Anda di halaman 1dari 7

PERBUATAN TUHAN

DAN PERBUATAN MANUSIA

Ai Wisda Sobandi & Muhammad Fariz Firdaus


Sekolah Tinggi Agama Islam Sukabumi
Jl. Lio Balandongan Sirnagalih (Beugeg) no 74
Cikondang Kota Sukabumi
Email: aiwisdasobandi811@gmail.com.
Muhammadfarizfirdaus92@gmail.com

ABSTRAK
Perbuatan manusia merupakan salah satu kajian
menarik dan terpenting dalam teologi Islam. Selain itu
perbuatan manusia juga berkaitan dengan kebebasan yang
telah diberikan Allah kepadanya. Dalam membicarakan
persoalan perbuatan manusia telah terdapat perbedaan
pendapat para mutakallimin. Perbedaan ini sesuai dengan
sudut pandang masing-masing. Namun secara prinsip semua
aliran teologi tetap berada dalam lingkup ajaran Islam,
walaupun terdapat perbedaan pendapat, tetapi mereka tidak
keluar dari ajaran al-Qur’ân. Menurut aliran Mu’tazilah,
menusia memiliki kebebasan dalam berbuat dan
berkehendak. Segala perbuatan yang dilakukan manusia
adalah murni perbuatan manusia sendiri. (Syam, 2018).

PENDAHULUAN
Menurut Sirajuddin (2001: 227-229) , hampir seluruh
orang Mu’tazillah, terutama kelompok Qadariyah,
memfatwakan bahwa semua perbuatan manusia diciptakan
oleh manusia sendiri, bukan oleh Allah Subhanahu wata’ala.
Allah menurut mereka, tidak memiliki sangkut-paut dengan
pekerjaan manusia dan apa yang diperbuat manusia tidak
diketahui Allah sebelumnya. Namun demikian, Allah
mengetahui perbuatan tersebut setelah manusia
melakukannya. Dengan demikian, Allah pada waktu sekarang
tidak lagi bekerja karena kodrat-Nya telah diberikan kepada
manusia sehingga Dia hanya melihat dan memerintahkan
saja.
Kalau manusia mengerjakan perbuatan yang baik,
baik pula pahala yang diberikan oleh Allah kepadanya karena
ia telah memakai kodrat yang diberikan Tuhan sebaik-
baiknya. Sebaliknya manusia akan memperoleh hukuman
seandainya kodrat yang diberikan tuhan kepadanya tidak
dipakai sebagaimana mestinya
PEMBAHASAN
Untuk memperkuat pendiriannya, kelompok Qadariyah
mengemukakan dalil-dalil, baik akal maupun naql. Secara
akal, mereka berargumentasi bahwa seandainya perbuatan
manusia sekarang ini dijadikan oleh Tuhan, mengapa mereka
diberi pahala kalau berbuat baik dan disiksa kalau berbuat
maksiat, padahal yang membuat atau menciptakan
perbuatannya itu adalah Allah Ta’ala, Jika demikian
keadaannya, menurut mereka Tuhan itu tidak adil.
Dalil-dalil naql yang dikemukakan oleh kelompok Qadariyah
adalah ayat-ayat Al-Quran yang juga ditafsirkan oleh mereka
sendiri, sebagai berikut:

 Q.S Ar-Ra’d 13:11

‫ِا َّن اهّٰلل َ اَل يُ َغرِّي ُ َما ِب َق ْو ٍم َحىّٰت يُ َغرِّي ُ ْوا َما اِب َنْ ُف ِسه ِْم‬

Artinya : sesungguhnya Allah tidak akan mengubah


keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan
diri mereka sendiri (Q.S Ar-ra’d 13:11)
Berdasarkan tafsiran mereka terhadap ayat diatas,
bahwa tuhan tidak bisa atau tidak mampu mengubah nasib
atau keadaan manusia, kecuali kalau mereka sendiri
mengubah nasib atau keadaannya. Kekuasaan tuhan dalam
soal ini tidak ada lagi karena sudah diberikan kepada
manusia.
 Q.s Al-kahf 18: 29
‫فَ َم ْن َش ۤا َء فَلْ ُيْؤ ِم ْن َّو َم ْن َش ۤا َء فَلْ َي ْك ُف ْ ۚر‬
Artinya : barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah
dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah
dia kafir.. (Q.S Al-Kahf 18:29)
Ayat ini menyatakan bahwa iman dan kafir dari
seseorang bergantung pada orang itu sendiri, bukan lagi
bergantung pada Tuhan. Hal ini membuktikan bahwa
manusialah yang menentukan, bukan tuhan.
Fatwa kaum Qadariyah ini ditentang oleh kelompok
Ahlus Sunnah karena bertentangan dengan hadis dan ayat-
ayat Al-Quran serta salah dalam berlogika mengenai keadilan
tuhan, bahkan keliru dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran
tersebut.Argumentasi yang dikemukakan oleh kelompok
Ahlus Sunnah adalah sebagai berikut.
 Q.S Ash-Shafat 37:96

َ ُ‫َواهَّلل ُ َخلَ َقمُك ْ َو َما تَ ْع َمل‬


‫ون‬
Artinya: padahal Allah lah yang menciptakan kamu
dan apa yang kamu perbuat (Q.S Ash-Shafat 37:96).
Ayat diatas menunjukkan bahwa yang menjadikan
manusia dan yang menjadikan pekerjaan yang dilakukan
manusia adalah Tuhan, bukan manusia.
 Q.S An-nisa 4:78
‫هْب ُ ْم‬1‫ة ۗ َوا ِْن ت ُِص‬1ٍ َ‫ر ْوجٍ ُّم َش َّيد‬1ُ 1ُ‫َايْنَ َما تَ ُك ْون ُْوا يُدْ ِر ْكمُّك ُ الْ َم ْو ُت َولَ ْو ُك ْنمُت ْ يِف ْ ب‬
‫وا هٰ ِذهٖ ِم ْن‬1ْ ُ‫يَِّئ ٌة ي َّ ُق ْول‬1‫هْب ُ ْم َس‬1‫ ِد اهّٰلل ِ ۚ َوا ِْن ت ُِص‬1‫َح َسنَ ٌة ي َّ ُق ْولُ ْوا ٰه ِذهٖ ِم ْن ِع ْن‬
‫و َن‬1ْ 1ُ‫و ِم اَل يَاَك د ُْو َن ي َ ْف َقه‬1ْ 1‫ُؤ اَل ۤ ِء الْ َق‬1ٓ‫الِ ٰه‬11‫ِع ْن ِدكَ ۗ قُ ْل لُك ٌّ ِّم ْن ِع ْن ِد اهّٰلل ِ ۗ فَ َم‬
‫َح ِديْثًا‬
Artinya : “jika mereka memperoleh kebaikan,
mereka menyatakan, ‘ini dari sisi Allah’ dan jika
mereka ditimpa suatu keburukan mereka mengatakan,
‘ini dari engkau Muhammad’. ‘Katakanlah semuanya
(datang) dari sisi Allah.’ Maka mengapa orang-orang
itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan (sedikit pun)?”
Ayat ini jelas sekali menyatakan bahwa segala
sesuatu baik ataupun buruk datang dari Tuhan atau
sudah dalam takdir Tuhan. Sebagian kaum Qadariyah
memfatwakan bahwa semua pekerjaan manusia yang
baik adalah diciptakan Tuhan, tetapi pekerjaan
manusia yang buruk dan perbuatan maksiat, orang itu
sendirilah yang menciptakannya, tidak ada sangkut
pautnya dengan Tuhan.
SIFAT-SIFAT TUHAN
Kaum Mu’tazillah mengatakan bahwa Tuhan
tidak memiliki sifat. Tuhan mendengar, melihat, dan berkata
dengan Zat-Nya bukan degan sifat-Nya. Inilah konsep tauhid
sebenarnya menurut mu’tazilah sebab seandainya Tuhan
menggunakan sifat-Nya untuk melakukan semua aktifitas
diatas, itu berarti Tuhan itu dua, yakni Zat dan Sifat.
Penegasan sifat bagi Tuhan dari kelompok
mu’tazilah ini bertentangan dengan paham Ahlus
Sunnah yang mengatakan bahwa tuhan mempunyai
sifat, bukan hanya satu atau dua melainkan banyak
sekali. Ada sifat yang wajib ada pada Tuhan, ada
yang mustahil (tidak mungkin) pada Tuhan , dan ada
yang boleh atau jaiz ada pada Tuhan.

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
TUHAN TERHADAP MANUSIA
Sebagaimana dilihat dalam uraian tentang
kekuasaan mutlak dan keadilan Tuhan, kaum
Mutazilah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap manusia. Kewajiban-
kewajiban itu dapat disimpulkan dalam satu
kewajiban yaitu berbuat baik dan terbaik bagi
manusia.
Dalam pemahaman ini termasuk kewajiban-
kewajiban seperti kewajiban Tuhan menepati janji-
Nya. Kewajiban Tuhan mengirim Rasul-rasul untuk
memberi petunjuk kepada manusia, kewajiban Tuhan
memberi rezeki kepada manusia dan sebagainya.
Bagi kaum Asy’ariah, pemahaman Tuhan
mempunyai kewajiban tidak diterima, karena hal itu
bertentangan dengan pemahaman kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan yang mereka anut.
Pemahaman mereka bahwa Tuhan dapat berbuat
sekendak hati-Nya terhadap makhluk mengandung
arti bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-
apa sebagaimana kata al-Ghazali perbuatan-
perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (jaiz) dan tidak
satupun daripadanya yang mempunyai sifat wajib.

BERBUAT BAIK DAN TERBAIK


Dalam istilah arabnya berbuat baik dan terbaik bagi
manusia disebut al-salah wa al-aslah. Dalam teologi
islam

Anda mungkin juga menyukai