2 Pembahasan
Tabel karakteristik subjek pada penelitian ini (tabel 4.1) menunjukkan bahwa rerata usia
subjek dengan diagnosis deep vein thrombosis adalah 54.80±17.717 tahun. Hasil ini sedikit lebih
kecil dibandingkan hasil dari penelitian multicenter di Indonesia oleh Tambunan, dkk. (usia rata-
rata pasien yang terdiagnosis deep vein thrombosis adalah 60.00 tahun) namun tidak terpaut jauh
dengan hasil penelitian oleh Chen, dkk. (53,4 tahun). Deep vein thrombosis umumnya
merupakan penyakit usia tua. Risiko insidensi dan rekurensi meningkat secara bermakna seiring
peningkatan usia.1–3 Jenis kelamin subjek dengan diagnosis deep vein thrombosis yang paling
banyak adalah perempuan yaitu 33 orang (55,0%), sedangkan jenis kelamin laki-laki sebanyak
27 orang (45,0%). Pada penelitian oleh Tambunan dkk, perempuan disebutkan memiliki
prevalensi yang lebih besar dari laki-laki dengan 54,19%. DVT dapat terjadi baik pada pria
maupun wanita. Dari keseluruhan usia, insiden DVT lebih tinggi terjadi pada pria (130 kasus per
100,000) dibandingkan yang terjadi pada wanita (110 kasus per 100,000; rasio pria : wanita
adalah 1,2 : 1). Angka kejadian umumnya lebih tinggi pada wanita dengan usia produktif,
dimana pada pria angka kejadian DVT akan meningkat setelah memasuki usia 45 tahun.1,4,5
Keadaan klinis penyerta terbanyak adalah CKD yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar
13.3%, Ca Cervix dan Limphstasis sebanyak 5 orang atau sebesar 8.3%, Celulitis sebanyak 4
orang atau sebesar 6.7%, Ca Mammae sebanyak 3 orang atau sebesar 5.0%; HCC, PAD, ca
Ovarium, Ca Paru dan Leukemia masing masing sebanyak 2 orang atau sebesar 3.3%; ESRD,
CVI, Anemia Gravis, peritonitis difuse, AIHA, Sindr Geriatri, Dislipidemia, STGO, HIV, Covid
19, SAB, HHD, ca colon, meningitis TB, Stroke infark dan DM masing masing sebanyak 1
orang atau sebesar 1.7%. Penyakit ginjal kronik (CKD) umum didapati pada pasien dengan deep
vein thrombosis. Penelitian oleh Prkacin, dkk. mendapati dari 65 pasien dengan DVT
simtomatik, 25% pasien memiliki CKD. 6 Kanker aktif menyumbang hampir 20% dari semua
insiden deep vein thrombosis yang terjadi di masyarakat. Risiko tampaknya lebih tinggi untuk
pasien dengan kanker otak, pankreas, ovarium, usus besar, perut, paru-paru, ginjal dan tulang,
Tabel 4.2 menjelaskan perbandingan atau hubungan antara Kadar D-Dimer dengan hasil
pemeriksaan USG. Pada pemerisksaan USG vena, diagnosis DVT dapat ditegakkan bila vena
yang diperiksa tidak dapat dikompresi secara penuh (non-kompresibel), dan sebaliknya jika vena
dapat dikompresi (kompresibel) maka diagnosis DVT dapat disingkirkan. Nilai referensi yang
digunakan pada umumnya dalam pengukuran level D-dimer adalah <0,5 µg/mL (nilai normal). 7–9
Pada kelompok Kadar D-Dimer <0.55 mg/dl, Hasil pemeriksaan USG menunjukkan
pembuluh vena dapat diompresi pada 5 orang subjek atau sebesar 100.0% dan Non kompresi
sebanyak 0 atau sebesar 0.0%. Pada kelompok Kadar D-Dimer >0.55 mg/dl, Hasil pemeriksaan
USG menunjukkan pembuluh darah dapat dikompresi pada 25 orang subjek atau sebesar 45.5%
dan tidak dapat dikompresi pada 30 orang atau sebesar 54.5%. Hasil ini sesuai dengan hasuk
penelitian oleh Shane, dkk yang menunjukkan dari 292 pasien dengan nilai D-dimer negatif
(nilai cut off 1,1 ng) 282 orang (96,57%) menunjukkan hasil pemeriksaan USG negatif yang
dinilai dari kompresibilitas, dan aliran vena spontan. Sedangkan dari 178 pasien dengan
pemeriksaan D-dimer positif 65 orang (36,5%) menunjukkan hasil pemeriksaan USG positif.
Nilai sensitivitasnya adalah 88% dengan spesifisitas 100%. Nilai prediksi negatif adalah 100%,
Tabel 4.3 menjelaskan korelasi pemeriksaan USG dengan rerata kadar D-dimer. Dari
nilai koefisien korelasi (R) 0,265 diperoleh informasi bahwa arah korelasi positif (nilai p<0,05)
dengan kekuatan Korelasi yang kecil (tidak erat). Pada penelitian oleh Shane, dkk didapatkan
adanya hubungan korelasi antara pemeriksaan D-dimer dan pemeriksaan USG untuk diagnosis
deep vein thrombosis dengan koefisien korelasi 0,44 dan dengan tingkat kepercayaan (p) 0,04.10