Anda di halaman 1dari 3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sejarah dan Perkembangan Mediasi di Indonesia

Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) proses. Proses

penyelesaian sengketa tertua melaui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian

berkembang proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar

pengadilan. Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial

yang belum mampu merangkul kepentingan bersama dan cenderung menimbulkan

permasalahan baru. Sebaliknya, proses di luar pengadilan menghasilkan

kesepakatan yang bersifat “win-win solution”, dijamin kerahasiaan sengketa para

pihak.

Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal luas

dan menarik minat banyak pakar. Ray Felss dari University of Western Australia

mengartikan “ mediation is viewed as providing an apportunity to achieve a

contuctive outcame throught a problem solving approach, in preference to the

costly and adversarial processes of litigation. 1 Mediasi adalah proses negosiasi

pemecahan masalah dimana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak bekerja sama

dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan yang

memuaskan. Hal tersebut berbeda dengan proses litigasi maupun arbitrase,

mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang di

percaya kepadanya.2 Dalam undang-undang No. 30 Tahun 1999 “Alternatif

Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar

1
Dr.Derita Prapti Rahayu, S.H., M.H dan Dr. Sulaiman, S.H., M.H Metode penelitian hukum, Thafa
Media, Yogyakarta, 2020, hlm 22
2
Ibid. 22
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian

para ahli.3

Tujuan mediasi yaitu untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak dengan

melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Mediator tidak memiliki

kewenangan dalam pengambilan keputusan, tetapi ia hanya membantu para pihak

dalam menjaga proses mediasi guna mewujudkan kesepakatan damai mereka.

Pengaturan alternatif sengketa dalam aturan hukum amat penting, karena

Indonesia adalah negara hukum (rechsstaat). Sehingga mediasi sebagai solusi

penyelesaian sengketa di pengadilan maupun pihak lain luar pengadilan karena

memerlukan aturan hukum.

Berikut merupakan perbandigan proses mediasi pada masa kolonial Belanda

dan pada masa kemerdekaan Indonesia, serta perbandingan proses mediasi di

Australia dan Indonesia.

1. Pada masa kolonial Belanda

Pada masa Kolonial Belanda pengaturan penyelesaian sengketa

melalui upaya damai lebih banyak ditujukan pada proses damai di

lingkungan peradilan, sedangkan penyelesaian sengketa di luar

pengadilan, Kolonial Belanda cenderung memberikan kesempatan pada

hukum adat. Belanda meyakini hukum adat mampu menyelesaikan

sengketa kaum pribumi secara damai, tanpa memerlukan intervensi pihak

penguasa Kolonial Belanda.

Pada masa Kolonial Belanda lembaga pengadilan diberikan

kesempatan untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa. Hakim

diharapkan mengambil peran maksimal dalam proses mendamaikan para


3
Ibid., hlm, 24
pihak yang bersengketa. Dalam Pasal 130 HIR (Het Herziene Indonesich

Reglement, Staatsblad 1941: 44), atau Pasal 154 R.Bg (Rechtsreglement

Buitengewesten, Staatsblad, 1927: 227)atau Pasal 31 Rv (Reglement op

de Rechtsvordering, Staatsblad, 1874: 52), disebutkan bahwa hakim atau

majelis hakim akan mengusahakan perdamaian sebelum perkara mereka

diputuskan.

Anda mungkin juga menyukai