Anda di halaman 1dari 2

Tradisi Semiotik

Tradisi semiotik cenderung mempertahatikan tanda dan fungsinya. Tradisi ini terdiri atas
sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda ide keadaan
situasi perasaan dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri. Konsep dasar yang menyatukan
tradisi ini adalah tanda yang didefinisikan sebagai stimulus yang menandakan atau
menunjukan beberapa kondisi. Konsep dasar kedua adalah simbol yang biasanya
menandaskan tanda yang kompleks dengan banyak arti.
Charles Saunders Pierce mendefinisikan semiosis sebagai hubungan di antara tanda, benda,
dan arti. Semiotik dibagi ke tiga wilayah kajian, semantik apa yang ditunjukan oleh tanda,
sintaktik kajian hubungan di antara tanda-tanda, dan pragmatik tanda-tanda membuat
perbedaan dalam kehidupan manusia.
Tradisi Fenomenologis
Fenomenologis penafsir sebagai komponen utama dalam proses ini. Maka dari itu
Fenomenologi merupakan cara yang digunakan untuk memahami dunia melalui
pengalaman langsung. Tiga kajian tradisi Fenomenologis: (1) Fenomenologi klasik, menurut
Edmund Husserl baginya kebenaran dapat diyakinkan melalui pengalaman langsung. (2)
Fenomenologi persepsi, bagi Husserl manusia merupakan gabungan antara fisik dan mental
yang menciptakan makan di dunia. (3) Fenomenologi hermeneutik, Martin Heidegger
pengalaman alami yang tidak terelakkan terjadi dengan hanya tinggal didunia.
Tradisi Sibernetika
Ide sistem membentuk inti pemikiran Sibernetika. Sibernetika merupakan tradisi sistem-
sistem Kompleks yang didalamnya banyak orang saling berinteraksi. Teori-teori tradisi
sibernetika menjelaskan bagaimana proses fisik, biologis, sosial, dan perilaku bekerja.
Tradisi Sosiopsikologis
Teori-teori tradisi ini berfokus pada perilaku sosial individu, variabel psikologis, efek
individu, kepribadian dan sifat, persepsi, serta kognisi. Teori sifat, yang mengidentifikasi
variabel kepribadian serta kecenderungan pelaku komunikasi yang mempengaruhi
bagaimana individu bertindak dan berinteraksi.
Tradisi ini dibagi tiga cabang: (1) perilaku, teori-teori berkonsentrasi bagaimana manusia
berperilaku dalam situasi komunikasi. (2) kognitif, berkonsentrasi pada bagaimana individu
memperoleh, menyimpan, dan memproses informasi dalam cara yang mengarahkan output
perilaku. (3) biologis, para ahli percaya banyak dari sifat, cara berpikir, dan perilaku individu
didapat secara biologis melainkan pengaruh neurobiologis sejak lahir.
Tradisi Sosiokultural
Tradisi ini memfokuskan diri pada bentuk-bentuk interaksi antar manusia daripada
karakteristik individu atau model mental. Sosiokultural Memiliki beragam sudut pandang
yang berpengaruh: paham interaksi simbolis (symbolic interactionism) berasal dari kajian
sosiologi melalui penelitian Herbet Blumer dan George Herbert Mead yang menekankan
pentingnya observasi partisipan dalam kajian komunikasi sebagai cara dalam
mengeksplorasi hubungan-hubungan sosial. konstruksionisme (constructionism) sudut
pandang ini telah melakukan penyelidikan tentang bagaimana pengetahuan manusia
dibentuk melalui interaksi sosial. Sosiolinguistik bahwa manusia menggunakan bahasa
secara berbeda dalam kelompok budaya dan kelompok sosial yang berbeda.
Tradisi kritik
Tradisi kritik mencoba memahami sistem yang sudah dianggap benar struktur kekuatan dan
keyakinan atau ideologi yang mendominasi masyarakat. Para ahli teori kritik pada umumnya
tertarik dengan membuka kondisi-kondisi sosial yang menindas dan rangkaian kekuatan
untuk mempromosikan emansipasi atau masyarakat yang lebih bebas dan lebih bercukupan.
Marxisme merupakan cabang induk dari teori kritik. Marx mengajarkan bahwa sejarah-
sejarah produksi dalam masyarakat menentukan sifat dari masyarakat.
Teori Retorika
Pusat dari tradisi retorika adalah penemuan, penyusunan, gaya, penyampaian, dan daya
ingat. Retorika mempunyai makna yang berbeda dalam periode yang berbeda antara lain
periode klasik, pertengahan, Rena renaissance ,pencerahan, kontemporer, dan postmodern.
Zaman klasik dari abad ke-5 sampai abad ke-1 sebelum masehi didominasi oleh usaha-usaha
untuk mendefinisikan dan menyusun peraturan dari seni retorika. Zaman pertengahan 400
sampai 1400 Masehi retorika berfokus pada permasalahan penyusunan dan gaya, retorika
zaman pertengahan telah merendahkan praktik dan seni pagan serta berlawanan dengan
Kristen yang memandang kebenaran itu sendiri sebagai sebuah keyakinan.
Renaissance sekitar 1300 sampai 1600 Masehi yang disokong oleh zaman pertengahan
pemenang sebuah kelahiran kembali dari retorika sebagai filosofi seni. Fokus pada zaman
pencerahan sekali lagi retorika dibatasi karena gayanya. Abad ke-20 retorika kontemporer
menunjukkan sebuah kenaikan pertumbuhan dalam retorika ketika jumlah jenis dan
pengaruh simbol-simbol meningkat. Hal yang paling penting dalam periode kontemporer
tampaknya juga telah kembali pada sebuah pemahaman mengenai retorika sebagai
epistemika sebagai sebuah cara untuk mengetahui dunia bukan hanya sebuah cara untuk
mencapaikan sesuatu tentang dunia. Lalu pada abad ke-20 dan awal abad ke-21 telah
menjadi jembatan antara retorika dengan postmodernisme, terutama pada apresiasi
postmodern dan penilaian pendirian yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai