PEMBAHASAN
kesempurnaan Allah seperti sifat-sifat lainnya. Sifat iradah juga berfungsi sebagai penentu suatu
pekerjaan dilakukan sekarang atau nanti dalam timbangan posisi yang sama.
Sifat iradah atau Kehendak mutlak Tuhan juga dibatasi bukan hanya oleh Sunnah ini, tetapi
oleh sunnah Alloh secara umum. Kata sunnah Alloh banyak dipakai Muhammad Abduh terutama
wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan
sebagai pencipta alam semesta. Sebagai pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi segala yang
ada, bahkan harus melampaui segala aspek yang ada itu. Ia adalah eksistensi yang mempunyai
kehendakdan kekuasaan yang tidak terbatas karena tidak ada eksistensi yang lain yang
melampaui dan mengatasi eksistensi-Nya. Ia difahami sebagai eksistensi yang esa dan unik.
Inilah makna umum yang dianut oleh aliran-aliran kalam dalam memahami tentang kekuasaan
mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat? Ataukah manusia itu hanya terpaksa
saja? Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia ini menyebabkan perbedaan
penerapan makna keadilan yang sama-sama disepakati mengandung arti meletakkan sesuatu
pada tempatnya.
Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cenderungmemahami keadilan
Tuhan dari sudut kepentingan, sedangkan aliran kalam tradisional yang memberi tekanan pada
1
ketidakbebasan manusia ditengah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan cenderung memahami
mutlak dan keadilan Tuhan ini didasari pula oleh perbedaan pemahaman terhadap kekuatan akal
dan fungsi wahyu.Bagi aliran yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang besar
kekuasaan Tuhan pada hakikatnya tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya. 2[2]
Masalah kehendak mutlak dan keadilan Tuhan merupakan bidang kajian penting dalam ilmu
kalam. Kedua masalah ini berkaitan erat dengan paham Jabariyah dan Qadariyah.Paham
Jabariyah menempatkan segala yang maujud ini, termasuk di dalamnya perbuatan manusia,
dalam ketentuan Tuhan secara mutlak.Oleh sebab itu paham ini mengacu pada sikap fatalistik
kehendak mutlak manusia ketimbang kemutlakan kekuasaan Tuhan. Menurut paham ini,
kekuasaan Tuhan tidak mutlak semutlak- mutlaknya3[3]. karena manusia memiliki potensi dan
kapasitas untuk melakukan kehendak dan perbuatannya.Oleh karenanya paham ini mengacu
pada sikapfree will dan free act.(bahwa manusia memiliki kebebasandalam melakukan
kemauan dan perbuatannya). Contoh: Tuhan dapat saja menciptakan manusia dalamkeadaan
kaya, kuat, dan pandai. Akan tetapi, Tuhan meletakkan hal tersebutdalam kerangka sunnatullah
Pada gilirannya kedua masalah tersebut dikaji lebih detail oleh beberapa aliran ilmu kalam,
yaitu aliran Mutazilah, Asyariyah dan Maturidiyah. Yang disebut terakhir ini sendiri
3
berkembang menjadi dua kelompok besar, yakni Maturidiyah Bukhara dan Maturidiyah
Samarkand.4[4]
dapat kita peroleh aliran-aliran yang berpendapat bahwa kekuasaan dan kehendak Tuhan tetap
Mutazilah berasal dari kata Itazala yang artinya berpisah atau memisahkan diri. Juga
dapat pula diartikan menjauh atau menjauhkan diri. 5[5]Mutazilah merupakan salah satu
contoh dari golongan pertama.Mereka berpendapat bahwa kekuasaan Tuhan dan kehendak-Nya
tidak mutlak lagi.Tetapi harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang timbul dari peraturan
bagi orang yang menjalankan perintah-Nya dan menyiksa orang yang melanggar-Nya. Semua
kewajiban Tuhan bisa dirangkum dalam satu kewajiban yaitu, Tuhan wajib berbuat baik atau
dalam istilah Mutazilah disebut dengan al-salah wa al-salah (berbuat baik dan terbaik).8[8]
5[5]KAISAR 08, Aliran-Aliran Teologi Islam, (Kediri, Purna Siswa Aliyah, 2008), 149
7[7] Adeng Muchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik hingga Modern,
(Bandung, Pustaka Setia Bandung, 2005), 94
kelompok dari permulaan hingga akhir dalam mencari suatu doktrin keadilan yang koheren dan
rasional.Mereka sepakat dengan para teolog lain tentang doktrin Keesaan dan Keadilan,
Soal keadilan mereka tinjau dari sudut pandangan manusia, bagi mereka sebagai yang
diterangkan oleh Abd al-Jabbar, keadilan erat kaitannya dengan hak dan keadilan diartikan
memberikan orang akan haknya . Kata-kata Tuhan Adil mengandung arti bahwa segala
perbuatan-Nya adalah baik, bahwa ia tidak dapat berbuat yang buruk dan bahwa ia tidak dapat
mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. oleh karena itu Tuhan tidak boleh
bersifat Zalim dalam memberi hukuman, tidak dapat menghukum anak orang musyrik lantaran
dosa orang tuanya dan mesti memberi upah kepada orang orang yang patuh pada Nya dan
keadilan juga mengadukan arti berbuat semestinya serta seusai dengan kepentingan manusia.
Dan memberi upah atau hukuman kepada manusia sejajar dengan corak perbuatannya. Menurut
al Nazzam an pemuka pemuka Mu-tazilah lainnya, tidak dapat dikatakan bahwa tuhan
berdaya untuk bersifat zalim, berdusta dan untuk tidak dapat berbuat apa yang terbaik bagi
manusia.
Mutazilah yang berprinsip keadilan Tuhan mengatakan bahwa Tuhan itu adil dan tidak
mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaan sedikitpun dari
tidak mutlak lagi.Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang
diberikan Tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam (sunnatullah) yang menurut Al-
Oleh sebab itu, dalam pandangan Mutazilah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku
dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam semesta. Itulah sebabnya Mutazilah
manusia yang disinggung dalam pembicaraan tentang free will dan predestination,(kebebasan
manusiadan takdir).
Kebebasan manusia, yang memang diberikan Tuhan kepadanya, baru bermakna kalau
Tuhan membatasi kekuasaan dan kehendak mutlaknya.Demikian pula keadilan Tuhan, membuat
Tuhan sendiri terikat pada norma-norma keadilan yang bila dilanggar membuat Tuhan bersifat
tidak adil atau zalim.Dengan demikian, dalam pemahaman Mutazilah Tuhan tidaklah
kebalikan dari sesuatu yang dikendaki, tetapi ia hanya melakukan yang dikehendakinya saja. 12
[12]
Ayat-ayat Al-Quran dijadikan sandaran dalam memperkuat pendapat Mutazilah adalah :
11[11]Ibid,182
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikitpun. Jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti kami
mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah kami sebagai pembuat perhitungan. (QS. al-
Anbiyaa': 47)
Artinya: maka dari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalas, kecuali
Artinya: barang siapa yang mengerjakan amal, saleh, maka pahalanya untuk dirinya sendiri dan
barang siapa yang berbuat jahat, maka dosanya atas dirinya sendiri: dan sekali-sekali tidaklah
kebajikan sebesar biji zarah niscahya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari
Artinya: Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah
ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat
semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak
Dari uraian tersebut, dapat diambil pengertian bahwa semua perbuatan yang timbul dari
Tuhan, dalam hubungannya dengan hamba-Nya, ditentukkan oleh kebijaksanaan atas dasar
kemaslahatan.Perbuatan Tuhan tidaklah bertujuan untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi untuk
kepentingan makhluk dan perbuatan-Nya itu selalu baik.Kebaikan itu bermakna bila Tuhan tidak
berbuat zalim dengan membebani manusia yang terpikul dan menyiksa pelaku perbuatan buruk
konsep Mutazilah merupakan titik tolak dalam pemikirannya tentang kehendak mutlak
yaitu kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi makluk dan memberi kebebasan kepada manusia.
berbuat dan menghendaki perbuatan. Keinginannya untuk berbuat tidak bersamaan terjadinya
dengan suatu yang dikehendakinya. Karena kehendak itu datang sebelum adanya sesuatu yang
dikehendaki.
1. Al Jubbai beranggapan bahwa manusia menghendaki perbuatan ketika perbuatan itu ada.
Kehendak berbuat ini tidak mendahului perbuatan dan manusia, sebenarnya manusia tidak dapat
disifati sebagai orang yang menghndaki untuk berbuat. Al Jubbai berada di sisi Tuhan.
2. Abu Al-Hudzail berpendapat bahwa kehendak Alloh terjadi bersaam dengan suatu yang
dikehendakinya. Mustahil bila kehendak manusia untuk berbuat itu bersamaan terjadinya dengan
perbuatannya.
Kelompok muktazilah berbeda pendapat mengenai kehendak yang berhubungan dekat
dengan suatu perbuatan, apakah kehendak tersebut terjadi sebelum perbuatan atau bersamaan
dengannya ?
Dalam hal ini, ada dua pendapat, sebagai berikut :
1) Diantara mereka, ada yang beranggapan bahwa kehendak tersebut terjadi sebelum perbuatan,
dengan perbuatannya.
2. Airan Asyariyah
Asyari adalah seorang pengikut al-Jubbai, pemimpin kelompok Mutazilah setelah Abu
Hudzayl di Basrah13[13]. Allah memiliki sifat-sifat yang dapat diketahui dari perbuatan-
Bagi kaum Asyariyah, Tuhan memang tidak terikat kepada apa pun, tidak terikat kepada
janji-janji, kepada norma-norma keadilan dan sebagainya 15[15]. Kaum Asyariyah juga percaya
pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, mereka berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan
14[14] Adeng Muchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik hingga
Modern, 101
mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka mengartikan
keadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya, yaitu mempunyai
kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakannya sesuai dengan
kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya.Tuhan dapat
memberi pahala kepada hamba-Nya atau memberi siksa dengan sekehendak hati-Nya, dan itu
semua adalah adil bagi Tuhan.Justru tidaklah adil jika Tuhan tidak dapat berbuat sekehendak
hati-Nya karena Dia adalah penguasa mutlak.Sekiranya Tuhan menghendaki semua makhluk-
Nya masuk kedalam surga ataupun neraka, itu adalah adil karena Tuhan berbuat dan membuat
manusia tidak mempunyai kebebasan atas kehendak dan perbuatannya, mengemukakan bahwa
menjelaskan bahwa Tuhan tidak tunduk kepada siapapun dan tidak satu dzat lain diatas Tuhan
yang dapat membuat hukum serta menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh
dibuat Tuhan. Lebih jauh dikatakan oleh Asyari, jika memang Tuhan menginginkan, Ia dapat
adalah:
ayat 16 surat Al-Buruj (85)
Artinya: Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya
ayat 99 surat Yunus (10)
Artinya: Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di
muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
baginya[32], tetapi telah ditetapkan perkataan (ketetapan) dari-Ku, "Pasti akan Aku penuhi
Artinya: (dan demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, setan-setan (dari
jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain
niscahya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-
adakan.
253}
Artinya: Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain.
Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengannya) dan sebagiannya, Allah
meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa
mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya
tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang
kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka di antara
mereka ada yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah
menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang
dikehendakiNya.
Ayat-ayat tersebut difahami Asyari sebagai pernyataan tentang kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan.Kehendak Tuhan selalu berlaku.Bila kehendak Tuhan tidak berlaku, itu berarti Tuhan
lupa, lalai dan lemah untuk melaksanakan kehendak-Nya itu, sedangkan sifat lupa, lalai, apalagi
lemah, adalah sifat mustahil bagi Allah SWT. Oleh sebab itu, kehendak Tuhan tersebutlah yang
berlaku, bukan kehendak yang lain. Manusia berkehendak setelah Tuhan sendiri menghendaki
agar manusia berkehendak.Tanpa dikehendaki oleh Tuhan, manusia tidak akan berkehendak apa-
apa. Ini berarti kehendak dan kekuasaan Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya dan sepenuh-
penuhnya.Tanpa makna itu, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tidak memiliki apa-apa.
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran Asyariyah memberi
makna keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap
dalam arti Tuhan tidak dapat berbuat sekehendaknya terhadap makhluk-Nya. Atau dengan kata
lain, bila yang difahami Tuhan tidak lagi berkuasa mutlak terhadap milik-Nya.
Dari uraian diatas dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan dalam konsep
politik yang berkembang waktu itu. Hal ini dapat di gambarkan sebagai berikut :
Pada masa pemerintahan kholifah almakmun, serangan muktazilah terhadap para fuqaha
dan muhadditsin semakin gencar. Tak seorang pun pakaer fiqih yang populuer dan pakar hadits
yang manshyur luput dari gempuran mereka. Serangan daam bentuk pemikiran, disertai dengan
penyiksaan fisik oleh penguasa dalam bentuk suasana Al-Mihnah (inkuisisi). Akibatnya timbul
tidak senang dengan hasutan-hasutan mereka untuk melakukan insquisisi atau (mihnah) terdapat
sebagai khalifah menjauhkan pengaruh Mutazilah dari pemerintahan. Sebaliknya dia mendekati
lawan-lawan mereka, dan membebaskan para ulama yang dipenjarakan oleh khalifah terdahulu.
Para fuqaha yang beraliran sunni, serta orang-orang yang menerapkan metode sunni dalam
dengan bahasa yang tajam. Masyarakat awan simpat kepada kelompok sunni ini. Usaha mereka
yaitu Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Pemisahan ini disebabkan perbedaan
keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan
mutlak Tuhan. Karena menganut faham Free Will dan Free Act serta adanya batasan bagi
kekuasaan mutlak Tuhan, kaum Maturidiyah Samarkand mempunyai posisi lebih dekat kepada
Mutazilah, tetapi kekuatan akal dan batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan
Tuhan.Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu
untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh
karena itu, Tuhan tidak akan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia dan tidak
sewenang-wenang dalam emeberikan hukum karena Tuhan tidak dapat berbuat zalim. Tuhan
akan memberikan upah atau hukuman kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.17[17]
Adapun Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak.
Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang
dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.Dengan demikian,
dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak ada satu
dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya dan tidak ada batasan-batasan bagi-Nya.Tampaknya,
difahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.Secara jelas, Al-Bazdawi
mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk
menciptakan kosmos, Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak
16[16]Rosihun Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung, Pustaka Setia,
2001),186
17[17]Abbas,Nukman.Al- Asyari,(Jakarta:Erlangga.2002).91.
18[18]Ibid.,
diciptakan Tuhan intuk kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan
bukan diletakan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.19[19]
Menurut Al-Badzawi tidak ada tujuan yang mendorong Tuhan untuk menciptakan
kosmos ini. Tuhan berbuat sekehendak hatin-Nya. Dengan kata lain al-Bazdawi berpendapat
Bagi kaum Mutazilah dan kaum maturidiyah kelopak Samarkand persoalan persoalan tersebut
tidaklah timbul, karena bagi mereka perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan tetapi adalah
perbuatan manusia itu sendiri. Jadi, manusia dihukum atas perbuatan yang dikehendakinya
sendiri dan yang dilakukan bukan dengan paksaan, akan tetapi dengan kebebasan yang diberikan
Tuhan kepadanya. Bagi kaum Maturidiyah kelompak Bukhra, karena sefaham dengan kaum
Asyariyah, maka persoalan itu pada dasarnya ada, akan tetapi faham masyiah dan ridha
BAB 3
19[19]ibid
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Semua aliran teologi dalam Islam, baik Asyariyah, , Mutazilah apalagi Maturidiyah
di kalangan umat Islam. Perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu ialah perbedaan dalam
derajat kekuatan yang diberikan kepada akal.Jika Mutazilah berpedapat bahwa akal mempunyai
daya yang kuat, Asyariyah sebaliknya berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah.
Semua aliran juga berpegang kepada wahyu. Dalam hal ini perbedaan yang terdapat
antara lain antara aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interprestasi mengenai teks ayat-
ayat Al-Quran dan hadist. Perbedaan dalam interprestasi inilah sebenarnya yang menimbulkan
aliran-aliran yang berlainan itu.Hal ini tidak ubahnya sebagai hal yang terdapat dalam dalam
bidang hukum Islam atau Fiqih. Di sana juga, perbedaan interprestasilah yang melahirkan
mazhab-mahzab seperti yang dikenal sekarang, yaitu mahzab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab
interprestasi yang liberal tentang teks ayat-ayat Al-Quran dan Hadist.Dengan demikin timbullah
tegasnya kaum Mutazilah, dianggap kafir dan keluar dari islam, karena dianggap mereka hanya
percaya pada akal dan tidak percaya kepada wahyu. Sebagaimana uraian diatas, kaum
Mutazilah, sama halnya dengan kaum Asyariyah, juga percaya dan berpegang pada wahyu.
Lain sebab yang membuat kaum Mutazilah dipandang kafir ialah karena yang biasanya dibaca
dan diajarkan di kalangan umat islam pada umumnya adalah buku-buku yang dikarang oleh
kekafiran kaum Mutazilah bisa dijumpai.Tetapi sebaliknya jika dibaca pula karangan-karangan
kaum Mutazilah, terdapat pula disana tuduhan bahwa kaum Asyariyah adalah kafir pula.
islam bebas memilih salah satu dari aliran-aliran teologi tersebut, yaitu aliran mana yang sesuai
dengan jiwa dan pendaptnya. Disinilah kelihatan hikmat ucapan Nabi Muhammad SAW:
Perbedaan paham dikalangan umatku membawa rahmat. Memang rahmat besarlah kalau
kaum terpelajar menjumpai dalam islam aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan
pembawaannya, dan kalau pula kaum awam memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat
B. SARAN
Demikian isi makalah yang kami sajikan, bila ada kesalahan dalam penulisan mohon
dimaklumi. Dengan segala kerendahan hati kami, kami sebagai pemakalah mengharapkan kritik
Setia.1999
Abbas,Nukman.Al- Asyari.Jakarta:Erlangga.2002.
20
[1]Putra Eka. Restorasi Teologi.(Bandung: Nuasa Aulia), 20
[2]Harun
21
Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mutazilah,(Jakarta, UI
Press:2006),70
22
[3]Ibid 75
23
[4]Halim,Abdul. Ilmu Kalam.Bandung:(Bandung:Pustaka Setia.2006)123
Diposkan oleh khanifa kusuma di 19.26
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
20
21
22
23