Anda di halaman 1dari 2

Ciri-ciri Periode Posmodernisme :

1. Posmodernisme muncul sebagai bentuk yang melengkapi tradisi sastra/seni yang tertata rapi dan
menganut hukum-hukum tertentu.
2. Posmodernitas sebagai suatu diskursus ditandai oleh perubahan-perubahan besar dengan titik balik
dalam tatanan objek, pengaturan dan penggunaan ruang, bentuk kekuasaan, serta kondisi kehidupan
yang diciptakannya. Terdapat berbagai peristiwa, pengungkapan dan fakta-fakta yang menandai
kemunculan diskursus posmodernitas beserta objek-objek artikulasinya. Di antaranya :
1. Dekonstruksi
Dekontruksi, menurut Derrida adalah bentuk penyangkalan terhadap oposisi ucapan/tulisan,
murni/tercemar, ada/tidak ada, dan penolakan akan kebenaran alamiah (logos) itu sendiri (Piliang,
2003:126), misalnya, dalam karya sastra, hilangnya batas-batas tegas antara seniman sebagai pencipta
dengan pembaca sebagai penerima, bahkan pengarang dianggap sebagai anonimitas
2. Model Dialogisme dan Intertekstualitas
Istilah dialogisme adalah wacana tekstual yang dikembangkan oleh Mikhail Bakhtin, seorang pemikir
Rusia, untuk menjelaskan kebergantungan satu ungkapan dengan ungkapan-ungkapan yang telah ada
sebelumnya.
Istilah intertekstual sesungguhnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari istilah dialogisme.
Digunakan istilah intertekstualitas untuk menjelaskan hubungan dialogis satu karya seni dengan karya
sebelumnya. Intertekstual bila di dalam karya seni tersebut, beberapa ungkapannya berasal dari teks-
teks lain, saling menyilang, dan saling menetralisir satu sama lain. Karya intertekstual postmodern
dapat dikatakan merupakan perlintasan dari satu sistem tanda ke sistem tanda lainnya.
3. Model Simulasi dan Estetika Hiper-realitas
Simulasi tidak menghasilkan realitas, melainkan fantasi, nostalgia, halusinasi, mimpi, atau science
fiction. Sedangkan istilah hiper-realitas adalah kondisi atau pengalaman kebendaan ruang yang
dihasilkannya. Sebagai contoh pertandingan sepak bola, konser musik rock, fashion show, dan TV
menjadi ritual baru dalam kehidupan masyarakat masa kini (Piliang, 2003).
4. Bahasa Estetik Posmodernisme
Menurut Yasraf Amir Piliang (1995) tanda dan makna pada estetika postmodern bersifat tidak stabil,
pengkodean ganda, dan plural disebabkan oleh permainan tanda, keterpesonaan pada permukaan dan
diferensi. Hal ini tercermin dalam beberapa bahasa estetik yang bersifat hiperiil dan ironik. Idiom-
idiom estetik posmodern menurut dapat dikenali melalui 5 idiom estetik berikut:
a. Pastiche
b. Parodi
c. Kitsch
d. Camp
e. Skizophrenia
Tokoh-tokoh dan karya nya.
1. Jacques Derrida
Dekonstruksi sebagai hasil pemikiran Derrida. menandai ciri. utama: teori postrukturalisme dalam
bidang filsafat maupun sastra. Mendekonstruksi berarti memisahkan, dan melepaskan dalam rangka
mencari dan membenarkan asumsi suatu teks.
2. Michel Foucault. (1926-1984)
Kajian wacana nya disebut sebagai arkeologi kebudayaan (Foucault, 1989: 131;-Ratna, 2004: 280).
Arkeologi kebudayaan tak lain adalah deskripsi arsip itu sendiri yang dirangkai dari peristiwa yang
diucapkan, ditata, diulang, dan ditransformasikan kembali dalam kebudayaan.

3. Jean Baudrillard

Pemikirannya memusatkan perhatian kepada kultur, yang dilihatnya mengalami revolusi besar-
besaran dan merupakan bencana besar. Revolusi kultural itu menyebabkan massa menjadi semakin
pasif ketimbang semakin berontak seperti yang diperkirakan pemikir marxis. Dengan demikian,
massa dilihat sebagai lubang hitam yang menyerap semua makna, informasi, komunikasi, pesan
dan sebagainya, menjadi tidak bermakna. Massa menempuh jalan mereka sendiri, tak
mengindahkan upaya yang bertujuan memanipulasi mereka. Kekacauan, apatis, dan kelebaman
ini merupakan istilah yang tepat untuk melukiskan kejenuhan massa terhadap tanda media,
simulasi, dan hiperealitas (Maksum, 2014: 338).

4. Fedrick Jameson.
Ia merupakan salah satu kritikus literatur berhaluan marxis paling terkemuka. George Ritzer
dalam Postmodern Social Theori, menempatkan Jameson dengan Daniel Bell, kaum feminis dan
teoritis multikultur. Jameson menggunakan pola berfikir Marxis untuk menjelaskan epos historis
yang baru (postmodernisme), yang baginya bukan modification dari kapitalisme, melainkan
ekspansi darinya. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa periode historis yang ada sekarang
bukanlah keterputusan, melainkan kelanjutannya (Maksum, 2014: 339).

Anda mungkin juga menyukai