Anda di halaman 1dari 17

FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN AMPUTASI PASKA

INTERVENSI ENDOVASKULAR PADA PENDERITA PERIPHERAL ARTERIAL


DISEASE RUTHERFORD 2 – 4 DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Oka Sastrawan Made1, Putu Yasa Ketut2, Raka Widiana I Gede3


1
Residen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
2
Divisi Bedah Thorax Kardiovaskuler, SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah
3
Divisi Nefrologi, SMF Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah

Abstrak

Pendahuluan

Meski teknik revaskularisasi semakin berkembang, kejadian amputasi paska tindakan


revaskularisasi tetap ada. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian amputasi pada pasien PAD
pasca tindakan revaskularisasi yang berhasil masih sangat terbatas diketahui.

Metode

Studi observasional dengan metode potong lintang terhadap 32 pasien PAD yang secara
klasifikasi masuk dalam kriteria Rutherford 2 sampai 4 yang menjalani intervensi endovaskuler
di RSUP Sanglah Denpasar sejak kurun waktu terhitung Januari 2014 sampai Desember 2017.
Faktor risiko dan komorbid pada pasien dicatat. Paska tindakan pasien diobservasi dan dicatat
antara yang diputuskan amputasi dan tidak.

Hasil

Prevalensi amputasi paska tindakan endovaskuler 37,5%. Analisis bivariat yang bermakna
terhadap kejadian amputasi paska intervensi endovaskular adalah diabetes melitus (RP: 44.000;
p:0,000), chronic kidney disease (RP: 9; p:0,011), dan hiperlipidemia (RP: 9; p:0,011).
Berdasarkan analisis multivariat, diabetes melitus merupakan faktor dominan yang berkaitan
dengan kejadian amputasi paska tindakan endovaskuler.

Simpulan

Pasien PAD dengan diabetes melitus, hiperlipidemia, dan CKD memerlukan perhatian khusus
didalam persiapan maupun informed consent sebelum tindakan.

Kata kunci: PAD, endovaskuler, amputasi


Abstract

Background

Post revascularization amputation case is still remain though revascularization technique was
much more developed. Factors that influence post revascularization amputation on PAD patient
were still much unknown.

Method

This study use observational study with cross sectional method to 32 PAD patients on 2 until 4
Rutherford criteria classification at Sanglah General Hospital from January 2014 until December
2017. Risk factors and patient comorbid were recorded. Post operation, patient was observed,
recorded, and decided which one would be done amputation or not.

Result

Prevalence of post endovascular amputation was 37.5%. On bivariat analysis, Diabetes melitus
(PR:44,000; p:0.000), chronic kidney disease (PR:9; p:0.011), and hyperlipidemia (PR: 9;
p:0.011) were the significant factor to post endovascular amputation. Diabetes melitus was the
dominant factor to post endovascular amputation by multivariate analysis.

Conclusion

PAD patient with Diabetes melitus, hyperlipidemia, and CKD needs spesial attention and
informed consent presurgically.

Keywords: PAD, endovascular, amputation

Pendahuluan
Salah satu penyakit yang paling sering ditemukan akibat pola hidup yang kurang sehat

dan kebiasaan merokok adalah Peripheral Arterial Disease (PAD)1. Peripheral Arterial Disease

(PAD) adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah non sindroma koroner akut

setelah keluar dari jantung dan aortailiaka, sehingga pembuluh darah yang sering menjadi lokasi

terjadinya PAD adalah pembuluh pada keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri

mesenterika, aorta abdominalis, dan semua pembuluh cabang yang keluar dari aortailiaka 2.

Prevalensi PAD diseluruh dunia meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi kasus PAD di

seluruh dunia adalah sebanyak 20 % pada kelompok usia lebih dari 55 tahun dengan setidaknya

8 juta kasus terdapat di Amerika Serikat 1.

Keterlambatan dalam mendapatkan penanganan menyebabkan kebanyakan pasien

berujung pada tindakan amputasi. Hal ini berdampak pada semakin tingginya angka amputasi di

seluruh dunia. Sebanyak 60.000 amputasi mayor (above ankle) dikerjakan secara rutin dan

sebanyak 115.749 kasus dari segala jenis amputasi dikerjakan di Amerika Serikat pada tahun

2003 3.

Mayo Clinic melaporkan penurunan ratio amputasi sebanyak 50% akibat meningkatnya

rasio revaskularisasi ekstremitas bawah baik secara endovaskular maupun pembedahan 3.

Revaskularisasi, baik prosedur pembedahan bypass dan percutaneous angioplasty (PTA), harus

dipertimbangkan sebelum amputasi, berdasarkan rekomendasi American College of Cardiology.

Perkembangan terapi revaskularisasi menyebabkan hubungan antara revaskularisasi dengan

amputasi menjadi kompleks. Keberhasilan terapi revaskularisasi biasanya dilihat dari outcome

teknikal seperti patensi graft dan atau stent 3.

Sebuah studi retrospektif pada pasien PAD yang telah menjalani tindakan revaskularisasi

dari bulan Maret 2009 hingga Oktober 2015 oleh Jin Hyung Joh, mendapatkan 57 pasien dari
275 sampel menjalani paska revaskularisasi. Dari 275 pasien yang telah menjalani

revaskularisasi tersebut, 19 pasien (6,9%) dilakukan amputasi pada tungkai dan kaki 5. Review

oleh Hinchliffe menyatakan bahwa kejadian amputasi minor pada pasien PAD paska menjalani

terapi endovaskular adalah sebesar 38% 6.

Kejadian amputasi paska intervensi revaskularisasi hingga kini masih menjadi

kontroversi dan perdebatan. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi

kejadian PAD, keberhasilan intervensi revaskularisasi, dan kejadian amputasi setelahnya yang

terjadi secara multifaktorial dan berhubungan satu sama lain secara kompleks. Sayangnya, data

detail mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kejadian amputasi pada pasien PAD pasca

tindakan revaskularisasi yang berhasil masih sangat terbatas dan saling tumpang tindih dengan

faktor risiko PAD yang memang sudah ada sejak sebelum dilakukannya intervensi. Oleh karena

itu, peneliti ingin meneliti faktor–faktor yang mempengaruhi kejadian amputasi pasca

keberhasilan intervensi revaskularisasi melalui pembedahan endovaskular pada pasien PAD,

yang dalam penelitian ini dikhususkan pada pasien dengan kriteria Rutherford 2 sampai 4.

Bahan dan Metode

Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan rancangan cross sectional

study dengan jumlah sampel sebanyak 32 responden pasien PAD dengan kriteria Rutherford 2

sampai 4. Data diambil dalam penelitian ini adalah data selama 4 tahun, yaitu dari Januari tahun

2014 sampai dengan Desember 2017. Variabel bebas pada penelitian ini berupa diabetes melitus,

hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, lokasi lesi PAD, Chronic Kidney Disease.

Variabel tergantungnya adalah kejadian amputasi paska revaskularisasi.

Analisa data dibagi menjadi 3 tahap, yakni analisa data deskriptif, analisa bivariat untuk

mengetahui hubungan variabel bebas dengan kejadian amputasi paska revaskularisasi, dan
analisa multivariat untuk mengetahui pengaruh murni satu variabel bebas terhadap 1 variabel

tergantung dengan mengendalikan variabel bebas lainnya. Keseluruhan data yang didapat diolah

menggunakan perangkat lunak statistik komputer.

Hasil

Tabel 1 Karakteristik Data Responden


Variable n= 32
Umur,(tahun) 59,6±11,9
Jenis kelamin
Laki-laki 21(65,6%)
Perempuan 11(34,4%)
Diabetes Mellitus
Ya 15(46,9%)
Tidak 17(53,1%)
Hipertensi
Ya 14(43,8%)
Tidak 18(56,3%)
Hiperlipidemia
Ya 8(25%)
Tidak 24(75%)
Riwayat merokok
Ya 13(40,6%)
Tidak 19(59,4%)
Lokasi Lesi
Femoropopliteal 16(50%)
Infrapopliteal 16(50%)
CKD
Ya 8(25%)
Tidak 24(75%)

Berdasarkan tabel diatas didapatkan data kategori umur dengan rerata 59,6 (SD 11,9).

Kategori berdasarkan jenis kelamin didapatkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu

sebanyak 21 responden (65,6%). Kategori berdasarkan penyakit DM dalam penelitian ini

terbanyak tanpa penyakit DM yaitu 17 responden (53,1%). Kategori berdasarkan penyakit

Hipertensi dalam penelitian ini terbanyak tanpa penyakit Hipertensi yaitu 18 responden (56,3%).
Kategori berdasarkan Hiperlipidemia terbanyak dalam penelitian ini adalah tanpa Hiperlipidemia

yaitu 24 responden (75%). Kategori berdasarkan riwayat merokok dalam penelitian ini terbanyak

adalah tanpa riwayat merokok yaitu 19 responden (59,4%). Kategori berdasarkan lokasi

penelitian didapatkan data femoropopliteal dan infrapopliteal dengan jumlah dan prosentase yang

sama yaitu masing-masing 16 responden (50%).kategori berdasarkan penyakit CKD didapatkan

data tanpa penyakit CKD yaitu 24 responden (75%).

Tabel 2 Hubungan Variabel Jenis Kelamin, DM, Hiperlipidemia, Riwayat Merokok,


Hipertensi, Lokasi Lesi Dan CKD Dengan Amputasi Paska Intervensi
Endovaskular
Variable Amputasi paska intervensi RP CI p-
endovascular 95% value
Amputasi Tidak
amputasi
Jenis kelamin
Laki-laki 8 13 1,077 0,23-4,88 0,923
Perempuan 4 7
Lokasi lesi
Femoropopliteal 6 10 1 0,23-4.18 1,000
Infrapopliteal 6 10
DM
Ya 11 4 44,000 4,31-448,57 0,000
Tidak 1 16
Hiperlipidemia
Ya 6 2 9 1,41-57,11 0,011
Tidak 6 18
Hipertensi
Ya 5 9 0,873 0,20-3,71 0,854
Tidak 7 11
Riwayat
Merokok 6 7 1,857 0,43-7,97 0,403
Ya 6 13
Tidak
CKD
Ya 6 2 9 1.41-57.11 0,011
Tidak 6 18

Berdasarkan tabel diatas didapatkan data jenis kelamin tidak berhubungan secara

signifikan dalam penelitian ini dengan p-value 0,923 > 0,05 dan Rasio prevalensi 1,077. Ada
hubungan yang signifikan antara Diabetes mellitus dengan amputasi paska intervensi

endovaskular Pasien PAD dengan Rutherford 2 sampai 4 dengan p-value 0,000 < 0,05 dan rasio

Prevalensi 44.000 yang berarti pasien PAD Rutherford 2 sampai 4 dilakukan intervensi

endovaskular yang memiliki Penyakit DM berisiko 44.000 kali lebih besar dilakukan amputasi

dibandingkan dengan yang tidak memiliki penyakit DM. Ada hubungan yang signifikan antara

Hiperlipidemia dengan amputasi paska intervensi endovaskular Pasien PAD dengan Rutherford 2

sampai 4 dengan p-value 0,011 < 0,05 dan rasio Prevalensi 9 yang berarti pasien PAD

Rutherford 2 sampai 4 dilakukan intervensi endovaskular yang memiliki Hiperlipidemia berisiko

9 kali lebih besar dilakukan amputasi dibandingkan dengan yang tidak memiliki Hiperlipidemia.

Ada hubungan yang signifikan antara CKD dengan amputasi paska intervensi endovaskular

Pasien PAD dengan Rutherford 2 sampai 4 dengan p-value 0,011 < 0,05 dan rasio Prevalensi 9

yang berarti pasien PAD Rutherford 2 sampai 4 yang dilakukan intervensi endovaskular yang

memiliki penyakit CKD berisiko 9 kali lebih dilakukan amputasi dibandingkan dengan yang

tidak memiliki penyakit CKD.

Tabel 3 Pengaruh Variabel DM Hiperlipidemia Dan CKD Terhadap Amputasi Paska


Intervensi Endovaskular Pasien PAD Dengan Rutherford 2 Sampai 4
Variable RP unadjusted p-value RP adjusted p-value
( CI 95% ) ( CI 95% )
44,000 0.000 27.130 0.007
DM 4,31-448,57 2.42-303.86

9 0,011 2.251 0.497


hiperlipidemia
1,41-57,11 0.217-23.367
9 0,011 2.251 0.497
CKD
1.41-57.11 0.217-23.367

Pada tabel diatas didapatkan data pengaruh dominan dari faktor risiko DM,

Hiperlipidemia dan CKD adalah DM dengan p-value 0,007. DM dalam penelitian ini memiliki

hubungan yang positif dengan kejadian amputasi paska intervensi endovaskular pada pasien
PAD dengan Rutherford 2 sampai 4 dengan nilai RP 27,130 (CI : 2.422-303.862) yang berarti

penderita PAD dengan DM memiliki risiko amputasi paska intervensi endovaskular sebanyak

27,130 kali lebih besar dibandingkan dengan Hiperlipidemia dan CKD.

Diskusi

Didalam penelitian ini, kejadian amputasi paska intervensi endvaskuler sebesar 37,5%.

Angka yang lebih kecil didapatkan dari sebuah studi retrospektif pada pasien PAD yang telah

menjalani tindakan revaskularisasi dari bulan Maret 2009 hingga Oktober 2015 oleh Jin Hyung

Joh, mendapatkan 57 pasien dari 275 sampel (20,7%) menjalani amputasi pada tungkai dan kaki

paska revaskularisasi 5. Penelitian lain di Eropa mendapatkan angka kejadian amputasi paska

endovaskuler setelah dilakukan follow up selama 1 tahun sebesar 26,6% 7. Angka yang lebih

besar didapatkan pada suatu penelitian pada pasien PAD dengan CKD, dimana kejadian

amputasi paska endovaskuler mencapai 38% selama follow up hingga 2 tahun 8.

Berdasarkan analisis bivariat penelitian ini didapatkan bahwa diabetes melitus memiliki

hubngan yang signifikan terhadap amputasi paska intervensi endovaskular pada pasien PAD.

Kejadian PAD dengan DM pada penelitian ini sebesar 46,9%, tidak jauh berbeda dengan

penelitian lain yang laporkan angka kejadian PAD dengan DM mencapai 44,9% maupun dengan

penelitian terdahulu yang melaporkan sebesar 40% 9,10.

Suatu penelitian di Inggris menjabarkan bahwa meskipun secara teknis tindakan

endovaskular ini sukses diantara kelompok DM (91%), namun angka limb salvage 12 bulan

pasca operasi lebih rendah (72,7%). Angka amputasi yang lebih tinggi diantara kelompok DM

dengan non-DM ditemukan pada studi ini. Hal ini bersifat multifaktorial dan dijelaskan akibat

adanya frekuensi gangren yang tinggi, nekrosis jaringan yang lanjut, dan temuan klinis yang

lambat pada kelompok DM. Suatu studi kohort prospektif selama 1 tahun terhadap 383 pasien
menemukan bahwa keberhasilan dari tindakan revaskularisasi secara signifikan lebih baik pada

kelompok non-DM 9. Penelitian An et al menjelaskan kecenderungan yang sama adanya

amputasi mayor diantara kelompok DM dan non-DM setelah dilakukan PTA (10 vs. 0%;

P<0,05) 11. Pada suatu studi dengan 993 pasien DM disertai PAD, tindakan PTA tidak dapat

dilakukan pada 16% pasien tersebut oleh karena sumbatan total akibat kalsifikasi pembuluh

darah 6.

Diabetes mellitus mengakselerasi perjalanan proses aterosklerosis, yang dapat

menghasilkan insiden penyakit perifer, koroner, dan serebrovaskular yang lebih tinggi. Banyak

bukti menunjukkan bahwa disfungsi endotel terlibat dalam patogenesis penyakit vaskuler pada

pasien diabetes. Dalam sebuah studi, didapatkan informasi bahwa pembuluh darah pada pasien

diabetes tipe-2 ternyata mengalami gangguan relaksasi. Disfungsi endotel pada-DM 1 terjadi

karena berkurangnya sensitivitas sel-sel otot polos pembuluh darah terhadap NO 12. Hubungan

patofisiologis diabetes dalam menimbulkan PAD tidak diketahui dengan jelas, karena terdapat

dua efek langsung, yakni dari hiperglikemia serta adanya hipertensi dan hiperlipidemia yang

sering terjadi pada pasien dengan diabetes 3.

Pada penelitian yang dilakukan penulis, hiperlipidemia berhubungan secara bermakna

dengan amputasi paska intervensi endovaskuler. Analisis multivariat penelitian lain di Irlandia

menyebutkan riwayat keluarga dengan hiperlipidemia merupakan prediktor yang signifikan

terhadap kejadian amputasi paska PTA 13. Penelitian cohort oleh Chun-Tai Mao tahun 2014, dari

7568 pasien yang menjalani PTA, sebanyak 2998 pasien (40%) memiliki komorbid dislipidemia.

Tingginya prevalensi dislipidemia pada pasien di group amputasi below-the-knee jika

dibandingkan dengan grup amputasi above-the-knee (32% vs 23%, p<0,001) mungkin


mengindikasikan bahwa atherosklerosis merupakan penyebab penting terjadinya PAD pada grup

pasien amputasi below-the-knee 14.

Hiperlipidemia mempengaruhi struktur endotel dinding arteri, yang dapat menyebabkan

pembentukan lesi aterosklerotik. Kolesterol LDL merupakan salah satu penyebab utama dari

disfungsi endotel dan cedera otot polos. Perubahan struktur endotel memungkinkan lipoprotein

memasuki dinding arteri, menjadi teroksidasi, dan mendukung pembentukan fatty streak, yang

merupakan lesi awal pada aterosklerosis. Hal ini akan berkembang menjadi lesi yang lebih

kompleks yang menyebabkan stenosis atau oklusi arteri 15.

Chronic kidney disease (CKD) memiliki hubungan bermakna dengan amputasi paska

intervensi endovaskuler berdasarkan analisis bivariat. Pada penelitian di Irlandia menyebutkan

terdapat hubungan yang signifikan antara derajat gangguan ginjal dengan risiko amputasi pasca

PTA. Dikatakan terdapat penurunan yang signifikan didalam angka patensi dan keselamatan

tungkai 5 tahun pada gagal ginjal tahap terminal dengan hemodialis dibandingkan tanpa

hemodialisis. 13. Penelitian kohort multisentris terhadap 1067 pasien PAD dengan CKD, pada

analisis univariat didapatkan angka amputasi 21,5% pada kasus CKD ringan dibandingkan

40,2% pada kasus CKD berat.8.

Bukti dari kemungkinan adanya dampak langsung arteri pada CKD disebutkan pada

penelitian sebelumnya dimana berhubungan dengan albuminuria, yang merupakan marker dari

disfungsi endothel generalisata dan sebagai faktor resiko atherosklerosis dan PAD. Albuminuria

berhubungan dengan medial arterial calcification (MAC) 16.

CKD dan Diabetes Mellitus adalah penyebab dari terjadinya kalsifikasi vaskular. Pada

kondisi penyakit tersebut, terjadi akumulasi dari kalsium (Ca++) dan phosphat (P) pada arteri

dengan penimbunan mineral pada layer intimal atau medial dari pembuluh darah. Kalsifikasi
intimal berhubungan dengan plak atherosklerosis. Aliran darah obstruktif akibat lesi stenotik

intimal menyebabkan penurunan perfusi organ dan iskemia. 17

Pada penelitian yang dilakukan penulis, hipertensi tidak berhubungan secara bermakna

terhadap amputasi paska intervensi endovaskuler. Temuan ini didukung oleh beberapa penelitian

sebelumnya yang melaporkan tidak memperoleh hubungan bermakna antara hipertensi dan

amputasi pada PAD. Studi oleh Takahara et al menyebutkan bahwa faktor utama yang berperan

pada resiko amputasi pada pasien PAD adalah adanya diabetes dan level Hba1c, sedangkan

komorbid klinis lain seperti hipertensi dan dislipidemia bukan merupakan faktor yang

signifikan.18. Penelitian lain juga menyatakan bahwa hipertensi tidak memeliki pengaruh

terhadap kejadian lokal pada lokasi kelainan 19.

Riwayat merokok tidak berhubungan secara bermakna dengan amputasi paska intervensi

endovaskuler. Hal yang berbeda didapatkan pada penelitian di Eropa riwayat merokok

merupakan prediktor yang signifikan terhadap kejadian re-stenosis pasca angioplasty bawah lutut
20
(HR: 3,58) . Adanya perbedaan ini dikarenakan pada penelitian yg dilakukan penulis, tidak

dilakukan pengelompokkan berdasarkan durasi merokok serta perbedaan demografi populasi

dimana kebiasaan merokok pada wanita Indonesia masih merupakan hal yang bertentangan

dengan budaya masyarakat timur. Namun temuan pada penelitian yang dilakukan penulis

didukung oleh suatu studi terhadap 70 pasien dengan PAD yang dilakukan PTA, tidak

didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dengan risiko terjadinya amputasi

pasca tindakan 21

Jenis kelamin tidak berhubungan secara signifikan dengan amputasi paska intervensi

endovaskuler. Temuan ini didukung oleh penelitian Katherine di Amerika Serikat tahun 2016,

yang menyatakan bahwa prevalensi PAD pada wanita maupun laki-laki adalah sama. Perempuan
memiliki perbaikan primer secara signifikan, baik itu sisi patensi ataupun ratio keselamatan

tungkai jika dibandingkan dengan laki-laki yang menjalani tindakan PTA, sehingga terapi
22
endovaskular ini menjadi pilihan utama pada pasien wanita . Berbeda dengan studi Alfahad

tahun 2015, keduanya, gender tidak memiliki dampak signifikan pada resiko amputasi. Pada

studi lainnya, efek dari gender dan ras ditemukan tidak konsisten. Ratio survival dan amputasi

pada wanita dan pria adalah sama, meskipun dengan penyesuaian umur dan kondisi diabetes 10.

Suatu studi retrospektif menyebutkan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan bermakna

dengan hasil dari tindakan PTA termasuk amputasi didalamnya. Perempuan memiliki hasil pasca

tindakan yang lebih baik dibandingkan lelaki dalam hal patensi pembuluh darah. Hal ini dapat

disebabkan adanya variabilitas tingkat estrogen pada lelaki dan perempuan. Estrogen memiliki

pengaruh kardioprotektif terhadap dinding pembuluh darah dan profil lipid. Namun pengaruh ini

menurun setelah masa menopause. 3

Secara anatomi, lokasi lesi di bagian distal dalam hal ini arteri infapopliteal memiliki

risiko amputasi yang lebih besar dibandingkan lokasi lesi di suprapopliteal. Studi prospektif

terhadap 308 penderita PAD di Italia dibedakan menjadi 3 berdasarkan lokasi lesi, lesi

femoropopliteal, infrapopliteal dan gabungan keduanya. Semua subyek menjalani PTA dan

dilakukan follow up selama 3 tahun. Kejadian amputasi mayor dilakukan pada 8,4% subjek,

dengan variable yang signifikan adalah lesi yang terjadi pada regio infrapopliteal (HR:10,8;
23
P:0,018; CI: 1,16-4,89) . Namun hasil berbeda didapatkan pada penelitian yang dilakukan

penulis, dimana lokasi lesi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan amputasi paska

intervensi enovaskular pada penderita PAD. Hal ini disebabkan karena faktor risiko amputasi

tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja namun dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti

misalnya berat dan panjangnya stenosis atau oklusi yang tidak dianalisis oleh penulis. Selain itu,
pada penderita PAD lokasi lesi dapat berada di beberapa tempat dengan derajat oklusi yang

berbeda beda.

Adanya perbedaan hasil yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan penulis dengan

beberapa kepustakaan serta penelitian2 lainnya juga disebabkan karena penelitian ini

menggunakan rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) dimana data diambil dalam

satu waktu sehingga tidak dapat menggambarkan durasi terjadinya faktor-faktor resiko yang

diteliti yaitu hipertensi dan kebiasaan merokok

Pada analisis bivariat, didapatkan tiga variabel memiliki hubungan yang bermakna yaitu

DM, hiperlipidemia dan CKD. Namun pada analisis multivariat hanya dijumpai DM sebagai

variabel yang dominan. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya keterkaitan yang kuat antara

DM dengan hiperlipidemia dan antara DM dengan CKD.

Keterkaitan antara DM dan hiperlipidemia diketahui dari banyaknya orang dengan

diabetes dapat memiliki berbagai tipe dislipidemia. Menurut penelitian yang dilakukan di

Framingham, prevalensi peningkatan kadar LDL pada pasien diabetes sama dengan pada pasien

non diabetes. Hasil tersebut sama dengan hasil yang didapatkan National Health and Nutritional

Examination Survey (NHANES) Amerika Serikat, dimana dilaporkan persentase individu dengan

kadar LDL > 100mg/dL adalah 25,3% pada kelompok dengan diabetes dan 24,3% pada

kelompok non diabetes 24. Meskipun prevalensi peningkatan high LDL pada penderita DM dan

non DM adalah sama, namun kualitas partikel LDL seperti glikosilasi dan status oksidasi

berubah pada penderita diabetes. Hal ini memiliki peranan penting dalam patofisologi terjadinya

hiperlipidemia pada penderita diabetes 25

Terjadinya hiperlipidemia pada penderita diabetes bersifat multifaktorial. Adanya

resistensi insulin menyebabkan peningkatan aliran asam lemak bebas ke hati. Hal ini memicu
tiga hal penting dalam terjadinya hiperlipidemia yaitu peningkatan konsentrasi plasma

trigliserida, penurunan plasma HDL-c dan peningkatan konsentrasi partikel-partikel LDL.

Mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kadar HDL pada penderita diabetes adalah

resistensi insulin dalam meningkatkan regulasi produksi apo A-1. Mekanisme ketiga

berhubungan dengan peningkatan pelepasan produk inflamasi sitokin misalnya Tumor Necrosis

Factor (TNF)-α. Sitokin ini akan meningkatkan resitensi insulin yang pada akhirnya juga akan

menurunkan regulasi apo A-1 dan menurnkan produksi HDL 25

Sama halnya dengan hiperlipidemia, CKD juga memiliki keterkaitan erat dengan DM. Diabetes

merupakan penyebab CKD yang paling sering. Diabetes mellitus adalah penyakit yang

menyerang lebih dari 23,5 juta orang dewasa di Amerika Serikat dan 90% diantaranya adalah

DM tipe 2. Prevalensi berbagai stadium CKD pada orang dewasa dengan DM tipe 2 adalah 40%.

United States Data Systems melaporkan prevalensi rate CKD st 1 pada penderita DM tipe 2

adalah 8,9%, CKD st 2 12,8%, CKD st 3 19,4%, CKD st 4 dan 5 adalah 2,7%. Ada berbagai

etiologi yang berperan dalam patofisiologi terjadinya CKD pada penderita DM. Mekanisme

dasar yang diketahui adalah terjadinya kerusakan adaptasi hiperfiltrasi dalam jangka waktu lama

yang melibatkan Advanced Glycosilated End products (AGEs), Vascular Endothelial Growth

Factor (VEGF), prorenin dan system renin-angiotensin serta sitokin. Semua hal tersebut akan

berakibat terhadap terjadinya kerusakan fungsi nefron 26.

Simpulan

Berdasarkan penelitian ini, didapatkan hubungan bermakna antara diabetes mellitus,

hiperlipidemia, dan CKD dengan amputasi paska intervensi endovaskular pada penderita PAD

Rutherford 2 sampai 4. Pada hasil analisis multivariat, hanya DM yang memiliki hubungan yang
bermakna dengan amputasi paska intervensi endovaskular pada penderita PAD Rutherford 2

sampai 4.

Daftar Pustaka

1. Gallagher K., Meltzer J.A., Ravin A.R. 2011. Gender difference in outcomes of
endovascular treatment of infrainguinal peripheral artery disease. Vasc Endovasc Surg,
45(6), pp. 703-11.

2. Willien J. Performance of Cockcroft-Gault, MDRD, and CKD-EPI in estimating prevalence


of renal function and predicting survival in the oldest old. Biomed Central. 2013.
3. Rutherford R. Vascular Surgery Volume 8. Philadelphia: Elvesier Inc. 2014.

4. Tendera M. ESC Guidelines on The Diagnosis and Treatment of Peripheral Artery Disease.
Poland : The European Society of Cardiology. 2011.
5. Rhee S.Y. Review : Peripheral Arterial Disease with type 2 Diabetes Mellitus. South Korea :
Korean diabetes association. 2015.
6. Hinchliffe. Effectiveness of revaskularization of the ulcerated foot in patients with diabetes
and peripheral artery disease: a systematic review.United Kingdom : John Wiley. 2015
7. Pasha K.A. Effects of Age and Cardiovaskular Risk Factor on F-FDG PET/CT
quantification of atherosclerosis in the aorta and peripheral arteries.Philadelphia. 2014

8. Lida O. Midterm outcomes and Risk Stratification after endovascaular therapy for patients
with critical limb ischeia due to isolated below-knee-lession. Eur J Endovaskular Surg. 2014

9. Dick F., Diehm N., Galismanis A., Husmann M. 2007. Surgical or endovascular
revascularization in patient with critical limb ischemia: influence of diabetes melitus on
clinical outcome. J Vasc Surg, Volume 45, pp. 751-761.
10. Alfrahad A. The Outcome of Percutaneous Transluminal Angioplasty in Patients with
Critical Limb Ischemia and how Diabetes May Influence this Outcome. UK : Hull Royal
Infirmary. 2015.

11. An J., Jang Y., Song K., Kim S. 2014. Outcome of percutaneous transluminal angioplasty in
diabetic patient with critical limb ischemia. Exp Clin Endocrinol Diabetes, Volume 122, pp.
50-54.

12. Joshua. Diabetes and Atherosklerosis : Epidemiology, Pathophysiology, and Management.


American Medical Association. 2002
13. Keeling A., Khalidi K., Leong S., Wang T. 2011. Below knee angioplasty in elderly patients:
Predictors of major adverse clinical outcomes. European Journal of Radiology , Volume 77,
pp. 483-489.
14. Mao C. Outcomes and Charcteristics of Patients Undergoing Percutaneous Angioplasty
Followed by Below-Knee or Above-Knee Amputation for Peripheral Arterial Disease. Plos
One. 2014
15. Guyton A.C. Textbook of Medical Physiology. Elsevier Inc. 2006
16. Pranav S. Peripheral Artery Disease and Chronic Kidey Disease : Clinical Synergy to
Improve Outcomes. Elsevier Inc. 2014
17. Khrisna. R. Peripheral Arterial Calcification : Prevalence, Mechanism, Detection, and
Clinical Implications. Wiley Periodicals Inc. 2014
18. Takahara C., Kaneto M. The Influence of Glycemic Control on The Prognosis of Japanese
Patiens Undergoing Percutaneous Transluminal Angiplasty for Critical Limb Ischemia.
Diabetes Care 33. 2010

19. Diehm N., Shang A., Silvestro A. 2006. Association of cardiovascular risk factor with
pattern of lower limb atherosclerosis in 2659 patients undergoing angioplasty. Eur J Vasc
Endovasc Surg, Volume 31, pp. 59-63.
20. Kayce Bell. Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline Recomendations.
Auburn : Alabama Association. 2015
21. Strom M. Amputation-Free Survival after Crural Percutaneous Transluminal Angioplasty for
Critical Limb Ischemia. SJS Scandinavia Jurnal of Surgical; 2016.
22. Hasan. Clinical Outcome of Percutaneous Transluminal Angioplasty in type 2 Diabetic
Patient with Peripheral Arterial Disease and Distribution of Factors that Influenced Clinical
Success. Jakarta. 2013
23. Faglia E., Clerici G., Airoldi F., Tavano D. 2012. Revascularization by Angioplasty of Type
D Femoropopliteal and Long Infrapopliteal Lesion in Diabetic Patients With Critical Limb
Ischemia: Are TASC II Recommendations Suitable? A Population-Based Cohort Study. Int J
Low Ext Wounds, 20(10), pp. 1-9.
24. Haider J., Jamal S. 2017. Dyslipidemia in diabetes mellitus and cardiovascular disease.
Cardiovascular Endocrinology, Volume 6. P. 27-32
25. Chehade J.M., Margaret G., Arshag D. Dyslipidemia in type 2 diabetes : prevalence,
pathophysiology, and management. Switzerland : Springer Inc. 2013
26. Ronald P., Kansara A., Ann M. Chronic kidney disease and diabetes. Ireland : Elsevier Inc.
2011

Anda mungkin juga menyukai