Anda di halaman 1dari 3

WAYANG SEBAGAI MEDIA DAKWAH

a) Arti Media Dakwah

Media dakwah dakwah berfungsi sebagai salah satu alat penunjang yang dapat digunakan da’i
atau seorang komunikator untuk mempermudah dalam proses penyampaian pesan-pesan dakwah.

Media dakwah yang senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan zaman agar tidak
tertinggal dan mencapai tujuan dakwah Islamiyah. Media dakwah (wasilah al-dakwah) menurut
Wardi Bachtiar adalah kegiatan yang di pergunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada
pemerima dakwah.

Wayang golek merupakan media tradisional yang merupakan warisan budaya yang harus tetap
dilestarikan dan dihidupkan kembali dengan harapan masyarakat dapat mengingat Islami yang
pernah berjaya pada masa Walisongo yaitu berdakwah dengan pedekatan kesenian dan
kebudayaan.

Dengan memperkenalkan adanya dakwah melalui kesenian dan pendekatan kebudayaan maka
hal demikian dapat merubah pola pikir masyarakat bahwa media dakwah bisa dengan berbagai
macam metode salah satunya dengan media wayang golek, karena di wayang golek bukan hanya
sekedar hiburan semata untuk masyarakat tetapi banyak sekali pesan penting yang ingin
disampaikan dalam setiap dakwah, seperti pada zaman Walisongo menggunakan media dakwah
wayang untuk penyebaran agama islam.

b) Macam Media Dakwah

Berdasarkan pembagian, maka kesenian wayang kulit termasuk dalam kelompok media dakwah
audio visual. Media dalam pementasan wayang di dalamnya ada unsur suara dalang siraman
gamelan (audio) dan permainan wayang (visual) yang berpaduan secara serempak.

Berdasarkan pembagian Non Media Massa dengan Media Massa, maka kesenian wayang bisa
dikategorikan sebagai media massa benda dan manusia. Hal ini dikarenakan dalam
penggunaannya, wayang tidak bisa lepas dari faktor manusia, yaitu si dalang (da’i) yang
mementaskannya dalam suatu sajian pertunjukan (pergelaran).

Kesenian wayang termasuk dalam golongan media dakwah tradisional. Di era global, media
dakwah tersedia dari bermacam-macam ragamnya, sebagian masyarakat masih menyukai dengan
menerima media kultural yang bersifat tradisional, seperti kesenian wayang, ketoprak, ludruk,
hadrah/rebana dan sebagainya. Sedangkan sebagian masyarakat yang lain lebih menyukai media
dakwah kontemporer yang bersifat modern seperti film, drama, opera, telenovela dan
sebagainya. Media dakwah tradisional ataupun modern, keberadaanya tetap dibutuhkan untuk
memfasilitasi pelaksanaan aktifitas dakwah, karena masing-masing jenis media dakwah tersebut
memiliki pandangan sendiri dalam masyarakat.

c) Sejarah wayang sebagai media dakwah

Bahwa sejumlah media yang berbasis pada kebudayaan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
dakwah. Oleh karena itu, para praktisi dakwah dapat menggunakan media-media yang berbasis
pada kearifan lokal seperti wayang golek sebagai media dakwahnya.

Menurut data sejarah, pada tahun 937 M Raja Kediri Jayabaya memulai membuat wayang dari
rontal. Raja Jenggala Raden Panji tahun 1223 M juga membuat wayang dengan bahan yang
sama. Mulai tahun 1244 M Raja Lembu Amiluhur dari Pajajaran membuat wayang dari kertas.
Demikian juga Prabu Brawijaya dari Majapahit pada tahun 1283 M membuat media wayang dari
kertas berbentuk wayang beber. Bentuk wayang pada masa ini menyerupai manusia. Posisi
wajahnya methok, sedangkan sumber ceritanya berasal dari Kitab Mahabarata dan Ramayana.
Bentuk wayang di masa Islam mengalami perubahan, yakni disusaikan dengan ajaran Islam.
Pada masa pra Islam, wayang berwujud arca-arca kecil seperti manusia. Menurut paham agama
saat itu, menyimpan atau memeliharanya untuk hiasan atau apapun dinilai haram di masa awal-
awal Islam masuk Jawa.

Menurut dari Pujosubroto, dalam masyarakat antara sultan demak pertama dengan Walisongo,
diputuskan untuk memodifikasi atau merubah bentuk wayang ke dalam bentuk yang jauh dari
bentuk manusia. Untuk tokoh alusan, hidung dibuat lancip, leher sebesar lengan di panjang,
lengan tangan panjang hampir menyentuh telapak kaki, dan mulut dibuat berliku-liku. Secara
historis sejarah wayang tidak lepas dari sunan Kalijaga, beliaulah yang telah berjasa
memodifikasi wayang dari bentuk lama (Hindu-Budha) menjadi bentuk seperti yang sekarang.
Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai salah satu jalan media untuk mendapatkan dan
menarik simpati rakyat agar mau masuk Islam secara sukarela.
Masyarakat jawa memandang wayang sebagai cerminan kehidupan yang lengkap, sehingga tidak
aneh jika wayang dianggap sebagai “wewayange urip”. Wayang sebagai sebuah karya seni sastra
dapat menjadi media yang paling efektif untuk memasyarakatkan nilai-nilai luhur yang ada
dalam khazanah kebudayaan Jawa. Dengan demikian wayang memiliki fungsi ganda, yaitu
sebagai tontonan atau hiburan dan tuntunan dalam kehidupan masyarakat, sebab itulah wayang
dijadikan sebagai media dakwah untuk ajaran hidup bernilai luhur

Seni wayang kulit memiliki nilai ajaran hidup yaitu:

1. Harus percaya pada kuasa Allah SWT


2. Filsafat, mencari hakikat kebenaran sejati.
3. Akhlaq moral, bahwa tindakan terpuji akhirnya akan mendapatkan kebagiaan, begitu juga
sebaliknya.
4. Heroisme, bahwa keberanian untuk membela kebenaran dan keadilan.
5. Kenegaraan, bagaimana suatu negara harus diatur sebagaimana pejabat negara harus
bertindak.
6. Cita-cita hidup, untuk menjaga kebahagiaan demi demokrasi.

Seni budaya wayang adalah identitas bangsa Indonesia terutama untuk wilayah jawa, wayang
dalam bentuknya yang sekarang, adalah hasil karya ciptaan Walisongo yang merupakan warisan
adiluhur bagi umat Islam. Wayang pernah menjadi media yang efektif untuk daerah di masa
Walisongo, khususnya Sunan Kalijaga dan wayang masih relevan dengan kehidupan modern dan
layak untuk tetap dilestarikan oleh umat Islam sebagai media dakwah.

Masyarakat modern juga membutuhkan hiburan. Agar kebutuhan rohani yang bersifat spiritual
terpenuhi, dan kebutuhan akan hiburan juga terpenuhi, maka masyrakat modern membutuhkan
suatu sarana atau media (hiburan) yang berfungsi ganda, yakni yang bisa melengkapi kebutuhan
rohani akan nilai-nilai spiritualitas keagamaan sekalipun juga hiburan yakni wayang kulit
sebagai media dakwah.

Anda mungkin juga menyukai