Abstrak
Pendahuluan
Metode
Studi observasional dengan metode potong lintang terhadap 32 pasien PAD yang secara
klasifikasi masuk dalam kriteria Rutherford 2 sampai 4 yang menjalani intervensi endovaskuler
di RSUP Sanglah Denpasar sejak kurun waktu terhitung Januari 2014 sampai Desember 2017.
Faktor risiko dan komorbid pada pasien dicatat. Paska tindakan pasien diobservasi dan dicatat
antara yang diputuskan amputasi dan tidak.
Hasil
Prevalensi amputasi paska tindakan endovaskuler 37,5%. Analisis bivariat yang bermakna
terhadap kejadian amputasi paska intervensi endovaskular adalah diabetes melitus (RP: 44.000;
p:0,000), chronic kidney disease (RP: 9; p:0,011), dan hiperlipidemia (RP: 9; p:0,011).
Berdasarkan analisis multivariat, diabetes melitus merupakan faktor dominan yang berkaitan
dengan kejadian amputasi paska tindakan endovaskuler.
Simpulan
Pasien PAD dengan diabetes melitus, hiperlipidemia, dan CKD memerlukan perhatian khusus
didalam persiapan maupun informed consent sebelum tindakan.
Background
Post revascularization amputation case is still remain though revascularization technique was
much more developed. Factors that influence post revascularization amputation on PAD patient
were still much unknown.
Method
This study use observational study with cross sectional method to 32 PAD patients on 2 until 4
Rutherford criteria classification at Sanglah General Hospital from January 2014 until December
2017. Risk factors and patient comorbid were recorded. Post operation, patient was observed,
recorded, and decided which one would be done amputation or not.
Result
Prevalence of post endovascular amputation was 37.5%. On bivariat analysis, Diabetes melitus
(PR:44,000; p:0.000), chronic kidney disease (PR:9; p:0.011), and hyperlipidemia (PR: 9;
p:0.011) were the significant factor to post endovascular amputation. Diabetes melitus was the
dominant factor to post endovascular amputation by multivariate analysis.
Conclusion
PAD patient with Diabetes melitus, hyperlipidemia, and CKD needs spesial attention and
informed consent presurgically.
Pendahuluan
Salah satu penyakit yang paling sering ditemukan akibat pola hidup yang kurang sehat
dan kebiasaan merokok adalah Peripheral Arterial Disease (PAD)1. Peripheral Arterial Disease
(PAD) adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah non sindroma koroner akut
setelah keluar dari jantung dan aortailiaka, sehingga pembuluh darah yang sering menjadi lokasi
terjadinya PAD adalah pembuluh pada keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri
mesenterika, aorta abdominalis, dan semua pembuluh cabang yang keluar dari aortailiaka 2.
Prevalensi PAD diseluruh dunia meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi kasus PAD di
seluruh dunia adalah sebanyak 20 % pada kelompok usia lebih dari 55 tahun dengan setidaknya
berujung pada tindakan amputasi. Hal ini berdampak pada semakin tingginya angka amputasi di
seluruh dunia. Sebanyak 60.000 amputasi mayor (above ankle) dikerjakan secara rutin dan
sebanyak 115.749 kasus dari segala jenis amputasi dikerjakan di Amerika Serikat pada tahun
2003 3.
Mayo Clinic melaporkan penurunan ratio amputasi sebanyak 50% akibat meningkatnya
Revaskularisasi, baik prosedur pembedahan bypass dan percutaneous angioplasty (PTA), harus
amputasi menjadi kompleks. Keberhasilan terapi revaskularisasi biasanya dilihat dari outcome
Sebuah studi retrospektif pada pasien PAD yang telah menjalani tindakan revaskularisasi
dari bulan Maret 2009 hingga Oktober 2015 oleh Jin Hyung Joh, mendapatkan 57 pasien dari
275 sampel menjalani paska revaskularisasi. Dari 275 pasien yang telah menjalani
revaskularisasi tersebut, 19 pasien (6,9%) dilakukan amputasi pada tungkai dan kaki 5. Review
oleh Hinchliffe menyatakan bahwa kejadian amputasi minor pada pasien PAD paska menjalani
kontroversi dan perdebatan. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi
kejadian PAD, keberhasilan intervensi revaskularisasi, dan kejadian amputasi setelahnya yang
terjadi secara multifaktorial dan berhubungan satu sama lain secara kompleks. Sayangnya, data
detail mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kejadian amputasi pada pasien PAD pasca
tindakan revaskularisasi yang berhasil masih sangat terbatas dan saling tumpang tindih dengan
faktor risiko PAD yang memang sudah ada sejak sebelum dilakukannya intervensi. Oleh karena
itu, peneliti ingin meneliti faktor–faktor yang mempengaruhi kejadian amputasi pasca
yang dalam penelitian ini dikhususkan pada pasien dengan kriteria Rutherford 2 sampai 4.
Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan rancangan cross sectional
study dengan jumlah sampel sebanyak 32 responden pasien PAD dengan kriteria Rutherford 2
sampai 4. Data diambil dalam penelitian ini adalah data selama 4 tahun, yaitu dari Januari tahun
2014 sampai dengan Desember 2017. Variabel bebas pada penelitian ini berupa diabetes melitus,
hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, lokasi lesi PAD, Chronic Kidney Disease.
Analisa data dibagi menjadi 3 tahap, yakni analisa data deskriptif, analisa bivariat untuk
mengetahui hubungan variabel bebas dengan kejadian amputasi paska revaskularisasi, dan
analisa multivariat untuk mengetahui pengaruh murni satu variabel bebas terhadap 1 variabel
tergantung dengan mengendalikan variabel bebas lainnya. Keseluruhan data yang didapat diolah
Hasil
Berdasarkan tabel diatas didapatkan data kategori umur dengan rerata 59,6 (SD 11,9).
Kategori berdasarkan jenis kelamin didapatkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu
Hipertensi dalam penelitian ini terbanyak tanpa penyakit Hipertensi yaitu 18 responden (56,3%).
Kategori berdasarkan Hiperlipidemia terbanyak dalam penelitian ini adalah tanpa Hiperlipidemia
yaitu 24 responden (75%). Kategori berdasarkan riwayat merokok dalam penelitian ini terbanyak
adalah tanpa riwayat merokok yaitu 19 responden (59,4%). Kategori berdasarkan lokasi
penelitian didapatkan data femoropopliteal dan infrapopliteal dengan jumlah dan prosentase yang
Berdasarkan tabel diatas didapatkan data jenis kelamin tidak berhubungan secara
signifikan dalam penelitian ini dengan p-value 0,923 > 0,05 dan Rasio prevalensi 1,077. Ada
hubungan yang signifikan antara Diabetes mellitus dengan amputasi paska intervensi
endovaskular Pasien PAD dengan Rutherford 2 sampai 4 dengan p-value 0,000 < 0,05 dan rasio
Prevalensi 44.000 yang berarti pasien PAD Rutherford 2 sampai 4 dilakukan intervensi
endovaskular yang memiliki Penyakit DM berisiko 44.000 kali lebih besar dilakukan amputasi
dibandingkan dengan yang tidak memiliki penyakit DM. Ada hubungan yang signifikan antara
Hiperlipidemia dengan amputasi paska intervensi endovaskular Pasien PAD dengan Rutherford 2
sampai 4 dengan p-value 0,011 < 0,05 dan rasio Prevalensi 9 yang berarti pasien PAD
9 kali lebih besar dilakukan amputasi dibandingkan dengan yang tidak memiliki Hiperlipidemia.
Ada hubungan yang signifikan antara CKD dengan amputasi paska intervensi endovaskular
Pasien PAD dengan Rutherford 2 sampai 4 dengan p-value 0,011 < 0,05 dan rasio Prevalensi 9
yang berarti pasien PAD Rutherford 2 sampai 4 yang dilakukan intervensi endovaskular yang
memiliki penyakit CKD berisiko 9 kali lebih dilakukan amputasi dibandingkan dengan yang
Pada tabel diatas didapatkan data pengaruh dominan dari faktor risiko DM,
Hiperlipidemia dan CKD adalah DM dengan p-value 0,007. DM dalam penelitian ini memiliki
hubungan yang positif dengan kejadian amputasi paska intervensi endovaskular pada pasien
PAD dengan Rutherford 2 sampai 4 dengan nilai RP 27,130 (CI : 2.422-303.862) yang berarti
penderita PAD dengan DM memiliki risiko amputasi paska intervensi endovaskular sebanyak
Diskusi
Didalam penelitian ini, kejadian amputasi paska intervensi endvaskuler sebesar 37,5%.
Angka yang lebih kecil didapatkan dari sebuah studi retrospektif pada pasien PAD yang telah
menjalani tindakan revaskularisasi dari bulan Maret 2009 hingga Oktober 2015 oleh Jin Hyung
Joh, mendapatkan 57 pasien dari 275 sampel (20,7%) menjalani amputasi pada tungkai dan kaki
paska revaskularisasi 5. Penelitian lain di Eropa mendapatkan angka kejadian amputasi paska
endovaskuler setelah dilakukan follow up selama 1 tahun sebesar 26,6% 7. Angka yang lebih
besar didapatkan pada suatu penelitian pada pasien PAD dengan CKD, dimana kejadian
Berdasarkan analisis bivariat penelitian ini didapatkan bahwa diabetes melitus memiliki
hubngan yang signifikan terhadap amputasi paska intervensi endovaskular pada pasien PAD.
Kejadian PAD dengan DM pada penelitian ini sebesar 46,9%, tidak jauh berbeda dengan
penelitian lain yang laporkan angka kejadian PAD dengan DM mencapai 44,9% maupun dengan
endovaskular ini sukses diantara kelompok DM (91%), namun angka limb salvage 12 bulan
pasca operasi lebih rendah (72,7%). Angka amputasi yang lebih tinggi diantara kelompok DM
dengan non-DM ditemukan pada studi ini. Hal ini bersifat multifaktorial dan dijelaskan akibat
adanya frekuensi gangren yang tinggi, nekrosis jaringan yang lanjut, dan temuan klinis yang
lambat pada kelompok DM. Suatu studi kohort prospektif selama 1 tahun terhadap 383 pasien
menemukan bahwa keberhasilan dari tindakan revaskularisasi secara signifikan lebih baik pada
amputasi mayor diantara kelompok DM dan non-DM setelah dilakukan PTA (10 vs. 0%;
P<0,05) 11. Pada suatu studi dengan 993 pasien DM disertai PAD, tindakan PTA tidak dapat
dilakukan pada 16% pasien tersebut oleh karena sumbatan total akibat kalsifikasi pembuluh
darah 6.
menghasilkan insiden penyakit perifer, koroner, dan serebrovaskular yang lebih tinggi. Banyak
bukti menunjukkan bahwa disfungsi endotel terlibat dalam patogenesis penyakit vaskuler pada
pasien diabetes. Dalam sebuah studi, didapatkan informasi bahwa pembuluh darah pada pasien
diabetes tipe-2 ternyata mengalami gangguan relaksasi. Disfungsi endotel pada-DM 1 terjadi
karena berkurangnya sensitivitas sel-sel otot polos pembuluh darah terhadap NO 12. Hubungan
patofisiologis diabetes dalam menimbulkan PAD tidak diketahui dengan jelas, karena terdapat
dua efek langsung, yakni dari hiperglikemia serta adanya hipertensi dan hiperlipidemia yang
dengan amputasi paska intervensi endovaskuler. Analisis multivariat penelitian lain di Irlandia
terhadap kejadian amputasi paska PTA 13. Penelitian cohort oleh Chun-Tai Mao tahun 2014, dari
7568 pasien yang menjalani PTA, sebanyak 2998 pasien (40%) memiliki komorbid dislipidemia.
pembentukan lesi aterosklerotik. Kolesterol LDL merupakan salah satu penyebab utama dari
disfungsi endotel dan cedera otot polos. Perubahan struktur endotel memungkinkan lipoprotein
memasuki dinding arteri, menjadi teroksidasi, dan mendukung pembentukan fatty streak, yang
merupakan lesi awal pada aterosklerosis. Hal ini akan berkembang menjadi lesi yang lebih
Chronic kidney disease (CKD) memiliki hubungan bermakna dengan amputasi paska
terdapat hubungan yang signifikan antara derajat gangguan ginjal dengan risiko amputasi pasca
PTA. Dikatakan terdapat penurunan yang signifikan didalam angka patensi dan keselamatan
tungkai 5 tahun pada gagal ginjal tahap terminal dengan hemodialis dibandingkan tanpa
hemodialisis. 13. Penelitian kohort multisentris terhadap 1067 pasien PAD dengan CKD, pada
analisis univariat didapatkan angka amputasi 21,5% pada kasus CKD ringan dibandingkan
Bukti dari kemungkinan adanya dampak langsung arteri pada CKD disebutkan pada
penelitian sebelumnya dimana berhubungan dengan albuminuria, yang merupakan marker dari
disfungsi endothel generalisata dan sebagai faktor resiko atherosklerosis dan PAD. Albuminuria
CKD dan Diabetes Mellitus adalah penyebab dari terjadinya kalsifikasi vaskular. Pada
kondisi penyakit tersebut, terjadi akumulasi dari kalsium (Ca++) dan phosphat (P) pada arteri
dengan penimbunan mineral pada layer intimal atau medial dari pembuluh darah. Kalsifikasi
intimal berhubungan dengan plak atherosklerosis. Aliran darah obstruktif akibat lesi stenotik
Pada penelitian yang dilakukan penulis, hipertensi tidak berhubungan secara bermakna
terhadap amputasi paska intervensi endovaskuler. Temuan ini didukung oleh beberapa penelitian
sebelumnya yang melaporkan tidak memperoleh hubungan bermakna antara hipertensi dan
amputasi pada PAD. Studi oleh Takahara et al menyebutkan bahwa faktor utama yang berperan
pada resiko amputasi pada pasien PAD adalah adanya diabetes dan level Hba1c, sedangkan
komorbid klinis lain seperti hipertensi dan dislipidemia bukan merupakan faktor yang
signifikan.18. Penelitian lain juga menyatakan bahwa hipertensi tidak memeliki pengaruh
Riwayat merokok tidak berhubungan secara bermakna dengan amputasi paska intervensi
endovaskuler. Hal yang berbeda didapatkan pada penelitian di Eropa riwayat merokok
merupakan prediktor yang signifikan terhadap kejadian re-stenosis pasca angioplasty bawah lutut
20
(HR: 3,58) . Adanya perbedaan ini dikarenakan pada penelitian yg dilakukan penulis, tidak
dimana kebiasaan merokok pada wanita Indonesia masih merupakan hal yang bertentangan
dengan budaya masyarakat timur. Namun temuan pada penelitian yang dilakukan penulis
didukung oleh suatu studi terhadap 70 pasien dengan PAD yang dilakukan PTA, tidak
didapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dengan risiko terjadinya amputasi
pasca tindakan 21
Jenis kelamin tidak berhubungan secara signifikan dengan amputasi paska intervensi
endovaskuler. Temuan ini didukung oleh penelitian Katherine di Amerika Serikat tahun 2016,
yang menyatakan bahwa prevalensi PAD pada wanita maupun laki-laki adalah sama. Perempuan
memiliki perbaikan primer secara signifikan, baik itu sisi patensi ataupun ratio keselamatan
tungkai jika dibandingkan dengan laki-laki yang menjalani tindakan PTA, sehingga terapi
22
endovaskular ini menjadi pilihan utama pada pasien wanita . Berbeda dengan studi Alfahad
tahun 2015, keduanya, gender tidak memiliki dampak signifikan pada resiko amputasi. Pada
studi lainnya, efek dari gender dan ras ditemukan tidak konsisten. Ratio survival dan amputasi
pada wanita dan pria adalah sama, meskipun dengan penyesuaian umur dan kondisi diabetes 10.
Suatu studi retrospektif menyebutkan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan bermakna
dengan hasil dari tindakan PTA termasuk amputasi didalamnya. Perempuan memiliki hasil pasca
tindakan yang lebih baik dibandingkan lelaki dalam hal patensi pembuluh darah. Hal ini dapat
disebabkan adanya variabilitas tingkat estrogen pada lelaki dan perempuan. Estrogen memiliki
pengaruh kardioprotektif terhadap dinding pembuluh darah dan profil lipid. Namun pengaruh ini
Secara anatomi, lokasi lesi di bagian distal dalam hal ini arteri infapopliteal memiliki
risiko amputasi yang lebih besar dibandingkan lokasi lesi di suprapopliteal. Studi prospektif
terhadap 308 penderita PAD di Italia dibedakan menjadi 3 berdasarkan lokasi lesi, lesi
femoropopliteal, infrapopliteal dan gabungan keduanya. Semua subyek menjalani PTA dan
dilakukan follow up selama 3 tahun. Kejadian amputasi mayor dilakukan pada 8,4% subjek,
dengan variable yang signifikan adalah lesi yang terjadi pada regio infrapopliteal (HR:10,8;
23
P:0,018; CI: 1,16-4,89) . Namun hasil berbeda didapatkan pada penelitian yang dilakukan
penulis, dimana lokasi lesi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan amputasi paska
intervensi enovaskular pada penderita PAD. Hal ini disebabkan karena faktor risiko amputasi
tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja namun dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti
misalnya berat dan panjangnya stenosis atau oklusi yang tidak dianalisis oleh penulis. Selain itu,
pada penderita PAD lokasi lesi dapat berada di beberapa tempat dengan derajat oklusi yang
berbeda beda.
Adanya perbedaan hasil yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan penulis dengan
beberapa kepustakaan serta penelitian2 lainnya juga disebabkan karena penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) dimana data diambil dalam
satu waktu sehingga tidak dapat menggambarkan durasi terjadinya faktor-faktor resiko yang
Pada analisis bivariat, didapatkan tiga variabel memiliki hubungan yang bermakna yaitu
DM, hiperlipidemia dan CKD. Namun pada analisis multivariat hanya dijumpai DM sebagai
variabel yang dominan. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya keterkaitan yang kuat antara
diabetes dapat memiliki berbagai tipe dislipidemia. Menurut penelitian yang dilakukan di
Framingham, prevalensi peningkatan kadar LDL pada pasien diabetes sama dengan pada pasien
non diabetes. Hasil tersebut sama dengan hasil yang didapatkan National Health and Nutritional
Examination Survey (NHANES) Amerika Serikat, dimana dilaporkan persentase individu dengan
kadar LDL > 100mg/dL adalah 25,3% pada kelompok dengan diabetes dan 24,3% pada
kelompok non diabetes 24. Meskipun prevalensi peningkatan high LDL pada penderita DM dan
non DM adalah sama, namun kualitas partikel LDL seperti glikosilasi dan status oksidasi
berubah pada penderita diabetes. Hal ini memiliki peranan penting dalam patofisologi terjadinya
resistensi insulin menyebabkan peningkatan aliran asam lemak bebas ke hati. Hal ini memicu
tiga hal penting dalam terjadinya hiperlipidemia yaitu peningkatan konsentrasi plasma
Mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kadar HDL pada penderita diabetes adalah
resistensi insulin dalam meningkatkan regulasi produksi apo A-1. Mekanisme ketiga
berhubungan dengan peningkatan pelepasan produk inflamasi sitokin misalnya Tumor Necrosis
Factor (TNF)-α. Sitokin ini akan meningkatkan resitensi insulin yang pada akhirnya juga akan
Sama halnya dengan hiperlipidemia, CKD juga memiliki keterkaitan erat dengan DM. Diabetes
merupakan penyebab CKD yang paling sering. Diabetes mellitus adalah penyakit yang
menyerang lebih dari 23,5 juta orang dewasa di Amerika Serikat dan 90% diantaranya adalah
DM tipe 2. Prevalensi berbagai stadium CKD pada orang dewasa dengan DM tipe 2 adalah 40%.
United States Data Systems melaporkan prevalensi rate CKD st 1 pada penderita DM tipe 2
adalah 8,9%, CKD st 2 12,8%, CKD st 3 19,4%, CKD st 4 dan 5 adalah 2,7%. Ada berbagai
etiologi yang berperan dalam patofisiologi terjadinya CKD pada penderita DM. Mekanisme
dasar yang diketahui adalah terjadinya kerusakan adaptasi hiperfiltrasi dalam jangka waktu lama
yang melibatkan Advanced Glycosilated End products (AGEs), Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF), prorenin dan system renin-angiotensin serta sitokin. Semua hal tersebut akan
Simpulan
hiperlipidemia, dan CKD dengan amputasi paska intervensi endovaskular pada penderita PAD
Rutherford 2 sampai 4. Pada hasil analisis multivariat, hanya DM yang memiliki hubungan yang
bermakna dengan amputasi paska intervensi endovaskular pada penderita PAD Rutherford 2
sampai 4.
Daftar Pustaka
1. Gallagher K., Meltzer J.A., Ravin A.R. 2011. Gender difference in outcomes of
endovascular treatment of infrainguinal peripheral artery disease. Vasc Endovasc Surg,
45(6), pp. 703-11.
4. Tendera M. ESC Guidelines on The Diagnosis and Treatment of Peripheral Artery Disease.
Poland : The European Society of Cardiology. 2011.
5. Rhee S.Y. Review : Peripheral Arterial Disease with type 2 Diabetes Mellitus. South Korea :
Korean diabetes association. 2015.
6. Hinchliffe. Effectiveness of revaskularization of the ulcerated foot in patients with diabetes
and peripheral artery disease: a systematic review.United Kingdom : John Wiley. 2015
7. Pasha K.A. Effects of Age and Cardiovaskular Risk Factor on F-FDG PET/CT
quantification of atherosclerosis in the aorta and peripheral arteries.Philadelphia. 2014
8. Lida O. Midterm outcomes and Risk Stratification after endovascaular therapy for patients
with critical limb ischeia due to isolated below-knee-lession. Eur J Endovaskular Surg. 2014
9. Dick F., Diehm N., Galismanis A., Husmann M. 2007. Surgical or endovascular
revascularization in patient with critical limb ischemia: influence of diabetes melitus on
clinical outcome. J Vasc Surg, Volume 45, pp. 751-761.
10. Alfrahad A. The Outcome of Percutaneous Transluminal Angioplasty in Patients with
Critical Limb Ischemia and how Diabetes May Influence this Outcome. UK : Hull Royal
Infirmary. 2015.
11. An J., Jang Y., Song K., Kim S. 2014. Outcome of percutaneous transluminal angioplasty in
diabetic patient with critical limb ischemia. Exp Clin Endocrinol Diabetes, Volume 122, pp.
50-54.
19. Diehm N., Shang A., Silvestro A. 2006. Association of cardiovascular risk factor with
pattern of lower limb atherosclerosis in 2659 patients undergoing angioplasty. Eur J Vasc
Endovasc Surg, Volume 31, pp. 59-63.
20. Kayce Bell. Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline Recomendations.
Auburn : Alabama Association. 2015
21. Strom M. Amputation-Free Survival after Crural Percutaneous Transluminal Angioplasty for
Critical Limb Ischemia. SJS Scandinavia Jurnal of Surgical; 2016.
22. Hasan. Clinical Outcome of Percutaneous Transluminal Angioplasty in type 2 Diabetic
Patient with Peripheral Arterial Disease and Distribution of Factors that Influenced Clinical
Success. Jakarta. 2013
23. Faglia E., Clerici G., Airoldi F., Tavano D. 2012. Revascularization by Angioplasty of Type
D Femoropopliteal and Long Infrapopliteal Lesion in Diabetic Patients With Critical Limb
Ischemia: Are TASC II Recommendations Suitable? A Population-Based Cohort Study. Int J
Low Ext Wounds, 20(10), pp. 1-9.
24. Haider J., Jamal S. 2017. Dyslipidemia in diabetes mellitus and cardiovascular disease.
Cardiovascular Endocrinology, Volume 6. P. 27-32
25. Chehade J.M., Margaret G., Arshag D. Dyslipidemia in type 2 diabetes : prevalence,
pathophysiology, and management. Switzerland : Springer Inc. 2013
26. Ronald P., Kansara A., Ann M. Chronic kidney disease and diabetes. Ireland : Elsevier Inc.
2011