Anda di halaman 1dari 7

Akulturasi Kebudayaan Islam dengan Pentas Seni Wayang

sebagai Media Dakwah Islam

Muhammad Rifki Ananta (130), Rafid Teja Mutaqin (125),


Alan Damar Saputra (127), Ilham Kurniawan (136)
Kelompok 9
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur
Email Ketua: mrifki.ananta12@gmail.com

ABSTRAK:
Kebudayaan Islam pada kala ini mulai berkembang pesat. Ada begitu banyak budaya-
budaya Islam baru di Indonesia. Hal ini merupakan hasil dari akulturasi antara kebudayaan
asli Indonesia dengan kebudayaan Islam. Salah satu diantaranya adalah pentas seni wayang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan sejarah dari pentas seni wayang
yang awalnya sebagai media ritual, kemudian berubah menjadi media dakwah Islam.
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi
pustaka ini dibuat dengan tujuan tersebut karena disebabkan oleh banyaknya ketidaktahuan
anak muda zaman sekarang mengenai akulturasi kebudayaan Islam yang ternyata telah
dilakukan sejak dulu, sekaligus sebagai tugas untuk memenuhi ETS (Evaluasi Tengah
Semester) mata kuliah Agama Islam kami selaku para peneliti.

PENDAHULUAN:
Kebudayaan Islam mulai berakultrasi dengan tradisi-tradisi yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia yang akhirnya bermanfaat untuk sebagai media dakwah Islam. Agama Islam
sendiri mulai masuk ke Indonesia melalui berbagai cara, diantaranya: melalui jalur
perdagangan, pernikahan, dan pendidikan. Dengan masuknya Islam ke Indonesia, itu
menandakan bahwa budaya Islam juga ikut serta masuk ke Indonesia.
Kebudayaan menurut bahasa memiliki arti hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal
budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat (KBBI, 2022b). sedangkan
menurut istilah kebudayaan memiliki arti himpunan dari segala daya upaya dan usaha yang
dilakukan menggunakan hasil dari pendapat, pemikiran, akal, perasaan dalam rangka
memperbaiki sebuah tujuan untuk mencapai kesempurnaan. Dengan begitu, kebudayaan
dapat kita artikan menjadi hasil cipta karya manusia yang dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Masyarakat di Indonesia sebelum Islam masuk telah menganut agama Hindu dan
Buddha. Karena Hindu-Buddha masuk lebih dahulu ke Indonesia, maka dari itu kebudayaan
yang lebih dulu berkembang di masyarakat yaitu budaya Hindu-Buddha (Tanaya, 2022).
Sehingga hal ini menyebabkan perlunya Islam untuk beradaptasi dengan cara
mengakulturasikan antara budaya Islam budaya asli Indonesia.
Akulturasi merupakan sebuah proses sosial yang akan timbul jika suatu kelompok
manusia yang memiliki satu kebudayaan dipertemukan dengan suatu unsur kebudayaan
asing, sehingga harus diolah agar dapat diterima ke dalam kebudayaan sendiri dan tidak akan
menghilangkan kebudayaan aslinya (Muasmara & Ajmain, 2020). Sedangkan menurut
Bahasa, akulturasi adalah proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu
masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing
itu, dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu (KBBI, 2022a). Salah satu hasil dari
akulturasi antara budaya Islam dengan budaya Indonesia adalah pentas seni wayang.
UNESCO yang merupakan sebuah lembaga yang mengurus bidang kebudayaan dari
PBB. Wayang telah ditetapkan sebagai sebuah pertunjukkan bayangan boneka terkenal di
Indonesia pada tanggal 7 November 2003 (Tanaya, 2022). Wayang merupakan salah satu
warisan adikarya dunia yang berharga dalam seni menggunakan lisan (Masterpiece of Oral
and Intangible Heritage of Humanity) (Andryanto, 2021). Pentas seni wayang di Indonesia
mempunyai keunikan dan gaya tutur bahasanya tersendiri, yang merupakan adikarya asli dari
Indonesia. Oleh karena itulah UNESCO mendaftarkannya ke salah satu daftar warisan dunia.
Wayang aslinya memiliki arti bayangan. Seiring berjalannya waktu, artinya mulai
perlahan berubah menjadi seni pertunjukan. Hal ini dipengaruhi oleh penampilan dari wayang
ketika pentas yang tidak hanya ditampilkan dalam bentuk bayangan, tetapi juga dalam bentuk
lainnya seperti: Wayang Cepak, Wayang Golek, Wayang Wong, Wayang Beber, dan lain
sebagainya (Nugroho, 2021).
Wayang dulunya berceritakan tentang kisah-kisah Hindu Buddha seperti mahabarata,
Ramayana, dan lain sebagainya (Nugroho, 2021). Namun seiring berjalannya waktu, wayang
mulai berakultulrasi dengan budaya Islam, sehingga digunakan juga untuk media dakwah
Islam. Dengan memasukan nilai-nilai Islamiyah dan ajaran-ajaran agama Islam di dalam
cerita pentas seni wayang, perlahan dapat membantu dalam menyebarkan agama Islam di
Indonesia (Tanaya, 2022).
METODE PENELITIAN:
Penelitian secara kualitatif deskriptif ini menggunakan pendekatan berupa studi
pustaka, yaitu kami mengumpulkan berbagai data dari sumber-sumber sejarah, seperti dalam
bentuk buku sejarah, artikel sejarah, dan juga jurnal-jurnal terkait yang sekiranya dapat
membantu kami dalam melakukan penelitian. Penelitian ini kami lakukan dengan mencari
sumber-sumber tersebut menggunakan media elektronik dan juga internet agar dapat lebih
mudah dalam menemukan literatur yang dapat membantu dan mempermudah penelitian kami
ini. Literatur-literatur yang telah kami temukan tersebut, selanjutnya kami telaah lebih lanjut
dengan tujuan untuk mempelajari, mendalami, dan menganalisis proses dari akulturasi yang
telah terjadi di antara kebudayaan asli Indonesia dengan kebudayaan Islam, khususnya dalam
pentas seni Wayang.
Studi pustaka ini kami lakukan agar bisa menghasilkan penelitian yang dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para peneliti dan juga pembaca. Kita dapat
mengetahui hal-hal terkait akulturasi yang telah terjadi di antara budaya asli Indonesia
dengan budaya Islam. Salah satunya adalah pentas seni wayang yang berkembang menjadi
media dakwah Islam di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN:


Hasil dari penelitian dengan menggunakan metode studi pustaka yang telah kami
lakukan ini mendapatkan hasil berupa fakta yang menyatakan atau menunjukan bahwa
wayang awalnya bukanlah pertunjukan seni untuk hiburan (Tanaya, 2022). Pada awalnya
wayang merupakan sebuah sarana atau media ritual. Kata „wayang‟ tidak dapat terlepas dari
kata „hyang‟ yang berarti sosok roh spiritual yang telah diyakini masyarakat jawa sebelum
kedatangan agama Hindu dan Buddha (Nugroho, 2021).
Masyarakat Jawa menggunakan wayang di masa tersebut sebagai sarana atau media
untuk menghadirkan sosok Hyang, seperti roh-roh dari orang-orang penting yang sudah lama
meninggal pada kala itu (Nugroho, 2021). Masyarakat Jawa di kala itu menciptakan wayang
dengan tujuan sebagai wujud pembayangan roh-roh dari orang-orang penting yang sudah
lama meninggal tersebut.
Wayang yang pada awalnya berfungsi sebagai sarana atau media ritual seiring
berjalannya waktu wayang mulai berubah menjadi sebuah pertunjukan (Tanaya, 2022).
Wayang yang digunakan untuk pertunjukan pada kala itu tetap bersifat sakral dan hanya
diadakan pertunjukannya di lingkungan Istana. Pertunjukan itu tetap dianggap sakral
dikarenakan adanya pengaruh dari beberapa sisa-sisa kebudayaan wayang sebelum datangnya
Hindu-Buddha. Tokoh pewayangan pada kala itu juga berkaitan erat dengan orang-orang
istana seperti menteri, raja dan patih (Andryanto, 2021).
Pertunjukan wayang diperkirakan mulai mengalami perubahan pada saat mulai
masuknya agama Hindu dan Buddha tepatnya abad ke-9 hingga 10 masehi (Tanaya, 2022).
Pada masa itu pertunjukan wayang digunakan sebagai media penyebaran agama Hindu-
Buddha, dan juga sebagai media pendidikan yang mengisahkan mengenai cerita
kepahlawanan yang dapat menginspirasi masyarakat pada kala itu (Nugroho, 2021).
Pertunjukkan tersebut menggunakan kitab yang berisi cerita mengenai Ramayana dan
Mahabarata (Andryanto, 2021).
Kisah Ramayana dan Mahabarata di dalam pertunjukkan seni wayang telah dipadukan
dengan budaya lokal yang mengandung mitos kuno dengan contoh ceritanya yaitu kisah Roro
Jonggrang yang berlatar di candi Prambanan. Kisah tersebut diubah ke dalam bahasa Jawa
Kuno pada abad 9 hingga 10 masehi (Merna & Wahyu, 2022). Pada zaman itu, wayang
memiliki bentuk yang menyerupai relief di candi-candi, dan juga patung-patung yang telah
ada sebelum zaman itu. Selain itu, wayang dulunya juga digunakan sebagai media ritual
bernama “Ritual Ruwutan”, yang menggunakan wayang kulit sebagai sarana pertunjukkan
spiritual untuk penyembahan roh leluhur (Tanaya, 2022).
Penelitian kami telah berhasil menemukan fakta bahwa agama Islam mulai masuk ke
Indonesia pada abad ke-7 Masehi, tetapi baru mulai dikenal luas oleh masyarakat pada abad
ke-13 hingga 14 Masehi (Pintar, 2020). Berdasarkan dari hasil penelitian kami, bahwa
terdapat sebanyak 3 teori yang menjelaskan mengenai asal muasal dari penyebaran agama
Islam di Indonesia (Muasmara & Ajmain, 2020), yaitu:
1) Teori Gujarat
Teori ini dikemukakan oleh kalangan sejarawan asal Belanda, yaitu Jan
Pijnappel, Jean Piere. dan Snouck Hurgronje. Berdasarkan teori ini, orang
yang menyebarkan agama Islam di Indonesia itu berasal dari daerah Gujarat,
India di antara abad ke-7 sampai abad ke-13 M. Orang-orang yang sangat
berperan dalam menyebarkan agama Islam di kala itu ialah para pedagang-
pedagang yang berkelana ke berbagai negara di dunia. Sejak pada abad ke-7,
mereka sudah memeluk agama Islam di kala aktivitas berdagangnya. Walau
sibuk berdagang, mereka tetap berushaa untuk menyempatkan dirinya agar
dapat mengenalkan dan menyebarkan agama Islam di banyak negara, salah
satunya di Indonesia.
2) Teori Arab
Teori ini dikemukakan oleh Jacob Cornelis van Leur dan Buya Hamka.
Dalam teori ini disebutkan bahwa pengaruh ajaran Islam di Indonesia dibawa
langsung kalangan pedagang Arab pada abad ke-7. Teori Arab dibuktikan
dengan adanya bukti pemukiman Islam di Barus, pesisir barat Sumatera, pada
abad ke-7, bukti laim ialah nisan makam seorang wanita yang bertuliskan
dengan huruf Arab bergaya sufi di Gresik, Jawa Timur.
3) Teori Persia
Teori ini didukung oleh Hoesein Djajadiningrat. Teori ini mengatakan
bahwa pengaruh ajaran Islam di Indonesia disebarkan oleh orang-orang Persia
sekitar abad ke-13. Pendapat yang diajukan oleh teori ini dibuktikan dengan
kesamaan tradisi dan budaya yang berkembang di masyarakat Indonesia dan
Persia, seperti peringatan setiap tanggal 10 Muharram, kesamaan pada seni
kaligrafi yang ada di nisan makam, kesamaan pada ajaran sufi, dan terdapat
perkampungan Leran yang menjadi awal dari penyebaran Islam di Jawa.
Islam telah masuk dan menyebar ke Indonesia pada abad tersebut, tentunya
kebudayaannya juga ikut tersebar beriringan dengannya (Pintar, 2020). Dalam usaha
menyebarkan agama Islam tersebut pula berdasarkan penelitian kami, ada sebagian
masyarakat yang memanfaatkan kebudayaan lokal Indonesia yang mereka akulturasikan
dengan kebudayaan Islam untuk membantu penyebaran agama Islam. Salah satunya
contohnya adalah anggota dari Wali Songo yaitu Sunan Kalijaga yang memiliki nama asli
Raden Mas Said .
Sunan Kalijaga dilahirkan pada tahun 1450 Masehi dan wafat pada tahun 151 Masehi.
Beliau menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, terutama di wilayah Jawa Tengah dan Jawa
Barat menggunakan gamelan dan pentas seni wayang. Di sana Sunan Kalijaga terkenal
sebagai pendalang yang mahir di kalangan masyarakat karena beliau bisa mendalang dengan
sangat baik (Merna & Wahyu, 2022).
Sunan Kalijaga seringkali memanfaatkan kesempatan yang ada di saat mendalang
dengan menyelipkan unsur-unsur Islam dan juga termasuk budaya-budaya Islam (Merna &
Wahyu, 2022). Sehingga secara tidak langsung, masyarakat perlahan-lahan mulai mengetahui
beberapa ajaran tentang Islam dari pentas seni wayang oleh Sunan Kalijaga tersebut (Merna
& Wahyu, 2022). Banyak masyarakat Jawa yang menyukai pentas seni wayang (Tanaya,
2022), maka dari itu, ketika Sunan Kalijaga sedang mendalang, masyarakat yang
mengetahuinya mulai berbondong-bondong untuk menonton pentas seni wayang tersebut.
Beliau menggelar pentas seni wayang ini dengan tiket gratis, namun dengan syarat
bagi orang yang ingin menonton pentas seni wayangnya, harus mengucapkan terlebih dahulu
dua kalimat syahadat sebagai tiket masuknya (Merna & Wahyu, 2022). Agar masyarakat
Jawa yang kebanyakan menganut Animisme dapat menerima ajaran Islam, Sunan Kalijaga
memadukan naskah kuno Jawa dengan ajaran –ajaran Islam dengan tokoh-tokoh unik yang
beliau beri nama Bagong, Gareng, Petruk, dan Semar di dalam pentas seni wayangnya.
Bahkan, tokoh-tokoh tersebut masih cukup populer hingga saat ini (Merna & Wahyu, 2022).
Tokoh-tokoh wayang yang unik dan populer hasil buatan Sunan Kalijaga tersebut
telah menjadi saksi nyata. Usaha yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga di masa lalu itu
membuahkan hasil yang baik dan tetap terjaga hingga saat ini. Begitulah pembahasan
mengenai hasil dari penelitian kami mengenai akulturasi kebudayaan Islam dengan pentas
seni wayang sebagai media dakwah Islam.

KESIMPULAN DAN SARAN:

Penelitian kami menunjukkan bahwa akulturasi antara kebudayaan asli Indonesia


dengan Kebudayan Islam itu dapat dilakukan dan menghasilkan hasil yang baik. Hal ini dapat
kita lihat bahwa Sunan Kalijaga yang berusaha menyebarkan agama Islam dengan cara
mengakulturasikan pentas seni wayang yang asli Indonesia dengan kebudayaan Islam yang
mengandung ajaran-ajaran Islam itu sukses dan membuahkan hasil yang baik dan
memperoleh tanggapan yang positif dari masyarakat.
Sunan Kalijaga tetap semangat dan pantang menyerah di kala itu. Walau awalnya
beliau mengalami kesulitan dalam mencari cara untuk menyebarkan agama Islam di
lingkungan masyarakat Jawa yang mayoritasnya masih menganut Animisme. Beliau tetap
berpikir dan akhirnya menemukan cara yang bagus dan berhasil menjadikan akulturasi
budaya tersebut sebagai media dakwah Islam.
Kami telah berusaha meneliti penelitian ini dengan semangat dan pantang menyerah
dengan metode penelitian pendekatan studi pustaka ini. Kami melakukannya dengan mencari
buku-buku sejarah, artikel sejarah, website sejarah, jurnal sejarah, dll. Namun, kami temukan
banyak sekali sumber-sumber sejarah yang sudah mulai rusak, hilang, dsb. Sehingga, kami
ingin memberikan saran kepada para penulis dan juga pembaca jurnal penelitian ini
hendaknya kita semua dapat merawat segala sumber-sumber sejarah yang ada di dunia ini,
agar kelak para generasi muda di masa depan dapat mengetahui pula sejarah-sejarah yang ada
di masa lalu, baik itu sejarah dunia, sejarah Indonesia, maupun sejarah Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Andryanto, S. D. (2021, November 19). Kisah UNESCO Mengakui Wayang Kulit sebagai
Warisan Dunia Asal Indonesia - Nasional Tempo.co.
https://nasional.tempo.co/read/1530239/kisah-unesco-mengakui-wayang-kulit-sebagai-
warisan-dunia-asal-indonesia

KBBI, D. (2022a). Arti kata akulturasi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online.
https://kbbi.web.id/akulturasi

KBBI, D. (2022b). Arti kata kebudayaan - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online.
https://kbbi.web.id/kebudayaan

Merna, & Wahyu, A. (2022, May 29). Kisah Sunan Kalijaga yang Berdakwah Lewat Wayang
| Orami. https://www.orami.co.id/magazine/kisah-sunan-kalijaga

Muasmara, R., & Ajmain, N. (2020). AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA


NUSANTARA. TANJAK : Journal of Education and Teaching, 1(2), 111–125.
https://doi.org/10.35961/TANJAK.V1I2.150

Nugroho, A. (2021). Wayang Sebagai Sarana Upacara Ritual Keagamaan. Prajnaparamita,


9(1), 36–45. https://doi.org/10.54519/prj.v9i1.15

Pintar, K. (2020). Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia.


https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/proses-masuk-dan-berkembangnya-agama-
islam-di-indonesia-3399/

Tanaya, H. (2022). Perkembangan Wayang dari Masa ke Masa.


https://yoursay.suara.com/amp/kolom/2022/07/21/092508/perkembangan-wayang-dari-
masa-ke-
masa#aoh=16657170308521&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=
Dari %251%24s

Anda mungkin juga menyukai