Anda di halaman 1dari 6

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Dosen Pengampu :
Dr. I Nyoman Bontot, S.TP., M.Fil.H

Dibuat Oleh :
Nama : Ketut Vian Palgunadeva
Nik. : 2202612010971
No. : 31
Kelas : Manajemen O Malam

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
Teori Hukum Alam

Teori hukum alam menekankan pada hukum alam sebagai asal mula dari negara.
Hukum alam ada yang sifatnya irrasional dan rasional. Hukum Alam yang irrasional dapat
ditemukan dengan menggunakan metode induktif (logika induktif: khusus-umum). Contoh
hukum alam yang irrasional seperti hukum yang lahir dari Tuhan atau Firman Tuhan, hal-hal
yang bersifat mistis, dan sejenisnya. Adapun hukum alam yang rasional adalah hukum alam
yang ditemukan melalui metode deduktif (logika deduktif: umum-khusus), yang merupakan
metode yang didapat melalui observasi.

Berangkat dari dua dasar tersebut maka teori hukum alam lahir dan kemudian ikut
terlibat mengkonstruksi ilmu-ilmu, termasuk Ilmu Negara. Sifat hukum alam yang abstrak dan
universal membuat hukum alam lebih alamiah, karena tidak dibuat oleh negara atau kekuasaan
secara langsung. Hukum alam lahir secara alamiah berdasarkan kondisi alam. Selain itu hukum
alam juga memusatkan manusia sebagai titik tolak, dan membuat manusia lebih alamiah,
cenderung tidak terdapat tekanan (Ismatullah dan Gatara, 2007: 58).

Tokoh teori hukum alam yang terkenal salah satunya Hugo de Groot atau Grotius. Hugo
de Groot menyatakan bahwa hukum alam merupakan hukum yang mutlak, sehingga tidak
dapat diubah. Indikator atau ukuran dari hukum alam terletak pada baik dan buruk. Oleh karena
itu, hukum alam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya lebih bersifat abstrak dan universal,
karena hanya dapat dinilai dari baik dan buruk (Ismatullah dan Gatara, 2007: 61). Dalam
perspektif hukum alam, negara lahir secara alamiah atau natural karena keadaan alam sendiri,
yang akhirnya melahirkan berdirinya negara. Dalam konteks ini, negara lahir secara alamiah
tanpa ada tekanan dari kekuasaan manusia yang lain. Lahirnya negara dari keadaan alamiah
tidak dapat dihentikan oleh siapapun.

Teori Ketuhanan

Teori teokrasi atau teori ketuhanan merupakan salah satu teori yang mengkonstruksi
tentang asal mula negara.
Teori teokrasi yang mempunyai kaitan dengan asal mula negara terdiri atas dua teori.
Dua teori tersebut yaitu teori teokrasi klasik dan theori teokrasi modern. Teori

teokrasi klasik menyatakan bahwa otoritas kekuasaan berasal Tuhan dan kemudian diberikan
secara langsung kepada manusia yang memerintah. Manusia yang mendapat kekuasaan
tersebut yang dianggap sebagai titisan Tuhan (Atmadja 2012: 24). Sebagai contoh Iskandar
Zulkarnaen yang dianggap sebagai putera Zeus, Fir’aun dari Mesir yang juga dianggap sebagai
titisan Dewa Ra atau Dewa Matahari.

Teori teokrasi turut memperkuat tingkat kepercayaan manusia yang meyakini bahwa
kekuasaan atau kejadian yang terjadi adalah milik Tuhan, termasuk tentang asal mula negara
yang tidak lain adalah kehendak atau ketetapan dari Tuhan. Kepercayaan tersebut melahirkan
kepercayaan bahwa negara, yang di dalamnya terdapat kekuasaan, merupakan kehendak dari
Tuhan. Artinya, suatu negara bisa ada dan berdiri apabila Tuhan menghendaki negara tersebut
ada dan berdiri. Kepercayaan tersebut kemudian melahirkan kepercayaan tentang manusia-
manusia yang dianggap sebagai titisan Tuhan dan mendapatkan kekuasaan dari Tuhan untuk
memerintah serta menjalankan kekuasaan negara (Ismatullah dan Gatara, 2007: 57).

Teori teokrasi yang kedua adalah teori teokrasi modern. Teori teokrasi modern juga
menyatakan bahwa kekuasaan berasal dari Tuhan, tetapi dengan perspektif yang agak berbeda.
Teori ini mengamini bahwa kekuasaan berasal dari Tuhan dan diberikan pada manusia tertentu
dalam suatu proses sejarah tertentu. Salah satu tokoh populer teori ini yaitu Friederich Julius
Stahl, yang menyatakan bahwa negara tumbuh dikarenakan adanya ketetapan historis dan
negara tidak tumbuh karena ketetapan manusia, tapi skenario dari Tuhan (Atmadja, 2012: 24).

Tokoh lain yang mempelopori teori teokrasi yaitu Abu Al A’la Al-Maududi. Dalam
argumennya Abu Al A’la Al-Maududi memberikan penjelasan bahwa kekuasaan tertinggi
terdapat pada Allah. Manusia di dunia hanya menjalankan kekuasaan yang Allah berikan. Oleh
karena itu, manusia sering disebut sebagai pemimpin di dunia.
Pernyataan tersebut menandakan bahwa negara merupakan ciptaan dan ketetapan dari
Tuhan (Ismatullah dan Gatara, 2007: 58). Argumen kontra terhadap teori teokrasi disampaikan
oleh Kranenburg. Menurut Kranenburg, teori teokrasi memiliki dua masalah. Pertama, teori ini
jauh dari logika dan sulit dinalar oleh ilmu pengetahuan, karena yang menjadi dasar adalah
keyakinan atau kepercayaan. Kedua, teori ini akan mengalami masalah apabila terjadi perang
antara dua kekuasaan yang diyakini sebagai titisan Tuhan. Jadi, kekuasaan mana yang akan
tetap dipercaya sebagai pemberian dari Tuhan? (Atmadja, 2012: 24- 25).

Teori Perjanjian Masyarakat

Teori perjanjian masyarakat diperkenalkan oleh tokoh yang bernama Thomas Hobbes,
yang lahir pada tahun 1588 dan meninggal pada tahun 1679. Hobbes menyatakan bahwa yang
berlaku pada masa sebelum adanya negara adalah hukum rimba. Di masa tersebut, yang
berlaku adalah prinsip homo homini lupus, yang berarti manusia menjadi serigala bagi manusia
lain. Selain itu, juga berlaku prinsip bellum omnium contra omnes ̧ yang artinya semua lawan
semua. Kemudian, untuk mengakhiri hukum rimba di tegah masyarakat, maka masyarakat
membuat kontrak sosial atau perjanjian masyarakat. Kontrak sosial tersebut berupa penyerahan
kewenangan atau kekuasaan kepada raja untuk memerintah. Artinya masyarakat secara
bersama-sama berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepada raja yangditunjuk untuk
memerintah agar hukum rimba tidak terjadi lagi (Atmadja, 2012: 26-27).

Hobbes juga menyatakan bahwa perjanjian untuk membuat negara dimulai dengan
rakyat yang mengadakan perjanjian. Kemudian rakyat menyerahkan semua kekuasaan kepada
negara, agar dengan kekuasaan yang dimiliki negara dapat mengatur masyarakat secara mutlak.
Menurut Hobbes, kondisi tersebut menimbulkan konsekuensi politik, di mana kekuasaan yang
sudah diberikan tersebut tidak dapat ditarik lagi. Hobbes menyatakan bahwa bentuk negara
yang ideal adalah kerajaan atau monarki absolut (Ismatullah dan Gatara, 2007: 64).
Selain Hobbes, John Locke juga merupakan salah satu tokoh pencetus teori perjanjian
masyarakat. Locke, yang lahir pada tahun 1632 dan meninggal pada tahun 1704, menyatakan
bahwa manusia pada dasarnya secara alamiah sudah mempunyai hak-hak asasi.

Hak-hak tersebut meliputi hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak milik. Sebagai wujud
untuk melindungi hak-hak tersebut maka dibuatlah kontrak sosial.

John Locke menyatakan bahwa ada dua macam kontrak sosial. Pertama, pactum
unionis, atau perjanjian yang sebenarnya. Perjanjian yang sebenarnya merujuk pada perjanjian
antara satu individu dengan individu yang lain untuk membuat suatu negara. Kedua, pactum
subjectionis, atau perjanjian pemerintahan. Perjanjian pemerintahan yaitu merupakan
perjanjian antara rakyat dengan penguasa yang diberi wewenang untuk memerintah. Perjanjian
ini pada era sekarang dapat juga disebut semacam kontrak politik (Atmadja, 2012: 28).

Anda mungkin juga menyukai