Anda di halaman 1dari 6

HASIL TELAAH JURNAL MENGGUNAKAN PICOT

Telaah Jurnal Kardiomiopati Hipertrofik

A. Problem:Masalah
Pada penelitian di America Utara,Eropa,Asia dan Afrika dilaporkan angka
kejadian 1:500. Tidak terdapat perbedaan frekuensi kejadian kardiomiopati
hipertrofik baik pada laki – laki maupun perempuan penyakit ini dapat
ditemui disegala rentang usia
B. Intervention:intervensi/rencana
1. Exerice testing pada pasien dengan kardiomiopati hipertrofik dilakukan
untuk stratifikasi risiko dan penilaian adanaya LVOTO pada pasien
2. Cardiovascular magnetic resonance imaging (CMR)
Pemeriksaan CMR dapat memberikan gambaran yang lebih detail untuk
menilai morfologi kardiak, fungsi ventricular dan karakteristik jaringan
miokard.
3. Positron emission tomography (PET) scan
Apabila dicurigai adanya amiloidosis yang bersifat transthyretin-related
familial, pemeriksaan ini menjadi penting untuk dilakukan
4. Katerisasi jantung
5. Angiografi koronari
6. Pemeriksaan genetic
7. Biopsi endomiokardial
C. Comparison : perbandingann
Terdapat koeksistensi patologi lainnya yang menyebabkan
terjadinya hipertrofi seperti Aorta stenosis maupun hipertensi yang telah
berlangsung lama.Isolated basal septal hypertrophy dapat ditemui pada
pasien usia tua.Kardiomiopati dapat terjadi bersamaan HT.Meski demikian,
hypertrophy pada ventrikel kiri yang semata diakibatkan oleh hipertensi
pada umumnya tidak akan lebih dan 1,5 cm.Pada HT, dari anamnesis
biasanya didapatkan adanya riwayat peningkatan tekanan darah dalam 10
tahun pertama,serta didapatkan adanya bukti kerusakan pada end organ
seperti retinopati maupun nefropati.
Keadaan hipertrofi ventrikel kiri juga dapat ditemui pada jantung
dari atlet yang terlatih Latihan fisik dengan intensitas tinggi yang dilakukan
secara disiplin dapat berpengaruh pada struktur dan fungsi
kardiak.Penambahan massa dan hipertrofi dapat terjadi pada jenis latihan
fisik yang memerlukan kekuatan dan ketahanan yang tinggi.
Aritmia dapat terinduksi dari latihan fisik yang berlebih , untuk itu
perlu dibedakan apakah hipertrofi yang terjadi pada seorang atlek adalah
murni akibat latihan fisik atau merupakan suatu kardiomiopati
hipertrofik.Beberapa hal yang dapat membedakan adalah
1. EKG
2. Ketebalan ventrikel kiri
3. Doppler
4. CMR
5. Exercise training
D. Out Come : hasilnya
Keadaan kardiomiopati hipertrofik memerlukan pemantauan dan
pelaksanaan yang sifatnya seumur hidup.Penilaian EKG 12 sadapan dan
ekokardiografi direkomendasikan untuk dilakukan setiap 12-24 bulan pada
pasien yang stabil.Pemeriksaan EKG ambulatory yang dilakukan selama 48
jam direkomendasikan untuk dikerkajansetiap 6-12 bulan pada pasien
dengan gambaran EKG sinus ritmik dengan dimensi atrial kiri > 45mm atau
pada saat pasien mengeluhkan adanya palpitasi yang baru.
Pemeriksaan CMR dilakukan setiap 5 tahun sekali yang secara
klinis stabil atau setiap 2-3 tahun pada pasien dengan penyakit yang
progresif.
Exiercise testing dapat dilakukan setiap 2-3 tahun pada pasien
stabil atau 1 tahun sekali pada pasien dengan gambaran penyakit progresif
E. Time:
Pemeriksaan CMR dilakukan setiap 5 tahun sekali
Exiercise testing dapat dilakukan setiap 2-3 tahun

Telaah Jurnal Pengaruh Terapi Musik Suara Alam Terhadap Kualitas


Tidur Pasien Kritis Di Ruang Icu
A. Poblema:
Populasi dalam penelitan ini adalah pasien kritis yang di rawat di ruang ICU
Rumah Sakit Royal Prima Medan sebanyak 30 orang. Sampel penelitian ini
adalah 12 pasien yang dirawat diruang ICU RS Royal Prima.teknik
Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik purposive
sampling.
B. Intervention:
Pengumpulan data menggunakan data primer yang diperoleh secara langsung,
sehingga teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : observasi
yang artinya teknik pengumpulan data kemudian mencatat gejala-gejala yang
ditemukan dilapangan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam
permasalan penelitian
Analisa data dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variable
independen dan variabel dependen menggunakan uji Wilcoxon pada program
SPSS. Uji Wilcoxon
C. Comparison:
1. Berdasarkan jenis kelamin pada pasien di ruang ICU dimana mayoritas
responden laki-laki 9 orang dengan persentasi (75,0 %) dan responden
perempuan 3 orang dengan persentasi (25.o %). Responden laki-laki lebih
banyak dari pada responden perempuan. Setelah pemberian terapi musik
suara alam, responden mengalami peningkatan kualitas tidur.
2. Berdasarkan usia responden pada pengumpulan data yang dilakukan maka
di peroleh umur dengan rentang <26 tahun sebanyak 1 orang dengan
persentasi (8,3 %) , umur 25-55 sebanyak 5 orang dengan persentasi (41,7
%), umur 60-70 sebanyak 4 orang dengan persentasi (33,3%) dan yang
umur 71-90 sebanyak 2 orang dengan persentasi (16,7%). Setelah
pemberian terapi musik alam maka umur tidak berpengaruh pada kualitas
tidur
D. Out come:
1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur dengan mayoritas
responden umur 27-55 dengan persentasi 41,7% (5 responden) dan
minoritas < 26 tahun dengan persentasi 8,3% (1 responden). Distribusi
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dengan mayoritas
responden berjenis kelamin laki-laki dengan persentasi 75% (9
responden) dan minoritas perempuan dengan persentasi 25% (3
responden).
2. Distribusi frekuensi responden sebelum diberikan pengaruh terapi musik
suara alam terhadap kualitas tidur pasien mayoritas pasien mengalami
kualitas tidur buruk.
3. Distribusi frekuensi responden sesudah diberikan pengaruh terapi musik
suara alam terhadap kualitas tidur pasien mayoritas pasien mengalami
kualitas tidur baik dan minoritas pasien mengalami kualitas tidur.
4. Terapi musik suara alam mampu meningkatkan kualitas tidur pasien kritis
di ruang ICU.
E. Time:
Hasil survei awal yang di lakukan peneliti pada 9 april 2019 di ruangan ICU
rumah sakit Royal Prima Medan.
Hasil Telaan Jurnal dengan Menggunakan Pico Penyakit Jantung
Koroner Dan Obesitas
A. Poblem:
Sampel sebanyak 1079 responden penderita PJK dengan obesitas. PJK
ditentukan berdasarkan pemeriksaan EKG (tahun 2013) dan mengalami
obesitas (IMT > 25 cm atau LP > 80 cm pada perempuan dan 90 cm pada
laki-laki). Analisis uji Chi-square dan regresi logistik.
B. Intervention:
Penelitian ini merupakan penelitian prospektif dengan desain penelitian
potong lintang (cross sectional) yang merupakan analisis lanjut dari sub set
data kohor Penyakit Tidak Menular (PTM) yang dilakukan oleh Pusat
Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan di kelurahan Kebon Kalapa, Kecamatan Bogor
Tengah, kota Bogor.
Penelitian studi kohor faktor risiko PTM dikumpulkan dengan metode WHO
Steps yaitu meliputi wawancara. pengukuran fisik dan pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan EKG. Sedangkan data sekunder yang masuk
kriteria analsis lanjut pada penelitian ini adalah responden yang mempunyai
obesitas dan hasil pemeriksaan EKG terdiagnosis PJK. Kedua adalah faktor
risiko perilaku yaitu indeks Brinkman, perokok pasif, aktivitas fisik, stress,
dan hipertensi. Ketiga adalah hasil pemeriksaan darah (kolesterol total, LDL,
HDL dan trigliserida, serta hasil gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP).
C. Comparison:
Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas nasional
berdasarkan IMT pada kelompok umur ≥ 15 tahun sebesar 10,3% dengan
rincian pada laki-laki sebesar 13,9% dan perempuan sebesar 23,8%.
Sedangkan prevalensi obesitas sentral pada penduduk umur ≥ 15 tahun
sebesar 18,8% (Badan Litbangkes, 2007). Prevalensi ini meningkat pada
Riskesdas 2010 obesitas untuk kelompok umur > 18 tahun sebesar 11,7%
dengan rincian pada laki-laki sebesar 16,3% dan perempuan sebesar 26,9%
(Badan Litbangkes, 2010). Sementara itu Riskesdas 2013 menunjukkan
prevalensi obesitas nasional berdasarkan IMT pada kelompok umur ≥ 18
tahun sebesar 13,2% dengan rincian pada lakilaki sebesar 19,7% dan
perempuan sebesar 32,9% (Badan Litbangkes, 2013).
Prevalensi ini meningkat pada Riskesdas 2010 obesitas untuk
kelompok umur > 18 tahun sebesar 11,7% dengan rincian pada laki-laki
sebesar 16,3% dan perempuan sebesar 26,9% (Badan Litbangkes, 2010).
Sementara itu Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi obesitas nasional
berdasarkan IMT pada kelompok umur ≥ 18 tahun sebesar 13,2% dengan
rincian pada lakilaki sebesar 19,7% dan perempuan sebesar 32,9% (Badan
Litbangkes, 2013).
D. Out come:
Penelitian menunjukkan hipertensi memberikan risiko 1,8 kali dibandingkan
yang tidak hipertensi pada responden PJK yang obesitas dengan 95% CI
1,31–2,53; LDL akan memberikan risiko 1,6 kali dibandingkan responden
dengan LDL tidak berisiko pada kelompok PJK yang obesitas dengan 95%
CI 1,18–2,32; HDL akan memberikan risiko 1,66 kali pada responden dengan
HDL berisiko pada kelompok PJK yang obesitas dengan 95% CI 1,23–2,23
dan Trigliserida tinggi akan memberikan risiko 1,5 pada responden PJK yang
obesitas dengan 95% CI 1,07–2,22.
E. Time:
Sampel diambil dari sumber data skrining responden tahun 2011 dan telah
dilakukan pemantauan selama dua tahun dan pemeriksaan evaluasi tahun
2013 data yang lengkap

Anda mungkin juga menyukai