Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN KADAR SERUM FERITIN DENGAN LEFT VENTRICULAR

FUNCTION PADA PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS


Astry Amelia Harahap1*, Alwi Thamrin Nasution2, Rahmat Isnanta2
1
Residen Departemen Kedokteran Internal, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum
Haji Adam Malik, Medan, Indonesia.
2
Staf Departemen Kedokteran Internal, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Haji
Adam Malik, Medan, Indonesia.

* Penulis Koresponden: Astry Amelia Harahap, email:

ABSTRAK
LATAR BELAKANG: Left ventricular hipertrophy (LVH) merupakan kelainan yang sering terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisis reguler dan hal ini berhubungan dengan prognosis yang buruk pada
pasien-pasien tersebut. Perburukan gejala LVH pada pasien yang menjalani hemodialisis merupakan
prediktor terkuat terjadinya kematian jantung mendadak pada pasien-pasien tersebut. Peningkatan kadar
serum feritin (≥ 800 μg/L) secara positif berhubungan dengan kejadian LVH pada pasien yang menjalani
hemodialisis secara reguler. Beberapa studi mendapatkan bahwa nilai serum feritin ≥100 μg/L merupakan
faktor risiko kematian pada pasien hemodialisis.
TUJUAN: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kadar serum feritin dengan fungsi
ventrikel kiri pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik, Medan.
METODE: Desain penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan pengambilan sampel secara
konsekutif. Populasi penelitian ini adalah pasien yang menjalani hemodialisis secara reguler, dan populasi
yang dapat dijangkau adalah pasien yang menjalani hemodialisis secara reguler yang datang ke RSUP H.
Adam Malik.
HASIL: Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa rerata kadar serum ferritin pada sampel adalah 93.12 ±
42.87. Mayoritas sampel memiliki fungsi LVEF yang baik (>50%) yaitu pada sebanyak 16 sampel.
Terdapat hubungan signifikan antara kadar hemoglobin, albumin, dan serum ferritin dengan fungsi
ventrikel kiri (p < 0,005). Hemoglobin menunjukkan korelasi positif yang moderat dengan LVEF (r =
0,477). Hubungan antara albumin dan LVEF memiliki korelasi yang lebih kuat (r = 0,681). Terdapat
korelasi negatif yang sangat kuat dan bermakna antara serum ferritin dan LVEF (r = -0,961).
KESIMPULAN: Ditemukan hubungan signifikan antara kadar hemoglobin, albumin, rerata kadar serum
ferritin, dan fungsi ventrikel kiri pada pasien hemodialisis. Hemoglobin dan albumin menunjukkan
korelasi positif dengan fungsi ventrikel kiri, sedangkan kadar serum ferritin memiliki korelasi negatif
yang signifikan dan kuat dengan fungsi ventrikel kiri.
Kata kunci: kadar serum ferritin, fungsi ventrikel kiri, hemodialisis.

* Departemen Kedokteran Internal, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, M
edan, Indonesia.
Korespondensi: email

PENDAHULUAN
Chronic Kidney Diseases (CKD) merupakan kelainan pada struktur atau fungsi ginjal yang
bertahan lebih dari 3 bulan.1 Hemodialisis yang berkepanjangan pada pasien CKD berisiko untuk
mengalami masalah kardiovaskular. Left ventricular hipertrophy (LVH) atau hipertrofi ventrikel kiri
merupakan permasalahan kardiovaskular yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis
reguler dan hal ini berhubungan dengan prognosis yang buruk pada pasien-pasien tersebut. Perburukan
LVH yang sudah ada sebelumnya pada seorang pasien yang menjalani hemodialisis adalah prediktor
terkuat terjadinya kematian jantung mendadak pada pasien-pasien tersebut. Prevalensi LVH diperkirakan
antara 16-31% pada individu dengan GFR >30ml/menit, meningkat menjadi 60-75% sebelum memulai
terapi penggantian ginjal, dan meningkat menjadi 90% setelah inisiasi dialisis. Setelah menjalani 18 bulan
dialisis, dilaporkan bahwa terdapat peningkatan indeks volume massa ventrikel kiri pada 62% pasien, dan
dari angka tersebut, sebanyak 49% mengalami perkembangan menjadi kegagalan ventrikel kiri. 2
Gangguan metabolisme zat besi, baik kekurangan zat besi ataupun kelebihan, telah dikaitkan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas terhadap kardiovaskular. Serum feritin secara luas diakui sebagai
reaktan penyakit akut, yang meningkat secara nonspesifik pada kondisi inflamasi sistemik, termasuk
pada penyakit ginjal kronis, penyakit hati, dan kanker. Kadar serum feritin yang lebih tinggi dapat
menginduksi akumulasi makrofag dan meningkatkan pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) selama
terjadinya inflamasi. Studi sebelumnya telah melaporkan bahwa kadar serum feritin tidak hanya
merupakan faktor risiko penting untuk kerusakan ginjal yang berlangsung cepat, tetapi juga tampaknya
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien yang menderita CKD dan pada pasien-pasien yang
menjalani hemodialisis.3,4
Inflamasi atau peradangan pada pasien yang menjalani hemodialisis memungkinkan terjadinya
peningkatan kadar serum feritin. Kadar serum feritin secara independen telah dikaitkan dengan
peningkatan risiko kematian kardiovaskular dan dapat memprediksi kematian pasien terlepas dari baik
karena adanya inflamasi ataupun status gizi pada pasien yang menjalani dialisis tersebut. 5 Peningkatan
kadar serum feritin (≥ 800 μg/L) secara positif berhubungan dengan kejadian LVH pada pasien yang
menjalani hemodialisis secara reguler. Kadar serum feritin ≥100 μg/L mempunyai risiko kematian akibat
penyebab kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar <100 μg/L.1,3,6

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kadar serum feritin dengan fungsi
ventrikel kiri pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik, Medan.

METODE
Penelitian ini merupakan studi analitik dengan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 30 responden. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu usia>18 tahun, sudah menjalani
hemodialsisi selama >3 bulan, dan kooperatif. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang
menjalani hemodialisis yang tidak teratur, memiliki riwayat keganasan, riwayat infeksi berat, gangguan
hati kronis, dan CAD.
Penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan secara langsung dari hasil pemeriksaan
pasien atau dari rekam medis yang mencakup pemeriksaan kadar serum feritin, hemoglobin, albumin,
EKG, foto thoraks, dan indeks massa tubuh pasien.
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan data deskriptif dengan menampilkan
distribusi frekuensi dan persentase untuk data kategorikal. Data numerik disajikan dengan menampilkan
rerata dan simpangan baku. Analisis bivariat digunakan untuk mengevaluasi hubungan dan korelasi antara
variabel penelitian. Uji normalitas data dilakukan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Jika data terdistribusi
secara normal, uji korelasi menggunakan uji korelasi Pearson, sedangkan jika data tidak terdistribusi
normal, digunakan uji korelasi Spearman. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak SPSS 26
(Statistical Product and for Social Sciences) dengan tingkat kepercayaan 95%. Signifikansi statistik
dinyatakan jika nilai p <0,05.

HASIL
1. Karakteristik sampel penelitian
Penelitian ini mencakup 30 orang responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi serta bersedia untuk mengikuti proses penelitian. Telah dilakukan pemeriksaan darah untuk
menilai kadar serum ferritin pada sampel yang diikuti dengan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai
LVEF. Data karakteristik sampel penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik sampel


Karakteristik Mean ± SD (total)
Usia (tahun) 49.80 ± 13.94
Jenis Kelamin (%)
Pria 17 (56.67)
Wanita 13 (43,33)
Berat Badan (kg) 58.60 ± 5.817
Tinggi Badan (cm) 160.87 ± 5.494
Indeks Massa Tubuh 22.59 ± 1.305
Hemoglobin (g/dL) 8.84 ± 1.50
Albumin (g/dL) 3.61 ± 0.51
Serum Ferritin (μg/L) 131.43 ± 50.25
Ferritin <100 ng/dl (%) 9 (30%)
LVEF 0.48 (48%)
Riwayat transfusi (%) 10 (34%)
Lama HD (%)
<1 tahun 10 (33,4)
>1 tahun 20 (66,6)
Jumlah HD (%)
≤3 kali/minggu 21 (70)
>3 kali/minggu 9 (30)
IDWG 3,07 ± 6.24
Riwayat EPO 7 (23%)
Substitusi zat besi (%) 6 (20%)
Etiologi HD (%)
Nefropati diabetikum 17 (56,7)
Glomerulonefritis kronis 8 (26,7)
Nefrosklerosis 1 (3,3)
Polycystic Kidney Disease 1 (3,3)
Lain-lain 3 (10)
Ferritin pasien DM (n = 17) 128,35 ± 5.494

2. Korelasi antara IMT dengan LVEF


Setelah dilakukan uji Shapiro-Wilk, ditemukan bahwa distribusi nilai EF tidak normal. Oleh
karena itu, dilakukan uji korelasi Spearman untuk mengevaluasi korelasi antara EF dan IMT. Data
analisis korelasi antara IMT dan LVEF disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Korelasi antara IMT dan LVEF
LVEF
Total (%) Nilai r Nilai p
<50% ≥50%

Normal 12 17 29 (96.67%)
IMT 1 (3.33%) 0.246 0.191
Overweight 0 1

3. Korelasi antara Hemoglobin dan LVEF


Tabel 3 menampilkan hasil analisis korelasi menggunakan metode Spearman antara kadar
hemoglobin dan LVEF.

Tabel 3. Korelasi hemoglobin dan LVEF


LVEF
Total (%) Nilai r Nilai p
<50% ≥50%

Normal 1 1 2 (6.67%)
Hb 28 (93.33%) 0.477 0.008
Rendah 11 17

4. Korelasi antara Albumin dan LVEF


Tabel 4 menampilkan hasil analisis korelasi menggunakan metode Spearman antara kadar
albumin dan LVEF.

Tabel 4. Korelasi antara albumin dan LVEF


LVEF
Total (%) Nilai r Nilai p
<50% ≥50%

≥3.5 g/dL 2 15 17 (56.67%)


Albumin 0.681 0.000
<3.5 g/dL 3 10 13 (43.33%)

5. Korelasi antara Serum Feritin dan LVEF


Tabel 5 menampilkan hasil analisis korelasi menggunakan metode Spearman antara kadar
albumin dan LVEF.
Tabel 5. Korelasi antara Serum Feritin dan LVEF
LVEF
Total (%) Nilai r Nilai p
<50% ≥50%

<100 μg/L 0 9 9 (30.0%)


Ferritin 21 (70.0%) -0.961 0.000
≥100 μg/L 12 9

Penelitian ini melibatkan sampel yang berjumlah 30 responden. Hasil analisis menunjukkan
bahwa rata-rata usia responden adalah 49,80 ± 13,94 tahun dengan mayoritas responden berjenis kelamin
laki-laki yaitu 17 orang (56.67%), sementara indeks massa tubuh mereka memiliki nilai rerata sebesar
22,59 ± 1,305. Penelitian ini juga menemukan bahwa kadar hemoglobin dalam seluruh sampel memiliki
nilai rata-rata sebesar 8,84 ± 1,50 g/dL, sedangkan kadar albumin memiliki nilai rerata sebesar 3,61 ±
0,51 g/dL. Didapatkan bahwa rerata kadar serum ferritin pada sampel adalah sebesar 93.12 ± 42.87.
Mayoritas sampel memiliki fungsi LVEF yang baik (>50%) yaitu pada sebanyak 16 sampel.
Tabel 2 menampilkan hasil uji korelasi Spearman antara indeks massa tubuh (IMT) dan fungsi
ventrikel kiri (LVEF). Dalam analisis tersebut, ditemukan bahwa nilai korelasi antara IMT dan LVEF
adalah 0,246 dengan nilai p sebesar 0,191. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan
antara indeks massa tubuh dan fungsi ventrikel kiri yang dilihat melalui nilai LVEF, dengan nilai p >0,05.
Hasil analisis korelasi antara hemoglobin dan LVEF ditampilkan pada Tabel 3. Berdasarkan
analisis korelasi spearman didapatkan bahwa nilai r sebesar 0,477 dengan nilai p sebesar 0,008. Hasil
tersebut menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara hemoglobin dan LVEF. Korelasi antara
albumin dan LVEF ditampilkan pada Tabel 4. Dari hasil analisis korelasi spearman ditemukan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antar albumin dengan LVEF dengan nilai p sebesar 0.00 (<0.05).
Selain itu, juga ditemukan korelasi yang positif diantara kedua variabel. Tabel 5 menampilkan korelasi
antara kadar serum feritin dan LVEF. Dari hasil analisis korelasi spearman ditemukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kadar serum ferritin dengan fungsi ventrikel kiri yang dilihat dari nilai
EF dengan nilai p <0.05. Adapun derajat korelasi yang ditemukan adalah sebesar -0.961 yang
menandakan adanya korelasi negatif yang sangat kuat dan bermakna.

DISKUSI
Penelitian ini mengikutsertakan 30 orang pasien yang menjalani hemodialisis dan telah
memenuhi kriteria penelitian. Berdasarkan karakteristik subjek, pasien yang menjalani hemodialisis rata-
rata berusia 49.8 tahun. Subjek berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase terbesar yaitu sejumlah 17
orang (56.67%). Penelitian ini serupa dengan studi Moreira et al. tentang self-assessment mandiri pasien
hemodialisis dengan mayoritas sampel laki-laki (914 orang atau 56,4%). 7 Laki-laki dewasa sering kali
menunjukkan kecenderungan mengabaikan perawatan kesehatan. Hal ini dapat terkait dengan kurangnya
minat mereka terhadap layanan kesehatan tingkat pertama, yang mungkin dipengaruhi oleh kepercayaan
dan nilai-nilai yang terkait dengan kegagahan padahal penyebab penyakit ginjal kronis dapat dicegah
melalui modifikasi gaya hidup, seperti mengurangi konsumsi natrium, lemak, dan tembakau,
meningkatkan asupan air, berolahraga secara teratur, mengurangi konsumsi alkohol, dan mematuhi
kebiasaan sehat secara teratur.8
Pada penelitian ini ditemukan bahwa berat badan dan tinggi badan rata-rata pada sampel adalah
sebesar 58,6kg dan 160,87 cm. Sehingga didapati rata-rata indeks massa tubuh pada sampel penelitian
adalah sebesar 22,59. Penelitian ini serupa dengan studi Al Husna et al. tentang hubungan BMI dengan
adekuasi hemodialisis di Indonesia dengan rata-rata BMI pada sampel adalah 22,67. 9 Individu dengan
BMI hingga 45kg/m2 telah menunjukkan kelangsungan hidup yang lebih baik dan kematian akibat
kardiovaskular yang lebih rendah. Berat badan yang rendah pada pasien yang menjalani hemodialisis
sangat terkait dengan peningkatan risiko kardiovaskular serta semua penyebab kematian. Inflamasi pada
pasien hemodialisis dapat disebabkan oleh proses yang berhubungan dengan gagal ginjal itu sendiri, bisa
juga akibat dari dialisis, atau dapat juga karena sebab lain seperti kerusakan oksidatif, gangguan fungsi
imun yang berhubungan dengan uremia, malnutrisi energi protein, dialisat, penumpukan produk akhir
glikasi, kebocoran balik dialisat, akses vaskular, dan usia tua. BMI tinggi memainkan peran protektif pada
pasien dialisis dengan inflamasi.10
Rata-rata kadar hemoglobin pada penderita hemodialisis yang ditemukan pada penelitian ini
adalah sebesar 8,86 g/dL. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang ditemukan oleh Kahdina et al,
dengan rerata kadar hemoglobin pada penderita CKD yang menjalani hemodialisis adalah sebesar 8,17
g/dL. Anemia merupakan komplikasi tersering pada pasien CKD yang dapat timbul pada tahap awal
gangguan ginjal dan akan semakin parah seiring dengan terjadinya gangguan fungsi ginjal. Anemia pada
pasien CKD yang menjalani hemodialisis juga bisa disebabkan oleh kekurangan zat besi. Anemia juga
merupakan penyebab signifikan penurunan kualitas hidup, morbiditas, dan mortalitas yang berhubungan
dengan kesehatan dan juga dap at menyebabkan adanya luaran kardiovaskular yang merugikan.11
Rerata kadar albumin pada penelitian ini adalah sebesar 3.61 ± 0.51 g/dL, dan ditemukan korelasi
yang positif antara albumin dengan LVEF. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa serum albumin yang
rendah merupakan prediktor independen dari perkembangan gagal jantung. Serum albumin yang rendah
dianggap sebagai faktor prediktif untuk perkembangan dan prognosis penyakit kardiovaskular. 12 Rerata
kadar serum ferritin pada penelitian ini adalah sebesar 131,43 μg/L. Terdapat hubungan yang signifikan
antara kadar serum ferritin dengan fungsi ventrikel kiri dengan nilai p <0,05. Kadar serum ferritin
meningkat seiring rendahnya nilai EF begitu pula sebaliknya, serum ferritin akan rendah jika nilai EF
tinggi. Penemuan tersebut lebih tinggi daripada penelitian Son et al. yang mengevaluasi hubungan antara
kadar serum ferritin dan luaran klinis pada pasien hemodialisis dengan rerata kadar serum ferritin adalah
50,7 ng/mL.13
Ferritin yang meningkat dapat mencerminkan kelebihan zat besi eksogen dengan pengobatan zat
besi serta kondisi dari inflamasi termasuk gangguan inflamasi akut atau kronis, penyakit keganasan dan
penyakit hati. Pada pasien dialisis peningkatan serum ferritin dikaitkan dengan resistensi eritropoietin,
malnutrisi atau status inflamasi.14 Kadar feritin > 100 ng/mL berhubungan dengan kelangsungan hidup
jangka panjang yang buruk pada pasien, bahkan setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, vintage
hemodialisis, tingkat CRP, dan riwayat kejadian kardiovaskular. Kadar serum ferritin yang tinggi
(>800μg/L) berhubungan positif dengan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien yang menjalani
hemodialisis.13,15

KESIMPULAN
Terdapat hubungan signifikan antara kadar hemoglobin, albumin, dan serum ferritin dengan
fungsi ventrikel kiri (p < 0,005). Hemoglobin menunjukkan korelasi positif yang moderat dengan LVEF
(r = 0,477). Hubungan antara albumin dan LVEF memiliki korelasi yang lebih kuat (r = 0,681). Terdapat
korelasi negatif yang sangat kuat dan bermakna antara serum ferritin dan LVEF (r = -0,961).

REFERENSI
1. Ahmed AL, et al. Relation Between Serum Ferritin and Left Ventricular Functions in Hemodialysis
Patients. Al-Azhar Med J. 2021;50(3): 2177-84.
2. Di Lullo L, Gorini A, Russo D, Santoboni A, Ronco C. Left Ventricular Hypertrophy in Chronic
Kidney Disease Patients: From Pathophysiology to Treatment. Cardiorenal Med. 2015;5: 254–66.
3. Dheori R, Bhuyan B. Iron status in chronic kidney disease patients. Int J Res Med Sci. 2016;4(8):
3229-34.
4. Fu S, et al. Systemic inflammation modulates the ability of serum ferritin to predict all-cause and
cardiovascular mortality in peritoneal dialysis patients. BMC Nephrology. 2020;21: 1–9.
5. Eldeeb A, et al. Relation Between Serum Ferritin Level and the Left Ventricular Mass Index (LVMI)
in Maintenance Hemodialysis Patients. Cardiology and Cardiovascular Research 2018;2(4): 98-103.
6. Kuragano T, et al. Association between hemoglobin variability, serum ferritin levels, and adverse
events/mortality in maintenance hemodialysis patients. Kid Inter. 2014;86: 845-54.
7. Moreira TR, et al. Health self-assessment by hemodialysis patients in the Brazilian Unified Health
System. Rev Saude Publica. 2016;50(10):1-11.
8. Milagres CS, Ravagnani JF, Rodrigues AS. Sociodemographic and clinical characteristics of patients
in hemodialysis therapy. J Contemp Nurse Salvador. 2022;11:1-10.
9. Al Husna CH, Rohmah AIN, Brihananto I. The Correlation between body mass index (bmi) and
hemodialysis adequacy in hemodialysis patients. KnE Medicine. 2023:156-61.
10. Rabbani R, et al. Impact of extremes of body mass index (bmi) in end-stage renal disease (esrd)
patients. Cureus. 2022;14(6):1-7.
11. Kahdina M, Mardiana N, Fauziah D. Levels of hemoglobin, leukocytes, and platelets of chronic
kidney disease patients undergoing hemodialysis in Surabaya. Biomol and Health Sci. 2018;1(1):29-
33.
12. Yoshioka G, Tanaka A, Goriki Y, Node K. The role of albumin level in cardiovascular disease: a
review of recent research advances. J Lab Precis Med. 2023;8(7):1-8.
13. Son R, et al. Association between serum ferritin levels and clinical outcomes in maintenance
hemodialysis patients: a retrospective single-center cohort study. BMC. 2019;5(17):1-8.
14. Hur Sm, et al. Ferritin as a predictor of decline in residual renal function in peritoneal dialysis
patients. Korean J Intern Med. 2014;29:489-97.
15. Siddig SM, Mahdi MA, Akasha R, Babiker AA. Estimation of serum iron and ferritin in patients
with chronic renal failure. Int J of Innov Edu and Res.2018;6(6):151-57.

Anda mungkin juga menyukai