Anda di halaman 1dari 4

3.

PERIODE PEMBANGUNAN (ERA 1980AN)

Periode ini ditandai dengan banyak problem pembangunan akibat


meningkatnya harga minyak dunia yang akhirnya menimbulkan hutang luar negeri
yang mengakibatkan ketimpangan pembangunan tidak hanya di antar wilayah,
tetapi juga antar sector dan ketimpangan pendapatan antar golongan.

Tapi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berjalan di era 80an karena


Indonesia di topang dengan keberhasilan di sektor pertanian, khususnya beras.
Dengan adanya program intensifikasi massal dan program bimbingan massal
melalui radio dan televisi, Indonesia mampu melipat gandakan produk beras yang
awalnya 12,2 juta ton(1969) menjadi 25,8 ton(1984).

1984 menjadi era puncak keberhasilan surplus beras. Bahkan, bisa


membantu Afrika yang sedang dilanda kelaparan. Sehingga, pada tanggal 14
November 1985 Mr Edouard Saouma, Dirjen FAO, memberikan Indonesia
berswasembada beras. Pada waktu itu, pemerintah sempat merencanakan
program pupuk briket. Namun program ini dihentikan karena kepentingan elit
sekitar Soeharto sangatlah memdominasi.

Di era pembangunan ini pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan yang


sebenarnya baik bagi bangsa seperti pengembangan teknologi industri yang
mengandalkan subtitusi impor. Namun, program tersebut tidak memiliki fokus
yang berarti karena tanpa memperhitungkan kapasitas dan politik dalam negeri.

Lalu pemerintah memberikan fokusnya ke produk ekspor non-migas yang


membuatnya menjadi sumbar pendapatan Negara yang pada akhirnya proses ini
terhenti di tengah jalan karena masalah politik yang sensitif.

Di tahun 80an juga, dunia internasional telah masuk ke era globalisiasi dan
liberalisasi. Sehingga kebijakan leberalisasi,swastanisasi,debirokratisasi
diberlakukan pada tahun 1983 karena banyaknya tuntutan lembaga Negara donor
dan internasional atas kinerja Indonesia sebagai Negara penerima. Namun,
adanya anggapan bahwa ini adalah bagian dari upaya membendung
berkembangnya komunisme, Negara-negara atau lembaga donor menutup mata.
Sebenarnya pembangunan Indonesia di masa orde baru sudah lumayan
baik. Namun, masih banyak masalah yang masih menyelimuti orde baru salah
satunya adalah KKN. Mengingat di masa itu bukan masalah government failure
yang menjadi masalah tapi private failure. Salah satu kasus korupsi yang paling
terkenal di era ini adalah kasus Eddy Tansil pada tahun 90an yang mengemparkan
Indonesia saat itu.

KEPEMIMPINAN POLITIK

Polugri era orde baru lebih di formulasikan kepada para elit politik yang
banyak dipengaruhi oleh budaya politik yang berkembang dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor determinan.

1.SOEHARTO DAN BUDAYA JAWA

Secara jelas memang Soeharto banyak dipengaruhi dengan budaya Jawa


baik politik dalam maupun luar negeri. Sehingga seolah olah pemikiran dunia
Jawa yang menjadi pusat dunia. Hal ini diimplementasikan bahwa Indonesia
sudah ditakdirkan memainkan peranan masalah dunia. Seperti, berusaha tampil di
ASEAN,kembali ke PBB, menjadi penengah antara Singapura-Malaysia dan lain-
lain.

Guna membangun pembangunan politik dan kestabilan nasional, maka


Soeharto mereklut Sri Sultan Hamengkubuono ke 9 dan Adam Malik yang
akhirnya menjadikan mereka wakil presiden dan memilih beberapa elit dari TNI
AD yang patuh membantu dirinya untuk menempati pos-pos penting
pemerintahan.

Banyaknya masalah yang berkembang tidak mempengaruhi Soeharto


sebagai figure utama yang tetap sulit di bantahkan atau mungkin tidak mudah di
kritik.
LEMBAGA YANG TERKAIT DALAM POLITIK LUAR NEGERI

1.Departemen luar negeri

Sebenarnya peranan Deplu di orde baru masih diperlukan namun


pergerakannya yang dibatasi, malah seringkali ditinggalkan oleh ABRI.

Secara keseluruhan Deplu tidak mampu menata institusinya dengan baik,


dikarenakan selalu di intervensi oleh ABRI yang seringkali mengacak-acak Deplu
untuk menangkap tokoh G30S/PKI.

2.BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Pertama kali didirikan pda tahun 1963 dan berkembang di era orde baru
yang bertujuan untuk mendorong perekonomian Indonesia. Namun,kelompok
dan elit ABRI sering melakukan intervensi demi kepentingan mereka. Akan tetapi
juga menyulitkan mereka karena adanya UU penanaman modal asing tahun 1967
yang membuat beberapa kelompok ABRI melakukan penolakan untuk
pelaksanaannya.

3.SEKRETARIAT NEGARA

Sekneg mempunyai peran sentral pada masa orde baru, karena seringkali
dipercaya sebagai jubir presiden. Khusus untuk luar negeri, sulit dibedakan yang
mana hasil koordinasi antar menteri atau usulan para elit ABRI yang diterima oleh
Soeharto. Seringkali sekneg mengambil alih Deplu untuk urusan luar negeri.
Sehingga dapat dipahami bahwa sejak 1973 sekneg cenderung semakin
berkembang.

4.KOMISI 1 DPR

Komisi 1 DPR pada dasarnya berfungsi sebagai mitra pemerintah yang


bertanggung jawab dalam masalah politik, yang salah satunya luar negeri. Namun,
sepanjang sepak terjangnya ternyata komisi 1 hanya menjadi lembaga yang di
legimitasi oleh Soeharto dengan Golkarnya yang selalu mendapat kursi mayoritas.
5.LEMBAGA KEAMANAN NEGARA

Para elit ABRI banyak yang menguasai lembaga ini antara lain Lembaga
Pertahanan Nasional,Dephankam,Bakin,BAIS dan KOMKANTIB. Namun,ada pula
yang terdiri dari para pakar dari sipil. Tapi, jumlah mereka sangatlah sedikit. Jadi
dapat dipahami bahwa posisi strategis lembaga nasional diisi oleh para elit dari
ABRI maupun TNI AD.

Anda mungkin juga menyukai