PANCASILA
“CANDI WATUTULIS SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN”
KELAS : X-11
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN PROYEK PENGUATAN PROFIL PELAJAR
PANCASILA
DENGAN TEMA
“ MEMINIMALISASI PENGGUNAAN PLASTIK DAN PENCEMARAN DI
SEKOLAH “
TAHUN AJARAN 2022-2023
DARI KELOMPOK :
6
X-11
Mengetahui/Menyetujui,
Wali Kelas
2
DAFTAR ISI
JUDUL 1
LEMBAR PENGESAHAN 2
DAFTAR ISI 3
KATA PENGANTAR 3
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 8
1.3 Tujuan Penelitian 8
1.4 Manfaat Penelitian 8
PEMBAHASAN 9
2.1 Landasan Teori 9
2.1.1 Candi 10
2.1.2 Candi WatuTulis 11
2.2 Deksripsi Cerita Dan Penokohan 15
2.3 Tradisi Dalam Bentuk Kekinian 16
2.4 Peranan Tokoh Dalam Perkembangan16
METODE PENELITIAN 18
3.1 Instrumen Pengumpulan Data 18
3.2 Teknik Pengumpulan Data 19
3.2.1 Observasi 20
3.2.2 Wawancara 20
3.2.3 Penggunaan Dokumen 20
3.2.4 Studi Literatur 20
3.3 Jadwal Dan Tempat Lokasi 21
KESIMPULAN 22
4.1 Simulan 22
4.2 Saran 22
3
4
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT sebagai penjaga rahmatnya. Zat yang
maha menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik jagad semesta alam,
zat yang maha meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun yang tidak terfikir. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh umat Islam yang terjaga atas sunahnya.
1. Bapak Eko Redjo Sumariyanto, S.Pd, M.Pd selaku Sebagai Kepala sekolah SMAN 1
Sidoarjo yang memberikan kami motivasi dan masukan mengenai projek penguat
profil Pelajar Pancasila
2. Kami juga berterima kasih kepada Bapak Abadi Jauhar, S.Pd. Selaku Guru
pembimbing kami yang sangat membantu kelompok kami dalam menghadapi
penyusunan proposal dan telah memberikan masukan mengenai proposal yang telah
kami buat
3. dan juga selaku kepada Wali kelas kami yaitu Bapak Drs. Bambang Prijono yang
telah membimbing kami dan teman-teman sekelas kami dalam projek penguat profil
pelajar Pancasila dan serta mengarah kan kami.
5
BAB I : PENDAHULUAN
6
berdiri menghadap Timur, dengan tinggi berukuran kurang lebih 3 meter dan lebar
kurang lebih 3 meter. Namun permasalahannya, dengan adanya pembongkaran pada
tahun 1998 yang menurut cerita karena faktor seseorang yang mendapatkan sebuah
mimpi yang didalamnya diperintahkan untuk mengambil harta karun di candi tersebut.
Sehingga pada tahun itu candi tersebut dibongkar, namun ternyata tidak adanya harta
karun. Setelah pembongkaran akhirnya batu dari candi tersebut di tata kembali namun
tidak seperti candi pada umumnya, melainkan batunya di tata berupa tumpukan saja,
ujar Pak Buadi sang juru kunci Candi WatuTulis.
Kini, tempat asal berdirinya candi tersebut dibangun dua buah makam yang
dipercaya oleh beberapa pihak sebagai makam Syeikh Subachir dari Persia. Namun
kebenarannya, hal ini rekayasa dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebenarnya,
makam tersebut kosong dan Syeikh Subachir tidak ada hubungannya dengan tempat
ini. Lebih tepatnya, selain candi tempat ini juga petilasan dari Mbah Joyo (Babad Alas
Desa Watutulis). Candi ini dibuat dari batu andesit menandakan bahwa candi ini dibuat
jauh sebelum zaman kerajaan Majapahit berdiri, karena ciri khas peninggalan sejarah
dari kerajaan Majapahit adalah dibuat dari batu bata. Batu-batu candi ini mempunyai
motif relief yang terlihat beraneka ragam, di antaranya relief wanita, relief kala (Buto),
relief dua orang, dan ukiran-ukiran. Di samping tumpukan batu-batu candi tersebut,
terdapat dua kolam air berbentuk persegi dengan ukuran 1,75 m dan 1,5 m yang
dinamai Sentono Sentini yang melambangkan laki-laki dan perempuan yang dipercaya
sebagian warga dapat digunakan sebagai obat berbagai macam penyakit.
Di area Petilasan juga terdapat bahan dan alat–alat untuk melakukan ritual, antara
lain tempat bunga yang diletakkan diatas lumpang yang ditutup dengan kain yang
berwarna kuning, tempat dupa, dua payung tinggi berwarna kuning yang sampai
sekarang digunakan oleh paguyuban yang berasal dari Bali yang setiap dua Minggu
sekali datang mengunjungi situs tersebut karena melakukan kegiatan ritual yang
bertujuan agar diberikan kesehatan, 3
7
keselamatan untuk keluarga, dan keberkahan rezeki, namun rezeki yang diperoleh
samar. Kemudian berdoa supaya diberikan perlindungan dari mara bahaya, serta
perlindungan dari berbagai macam penyakit. Begitu juga dengan masyarakat Jawa yang
memanfaatkan situs ini untuk kegiatan atau ritual. Masyarakat Jawa menganggap ritual
atau upacara merupakan pemberian suatu penghormatan pada leluhurnya. Ritual
tersebut diadakan untuk menjaga atau mendapatkan keselamatan, kesehatan,
keberkahan rezeki dan kehidupan yang lebih baik untuk pribadi seseorang. Berbagai
kegiatan dan tradisi dilakukan masyarakat untuk mencapai keberkahan dari tempat
tersebut seperti kegiatan mengeluarkan tumpeng atau slametan sebelum warga ingin
mengadakan hajatan yang bertujuan agar diberikan kelancaran dan keselamatan, Ruwat
Deso setiap tahun di situs ini tepatnya setiap bulan Ruwah (Sya’ban) yang bertujuan
agar diberikan keselamatan untuk desanya dan tanaman yang ditanam tumbuh bagus di
ladang para warga (tanduran e sae), sedekah bumi yang setiap setahun sekali diadakan,
tingkepan orang hamil, serta peristiwa penting yang bersifat sosial yang berhubungan
dengan kepercayaan.
8
Oleh Oleh karena itu, kami berspekulasi untuk menawarkan solusi yang dirasa
tepat yaitu merumuskan pengelolaan bangunan Candi WatuTulis untuk kedepannya
oleh pemerintah serta menampung biaya pengelolaan untuk menjaga kelestarian
bangunan dalam beberapa aspek seperti promosi agar keberadaan situs ini diketahui
masyarakat dan diminati sebagai kekayaan sejarah daerah Sidoarjo. Dengan demikian,
kami mengharapkan keikutsertaan semua pihak untuk menjaga kelestarian Candi
WatuTulis
1. Upaya apa yang dilakukan pelajar dan masyarakat agar candi watutulis berguna
dalam sarana pembelajaran?
2. Bagaimana candi watutulis dapat berguna bagi siswa-siswi di Indonesia?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
9
1.4.2 Manfaat Bagi Orang Lain
Manfaat penelitian bagi orang lain diharapkan mendapat informasi seputar
sejarah dan sarana pembelajaran Candi/Petilasan WatuTulis bagi masyarakat.
BAB II : PEMBAHASAN
2.1.1 Candi
Istilah "Candi" diduga berasal dari kata “Candika” yang berarti nama salah
satu perwujudan Dewi Durga sebagai dewi kematian. Karenanya candi selalu
dihubungkan dengan monumen tempat pedharmaan untuk memuliakan raja
anumerta (yang sudah meninggal). Candi adalah istilah dalam Bahasa Indonesia
yang merujuk kepada sebuah bangunan keagamaan tempat ibadah peninggalan
purbakala yang berasal dari peradaban Hindu-Buddha. Bangunan ini digunakan
sebagai tempat ritual ibadah, pemujaan dewa-dewi, penghormatan leluhur ataupun
memuliakan Sang Buddha. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh
masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-
religius dari masa Hindu-Buddha Indonesia klasik, baik sebagai istana (kraton),
pemandian (petirtaan), gapura, dan sebagainya.
Di Indonesia, candi dapat ditemukan di pulau Jawa, Bali, Sumatra, dan
Kalimantan, akan tetapi candi paling banyak ditemukan di kawasan Jawa Tengah
10
dan Jawa Timur. Bangunan candi masuk ke Indonesia bersamaan dengan
masuknya orang- orang India yang datang ke Indonesia. Sebelum adanya orang
India yang menyebarkan keyakinan–keyakinannya, di Indonesia memiliki cara
untuk menghormati leluhurnya yang sudah meninggal yaitu berupa tempat
pemujaannya yang terbuat dari kayu, berukuran kecil dan minim akan ornamen-
ornamen khas.
11
Kebanyakan candi-candi yang ditemukan di Indonesia tidak diketahui nama
aslinya. Kesepakatan di dunia arkeologi adalah menamai candi itu berdasarkan
nama desa tempat ditemukannya candi tersebut. Candi-candi yang sudah diketahui
masyarakat sejak dulu, kadang kala juga disertai dengan legenda yang terkait
dengannya. Ditambah lagi dengan temuan prasasti atau mungkin disebut dalam
naskah kuno yang diduga merujuk kepada candi tersebut.
12
Keadaan Candi WatuTulis awalnya berbentuk candi pada umumnya. Namun, dengan
adanya pembongkaran pada tahun 1998 menyebabkan candi ini tidak berbentuk
layaknya candi pada umumnya. Setelah pembongkaran akhirnya batu dari candi
tersebut di tata kembali namun tidak seperti candi pada umumnya, melainkan batunya
di tata berupa tumpukan saja. Peninggalan sejarah tersebut berada pada sebuah
bangunan mirip pendopo yang tepatnya di area persawahan warga. Batu-batu candi ini
mempunyai motif relief yang terlihat beraneka ragam, di antaranya relief wanita,
relief kala (Buto), relief dua orang, dan ukiran-ukiran.
Di samping tumpukan batu-batu candi tersebut, terdapat dua kolam air berbentuk
persegi dengan ukuran 1,75 m dan 1,5 m. Kolam yang berukuran 1,75 m tersebut
diberi nama Sentono, sedangkan yang berukuran 1,5 m diberi nama Sentini. Sehingga
sendang atau kolam tersebut disebut Sentono Sentini yang melambangkan laki-laki
dan perempuan yang dipercaya sebagian warga dapat digunakan sebagai obat
berbagai macam penyakit. Proses dari penyembuhan tersebut mengandalkan air yang
berada ditempat tersebut dengan cara dibuat mandi dan diminum, sisa air yang sudah
diminum dibasuhkan ke tempat yang sakit maksimal tiga kali.
Selain itu, tempat ini dahulunya digunakan sebagai tempat pemujaan, karena
mayoritas penduduk masih beragama Hindu. Namun sekarang, di area Petilasan atau
Candi WatuTulis juga terdapat bahan dan alat–alat untuk melakukan ritual, antara lain
tempat bunga yang diletakkan diatas lumpang yang ditutup dengan kain yang
berwarna kuning, tempat dupa, dua payung tinggi berwarna kuning yang sampai
sekarang digunakan oleh paguyuban yang berasal dari Bali yang setiap dua Minggu
sekali datang mengunjungi situs tersebut karena melakukan kegiatan ritual, yang
bertujuan agar diberikan kesehatan, keselamatan untuk keluarga, dan keberkahan
rezeki, namun 10
rezeki yang diperoleh samar. Kemudian berdoa supaya diberikan perlindungan dari
mara bahaya, serta perlindungan dari berbagai macam penyakit. Begitu juga dengan
masyarakat Jawa yang memanfaatkan situs ini untuk kegiatan atau ritual. Masyarakat
Jawa menganggap ritual atau upacara merupakan pemberian suatu penghormatan
pada leluhurnya. Ritual tersebut diadakan untuk menjaga atau mendapatkan
keselamatan, kesehatan, keberkahan rezeki dan kehidupan yang lebih baik untuk
13
pribadi seseorang. Berbagai kegiatan atau tradisi yang dilakukan masyarakat untuk
mencapai keberkahan dari tempat tersebut seperti kegiatan mengeluarkan tumpeng
atau slametan sebelum warga ingin mengadakan hajatan yang bertujuan agar
diberikan kelancaran dan keselamatan, Ruwat Deso setiap tahun di situs ini tepatnya
setiap bulan Ruwah (Sya’ban) yang bertujuan agar diberikan keselamatan untuk
desanya dan tanaman yang ditanam tumbuh bagus di ladang para warga (tanduran e
sae), sedekah bumi yang setiap setahun sekali diadakan, tingkepan orang hamil, serta
peristiwa penting yang bersifat sosial yang berhubungan dengan kepercayaan.
14
dan Syeikh Subachir tidak ada hubungannya dengan tempat ini. Selain itu, candi ini
juga petilasan dari Mbah Joyo (Babad Alas Desa Watutulis).
Di samping tumpukan batu-batu candi tersebut, terdapat dua kolam air berbentuk
persegi dengan ukuran 1,75 m dan 1,5 m. Kolam yang berukuran 1,75 m tersebut
diberi nama Sentono, sedangkan yang berukuran 1,5 m diberi nama Sentini. Sehingga
sendang atau kolam tersebut disebut Sentono Sentini yang melambangkan laki-laki
dan perempuan yang dipercaya sebagian warga dapat digunakan sebagai obat
berbagai macam penyakit. Proses dari penyembuhan tersebut mengandalkan air yang
berada ditempat tersebut dengan cara dibuat mandi dan diminum, sisa air yang sudah
diminum dibasuhkan ke tempat yang sakit maksimal tiga kali.
Selain itu, tempat ini dahulunya digunakan sebagai tempat pemujaan, karena
mayoritas penduduk masih beragama Hindu. Namun sekarang, di area Petilasan atau
Candi WatuTulis juga terdapat bahan dan alat–alat untuk melakukan ritual, antara lain
tempat bunga yang diletakkan diatas lumpang yang ditutup dengan kain yang
berwarna kuning, tempat dupa, dua payung tinggi berwarna kuning yang sampai
sekarang digunakan oleh paguyuban yang berasal dari Bali yang setiap dua Minggu
sekali datang mengunjungi situs tersebut karena melakukan kegiatan ritual, yang
bertujuan agar diberikan kesehatan, keselamatan untuk keluarga, dan keberkahan
rezeki, namun rezeki yang diperoleh samar. Kemudian berdoa supaya diberikan
perlindungan dari mara bahaya, serta perlindungan dari berbagai macam penyakit.
Begitu juga dengan masyarakat Jawa yang memanfaatkan situs ini untuk kegiatan
atau ritual. Ritual tersebut diadakan untuk menjaga atau mendapatkan keselamatan,
kesehatan, keberkahan rezeki dan kehidupan yang lebih baik untuk pribadi seseorang.
Berbagai kegiatan atau tradisi yang dilakukan masyarakat untuk mencapai keberkahan
dari tempat tersebut seperti kegiatan mengeluarkan tumpeng atau slametan sebelum
warga ingin mengadakan hajatan yang bertujuan agar diberikan kelancaran dan
keselamatan, Ruwat Deso setiap tahun di situs ini tepatnya setiap bulan Ruwah
(Sya’ban) yang bertujuan agar diberikan keselamatan untuk desanya dan tanaman
yang ditanam tumbuh bagus di ladang para warga (tanduran e sae), sedekah bumi
yang setiap setahun sekali diadakan, tingkepan orang hamil, serta peristiwa penting
yang bersifat sosial yang berhubungan dengan kepercayaan.
15
2.3 Refleksi Sejarah/Cerita Rakyat/Tradisi Tersebut Dalam Perspektif
Kekinian
Seperti yang diketahui, candi tersebut diperkiraan berdiri pada masa Kerajaan
Kahuripan (jauh sebelum masa Kerajaan Majapahit). Dengan begitu sudah banyak hal
yang berkembang termasuk letak candi tersebut yang dipindah dari tempat asalnya
serta adanya tradisi yang dilakukan masyarakat sekitar dalam konteks tertentu. Tradisi
yang dilakukan diantara lain tradisi Ruwat Deso, Slametan, Sedekah Bumi,
Tingkepan orang hamil dan beberapa aktivitas sosial yang melibatkan situs tersebut.
Pada masa kerajaan, hal tersebut masih wajar dan banyak dilakukan oleh masyarakat
dikarenakan fungsi candi pada saat itu adalah tempat beribadah yang diyakini
menghubungkan antara makhluk dan dewa. Pada masa kini, keadaan dan nilai serta
pemahaman akan candi sudah berubah. Kita menilai Candi WatuTulis merupakan
situs bersejarah karena sudah dibangun sebelum memasuki periode penjajahan
sehingga hanya orang-orang tertentu yang memiliki aktivitas melibatkan candi ini.
Pada masa sekarang, masyarakat mayoritas tidak terikat pada budaya karena dianggap
kuno dan menyimpang sehingga sudut pandang pada situs ini sebatas nilai dan bukti
kekayaan sejarah daerah Sidoarjo yang bertahan sampai saat ini. Disisi lain, adapun
minoritas yang masih tetap menjalankan nilai tradisi tersebut dan hal ini menunjukkan
eksistensi sejarah dari Candi WatuTulis masih terjaga hingga saat ini.
Indonesia memiliki banyak kekayaan tradisi dan peninggalan sejarah yang sangat
beragam. Tradisi yang ditinggalkan oleh nenek moyang dapat terjadi di berbagai
daerah manapun bahkan di daerah pedesaan yang masih kental terhadap suatu
kepercayaan yang mampu mengabulkan keinginan mereka apabila mereka
mendatangi suatu tempat yang dianggap keramat, salah satu daerah tersebut adalah
16
Desa Watutulis, Kecamatan Prambon, Sidoarjo tepatnya di Petilasan atau Candi
WatuTulis yang bercorak Hindu. Candi ini 17
17
merupakan peninggalan dari kerajaan Kahuripan yang terletak di Kediri, kerajaan ini
didirikan oleh Prabu Airlangga pada 1019, sebagai kelanjutan dari kerajaan Mataram
Kuno periode Jawa Timur (Kerajaan Medang). Kerajaan Kahuripan terpecah ke
bagian timur menjadi dua bagian yakni ke daerah Sidoarjo (Prabu Erlangga Jenggolo)
dan Candi WatuTulis (Mbah Joyo). Mbah Joyo inilah yang membabat alas Desa
Watutulis.
Pada tahun 1998, Candi WatuTulis ini mengalami pembongkaran, karena ulah dari
pihak yang fanatik keberadaan batu-batu candi tersebut dibongkar dan ditumpuk
namun tidak seperti candi pada umumnya. Batu tersebut berjumlah kurang lebih 2.000
batu. Pada saat pembongkaran, kemudian ditumpuk atau disusun kembali batu
tersebut tidak ada yang hilang sama sekali karena pada saat pembongkaran Pak Buadi
inilah selaku juru kunci hingga sekarang yang mengawasi batu-batu tersebut supaya
tetap utuh, tidak hilang, bahkan dicuri. Pak Buadi sudah menjaga dan merawat
Petilasan/Candi WatuTulis ini selama 20 tahun. Tempat dimana berdirinya Candi
WatuTulis pertama kali di tengah-tengah. Kini, dibangun dua buah makam yang
dipercaya oleh beberapa pihak sebagai makam dari Syeikh Subachir dari Persia.
Namun kebenarannya, hal ini hanyalah rekayasa dari pihak yang tidak bertanggung
jawab. Sebenarnya, makam tersebut hanyalah makam yang kosong dan Syeikh
Subachir tidak ada hubungannya dengan tempat ini. Selain itu, candi ini juga petilasan
dari Mbah Joyo (Babad Alas Desa Watutulis).
Dari Pemerintah sendiri masih belum ada pembangunan. Bangunan Pendopo pada
candi ini merupakan hasil sumbangan dari tamu-tamu yang berkenan dalam perihal
finansial pengelolaan bangunan candi. Menurut informasi dari Pak Buadi terdapat
paguyuban yang berasal dari Bali yang setiap dua minggu sekali datang untuk
mengunjungi situs tersebut. Mereka mengunjungi Candi WatuTulis ini untuk
melakukan ritual yang bertujuan agar diberi kesehatan, keberkahan rezeki dan berdoa
supaya diberi perlindungan dari mara bahaya serta penyakit. Paguyuban dari Bali itu
menawarkan untuk menyusun ulang candi ini, mereka ingin membantu menyusun
ulang candi yang
18
telah terbongkar ini tanpa mengharap upah. BPBD juga terus memantau dan akan ada
rencana untuk membangun atau menyusun kembali candi ini.
19
BAB III : METODE PENELITIAN
Instrumen merupakan alat pada waktu pada waktu peneliti menggunakan suatu metode
(Suharsini, 1993:168). Dalam penelitian ini menggunakan 4 metode yaitu observasi, wawancara,
dokumentasi, dan studi literatur. Maka dari itu, instrumen yang digunakan adalah alat perekam,
kamera, alat tulis. Instrumen pengumpulan data pada penelitian Petilasan atau Candi WatuTulis
1. Laptop
2. Handpone(HP)
3. Buku Tulis
4. Kendaraan
Langkah-Langkah:
3.1.1 Wawancara
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara memperoleh data-data yang diperlukan
dalam penelitian. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan antara lain sebagai berikut:
3.2.1 Observasi
merupakan aktivitas penelitian dalam rangka mengumpulkan data yang berkaitan dengan
masalah penelitian melalui proses pengamatan langsung di lapangan. Dalam hal ini,
peneliti melakukan observasi pada Candi WatuTulis pada Rabu, 14 Desember 2022
dengan tujuan untuk melakukan beberapa pengamatan serta mengambil dokumentasi
20
dengan maksud memperjelas isi laporan. Dalam observasi ini peneliti menggunakan jenis
observasi partisipan, yaitu peneliti mengamati secara langsung keadaan objek dan ikut
serta secara langsung.
3.2.2 Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak
atau lebih, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Atas dasar ini,
peneliti juga melakukan wawancara kepada juru kunci dari Candi WatuTulis yang
bernama Pak Buadi dengan maksud mengumpulkan informasi yang dibutuhkan (yang
menjadi fokus utama dari penelitian ini) yaitu pemanfaatan objek tersebut bagi
masyarakat dari masa ke masa hingga saat ini. Teknik wawancara yang dilakukan adalah
wawancara bebas terpimpin, artinya pertanyaan yang dilontarkan tidak terpaku pada
pedoman wawancara dan dapat diperdalam maupun dikembangkan sesuai dengan situasi
dan kondisi lapangan.
Pedoman Wawancara :
21
3.2.3 Penggunaan Dokumen
sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal
dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk
meramalkan (Lexy J. Moleong, 2010: 217). Adanya dokumentasi untuk mendukung
data. Pendokumentasian pada penelitian ini yaitu menggunakan Handphone sebagai
kamera dan juga perekam suara.
Studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian. Menurut
Danial dan Warsiah (2009:80), Studi Literatur adalah merupakan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, dan
internet yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Penelitian ini
menggunakan studi literatur internet, mengumpulkan sejumlah buku.
Penelitian Ini dilakukan pada bulan desember hingga januari. Penelitian Ini
dilakukan Di Lokasi Candi WatuTulis
22
BAB : IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Demikian proposal observasi mengenai Candi atau Petilasan WatuTulis, kami
mengharapkan partisipasi dan dukungan dari Bapak/Ibu guru dalam kelancaran
kegiatan ini. Semoga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar dan terlaksana
seperti yang diharapkan serta hasil observasi ini dapat memperkaya khazanah
literasi tentang sejarah dan kebudayaan masyarakat Sidoarjo.
4.2 Saran
Hasil Proposal ini dapat disimpulkan bahwa Candi WatuTulis dapat digunakan
untuk sarana pembelajaran dan juga untuk pariwista. Candi WatuTulis bisa
dijadikan pedoman untuk siswa-siswi agar dapat mengembangkan pedoman
nenek moyang kita.
23