Anda di halaman 1dari 41

Komunikasi yang Memberdayakan

Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses


meneruskan informasi atau pesan dari satu pihak kepihak yang
lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun tanda
peraga. Komunikasi dapat terjadi satu arah dan dua arah,
dimana ada peran pemberi pesan dan penerima pesan.
Dalam bukunya Beck, Benet dan Wall mendeskripsikannya
sedemikian: Komunikasi adalah tentang diri kita, berawal dari
dalam kita dan melalui kita. Komunikasi merepresentasikan
keinginan diri kita untuk memiliki arti dan memberikan arti
bagi kehidupan. Makna komunikasi menjadi lebih luas dan
dalam ketika ada keinginan dari dalam diri manusia yang
mendorong komunikasi mereka untuk menjadi lebih
berdampak bagi kehidupan baik sang pemberi pesan ataupun
penerima pesan, yakni komunikasi yang memberdayakan
potensi setiap pihak sehingga dapat menghasilkan perubahan
arti kehidupan. Komunikasi yang sedemikian dapat
membentuk relasi, menciptakan kenyamanan, dan
menghasilkan kreativitas serta kemerdekaan.

Gambar 1. Kutipan mengenai Komunikasi (dikutip ocali.org,


2015) 4 unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang
memberdayakan:
1) Hubungan saling mempercayai Rasa aman dan nyaman
akan hadir dalam sebuah hubungan jika ada rasa saling
memperhatikan baik keadaan pribadi atau kesejahteraan
profesionalnya. Bagi murid, bahwa kita peduli pada kualitas
belajarnya akan membuat murid berasumsi bahwa komunikasi
kita bertujuan untuk perbaikan mutu. Kepercayaan merupakan
jalan dua arah.
2) Menggunakan data yang benar
Dalam setiap komunikasi diperlukan data yang benar dan
dinamika yang sesuai. Tanpa gambaran akurat tentang pesan
atau masalah yang sedang dibahas, maka kesan subjektivitas
akan hadir dalam proses komunikasi.
3) Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi
Komunikasi memberdayakan seyogyanya menuntun rekan
bicara kita untuk mampu berefleksi atas diri mereka dan
mengenali pesan atau isu yang dibahas dengan benar. Rasa
kepemilikan dan tanggung jawab atas pesan dari proses
komunikasi yang ada akan membuat dampak pada jangka yang
lebih panjang.

4) Rencana tindak lanjut atau aksi


Jika diperlukan, buatlah rancangan konkrit sebagai hasil dari
proses komunikasi. Hal ini sebagai bentuk komitmen dari
sebuah komunikasi yang bertujuan positif dan efektif.
⧪Mari kita berefleksi sejenak:
Apakah komunikasi kita sehari-hari, secara khusus sebagai
seorang pendidik sudah memberdayakan dan efektif? Adakah
hasil positif dan transformatif lewat percakapan kita dengan
murid di sekolah?
Bapak/Ibu CGP, coaching adalah salah satu kompetensi
pemimpin di abad 21 yang perlu untuk terus dikembangkan,
dan lewat keterampilan berkomunikasi yang terus diasah, kita
dapat memberdayakan potensi murid kita sehingga baik
mereka ataupun diri kita sendiri dapat optimal dalam belajar
dan berkarya.
Pada bagian ini, kita akan membahas empat aspek
berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk
mendukung praktik Coaching kita.
A. Komunikasi asertif

B. Pendengar aktif

C. Bertanya efektif

D. Umpan balik positif

Penjelasan masing-masing aspek komunikasi tersebut adalah


sebagai berikut:
A. Komunikasi Asertif
Ketika berkomunikasi dengan orang lain, tidak selalu apa yang
kita harapkan akan berjalan dengan lancar. Ada saja hambatan
yang datang dan seringkali hasil

komunikasi tersebut tidak dapat memuaskan semua orang. Hal


ini dapat terjadi karena sikap berkomunikasi yang berbeda
satu sama lain, dan tidak semua orang dapat secara mudah
mengungkapkan apa yang ada di benaknya dengan tepat. Kita
perlu memahami tipe umum manusia berkomunikasi agar kita
dapat memberikan respon yang tepat.

Tugas 2.2.A
Simak video singkat berikut ini dan jawab pertanyaan reflektif
berikut:
1. Apakah gaya komunikasi Anda? Mengapa Anda berpikir
demikian?
__________________________________________________________________
______________________________________________________________

2. Langkah-langkah yang perlu dipelajari untuk menjadi


komunikator yang asertif.
__________________________________________________________________
______________ ________________________________________________

3. Apakah yang menjadi tantangan Anda dan apa yang perlu


diusahakan dari diri Anda agar dapat melakukan
komunikasi asertif?
__________________________________________________________________
______________ ________________________________________________

Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas


hubungan kita dengan orang lain menjadi lebih positif karena
ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman
dari kedua belah pihak. Kualitas hubungan yang diharapkan
dibangun atas rasa hormat pada pemikiran dan perasaan
orang lain.
Dalam coaching, sebagai seorang coach kita akan menghendaki
adanya hasil yang dicapai dan ada kalanya coachee kita
(murid) merasa tidak suka atau merasa ragu serta tertekan
dengan komunikasi yang hendak dibangun. Karenanya, sebuah
pemahaman komunikasi asertif perlu dibangun agar timbul
rasa percaya dan aman. Ketika rasa aman itu hadir dalam
sebuah hubungan coach and coachee, maka

coachee akan lebih terbuka dan menerima ajakan kita untuk


berkomunikasi. Keselarasan pada tujuan mulai terbangun.
Dalam usaha membangun keselarasan berkomunikasi, coach
juga perlu belajar menyamakan posisi diri pada saat coaching
berlangsung. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach
lakukan:
1. Menyamakan kata kunci
Memperhatikan kata kunci dalam pembicaraan memberikan
kesan penerimaan hubungan coach dan coachee. Disini awal
keberhasilan coaching sebab coach dan coachee mampu
menyesuaikan diri dan membangun relasi.
Kata-kata kunci biasanya merupakan kata-kata yang diulang-
ulang atau ditekankan oleh coachee dan ini biasanya terkait
dengan nilai kehidupan. Coach dapat menggunakan kata-kata
kunci ini untuk membimbing coachee untuk mencapai
tujuannya.
Sebagai contoh, jika murid menggunakan bahasa dan istilah
kekinian dalam bercerita, kita dapat juga menggunakan istilah
yang dipakai ketika kita bertanya untuk mengklarifikasi
pernyataannya.
Misal: “Pikiranmu ternyata mudah ambyar ya Nak. Bisa kamu
ceritakan apa faktor yang mudah sekali membuat konsentrasi
belajarmu di kelas ambyar?”; “Seberapa kecewanya kamu
dengan lebaynya teman yang kamu ceritakan tadi?”
2. Menyamakan bahasa tubuh
Bahasa tubuh memainkan peran penting dalam komunikasi
sebab hal ini dalam menentukan bagaimana rekan bicara kita
akan menanggapi dan berhubungan selanjutnya dengan kita.
Bahasa tubuh disini meliputi mimik wajah, suara, postur tubuh,
ataupun gerakan tubuh lainnya.

Coach dapat memberikan tanda setuju secara tidak langsung


pada apa yang disampaikan coachee dengan senyum atau
dengan anggukan. Jika coachee kita sedang bersandar ke
lengan kursi misalnya, coach juga dapat mengikuti gerakannya.
Ketika coachee sedang bersemangat bercerita dan
mencondongkan tubuhnya ke depan, kita juga usahakan
mengikutinya. Kegiatan penyamaan ini perlu dilakukan dengan
halus dan tidak kentara agar coachee tidak merasa ditiru.
3. Menyelaraskan emosi
Setelah kata dan bahasa tubuh yang kita selaraskan, emosi pun
perlu kita usahakan untuk diselaraskan, terutama ketika
coachee mengucapkan hal-hal yang emosional. Hal ini akan
membuat coachee merasa coach-nya ada pada pihaknya dan
mengerti perasaannya.
Contoh: Murid : “Saya sudah gak bisa kerja sama Toni lagi Bu.
Dia tidak pernah menerima ide
yang saya berikan.”
Guru : “Ya, Ibu dapat memahami perasaan kamu. Tidak semua
orang dapat dengan mudah menerima pendapat orang lain.”
Komunikasi asertif membangun relasi. Relasi baik dan positif
yang terbentuk akan menjadi modal utama dalam process
coaching.

Tugas 2.2.B
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Setelah mempelajari bagian ini apa pemahaman Anda
mengenai makna dari membangun sebuah komunikasi
asertif dengan murid?
__________________________________________________________________
______________ ________________________________________________

2. Apa dampak yang bisa Anda rasakan?


__________________________________________________________________
______________ ________________________________________________

B. Pendengar aktif
Bacalah kutipan berikut ini. Tuliskan pemahaman Anda
I know that you believe you understand what you think I
said but I am not sure you realise that what you think you
heard and it is not what I meant ~ Alan Greenspan
(Saya tahu bahwa anda percaya diri bahwa anda memahami
apa yang anda pikir saya katakan, namun saya tidak yakin
bahwa anda menyadari bahwa apa yang anda pikir sudah
didengar, dan ini bukanlah yang saya maksudkan)

Tugas 2.2.C
Apa yang Anda tangkap dari kutipan ini? Ceritakan
pemahaman Anda dengan bahasa Anda sendiri.
________________________________________________________________________
_______________
_____________________________________________

Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah


keterampilan mendengar. Seorang coach yang baik akan
mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam sesi
coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada
diri coachee, yakni murid kita. Dalam hal ini, seorang coach
harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang
ada dipikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.
Terdengar mudah ya untuk dilakukan? Kita hanya perlu untuk
duduk berhadapan dengan mereka dan mendengar apa yang
mereka sampaikan. Namun apakah sungguh semudah itu?
Dapatkah kita dengan sungguh mendengar mereka dan tidak
mendengarkan apa yang ada dipikiran kita sendiri? Mari kita
belajar lebih lanjut tentang kata kerja “mendengar” melalui
tautan video berikut ini. (Tautan)
Tugas 2.2.D Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut
ini!
1. Setelah menonton video Mendengarkan aktif, apa yang
Anda tangkap mengenai arti kata Mendengarkan
(listening)?
__________________________________________________________________
_______________ ___________________________________________________
__________________________________________________________________
______________ ________________________________________________

2. Apa hambatan dari diri yang dapat membuat Anda tidak


mendengarkan secara aktif?
________________________________________________________________
_________________
___________________________________________________
__________________________________________________________________
______________ ________________________________________________

3. Apa yang akan Anda lakukan untuk menghilangkan


hambatan ini?
__________________________________________________________________
_______________ ___________________________________________________
__________________________________________________________________
______________ ________________________________________________

Ketika kita mendengarkan lawan bicara kita, hal-hal yang kita


dengar dari mereka antara lain:

● Pesan yang disampaikan, baik yang terungkap


langsung ataupun yang tersirat
● Emosi dan perasaannya
● Pikirannya
● Bahasa tubuh dan mimik wajah
● Nila-nilai yang menghidupi diri mereka
● Usaha dan hasil yang dicapai
● Materi lainnya yang disampaikan Tantangan
kita ketika mendengarkan ada pada kemampuan kita
menangkap pesan yang disampaikan lewat ragam gaya
komunikasi mereka. Karenanya, kita juga perlu mengerti
beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita
mampu menangkap pesan-pesan yang disampaikan.

5 Teknik mendengarkan aktif


1. Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita
dalam menyampaikan pesan. Pesan yang disampaikan
bisa terkomunikasikan secara verbal maupun non-verbal.
Karenanya, sebagai coach kita perlu fokus dan komitmen
diri pada awal sesi.

2. Tunjukkan bahwa kita mendengarkan. Bahasa tubuh


dan respon kita dapat secara efektif menyampaikan
pesan kepada lawan bicara kita bahwa kita
memperhatikan setiap pesan yang disampaikan.
Contoh bahasa tubuh dan respon kecil yang
menunjukkan bahwa seseorang mendengarkan secara
aktif:

Respon singkat – ‘oh’ , ‘iya’, ‘hm...” Anggukan kecil – tanda


mengerti apa yang disampaikan Raut wajah positif – senyum
Kontak mata – jaga kontak mata
Postur tubuh – condong ke arah rekan bicara kita dan hindari
melipat tangan di depan dada
Gerakan tubuh – hindari menggoyangkan jari atau kaki
perasaan dengan tepat
dan berikan afirmasi kepada apa yang disampaikan oleh rekan
bicara kita. Fokus kepada masalah atau topik yang
disampaikan.
Contoh: “Saya merasakan apa yang kamu alami saat ini.”,
“Sepertinya kamu telah menangani masalahmu dengan cukup
baik.”, “Saya kagum dengan usahamu.”
4. Parafrase Ini digunakan ketika kita hendak menegaskan
kembali makna pesan yang disampaikan dengan menggunakan
kalimat kita sendiri.
3. Menanggapi Nada positif

Contoh: Murid: “Saya kecewa orang tua saya tidak pernah


mau mengurusi sekolah saya.” Anda: “Jika boleh Ibu
simpulkan, kamu ingin ayah ibu mu aktif mendampingi kamu
dalam pemilihan jurusan dan sekolah?”
5. Bertanya Pendengar aktif akan mengajukan pertanyaan
untuk mendorong lawan bicaranya menguraikan lebih lagi
keyakinan atau perasaannya. Pada saat inilah diperlukan
keterampilan bertanya sehingga mampu menggali lebih dalam
potensi yang dimiliki oleh rekan bicara kita. Bagian ini akan
kita bahas pada aspek komunikasi yang memberdayakan
berikutnya.
Gambar 2. Menjadi Pendengar Aktif

C. Bertanya Efektif
Apa sulitnya ya bertanya? Tiap hari kita mengajukan
pertanyaan, baik kepada orang lain di sekeliling kita dan
kepada diri kita sendiri. Coba kita pikirkan bersama, mengapa
keterampilan bertanya perlu untuk dipelajari?
‘Bertanya’ pada coaching merupakan kemampuan bertanya
dengan tujuan tertentu. Bukan sekedar jawaban singkat yang
diharapkan, namun pertanyaan yang diberikan dapat
menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang
mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan
emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee
untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.
Gambar 3. Pertanyaan
Mari kita simak video pada tautan berikut, lanjutkan dengan
melengkapi Tugas 2.2.E yang tersedia

Tugas 2.2.E
Buatlah 2 contoh dari masing-masing jenis pertanyaan efektif
berikut:
1.
A. Pertanyaan terbuka _________________________________________
___ __________________________
2.
_________________________________________
___ __________________________
1.
_________________________________________
B. Pertanyaan berfokus pada ___ __________________________
tujuan 2.
_________________________________________
___ __________________________
1.
_________________________________________
___ __________________________
C. Pertanyaan refleksi
2.
_________________________________________
___ __________________________
1.
_________________________________________
___ __________________________
D. Pertanyaan eksplorasi
2.
_________________________________________
___ __________________________
1.
_________________________________________
E. Pertanyaan mengukur ___ __________________________
pemahaman 2.
_________________________________________
___ __________________________
34

F. Pertanyaan Aksi
1. ______________________________________________________________
2. _______________________________________________________________
Setelah Anda memahami dan mempraktekan cara membuat
pertanyaan yang efektif, kita juga perlu tahu beberapa bentuk
pertanyaan yang sebaiknya kita hindari dalam proses coaching
karena bentuk pertanyaan tersebut dapat menghambat
keberhasilan coachee dalam proses coaching.
1. Pertanyaan tertutup
Jenis pertanyaan ini hanya akan membuat coachee menjawab
dengan Ya dan Tidak, atau hanya berespon dengan 1 kata. Jika
pertanyaan Coach seperti demikian maka pikiran coachee akan
kurang atau bahkan tidak terstimulasi. Coachee akan
mendapatkan hambatan dalam mengeksplorasi pilihan dan
potensi mereka untuk bergerak maju dan membuat aksi.
JIka kita bertanya: “Apa kamu akan melanjutkan pendidikan ke
universitas negeri?”, Murid kita akan cenderung menjawab ”Ya”
atau hanya mengangguk.
Namun jika kita bertanya, “Apa yang sudah kamu rencanakan
untuk studimu setelah lulus SMA?”, murid kita akan terstimulasi
untuk memberikan jawaban yang terelaborasi.
2. Pertanyaan yang mengarahkan Pertanyaan ini seperti
menyiratkan jawaban yang kita harapkan keluar dari respon
coachee. Kecenderungan seorang guru dalam bertanya adalah
dengan memberikan arahan sehingga murid kita mampu
menjawab sesuai yg diharapkan. Dalam sesi coaching, peran
kita yang sedemikian harus ditanggalkan.
Ingat bahwa dalam coaching, tugas coach adalah memfasilitasi
coachee untuk mencapai tujuan yang dia inginkan, bukan yang
coach inginkan.
Contoh pertanyaan mengarahkan: “Sepertinya kita perlu
mendiskusikan jadwal pelaksanaan kegiatan sosial yang kamu
rancang.”
Pertanyaan alternatif: “Dari kegiatan-kegiatan yang akan kita
diskusikan saat ini, mana yang perlu kita bahas terlebih
dahulu?”
Contoh lainnya: “Kamu tidak jadi mengambil kursus memasak
kan?” Pertanyaan alternatif: “Apa manfaat yang akan kamu
dapat jika kamu mulai kursus
memasak?”
D. Umpan Balik Positif
Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun
potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka
untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik yang
disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri. Secara
khusus diberikan pada coachee ketika dalam process coaching,
ada hal-hal yang tidak terduga muncul atau hasil dari coaching
ini berbeda dari yang coachee pikirkan.
Dorongan positif diperlukan agar coachee meneruskan hasil
coaching ini sampai pada tahap aksi. Bentuk umpan balik dapat
disampaikan dalam beberapa cara dengan aspek-aspek berikut
(Pramudianto, 2015):
1. Langsung diberikan saat komunikasi. Contoh: “Wah bagus
ucapanmu yang baru saja kamu sampaikan.” 2. Spesifik –
fokus pada apa yang dikatakan Contoh: “Hal ini sepertinya
belum diungkapkan sebelumnya. Ayo kita coba bicarakan hal ini
lebih lagi. Ini dapat menjadi alternatif lain untukmu.” 3.
Faktor emosi – mengikutsertakan emosi yang dirasakan

Contoh: “Ah.. saya ikut gembira mendengar pencapaian mu


dalam kerja kelompok kemarin.” “Situasimu terdengar sulit.
Mari perlahan kita bicarakan agar kamu bisa mendapatkan
alternatif dari situasi ini.” 4. Apresiasi – menyertakan
motivasi positif
Contoh: “Kamu bisa Nak. Kamu pasti bisa menjalankan
komitmenmu. Kamu sudah berjalan sejauh ini, dengan
perencanaan yang lebih baik, kamu dapat menyelesaikan
tantangan ini.”
Coaching adalah sebuah kegiatan komunikasi pemberdayaan
(empowerment) yang bertujuan membantu para coachee
dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dalam
mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi agar
hidupnya menjadi lebih efektif. Kemampuan berkomunikasi
menjadi kunci dari proses coaching sebab pendekatan dan
teknik yang dilakukan dalam coaching merupakan proses
mendorong dari belakang sehingga coachee dapat menemukan
jawaban dari apa yang dia temukan sendiri (Pramudianto,
2015), bukan dengan diarahkan atau digurui. Inilah yang
menjadi keunikan coaching.
Pembelajaran Sosial dan Emosional
Bapak/Ibu CGP, Mari membahas tentang pembelajaran sosial
dan emosional yang mengacu pada kolaborasi akademik dan
pembelajaran sosial dan emosional (CASEL).
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang
dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses
kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di
sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan
emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk
1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan
untuk mengelola emosi 2)menetapkan dan mencapai tujuan
positif 3)merasakan dan menunjukkan empati kepada orang
lain 4)membangun dan mempertahankan hubungan yang
positif serta 5)membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Pembelajaran sosial dan emosional dapat diberikan dalam tiga
ruang lingkup:
1. Rutin: pada saat kondisi yang sudah ditentukan di luar waktu
belajar akademik, misalnya kegiatan lingkaran pagi (circle
time), kegiatan membaca setelah jam makan siang
2. Terintegrasi dalam mata pelajaran: misalnya melakukan
refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran,
membuat diskusi kasus atau kerja kelompok untuk
memecahkan masalah, dll.
3. Protokol: menjadi budaya atau aturan sekolah yang sudah
menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri
oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon
situasi atau kejadian tertentu. Misalnya, menyelesaikan konflik
yang terjadi dengan membicarakannya tanpa kekerasan,
mendengarkan orang lain yang sedang berbicara, dll.
Mari kita tonton video berikut ini dan jawablah pertanyaan di
bawah ini.
1. Apakah hakikat pembelajaran sosial dan emosional?

2. Mengapa penting bagi guru untuk memahami dan


menerapkan pembelajaran sosial dan emosional?

3. Sebutkan 5 kompetensi sosial dan emosional!

4. Tuliskan hal-hal yang sudah Anda ketahui sebelumnya


tentang 5 kompetensi sosial dan emosional!

5. Tuliskan hal-hal baru yang Anda pelajari dari video


tersebut!

6. Apa hal-hal yang ingin Anda pelajari lebih lanjut?

Video 2a.1:
https://www.youtube.com/watch?v=4YxyAcV9QXc&t=9s
(Teks terjemahan : VIDEO) Apakah Pembelajaran Sosial-
Emosional?
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat
penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan
yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah
sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga untuk
mengajarkan mereka menjadi orang yang baik.
PSE mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu
dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan
untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik
dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga
anak-anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam
konteks lingkungan dan dunia.
Pandangan kuno menyatakan bahwa pengetahuan adalah
informasi yang dapat ditransfer ke otak seperti jenis
perlengkapan mesin mekanis. Yang benar adalah, pengetahuan
bersifat konstruktif; yang benar adalah semua proses
pembelajaran bersifat relasional; yang benar adalah emosi
menarik perhatian, dan perhatian mendorong terjadinya proses
belajar.

PSE adalah mengenai bagaimana kita menjalankan sekolah.


Pembelajaran sosial- emosional adalah tentang pengalaman apa
yang akan dialami siswa, apa yang dipelajari siswa dan
bagaimana guru mengajar.
Kita dapat merancang bagaimana sekolah dan ruangan
kelasnya, bagaimana waktu belajar, ruang-ruangan yang ada di
sekolah, hubungan dengan komunitas sekolah dan keluarga dan
yang lainnya sebagai tempat pertukaran pengetahuan,
pengetahuan tentang dunia; pengetahuan tentang diri sendiri
dan pengetahuan tentang orang lain yang berinteraksi dengan
kita. Pengalaman-pengalaman tersebut membantu membentuk
bagaimana siswa memahami diri mereka sendiri dan orang lain.
Dengan demikian kita berbicara tentang anak secara utuh.
Apakah anak kita memiliki kesadaran diri, apakah mereka
memiliki pemahaman kesadaran sosial, apakah mereka mampu
mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Baru
setelah itu, kita membahas mengenai konteks akademis dan
semua keterampilan-keterampilan penting yang kita butuhkan
untuk dapat berhasil dalam hidup.
Anak belajar saat hati mereka terbuka, terhubung dengan
lingkungan sekitar serta adanya tujuan.
Belajar adalah keajaiban. Melalui pembelajaran sosial-
emosional, kita menciptakan kondisi yang mengizinkan semua
anak mengakses keajaiban tersebut.
Tugas 2a1. Video Pembelajaran Sosial dan Emosional
Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis Kesadaran
Penuh (Mindfulness- Based Social Emotional Learning)
Kesadaran Penuh (Mindfulness)
Untuk mengawali penjelasan tentang kesadaran penuh
(mindfulness), mari kita simak video berikut ini. Video
2a.2 https://www.youtube.com/watch?v=oTNf-
53Vd1E&t=48s
Teks terjemahan video: Apa itu Mindfulness? Pertanyaan ini
telah memenuhi pikiran saya selama beberapa waktu.
Sebuah kata yang mungkin terdengar lazim bagi kita semua,
tetapi saya terus bertanya kepada diri sendiri, apakah saya
benar-benar tahu arti di baliknya?
Persepsi awal saya tentang Mindfulness mengitari asumsi
bahwa hal tersebut hanyalah sebatas keadaan tenang saat
mempraktikkan sebuah aktivitas seperti meditasi. Oleh karena
itu, saya selalu memiliki pola pikir bahwa hal tersebut hanya
dilakukan oleh penganut ajaran Buddha.
Namun, setelah mengetahui bahwa konsep Mindfulness
mencakup jauh lebih dari itu, saya menyadari bahwa saya telah
mempraktikkannya jauh sebelum Mindfulness diperkenalkan
kepada saya. Mindfulness bukanlah sesuatu yang menjadi milik
satu kelompok tertentu. Hal tersebut pun tidak hanya
dipraktikkan melalui diam. Hal tersebut bukanlah sebuah
kegiatan tersendiri melainkan metode tentang cara melakukan
sebuah aktivitas. Mindfulness cenderung menjawab pertanyaan
Bagaimana daripada Apa.
Mindfulness mengajarkan saya untuk hadir sepenuhnya dan
menyadari keadaan terkini saya serta memberikan respons
yang paling tepat dalam keadaan apapun, saya telah belajar
untuk mengurangi kebiasaan menuntut dan untuk lebih
bersyukur akan segala sesuatu. Saya juga menyadari bahwa
Mindfulness adalah sesuatu yang kita semua miliki secara alami,
namun hal tersebut akan tersedia bagi kita ketika kita
melatihnya setiap hari.
Tetapi, setelah mengetahui berbagai manfaat dari
mempraktikkan Mindfulness, masih cukup menantang bagi
saya untuk menerapkannya di dalam setiap kegiatan.

Beberapa hari mungkin mengharuskan saya untuk


menyelesaikan masalah secepat mungkin dan untuk itu saya
selalu mencoba sebaik mungkin untuk mengalokasikan 5 hingga
15 menit dalam sehari untuk melakukan aktivitas favorit saya
dimana saya dapat menerapkan Mindfulness sepenuhnya.
Beberapa kegiatan yang saya suka lakukan adalah, membaca,
shalat dan juga berjalan secara mindful. Kegiatan-kegiatan ini
tidak hanya menenangkan diri saya dari hari yang penuh
tekanan tetapi juga mendidik saya melalui cara-caranya
tersendiri. Dengan membaca, saya dapat melihat dunia melalui
perspektif orang lain. Melalui melakukan salat, saya dapat
memperkuat hubungan saya dengan Yang Mahakuasa. Dan
melalui melakukan jalan-jalan saya dapat mengamati
lingkungan saya dan mengingatkan kepada diri sendiri betapa
diberkatinya saya.
Mindfulness terbuka untuk semua orang tanpa terkecuali.
Terlebih dengan adanya fakta bahwa kita hidup di lingkungan
yang sangat sesak, dimana segala sesuatunya bergerak lebih
cepat daripada kecepatan kita mencerna informasi. Mindfulness
menyediakan cara bagi setiap orang untuk menikmati setiap
momen dan memberikan rasa ketenangan, terlepas dari
kenyataan bahwa kita hidup di lingkungan yang begitu padat.
Apa yang lebih baik daripada itu?
Apakah kesadaran penuh (mindfulness) itu?
Kesadaran penuh (mindfulness) menurut Kabat - Zinn (dalam
Hawkins, 2017, hal. 15) dapat diartikan sebagai kesadaran yang
muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja
pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu dan
kebaikan (The awareness that arises when we pay attention, on
purpose, in the present moment, with curiosity and kindness)
Ada beberapa kata kunci, yaitu: kesadaran (awareness),
perhatian yang disengaja (on purpose), saat ini (present
moment), rasa ingin tahu (curiosity) dan kebaikan
(compassion). Artinya ada keterkaitan antara unsur pikiran
(perhatian), kemauan (yang bertujuan), dan rasa (rasa ingin
tahu dan kebaikan) pada kegiatan (fisik) yang sedang dilakukan.

Kesadaran penuh (mindfulness) muncul saat seorang sadar


sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan, atau dalam
situasi yang menghendaki perhatian yang penuh. Misalnya,
seorang anak yang terlihat asyik bermain peran dengan
menggunakan boneka tanpa terganggu oleh suara sekitarnya,
murid yang sedang memainkan musik, menikmati alur cerita
dalam bacaan, menikmati segelas teh hangat, atau menikmati
pemandangan matahari terbenam, atau guru yang sedang
mendengarkan murid dengan penuh perhatian. Intinya adalah
adanya perhatian yang dilakukan secara sadar dengan dilandasi
rasa ingin tahu dan kebaikan.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa di dalam kondisi
berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti
meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan
mengingat, berkurangnya stress, dan munculnya perasaan
tenang dan stabil (Kabat-Zinn, 2013, hal. 37). Dengan demikian,
salah satu fungsi latihan berkesadaran penuh adalah
menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang
lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih
responsif dan reflektif.
Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat
relevan dan penting bagi siapapun untuk dapat menjalankan
peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Ini
termasuk bagi pendidik, murid bahkan juga untuk orangtua.
Latihan tersebut sebenarnya sudah banyak diterapkan dalam
pendidikan kita sejak lama. Misalnya, mengajak murid untuk
hening dan berdoa sebelum memulai pelajaran, melakukan
berbagai kegiatan literasi, mencintai alam, berolah-seni
maupun berolahraga, dan lain sebagainya.
Pada tahun 2011, The Hawn Foundation bekerjasama dengan
Columbia University mengembangkan sebuah kurikulum yang
disebut ‘the MindUp Curriculum’. Sebuah kurikulum yang
ditujukan untuk tingkat Pra Sekolah sampai kelas 8. The Mindup
Curriculum adalah kurikulum pembelajaran yang bertujuan
untuk menumbuhkan kesadaran sosial dan emosional (social
and emotional awareness), meningkatkan kesejahteraan
psikologis (psychological well-being), dan keberhasilan
akademik yang berbasis penelitian dan praktik kelas
(www.thehawnfoundation.org).

Sejak tahun 2019, sebanyak 370 sekolah negeri di seluruh


Inggris mengadopsi mindfulness dalam kurikulumnya. Di
Indonesia, penerapan mindfulness dalam kurikulum juga sudah
diterapkan dalam berbagai institusi pendidikan. Salah satu
sekolah di Jakarta secara khusus memasukkan mindfulness
dalam kurikulum pendidikan TK hingga Kelas 12. Murid-murid
di sekolah tersebut melaporkan bahwa mindfulness membantu
mereka dalam proses pembelajaran (Kompas, 27 Juli 2019).
Video yang ditampilkan pada bagian awal penjelasan kesadaran
penuh ini adalah hasil karya salah satu murid sekolah tersebut.
Mindfulness dan Cara Kerja Otak
Bapak/Ibu CGP, video berikut ini menjelaskan bagaimana kerja
otak dan mekanisme perubahan yang terjadi pada otak saat
melakukan latihan berkesadaran penuh (mindfulness), serta
dampak positif dari latihan berkesadaran penuh (Mindfulness
and How the Brain Works)
Video 2:
https://www.youtube.com/watch?v=aNCB1MZDgQA&t=76s
Sebelum menonton, untuk membantu memahami video
tersebut dengan baik, bacalah terlebih dahulu beberapa
pertanyaan di bawah ini. Jawablah pertanyaan ini setelah Anda
selesai menonton dan unduh dalam tautan yang disediakan.
1. Tuliskan sebanyak mungkin fakta yang sudah Anda
pelajari dan pahami tentang latihan berkesadaran
penuh (mindfulness)!

2. Jelaskan hubungan kerja bagian otak prefrontal (disebut


otak luhur dalam modul 1.3) dan latihan berkesadaran
penuh (mindfulness)!

3. Menurut Anda, bagaimana latihan berkesadaran penuh


(mindfulness) dapat bermanfaat bagi Anda?

4. Setelah Anda memahami manfaat latihan berkesadaran penuh


(mindfulness), gambarkanlah sebuah situasi yang
merefleksikan bahwa kemampuan tersebut akan
bermanfaat bagi Anda dalam menghadapi suatu situasi
sosial yang menantang dalam menjalankan peran sebagai
pendidik! Berikan penjelasan.

Tugas 2a2 Jawaban tentang video Mindfulness dan Kerja Otak


Kesadaran penuh (mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan
melalui berbagai kegiatan. Artinya, kita dapat melatih
kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas
pada apa yang kita lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan
menyadari nafas (mindful breathing); latihan bergerak sadar
(mindful movement), yaitu bergerak yang disertai kesadaran
tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar
(mindful walking) dengan menyadari gerakan tubuh saat
berjalan, dan berbagai kegiatan sehari-hari yang mengasah
indera (sharpening the senses) dengan melibatkan mata, telinga,
hidung, indera perasa, sensori di ujung jari, dan sensori peraba
kita. Kegiatan-kegiatan di atas seperti bernapas dengan sadar,
bergerak dengan sadar, berjalan dengan sadar dan menyadari
seluruh tubuh dengan sadar dapat diawali dengan cara yang
paling sederhana yaitu dengan menyadari nafas.
Mengapa penting untuk menyadari nafas? Karena napas adalah
jangkar yang dimiliki setiap orang untuk berada di sini dan
masa sekarang (here and now). Pikiran kita merupakan bagian
diri kita yang seringkali sulit dikendalikan. Seorang ilmuwan
dan filsuf bernama Deepak Chopra dalam website pribadinya
menyebutkan bahwa manusia memiliki 60.000-80.000 pikiran
dalam sehari. Bayangkan betapa sibuknya pikiran kita. Karena
sangat cair, pikiran dapat bergerak ke masa depan dan
menimbulkan perasaan kuatir. Pikiran juga dapat bergerak ke
masa lalu yang seringkali menimbulkan perasaan menyesal.
Pikiran berada dalam situasi terbaiknya jika ia fokus situasi saat
ini dan masa sekarang, Cara termudah untuk membuat pikiran
dan perasaan Anda berada pada saat ini dan masa sekarang
adalah dengan menyadari nafas. Silahkan tonton video latihan
pernapasan STOP. Silakan cek lampiran (Lampiran) Artikel 1
tentang Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi
Mindfulness and Well-being
Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat
diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-
being (kesejahteraan hidup) adalah sebuah kondisi dimana
individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan
orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah
lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan
menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki
tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta
berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat
well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih
tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi,
kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki
ketangguhan dalam menghadapi stress dan terlibat dalam
perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab
Berbagai kegiatan berbasis kesadaran penuh (mindfulness)
dalam sehari-hari memungkinkan seseorang membangun
kesadaran penuh untuk dapat memberikan perhatian secara
sadar bertujuan yang didasarkan keterbukaan pikiran, rasa
ingin tahu dan kebaikan yang akan membantu seseorang dalam
menghadapi situasi- situasi menantang dan sulit. Secara
saintifik, latihan mindfulness yang konsisten akan memperkuat
hubungan sel-sel saraf (neuron) otak yang berhubungan dengan
fokus, konsentrasi, dan kesadaran. Kondisi tersebut dapat
dijelaskan dengan gambar 1.1:
Gambar: Hubungan Mindfulness dan Empati dan Resiliensi
(Hawkins, 2011)
Pada saat menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat
seorang guru berhadapan dengan perilaku murid yang dinilai
tidak disiplin, mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri
untuk berhenti, menarik napas panjang, memberikan waktu
untuk memahami apa yang dirasakan diri sendiri,
memunculkan empati, memahami situasi yang terjadi, mencari
tahu apa yang dirasakan oleh murid dan mau mendengarkan
dengan penuh perhatian. Respon guru yang berkesadaran
penuh akan dapat membangun koneksi dan rasa percaya murid
pada guru. Ada pepatah yang mengatakan,” Seberapa banyak
gelar yang dimiliki seorang guru, kalau murid tidak paham
bahwa gurunya peduli dengan mereka, maka mereka tidak akan
pernah dapat belajar dari gurunya.” Koneksi, rasa aman dan
rasa percaya di antara guru dan murid akan menciptakan
lingkungan dan suasana belajar yang kondusif bagi
pembelajaran. Perasaan aman dan rasa percaya dalam diri
murid akan membantu murid dalam proses pembelajaran dan
relasi dengan guru di sekolah. Murid dapat menumbuhkan
kesadaran diri tentang perasaan, kekuatan, kelemahan, nilai-
nilai yang dimiliki dengan lebih baik dan kesadaran sosial yang
lebih baik yang didasarkan pada perhatian yang bertujuan akan
membantu murid dalam memproses informasi secara lebih baik
dalam proses pembelajaran. Jika murid dapat mengikuti proses
pembelajaran secara lebih baik, maka secara perlahan tumbuh
optimisme atau rasa percaya dalam dirinya. Ada banyak sekali
penelitian yang menyatakan tentang pentingnya optimisme
dalam mendorong keberhasilan pembelajaran. Seligman (dalam
Hoy, Tarter & Hoy, 2006) menjelaskan tentang optimisme
sebagai faktor pendukung kesuksesan dalam akademik.
Hubungan Mindfulness dan Pembelajaran Sosial dan
Emosional
Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh
(mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri
(self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial
dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan
respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita
berhenti, bernafas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan
diri sendiri maupun orang lain, dan mengambil tindakan yang
lebih responsif, bukan reaktif. Gambar 1 menunjukkan
Pembelajaran Sosial-Emosional berbasis kesadaran penuh
untuk mewujudkan kesejahteraan (well-being). Gambar
tersebut diadaptasi dari Gambar yang dibuat K. Fort – Catanese
(dalam Hawkins, 2017)
Gambar 1. Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis
kesadaran Penuh
Untuk melengkapi pemahaman Anda, mari kita tonton video
yang menjelaskan pendekatan berkesadaran penuh
(mindfulness) dengan pembelajaran sosial dan emosional!
Video 3. Pendekatan mindfulness dalam pembelajaran sosial
emosional
Tugas 2.a.3 :
1. Apa yang Anda rasakan setelah mempelajari penerapan 5
kompetensi sosial- emosional berbasis kesadaran
penuh?

2. Apakah hal baru yang Anda pelajari?

3. Tuliskan 3 penerapan kompetensi sosial-emosional


berbasis kesadaran penuh yang dapat Anda terapkan
dalam tugas Anda sebagai pendidik!

Tulislah jawaban Anda dengan mengisi form yang ada di dalam


tautan berikut ini.
Tugas 2a3. Video Latihan Berkesadaran Penuh dan
Pembelajaran Sosial dan Emosional
Bapak/Ibu CGP, selanjutnya untuk mendapatkan contoh
panduan atau kerangka penerapan Kompetensi Sosial
Emosional, silakan baca 5 artikel yang ada pada lampiran 1.

Semoga membantu Anda dalam memahami konsep dan


penerapan pembelajaran sosial dan emosional. Selamat
membaca
Perlunya Menguasai Diri dalam Pendidikan Budi Pekerti

Watak biologis dan tidak dapat lenyap dari jiwa manusia


sangat banyak contohnya. Kita juga dapat melihat dalam
kehidupan setiap manusia. Misalnya, orang yang karena
pendidikannya, keadaan dan pengaruh lainnya, seharunya
berbudi dermawan. Namun demikian, jika ia memang
mempunyai dasar watak kikir atau pelit, maka ia kan selalu
kelihatan kikir, walaupun orang tersebut tahu akan
kewajibannya sebagai dermawan terhadap fakir miskin (ini
pengaruh pendidikannya yang baik). Semasa ia tidak sempat
berpikir, tentulah tabiat kikir orang tersebut itu akan selalu
kelihatan. Setidak-tidaknya kedermawanan orang itu akan
berbeda dengan orang yang memang berdasar watak
dermawan.

Janganlah pendidik itu berputus asa karena menganggap


tabiat-tabiat yang biologis (hidup perasaan) itu tidak dapat
dilenyapkan sama sekali. Memang benar kecerdasan
intelligible (hidup angan-angan) hanya dapat menutupi
tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik, akan tetapi harus
diingat bahwa dengan menguasai diri (zelfbeheersching)
secara tetap dan kuat, ia akan dapat melenyapkan atau
mengalahkan tabiat-tabiat biologis yang tidak baik itu. Jadi,
kalau kecerdasan budi yang dimiliki orang tersebut sungguh
baik, yaitu dapat mengadakan budi pekerti yang baik dan
kokoh sehingga dapat mewujudkan kepribadian
(persoonlikjkheid) dan karakter (jiwa yang berasas hukum
kebatinan), maka ia akan selalu dapat mengalahkan nafsu
dan tabiat-tabiatnya yang asli dan biologis tadi.

Oleh karena itu, menguasai diri (zelfbeheersching)


merupakan tujuan pendidikan dan maksud keadaban.
‘Beschaving is zelfbeheersching’ (adab itu berarti dapat
menguasai diri), demikian menurut pengajaran adat atau
etika.
Kita sekarang sampai pada pembahasan ‘budi pekerti’ atau
‘watak’ diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia. Dalam
bahasa asing, disebut sebagai ‘karakter’, yaitu jiwa yang
berasas hukum kebatinan. Orang yang mempunyai
kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan dan
merasakan serta memakai ukuran, timbangan dan dasar-
dasar yang pasti dan tetap. Watak atau budi pekerti bersifat
tetap dan pasti pada setiap manusia, sehingga kita dapat
dengan mudah membedakan orang yang satu dengan yang
lainnya.

Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan hasil dari


bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau
kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Perlu diketahui
bahwa budi berarti pikiran-perasaan-kemauan, sedangkan
pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat
jiwa manusia, mulai angan-angan hingga menjelma sebagai
tenaga.

Dengan adanya budi pekerti, setiap manusia berdiri sebagai


manusia, dengan dasar-dasar yang jahat dan memang
dapat dihilangkan, maupun dalam arti neutraliseeren
(menutup, mengurangi) tabiat-tabiat jahat yang biologis
atau yang tak dapat lenyap sama sekali karena sudah
Bersatu dengan jiwa.

Jenis-Jenis Budi Pekerti

Setelah kita mengetahui bahwa budi pekerti seseorang itu


dapat mewujudkan sifat kebatinan seseorang dengan pasti
dan tetap, kita juga harus mengetahui pula bahwa tidak ada
dua budi pekerti orang yang sama. Jadi, sama keadaannya
dengan roman muka manusia, tidak ada dua orang yang
sama. Meskipun, orang dapat membedakan budi pekerti
manusia menjadi beberapa macam atau jenis (typen),
sehingga orang dapat mempunyai ikhtisar tentang garis-garis
atau sifat-sifat watak orang secara umum.
Pembagian budi pekerti menjadi beberapa jenis tersebut
berdasarkan pada sifat angan-angan, sidat perasaan, dan
sidat kemauan (analystis). kemudian, tiga sifat itu
digabungkan menjadi satu (synthetis); sehingga mewujudkan
suatu macam atau tipe budi pekerti yang pasti. Salah satu
pembagian tipe budi pekerti yang terkenal disampaikan oleh
almarhum Prof. Dr. Heymans, guru besar Universitas
Groningen, yang sudah mengadakan penyelidikan disertai
percobaan dan ditetapkan adanya 8 jenis budi pekerti orang.

Ada pula yang membagi budi pekerti menjadi beberapa jenis


berdasarkan hasrat seseorang. jadi, bukan pembagian
analytis, akan tetapi pembagian secara global dan etis (etis
= menurut rasa adab). Adapun Prof. Spranger membagi budi
pekerti menjadi 6 jenis, yakni bersandar pada Hasrat orang
pada: 1. Kekuasaan (machtsmensch), 2. Agama (religious
mench), 3. Keindahan (kunstmensch), 4. Kegunaan atau
faedah (nutsmensch atau econimisch mensch), 5.
Pengetahuan atau kenyataan (wetenschaps) dan 6.
Menolong mendermakan atau mengabdi (sociale mensch).

Selain dua macam pembagian tersebut terdapat pula teori-


teori tentang jenis-jenis budi pekerti yang lain. Misalnya,
menghubungkan sifat jasmani seseorang dengan watak
orang tersebut (Prof. Kretschner), seperti ilmu firasat dari Imam
Syafi’i. kemudian, terdapat pula pendapat yang mengukur
budi- pekerti orang dengan melihat cara seseorang
memandang dirinya sendiri sebagai pusat pemandangan,
atau sebaliknya, sebagai sebagian saja dari alam yang besar
ini (Adler, Kunkel). Ada pula yang mengadakan pembagian
introversen dan extroversen (Jung), yaitu orang yang selalu
memandang ke dalam batinnya sendiri, atau yang
memandang ke arah luar , dan demikianlah seterusnya.

Dalam soal watak atau budi pekerti manusia, jangan


dilupakan bahwa tiap-tiap manusia mendapat pengaruh
dari yang menurunkan (eferlijkheidsleer). Jadi , sama pula
dengan menurunnya sifat-sifat jasmani dari tiap-tiap orang
(sifatnya roman muka, rambutnya, warna kulitnya, pendek-
tingginya badan, dan lain-lain). Jangan dilupakan juga
bahwa seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, pendidikan
dan segala pengalaman tersebut berpengaruh besar pada
tumbuhnya budi pekerti.
Sekolah sebagai institusi pembentukan karakter

Kita sudah mempelajari budaya sekolah yang berdampak baik pada


pengembangan karakter murid. Masih ingat materi video sebelumnya?
Bagaimana aktivitas guru mengajak murid berkeliling sekolah, mengamati
lingkungan sekolah hingga murid bisa menganalisis permasalahan yang terjadi di
sekolah dan mendiskusikan solusinya. Dari aktivitas tersebut menumbuhkan
karakter kritis pada murid. Nah, untuk memahami lebih dalam tentang Sekolah
sebagai institusi pembentukan karakter, pada sesi awal ini Anda diminta untuk
menjawab pertanyaan berikut ini.

Pertanyaan pemantik :
● Seberapa besar pendidikan di sekolah berdampak pada pendidikan
karakter murid?
● Pendidikan karakter seperti apa yang perlu dikembangkan dalam budaya
Indonesia saat ini?

Kita semua percaya bahwa tujuan penting sekolah adalah pembentukan


karakter. Untuk menguatkan pemahaman kita tentang peran pendidikan
karakter pada murid dan bagaimana sekolah mendukung murid dalam
menumbuhkan karakter? Mari kita simak penjelasan berikut

Ketika kita berbicara sekolah sebagai institusi pembentukan karakter. Mari kita
ingat kembali makna pendidikan sendiri dari Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar
Dewantara:

“Adapun maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”
(dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara seri 1 pendidikan halaman 20)
Dari kutipan tersebut mengisyaratkan kita sebagai guru perlu membangun
komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi
manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat.

Pertanyaannya sekarang adalah karakter seperti apa yang bisa menyiapkan


murid menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan
dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan sendiri. Jika kita mengacu pada
dasar negara kita yaitu, Pancasila, ada beberapa karakter yang dapat kita
contoh, antara lain: Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia,
Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri.

Pelajar Indonesia adalah pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaannya termanifestasi dalam akhlak yang
mulia terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negaranya. Ia berpikir dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan sebagai panduan untuk memilah
dan memilih yang baik dan benar, bersikap welas asih pada ciptaan-Nya, serta
menjaga integritas dan menegakkan keadilan. Pelajar Indonesia senantiasa
berpikir dan bersikap terbuka terhadap kemajemukan dan perbedaan, serta
secara aktif berkontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan manusia sebagai
bagian dari warga Indonesia dan dunia. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia,
Pelajar Indonesia memiliki identitas diri merepresentasikan budaya luhur
bangsanya. Ia menghargai dan melestarikan budayanya sembari berinteraksi
dengan berbagai budaya lainnya. Ia peduli pada lingkungannya dan
menjadikan kemajemukan yang ada sebagai kekuatan untuk hidup bergotong
royong. Pelajar Indonesia merupakan pelajar yang mandiri. Ia berinisiatif dan siap
mempelajari hal-hal baru, serta gigih dalam mencapai tujuannya. Pelajar
Indonesia gemar dan mampu bernalar secara kritis dan kreatif. Ia menganalisis
masalah menggunakan kaidah berpikir saintifik dan mengaplikasikan alternatif
solusi secara inovatif. Ia aktif mencari cara untuk senantiasa meningkatkan
kapasitas diri dan bersikap reflektif agar dapat terus mengembangkan diri dan
berkontribusi kepada bangsa, negara, dan dunia.

Mengapa penting tujuan pendidikan berlandaskan pada karakter?


Tujuan dari pendidikan karakter secara luas (CCR, 2015) adalah :
❏ Untuk membangun fondasi dalam pembelajaran seumur hidup
❏ Untuk mendukung relasi yang baik di dalam tempat tinggal, komunitas, dan
tempat kerja
❏ Untuk mengembangkan nilai-nilai (values) personal dalam berkontribusi di
kehidupan global

Tujuan utama dari pendidikan karakter juga bukan hanya mendorong


murid untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi
juga untuk menumbuhkan moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat
di dalam masyarakat.

Apa yang bisa Anda lakukan sebagai guru penggerak untuk membangun
sekolah sebagai institusi pembentukan karakter? Menurut Character Education
Partnership (2010) ada beberapa panduan dalam pelaksanaan program
pendidikan karakter di sekolah agar program yang dibentuk dapat berjalan
dengan efektif :

1. Nilai inti (Core values) yang disusun didefinisikan, dilaksanakan, dan tertanam
dalam budaya sekolah

Dalam menyusun pendidikan karakter, sekolah harus secara eksplisit


memutuskan dan menuliskan nilai yang akan diangkat dan merepresentasikan
prioritas serta keyakinan (belief) dari sekolah, menyosialisasikan kepada seluruh
staf sekolah, mempelajari dan mendiskusikan nilai (value)dengan seluruh staf
sekolah, mendefinisikan nilai tersebut dalam bentuk perilaku yang dapat
diobservasi, mencontohkan perilaku tersebut kepada para murid, menjadikan
nilai sebagai dasar berelasi, dan menjunjung tinggi nilai agar menjadi standar di
sekolah.

2. Karakter harus secara komprehensif menggambarkan cara berpikir, merasa,


dan berperilaku
Tugas dari pendidikan karakter adalah untuk membantu murid dan seluruh
staf sekolah mengetahui hal-hal yang baik, menjadikannya nilai, dan berperilaku
sesuai nilai tersebut. Prinsip ini berfokus pada bagaimana sekolah membantu
murid untuk memahami, peduli, dan secara konsisten berperilaku sesuai nilai inti
(core values).

3. Sekolah menggunakan pendekatan yang komprehensif dan proaktif untuk


mengembangkan karakter

Sekolah harus secara sengaja dan sadar menyusun pendidikan karakter dan
menyesuaikannya dengan kurikulum dan peraturan yang sebelumnya sudah
dibentuk, cara mengajar, cara penilaian, budaya sekolah, dan relasi dengan
orang tua. Sekolah yang mengembangkan pendekatan komprehensif ini
membuat murid memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi, memahami, serta
mengatur pemikiran, perasaan, dan perilaku mereka yang sesuai dengan nilai.

4. Sekolah harus menjadi komunitas yang menunjukkan rasa peduli

Relasi yang baik antar staf sekolah akan mendorong murid untuk
mempelajari hal tersebut. Mereka akan menginternalisasi nilai dan ekspektasi
yang dimiliki sekolah terhadapnya, sejalan dengan adanya kebutuhan menjadi
bagian (need of belonging) yang murid miliki di usia sekolah.

5. Untuk mengembangkan karakter, murid membutuhkan kesempatan agar


dapat berperilaku baik secara moral

Sekolah harus dapat mengadakan kurikulum belajar yang memberikan


kesempatan dan pengalaman bagi murid dalam mengaplikasikan nilai yang
sudah ditanamkan kepada mereka, dengan cara ini murid juga dapat
mengembangkan cara belajar yang konstruktif. Misalnya, mengadakan acara
sukarelawan, mengubah cara mengajar agar murid dapat menjadi lebih aktif,
meminta murid aktif untuk terlibat dalam cara penanganan konflik/perundungan
di sekolah, mengembangkan integritas akademik (academic integrity), dll.

6. Melibatkan seluruh staf sekolah


Termasuk di dalamnya guru, administrator, konselor, pelatih ekstrakurikuler,
penjaga kantin, petugas kebersihan, dan lainnya, harus dilibatkan dalam proses
diskusi dan memiliki perannya masing-masing dalam pembentukan karakter
murid. Sebelum diterapkan pada murid, harus diterapkan oleh staf sekolah
terlebih dahulu. Kemudian, perilaku ini harus direfleksikan/didiskusikan secara
berkala efektivitasnya.

7. Memerlukan kepemimpinan positif (positive leadership) dari staf sekolah dan


murid

Bukan hanya komite sekolah dan guru yang menunjukkan kepemimpinan


(leadership), tetapi harus juga dibangun terhadap murid. Murid dapat diajarkan
kemampuan kepemimpinan misalnya, dengan mengadakan program mediasi
konflik antar teman sebaya, tutor antar murid, OSIS, dll. Dengan adanya
kepemimpinan, murid diharapkan memiliki rasa inisiatif yang tinggi dalam
berperilaku dan sesuai dengan nilai yang sudah dibentuk.

8. Melibatkan orang tua dan komunitas sekolah lainnya

Orang tua merupakan pendidik karakter yang pertama bagi murid dan yang
paling penting. Tujuan dan aktivitas yang dilakukan oleh sekolah terkait
pendidikan karakter harus dikomunikasikan kepada orang tua. Sekolah juga harus
mengkomunikasikan bagaimana cara agar orang tua dapat
mengembangkannya di lingkungan rumah. Dalam proses sosialisasi, orang tua
berhak untuk mengevaluasi tujuan dan pelaksanaan program yang sudah
disusun oleh sekolah, atau mengajukan aktivitas lain yang relevan. Jika
memungkinkan, program ini juga dapat disosialisasikan dengan pemangku
kepentingan lainnya, seperti institusi agama, organisasi murid muda, dan/atau
media.

9. Menilai hasil pendidikan karakter dan melakukan improvisasi secara berkala

Untuk mengetahui efektivitas program, sekolah perlu melakukan penilaian


program secara berkala. Hal ini dilakukan juga untuk menentukan langkah
selanjutnya yang akan diambil dalam pelaksanaan program. Penilaian dapat
dilakukan menggunakan survei, penilaian diri (self-assessment), observasi atau
wawancara, namun penggabungan proses asesmen membuat penilaian
menjadi lebih valid. Hal-hal yang dapat dinilai sebagai berikut :
a. Karakter sekolah : “Sudah di tingkat mana sekolah sudah menjadi
komunitas yang penuh rasa peduli?” bisa dinilai menggunakan survei yang
disebar kepada seluruh staf sekolah salah satunya dengan pernyataan “murid
di sekolah/kelas menghargai dan peduli satu sama lain”
b. Perkembangan staf sekolah sebagai pendidik/edukator: “Sudah di tingkat
mana staf sekolah mengembangkan pemahaman mengenai perilaku yang
dilakukan untuk meningkatkan perkembangan karakter? Komitmen personal
seperti apa? Keterampilan (Skills) yang dibutuhkan apa saja? Apakah perilaku
yang dilakukan sudah konsisten?”
c. Karakter murid : “Sudah di tingkat apa murid menunjukkan pemahaman,
komitmen, dan berperilaku sesuai nilai etika inti (core ethical value)?” Sekolah
juga dapat mengumpulkan data mengenai daftar perkelahian, pelanggar
aturan, dll untuk melihat apakah ada perubahan perilaku dari yang buruk
menjadi lebih baik. Selain itu, sekolah dapat menilai tiga domain karakter
(mengetahui, merasakan, dan berperilaku) melalui kuesioner anonim yang
mengukur penilaian moral murid, komitmen moral, dan perilaku moral (self-
reported). Kuesioner dapat dilakukan secara pre-untuk mengukur garis dasar
(baseline) dan secara pro-untuk melihat progres.

Membangun karakteristik seseorang bukanlah hal yang mudah, bahkan


sangat sulit. Akan tetapi, sebagai pendidik, kita diberikan tugas untuk dapat
membentuk calon-calon penerus bangsa yang memiliki karakter jujur,
berkeadilan, bertanggung jawab, peduli dan saling menghormati.
Dalam dua atau tiga kalimat, tuliskanlah pandangan Anda mengenai sekolah
sebagai institusi pembentuk karakter.

Anda mungkin juga menyukai