oleh Allah sebagai khalifahNya di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan membangun
tamadun yang sesuai dengan keinginan Allah(al-Qasas:5, al-Nur:55).

2. Perkataan dana juga mempunyai arti kerajaan (judicious power). Konsep ini sangat
berkaitan dengan tauhid uluhiyyah yang merupakan perkara paling penting dalam aqidah
Muslim. Seseorang itu tidak diterima imannya dengan hanya percaya kepada Allah
sebagai Rabb akan tetapi ia hendaklah iman kepada Allah sebagai Ilah. Ini bermakna Allah
adalah satu-satunya tuhan yang disembah, ditaati, dialah penguasa dan Raja. Tauhid
uluhiyyah ini yang membezakan musyrikin dengan mu’minin. Dari sinilah lahirnya Istilah
al-hakimiyyah dimana seoarang muslim harus menerima Syari’at Allah dan tidak boleh
tunduk kepada undang-undang buatan manusia. Kerana Allah Yang maha bijaksana dan
maha mengetahui telah menetapkan hukum syari’ah yang sesuai untuk manusia untuk
ditegakkan dan dipatuhi(Yusuf:40,al-Nisa’:65).

3. Pengertian yang lain ialah kecendrungan (inclination). Sudah menjadi fitrah manusia
diciptakan mempunyai kecendrungan untuk percaya kepada perkara yang supernatural,
percaya adanya tuhan yang mengatur alam semesta dan kuasa ghaib disebalik apa yang
dicerna oleh indera manusia. Inilah yang dinamakan dienul fitrah (al-Zukhruf:9, al-
Rum:30) Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan seorang bayi itu lahir
sebagai seorang Muslim.

P a g e 56 | 101
Dari beberapa definisi / maksud ad-Din menurut Islam seperti yang telah diterangkan
diatas, maka jelaslah agama menurut sudut pandangan Islam sangat berbeza dengan persepsi
Barat, agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan bertindak. Agama
meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-undang dan ketata-negaraan. Agama
berperan dalam membentuk pribadi insan kamil disamping juga membentuk masyarakat yang
ideal, agama menitik beratkan pembentukan moral dan spiritual sesebuah masyarakat tetapi
tidak lupa juga membangun tamadun dan membina empayar yang kukuh dan berwibawa
dimata dunia. Inilah yang dinamakan agama menurut Islam, jadi apa yang dianggap agama
oleh barat adalah bukan agama(tidak lengkap) menurut Islam, ataupun Islam bukan hanya
sekadar agama dalam pengertian Barat yang sempit.

Islam berasal dari kata as la ma yang dari segi bahasa bermakna berserah diri. Ini tidak
berarti setiap orang yang berserah diri dan percaya adanya tuhan termasuk dalam Islam, oleh
kerana berserah diri sahaja tidak cukup untuk masuk Islam. Al-Qur’an menerangkan bahwa
ada dua jenis berserah diri/tunduk (ali Imran:83): (a). seluruh ciptaan Allah tunduk kepada
hukum Allah dengan terpaksa. (b) Ada juga yang berserah diri dengan keinginan sendiri
(tau’an) mereka adalah orang mukmin(al-An’am:162,163). Agama selain islam tidak diterima
oleh Allah (Ali Imran:19,85)

Keislaman seseorang itu bergantung kepada kefahamannya terhadap kalimah Lailaha


illallah Muhammadarrasulullah, Lailaha illallah merumuskan konsep tauhid uluhiyyah yang
mana orang musyrikin terkeluar daripada Islam, demikian juga orang yang menuhankan hawa
nafsu dan tidak mahu tunduk kepada hukum Allah. Adapun dengan kalimah
Muhammadarrasulullah terkeluarlah orang-orang yang tidak mengakui Muhammad sebagai
nabi dan Rasul, tunduk dan Iman kepada Allah tidak diterima apabila mengingkari Nabi .
Sunnah yang dibawanya adalah wajib dipegang , ibadah seorang Muslim tidak diterima apabila
sesuatu itu tidak disyari’atkan dan disunnahkan. Sementara agama islam dapat diartikan
sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para Rosul-Nya sebagai pedoman hidup manusia
di dunia yang berisi Peraturan perintah dan larangan agar manusia memperoleh kebahagaian
di dunia ini dan di akhirat kelak. Agama Islam adalah agama yang sebenar dan akan kekal
menjadi agama yang sebenar-benarnya.

P a g e 57 | 101
Konsepsi Agama

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Bakoroh 208, Allah berfirman :

‫يايها الدين امنواادخلوا فى السلم كافة وَلتتبعوا خطوت الشيطن انه لكم عد ومبين‬

Artinya : Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara utuh,
keseluruhan (jangan sebagian-sebagaian) dan jangan kamu mengikuti langkah setan,
sesunggungnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Kekaffahan beragama itu telah di
contohkan oleh Rosulullah sebagai uswah hasanah bagi umat islam dalam berbagai aktifitas
kehidupannya, dari mulai masalah-masalah sederhana (seperti adab masuk WC) samapi kepada
masalah-masalah komplek (mengurus Negara).

Beliau telah menampilkan wujud islam itu dalam sikap dan prilakunya dimanapun dan
kapanpun beliu adalah orang yang paling utama dan sempurna dalam mengamalkan ibadah
mahdlah (habluminallah) dan ghair mahdlah (hablumminanas). Meskipun beliau sudah
mendapat jaminan maghfiroh (ampunan dari dosa-dosa) dan masuk surga, tetapi justru beliau
semakin meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti shalat tahajud, zdikir,
dan beristigfar. Begitupun dalam berinteraksi sosial dengan sesama manusia beliu
menampilkan sosok pribadi yang sangat agung dan mulia.

Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-
sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah
terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai
islam itu sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. Diantara umat islam masih banyak
yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras, sesuai dengan nila-nilai islam
sebagai agama yang dianutnya. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan kejadian atau
peristiwa baik yang kita lihat sendiri atau melalui media masa mengenai contoh-contoh ketidak
konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam mempedomani islam sebagai agamanya.

P a g e 58 | 101
Hubungan Agama Dan Manusia

Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena
kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a moral atau degradasi
nilai-nilai keimanannya. Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah :

1. Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-film
yang berbau porno.

2. Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang mengubar aurat.

3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari mereka itu justru berprilaku
yang menyimpang dari nilai-nilai agama.

4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan kepentingan
kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing.

Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi
umat itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak
ada yang lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat
kenajuan umat islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan ukuwah umat islam itu
sendiri. Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi
“Rahmatan lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah)
tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman
dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi).

Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan


makna esensial ibadah itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
: pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormatai
tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus
mampu menyatu padukan antara mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadag
ghair mahdlah (hamlumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun
ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan Allah SWT.

Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena agama merupakan :
a. sumber moral, b. petunjuk kebenaran, c. sumber informasi tentang masalah metafisika, dan
d. bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun duka.

P a g e 59 | 101
a. Agama Sumber moral

Dapat disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat
diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama. Agama menjadi
sumber moral, karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta
karena adanya perintah dan larangan dalam agama.

b. Agama Petunjuk Kebenaran

Sekarang bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai jawaban atas pertanyaan ini
Allah SWT telah mengutus para Nabi dan Rasul di berbagai masa dan tempat, sejak Nabi
pertama yaitu Adam sampai dengan Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Para nabi dan
Rasul ini diberi wahyu atau agama untuk disampaikan kepada manusia. Wahyu atau agama
inilah agama Islam, dan ini pula sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak
dulu kala, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Dapat disimpulkan, bahwa agama sangat
penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal dicari-carioleh manusia sejak dulu kala
dengan ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama
adalah petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak dan
universal.

c. Agama Sumber Informasi Metafisika

Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama tau iman, dan hanya Allah
saja yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib ini dalam
batas-batas yang dianggap perlu telah menerangkan perkara yang gaib tersebut melalui wahyu
atau agama-Nya. Dengan demikian agama adalah sumber infromasi tentang metafisika, dan
karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat mengetahui persoalan metafisika. Dengan
agamalah dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan alam barzah, alam akhirat, surga dan
neraka, Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya. Dapat disimpulkan bahwa agama
sangat penting bagi manusia (dan karena itu sangat dibutuhkan), karena manusia dengan akal,
dengan ilmu atau filsafatnya tidak sanggup menyingkap rahasia metafisika. Hal itu hanya dapat
diketahui dengan agama, sebab agama adalah sumber informasi tentang metafisika.

d. Agama pembimbing rohani bagi manusia


P a g e 60 | 101
Dengan sabdanya ini Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman bersyukur kepada Allah
pada waktu memperoleh sesuatu yang menggembirakan dan tabah atau sabar pada waktu
ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Bersyukur di kala sukadan sabar di kala duka inilah sikap
mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh orang beriman. Dengan begitu hidup orang
beriman selalu stabil, tidak ada goncangan-goncangan, bahkan tenteram dan bahagia, inilah hal
yang menakjubkan dari orang beriman seperti yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup
seluruhnya serba baik.Bagaiman tidak serba baik, kalau di kala suka orang beriman itu
bersyukur, padahal “ Jika engkau bersyukur akan Aku tambahi” , kata Allah sendiri berjanji
(Ibrahim ayat 7). Sebaliknya, orang beriman tabah atau sabar di kala duka, padahal dengan
tabah di kala duka ia memperoleh berbagai keutamaan, seperti pengampunan dari dosa-
dosanya(H.R Bukhari dan Muslim), atau bahkan mendapat surga (H.R Bukhari), dan
sebagainya. Bahkan ada pula keuntungan lain sebagai akibat dari kepatuhan menjalankan
agama, seperti yang dikatakan oleh seorang psikiater, Dr. A.A. Brill, “Setiap orang yang betul-
betul menjalankan agama, tidak bisa terkena penyakit syaraf. Yaitu penyakit karena gelisah
rsau yang terus-menerus.

Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial

Rosulullah SAW bersabda : “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq” Sesungguhnya aku


diutus untuk menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak
adalah orang tua, guru, ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat. Pendidikan akhlak ini
sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh seorang
muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor,
dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap
muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada
akhlak tersebut. Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinerji
dari berbagai pihak dalam menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghancur leburkan
faktor-faktor penyebab maraknya akhlak yang buruk.

Kami di sini tidak mampu mengisyaratkan berbagai pemikiran klasik. Tetapi, kami akan
menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan pemikiran klasik menurut pendapat kami.
Pada masa datangnya budaya Islam, turunnya kitab-kitab suci dan diutusnya para Rasul yang
mengantarkan manusia menuju jalan kesempurnaan. Hal ini sangatlah jelas, bahwa agama
adalah petunjuk Tuhan Yang Penyayang dan Pemberi Hidayat kepada manusia hingga
P a g e 61 | 101
menyampaikan manusia pada kesempurnaan yang diinginkan. Tujuan agama adalah
memberikan petunjuk pada manusia, sehingga dengan kekuatan petunjuk agama akan
menyampaikannya menuju ke-haribaan Ilahi. Jika demikian, maka agama adalah perantara
dalam membantu tugas manusia untuk merealisasikan tujuan mulianya. Dengan dasar ini,
tidaklah mungkin digambarkan bahwa bagaimana mungkin ketika agama muncul manusia
menjadikan tebusan dan pengorbanan pada dirinya. Jika seandainya manusia tidak berpegang
pada prinsip agama, tidak menjadikan kesempurnaan kekuatan ruh agama. Maka tidak akan
menyampaikannya ke tujuan agama. Jika manusia tanpa memperdulikan petunjuk agama dan
agama hanya sebagai identitas lahirnya akan menjerumuskannya ke jurang kehancuran, dan
yang pantas di sebut atheis.

Dalam pandangan Islam yang murni, agama sebagai jalan kebenaran dan keselamatan.
Agama sebagai jalan menyampaikan pada tujuan dan kesempurnaan realitas wujud yang paling
tinggi. Agama sebagai rantai dan penyambung antara Alam Malaikat dan Alam Malakut.
Agama datang, hingga menjadikan manusia yang berasal dari kedalaman tanah menuju ke
singgasana langit. Agama sebagai pengobat rasa takut kita. Agama sebagai pelindung terhadap
berbagai kesulitan yang mendasar dari alam natural. Agama adalah bagian penting dari
kehidupan manusia. Agama yang merubah ketakutan akan mati pada manusia menjadikannya
sebagai sebuah harapan kehidupan yang abadi.

P a g e 62 | 101
BAB IX

KERANGKA AJARAN ISLAM

Islam pada hakekatnya adalah aturan Allah SWT yang terdapat dalam kitab Allah dan
Sunnah Rasulnya yang meliputi perintah-perintah dan larangan-larangan, serta petunjuk-
petunjuk untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan ummat manusia guna kebahagiaanya
di dunia dan akhirat. Adapun secara garis besar ruang lingkup ajaran Islam dibangun dalam
tiga kerangka ,yaitu: Iman, Islam, dan Ihsan. Kerangka itu di implementasikan dalam praktek
kehidupan dengan istilah : aqidah, syariah, dan akhlak. Bersumber dari Al-Qur’an, Sunah
Rasul, dan Ijtihad.

Gambar 1. Kerangka Ajaran Islam

Aqidah (Iman)

Aqidah atau keimanan adalah keyakinan seseorang yang diwujudkan dengan


membenarkan hati, menyatakan dengan lisan dan membuktikannya dengan seluruh amal
perbuatan.

Menurut Q.S. Al.-hujurat ayat 15 orang yang benar benar beriman itu adalah:

P a g e 63 | 101
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian merekan tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan
harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.”

Orang beriman itu adalah orang yang meyakini Allah dan Rasul-Nya kemudian tidak
ragu-ragu untuk berjihad dengan harta dan diri di jalan Allah. Keyakinan kepada Allah dan
Rasul sebagai utusannya yang menyampaikan segala risalah Allah telah membentuk kesadaran
diri, bahwa hidup manusia tidak akan bisa lepas dari rencana dan ketetapan Allah.

Orang beriman menyadari bahwa dalam berperilakau senantiasa dihadapakan kepada


keuntungan atau kerugian, secara lahir dan batin. Orang yang beriman adalah orang yang
memiliki komitmen dan tekad yang bulat, untuk memperoleh keberuntungan dari pencipta
kehidupan, yakni Allah.

Islam (Syariah)

Rasulullah menetapkan Islam itu dibangun atas lima perkara yaitu : (1) Syahadat; (2)
Shalat; (3) Zakat; (4) Puasa; (5) Hajji ke Baitullah. Melalui batas-batas Islam itu kepribadian
Muslim dibangun, diantaranya melalui kebijakan Allah dalam surat al-Muminuun [23] ayat 1-
11. Sifat kepribadian yang dibangun oleh keimanan yakni syahadat ayat satu di atas,
menyatakan, sungguh beruntung orang yang beriman.

Perwujudan keimanan dituntut pembuktian melalui shalat khsuyuk yakni Q.S. 23:2
menyatakan:

P a g e 64 | 101
“Mereka orang-orang yang shalatnya khusyuk”

Akhlak (Ihsan)

Ihsan diwujudkan oleh sifat kepribadian seseorang di antaranya adalah orang selalu
menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, suka mengelurakan zakat,
maka Allah memberikan kemampuan berikutnya yakni ayat Q.S. 23 : 5 adalah :

“Mereka adalah orang-orang yang memelihara kemaluannnya”

Mampu memelihara kehormatannya (kemaluannya), sehingga desakan libido dapat


dikendalikan penyalurannya sesuai dengan apa yang dihalalkan Allah. Ia mampu menundukan
pandangannya menah diri dari hwa nafsu yang mendominasi keinginannya.

Doa (Istianah)

Doa merupakan unsur yang paling esensial dalam ibadah. Muhammad Rosulullah saw.
bersabda: "Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah Ta’ala dibandingkan doa". (HR.
Ahmad, Bukhori, Tirmidzi dan Nasai) Sebab sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi dari
Anas ra., menurut Nabi saw. doa adalah ibadah karena:

a. mematuhi perintah Allah SWT, yakni firman-Nya: "Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya
Aku mengabulkan doamu;

b. doa merupakan cermin menghambakan diri kepada Allah SWT; dan

c. pengakuan, bahwa hanya Allah SWT Yang Maha Berkuasa dan Maha Berkehendak,
sehingga hanya Dia-lah yang dapat mengabulkan dan mewujudkan segala keinginan kita.

Dari Abu Ma’syar, dari Muhammad bin ka’ab, dari Abu Hurairah r.a, bahwa barang siapa
dikaruniai lima hal, maka ia tidak akan terhalang dari lima hal.
P a g e 65 | 101
BAB X

DZIKRULLAH

Istilah dzikrullah (berdzikir kepada Allah) memiliki dua makna, yang kedua-duanya
diperintahkan untuk kita penuhi. Yaitu: dzikrullah dengan arti: mengingat Allah, dan yang
kedua: dzikrullah dengan makna: menyebut Allah melalui Nama-Nama dan Shifat-Shifat-Nya,
serta bukti-bukti keagungan dan kemuliaan-Nya, dalam konteks pujian, pengagungan dan
pentauhidan.

Namun istilah dzikir yang lebih umum digunakan di kalangan masyarakat adalah
dengan arti kedua, yakni menyebut Nama-Nama Allah melalui tasbih, tahmid, takbir, tahlil,
dan lain-lain, yang tentu saja di dalamnya juga harus terkandung makna mengingat Allah.

TIDAK BERDZIKIR = “MATI”

TIDAK BERDZIKIR = “MATI”. Hal yang dimaksud dengan “mati” disini bukan keadaan mati
secara jasmani, tetapi keadaan mati secara rohani, istilah ini juga berdasarkan pada hadist
ini:

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Permisalan orang yang berdzikir mengingat Rabb-nya (Tuhan-nya) dan orang yang tidak
berdzikir mengingat Rabb-nya seperti (perbandingan antara) orang yang hidup dan yang
mati.” (HR. Al-Bukhari).

Jadi, dzikir itu di ibaratkan sebagai nafas bagi manusia, logika sederhananya jika
manusia tidak bernafas, apa yang akan terjadi? Mati, bukan? Karena memang hidup hakiki
dalam konsep Islam adalah ketika seseorang itu senantiasa sambung dan berhubungan dengan
Allah SWT. melalui dzikir yang banyak dan benar, serta melalui berbagai ketaatan yang lain.

Meskipun ringan dilaksanakan bagi yang sudah terbiasa, namun nilai ibadah dzikrullah
sangatlah tinggi dan istimewa, serta besar dan berlipat-ganda pahala juga balasannya di sisi
Allah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu
Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya dzikir mengingat Allah (dalam

P a g e 66 | 101
shalat dan lainnya) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain), dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-’Ankabuut: 45)

KEUTAMAAN DZIKIR DALAM AL-QUR’AN

1. Dzikir kepada Allah merupakan perintah dari Allah.

Allah SWT berfirman:

"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu.” (QS. Al-
Baqaroh: 152)

“Dan sebutlah (nama) Robb-mu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan
pagi hari". (QS. Ali Imran: 41)

2. Allah SWT telah menyediakan ampunan dan pahala yang besar bagi mereka yang
berdzikir.

Allah SWT berfirman:

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

3. Dzikir kepada Allah SWT akan memberi ketenangan dalam hati.

Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra`du:28)

4. Orang yang berdzikir adalah orang yang hidup hatinya dan sebaliknya.

“Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya
laksana orang yang hidup dengan orang yang mati.” [HR. Bukhari dan Muslim].

2. Akan diliputi oleh para Malaikat, ketenangan dan Allah akan menyebut mereka di hadapan
para malaikat di langit.

P a g e 67 | 101
“Tidaklah suatu kaum duduk berdzikir kepada Allah, melainkan mereka dinaungi oleh para
malaikat, diliputi oleh rahmat, turun kepada mereka ketengan dan Allah SWT menyebut-nyebut
mereka di hadapan para malaikat (di langit).” (HR. Muslim)

3. Dzikir adalah sebaik-baik amal di sisi Allah SWT .

“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sebaik-baik amal, lebih suci di sisi Allah,
akan mengangkat derajat kalian, ia lebih baik daripada berinfak dengan emas dan perak dan
lebih baik bagi kalian dari pada bertemu dengan musuh lalu kalian memenggal leher mereka
dan mereka memenggal lehar kalian?” mereka menjawab, tentu. Beliau SAW bersabda:
“Dzikir kepada Allah SAW.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Terdapat banyak sekali perintah dan anjuran agar kita senantiasa berdzikir kepada Allah
dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya dalam segala kondisi dan situasi, dengan kedua arti
dan esensi dzikir yang telah disebutkan diatas.

Beberapa perintah agar kita berdzikir dan berdo’a didalam Qur’an dan hadist terdapat

di slide selanjutnya :

 Ayat tentang perintah berdzikir:

“Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (Q.S Al Ahzab 41)

 Hadits tentang perintah berdzikir:

Dari Muadz bin Jabal ra, Rasulullah saw bersabda “ Ahli syurga tidak akan menyesali apapun
(didunia ini) kecuali atas waktu yang telah mereka lalui tanpa dzikrullah didalamnya “ (HR
Thabrani, Baihaqi)

Bentuk dan Cara berdzikir :

a. Dzikir dengan hati, yaitu dengan cara bertafakur, memikirkan ciptaan Allah sehingga
timbul di dalam fikiran kita bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa. Semua yang ada di
alam semesta ini pastilah ada yang menciptakan, yaitu Allah SWT. Dengan melakukan dzikir
seperti ini, keimanan seseorang kepada Allah SWT akan bertambah.

b. Dzikir dengan lisan (ucapan), yaitu dengan cara mengucapkan lafazh-lafazh yang di
dalammya mengandung asma Allah yang telah diajarkan oleh Rasulullah kepada ummatnya.
P a g e 68 | 101
Contohnya adalah : mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, tahlil, sholawat, membaca Al-Qur'an
dan sebagainya.

c. Dzikir dengan perbuatan, yaitu dengan cara melakukan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi larangan-laranganNya. Yang harus diingat ialah bahwa semua amalan harus
dilandasi dengan niat. Niat melaksanakan amalan-amalan tersebut adalah untuk mendapatkan
keridhoan Allah SWT. Dengan demikian menuntut ilmu, mencari nafkah, bersilaturahmi dan
amalan-amalan lain yang diperintahkan agama termasuk dalam ruang lingkup dzikir dengan
perbuatan.

"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.(QS. Al-Baqarah : 152).

D o’ a

Menurut bahasa "ad-du'aa" artinya memanggil, meminta tolong, atau memohon


sesuatu. Sedangkan doa menurut pengertian syariat adalah memohon sesuatu atau memohon
perlindungan kepada Allah SWT dengan merendahkan diri dan tunduk kepadaNya. Doa
merupakan bagian dari ibadah dan boleh dilakukan setiap waktu dan setiap tempat, karena
Allah SWT selalu bersama hamba-hambaNya.

‫ۚ لَ ُك ْم أ َ ْست َِجبْ ادْعُونِي َربُّ ُك ُم َوقَا َل‬

"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu."


(QS. Al-Mu'min : 60).

Bagi orang mu'min yang ingin mendapatkan keberhasilan dalam kehidupan ada dua hal
yang harus dilakukan, yaitu berusaha atau kerja keras dan berdoa. Kedua cara tersebut harus
ditempuh, karena di dalam kehidupan ini ada hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh pemikiran
manusia. Oleh karena itu, di dalam memecahkan masalah ini kehidupan kedua cara ini harus
ditempuh secara bersama-sama.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Berdo’a

a. Memulai berdoa dengan membaca basmalah (karena malakukan perbuatan yang baik
hendaknya dimulai dengan basmalah), hamdalah dan sholawat.

Dari Fadhalah bin Ubaidillah ia berkata : Rasulullah telah bersabda : "Apabila


seseorang di antara kamu berdoa hendaklah memuji kepada Allah dan berterima kasih
P a g e 69 | 101
kepadaNya, kemudian membaca shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, kemudian
berdoa sesuai keinginannya."

b. Mengangkat kedua tangan ketika berdoa dan mengusapkan kedua tangan pada wajah
setelah selesai.

Dari Umar bin Al-Khatthab ia berkata : Rasulullah SAW apabila berdoa mengangkat
kedua tangannya, dan tidak menurunkan kedua tangan itu sampai beliau mengusapkan kedua
tangan itu pada wajah beliau.

c. Ketika berdoa disertai dengan hati yang khusyu dan meyakini bahwa doa itu pasti
dikabulkan Allah SWT.

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah bersabda : "Berdoalah kamu
kepada Allah dan hendaklah kamu meyakini doa itu akan dikabulkan olehNya. Ketahuilah
bahwa Allah SWT tidak memperkenankan doa dari hati yang lalai dan lengah." (HR. At-
Turmudzi).

d. Menggunakan suara yang lemah lembut (tidak perlu dengan suara yang keras) karena
sesungguhnya Allah itu dekat.Allah SWT berfirman sbb:

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),


bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al-
Baqarah : 186).

e. Menggunakan lafazh-lafazh doa yang terdapat di dalam Al-Qur'an atau yang terdapat
dalam hadits, namun jika tidak ada lafazh yang sesuai dengan keinginan kita, maka boleh
dengan lafazh yang sesuai dengan keinginan kita.

Waktu Yang Baik Untuk Berdoa

a. Waktu tengah malam atau sepertiga malam yang terakhir dan waktu setelah sholat
lima waktu.Dari Abu Umamah ra, ia berkata : Rasulullah SAW ditanya oleh shabat tentang
doa yang lebih didengar oleh Allah SWT. Rasulullah SAW menjawab : "Yaitu pada waktu
tengah malam yang terakhir dan sesudah shalat fardhu." (HR. At-Turmudzi).

P a g e 70 | 101
Dari Jabir ra. : "Sesungguhnya pada waktu malam ada suatu saat di mana seorang muslim
memohon kebaikan kepada Allah baik yang terkait dengan urusan duniawi maupun ukhrowi
niscaya Allah mengabulkannya dan saat itu ada setiap malam." (HR. Muslim).

b. Pada hari Jum'at.

Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya ketika Rasulullah SAW membicarakan hari jum'at beliau
bersabda : "Pada hari itu ada suatusaat apabila seorang muslim yang sedang sholat bertepatan
dengan saat itu kemudian ia memohon kepada Allah, niscaya Allah mengabulkan
permohonannya." Dan beliau memberi isyarat bahwa waktu itu sangat sebentar. (HR. Al-
Bukhori dan Muslim).

c. Waktu antara adzan dan iqomah.

Dari Anas bin Malik ia berkata : Rasulullah SAW telah bersabda : "Doa diantara adzan dan
iqomah tidak ditolak." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Turmudzi).

d. Waktu seseorang sedang berpusa.

"Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka, uaitu : orang yang berpuasa sampai
iaberbuka, kepala negara yang adil, dan orang-orang yang teraniaya." (HR. At-Turmudzi
dengan sanad yang hasan Do’a mereka diangkat oleh Allah ke atas awan dan dibukakan
baginya pintu langit dan Allah bertitah, “Demi keperkasaanKu, Aku akan memenangkanmu
(menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Tirmidzi).

Tiga macam Do’a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu Do’a orang yang dizalimi, Do’a
kedua orang tua, dan Do’a seorang musafir (yang berpergian untuk maksud dan tujuan baik).
(HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Beberapa Manfaat Dzikir Dan Berdo’a

1. Menghilangkan segala kerisauan dan kegelisahan serta mendatangkan kegembiraan


dan kesenangan.

2. Mendatangkan wibawa dan ketenangan bagi pelaku-nya

3. Mengilhamkan kebenaran dan sikap istiqomah dalam setiap urusan

4. Mendatangkan sesuatu yang paling mulia dan paling agung yang dengan itu kalbu manusia
menjadi hidup seperti hidupnya tanaman karena hujan.
P a g e 71 | 101
5. Dzikir juga menjadi penyebab turunnya sakinah (ketenangan), penyebab adanya
naungan para malaikat, penyebab turunnya mereka atas seorang hamba, serta penyebab
datangnya limpahan rahmat, dan itulah nikmat yang paling besar bagi seorang hamba.

6. Menghalangi lisan seorang hamba melakukan ghibah, berkata dusta, dan melakukan
perbuatan buruk lainnya.

7. Orang yang berdzikir akan membuat teman duduknya tentram dan bahagia.

8. Orang yang berdzikir akan diteguhkan kalbunya, dikuatkan tekadnya, dijauhkan dari
kesedihan, dari kesalahan, dari setan dan tentaranya. Selain itu kalbunya akan didekatkan pada
akhirat dan dijauhkan dari dunia.

9. Apabila kelalaian merupakan penyakit, dzikir merupakan obat baginya. Ada ungkapan: Jika
kami sakit, kami berobat dengan dzikir.

10. Memudahkan pelaksanaan amal saleh, mempermudah urusan yang pelik, membuka pintu yang
terkunci, serta meringankan kesulitan.

11. Memberi rasa aman kepada mereka yang takut sekaligus menjauhkan bencana.

12. Dzikir menghilangkan rasa dahaga disaat kematian tiba sekaligus memberi rasa aman
dari segala kecemasan.

P a g e 72 | 101
BAB XI

BERSYUKUR DAN BERSABAR

Bersyukur

Bersyukur adalah sebuah perbuatan yang patut untuk kita lakukan, karena di dalam rasa
bersyukur, kita menghargai dan menghormati Kebesaran Tuhan yang sudah diberikan pada
masing-masing kita semua.

Bersyukur tidak mudah untuk dilakukan, karena penilaian yang bisa diberikan bukan
dari perbuatan dan perkataan kita saja, tapi Tuhan bisa melihat dalam Hati Kita yang
sesungguhnya. Segala cobaan hidup yang terus mengguncang keadaan kita, membuat kita tidak
bisa memberikan rasa syukur yang sepenuhnya.

Ada sebuah cerita mengenai seorang bapak yang pekerjaan sehari-harinya adalah
Tukang Becak, dan suatu hari, dia melihat seseorang yang melintas dengan mobil mewah
dihadapannya dengan pakaian yang sangat rapi, dan dia adalah salah satu boss dari perusahaan
yang ada di negeri kita ini. Kemudian bapak tukang becak ini berkhayal, “Andai Saya bisa
hidup seperti orang yang didalam mobil itu, pasti Hidup ini terasa Sempurna”.

Disaat yang sama, Bapak yang didalam mobil tersebut pun dengan masalah-masalah
yang dihadapinya dalam bisnis yang banyak sekali rintangan yang harus dihadapi, diapun
melihat pada tukang becak yang sedang santai di kursi becaknya, dan berkata dalam
hatinya, “Andai Saya bisa seperti bapak tukang becak itu, tanpa banyak masalah seperti yang
Saya alami, pasti Saya bisa lebih menikmati hidup ini”.

Dari cerita diatas, Kita bisa mengambil hikmah bahwa, manusia hidup tidak pernah
merasa puas dengan keadaan yang diterimanya. Sudah bergelimang harta dan kedudukan
tinggi, tidak membuat mereka mensyukuri apa yang mereka dapatkan. Begitu juga bila hidup
walau tidak berlimpah harta dan kedudukan, tapi memiliki kehidupan yang cukup dan
harmonis.

Ada dua nasehat adalah:

 Bila kita sukses dalam hidup, janganlah lupa untuk Bersyukur, dan

P a g e 73 | 101
 Bila kita gagal, harus Bersabar dan jangan selalu melihat keatas, tapi lihatlah dibawah
kita yang masih banyak dan lebih menderita.

Coba renungkan dua nasehat di atas, apakah Anda sudah bersyukur hari ini ? dan apabila
hal tersebut dilakukan, Anda pasti akan merasa lebih baik, bersyukur dan bersabar menerima
tantangan hidup ini. Semoga tulisan ini, bisa mengingatkan Kita semua bahwa Tuhan selalu
memiliki rancangan hidup yang terbaik untuk Kita, dan bukan rancangan kegagalan.

Dalam sebuah kesempatan, Nabi Muhammad S.a.w pernah menggambarkan tentang sifat-
sifat seorang muslim. Beliau mengatakan:

. ُ‫ فَ َكانَ َخيْرا لَه‬.‫شك ََر‬ َ َ ‫ ِإ ْن أ‬.‫ْس ذَاكَ أل َ َحد ِإالَّ ِل ْل ُمؤْ ِم ِن‬
َ ُ‫صابَتْه‬
َ ‫س َّرا ُء‬ َ ‫ َولَي‬.‫ ِإ َّن أ َ ْم َرهُ ُكلَّهُ َخي ٌْر‬.‫َع َجبا أل َ ْم ِر ْال ُمؤْ ِم ِن‬
)‫ (رواه مسلم‬.ُ‫ َف َكانَ َخيْرا َله‬،‫صبَ َر‬ َ ‫ض َّرا ُء‬ َ ُ‫صابَتْه‬ َ َ‫َو ِإ ْن أ‬

Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin itu, karena semua urusan orang mukmin
itu penuh dengan kebaikan. Hal ini tidak akan terjadi pada orang lain, kecuali orang mukmin
saja. Jika mendapat kesenangan, (syakar) ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya.
Dan apabila ditimpa kesulitan, (shabar) ia bersabar, maka hal itu pun menjadi kebaikan
baginya. (HR. Muslim)

Bersyukur karena mendapat kesenangan adalah watak khas seorang mukmin. Karena ia
menyadari sepenuhnya bahwa tanpa Allah dirinya tidaklah berarti apa-apa. Kalau pun ia sedang
mendapatkan rizki yang melimpah, jelas bukan karena usahanya semata, tetapi karena Allah-
lah yang melapangkan rizkinya melalui usahanya itu. Kalau ada seorang mukmin yang sakit,
lalu sembuh, jelas bukan karena keahlian dokter atau tabib dalam meracikkan obat-obatan,
melainkan Allah-lah yang menyembuhkannya. Itulah keyakinan seorang mukmin. Usaha
adalah sarana menuju sukses, dan kesediaannya untuk berobat ke dokter adalah bagian dari
ikhtiarnya untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya.

ْ ‫َوإِذَا َم ِر‬
ِ ‫ضتُ فَ ُه َو يَ ْش ِف‬
)80 : ‫ين (الشعراء‬

Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku. (Q, s. as-Syu’arā’/26:80)

Betapa banyak orang yang bekerja keras banting-tulang, namun tetap saja selalu
mengalami kegagalan. Betapa banyak pula orang sakit yang mendatangi dokter yang paling
P a g e 74 | 101
canggih sekalipun, namun tetap saja penyakitnya tidak kunjung hilang. Apa maknanya ini?
Maknanya adalah bahwa manusia hanya bisa berusaha, Allah-lah Yang Menentukan segalanya.
Maka, orang muslim yang mendapatkan kesenangan lalu bersyukur, pada hakekatnya ia paham
betul bahwa apa yang diperolehnya itu adalah pemberian Allah.

Hal-hal Agar Kita Mudah Bersyukur

1. Melihat ke bawah untuk urusan duniawi.


Dengan melihat ke bawah, kita akan mengetahui bahwa kita jauh lebih
beruntung dan jauh lebih kaya dibandingkan jutaan manusia di muka bumi ini.
Banyak saudara kita yang tidak dapat makan, tidak memiliki tempat tinggal,
menderita penyakit parah, hidup di daerah konflik, atau mengalami musibah bencana
alam. Dibandingkan dengan mereka, bukankah apa yang ada pada diri kita jauh lebih
baik? Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur bukan?

2. Selalu mengingat nikmat yang kita terima dari Allah.


Kita tidak mungkin dapat menghitung nikmat yang kita terima dari Allah SWT
saking banyaknya nikmat tersebut. Namun, selalu mengingat sebagian nikmat tersebut
akan membawa kita pada rasa syukur.

3. Selalu mengucapkanalhamdulillah.
Ucapanalhamdulilllah yang kita ucapkan setiap kali mendapatkan karunia dari
Allah akan mengingatkan kita betapa Allah adalah Maha Pengasih dan Penyayang,
yang selalu memberikan yang terbaik bagi manusia. Ucapan ini akan mengingatkan kita
agar tidak lupa bersyukur.

4. Membiasakan diri untuk mengucapkan terima kasih.


Ucapan terima kasih yang kita ucapkan setiap kali menerima kebaikan dari
orang akan membiasakan kita untuk senantiasa bersyukur atas hal baik yang kita terima.

5. Berhenti mengeluh.
Ketika menghadapi kenyataan yang tidak sesuai harapan, kita kerap kali tergoda
untuk mengeluh. Mulailah mengubah kebiasaan ini. Lebih baik berhenti mengeluh dan

P a g e 75 | 101
segera produktif berkarya sehingga hasil yang baik akan kita dapat dan kita pun akan
lebih mudah bagi kita untuk bersyukur.

Kenapa kita harus bersyukur ?

1) Bersyukurlah karena kita tak memiliki semua yang kita inginkan, karena jika iya, apalagi
yang hendak kita cari? Bersyukurlah saat kita tak mengetahui sesuatu, karena itu memberi kita
kesempatan untuk belajar. Bersyukurlah atas masa-masa sulit yang kita hadapi, karena selama
itulah kita akan tumbuh dewasa & belajar. Bersyukurlah ...atas kesalahan-kesalahan yang kita
perbuat, karena itu memberi motivasi untuk menjadi lebih baik.

2) Saudaraku, mensyukuri nikmat Allah berarti kita memanfaatkan segala anugerah Allah
tersebut untuk melakukan ibadah dan kebaikan. Pepatah mengatakan bahwa orang yang paling
bahagia ialah orang yang pandai bersyukur. Kebahagiaan yang dirasakannya tidaklah semasa
hidup di dunia saja, melainkan Allah telah menjanjikan pula... kebahagiaan di akhirat bagi
hamba-hambanya yang bersyukur.

3) Kita harus menyadari bahwa yang lebih berhak atas diri kita hanyalah Allah SWT. Jadi tidak
ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur dengan apa yang diberikan-Nya, apapun itu.

4) Syukuri kenikmatan yang sudah diberikan, jangan hanya berkeluh kesah tentang penderitaan
yang baru datang. Sebab jika kita bandingkan kenikmatan yang sudah diberikan jauh melebihi
penderitaan yang baru datang. Sebab kurangnya bersyukur merupakan cacat yang harus
dibersihkan. Karena bisa saja, cobaan datang kepada kita karena kurangnya kita bersyukur.

Umar bin Khattab: “Kalau sekiranya kesabaran dan syukur itu dua kendaraan, aku tak tahu
mana yang harus aku kendarai.” (Al Bayan wa At Tabyin III/ 126)

6) "Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)


mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan."(QS Luqman: 20)

7) "Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) Nya
dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur" (QS As Sajdah: 9)

P a g e 76 | 101
8) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya
manusia yang paling banyak bersyukur kepada Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi
mereka yang lebih banyak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia dan pada riwayat lain:
Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak mau berterima kasih kepada manusia.” (Hadis
disahihkan Tirmidzi dan lainnya).

9) "Sesungguhnya rezeki mencari seorang hamba sebagaimana ajal mencarinya." (HR. Ath-
Thabrani)

10) "Dua hal apabila dimiliki oleh seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang
bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih
tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih
bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan." (HR. Tirmidzi)

11) "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang
benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan
datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS.
2:120)

12) Apabila seseorang melihat orang cacat lalu berkata (tanpa didengar oleh orang
tadi): "Alhamdulillah yang telah menyelamatkan aku dari apa yang diujikan Allah kepadanya
dan melebihkan aku dengan kelebihan sempurna atas kebanyakan makhlukNya", maka dia
tidak akan terkena ujian seperti itu betapapun keadaannya. (HR. Abu Dawud)

13) Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna
bagiku dari sisi Allah." Nabi Saw lalu bersabda: "Perbanyaklah mengingat kematian maka
kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur. Sesungguhnya
bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklah doa. Sesungguhnya kamu
tidak mengetahui kapan doamu akan terkabul." (HR. Ath-Thabrani)

14) Jika engkau miskin bersyukurlah karena engkau akan sedikit mempertanggungjawabkan
hartamu. Jika engkau kaya bersykurlah karena engkau mempunyai banyak kesempatan
beramal. Apapun yang terkadang kita anggap kekurangan sesungguhnya itu rahmat jika kita
mensyukurinya. Apapun yang kita anggap nikmat bisa jadi azab jika kita tidak
mensyukurinya...

P a g e 77 | 101
15) "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu
bersyukur." (An-Nahl: 78)

16) Bersabda Rasulullah saw: “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian dan
janganlah kalian melihat kepada orang yang lebih tinggi dari kalian, karena yang demikian
itu lebih pantas agar kalian tidak menganggap rendah nikmat Allah Ta’ala yang telah
dianugerahkan kepada kalian.” (Muttafaq ‘alaih)

17) "Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan
bersyukur)." (QS. ad-Dhuha: 11)

18) Ibnu al-Qayyim merumuskan tiga faktor yang harus ada dalam konteks syukur yang
sungguh-sungguh, yaitu dengan lisan dalam bentuk pengakuan dan pujian, dengan hati dalam
bentuk kesaksian dan kecintaan, serta dengan seluruh anggota tubuh dalam bentuk amal
perbuatan.

19) Baik kepadamu maupun kepada nabi sebelummu telah diwahyukan: "Jika engkau
mempersekutukan Tuhan, maka akan terbuang percumalah segala amalmu dan pastilah
engkau menjadi orang yang merugi. Karena itu sembahlah Allah olehmu, dan jadilah orang
yang bersyukur." (Az-Zumar: 65-66)

20) Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah itu niscayalah
ridha kepada seseorang hamba yang makan sekali makanan lalu ia memuji kepada Allah atas
makanan itu serta ia minum sekali minuman lalu memuji kepada Allah atas minuman itu."

23) “Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu
membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan
rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah
kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al Ankabut: 17)

24) “Barangsiapa tidak mensyukuri yang sedikit maka dia tidak akan mensyukuri atas yang
banyak dan barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia maka dia tidak
bersyukur kepada Allah. Menceritakan sebuah nikmat kepada orang lain termasuk dari
syukur dan meninggalkan adalah kufur, bersatu adalah rahmat dan bercerai berai adalah
azab.”(Madarijus Salikin 2/248)

P a g e 78 | 101
25) "Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.
An Nahl : 18)

10 Manfaat dari Bersyukur

1. Menjaga kesehatan mental remaja.


Remaja yang pandai bersyukur tentulah lebih bahagia. Selain itu mereka juga
dikenal memiliki pandangan yang lebih baik terhadap hidupnya, bertingkah laku lebih
baik di sekolah hingga lebih bisa diharapkan ketimbang teman-temannya yang kurang
bersyukur.

2. Meningkatkan kesejahteraan.
Sebuah studi pada tahun 2003 yang dipublikasikan dalam Journal of
Personality and Social Psychology, rajin bersyukur dapat mendorong kesejahteraan
seseorang. Pandangan hidup orang yang melakukannya pun jadi lebih cerah serta
memunculkan hal-hal positif yang lebih besar pada orang tersebut.

3. Nilai akademis yang lebih baik.


Siswa sekolah menengah yang pandai bersyukur terbukti memiliki nilai
akademik yang lebih bagus, termasuk dalam hal integrasi sosial dan kepuasan terhadap
hidup daripada rekan-rekan mereka yang kurang bersyukur. Hal ini diungkap sebuah
studi pada tahun 2010 yang ditampilkan dalam Journal of Happiness Studies.
Peneliti juga menemukan bahwa remaja yang pandai bersyukur lebih jarang
mengalami depresi atau mudah cemburu.
"Lagipula jika dikombinasikan dengan studi sebelumnya, penggambaran
manfaat rasa syukur itu lebih jelas terlihat saat remaja," ungkap peneliti.

4. Menjadi teman yang lebih baik bagi orang lain.


Berdasarkan sebuah studi pada tahun 2003 dalamJournal of Personality and
Social Psychology, rasa syukur juga dilaporkan dapat mendorong perilaku sosial yang
positif seperti membantu orang lain yang tertimpa masalah atau memberikan dukungan
emosional pada orang lain.

P a g e 79 | 101
5. Tidur lebih nyenyak.
Menuliskan berbagai hal yang patut disyukuri sebelum beranjak tidur dapat
membantu seseorang tertidur lebih nyenyak. Fakta ini diungkap sebuah studi yang
dipublikasikan dalam jurnal Applied Psychology: Health and Well-Being.
Secara spesifik, peneliti menemukan bahwa ketika seseorang menghabiskan
waktu 15 menit untuk menuangkan segala hal yang mereka syukuri ke dalam sebuah
jurnal sebelum tidur maka orang yang bersangkutan akan lebih cepat tertidur dan tidur
lebih lama.

6. Memperkuat hubungan dengan pasangan.


Sebuah studi yang ditampilkan dalam jurnal Personal
Relationshipmengungkapkan bahwa mensyukuri setiap hal terkecil yang dilakukan
pasangan membuat hubungan seseorang dengan pasangannya dijamin akan lebih kuat.
Sama halnya jika Anda membuat jurnal tentang segala hal yang Anda syukuri
dari pasangan karena hal itu juga akan memberikan dampak positif bagi hubungan.

7. Menjaga kesehatan jantung.


Pada tahun 1995, sebuah studi yang dipublikasikan dalam American Journal of
Cardiology menunjukkan bahwa apresiasi dan emosi positif dapat dikaitkan dengan
perubahan variabilitas detak jantung. Hal ini dianggap bermanfaat dalam terapi
pengobatan hipertensi dan mengurangi kemungkinan kematian mendadak pada pasien
gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.

8. Memperkuat moral tim.


Atlit yang pandai bersyukur lebih sedikit mengalami kelelahan dan lebih banyak
mendapatkan kepuasan hidup, termasuk kepuasan terhadap kinerja timnya.

9. Sistem kekebalan yang lebih sehat.


Rasa syukur juga dikatakan berkaitan dengan optimisme sehingga mendorong
sistem kekebalan tubuh menjadi lebih sehat.
P a g e 80 | 101
Salah satunya dibuktikan oleh sebuah studi dari University of Utah yang
menunjukkan bahwa mahasiswa jurusan hukum yang stres namun tetap optimis terbukti
memiliki lebih banyak sel-sel darah yang meningkatkan kesehatan sistem kekebalan
ketimbang rekan-rekan mereka yang pesimis.

10. Mencegah emosi negatif akibat datangnya musibah.


WebMD melaporkan bahwa musibah dapat mendorong munculnya rasa syukur
dan hal itu dapat meningkatkan perasaan saling memiliki sekaligus menurunkan stres.

Bersabar

Sabar berasal dari kata “sobaro-yasbiru” yang artinya menahan. Dan menurut istilah,
sabar adalah menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga
lisan dari celaan, dan menahan anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah
pengertian sabar yang harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan
cobaan saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri dari
pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar. Sabar harus kita
terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya ketika kita dalam kesulitan, tapi
ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus tetap menjadikan sabar sebagai
aspek kehidupan kita.

Pandangan Islam Tentang Sabar

Setelah kita tahu tentang pengertian sabar maka kita pelajari tentang pandangan islam
tentang sabar. Sesuai pandangan islam Sabar itu ada berbagai macam, antara lain :

Sabar dalam menjalankan perintah Allah SWT

Menahan diri kita agar tetap istiqomah dalam menjalankan apa yang diperintahkan oleh
Allah SWT adalah bagian dari perintah Allah SWT. Kita harus tetap sabar menjalankan itu
semua, karena Allah telah menjanjikan surga bagi hamba-Nya yang menjalankan perintah-Nya
dengan baik sesuai syariat yang telah Allah SWT turunkan. Mulai dari shalat, zakat, puasa,
dakwah, dan lain-lain. Itu semua harus kita jalani dengan sabar.

1. Sabar dari apa yang dilarang Allah SWT


Tenar sekali salah satu lagu yang dinyanyikan oleh Raja Dangdut H.Rhoma
Irama dimana ada sebagian liriknya yang berbunyi “mengapa semua yang asik-asik, itu

P a g e 81 | 101
diharamkan? mengapa semua yang enak-enak itu dilarang?” karena semua itu adalah
memang godaan setan yang merayu kita dengan kenikmatan-kenikmatan dunyawi.
Semua kenikmatan itu hanya semua, karena jalan yang ditunjukan oleh setan itu
tidaklah berakhir kecuali di neraka. Dan kita sebagi umat Islam harus bersabar dari apa
yang dilarang oleh Allah SWT. Yakinlah bahwa semua larangan itu pasti ada
maksudnya. Tidaklah Allah SWT melarang kita untuk berbuat dosa, kecuali dalam dosa
itu pasti ada sebuah kerugian yang akan didapat jika kita melakukannya.

2. Sabar terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah SWT


Jika ada salah satu dari kita ditakdirkan dengan kondisi fisik yang kurang, maka
kita juga harus tetap bersabar. Karena bersabar dengan ketentuan Allah SWT
merupakan salah satu dari macam sabar. Dan balasan lain dari sabar kita itu adalah
surga. Rasulallah SAW bersabda: sesungguhnya Allah SWT berfirman“Jika hambaku
diuji dengan kedua matanya dan dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua
matanya dengan surga” (HR. Bukhori).
Semoga Allah SWT menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang sabar dalam
menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan dari apa yang telah
ditakdirkan-Nya. Dan kita harus tetap melatih sifat sabar ini dalam kehidupan kita
sehingga nantinya kita akan dapat menyikapi semua aspek hidup ini dengan
sabar. wallau’alam,

Hadist Tentang Sabar

Lebih daripada 90 ayat dalam kitab Allah Yang Agung yakni Al-Quran menceritakan
mengenai kesabaran, antaranya;

Firman Allah dalam QS. Al Baqarah 153 – 154 ;

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah
kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati,
bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan
Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar (yaitu) orang-
orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilaihi
P a g e 82 | 101
rajiuun’. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan
mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Al Baqarah 153 – 154)
Begitu juga dalam Dalam Surah Al-‘Asr Allah berfirman:

Demi masa.Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,Kecuali orang-orang


yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran
dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran).

Lebih jelasnya, akan kami sebutkan beberapa penyebutan ash-shabr dalam Al Qur’an dengan
uraian yang ringkas sebagai berikut:

1. Sabar Merupakan Perintah Mulia dari Rabb Yang Maha Mulia

AllahSWT berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman mohonlah pertolongan


(kepada Allah) dengan sabar dan shalat,..” (Al-Baqarah: 153) dalam ayat yang lain : “Wahai
orang-orang yang beriman bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu,…” (Ali Imran: 200) Isi
kandungan dari kedua ayat di atas menerangkan bahwa sabar merupakan perintah dari
Allah subhanahu wata’ala. Sabar termasuk ibadah dari ibadah-ibadah yang Allah subhanahu
wata’ala wajibkan kepada hamba-Nya. Terlebih lagi, Allah subhanahu wata’ala kuatkan
perintah sabar tersebut dalam ayat yang kedua. Barangsiapa yang memenuhi kewajiban itu,
berarti ia telah menduduki derajat yang tinggi di sisi Allah subhanahu wata’ala. Tidak
terkecuali Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, Allah subhanahu wata’la juga memerintah
beliau shalallahu ‘alaihi wasallam untuk memenuhi kewajiban ini, sebagaimana firman-Nya
(artinya): “Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Rabb mereka di
waktu pagi dan senja dengan mengharap Wajah-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling
dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia.” (Al Kahfi: 28)

dalam ayat lainnya (artinya): “Dan bersabarlah engkau dan tidaklah kesabaranmu itu
melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah bersedih terhadap (kekafiran)
mereka dan janganlah merasa sempit terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (An Nahl:
127) Jika Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai makhluk yang paling mulia
dan sempurna masih diperintah untuk bersabar, maka terlebih lagi bagi umatnya.

2. Larangan dari Lawan Kesabaran

P a g e 83 | 101
Allah subhanahu wata’ala juga melarang dari perbuatan yang meniadakan kesabaran.
Sebagaimana firman-Nya subhanahu wata’ala (artinya): “Dan janganlah kamu bersikap
lemah dan jangan pula kamu bersedih, padahal kamulah orang-orang yang tinggi
(derajatnya), jika kamu benar-benar orang beriman.” (Ali Imran: 139) Tidak terkecuali
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam pun juga dilarang
dari perbuatan yang meniadakan kesabaran, sebagaimana pada ayat di atas (An Nahl: 127).
Adanya larangan dari perbuatan-perbuatan yang bisa mengurangi atau menghilangkan
kesabaran menguatkan sifat perintah untuk bersabar. Sehingga sabar itu benar-benar
merupakan ibadah yang bersifat wajib bukan sebatas mustahab (anjuran saja).

3. Pujian Allah SWT terhadap Orang-Orang yang Bersabar

Allah subhanahu wata’ala memuji mereka sebagai orang-orang yang jujur dalam
keimanan Sebagaimana firman-Nya subhanahu wata’ala: “…, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar
(imannya). Dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 177) Dalam
kitab Madarijus Salikin 2/152 karya Al Imam Ibnul Qayyim, beliau mengutarakan bahwa ayat
yang semisal ini banyak dalam Al Qur’an. Sehingga keberadaan sabar dalam mengahadapi
ujian dan cobaan dari Allah subhanahu wata’ala itu benar-benar menjadi barometer keimanan
dan ketaqwaan kepada Allah subhanahu wata’la.

4. Mendapat Kecintaan dari Allah

subhanahu wata’ala Semua orang yang beriman berharap menjadi golongan orang-orang
yang dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala mengabarkan
kepada hamba-Nya bahwa golongan yang mendapatkan kecintaan-Nya adalah orang orang
yang sabar terhadap ujian dan cobaan dari Allah subhanahu wata’la. Sebagaimana
Allah subhanahu wata’ala tegaskan dalam firman-Nya (artinya):
“…, dan Allah itu mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

5. AllahSWT Bersama Orang-Orang yang Sabar

Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah


bersama dengan orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46) Yang dimaksud dengan Allah
P a g e 84 | 101
subhanahu wata’ala bersama orang-orang yang sabar
adalah penjagaan dan pertolongan Allah subhanahu wata’la selalu menyertai mereka. Bahkan
dalam ayat yang lain, Allah subhanahu wata’ala benar-benar menjamin penjagaan dan
pertolongan-Nya itu selalu bersama dengan orang-orang yang sabar. Sebagaimana firman-Nya
subhanahu wata’ala (artinya): “Ya, jika kamu bersabar dan bertaqwa, dan jika mereka
menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu
Malaikat yang memakai tanda.” (Ali Imran: 125) Sebagaimana pula diterangkan dalam hadits
berikut ini:

‫ص َر أ َ َّن َوا ْعلَ ْم‬


ْ َّ‫صب ِْر َم َع الن‬
َ ‫ال‬

Ketahuilah olehmu! Bahwasannya datangnya pertolongan itu bersama dengan kesabaran.”


(HR. At Tirmidzi, dari shahabat Ibnu ‘Abbasradhiallahu ‘anhuma)

6. Shalawat, Rahmat dan Hidayah Bersama Orang yang Sabar

Allahsubhanahu wata’ala senantiasa mencurahkan shalawat, rahmat dan hidayah-


Nya subhanahu wata’ala kepada orang-orang yang sabar. Karena jika mereka ditimpa ujian
dan cobaan dari Allah subhanahu wata’ala mereka kembalikan urusannya kepada Sang
Pencipta dan sekaligusnya Pemiliknya. Sehingga mereka berkata:

‫اجعُ ْونَ إهلَ ْي هه َوإهنَّا ه ِّله إهنَّا‬


‫َر ه‬

Sifat mulia yang dimiliki orang yang sabar ini dikisahkan oleh Allah subhanahu
wata’ala dalam firman-Nya (artinya): “(Orang-orang yang sabar itu) adalah bila mereka
ditimpakan musibah, seraya mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan
hanya kepada-Nya-lah kami kembali.’ Mereka itulah yang mendapat shalawat dan rahmat
dari Rabb mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat hidayah (petunjuk).”
(Al-Baqarah: 156-157)
Atas dasar ini, bila kita ditimpa musibah baik besar maupun kecil, dianjurkan mengucapkan
kalimat ini, yang dinamakan dengan kalimat istirja’ (pernyataan kembali kepada
Allah subhanahu wata’ala). Kalimat istirja’ akan lebih sempurna lagi jika ditambah
setelahnya dengan do’a yang diajarkan oleh baginda.

P a g e 85 | 101
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam:

‫ص ْيبَتِي فِي أ َ ِج ْرنِي اللَّ ُه َّم‬ ْ ُ‫اخل‬


ِ ‫ف ُم‬ ْ ‫ِم ْن َها َخي ًْرا ِلي َو‬

“Ya Allah, berilah ganjaran atas musibah yang menimpaku dan gantilah
musibah itu yang lebih baik bagiku.” Barangsiapa yang membaca kalimat istirja’ dan
berdo’a dengan do’a di atas niscaya Allah subhanahu wata’ala akan menggantikan
musibah yang menimpanya dengan sesuatu yang lebih baik. Sebagaimana hadits
riwayat Al Imam Muslim 3/918 dari shahabiyah Ummu Salamah radhiallahu’anha.
Suatu ketika Ummu Salamah ditinggal suaminya Abu Salamah yang mati syahid di
medan perang (jihad). Kemudian beliau mengucapkan do’a ini, sehingga
Allah subhanahu wata’ala memenuhi janji-Nya dengan memberikan pendamping
(jodoh) baginya dengan sebaik-baik pendamping yaitu Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam. Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala tidak akan mengingkari janji-
Nya.

7. Mendapatkan Ganjaran yang Lebih Baik dari Amalannya


Allah memberikan ganjaran bagi orang yang sabar melebihi usaha atau amalan yang
ia lakukan. Sebagaimana firman-Nya (artinya): “Dan sesungguhnya Kami memberi
balasan bagi orang-orang yang sabar dengan ganjaran yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan.” (An Nahl: 126) Dalam ayat lainnya, Allah subhanahu
wata’ala menjanjikan akan memberikan jaminan kepada orang yang sabar dengan
ganjaran tanpa hisab (tanpa batas). Sebagaimana firman-Nya (artinya): “Sesungguhnya
orang-orang yang bersabarlah yang akan dipenuhi ganjaran mereka tanpa batas.” (Az
Zumar: 10)

8. Mendapat Ampunan Dari Allah

Selain Allah subhanahu wata’ala memberikan ganjaran yang lebih baik dari amalannya
kepada orang yang sabar, Allah subhanahu wata’ala juga memberikan ampunan kepada
mereka. Allah subhanahu wata’la berfirman (artinya): “…, kecuali orang-orang
yang bersabar dan beramal shalih, mereka itulah yang akan mendapatkan ampunan dan
ganjaran yang besar.” (Hud: 11)

P a g e 86 | 101
BAB XII

Syariah :Wujud Kekuatan Spiritual

Menurut bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang
untuk minum. Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air mengalir atau datang
pada syari’ah. Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang
diturunkan untuk manusia.

Menurut Istilah adalah seruan dari pembuat hukum tentang perbuatan-perbuatan manusia.

Pembagian Syariah terbagi menjadi 3 ilmu yaitu ilmu tauhid,ilmu ahklaq dan ilmu fiqih

Ilmu Tauhid

Menurut bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah
mempercayai bahwa Allah itu esa. Secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala
kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam
Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.Ilmu tauhid terbagi 3 bagian yaitu
wajib,mustahil dan jaiz

Wajib :

Wajib dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan
akal bahwa sesuatu itu wajib atau tidak boleh tidak harus demikian hukumnya. Hukum wajib
dalam ilmu tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau
menggunakan dalil.

Mustahil :

Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari wajib. Mustahil dalam ilmu
tauhid berarti akal mustahil bisa menentukan dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu
harus demikian.

Hukum mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih
dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.

Jaiz:

P a g e 87 | 101
Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau
menghukum bahwa sesuatu benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya atau boleh
juga tidak demikian. Atau dalam arti lainya mungkin demikian atau mungkin tidak.

Ilmu akhlak

Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas seputar akhlak baik dan buruk serta sifat
terpuji dan tercela, berikut sifat-sifat yang harus diperkuat atau dihilangkan. Ilmu akhlak
berbicara tentang sifat-sifat, semisal kedermawanan atau kekikiran, keberanian atau
kepengecutan, yang muncul dan hilang berdasarkan ikhtiar kita atau yang dapat dikendalikan
manusia.

Dasar-dasar ilmu akhlak :

- Al-Quran : Merupakan firman Tuhan, sehingga tidak ada keraguan baginya untuk
dijadikan sebagai dasar atau asas.
- Al-Hadist : Nabi merupakan interpretasi yang hidup terhadap al-Qur’an.Karena segala
ucapan, perbuatan, dan penetapan. Maka Dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an dan al-
Hadits berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT.
- Al-Aqlu : Karena orang-orang yang tercerahkan sebelum datangnya al-Qur’an, apa
yang mereka jadikan dasar, tidak lain adalah akal mereka. Contohnya Phytagoras,
Anaximenes, Aristoteles, Plato, Socrates, Plotinus, dan beberapa filsuf lainnya mereka
tidak berpegang teguh kepada Al-Quran karena Al-Quran belum ada di zaman mereka.
Tapi mereka terkenal sebagai orang-orang yang bijak.

Tujuan ilmu akhlak :

Tujuan IIlmu Akhlak adalah untuk menyempurnakan prilaku manusia dengan menyodorkan
kebaikan. Tujuan Ilmu Akhlak adalah untuk mencapai tujuan hidup yang ideal.
Menyempurnakan iman

P a g e 88 | 101
Ilmu Fiqih

Fiqih menurut bahasa berarti faham. Dalam Al-Qur’an faham dimaksud dapat diartikan
pada faham agama. Tafaqquh fiddin disebutkan dalam QS At-Taubah ayat 122. Dalam hadits
disebutkan menurut riwayat al-Bukhori dan Muslim:

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At-Taubah : 122)

“Barangsiapa yang Allah menghendakinya baik, menjadikan orang itu faham dalam agama
(HR. Bukhori dan Muslim)

Tujuan ilmu fiqih :

- Untuk mencari kebiasaan faham dan pengertian dari agama Islam.


- Untuk mempelajari hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan kehidupan
manisia.
- Untuk memperdalam pengetahuan dalam hukum-hukum agama baik dalam bidang
aqidah, akhlak maupun dalam bidang ibadah dan muamalah.

Jadi, Syariah Islam adalah peraturan atau hukum-hukum agama yang diwahyukan kepada
nabi besar Muhammad SAW, yaitu berupa kitab suci Al-Qur’an, sunnah atau hadist nabi.
Syariah Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup
manusia dan kehidupan dunia ini. Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada
umat Islam dan umumnya pada seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat dan juga dapat terus menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam
menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek kehidupan. Jadi
sebaiknya kita sebagai umat islam dapat menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.

P a g e 89 | 101
BAB XIII

TAUBAT

Pengertian Taubat

Kata Taubat dalam bahasa arab adalah merupakan mashdar dari dari kalimat “taba-
yatuba-taubatan” yang artinya kembali.Sejalan dengan pengertian secara bahasa, taubat
menurut Al-Ghazali sebagaimana disebutkan dalam bukunya Zainul Bahri “Taubat adalah
kembali dari jalan yang menjauhkan diri dari Allah yang mendekatkan diri kepada syetan.
Selanjutnya, lebih rinci lagi Al-Junaid menyebutkan bahwa taubat itu memiliki tiga makna ;
pertama, menyesali kesalahan, kedua, berketetapan hati untuk tidak kembali kepada apa yang
telah dilarang Allah, dan ketiga, menyelesaikan atau membela orang yang teraniaya.

Al-Ghazali sebagaimana tersebut dalam buku “Ilmu Tasawuf” karangan Mukhtar


Solihin dan Rosihan Anwar, mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan :

1. Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan karena
takut kepada perintah Allah.

2. Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang lebih baik lagi. Dalam
tasawuf keadaan ini sering disebut dengan “inabah”.

3. rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada
Allah, hal ini disebut “aubah”.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa taubat adalah amalan seorang
hamba untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa yang kemudian ia kembali
kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran yang diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan
menjauhi segala larangannya) dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan, dan tidak akan
mengulanginya lagi.

Taubat merupakan hal yang wajib dilaksanakan dari setiap dosa-dosa, maka jika
maksiat (dosa) itu hanya antara ia dengan Allah, tidak ada hubungan dengan manusia.

Allah berfirman dalam QS. Ali-Imran : 135 :

P a g e 90 | 101
‫ُص ُّروا‬ َ ُ‫َّللاَ فَا ْست َ ْغفَ ُروا ِلذُنُو ِب ِه ْم َو َم ْن َي ْغ ِف ُر الذُّن‬
َّ ‫وب ِإ ََّل‬
ِ ‫َّللاُ َو َل ْم ي‬ َ ُ‫ظلَ ُموا أ َ ْنف‬
َّ ‫س ُه ْم ذَك َُروا‬ َ ‫شةً أ َ ْو‬ ِ َ‫َوالَّذِينَ ِإذَا فَ َعلُوا ف‬
َ ‫اح‬
َ‫َعلَى َما َف َعلُوا َو ُه ْم َي ْعلَ ُمون‬

Dalam QS. An-Nur : 31

Ada beberapa syarat sah atau diterimanya taubat, yaitu :

1. Harus menghentikan maksiat.

2. Harus menyesal atas perbuatan yang telah terlanjur dilakukannya.

3. Niat bersungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan itu kemali. Dan apabila
dosa itu ada hubungannya dengan hak manusia maka taubatnya ditambah dengan syarat
keempat, yaitu :

4. Menyelesaikan urusan dengan orang yang berhak dengan minta maaf atas kesalahannya
atau mengembalikan apa yang harus dikembalikannya.

Tingkatan Taubat

Mengenai tingkatan taubat, Zainul Bahri menyebutkan dalam bukunya mengutip dari
pendapat Al-Sarraj, taubat terbagi kepada beberapa bagian ;

1. Taubatnya orang-orang yang berkehendak (muriddin), para pembangkang (muta’aridhin),


para pencari (thalibin), dan para penuju (qashidin).

2. Taubatnya ahli hakikat atau khawash (khusus). Yakni taubatnya orang-orang yang ahli
hakikat, yakni mereka yang tidak ingat lagi akan dosa-dosa mereka karena keagungan Allah,
telah memenuhi hati mereka dan mereka senantiasa ingat (dzikir) kepadanya.

3. Taubatnya ahli ma’rifat, dan kelompok istimewa. Pandangan ahli ma’rifat, wajidin (orang-
orang yang mabuk kepada Allah), dan kelompok istimewa tentang pengertian taubat adalah
engkau bertaubat (berpaling) dari segala sesuatu selain Allah.

Terlepas dari mengenai tingkatan taubat, perlu diketahui bahwa taubat yang
diperintahkan kepada orang-orang mukmin adalah taubat an-nasuha, seperti yang disebutkan
dalam firman Allah : QS. At-Tahrim : 8

P a g e 91 | 101
Taubatan Nasuha artinya taubat yang sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu
menghapus dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kekusutan orang yang bertaubat,
menghimpun hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukannya.

Muhammad bin Ka’ab al-Qurthuby berkata : “Taubatan nasuha menghimpun empat


perkara ; memohon ampun dengan lisan, membebaskan diri dari dosa dengan badan, tekat
untuk kembali melakukannya lagi dengan sepenuh perasaan dan menghindari teman-teman
yang buruk.

Taubat yang Diterima dan Taubat yang Tidak Diterima

Siapa yang bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha dan menghimpun semua
syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka bias dipastikan bahwa taubatnya diterima oleh
Allah.

Namun diantara ulama ada yang mengatakan, diterimanya taubat itu belum bisa
dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang yang bertaubat ada di bawah kehendak Allah
sekalipun ia sudah bertaubat. Mereka berhujjah dengan firman Allah dalam QS. An-Nisa : 48

Pendapat lain mengatakan bahwa, seseorang yang telah melakukan taubat hakiki jika
dia benar-benar telah berpaling dan kembali dari dosa-dosa menuju kebajikan dan petunjuk.
Apabila berpaling dari dosa dilakukan dengan kesungguhan dan bukan semata-mata karena
menyaksikan hukuman, dengan kekuasaan dan rahmat-Nya Allah Swt akan menerima
taubatnya. Hal ini ditilik dari janji dan Sunnatullah yang berlaku pada makhluknya, Allah Swt
berfirman dalam QS. Asy-Syura : 25

Ada dua macam taubat yang tidak akan diterima, yaitu :

Yang pertama taubat atas kesalahan yang dilakukan di dunia tatkala hukuman telah
mengenai dirinya. Sesungguhnya dalam keadaan ini tampak seolah-olah dia bertaubat, padahal
tidak demikian. Allah Awt berfirman dalam QS. Al-Mukmin : 84-85 :

Yang kedua adalah taubat yang dilakukan seorang hamba di akhirat kelak. Ketika
seorang hamba telah sampai kea lam akhirat, maka taubat dan penyesalannya tidak berguna
lagi. Taubat itu tidak diterima lagi bukan hanya karena ketika itu hukuman balasan telah
P a g e 92 | 101
BAB XIV

TAQWA

Pengertian Taqwa

Secara etimologis , kata “taqwa” berasal dari bahasa arab taqwa. Kata taqwa memiliki kata
dasar waqa yang berarti menjaga, melindungi, hati-hati, waspada, memerhatiakn, dan
menjauhi. Adapun secara terminologis, kata “taqwa” berarti menjalankan apa yang
diperintahankan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.

Para penerjemah Al-Qur’an mengartikan “taqwa” sebagai kepatuhan, kesalihan, kelurusan,


perilaku baik, teguh melawan kejahatan, dan takut kepada Tuhan.Allah swt berfirman:

(Q.S.Ali Imran [3]:102)

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa
kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.

Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu
dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-
perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan melakukan kejahatan pada orang
lain, diri sendiri dan lingkungannya.

Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam
agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala
pekerjaan seorang muslim.

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah
menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau
rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari,
sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada
Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang
diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka
itu adalah kebaikan di atas kebaikan.
P a g e 93 | 101
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang
datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan
tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap
kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada
Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah
keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-
’Abbad hafizhahullah

Makna Taqwa

Dalam Al-Quran hanya terdapat satu ayat yang secara eksplisit menyebut kata haqiq
(haqiqat), tapi ada 227 ayat yang tafsirnya lain, akan tetapi memiliki hakikat yang sama dengan
hakikat. Diantaranya :

1. “Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa


kepada-Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama islam”
(Q.S. Ali Imran 102).

2. “Apa yang telah kami ciptakan itulah yang benar, yang datang dari tuhanmu, karena itu
janganlah kamu termasuk orang yang ragu-ragu” (Q.S. 3:60).

3. “Sesungguhnya manusia betul-betul berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang


beriman dan beramal shaleh, dan saling menasehati tentang haq (kebenaran) dan kesabaran”.
(Q.S. Al-‘Ashri : 1-3).

Mayoritas ulama tafsir berpendapat, ayat pertama di atas mansukh (dihapus), atau tabdil
(hukumnya diubah) dengan ayat “fattaqullah mastatha’tum” (bertaqwalah kepada Allah sesuai
kesanggupanmu) (Q.S. Al-Taghabun: 16).

P a g e 94 | 101
BAB XV
AKHLAK

PengertianAkhlak

Kata “akhlak” (Akhlaq) berasal dari bahasa Arab,merupakan bentuk jamak dari ”khuluq”
yang menurut bahasa berarti budi pekerti,perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata tersebut
mengandung segi persesuaian dengan kata”khalq” yang berarti kejadian.Ibnu ‘Athir
menjelaskan bahwa khuluq adalah gambaran batin manusia yang sebenarnya (yaitu jiwa dan
sifat-sifat batiniah),sedang khalq merupakan gambaran bentuk jasmaninya (raut muka, warna
kulit,tinggi rendah badan, dan lain sebagainya). Kata khuluq sebagai bentuk tunggal dari
akhlak, tercantum dalam Al-quran surah Al-Qalam(68):4, yang artinya:”Sesungguhnya engkau
(Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung” Kata akhlak juga dapat kita temukan
dalam hadis yang sangat populer yang diriwayatkan oleh Imam Malik, yang
artinya:”Bahwasanya aku (Muhammad) diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan
akhlak mulia”;. Secara terminologis, terdapat beberapa definisi akhlak yang dikemukakan oleh
para ahli. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai”kehendak yang dibiasakan”. Imam Al-
Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan”. Sedangkan Abdullah Darraz mengemukakan bahwa akhlak adalah “suatu
kekuatan dalam kehendak yang mantap yang membawa kecendrungan kepada pemilihan pada
pihak yang benar (akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (akhlak yang
buruk)”. Selanjutnya menurut Abdullah Darraz,perbuatan-perbuatan manusia dapat
dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila memenuhi dua syarat, yaitu :

1. Perbuatan perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga
menjadi suatu kebiasaan bagi pelakunya.
2. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan jiwanya, bukan karena adanya
tekanan dari luar,seperti adanya paksaan yang menimbulkan ketakutan atau bujukan
dengan harapan mendapatkan sesuatu.

Disamping istilah “akhlak”,kita juga mengenal istilah “etika” dan ‘moral”. Ketiga istilah
itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk dari sikap dan perbuatan
manusia.Perbedaannya terletak pada standar masing-masing.Akhlak standarnya adalah Al-
P a g e 95 | 101
Qur’an dan Sunnah.Sedangkan etika standarnya pertimbangan akal pikiran,dan moral
standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat

1. Etika

Perkataan etika berasal dari bahasa yunani ethos yang berarti adat kebiasaan.Di dalam
kamus istilah pendidikan dan umum dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang
mengajarkan keluhuran budi (baik dan buruk). Menurut Dr. H. Hamzah ya’qub “ etika adalah
ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran”.( Asmaran, 1992: 7). Etika
menurut Ki Hajar Dewantara“ etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan
keburukan di dalam hidup manusia semuanya”. (Saputra, 2004: 59).

2. Moral

Perkataan moral berasal dari bahasa Latin mores yaitu jamak dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah baik buruk
perbuatan dan perkataan. Moral merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan
terhadap aktivitas manusia dengan nilai atau hukum baik dan buruk.Perbedaan antara moral
dan etika yaitu, etika lebih banyak bersifat teoritis sedangkan moral lebih banyak bersifat
praktis.Etika memandang tingkah laku manusia saecara umum, sedangkan moral secara lokal.
Moral menyatakan ukuran, sedangkan etika menjelaskan ukuran itu.(Asmaran, 1992: 8-9).

3. Kesusilaan

Kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Susila berasal
dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su yang berarti baik, bagus dan sila berarti dasar,
prinsip, peraturan hidup atau norma. Didalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan,
susila berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya dan kesusilaan sama dengan kesopanan.
Kata susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik.Orang susila
adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang asusila adalah orang yang
berkelakuan buruk.

P a g e 96 | 101
KONSEP AKHLAK

Dari beberapa pengertian tersebut diatas,dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tabiat
atau sifat seseorang,yakni keadaan jiwa yang telah terlatih,sehinnga dalam jiwa tersebut benar-
benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan
spontan,tanpa dipikirkan dan diangan-angankan terlebih dahulu. Hal itu tidak berarti bahwa
perbuatan tersebut dilakukan dengan tidak sengaja atau tidak dikehendaki.Hanya saja karena
yang demikian itu dilakukan berulang-ulang sehingga sudah menjadi kebiasaan,maka
perbuatan itu muncul dengan mudah tanpa dipikir dan dipertimbangkan lagi. Sebenarnya
akhlak itu sendiri bukanlah perbuatan,melainkan gambaran batin (jiwa) yang tersembunyi
dalam diri manusia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa akhlak adalah nafsiyah (sesuatu
yang bersifat kejiwaan/abstrak),sedangkan bentuknya yang kelihatan berupa tindakan
(mu’amalah) atau tingkah laku (suluk) merupakan cerminan dari akhlak tadi. Seringkali suatu
perbuatan dilakukan secara kebetulan tanpa adanya kemauan atau kehendak,dan bisa juga
perbuatan itu dilakukan sekali atau beberapa kali saja,atau barangkali perbuatan itu dilakukan
tanpa disertai ikhtiar (kehendak bebas) karena adanya tekanan atau paksaan. Maka perbuatan-
perbuatan tersebut diatas tidak dapat dikategorikan sebagai akhlak. Sebagai contoh, seseorang
tidak dapat dikatakan berakhlak dermawan,apabila perbuatan memberikan hartanya itu
dilakukan hanya sekali atau dua kali saja,atau mungkin dia memberikan itu karena terpaksa
(disebabkan gengsi atau dibawah tekanan) yang sebenarnya dia tidak menghendaki untuk
melakukannya,atau mungkin untuk memberikan hartanya itu dia masih merasa berat sehingga
memerlukan perhitungan dan pertimbangan.Padahal factor kehendak ini memegang peranan
yang sangat penting,karena dia menunjukkan adanya unsur ikhtiar dan kebebasan,sehingga
suatu perbuatan bisa disebut perbuatan akhlak.

URGENSI AKHLAK DALAM KEHIDUPAN

Aspek – aspek ajaran islam, baik aqidah, ibadah mu’amalah bagi setiap muslim ketiganya
merupakan aspek – aspek yang bersifat taklifi (kewajiban) yang harus dilaksanakan. Sejarah
membuktikan bahwa semua aspek ajaran tersebut tidak dapat terlaksana tanpa adanya akhlak
yang baik.Dari sini dapat dipahami bahwa akhlak merupakan pilar yang sangat penting dalam
Islam.Akhlak yang mulia adalah pertanda kematangan iman serta merupakan kunci kesuksesan
hidup di dunia dan akhirat. Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir diutus oleh Allah untuk
mengemban misi penyempurnaan akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi
P a g e 97 | 101
ِ ‫“ ٳ َّن َمابُ ِعثْت ُ ِِلُت َِم َم َمك‬Aku diutus untuk
yang terdahulu.Beliau bersabda : ‫َار َم ْاأل َ ْخالَقِرواهأحمدوالبيهقى‬
menyempurnakan akhlak manusia.” (HR. Ahmad dan Baihaqi) Apakah Rasulullah diutus
hanya untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak?Tentu tidak hanya itu saja, tetapi pada
dasarnya syariat yang dibawa para Rasul bermuara pada pembentukkan akhlak mulia. Berbagai
ritual diperintahkan Allah melalui para Nabi dan Rasul, ternyata banyak bermuara pada
pembentukkan akhlak, seperti dalam perintah Shalat sebagai berikut : “Bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar dan Sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Ankabut:45) Ayat tersebut secara jelas
menyatakan, bahwa muara dari ibadah Shalat adalah terbentuknya pribadi yang terbebas dari
sikap keji dan munkar, pada hakikatnya adalah terbentuknya manusia berakhlak mulia, bahkan
jika kita telusuri proses Shalat selalu dimulai dengan berbagai persyaratan tertentu, seperti
bersih badan, pakaian dan tempat, dengan cara mandi dan wudhu, Shalat dipersiapkan untuk
membentuk sikap manusia selalu bersih, patuh, tata peraturan, dan melatih seseorang untuk
tepat waktu. Selanjutnya, akhlak juga dapat menentukan beriman atau tidaknya
seseorang,“demi Allah ia tidak beriman, demi Allah ia tidak beriman, demi Allah ia tidak
beriman. Para sahabat bertanya, siapakah mereka wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab:
orang yang tidak menyimpan rahasia kejelekan tetangganya (H. R. Muslim). Hadits tersebut
secara nyata mengandung arti bahwa orang yang berakhlak buruk kepada tetangganya oleh
Rasulullah dianggap tidak beriman, selama ini mungkin kita menganggap perbuatan jahat kita
kepada orang lain atau tetangga sebagai sesuatu yang biasa, sesuatu yang tidak akan
berpengaruh pada eksistensi keimanan, padahal kalau kita mengetahui, ternyata berakhlak jelek
sangat besar pengaruhnya terhadap keimanan. Bahkan manusia paling jelek di sisi Allah pada
hari kiamat adalah manusia berakhlak jelek. ” sesungguhnya manusia paling jelek disisi Allah
pada hari kiamat adalah seseorang yang ditinggalkan orang lain, karena menghindari
kejelekannya.” (H.R. Bukhari). Sebaliknya orang yang paling dicintai oleh Rasulullah adalah
yang paling baik akhlaknya, “sesungguhnya orang yang paling aku cintai dia yang paling dekat
tempat duduknya pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (H.R. At-
Tirmidzi). Ternyata orang mukmin yang sempurna imannya bukan karena banyak ibadahnya,
tetapi yang baik akhlaknya, “orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang
paling baik akhlaknya.” (H.R. Abu Daud). Demikian juga orang bertakwa dan berakhlak mulia
dijamin masuk syurga,” penyebab utama masuknya manusia ke syurga, karena bertakwa
kepada Allah dan kemuliaan akhlaknya.” (H. R. Tirmidzi). Manusia mempunyai kecendrungan
P a g e 98 | 101
untuk berbuat baik dan buruk. Biasanya orang bertakwa akan berbuat dan bersikap baik dan
mengutamakan akhlak mulia, perbuatan baik merupakan wujud kemuliaan akhlaknya,
sedangkan perbuatan baik akan menghapus perbuatan-perbuatan buruk. Pencerminan diri
seseorang juga sering digambarkan melalui tingkah laku atau akhlak yang ditunjukkan. Bahkan
akhlak merupakan perhiasan diri bagi seseorang karena orang yang berakhlak jika
dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu sangat jauh perbedaannya.

FAKTOR-FAKTOR KERUNTUHAN AHLAK

1. lingkungan sosial
Faktor lingkungan sosial banyak mempengaruhi pembentukan peribadi seseorang.
Antaranya ialah :

 Individu yang hidup dalam keluarga yang tidak mengamalkan cara hidup yang
berakhlak, maka jiwanya akan terdidik dengan tingkah laku, tutur kata dan gaya hidup
yang tidak baik.

 Kehadiran teknologi canggih dalam media massa sama ada bercetak atau elektronik
juga sedikit sebanyak memberi kesan dalam pembentukan akhlak seseorang yaitu
melalui adegan-adegan ganas dan berunsur seks yang boleh merosakkan jiwa mereka.

 Pengaruh rakan sebaya dan masyarakat sekeliling juga merupakan faktor yang
membentuk keperibadian dan akhlak seperti tingkah laku, tutur kata dan cara bertindak.

 Permasalahan keluarga yang melibatkan ibu bapa contohnya pergaduhan dan


perceraian boleh membawa kepada permasalahan sosial seperti lari dari rumah,
menyertai rakan sebaya mahupun kumpulan yang rosak akhlaknya sehingga membawa
kepada pergaulan bebas, perzinaan, pengambilan dadah, pelacuran (bohsia) dan
seumpamanya.

 Budaya masyarakat yang cenderung ke arah liberalisme juga membawa masyarakat


kini mudah terjebak dengan budaya rock, rap, lepak dan seumpamanya.

2. Nafsu

P a g e 99 | 101
Nafsu adalah anugerah Allah swt kepada manusia dan nafsu juga adalah musuh sebati
dengan diri manusia yang melaksanakan hasrat nafsu manusia. Manusia yang terlalu menurut
kehendak nafsunya akan terdorong untuk melakukan keburukan. Seandainya nafsu tidak dapat
dikawal, sudah asti boleh menghilangkan maruah diri, agama dan nilai budaya sesebuah
masyarakat dan membawa kepada kemungkaran sebagaimana berlaku dalam masyarakat kini.

3. Syaitan
Satu lagi musuh ghaib yang sentiasa mendampingi manusia dengan memperalatkan nafsu
manusia iaitu syaitan. Fungsi syaitan adalah sebagai agen perosak akhlak manusia berlaku
sejak Nabi Adam a.s. dan berterusan hingga ke hari kiamat.

Kesimpulannya setiap manusia yang hidup terpaksa menghadapi ujian dan cubaan hidup dalam
usaha melatih diri menjadi manusia yang berakhlak dan bersedia menghadapi segala rintangan.

CARA-CARA MENGATASI DAN MEMEPERBAIKI AKLAK DALAM ISLAM

 Menguatkan nilai-nilai aqidah dan keimanan dalam jiwa.

 Mengawal pancaindera daripada melihat atau mendengar perkara-perkara yang


membangkitkan atau menguatkan syahwat dan hawa nafsu yang menjadi punca segala
sifat buruk dan keji.

 Mempelajari huraian atau penjelasan al-Quran dan Hadith serta penafsirannya oleh para
ulama mengenai akhlak terpuji untuk membersihkan jiwa.

 Melatih diri membiasakan perbuatan-perbuatan baik seperti ibadah berupa solat, puasa
dan lain-lain dan menjauhkan diri daripada segala perbuatan buruk dan keji.

 Berkawan dan berjiran dengan orang-orang yang berakhlak mulia kerana kawan atau
jiran memberi kesan atau pengaruh dalam pembinaan akhlak seseorang.

 Mempelajari kehidupan para nabi, sahabat, ulama atau auliya dan menjadikan
kehidupan mereka sebagai contoh teladan dalam kehidupan kita.

 Dalam segala tindak tanduk kita hendaklah sentiasa mengikuti dan menggunakan akal
fikiran dan janganlah mengikut perut dan hawa nafsu kita.

P a g e 100 | 101
 Sentiasa berdoa memohon bantuan Allah swt agar dilengkapkan diri dengan akhlak
yang mulia dan mendapatkan perlindungan daripada perkara-perkara yang tidak
diingini.

CIRI-CIRI AHLAK ISLAM

 Islam menyeru agar manusia menghiasi jiwa dengan akhlak yang baik dan menjauhkan
diri dari akhlak yang buruk. Yang menjadi ukuran baik dan burukna adalah syarak, iaitu apa
yang diperintahkan oleh syarak, itulah yang baik dan apa yang dilarang oleh syarak itulah yang
buruk.

 Lingkungan skop akhlak Islam adalah luas meliputi segala perbuatan manusia dengan
Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan makhluk selain manusia.

 Islam menghubungkan akhlak dengan keimanan. Orang yang paling sempurna


keimanannya ialah orang yang paling baik akhlaknya.

 Adanya konsep balasan dan ganjaran pahala atau syurga oleh Allah dan sebaliknya orang
yang berakhlak buruk akan mendapat dosa atau disiksa dalam neraka.

JALAN-JALAN PEMBENTUK AHLAK MULIA

Akhlak adalah sesuatu perilaku yang boleh diubah dan dibentuk, contohnya Saidina Umar
al-Khattab, sebagaimana keadaan beliau semasa berada di zaman jahiliyyah berbanding
keadaannya sesudah memeluk agama Islam. Dari sini dapat disimpulkan bahawa akhlak
merupakan sesuatu yang semulajadi tetapi ianya perlu dibentuk. Terdapat beberapa cara untuk
membentuk dan membina akhlak mulia. Antara cara-cara itu ialah melalui :

1. Pendidikan Iman sebagai Asas Akhlak

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencorak manusia menjadi seseorang
yang beriman. Iman adalah asas kepada akhlak Islam. Tidak akan sempurna iman seseorang
jika tidak disertai oleh akhlak yang baik. Contohnya dengan melaksanakan segala perintah
Allah yang berupa ibadah kerana kesemua perintah Allah tersebut bertujuan untuk
membersihkan diri dan menyuburkan jiwa manusia dengan sifat-sifat terpuji.

P a g e 101 | 101
Lantaran itu setiap ayat al-Quran menyeru manusia berbuat baik dan mencegah manusia
daripada melakukan perbuatan mungkar. Biasanya didahului dengan panggilan "Wahai orang-
orang yang beriman" kemudian barulah diikuti dengan perintah atau larangan. Iman yang
teguh tetap memerlukan akhlak yang teguh. Jika berlaku kemerosotan akhlak di kalangan
manusia, puncanya adalah kelemahan iman dan tertakluk kepada kefasikan atau kejahatan yang
dilakukan oleh seseorang.

Pendidikan iman bolehlah disimpulkan sebagai suatu pemulihan tenaga keimanan


seseorang supaya dapat mempertahankan diri manusia daripada segala kerendahan dan
keburukan serta dapat mendorong manusia ke arah kemuliaan.

2. Melalui Latihan dan Bimbingan Pendidik Berkualiti

Pendidikan yang diberikan itu hendaklah bermula dari rumah yang ditangani oleh ibu bapa.
Selepas itu barulah berpindah ke peringkat sekolah hingga ke pusat pengajian tinggi bagi
pendidikan berbentuk formal. Ibu bapa seharusnya mempunyai keperibadian dan akhlak yang
mantap sebagai pendidik dan pembinbing seperti lemah lembut dalam pertuturan, pergaulan,
sabar, lapang dada, istiqamah, berwawasan dan seumpamanya.

3. Mengambil Rasulullah saw Sebagai Contoh

Rasulullah adalah contoh teladan dan ikutan yang paling tepat bagi semua peringkat
kehidupan. Bersesuaian dengan itu, Allah swt telah berfirman bahawa Nabi Muhammad saw
diutuskan kepada manusia untuk menyempurnakan akhlak di kalangan mereka. Firman Allah
yang bermaksud : "Demi sesungguhnya bagi kamu pada diri Rasulullah saw itu contoh ikutan
yang baik bagi orang-orang yang sentiasa mengharapkan keredhaan Allah dan balasan baik
di hari akhirat serta sentiasa menyebut dan memperingati Allah dalam masa senang dan
susah." Contoh-contoh akhlak Rasulullah saw :

1. Akhlak Rasulullah saw dengan Allah swt

 Mengabdikan diri setiap detik dan masa kepada Allah dengan penuh kepatuhan, ketaatan,
kecintaan dan kesyukuran yang tidak berbelah bagi terhadap Allah di samping redha dengan
apa yang telah ditentukan oleh Allah kepadanya.

P a g e 102 | 101
 Melaksanakan kewajipan yang wajib atau difardhukan serta amalan-amalan sunat seperti
bangun malam mengadakan Qiyamullail, berpuasa sunat, zikir, istighfar, doa, tasbih, tahmid
dan sebagainya.

2. Akhlak Rasulullah saw dengan sesama manusia

 Akhlak Rasulullah saw meliputi aspek kekeluargaan, soaial, ekonomi, politik dan
sebagainya. Dari aspek kekeluargaan, Rasulullah saw berjaya mewujudkan suasana yang
harmoni dan Rasulullah saw pernah bersabda : "Rumahku adalah syurgaku."

 Rasulullah saw merupakan seorang yang bertanggungjawab, sentiasa memberi kasih


sayang, berlemah lembut dan bertolak ansur terhadap semua ahli keluarganya.

 Rasulullah saw juga selalu berbincang dengan para sahabat dan menghargai pandangan
yang diberikan oleh mereka.

 Begitu juga akhlak dan sikap Rasulullah saw terhadap orang bukan Islam iaitu
menghormati mereka, bersopan santun dan memberi haknya kepada mereka terutama dari segi
kejiranan. Contohnya kisah baginda dengan seorang wanita Yahudi (jirannya) yang akhirnya
wanita Yahudi tersebut telah memeluk Islam atas keprihatinan, kesabaran dan kemuliaan
akhlak yang ditonjolkan oleh Rasulullah saw.

3. Akhlak Rasulullah saw dengan makhluk lain.

 Rasulullah saw begitu peka dan prihatin terhadap makhluk yang lain seperti haiwan,
tumbuha-tumbuhan dan alam sekitar.

 Rasulullah saw menasihati umatnya supaya berlaku ihsan kepada haiwan dan binatang
ternakan serta tidak menzalimi atau menyiksa mereka. Demikian juga tumbuh-tumbuhan dan
alam sekitar.

P a g e 103 | 101

Anda mungkin juga menyukai