Anda di halaman 1dari 16

BAB II

LUMPUR PEMBORAN SISTEM DISPERSI

Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan

dengan padatan, gas bertekanan) yang dapat dipergunakan untuk membantu

operasi pemboran dengan membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan

mengangkatnya ke permukaan, dengan demikian pemboran dapat berjalan dengan

lancar. Lumpur pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal dari

pengembangan penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan

berkembangnya teknologi pemboran, lumpur dan air untuk pemboran mulai

ditambahkan. Selain lumpur dan air pemboran, digunakan pula gas atau udara

sebagai fluida pemboran. Pada studi laboratorium kali ini akan membahas

pengaruh penambahan NaCl pada rheologi lumpur pemboran sistem dispersi.

2.1. Pengenalan Dasar Lumpur Pemboran

Lumpur sistem dispersi adalah sistem lumpur yang menggunakan

pengencer di dalam komposisinya, pengencer yang dipakai pada komposisi

percobaan ini adalah spersene atau juga bisa di sebut dengan lignosulfonate.

Perbedaan nama ini hanya sebatas produk dari perusahaan yang memproduksi

pengencer untuk lumpur pemboran ini saja tetapi pada dasarnya fungsinya sama.

Lumpur sistem dispersi ini menggunakan pengencer spersene agar volume lumpur

tidak bertambah banyak, berbeda kalau kita menggunakan air sebagai pengencer

yang akan menyebabkan volume lumpur bertambah lebih banyak dari

sebelumnya. Spersene juga berfungsi sebagai pemecah gumpalan – gumpalan di

4
5

dalam lumpur sehingga lumpur dengan menggunakan spersene memiliki tekstur

yang lebih halus dibandingkan dengan lumpur yang menggunakan pengencer lain.

Lumpur pemboran dispersi yang paling sederhana adalah lumpur air tawar yang

tercampur hidrat lempung secara alami apabila mata bor menembus formasi.

Lumpur pemboran dispersi ini disebut juga lumpur alami dan dipakai dalam

pemboran dangkal atau untuk pemboran bagian atas dari sumur yang dalam.

Pemboran dimulai dengan sirkulasi air tawar, dimana reaksi padatan

lempung dalam formasi yang sedang di bor menjadi hidrat dan menyebar

(dispersi). Sifat kekentalan lumpur pemboran juga diperlukan untuk pengangkatan

serbuk bor kepermukaan.

Untuk meningkatkan viskositas, bentonite bisa ditambahkan sebagai

pelengkap lempung, dan jika peningkatan viskositas lebih cepat secara berlebihan

maka lumpur pemboran diencerkan dengan air. Pengencer ini terus berlanjut

untuk tahap berikutnya sehingga menjadi tidak praktis karena banyaknya volume

lumpur yang perlu diperhatikan.

Tahap berikutnya adalah mempertahankan dan memlihara jenis lumpur

tersebut dengan membersihkan bebrapa padatan pemboran atau serbuk bor dengan

perlengkapan mekanis dan pengolahan bahan kimia.

Senyawa fosfat, asam sodium pyrofosfat, sodium tetrafosfat merupakan zat -

zat utama yang dipakai dalam mengontrol kondisi lumpur. Pengontrolan padatan

pemboran didalam lumpur dilakukan melalui penambahan bahan kimia ( additive)

pengenceran lumpur dengan air dan peralatan pembersih padatan bor.


6

Pada mulanya pengangkatan serpihan bor (cutting) hanya menggunakan air

saja. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi pemboran, lumpur mulai

digunakan dalam kegiatan pemboran. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-

zat kimia mulai menjadi sorotan dalam penggunaan pembuatan lumpur pemboran.

Secara umum lumpur pemboran memiliki empat komponen dasar, yaitu :

a. Komponen Cair

Komponen cair adalah suatu material yang diperlukan dalam pembuatan

sistem lumpur dasar (mud base) yang nantinya akan menentukan jenis

sistem pada lumpur. Komponen cair dapat berupa air atau minyak. Air dapat

pula di di bagi dua yaitu air tawar atau air asin. Istilah oil-base (berbahan

dasar minyak) dapat di katakan jika komponen minyaknya lebih dari 95%.

b. Komponen Padat Reaktif

Komponen padat reaktif adalah padatan yang dapat bereaksi pada sistem

dan membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite

menyerap air tawar dan membentuk lumpur. Jumlah barel lumpur yang di

hasilkan dari satu ton clay agar viskositas lumpurnya 15 cp, disebut dengan

“yield”.

c. Komponen Padat Innert / Non-Reaktif

Komponen padat non-reaktif adalah komponen padat yang tidak bereaksi

pada sistem lumpurnya atau disebut juga komponen pemberat, seperti barite

(BaSO4), galena (PbS), dan biji besi atau ore (Fe2O3).


7

d. Komponen Aditif

Komponen aditif merupakan bagian dari sistem yang di gunakan untuk

mengontrol sifat – sifat lumpur bor. Bahan kimia tersebut pada umumnya

digunakan untuk mengontrol :

 Densitas

 Viskositas

 Filtration Loss

 Ph

2.1.1 Fungsi Lumpur Pemboran

Lumpur pemboran merupakan salah satu bagian yang vital dalam operasi

pemboran agar pemboran tersebut dapat berjalan dengan baik. Lumpur ini

memiliki banyak kegunaan yang dibutuhkan untuk mencegah dan atau

menanggulangi masalah – masalah yang timbul selama proses pemboran yang

nantinya dapat menghambat operasi pemboran itu sendiri. Fungsi utama dari

lumpur pengeboran dapat diringkas sebagai berikut:

 Memindahkan serpihan batuan bor dari sumur

 Mengapungkan dan melepaskan serpihan batuan

 Mengontrol tekanan di formasi

 Menutup formasi yang permeabel

 Menjaga stabilitas pengeboran sumur

 Meminimalisasi kerusakan formasi


8

 Mendinginkan, melumasi dan menyokong mata bor dan susunan pemboran

 Menyalurkan energi hidraulik ke peralatan dan mata bor

 Menjaga agar evaluasi formasi memadai

 Mengontrol korosi sehingga pada tingkat yang wajar

 Memfasilitasi penyemenan dan komplesi

 Meminimalisasikan dampaknya pada lingkungan

2.2. Sifat Fisik Lumpur Pemboran

Komposisi dan sifat-sifat lumpur sangat berpengaruh pada kegiatan

pemboran. Perencanaan casing, drilling rate dan completion dipengaruhi oleh

lumpur yang digunakan pada saat itu. Misalnya pada daerah batuan lunak

pengontrolan sifat-sifat lumpur sangat diperlukan, tetapi di daerah batuan keras

sifat-sifat ini tidak terlalu kritis sehingga air biasapun kadang dapat digunakan.

Pertimbangan ekonomi, kontaminasi, jenis air yang tersedia, tekanan, temperatur

termasuk faktor penting dalam menentukan pemilihan jenis lumpur yang akan

dipakai. Lumpur pemboran dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan yang

diharapakan jika sifat-sifat lumpur tersebut dijaga dan selalu diamati secara

kontinyu dalam setiap tahap pada operasi pemboran, selama pemboran sifat-sifat

tersebut harus diukur secara kontinyu dan akurat agar setiap masalah pengeboran

yang berhubungan dengan lumpur bor dapat diatasi sehingga kegiatan operasi

pemboran tersebut dapat berlangsung sesuai dengan yang telah direncanakan.

Untuk itu terdapat empat sifat fisik lumpur pemboran, yaitu density (berat jenis),

viscosity, gel strength dan laju tapisan.


9

2.2.1 Densitas ( Berat Lumpur )

Densitas lumpur pemboran merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat

berpengaruh karena peranannya yang berhubungan langsung dengan fungsi

lumpur sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur pemboran yang

terlalu besar dapat mengakibatkan lumpur hilang ke dalam formasi (Loss

Circulation), sedangkan bila densitas lumpur terlalu kecil maka akan

menimbulkan semburan liar (Blow Out). Maka densitas lumpur harus disesuaikan

dengan keadaan formasi yang akan ditembus.

2.2.2 Viskositas Lumpur Pemboran

Viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang

disebabkan oleh adanya gesekan antara partikel pada fluida yang mengalir, seperti

pergeseran antar partikel-partikel padatan, partikel padatan dengan molekul zat

cair, dan molekul-molekul zat cair. Viskositas lumpur bertindak sebagai tahanan

terhadap aliran lumpur disaat melakukan sirkulasi, hal ini dapat terjadi karena

adanya pergeseran antara partikel-partikel dari lumpur bor tersebut.

Setiap lumpur pemboran mempunyai viskositas tertentu karena viskositas

lumpur memegang peranan penting dalam pengangkatan serpih bor. Kemampuan

membersihkan dasar lubang bor, pengangkatan serbuk bor dan laju penembusan

(ROP) meningkat jika lumpur mempunyai sifat pengencer (shear thining

characteristic). Viskositas fluida menurun pada daerah gesekan tinggi yaitu pada

pahat, dan naik pada daerah gesekan rendah yaitu pada drill pipe. Viskositas juga

naik pada saat melewati annulus, sifat ini dicapai terutama oleh lumpur yang

berkadar padatan rendah. Di laboratorium viskositas diukur dengan alat yang


10

dinamakan marsh funnel atau yang lebih akurat dengan memakai fann viscometer.

Marsh funnel digunakan untuk mengukur viskositas dalam satuan detik dan

dilakukan seperti mud balance. Sebelum digunakan terlebih dahulu dikalibrasi

sehingga hasilnya mendekati harga sebenarnya.

Jadi viskositas merupakan faktor perbandingan antara shear stress

(tegangan geser) dengan shear rate (laju pergeseran). Selain itu Poiseille juga

menyatakan :

• Jika viskositas konstan (tidak berubah shear stress dan share ratenya)

maka fluida tersebut dinamakan “Fluida Newtonian”.

• Jika viskositas berubah terhadap shear rate maka fluida tersebut

dinamakan “Fluida Non Newtonian”.

2.2.3 Plastic Viscosity

Plastic viscosity adalah suatu tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh

adanya gesekan-gesekan antara padatan di dalam lumpur, padatan cairan dan

gesekan antara lapisan cairan, di mana plastic viscosity merupakan hasil torsi dari

pembacaan pada alat viscometer.

Penggunaan utama plastic viscosity yang diukur dalam centipoise adalah

untuk menunjukkan pengaruh kandungan padatan terhadap kekentalan lumpur.

Besarnya plastic viscosity dipengaruhi oleh kadar padatan, ukuran padatan dan

temperatur. Sulit mengatakan bahwa lumpur pada berat tertentu harus mempunyai

viskositas tertentu juga, karena padatan juga berpengaruh. Plastic viscosity berupa

garis antara pembacaan reading 600 dan 300 atau hasil torsi pada putaran 600 rpm

dikurangi torsi pada putaran 300 rpm. Penambahan barite untuk menaikkan berat
11

lumpur dapat menimbulkan kenaikan plastic viscosity, untuk menjaga agar harga

PV masih dalam selang yang diperbolehkan, maka diturunkan persamaan yang

menghubungkan kenaikan.

2.2.4 Yield Point

Yield point adalah kemampuan fluida untuk mengangkat serbuk bor

kepermukaan, dalam hal ini digambarkan berupa ekstapolasi dari reading 600 dan

300 atau hasil dari torsi pada putaran 300 rpm dikurangi plastic viscosity. Yield

point lebih sering digunakan sebagai indikator kekentalan lumpur dibanding

dengan plastic viscosity. Pada lumpur tanpa pemberat, yield point dijaga pada

level yang cukup untuk pembersihan dasar lubang. Pada lumpur yang diperberat,

yield point diperlukan untuk menahan barite.

Kentalnya lumpur, maka harga yield point yang didapat akan mampu

mengangkat serbuk bor dengan baik. Kalau lumpur tidak cukup yield pointnya

maka pengangkatan serbuk bor kurang sempurna dan akan mengakibatkan serbuk

bor tertinggal di dalam lubang sehingga dapat menyebabkan rangkaian pipa

pemboran terjepit.

Kegunaan dari yield point adalah menunjukkan kemampuan lumpur

mengangkat serpih atau serbuk bor pada aliran lumpur, jika harga yield point

terlalu rendah, daya pengangkatan lumpur akan berkurang, dan ini dapat

dinaikkan dengan menambahkan zat-zat yang dapat meningkatkan keaktifan

partikel antara lain ; Soda Api (NaOH), Lempung (bentonite), dan Pengental jenis

polimer.
12

Yield point juga dapat dihubungkan dengan berat jenis lumpur yang

effektif waktu aliran sirkulasi (Equivalent Circulating Density). Dimana berat

jenis lumpur ditambah dengan kehilangan tekanan di ruang annular (annular

Pressure Loss). Semakin tinggi YP, semakin tinggi pula kehilangan tekanan,

sehingga membuat harga Equivalent Circulating Density (ECD) bertambah, yang

dapat memungkinkan terjadinya hilang aliran terutama pada zona – zona formasi

yang lemah.

Korelasi harga yield point untuk setiap harga plastik viskositas dapat

merupakan suatu kurva yang memberikan gambaran mengenai sifat-sifat fisik

lumpur bor. Ratio YP/PV yang merupakan kemiringan kurva YP terhadap PV

merupakan indikator penting di dalam meramalkan sifat-sifat lumpur pemboran.

2.2.5 Gel Strenght (Daya Agar)

Gel strength adalah merupakan suatu harga yang menunjukkan

kemampuan lumpur untuk menahan padatan-padatan. Satuan yield point dan gel

strengt adalah lb/100 sqft. Jika yield point dan gel strength terlalu besar, dapat

diturunkan dengan mengurangi kadar padatan atau dengan menggunakan

pengencer (thinner). Gel strength biasanya diklasifikasikan menjadi dua macam

yaitu :

1. Progresif (kuat)

Daya agar kuat biasanya mula-mula kecil lalu semakin lama semakin

besar, ini dapat disebabkan oleh tingginya kadar padatan di dalam lumpur

atau degradasi dari suatu produk pembuat lumpur karena panas yang

tinggi. Daya agar ini tidak diinginkan karena membutuhkan tekanan awal
13

yang besar untuk memulai aliran dan ini dapat merekahkan formasi yang

lemah.

2. Fragile (lemah)

Daya agar lemah mula-mula agak tinggi tetapi naik sedikit pada

waktu yang lama tidak ada aliran dan gampang pecah jadi tidak

membutuhkan tekanan besar.

Berikut adalah gambar antara Korelasi Yield Point dengan Plastik

Viscosity :

Gambar 2.21)

Korelasi Yield Point Dengan Plastik Viskositas

Keterangan Gambar :

Kurva I : Lumpur air lempung yang tidak diolah (untreated mud)


14

Kurva II : Lumpur air lempung yang distabilkan (dengan zat kimia)

Kurva III : Lumpur air lempung yang terkoagulasi (menggumpal)

2.2.6 Laju Tapisan

Lumpur pemboran terdiri dari komponen padat dan cair, karena pada

umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, maka komponen cair dari

lumpur akan masuk ke dalam dinding lubang bor yang disebut sebagai laju

tapisan. Zat cair yang masuk ini disebut filtrate, kegunaan laju tapisan adalah

membentuk mud cake pada dinding lubang bor. Mud cake yang baik adalah tipis

untuk mengurangi kemungkinan terjepitnya pipa bor dan kuat untuk membantu

kestabilan lubang bor, serta padat agar filtrate yang masuk kedalam formasi tidak

terlalu berlebihan.

Di dalam proses filtrasi, maka laju tapisan dapat dibagi menjadi dua

bagian, yaitu:

1. Filtrasi Statik, merupakan filtrasi yang terjadi pada saat lumpur dalam

keadaan diam.

2. Filtrasi Dinamik, merupakan filtrasi yang terjadi dalam keadaan

sirkulasi dan pipa bor yang berputar

Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan

menyebabkan akibat yang negatif, yaitu dinding lubang bor akan lepas dan

runtuh, Water Blocking, Differential Sticking, Berikut penjelasannya :

 Dinding Lubang Bor Runtuh


15

Bila formasi yang dimasuki oleh zat cair yang masuk tersebut adalah air,

maka ikatan antara partikel formasi akan melemah sehingga dinding lubang bor

cenderung untuk runtuh.

 Water Blocking

Filtrat yang berupa aliran akan menghambat aliran minyak dari formasi

kedalam lubang sumur juka dari lumpur banyak

 Differential Sticking

Seiring dengan banyaknya laju tapisan maka Mud Cake dari lumpur akan

semakin tebal. Disaat sirkulasi berhenti ditambah dengan berat jenis lumpur yang

besar, maka Drill Colar cenderung terjepit karena Mud Cake serta lumpur akan

menekan dengan tekana hidrostatik yang besar ke dinding lubang.

Laju tapisan yang besar dapat menyebabkan terjadinya formation damage

dan lumpur akan kehilangan banyak cairan. Invasi filtrate yang masuk kedalam

formasi produktif dapat menyebabkan produktifitas menurun. Untuk itu perlu

adanya pengaturan terhadap laju filtrasi, yaitu dengan membatasi cairan yang

masuk ke dalam formasi.

Perlu diketahui bahwa hampir semua zat-zat pengontrol laju tapisan akan

mempengaruhi sifat-sifat aliran dan sifat-sifat lumpur yang lain sampai batasbatas

tertentu. Karena itu effektifitas zat-zat pengontrol tapisan yang telah terbukti

dalam pemboran disuatu daerah merupakan faktor-faktor yang terpenting dalam

pemilihan.
16

2.2.7 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) lumpur pemboran dipakai untuk menentukan

tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur bor. pH dari lumpur yang dipakai

berkisar antara 8.5 sampai 12. Kalau lumpur bor dalam suasana asam maka

cutting yang keluar dari lubang bor akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat

ditentukan batuan apakah yang ditembus oleh mata bor. Dengan kata lain sulit

untuk mendapatkan informasi dari cutting. Selain dari pada itu peralatan-peralatan

yang dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi atau tidak mudah berkarat.

Dibawah ini adalah tabel sifat fisik lumpur bor dan kegunaanya serta alat

yang dipakai untuk mengukur sifat fisik tersebut.

Tabel 2.1

Sifat Fisik Lumpur dan Fungsinya Serta Alat Pengukurnya

Sifat dan Satuan Fungsi Alat

Berat Lumpur Mengontrol tekanan formasi mencegah Mud Balance

(ppg, SG) gugurnya formasi dan fluid loss

Viskositas ( detik) Mengetahui sifat kekentalan relatif Marsh Funnel

mengangkat padatan bor

Plastic Viscosity Mengukur gaya gesek antara padatan, Fann VG Meter

(cp) Cairan dan yang berhubungan dengan

Konsentrasi padatan

Yield Point Mengukur gaya elektokimia antara Fann VG Meter


17

(lbs/100 ft²) Padatan-padatan, cairan-cairan

Padatan-cairan

Daya Agar Mengukur gaya tarik menarik antara Fann VG Meter

(lbs/100 ft²) partikel pada kondisi statis

Laju Tapisan Mengetahui jumlah cairan yang masuk Filter Press

(cc) kedalam formasi

Sifat dan Satuan Fungsi Alat

Mud Cake Dengan konsentrasi padatan, sifat kimia Filter Press

(32/inch) dan kestabilan lumpur

pH Menjaga agar lumpur tetap stabil dan Digital pH Meter

terjaga dari korosi

2.3 Perubahan Temperatur

Pada proses pengeboran, akan terjadi perubahan temperatur yang

diakibatkan oleh gesekan antara mata bor dengan lapisan yang ditembus, oleh

karena itu lumpur pemboran juga akan merasakan dampak dari perubahan

temperatur, dimana akan terjadi perubahan pada sifat sifat fisik lumpur tersebut.

Semakin dalam lubang yang dibor, maka akan semakin tinggi juga temperaturnya.
18

2.4 Sistem Lumpur Dispersi

Lumpur sistem dispersi adalah sistem lumpur yang menggunakan

pengencer di dalam komposisinya, pengencer yang dipakai pada komposisi

percobaan ini adalah spersene atau juga bisa di sebut dengan lignosulfonate.

Perbedaan nama ini hanya sebatas produk dari perusahaan yang memproduksi

pengencer untuk lumpur pemboran ini saja tetapi pada dasarnya fungsinya sama.

Lumpur sistem dispersi ini menggunakan pengencer spersene agar volume lumpur

tidak bertambah banyak, berbeda kalau kita menggunakan air sebagai pengencer

yang akan menyebabkan volume lumpur bertambah lebih banyak dari

sebelumnya. Spersene juga berfungsi sebagai pemecah gumpalan – gumpalan di

dalam lumpur sehingga lumpur dengan menggunakan spersene memiliki tekstur

yang lebih halus dibandingkan dengan lumpur yang menggunakan pengencer lain.

2.5 Pengaruh NaCl

Saat ini banyak jenis garam yang dapat digunakan sebagai bahan

tambahan pada lumpur pemboran yang bertujuan untuk mengubah rheologi

lumpur NaCl merupakan salah satu garam yang mudah ditemukan dan ekonomis.

Pada studi kali ini akan dipelajari pengaruh garam pada lumpur pemboran system

dispersi. Penambahan NaCl pada lumpur tersebut dapat menurunukan viskositas

yang mempengaruhi kinerja lumpur dalam kegiatan pemboran. Perubahan

viskositas tersebut dapat mempengaruhi rheologi lumpur lainnya.


19

Anda mungkin juga menyukai