Anda di halaman 1dari 10

WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH PARA DA’I NUSANTARA

MASA KINI

Oleh:

Ulfatul Qo’idah

Sejarah Peradaban Islam, FUAD, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

NPM: 126307202047/Email: ulfatulqoidah@gmail.com

A. PENDAHULUAN
Sejarah Islam di bumi pertiwi ini memiliki karakteristik yang lebih unik
ketimbang wilayah lain seperti Turki, India dll. Islamisasi bumi pertiwi membutuhkan
proses yang cukup panjang. Masyarakat pra-Islam menganut agama animisme,
dinamisme, Hindu maupun Budha secara melekat. Keyakinan masyarakat kemudian
berbenturan dengan Islam yang kemudian berpadu secara perlahan. Corak-corak agama
dan kepercayaan sebelumnya tidak serta merta hilang tergeserkan dengan corak baru
yang bernuansa Islam sepenuhnya, akan tetapi berpadu membentuk corak baru sehingga
menghasilkan sebuah corak kebudayaan baru yang bernafaskan Islam. Corak baru ini
memiliki karakteristik yang unik dimana menyangkut beberapa aspek-aspek kehidupan
dalam masyarakat seperti praktik keagamaan, praktik kebudayaan, dan praktik sosial
kemasyarakatan. Salah satu perpaduan corak yang terlihat cukup menonjol adalah dalam
kesenian.
Seni atau kesenian adalah bukti nyata tindakan dan pikiran dari budaya manusia
yang memenuhi syarat estetika. Inti dari seni adalah usaha untuk mencipatakan bentuk-
bentuk yang indah, baik dalam bidang seni sastra, seni musik, seni tari, seni rupa maupun
seni drama. Menurut Islam, kesenian pada dasarnya adalah mubah dan jaiz yang berarti
netral. Karena netral, maka seni bisa dijadikan sebagai sarana untuk mencapai kebaikan.
Islam memandang kesenian sebagai ibadah, jika dilakukan dalam kerangka etika yang
sesuai dengan hukum Islam. Kesenian sudah ada sejak zaman Rasullullah Saw hingga
saat ini. Kesenian yang banyak perkembang pada umat Islam antara lain, seni tilawah
Alquran, arsitektur suci, kaligrafi, seni musik, seni drama.
Seni Islam tidak harus berbicara tentang Islam atau hanya dalam bentuk kaligrafi
ayat-ayat Al-Quran saja. Seni Islam juga bukan hanya berisi nasehat mengikuti
kebajikan, tetapi juga mengekspresikan keindahan tentang alam, kehidupan dan manusia
yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam artikel ini, corak kesenian Islam terfokuskan
pada wayang kulit yang digunakan sebagai media dakwah. Dewasa ini, dakwah
menggunakan media wayang kulit masih dapat ditemui.
B. ISI
Corak Kesenian Islam Nusantara
Kesenian Islam Nusantara lebih bersifat asimilatif dan akomodatif dibandingkan
dengan kesenian lokal yang sudah berkembang sebelumnya. Hal tersebut disebabkan
karena corak penyebaran Islam di Nusantara berlangsung secara damai dan mudah untuk
berbaur dengan masyarakat lokal terdahulu yang sudah lekat dengan corak Hindu, Budha,
animisme maupun dinamisme. Di Nusantara, Islam datang tidak dengan kekuatan politik,
tetapi datang dengan jalan damai yang dibawa oleh para pedagang maupun sufi
petualang. Corak penyebaran Islam Nusantara tersebut berpengaruh pada perkembangan
kesenian Islam di Nusantara. Masuknya seni Islam ke Nusantara pada mulanya diawali
penemuan nisan yang kemudian dijadikan acuan terhadap kapan masuknya Islam ke
Nusantara yaitu: nisan makam Sultan Malik al-Saleh. Nisan tersebut dari batu pualam
putih yang diukir dengan tulisan Arab dan dihiasi dengan ayat al-Qur’an disertai nama
dan tahun wafat Malik al-Saleh. Aksara yang dipakai dalam tulisan tersebut
menggunakan model aksara shulust.
Kesenian Islam Nusantara dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian; (1)
Arsitektur atau Bangunan. Hasil kontak budaya ini dalam seni bangunan, Islam lebih
mengalah dan cenderung mengadopsi model bangunan lokal untuk dijadikan tempat
peribadatan Islam. Akan tetapi, budaya Islam tetap memainkan peran dalam unsur-unsur
suatu masjid. (2) Aksara dan Seni Sastra. Islam bersifat akomodatif terhadap seni-seni
yang telah berkembang terdahulu sebagaimana aksara Arab yang akhirnya berkembang
menjadi aksara Arab Melayu ( perpaduan aksara Arab dengan pembacaan Melayu).
Dalam kesusastraan, terdapat beberapa karya yang memang diambil dari cerita khas Arab
walau sudah bercampur dengan Persia maupun India, namun penceritaannya biasanya
diapdukan dengan menggunakan tokoh-tokoh yang sudah dikenal dalam kebudayaan
Hindu maupun Budha. (3) Seni Rupa dan Ukir. Dalam seni ukir dan pahat, khat memiliki
peranan penting dengan berkembangnya seni kaligrafi yang dipadukan dengan seni ukir
lokal sebagaimana yang dilakukan di masa sekarang ini di Jepara. (4) Seni Musik dan
Tari. Dalam seni musik yang menyangkut seni suara, para wali menciptakan tembang
berirama Islam yang kemudian dikenal dengan langgam sebagai senjata ampuh mereka
untuk menyebarkan ajaran Islam. Berbagai pertunjukan yang sudah populer di masa pra-
Islam pun akhirnya disisipi dengan ajaran Islam sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan
Kalijaga yang menggunakan media dakwah berupa wayang kulit.
Wayang Kulit

(Gambar 2. Ki Enthus Susmono)


Sumber: www.wikipedia.org
Menurut KBBI, wayang merupakan boneka tiruan yang terbuat daru kulit
kemudian diukir, yang dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dipertunjukan drama
tradisional yang dimainkan oleh dalang. Wayang berasal dari kata Ma Hyang yang berarti
menuju kepada roh spiritual, dewa atau Tuhan Yang Maha Esa. Wayang kulit adalah
walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya dari kelir. Ada dua pendapat
mengenai asal-usul wayang kulit. Pertama, wayang kulit berasal dan lahir pertama kali di
Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur yang dikaitkan dengan tokoh yang dipandang
penting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng Petruk, Bagong,. Selain itu, nama dan
istilah teknis pewayangan, semua berasal dari bahasa Jawa, khususnya Jawa Kuno.
Kedua, wayang diduga berasal dari India, yang dibawa bersama agama Hindu ke
Indonesia. Sebagian besar ahli yang berpendapat bahwa wayang berasal dari India,
negara Eropa yang pernah menjajah India. Akan tetapi, sejak tahun 1950, pada buku-
buku perwayangan sudah tertulis bahwa wayang berasal dari Pulau Jawa, sama sekali
tidak diimpor dari negara lain khususnya India. Seni perwayangan, khususnya wayang
kulit, diperkirakan sudah lahir di Indonesia pada zaman pemerintahan Airlangga, yang
memerintah kerajaan Kahuripan (976-1012).
Di Jawa, wayang terbuat dari kulit. Pada umumnya terbuat dari kulit sapi namun
ada juga yang dibuat dari kulit kambing yang sudah diproses menjadi kulit lembaran.
Proses pembuatannya pun cukup lama, mulai dari direndam lalu di gosok terus dipentang
supaya tidak kusut kemudian dibersihkan bulu-bulunya, yang kemudian dipahat dengan
peralatan yang digunakan adalah besi berujung runcing berbahan dari baja yang
berkualitas.
Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah Da’i Nusantara
Wayang kulit sebagaimana adanya sekarang merupakan kreasi wali songo,
khususnya Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga dari membaca alam lingkungan
masyarakat Jawa yang telah tumbuh sebelumnya. Wayang kulit digunakan untuk
menyebarkan ajaran Islam karena masyarakat yang saat itu sangat menyukai wayang.
Kreatifitas para wali memanfaatkan budaya setempat sebagai media penyebaran Islam
yang efektif tersebut, telah mempercepat pertumbuhan dan perkembangan Islam di Jawa.
Selain itu para wali juga berjasa dalam mempopulerkan seni wayang sebagai bentuk
kesenian budaya Indonesia.
Wayang sebagai media yang tepat untuk melakukan dakwah Islam sesuai dengan
budaya lokal masyarakat setempat. Wayang merupakan budaya warisan leluhur, yang
mampu bertahan dan berkembang sampai sekarang. Wayang juga dikenal sebagian besar
masyarakat Jawa, memiliki corak, bentuk yang khusus dan bermutu tinggi. Wayang
digunakan sebagai pendekatan media dakwah karena merupakan kesenian tradisional
yang paling digemari oleh masyarakat Jawa. Selain itu juga mempunyai peranan sebagai
alat pendidikan serta komunikasi langsung dengan masyarakat yang dipandang efektif
dapat dimanfaatkan untuk penyiaran agama Islam.
Cara dakwah yang digunakan oleh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga
menggunakan media wayang kulit terbukti efektif bagi masyarakat. Unsur-unsur baru
berupa ajaran Islam disisipkan ke dalam pewayangan. Pendakwah zaman ini juga tetap
menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah. Beberapa pendakwah nusantara yang
menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah adalah:
(1). Ki Sudardi
Lahir di Semarang pada tanggal 10 September 1946 di desa
Pringapus, Klepu, Semarang. Nama lengkapnya H. Sudardi, sering
dipanggil dengan sebutan Ki Sudardi. Ki Sudardi berasal dari desa di
Pringapus Semarang. Belajar mendalang pertama kali ketika usianya 16
tahun. Mulai berani tampil di muka umum sejak tahun 1962. Sebagai
dalang ia pernah mendalang di daerah-daerah khusunya di pulau Jawa, dan
pernah sesekali pentas di pulau Sumatra (1980).
Ki Sudardi adalah dalang wayang kulit Purwa yang terkenal di
tahun 1987-an sampai saat ini. Sebagai seorang muslim, Ki Sudardi
menyisipkan ajaran Islam pada setiap pertunjukan wayangnya. Ki Sudardi
sering menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk pada
event-event khusus keagamaan seperti pada acara Isra Mi'raj, Maulid Nabi
Muhammad Saw, Tahun Baru Islam, Walimatul Aqiqah, Walimatul Arsy
(pernikahan) dsb.
Bahasa yang digunakan Ki Sudardi dalam pementasan wayang
kulit adalah dengan menyelipkan pesan dakwah ketika ada tokoh wayang
yang beliau mainkan sedang melakukan semedi (bertapa) guna
mendapatkan suatu kesaktian, selain daripada itu nama Negara dan nama-
nama tokoh-tokoh wayang kulit banyak yang diceritakan dengan bahasa
Arab dan bahasa Jawa yang mengandung makna ajaran Islam. Ki Sudardi
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Nilai-nilai
dakwah yang terdapat di dalam pementasan dalang Ki Sudardi adalah
terdapat nilai Akidah (mencakup masalah maslah yang erat hubunganya
dengan rukun Iman.), Syariah (merupakan wujud nyata dari ketundukan
seorang muslim kepada Tuhannya), dan Akhlak (merupakan perwujudan
dari hablumminanannas seorang muslim).
(2). Ki Enthus Susmono
(Gambar 2. Ki Enthus Susmono)
Sumber: www.tirto.id
Merupakan Dalang kondang dari Kabupaten Tegal yang cukup
populer dikalangan masyarakat Tegal dan sekitarnya. Banyak sekali
pementasan yang sudah dilakukan Ki Enthus Susmono, baik di
daerahTegal maupun di kota-kota lain. Ki Enthus Susmono menggunakan
media wayang sebagai dakwah Islam. Wayang yang digunakan Ki Enthus
Susmono yaitu Wayang Golek, namun dalam pementasannya, Ki Enthus
Susmono mengubah nama Wayang golek menjadi Wayang Santri, dengan
alasan Wayang Santri hanya digunakan untuk syiar atau dakwah Islam.
Dalam setiap pementasannya, ia selalu menyisipkan materi-materi agama
Islam.
Strategi dakwah wayang santri Ki Enthus Susmono ditinjau dari
unsurunsur dakwah diantarnya : media dakwah yang digunakan sebagai
wasilah dakwahnya adalah wayang golek yang dinamai wayang santri
oleh Ki Enthus Susmono, metode dakwah dengan bercerita, sisipan humor
dan melalui musik, materi dakwah yang disampaikan meliputi masalah
keimanan, masalah syari’ah dan masalah akhlak.
(3). Ki Yuwono

(Gambar 2. Ki Yuwono)
Sumber: www.youtube.com
Dwi Arto Yuwono dalang muda berprestasi di Kabupaten
Banyuwangi, yang biasa disapa dengan panggilan Ki Yuwono. Lahir pada
tanggal 9 Juni 1978 di desa Balurejo, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten
Banyuwangi. Ki Yuwono bergabung bersama PEPADI (Persatuan
Pedalangan Indonesia) Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Banyuwangi.
Prestasi yang pernah di raih oleh beliau adalah menjadi 5 besar pada
tingkat provinsi Jawa Timur pada tahun 2003, penyaji terbaik se-Jawa
Timur tingkat Provinsi pada tahun 2011, penghargaan penyaji terbaik dari
Dinas Pariwisata Provinsi Jawa- Timur pada tahun 2012, dan penghargaan
Seniman Berbakat dari Bupati Banyuwangi pada tahun 2012. Bagi
PEPADI Kabupaten Banyuwangi, Ki Yuwono adalah dalang andalan bagi
Kabupaten Banyuwangi untuk pentas di segala ajang perlombaan
pementasan wayang se-Indonesia.
Dalam pementasan wayang kulit, dalang Ki Yowono, selalu
berusaha semaksimal mungkin untuk mengemas pesan dakwah yang dapat
mudah dicema oleh masyarakat setempat. Saat pementasana, Ki Yuwono
menyisipkan pesan-pesan tentang ke-Islaman, dan ditunjukan melalui
tokoh-tokoh pewayangan yang sebagaimana karater tokoh tersebut. Ki
Yuwono juga mengajak para masyarakat untuk bershalawat untuk Nabi
Muhammad Saw, yang dutuju agar masyarakat atau umat Islam
seluruhnya menaruh rasa hormat kepada Nabi Muhammad Saw. Sebab
beliau adalah pilihan Allah untuk menjadi Nabi terakhir dan penutup para
Nabi, yang membebaskan manusia dari kehidupan jahiliyah. Pesan
Akhlak, Akidah dan Syariah disampaikan oleh Ki Yuwono. Ki Yuwono
menyampaikan pesan-pesan dakwah, dan lebih banyak pesan dakwah atau
ke-Islaman yang disampaikan.
(4). Ki Anom Suroto
(Gambar 3. Ki Anom Suroto)
Sumber: www.republika.co.id
Merupakan dalang yang bukan hanya sebagai dalang akan tetapi ia
adalah seorang pelastari budaya dalam hal wayang. Mendalang bukan
hanya satu-satunya yang dilakukan, akan tetapi Ki Anom Suroto, aktif
membina pedalangan dengan membimbing dalang-dalang yang lebih
muda, baik dari daerahnya maupun dari daerah lain. Ki Anom Suroto
adalah satu-satunya yang pernah mendalang di lima benua, antara lain di
Amerika Serikat pada tahun 1991, Jepang, Spanyol, Jerman Barat,
Australia, dan banyak negara lainnya.
Islam sebagai agama yang diyakini Ki Anom Suroto, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari cerita atau lakon wayang yang
dilakukan oleh Ki Anom Suroto. Tembang atau lagu dan cerita atau lakon,
yang terdapat pada setiap pementasannya, selalu menyisipkan tausiah
keagamaan dan isu-isu sosial yang sedang dihadapi, seperti lagu Pepeling
dan lakon Makutarama, yang semua itu dikemas dengan gaya dalang khas
Surakarta yang dipadukan dengan gaya Yogyakarta dan Banyumasan.
Komunikasi Ki Anom Suroto dalam pagelaranya, sangat memperhatikan
para penontonnya. Lakon atau cerita yang dilakonkan dalam wayang Ki
Anom Suroto sangat memperhatikan masalah yang dihadapi, sehingga
pesan dalam cerita atau lakon dapat diterima atau dipahami oleh para
audiensnya.
C. SIMPULAN
Kesenian Islam Nusantara lebih bersifat asimilatif dan akomodatif dibandingkan
dengan kesenian lokal yang sudah berkembang sebelumnya. Hal tersebut disebabkan
karena corak penyebaran Islam di Nusantara berlangsung secara damai dan mudah untuk
berbaur dengan masyarakat lokal terdahulu yang sudah lekat dengan corak Hindu, Budha,
animisme maupun dinamisme. Kesenian Islam Nusantara dapat digolongkan ke dalam
beberapa bagian; (1) Arsitektur atau Bangunan, (2) Aksara dan Seni Sastra, (3) Seni Rupa
dan Ukir, 4) Seni Musik dan Tari.
Wayang sebagai media yang tepat untuk melakukan dakwah Islam sesuai dengan
budaya lokal masyarakat setempat. Wayang merupakan budaya warisan leluhur, yang
mampu bertahan dan berkembang sampai sekarang. Wayang juga dikenal sebagian besar
masyarakat Jawa, memiliki corak, bentuk yang khusus dan bermutu tinggi. Wayang
digunakan sebagai pendekatan media dakwah karena merupakan kesenian tradisional
yang paling digemari oleh masyarakat Jawa.
D. REFERESI
Aldi Haryo Sidik. 2014. Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah (Pendekatan Komunikasi
Antarbudaya Pada Pementasan Wayang Kulit Ki Yuwono di Desa Bangorejo
Banyuwangi). Skripsi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Alip Nuryanto, Saepullah. Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah Ki Anom Suroto.
RI’AYAH, Vol. 5, No. 02, Juli-Desember 2020.
Anisul Fuad, Apit Nurhidayat. Strategi Dakwah Wayang Santri Ki Enthus Susmono.
Jurnal Dakwah dan Komunikasi. Volume 8 No. 2, PP 29 – 42; Desember 2017.
https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fi.ytimg.com%2Fvi
%2Fb7tUhhnfUsg%2Fmaxresdefault.jpg&imgrefurl=https%3A%2F
%2Fwww.youtube.com%2Fwatch%3Fv
%3Db7tUhhnfUsg&tbnid=1w1XB7ZwOMYPvM&vet=12ahUKEwiJyqPCjIL8A
hUdodgFHQgQBYgQMygAegQIARAl..i&docid=WJAOMWy1LTgWLM&w=1
280&h=720&q=Ki
%20Yuwono&ved=2ahUKEwiJyqPCjIL8AhUdodgFHQgQBYgQMygAegQIAR
Al Diakses, 18 December 2022.
https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fmmc.tirto.id%2Fimage
%2Fotf%2F880x495%2F2018%2F05%2F14%2Ftirto-ki-enthus-susmono-
antarafoto.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Ftirto.id%2Fselamat-jalan-ki-enthus-
susmono-dalang-edan-penentang-zaman
cKq4&tbnid=FdNZ_SvjRD8i8M&vet=12ahUKEwjSh6vmjIL8AhWGjNgFHSzf
Ai8QMygAegUIARC4AQ..i&docid=I49RKtgtKjSBvM&w=880&h=495&q=Ki
%20Enthus%20Susmono
%20&ved=2ahUKEwjSh6vmjIL8AhWGjNgFHSzfAi8QMygAegUIARC4AQ
Diakses, 18 December 2022.
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki
%2FWayang_Kulit_Palembang&psig=AOvVaw3DtRI1S3MQsR27JFEnd5PP&u
st=1671417183281000&source=images&cd=vfe&ved=2ahUKEwjygY-
tkIL8AhXpi9gFHa2SBRoQr4kDegUIARDIAQ Diakses, 18 December 2022.
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.republika.co.id
%2Fberita%2Flsjirp%2Fki-h-anom-suroto-selalu-jalan-kaki-di-tanah-
suci&psig=AOvVaw3h-
ZYhrcDnHWnzFc814ydV&ust=1671415969030000&source=images&cd=vfe&v
ed=2ahUKEwjs_o7qi4L8AhWqidgFHSYQA58Qr4kDegUIARC7AQ. Diakses,
18 December 2022.
Yogyasmara. P. Ardhi. Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah (Studi Pada Wayang Kulit
Dalang Ki Sudardi di Desa Pringapus Semarang), Skripsi. Jakarta: Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2010.

Anda mungkin juga menyukai