Anda di halaman 1dari 45

Volume xxx, Number xxx, Juny 2021 Page xxx

Pandecta
http:journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta

Kajian Model Penalaran Hukum Yang Dilakukan Hakim


Atas Denda Ta’zir Pada Akad Pembiayaan Murabahah

Article Info Intisari


Article History: Hakim bertindak sebagai pengambil keputusan (legal
Receveid: xxxx decision maker) untuk kasus konkret di lembaga yudikatif,
Acceepted: xxx maka tugas hakim tidak mungkin dilepaskan dari kegiatan
Published: xxx penalaran hukum. Hakim memang merupakan salah satu
bidang pengemban hukum yang aktivitasnya banyak
melakukan penalaran hukum. Putusan hakim merupakan
Keywords:
hasil dari suatu kegiatan penalaran hukum yang paling
Model Penalaran
komprehensif dilakukan oleh hakim di suatu peradilan,
Hukum; Ontologis;
termasuk pengadilan agama. Kebebasan hakim dalam
Epistemologis;
kegiatan penalaran hukum untuk menemukan hukum
Aksiologis; Positivisme
dalam suatu perkara menjadi tolok ukur dinamika
Hukum.
putusan hakim. Tujuan dari penelitian dalam artikel ini,
yaitu melakukan analisis dan evaluasi penalaran hukum
Legal Reasoning
yang dilakukan hakim terkait masalah pengenaan denda
Model; Ontological;
ta’zir dalam putusan yang dibuat di Pengadilan Agama.
Epistemological;
Berdasarkan metode penelitian yuridis normatif, diperoleh
Axiological; Legal
kesimpulan bahwa pengenaan denda ta’zir dalam putusan
Positivism.
hakim Pengadilan Agama sebatas suatu perbuatan yang
melanggar norma positif, dikarenakan model penalaran
hukum yang dilakukan hakim Pengadilan Agama adalah
model penalaran hukum dari aliran positivisme hukum.
Belum terlihat hakim menggali kemanfaatan dikenakannya
denda ta’zir tersebut. Hal ini terlihat dari ontologi dan
epistemologi putusan hakim, lebih mengedepankan aturan
yang tertulis sebagai hukum dan menafsirkannya secara
tekstual dalam peraturan/ penafsiran autentik. Aksiologi
atau tujuan dalam putusan hakim lebih mengedepankan
aspek kepastian hukum. Hakim tidak berupaya untuk
melihat dari pendekatan lain dalam memutus perkara
ekonomi syariah dengan menggunakan pendekatan
ekonomi yang dilihat dari segi nilai (value),
kegunaan(utility) dan efisiensi (efficiency).

Abstract
Judges act as decision makers (legal decision makers) for
concrete cases in the judiciary, so the task of judges cannot
be separated from legal reasoning activities. Judges are
indeed one of the fields of law bearers whose activities are a
lot of legal reasoning. The judge's decision is the result of the

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

most comprehensive legal reasoning activity carried out by a


judge in a court, including a religious court. The judge's
freedom in legal reasoning activities to find the law in a case
becomes a benchmark for the dynamics of the judge's
decision. The purpose of the research in this article is to
analyze and evaluate the legal reasoning carried out by
judges regarding the problem of imposing ta'zir fines in
decisions made in the Religious Courts. Based on the
normative juridical research method, it was concluded that
the imposition of the ta'zir fine in the decision of the judges
of the Religious Courts was limited to an act that violated
positive norms, because the model of legal reasoning carried
out by the judges of the Religious Courts was a model of
legal reasoning from the flow of legal positivism. The judge
has not seen the benefits of imposing the ta'zir fine. This can
be seen from the ontology and epistemology of judges'
decisions, prioritizing written rules as law and interpreting
them textually in authentic regulations/interpretations. The
axiology or purpose in the judge's decision prioritizes aspects
of legal certainty. Judges do not try to look at other
approaches in deciding sharia economic cases by using an
economic approach in terms of value, utility and efficiency.

A. Pendahuluan ketentuan dalam Pasal 49 UU


Pasca dikeluarkannya 3/2006 tersebut di atur lebih
Undang-Undang Nomor 3 Tahun lanjut dalam Pasal 55 Undang-
2006 Tentang Perubahan Atas Undang Nomor 21 Tahun 2008
Undang-Undang Nomor 7 Tahun Tentang Perbankan Syariah (UU
1989 tentang Pengadilan Agama 21/2008).1 Ketentuan mengenai
(UU 3/2006) juncto Undang- kewenangan atau kompetensi
Undang Nomor 50 Tahun 2009, Pengadilan Agama sebagai
maka selain menyelesaikan lembaga penyelesaian sengketa
masalah mengenai perkawinan, bank syariah tertuang pada Pasal
pewarisan dan wasiat, Pengadilan Pasal 55 ayat (1) UU 21/2008,
Agama memiliki kompetensi bahwa: “Penyelesaian sengketa
dalam menangani perkara 1
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
ekonomi syariah, yang di 93/PUU-X/2012 tentang Perkara Pengujian
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
dalamnya termasuk perbankan tentang Perbankan Syariah, maka pada
Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang
syariah. Hal ini diatur dalam Pasal Nomor 21 Tahun 2008 diubah dan semakin
memperkuat posisi Pengadilan Agama dan/atau
49 UU 3/2006. Kemudian Arbitrase Syariah Nasional sebagai lembaga
penyelesaian sengketa perbankan syariah.

2 
Perbankan Syariah dilakukan oleh menghadirkan hukum yang
pengadilan dalam lingkungan nantinya akan diterima oleh
Peradilan Agama.” Dituangkannya masyarakat sebagai pencari
ketentuan pada Pasal 49 UU keadilan. Itulah sebabnya tidak
3/2006 ke dalam Pasal 55 ayat (1) keliru bila masyarakat memahami
UU 21/2008, dimaksudkan untuk kekuasaan kehakiman sebagai
menyelaraskan sekaligus tumpuan masyarakat dalam
menegaskan penanganan perkara mencari keadilan, sebagaimana
ekonomi syariah, khususnya yang tercantum pada Pasal 10
bidang perbankan syariah ayat (1) UU 48/2009 bahwa,
merupakan kewenangan atau “Pengadilan dilarang menolak
kompetensi pengadilan agama. untuk memeriksa, mengadili, dan
Tujuan penyelesaian memutus suatu perkara yang
sengketa di Pengadilan Agama diajukan dengan dalih bahwa
sama dengan lembaga peradilan hukum tidak ada atau kurang
lainnya, yaitu melaksanakan jelas, melainkan wajib untuk
kekuasaan kehakiman, berupa memeriksa dan mengadilinya.”
pelenggaraan peradilan guna Menurut Sudikno
menegakkan hukum dan Mertokusumo (Sudikno
keadilan. Tujuan kekuasaan Mertokusumo, 2002), hakim
kehakiman tersebut diuraikan memiliki tugas yaitu: pertama,
lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (1) hakim menerima, memeriksa dan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun mengadili atau memutuskan serta
2009 tentang Kekuasaan menyelesaikan suatu perkara
Kehakiman (UU 48/2009), sampai pada pelaksanaannya,
menyatakan bahwa, “Hakim dan dengan berdasarkan nilai-nilai
hakim konstitusi wajib menggali, keadilan; dan kedua, hakim
mengikuti, dan memahami nilai- mampu melahirkan norma hukum
nilai hukum dan rasa keadilan baru.
yang hidup dalam masyarakat.” Persoalan atau sengketa
Berdasarkan rumusan tersebut perbankan syariah yang kerap
maka tugas hakim adalah diajukan ke Pengadilan Agama

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

adalah, perkara-perkara antara menyebabkan pihak tergugat


pihak bank syariah dengan tidak dapat melanjutkan
nasabah dalam kegiatan pembayaran pembiayaan
perbankan syariah yang murabahah sesuai akad yang
menggunakan akad-akad syariah. telah disepakati.
Pokok perkara dalam sengketa Hampir di banyak putusan
akad syariah antara nasabah hakim Pengadilan Agama
dengan pihak bank syariah dapat mengenai wanprestasi akad
berupa perkara wanprestasi atau pembiayaan murabahah, kerap
ingkar janji dan perbuatan memutuskan tergugat dikenakan
melawan hukum. denda keterlambatan sebagai
Sengketa wanprestasi sanksi/denda ta’zir, karena
dan/atau perbuatan melawan tergugat dianggap sebagai
hukum pada akad murabahah nasabah yang tidak memiliki
sebagai akad pembiayaan, iktikad baik, dan nasabah
merupakan sengketa yang kerap melakukan penundaan
diajukan sebagai gugatan di pembayaran secara sengaja.
Pengadilan Agama. Gugatan Pengenaan denda ta’zir tersebut
wanprestasi akad pembiayaan sebagai tambahan sanksi lainnya
murabahah yang kerap diajukan berupa sanksi ganti rugi atas sisa
karena masalah tunggakan cicilan pembayaran pembiayaan
pembiayaan murabahah yang murabahah yang tertunggak
dilakukan nasabah sebagai (denda ta’widh), yang terdiri dari
tergugat. Salah satu alasan pihak harga barang dan margin
tergugat tidak melunasi cicilan keuntungan murabahah yang
pembiayaan murabahah, biasanya telah disepakati saat pembuatan
dikarenakan usaha yang akad.
dijalankan oleh pihak Menilik Fatwa DSN-MUI
tergugat/nasabah sedang No.17/DSN-MUI/IX/2000 tentang
mengalami kesulitan keuangan Sanksi atas Nasabah Mampu yang
sehingga inilah yang Menunda-nunda Pembayaran

4 
(Denda Ta’zir), pengenaan denda tampak Di dalam pertimbangan
terhadap nasabah sebagai sanksi hukum yang dibuat majelis hakim
atas keterlambatan pembayaran, pada berbagai putusannya, hakim
harus dibuktikan dengan adanya sama sekali tidak
nasabah yang sebenarnya mampu mempertimbangkan
melakukan pembayaran tetapi ketidakmampuan nasabah
sengaja menunda-nunda membayar karena situasi
pembayaran. Bagi nasabah yang keuangannya yang sedang
tidak/belum mampu membayar bermasalah sehingga nasabah
akibat suatu keadaan yang tidak mampu melakukan
memaksa/force majeur tidak boleh kewajibannya membayar
dikenakan sanksi. Ketentuan ini kesengajaan menunda
diatur pada Diktum Kedua Fatwa pembayaran cicilan pembiayaan
DSN-MUI murabahah. adalah karena
No.17/DSN-MUI/IX/2000. nasabah/tergugat karena ada
Sehingga bagi nasabah yang iktikad buruk atau tidak, serta
melakukan penundaan apakah nasabah mengalami
pembayaran karena keadaan memaksa atau tidak.
ketidakmampuan akibat suatu Salah satunya adalah Putusan
keadaan yang memaksa tidak Hakim Pengadilan Agama
dapat dikenakan denda Purbalingga
keterlambatan sebagai denda No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg.
ta’zir. Hakim dalam membuat
Ketentuan dalam Diktum- putusannya memang memiliki
diktum Fatwa DSN-MUI kebebasan dan keleluasaan dalam
No.17/DSN-MUI/IX/2000 menegakkan hukum dan
seharusnya menjadi dasar bagi keadilan. Hal ini diatur pada Pasal
hakim Peradilan Agama dalam 24 Undang-Undang Dasar Negara
membuat pertimbangan Republik Indonesia Tahun 1945
pemberian sanksi berupa denda (UUD NRI Tahun 1945).
ta’zir. Namun nyatanya terdapat Kebebasan dalam rumusan
putusan hakim Peradilan Agama konstitusi tersebut, memberikan

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

kebebasan bagi hakim dalam secara tepat dalam memikirkan


memutuskan tanpa ada hukum. Dengan penalaran
interpretasi atau campur tangan hukum, maka hukum tidak
pihak lain. Hakim pun memiliki sekedar dipahami sebagai
kebebasan dalam tugas kegiatan menghafal pasal-pasal
menjalankan tugas memutus belaka, hukum juga bukan
suatu perkara di peradilan, sekedar aturan atau norma yang
dengan menggali sumber-sumber ditetapkan oleh otoritas tertinggi
hukum dan memberikan penilaian sehingga wajib diikuti, melainkan
serta penafsiran hukumnya hukum harus mendasarkan diri
(Oemar Seno Adji, 1980). pada sifat logis. Sebab logis
Kebebasan hakim dalam seharusnya menjadi salah satu
menggunakan dan menafsirkan karakter atau sifat dasar hokum
berbagai sumber-sumber hukum, (Urbanus Ura Weruin, 2017).
dan dalam menggali nilai-nilai Kajian dalam penalaran
hukum akan menghasilkan pola hukum memiliki 3 (tiga) aspek
pikir hakim yang terlihat pada kunci, yaitu aspek ontologi, aspek
pertimbangan-pertimbangan epistemologi, dan aspek aksiologi.
hukum dan putusannya. Selain penggunaan ketiga aspek
Rumusan pertimbangan kunci tersebut sebagai modal
hakim dalam Putusan dalam penalaran hukum, hal lain
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg di yang senantiasa mempengaruhi
atas itulah yang akan diteliti penalaran hukum adalah
dalam artikel ini untuk melihat landasan berpikir tertentu yang
dan menganalisis mengenai cara bersifat sangat mendasar.
berpikir hakim dan model Landasan yang dimaksud adalah
penalaran hukum yang dilakukan aliran-aliran filsafat hukum.
hakim dalam membuat putusan di Terdapat banyak aliran filsafat
atas. hukum, tetapi dapat dipetakan
Penalaran hukum menjadi 6 (enam) aliran yang
merupakan suatu proses berpikir dikenal secara klasikal, antara

6 
lain: aliran hukum alam, aliran Indonesia akan dipengaruhi pula
positivisme hukum, aliran sistem hukum yang berlaku di
utilitarianisme, aliran mazhab Indonesia dan aliran yang
sejarah, aliran sociological mempengaruhi.
jurisprudence, dan aliran realisme Oleh karenanya dalam
hukum. Keenam aliran filsafat artikel ini akan secara khusus
hukum tersebut menjadi arus mengkaji beberapa permasalahan,
utama yang membentuk kerangka antara lain: Fokus masalah dalam
orientasi berpikir yuridis. Oleh makalah ini nantinya akan
karenanya, setiap aliran akan mengkaji mengenai: pertama,
memiliki pola penalaran hukum artikel ini akan menganalisis
tertentu pula (Shidarta, 2013). bagaimana cara berpikir hakim
Ketiga aspek kunci tersebut pada dan model penalaran hukum yang
akhirnya akan meletakkan pola dilakukan oleh hakim dalam
dasar pada model-model putusan mengenai pengenaan
penalaran hukum. Sebenarnya denda ta’zir akibat penunggakan
setiap aliran tidak secara pembayaran cicilan pembiayaan
mendalam menyinggung model murabahah. Kedua, memberikan
penalaran hukum, namun dapat pilihan atau alternatif model ideal
memberikan pengantar mengenai penalaran hukum yang dilakukan
pemahaman aspek ontologis, hakim Pengadilan Agama dalam
aspek epistemologis, dan aspek putusan hukum bidang ekonomi
aksiologis dari setiap model syariah yang berkenaan dengan
penalaran dalam aliran-aliran pengenaan denda ta’zir pada akad
tersebut (Shidarta, 2013). pembiayaan murabahah, sesuai
Penalaran hukum sebagai dengan Pasal 24 Undang-Undang
kegiatan berpikir, juga sangat Dasar Negara Republik Indonesia
dipengaruhi oleh suatu sistem Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
hukum yang berlaku di negara 1945).
tersebut. Sehingga untuk Pada kajian artikel ini
menganalisis model penalaran nantinya tidak akan membahas
hukum yang dilakukan hakim di mengenai karakteristik keadaan

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

memaksa/force majeur dalam mengenai praktik denda


suatu kontrak, sebab telah keterlambatan di perbankan
terdapat penelitian yang ditulis syariah, karena kajian inipun
oleh Makalah ini sama sekali tidak telah diteliti oleh penulis lainnya,
membahas mengenai kajian yaitu Fadli, dengan judul
keadaan memaksa yang “Penerapan Denda Murabahah
menyebabkan nasabah Menurut Fatwa Dewan Syariah
melakukan penundaan Nasional” (Fadli, 2017).
pembayaran pembiayaan Tujuan melakukan
murabahah, karena kajian penelitian ini adalah untuk
mengenai masalah tersebut sudah mengetahui dan menganalisis
dilakukan dalam penelitian yang model penalaran hukum yang
telah dilakukan oleh penulis lain, digunakan oleh hakim dalam
yaitu Umdah Aulia Rohmah putusan yang telah dibuatnya,
dengan judul “Konsep Force dikarenakan putusan hakim
Majeur Dalam Akad Murabahah merupakan hasil dari suatu
dan Implementasinya Pada kegiatan penalaran hukum yang
Lembaga Keuangan Syariah” paling komprehensif dilakukan
(Umdah Aulia Rahmah, 2019). oleh hakim di suatu peradilan,
Dalam artikel ini juga tidak termasuk pengadilan agama.
membahas akad pembiayaan Maka dengan mengangkat salah
murabahah secara detil, karena satu putusan hakim di pengadilan
kajian inipun sudah banyak agama sebagai contoh penalaran
diteliti oleh peneliti lain, salah hukum praktis akan memberikan
satunya adalah Roifatus Syauqoti contoh paling konkret tentang
dengan judul “Aplikasi Akad bagaimana penalaran hukum
Murabahah Pada Lembaga tersebut diaplikasikan. Selain itu,
Keuangan Syariah” (Roifatus kajian ini penting dilakukan
Syauqoti, 2018). Termasuk pula sebagai bahan evaluasi kualitas
dalam kajian artikel ini tidak putusan majelis hakim di
membahas secara spesifik lingkungan peradilan agama

8 
dalam menyelesaikan perkara perspektif maqasid al-syariah
hukum ekonomi syariah. (Jasser Auda, 2015).2
Kajian dari penelitian ini
A. Metode Penelitian bersifat deskriptif analitis. Sebab,
Kajian dalam makalah ini setelah melakukan deskripsi
adalah menilai pertimbangan yang tentang berbagai aspek
dibuat oleh hakim dalam Putusan pendekatan dalam penalaran
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg hukum akan dianalisis berupa
mengenai cara berpikir hakim dan uraian aspek-aspek tersebut
model penalaran hukum yang dalam Putusan Hakim Pengadilan
digunakan hakim dalam Agama Purbalingga Nomor
menghasilkan putusan yang 1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg. Untuk
mengenakan denda keterlambatan bahan kajian mengenai
(denda ta’zir), serta melihat model pemikiran-pemikiran di atas,
ideal penalaran hukum hakim sudah pasti data yang digunakan
pengadilan agama di Indonesia. adalah berupa data sekunder,
Untuk menganalisis cara berpikir yang tentunya terdiri dari bahan-
dan model penalaran hukum bahan hukum, baik primer,
dalam putusan tersebut, maka sekunder, maupun tersier. Bahan
dalam makalah ini menggunakan hukum primer yang digunakan
metode penelitian yuridis adalah beberapa bahan-bahan
normatif, karena kajian yang hukum baik berupa peraturan
diangkat menganalisis dan perundang-undangan maupun
melacak kesesuaian cara berpikir fatwa-fatwa DSN-MUI, dan dasar
dan model penalaran yang yuridis lainnya yang digunakan
digunakan hakim dengan teori- dalam putusan hakim. Bahan
teori hukum dan aliran-aliran hukum sekunder yaitu berupa
filsafat hukum. Penelitian dalam literatur-literatur, baik buku-
makalah ini juga mengkaji tujuan 2
Maqasid al-syariah adalah prinsip-prinsip
majelis hakim mengenakan denda yang menyediakan jawaban untuk pertanyaan-
pertanyaan tentang hukum Islam, atau dapat
keterlambatan (denda ta’zir) dari pula disebut sebagai hikmah dibalik hukum
yang menjadi tujuan-tujuan baik yang ingin
dicapai oleh hukum Islam.

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

buku maupun jurnal ilmiah. aspek ontologis menyoroti


Bahan hukum tersier berupa pemaknaan hakikat hukum;
bahan-bahan pendukung yang kedua, aspek epistemologis lebih
diperoleh dari berita, ataupun terkait pada persoalan-persoalan
bahan-bahan pendukung lainnya. metodologis; dan ketiga, aspek
aksiologis mengacu pada tujuan-
B. Kajian Pustaka Mengenai tujuan yang ditetapkan dalam
Kegiatan Penalaran penalaran hukum tersebut. Ketiga
Hukum aspek kunci tersebut pada
Uraian di pendahuluan akhirnya akan meletakkan pola
menunjukkan bahwa saat hakim dasar pada model-model
bertindak sebagai pengambil penalaran hokum (Shidarta,
keputusan (legal decision maker) 2013).
untuk kasus-kasus konkret di Hakikat hukum dalam
lembaga yudikatif, maka tugas kajian ontologis, secara garis
hakim tidak mungkin dilepaskan besar dapat dipetakan kepada 5
dari kegiatan penalaran hokum (lima) butir pengertian. Kelima
(Shidarta, 2013). Sebab hakim pemaknaan hakikat hukum itu
memang merupakan salah satu dapat ditunjukkan dengan
bidang pengemban hukum yang mengartikan hukum sebagai
aktivitasnya banyak melakukan (Shidarta, 2013):
penalaran hukum secara intens. a. Asas-asas kebenaran
dan keadilan yang
Shidarta, akademisi
bersifat kodrati dan
hukum yang menganalisis berlaku universal;
b. Norma-norma positif
mengenai karakteristik dan model
dalam sistem
penalaran hukum Di Indonesia, perundang-undangan
suatu negara;
mengemukakan bahwa pada
c. Putusan-putusan in-
kajian penalaran hukum, terdapat concreto, yang
tersistematisasi sebagai
aspek-aspek kunci yang menjadi
judge made law;
modalitas, antara lain: pertama,

10

d. Pola-pola perilaku sosial melalui penafsiran. Hukum
yang terlembagakan,
dipahami tidak terbatas pada
eksis sebagai variabel
sosial yang empirik; dan ketentuan hukum tertulis akan
e. Manifestasi makna-
tetapi hukum tidak tertulis yang
makna simbolik para
pelaku sosial hidup di masyarakat (A’an Effendi,
sebagaimana tampak
2019). Dan , kedua, hakim wajib
dalam interaksi di
antara mereka. menggali dan mengikuti hukum
yang hidup dan rasa keadilan
Uraian mengenai aspek
masyarakat (Hwian Christianto,
ontologis atau apa yang dimaknai
2021). Pada sisi kedua ini,
sebagai hakikat hukum dalam
menunjukkan pentingnya hakim
penalaran hukum di atas, maka
memahami hukum yang hidup di
jika ditarik ke dalam penalaran
masyarakat secara kontekstual
hukum bagi hakim berdasarkan
terkait perkara yang diajukan
Undang-Undang Kekuasaan
kepadanya. Hal ini tidak lepas
Kehakiman atau UU 48/2009,
dari pemahaman bahwa
dapat dimaknai pemahamannya
penafsiran bukan kegiatan
pada Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5
mekanistik yang sederhana, akan
ayat (1) UU 48/2009. Pemahaman
tetapi suatu pedoman atau
aspek ontologis penalaran hukum
standar memuat konsep hukum,
bagi hakim dalam UU 48/2009,
ketentuan hukum, dan
dapat ditafsirkan secara
pemahaman sistem hukum suatu
sistematis, bahwa pertama,
Negara (W. Baude dan S.E. Sachs,
adanya hukum dalam setiap
2017).
perkara yang diajukan oleh
Sumber-sumber hukum
pencari keadilan (Hwian
Islam di lingkungan pPeradilan
Christianto, 2021). Pemahaman
aAgama akan menjadi aspek
ini menandakan hakim sebagai
ontologis yang digunakan dalam
pelaksana kekuasaan kehakiman
kegiatan penemuan hukum yang
memiliki cara pandang berbeda
dilakukan oleh hakim. Pertanyaan
pada hukum yang berlaku di
kemudian yang muncul adalah
Indonesia untuk menemukan ide
apa yang dimaknai sebagai

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

hakikat hukum dalam hukum aspek praktis dari ajaran agama


Islam, yang nantinya akan Islam, yang terdiri dari norma
digunakan oleh hakim-hakim di yang mengatur tingkah
lingkungan peradilan agama? laku/perilaku konkret manusia,
Dalam beberapa literatur, seperti menikah, jual beli, wasiat,
Hukum Islam memaknai hakikat dan lain-lain. Lazimnya istilah
hukum dalam hukum Islam “syariah” yang dipadankan
meliputi hukum dalam arti, sebagai ”hukum Islam” di
antara lain: pertama, memaknai masyarakat adalah pengertian
hukum Islam dalam arti sebagai syariah dalam arti sempit. Hakikat
syariah. Kedua, memaknai hukum hukum Islam dalam arti fiqih,
Islam dalam arti sebagai hukum secara leksikal dipahami sebagai
dalam arti fiqih. Ketiga, memakna pengetahuan atau pemahaman
hukum Islam dalam arti sebagai , mendalam mengenai sesuatu.
hukum dalam arti hukum syar’i, Sama halnya dengan syariah, di
dan keempat, dapat pula dalam fiqih juga terdapat 2 (dua)
memaknai hukum Islam dalam pengertian, yaitu, fiqih dapat
arti sebagai hukum dalam arti diartikan sebagai ilmu hukum
fatwa (Ade Mulyana, 2019). (dalam arti jurisprudence) dan
Hakikat hukum Islam dalam arti sebagai hukum (dalam arti law)
syariah, secara terminologi (Nyazee, 1994). Hakikat hukum
diartikan dalam 2 (dua) Islam dalam arti hukum syar’i,
pengertian, yaitu: dalam arti luas adalah titah ilahi yang
dan dalam arti sempit. Dalam arti menyangkut segala perbuatan
luas, syariah dimaksudkan subjek hukum, baik berupa
keseluruhan norma agama Islam perintah, larangan, dan
yang meliputi baik aspek doktrinal pengecualian. Misalnya adalah
maupun aspek praktis. firman Allah dalam Al-Qur’an
Sedangkan syariah dalam asrti yang mengharuskan memenuhi
sempit, adalah merujuk pada perjanjian yang telah disepakati,

12

atau titah mengenai pelarangan Aspek epistemologis dalam
seseorang untuk makan riba, dan penalaran hukum, menurut
lain sebagainya (Nyazee, 1994). Kenneth J. Vandevelde
Hukum Islam dalam arti fatwa menyebutkan terdapat 5 (lima)
adalah ketentuan-ketentuan yang langkah-langkah, antara lain
merupakan aplikasi dari hukum (Kenneth J. Vandevelde, 1996):
dalam arti syariah dan hukum a. Langkah Pertama:
mengindentifikasi
dalam arti fiqih untuk menjadi
sumber hukum yang
acuan dan menyelesaikan mungkin, biasanya
berupa peraturan
persoalan-persoalan yang terjadi
perundang-undangan
di dalam kehidupan masyarakat dan putusan-putusan
pengadilan (identify the
(Abdul Manan, 2017).
applicable sources of
Aspek epistemologis berupa law);
b. Langkah Kedua:
metode yang dimaksud dalam
menganalisis sumber
konteks penalaran hukum adalah, hukum tersebut untuk
menetapkan aturan
hal-hal yang terkait dengan cara-
hukum yang mungkin
cara penarikan kesimpulan dalam dan kebijakan dalam
aturan tersebut (analyze
suatu proses penalaran hukum.
the sources of law);
Sehingga penalaran hukum dari c. Langkah Ketiga:
mensintesiskan aturan
seorang hakim akan
hukum tersebut ke
direpresentasikan dalam dalam struktur yang
koheren, yakni struktur
rangkaian proses berpikir atau
yang mengelompokkan
bekerjanya hakim pada saat aturan-aturan khusus di
bawah aturan umum
menghadapi suatu kasus konkret
(synthesize the applicable
(Sidarta, 2013). Kajian dari sisi rules of law into a
coherent structure);
atau aspek epistemologis dalam
d. Langkah Keempat:
suatu putusan hakim adalah, menelaah fakta-fakta
yang tersedia (research
untuk melihat bagaimana hakim
the available facts); dan
memaknai hakikat hukum yang e. Langkah Kelima:
menerapkan struktur
dikaitkan dengan aspek ontologis
aturan tersebut kepada
dalam langkah-langkah penalaran fakta-fakta untuk
memastikan hak atau
hukum yang dilakukan.

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

kewajiban yang timbul d. Menganalisis dan


dari fakta-fakta itu, menafsirkan
dengan menggunakan (interpretasi) terhadap
kebijakan yang terletak aturan-aturan hukum
dalam aturan-aturan itu;
hukum dalam hal e. Menerapkan aturan-
memecahkan kasus- aturan hukum pada
kasus sulit (apply the kasus;
structure of rules to the f. Mengevaluasi dan
facts). menimbang (mengkaji)
argumen-argumen dan
Berbeda dengan Gr. Van der penyelesaian; dan
g. Merumuskan (formulasi)
Brught dan J.D.C. Winkelman
penyelesaian.
dalam membuat langkah-langkah
Pandangan-pandangan di
yang harus dilakukan hakim
atas mengenai langkah-langkah
dalam melakukan penalaran
penalaran hukum sebagai aspek
hukum terhadap suatu kasus.
epistemologis, dapat disimpulkan
Mereka berdua menyebutkan ada
6 (enam) langkah utama
7 (tujuh) langkah yang harus
penalaran hukum, yaitu
dilakukan hakim dalam penalaran
(Shidarta, 2013):
hukum, antara lain (Gr. Van der
a. Mengidentifikasi fakta-
Brught dan J.D.C. Winkelman
fakta untuk
dalam B. Arief Sidharta, 2002): menghasilkan suatu
struktur (peta) kasus
a. Meletakkan kasus dalam
yang sungguh-sungguh
sebuah peta (memetakan
diyakini oleh hakim
kasus) atau memaparkan
sebagai kasus yang riil
kasus dalam sebuah
terjadi;
ikhtisar (peta), artinya
b. Menghubungkan
memaparkan secara
(mensubsumsi) struktur
singkat duduk perkara
kasus tersebutdengan
dari sebuah kasus
sumber-sumber hukum
(menskematisasi);
yang relevan, sehingga ia
b. Menerjemahkan kasus
dapat menetapkan
itu ke dalam peristilahan
perbuatan hukum dalam
yuridis (mengkualifikasi
peristilahan yuridis (legal
atau pengkualifikasian);
term);
c. Menyeleksi aturan-
c. Menyeleksi sumber
aturan hukum yang
hukum dan aturan
relevan;

14

hukum yang relevan “We are dealing with human
untuk kemudian mencari beings and not with things.
tahu kebijakan yang We must reasonable. This
terkandung di dalam means that the law and its
aturan hukum itu (the decisions must be supported
policie, underlying those by reasons, they must be the
rules), sehingga products of arbitary action.
dihasilkan suatu To be reasonable does not
struktur (peta) aturan necessarily mean to be
yang koheren; logical. Logic can lead to
d. Menghubungkan injustice, hence we must
struktur aturan dengan guard againts its abusieve
struktur kasus; use.”
e. Mencari alternatif-
alternatif penyelesaian Pemikiran William
yang mungkin; dan
Zelermyer di atas, dapat
f. Menetapkan pilihan atas
salah satu alternatif disimpulkan, bahwa aspek
untuk kemudian
aksiologis dari penalaran hukum
diformulasikan sebagai
putusan akhir. berupa tujuan-tujuan yang ingin
dicapai agar penalaran hukum
Aspek ketiga dalam suatu
tersebut tidak disalahgunakan,
penalaran hukum adalah aspek
sehingga akhirnya justru
aksiologis. Aspek aksiologis
bertentangan dengan prinsip-
adalah aspek yang berhubungan
prinsip hukum itu sendiri.
dengan tujuan dari aktivitas
Tujuan hukum merupakan
penalaran hukum. Diyakini
suatu kehendak yang
bahwa penalaran hukum tidak
menitikberatkan pada arah yang
dilakukan semata-mata untuk
akan dicapai dari berfungsinya
penalaran itu sendiri. Penalaran
hukum. Tujuan hukum berbeda
hukum memiliki misi tertentu
dengan tugas atau fungsi hukum.
yang dapat dikoheren dengan
Menurut Lawrence M. Friedman,
aspek ontologis dan aspek
fungsi atau tugas hukum adalah
epistemologis dari penalaran itu
meliputi pengendalian sosial
sendiri. Menurut William
(social control), penyelesaian
Zelermyer, bahwa aspek aksiologis
sengketa (dispute settlement), dan
dalam penalaran hukum adalah
perekayasaan sosial (social
(William Zelermyer, 1960):

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

engineering). Fungsi hukum mengacu pada konsep


mengacu pada peranan yang keberlakuan yuridis, karena
diemban oleh hukum (Lawrence memang norma itu telah
M. Friedman, 1977). Dalam memenuhi syarat-syarat
penalaran hukum yang dilakukan prosedural untuk ditetapkan
oleh hakim, menurut Lawrence M. sebagai hukum. Kepastian hukum
Friedman lebih berrelevansi hanya mungkin dapat dicapai
dengan tujuan hukum daripada apabila daya prediktabilitas
fungsi hukum. penerapannya tinggi. Artinya,
Tujuan hukum dalam aspek setiap subjek hukum harus
aksiologis, menurut Gustav mempunyai keyakinan bahwa
Radbruch, secara sederhana apabila terjadi suatu kasus
membagi tujuan hukum menjadi berkenaan dengan suatu norma
3 (tiga), antara lain (M. Muslih, hukum, maka ia dapat
2013. Lihat pula Gustav memperkirakan konklusi atau
Radbruch, 1973): keadilan putusan apa yang bakal
(Gerechtigkeit), kepastian hukum diterimanya. Untuk itu, para
(Rechtssicherheit), dan hakim yang bertugas
kemanfaatan (Zweckmatigkeit). menjatuhkan putusan harus
Keadilan sebagai salah satu benar-benar memperhatikan asas
aspek aksiologis, menempati similia similibus. Sedangkan
posisi paling ideal. Keadilan kemanfaatan sebagai aspek
merupakan konsep filsafat, aksiologis lebih berdimensi
sehingga nafas dari keberlakuan pragmatis. Teori-teori
filosofis suatu norma hukum kemanfaatan (eudaemonistis)
adalah ada tidaknya keadilan kontemporer biasanya
didalamnya. Hal ini berbeda mempersepsikan konsep ini
dengan kepastian hukum, yang dengan nilai-nilai ekonomis dapat
lebih mengacu kepada pendekatan dicapai, tidak lagi sekedar
yuridis formal. Kepastian hukum kebahagiaan (happines) untuk

16

jumlah masyarakat terbesar. Oleh dengan istilah ushul fiqh. Ushul
karena itu, pendekatan semula fiqh merupakan suatu kegiatan
kualitatif itu pun mulai bergeser pemahaman dan penafsiran
kepada pendekatan kuantitatif hukum berdasarkan tujuan dalam
(Shidarta, 2013). hukum Islam. Tujuan dalam
Kajian aksiologis lainnya hukum Islam dikenal dengan
yang dapat digunakan adalah istilah maqashid
pendekatan economic analysis of al-syariah/maqasid syariah.
law yang dikemukakan oleh Menurut Syatibi, tujuan utama
Richard. A. Posner. Analisa dari syariah atau hukum Islam
aksiologis yang dikemukakan oleh adalah untuk menjaga dan
Posner dengan melihat memperjuangkan 3 (tiga) kategori
pertimbangan-pertimbangan hukum, yaitu: keniscayaan
ekonomi, sehingga keadilan dapat (daruriyat), kebutuhan (hajjat),
menjadi economic standard yang dan kelengkapan (tahsiniat) (Wael
didasari oleh 3 (tiga) elemen B. Hallaq, 2001).
dasar, yaitu nilai (value), Keniscayaan (daruriyat)
kegunaan (utility), dan efisiensi adalah hal-hal esensial bagi
(efficiency). Pendekatan Richard A. kehidupan manusia atau sering
Posner dirasakan tepat digunakan dikatakan sebagai sasaran di balik
untuk mengkaji permasalahan- setiap hukum ilahi, yang terdiri
permasalahan pengenaan denda dari:
ta’zir pada akad pembiayaan a. Melestarikan/
memelihara jiwa;
murabahah, sebab dapat dilihat
b. Memelihara/
sejauh mana ketiga elemen dasar melestarikan keturunan;
c. Melestarikan/
pemikiran Posner menjadi acuan
memelihara kehormatan;
dalam pengenaan denda ta’zir. d. Memelihara/
melestarikan akal;
Penalaran hukum sebagai
e. Melestarikan/
kegiatan berpikir juga dikenal memelihara harta; dan
f. Melestarikan/
dalam bidang hukum Islam.
memelihara agama.
Kegiatan penalaran hukum dalam
hukum Islam lebih dikenal

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

Tujuan hukum Islam/ (denda ta’zir) pada Putusan No.


maqasid pada tingkatan 1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg, maka
kebutuhan (hajjat) sering akan dijabarkan ditelusuri
dianggap kurang esensial bagi pemikiran hakim dalam putusan
kehidupan manusia. Serta tersebut dengan membedah apa
maqasid pada tingkatan yang menjadi aspek ontologis,
kelengkapan (tahsiniat) aspek epistemologis, dan aspek
merupakan maqasid atau tujuan aksiologis agar terlihat model
memperindah tingkatan-tingkatan penalaran yang digunakan hakim
maqasid sebelum-sebelumnya Pengadilan Agama Purbalingga
(Jasser Auda, 2015). dalam membuat Putusan No.
Berkelindan dengan yang 1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg. dalam
diuraikan di atas, apabila hakim beberapa aspek dibawah ini
suatu pengadilan agama akan sebagai semacam kerangka
menyelesaikan perkara dengan kajian:
menggunakan hukum Islam, 1. Aspek Ontologis
maka dalam kegiatan penalaran Hakikat hukum secara
hukumnya harus memperhatikan umum dapat dimaknai ke dalam 5
perspektif maqasid syariah. (lima) hal, antara lain: asas-asas
kebenaran dan keadilan yang
C. Cara Berpikir Hakim dan bersifat kodrati dan berlaku
Model Penalaran Hukum universal; norma-norma positif
Atas Pengenaan Denda dalam sistem perundang-
Keterlambatan (Denda undangan suatu negara; putusan-
Ta’zir) Pada Putusan putusan in-concreto, yang
No.1039/Pdt.G/2014/PA- tersistematisasi sebagai judge
Pbg made law; pola-pola perilaku
Untuk menelaah bagaimana sosial yang terlembagakan, eksis
cara berpikir hakim atas sebagai variabel sosial yang
pengenaan denda keterlambatan empirik; dan manifestasi makna-

18

makna simbolik para pelaku terompet undang-
undang);
sosial sebagaimana tampak dalam
b. Dalam kasus yang
interaksi di antara mereka. hukumnya atau
undang-undangnya
Sedangkan dalam hukum Islam,
tidak atau belum jelas
hakikat hukum dapat dimaknai maka hakim akan
menafsirkan hukum
atau ditunjukkan dalam beberapa
atau undang-undang
hal, antara lain: syariah, fiqih, melalui cara-cara atau
metode penafsiran yang
hukum syar’i, dan fatwa. Jika
lazim berlaku dalam
dilihat dari apa yang dimaknai ilmu hukum;
c. Dalam kasus dimana
sebagai hukum dari uraian di
terjadi
atas, maka pada dasarnya hakim pelanggaran/penerapan
hukum yang
pengadilan agama di Indonesia
bertentangan dengan
memiliki keluasan hukum yang hukum atau undang-
undang yang berlaku,
dapat digunakan dalam membuat
maka hakim akan
putusan. menggunakan hak
menguji (toetsingrecht
Keluasan hakikat hukum
atau judicial review)
yang telah dipetakan di atas yang dapat berupa
formele toetsing maupun
justru menjadi terbatas jika
materiele toetsing; dan
merujuk pada pendapat Purwoto d. Dalam kasus yang
belum ada undang-
S. Gandasubrata, menurutnya
undang atau hukum
terdapat beberapa hal yang harus yang mengaturnya
maka hakim harus
diperhatikan hakim di Indonesia
menemukan hukumnya
dalam membuat putusan, antara dengan menggali dan
mengikuti nilai-nilai
lain (Purwoto S. Gandasubrata,
hukum yang hidup
“Tugas Hakim Indonesia”, Dalam dalam masyarakat.
Buku, Selo Soemardjan, et.al,
Apa yang telah
1984):
dikemukakan oleh Purwoto S.
a. Dalam kasus yang
Gandasubrata tersebut,
hukumnya atau
undang-undangnya disebabkan pengaruh sistem
sudah jelas, tinggal
hukum yang berlaku di Indonesia.
menerapkan saja
hukumnya (hakim Sistem hukum nasional Indonesia
menjadi corong atau

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

memiliki kedekatan bahkan syariah. Fatwa yang berisi prinsip-


sangat dipengaruhi oleh sistem prinsip syariah dikeluarkan oleh
civil law. Sistem civil law memiliki lembaga yang memiliki
corak menyusun norma-norma kewenangan untuk
positif dalam bentuk aturan menetapkannya. Hal ini
tertulis, yang dibuat oleh tercantum dalam Pasal 1 angka
pemangku kekuasaan, dan kerap 12 UU 21/2008, menyatakan
pula melakukan unifikasi dan bahwa: “Prinsip hukum Islam
kodifikasi. Corak-corak tersebut dalam kegiatan perbankan
merupakan ciri utama dari berdasarkan fatwa yang
positivisme hukum. Positivisme dikeluarkan oleh lembaga yang
hukum memandang hukum memiliki kewenangan dalam
sebagai norma positif dalam penetapan fatwa di bidang
sistem perundang-undangan. syariah.”
Sumber-sumber hukum Rumusan pengertian dalam
materiil yang digunakan oleh Pasal 1 angka 12 UU 21/2008
hakim di pPengadilan Aagama tersebut menunjukan bahwa
adalah berbagai peraturan rumusan-rumusan ketentuan
perundang-undangan , baik itu syariah dalam bidang ekonomi
berupa undang-undang maupun syariah yang dapat digunakan
peraturan-peraturan pelaksana sebagai norma positif adalah
lainnya yang dikeluarkan oleh fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga yang berwenang lembaga dalam bidang syariah. Di
mengeluarkannya. Salah satu Indonesia lembaga yang memiliki
sumber hukum materiil lainnya kewenangan tersebut adalah
yang digunakan di pengadilan Dewan Syariah Nasional- Majelis
agama untuk menyelesaikan Ulama Indonesia (DSN-MUI).
perkara-perkara dalam bidang Selain fatwa-fatwa yang
ekonomi syariah, adalah fatwa dikeluarkan oleh DSN-MUI,
yang berisi prinsip-prinsip sumber hukum materiil lainnya

20

yang digunakan oleh hakim di sebagaimana dikutip oleh Budiono
pengadilan agama dalam bidang Kusumohamidjojo (Budiono
ekonomi syariah adalah Kompilasi Kusumohamidjojo, 2016), adalah
Hukum Ekonomi Syariah yang memandang hukum sebagai apa
dikeluarkan melalui Peraturan yang sudah ditetapkan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun (diperintahkan, diputuskan,
2008 (Perma No.2/2008). dilaksanakan, ditoleransi, dan
Uraian-uraian di atas sebagainya), sebagaimana yang
menunjukkan karakteristik hakim dapat dikatakan dalam idiom yang
(termasuk hakim pengadilan modern, bahwa positivisme itu
agama) di Indonesia dalam adalah pandangan yang
menggunakan hukum saat memahami hukum sebagai suatu
menghadapi suatu perkara adalah konstruksi sosial. Pada mulanya
hukum sebagai norma positif hukum positif dipahami sebagai
dalam sistem perundang- segala ketentuan yang
undangan. Maka dari uraian menetapkan akibat hukum dari
tersebut dapat disimpulkan perbuatan manusia sebagaimana
bahwa hakikat hukum atau aspek dihasilkan oleh suatu
ontologis yang digambarkan kesepakatan yang bisa tidak
dalam penalaran hukum oleh tertulis, tetapi semakin lama
hakim yang terbatas pada norma semakin cenderung bersifat
positif dalam sistem perundang- tertulis.
undangan. Positivisme hukum dalam
Model penalaran hukum definisinya yang paling tradisional
yang memaknai hukum sebagai tentang hakikat hukum,
norma positif dapat dikelompokan memaknai norma positif dalam
sebagai model penalaran sistem perundang-undangan. Dari
positivisme hukum. Model segi ontologinya, pemaknaan
penalaran positivisme hukum demikian mencerminkan
adalah model penalaran hukum penggabungan antara idealisme
yang dipengaruhi teori positivisme dan materialisme. Penjelasan
hukum. Positivisme hukum mengenai pernyataan tersebut

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

mengacu pada teori hukum Undang Hukum Perdata, Perma


kehendak dari John Austin dan No.2/2008, Fatwa DSN-MUI No.
teori hukum murni dari Hans 04/DSN-MUI/2000 tentang
Kelsen (Shidarta, 2013). Murabahah, Fatwa DSN-MUI
Aspek ontologis dari model No.43/DSN-MUI/VIII/2004
penalaran hukum positivisme tentang Ganti Rugi (Denda
adalah bergerak secara top down. Ta’widh), dan Akad Pembiayaan
Sebab, memang hukum diartikan Murabahah Nomor : 51/656-
dalam positivisme hukum adalah 1/10/12. Dapat disimpulkan dari
sebagai ungkapan penguasa, aspek ontologis yang terdapat
sehingga kekuatan argumentasi dalam putusan tersebut
positivisme terletak pada aplikasi seluruhnya adalah norma-norma
struktur norma positif ke dalam positif dalam perundang-
struktur kasus konkret. Aplikasi undangan.
struktur norma positif ke dalam Penggunaan sumber
struktur kasus konkret, sangat hukum pengenaan denda ta’zir
terlihat dalam model penalaran dalam Putusan
hukum yang digunakan hakim No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
dalam pengenaan denda adalah hanya sebatas pada apa
keterlambatan (denda ta’zir) yang telah di atur pada Pasal 5
sebagai sanksi atas wanprestasi ayat (4) Akad Pembiayaan
pada Putusan Murabahah No. 51/656-1/10/12.
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg. Tampak penalaran hukum yang
Beberapa sumber hukum materiil dilakukan oleh hakim Pengadilan
dalam membuat putusannya Agama Purbalingga, sangat
mengenai pengenaan denda ta’zir, membatasi pemaknaan hakikat
dalam pertimbangan hukum yang hukum secara ontologis mengenai
dibuat oleh hakim menggunakan denda keterlambatan (denda
beberapa sumber hukum, antara ta’zir) hanya sebatas
lain: UU 21/2008, Kitab Undang- norma/kaidah dalam Pasal 5 ayat

22

(4) Akad Pembiayaan Murabahah dimaknai secara sempit hanya
No. 51/656-1/10/12 sebagai pada satu aturan hukum yang
hukum positif. Bahkan dalam berlaku saja. Hukum positif dalam
pertimbangannya tidak pula ilmu hukum sebagai objek,
tampak hakim mendasarkan pada dimaknai sebagai hukum yang
Fatwa DSN-MUI No.17/DSN- berlaku di suatu negara tertentu
MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas pada waktu tertentu (hukum yang
Nasabah Mampu yang Menunda- berlaku disini, atau sekarang,
nunda Pembayaran, atau biasa atau ius constitutum). Pada
disebut dengan Fatwa mengenai dasarnya, hukum positif adalah
Denda Ta’zir. sistem konseptual asas-asas
Pembatasan makna hukum, kaidah-kaidah hukum,
hakikat hukum sebatas pada apa dan putusan-putusan hukum
yang tertulis dalam Pasal 5 ayat produk kesadaran hukum dan
(4) Akad Pembiayaan Murabahah politik hukum yang bagian-
No. 51/656-1/10/12 oleh Hakim bagian pentingnya dipositifkan
Pengadilan Agama Purbalingga, oleh pengemban kewenangan
menunjukkan hakim sudah (otoritas) hukum dalam negara
semakin mempersempit yang bersangkutan, serta
pemaknaan hukum atau dimensi lembaga-lembaga hukum untuk
ontologis dalam proses penalaran mengaktualisasikan sistem
hukumnya. Akibat sempitnya konseptual tersebut dan
memaknai aspek ontologis prosesnya. Ditambahkan pula
pengenaan denda ta’zir, maka oleh B. Arief Sidharta, bahkan
hakim mempersempit pula bahan-bahan hukum positif
dimensi epistemologis dan tersebut saat diolah harus selalu
aksiologisnya dalam menarik mengacu pada keadilan dan
kesimpulan. konteks kesejahteraan dan
Perlu diingat menurut kemasyarakatan. Artinya dalam
pendapat B. Arief Sidharta (B. penalaran hukum, aspek ontologis
Arief Sidharta, 2000), bahwa tidak hanya sekedar dimaknai
hukum positif itu tidak dapat sebagai norma dalam perundang-

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

undangan, tetapi harus pula pembentukan hukum


melihat pada aspek aksiologis (B. (rechtschepping) oleh hakim atau
Arief Sidharta, 2000). petugas-petugas hukum lainnya
yang diberi tugas melaksanakan
2. Aspek Epistemologis hukum terhadap peristiwa-
Pertimbangan hukum peristiwa hukum konkret (in
merupakan salah satu komponen konkreto) (Sudikno Mertokusumo,
penting dalam suatu produk 2014).
badan peradilan, kejelasan bagi Pada bagian tinjauan
para pihak yang berperkara pustaka telah diuraikan, bahwa
tentang putusan yang diambil untuk melakukan penarikan
baik dalam bentuk diterima, di kesimpulan dalam penalaran
tolak, maupun dalam bentuk hukum, tidak dapat dilepaskan
putusan yang lain. Biasanya dari aspek epistemologis hukum.
hakim dalam membuat Dalam aspek epistemologis
pertimbangan-pertimbangan yang terdapat beberapa langkah yang
akan menjadi dasar dibuatnya dilakukan. Berdasarkan langkah-
putusan, akan melihat terlebih langkah yang telah disebutkan
dahulu fakta-fakta yang ada dalam tinjauan pustaka, maka
dalam perkara tersebut yang dikaitkan dengan kasus dalam
dikaitkan dengan dasar-dasar Putusan
hukum yang menjadi acuannya. No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
Oleh karenanya disinilah letak dapat dilihat pada tabel 1 di
terlihatnya bagaimana bawah ini:
kemampuan hakim dalam suatu
pengadilan mampu melakukan Tabel 1.
penemuan hukum. Menurut Epistemologis Penalaran
Sudikno Mertokusumo, yang Hukum Putusan Hakim
dimaksud dengan penemuan No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
hukum adalah suatu proses

24

Langka fakta-fakta yang
h Uraian ada. Fakta
menurut
Pertam penggugat dan
a 1. Untuk dapat fakta menurut
menganalisis cara tergugat.
penemuan hukum Kedua 1. Hakim melakukan
oleh hakim, pengkualifikasian
adalah dengan dengan
mulai melakukan menerjemahkan
rekonstruksi kasus ke dalam
kasus. Langkah istilah yuridis.
pertama yang Pengkualifikasian
berisi struktur merupakan titik
kasus atau krusial dalam
struktur fakta, penalaran
memang tidak hukum. Fakta-
selalu berjalan fakta yang telah
linear mendahului diformulasikan di
langkah-langkah langkah pertama
berikutnya, tetapi dengan
langkah-langkah memberikan
tersebut justru simbol penggugat
saling adalah penjual
bertumpuan (B. dan tergugat
Arief Sidharta, adalah pembeli,
2000). serta terdapat
2. Terlihat pada objek yang
langkah pertama diperjualbelikan
yang dilakukan dengan cara
oleh hakim dalam menyepakati
pertimbangan harga jual beli
Putusan sekaligus margin
No.1039/Pdt.G/2 keuntungan
014/PA-Pbg ini penjual, dalam
menggunakan bahasa yuridis
logika induktif. menurut syariah
Pada logika fakta-fakta
induktif yang tersebut
terdapat dalam dikualifikasikan
struktur kasus sebagai kegiatan
yang disusun pembiayaan
hakim dapat murabahah.
dilihat bahwa, 2. Pada langkah
hakim melakukan kedua ini hakim
penarikan dalam Putusan
kesimpulan dalam No.1039/Pdt.G/2

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

014/PA-Pbg Agama
memang memiliki Purbalingga
pengetahuan dalam Putusan
mengenai No.1039/Pdt.G/2
kualifikasi 014/PA-Pbg,
perbuatan hukum sebatas pada
tersebut dengan norma atau
mendasarkan kaidah dalam
pada Fatwa DSN- perundang-
MUI No. 04/DSN- undangan dan
MUI/IV/2000 kontrak sebagai
tentang aspek ontologis.
Murabahah. Ketiga 1. Hakim melakukan
3. Kegiatan seleksi sumber-
pengkualifikasian sumber hukum
di tahap kedua ini dan aturan
sebenarnya sudah hukum yang
merupakan relevan untuk
kegiatan dilakukan
penemuan interpretasi
hukum. Sumber hukum.
hukum formal 2. Hakim Pengadilan
yang digunakan Agama
oleh hakim dalam Purbalingga dalam
pertimbangan langkah ketiga
hukumnya, tidak lebih fokus pada
hanya menggunakan
mendasarkan sumber-sumber
pada Fatwa DSN- peraturan tertulis,
MUI No. 04/DSN- sebab dalam
MUI/IV/2000, sumber hukum
tetapi juga Akad berupa peraturan
Murabahah tertulis ditemukan
Nomor : 51/656- aturan (rumusan
1/10/12 serta ketentuan
KUHPerdata. normatif) tertentu
Berdasarkan yang diperkirakan
pembahasan di relevan dengan
sub pembahasan konteks
sebelumnya, permasalahan
memang sumber- yang dihadapi.
sumber hukum 3. Pembacaan teks
formal yang yang dilakukan
digunakan oleh oleh hakim
hakim Pengadilan tentunya

26

dilakukan melalui mendasarkan
penafsiran. pada pendekatan
Penafsiran yang the textualist
dilakukan oleh approach (focus on
hakim mengenai the text) (Ellias E.
denda Savellos dan
keterlambatan Richard F. Galvin,
(denda ta’zir) 2001).
dalam Putusan Keempa 1. Pada langkah
No.1039/Pdt.G/2 t keempat, hakim
014/PA-Pbg, menghubungkan
adalah metode struktur aturan
penafsiran otentik dan struktur
terhadap Akad kasus dengan
Murabahah Nomor penarikan
: 51/656-1/10/12 kesimpulan atau
saja. konklusi secara
4. Hakim tidak dokrinal-deduktif.
melakukan 2. Struktur aturan
penafsiran secara adalah Sanksi
sistematis. yang disebut
Padahal dalam fatwa ini
ketentuan adalah sanksi
mengenai denda yang dikenakan
keterlambatan LKS kepada
(denda ta’zir), nasabah yang
hakim harus mampu
memastikan membayar, tetapi
bahwa nasabah menunda-nunda
bukanlah nasabah pembayaran
yang mampu dengan disengaja.
namun sengaja Nasabah mampu
menunda yang menunda-
pembayaran nunda
sebagaimana di pembayaran
atur dalam Fatwa dan/atau tidak
DSN-MUI mempunyai
No.17/DSN-MUI/I kemauan dan
X/2000. iktikad baik untuk
5. Hakim Pengadilan membayar
Agama hutangnya boleh
Purbalingga dalam dikenakan sanksi.
Putusan Nasabah yang
No.1039/Pdt.G/2 tidak/belum
014/PA-Pbg, mampu
menurut Savellos membayar
dan Galvin, hanya disebabkan force

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

majeur tidak boleh alternatif-


dikenakan sanksi. alternatif
Sedangkan penyelesaian yang
struktur kasus mungkin dapat
adalah penggugat dilakukan selain
dan tergugat pengenaan denda
terlibat hubungan keterlambatan.
pembiayaan 3. Disamping itu
murabahah, hakim pula tidak
tergugat membuat
mengalami alternatif
kesulitan penyelesaian
keuangan lainnya bagi
ditengah nasabah/tergugat
pelaksanaan selain
akad. Konklusi memberikan
atau kesimpulan sanksi denda
adalah tergugat keterlambatan
dikenakan denda dengan tujuan
keterlambatan membuat
(denda ta’zir) nasabah/tergugat
berdasarkan Akad jera.
Murabahah Nomor 4. Hakim tidak
: 51/656-1/10/12 melihat nilai-nilai
saja. dari sistem
3. Ada ketidak ekonomi syariah
sesuaian antara memiliki tujuan
konklusi dengan untuk mencapai
struktur kasus. kesejahteraan
Kelima 1. Pada langkah umat melalui
ketiga tampak kegiatan
hakim hanya kerjasama.
menggunakan 1 Pembiayaan
metode murabahah tidak
penafsiran, yaitu semata diartikan
penafsiran otentik sebagai kegiatan
saja yang pembiayaan jual
mendasarkan beli saja, tetapi
pada Pasal 5 ayat juga kerjasama.
(4) Akad Keenam 1. Langkah keenam
Murabahah Nomor merupakan
: 51/656- langkah krusial.
1/10/12. Karena hakim
2. Akibatnya hakim menetapkan
tidak melakukan

28

putusan yang argumen hakim
paling sesuai dalam Putusan
dengan struktur No.1039/Pdt.G/2
kasus, atau 014/PA-Pbg,
disebut juga mempunyai titik-
dengan putusan. titik berdiri yang
2. Putusan menurut
No.1039/Pdt.G/2 M.Henket sebagai
014/PA-Pbg argumen-argumen
adalah produk bergantung atau
penalaran hukum, tidak bebas
berisi formulasi (afhankelijke
putusan. argumenten).
Formulasi Sebab, argumen
putusan terdapat hakim yang
teknik menyatakan
menguraikan tergugat
pembuktian dikenakan denda
(betoog). Sehingga keterlambatan/
teknik denda ta’zir
menguraikan sebagai titik
pembuktian ini berdiri, dibangun
merupakan oleh 2 (dua)
bagian paling argumen yang
penting menurut saling bergantung
perspektif untuk
penalaran hukum. mendukung titik
3. Menurut berdiri, yaitu titik
M.Henket, suatu berdirinya
uraian tergugat telah
pembuktian melakukan
terdiri dari 2 wanprestasi dan
(bagian), yaitu: a. tergugat sengaja
titik berdiri melakukannya.
(pendirian/standp Sumber: Kajian penulis
unt) dan argumen;
dan b. Titik berdiri berdasarkan literatur
antara
tussenstandpunte
n dan titik berdiri Analisis terhadap langkah-
akhir langkah penalaran hukum yang
(eindstandpunt)
(M. Henket dalam dilakukan oleh hakim dalam
terjemahan B. Putusan
Arief Sidharta,
2003). No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg,
4. Hubungan terlihat jelas model penalaran

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

positivisme hukum yang ganti rugi (denda


ta’widh) dan denda
digunakan oleh hakim. Karena
keterlambatan (denda
jelas dalam langkah-langka ta’zir) karena terbukti
telah terjadi
penalaran hukum yang dilakukan
penunggakan
oleh hakim, pola penalarannya pembayaran cicilan.
tetap bergerak top down satu
Putusan
arah. Pola penalaran hukum dari
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
postivisme hukum diformulasikan
yang ditekankan adalah pihak
dengan:
nasabah/tergugat yang terbukti
a. Norma positif mengenai
melakukan penunggakan
denda ta’zir yang
digunakan dalam Fatwa pembayaran cicilan dianggap
DSN-MUI No. 04/DSN-
sebagai pihak yang ingkar
MUI/IV/2000 tentang
Murabahah, Pasal 38 janji/wanprestasi.
Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, dan
Pasal 5 ayat (4) Akad 3. Aspek Aksiologis
Murabahah Nomor :
Bagian pembahasan aspek
51/656-1/10/12. Dalam
kesemua aturan ontologis dan epistemologis telah
tersebut mengatur hal
dinyatakan, bahwa jelas terlihat
yang sama yaitu
mengenai pihak dalam cara berpikir dan model penalaran
akad yang telah
hukum yang dilakukan oleh
melakukan ingkar janji
dapat dijatuhi sanksi hakim dalam Putusan
berupa denda.
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg,
b. Fakta antara tergugat
melakukan adalah menggunakan cara
penunggakan
berpikir dan model penalaran
pembayaran cicilan
pembiayaan murabahah positivisme hukum. Aspek
karena mengalami
aksiologis yang ditunjukkan dari
kebangkrutan ditengah
pelaksanaan positivisme hukum adalah
pembayaran cicilan
menekankan pada kepastian
murabahah.
c. Tergugat dikenakan hukum.
sanksi berupa denda

30

Kepastian hukum sebagai (4) Akad Murabahah Nomor :
aspek aksiologis yang 51/656-1/10/12, yaitu para
diperjuangkan oleh positivisme pihak sepakat apabila pihak
hukum, menghasilkan cara tergugat melakukan ingkar
berpikir yang mengambil sumber janji/wanprestasi akan dikenakan
formal hukum berupa perundang- sanksi berupa denda
undangan. Pencapaian kepastian keterlambatan sebagai denda
hukum pada norma positif ta’zir berupa sejumlah nominal
merupakan bentuk ketegasan yang akan menjadi qardhul hasan.
positivisme hukum yang Hakim sama sekali tidak melihat
menghilangkan persyaratan keadaan kesulitan keuangan yang
koneksitas antara hukum dan menjadi penyebab
moral. Inti dari kepastian hukum ketidakmampuan
adalah kemampuan tergugat/nasabah melunasi
mempersepsikan “an individual kewajibannya. Disamping itu
ought to behave in a certain way” dalam pertimbangan yang dibuat
(Shidarta, 2013). pada Putusan
Permasalahannya adalah No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg,
pencapaian norma positif yang hakim juga tidak
ditegaskan dalam Putusan mempertimbangkan pengenaan
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg, denda ta’zir dengan tujuan
terdapat ketidaktepatan sebagaimana yang diatur dalam
pertimbangan terhadap syarat hukum Islam.
pengenaan denda ta’zir pada akad Hakim harus
pembiayaan murabahah. Sebab memperhatikan dan memenuhi
hakim pada Pengadilan Agama tujuan dikenakannya denda ta’zir
Purbalingga dalam Putusan sebagai sanksi di dalam hukum
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg, Islam. Adapun tujuan denda ta’zir
sangat mempersempit yang harus dipenuhi dalam setiap
penggunaan dasar hukum dalam putusan, antara lain (Muchlish
membuat putusan, hanya semata Khomayny, dan Muhammad
mendasarkan pada Pasal 5 ayat Wahyuddin Badullah, 2020):

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

a. Preventif (pencegahan), Akad Pembiayaan Murabahah No.


ditujukan bagi orang
51/656-1/10/12. Dalam
lain yang belum
melakukan jarimah; pertimbangan tampak hanya
b. Kuratif (perbaikan),
melihat pengenaan denda ta’zir
ta’zir harus mampu
membawa perbaikan sebagai , benar-benar menjadi
perilaku terpidana di
sebagai upaya represif preventif
kemudian hari;
c. Represif (membuat saja. Hal ini terlihat dalam bagian
pelaku jera).
pertimbangan hakim yang hanya
Dimaksudkan agar
pelaku tidak menyatakan “...mengenakan
mengulangi perbuatan
denda ta’zir berdasarkan Pasal 5
jarimah (perbuatan-
perbuatan yang dilarang ayat (4) Akad Pembiayaan
oleh syara’) di
Murabahah No. 51/656-1/10/12”.
kemudian hari; dan
d. Edukatif (pendidikan). Sehingga tidak tampak
Diharapkan dapat
pertimbangan hakim mengenakan
mengubah pola
hidupnya ke arah yang denda tersebut kepada nasabah
lebih baik.
apakah sebagai upaya preventif
ataupun edukatif. atau tidak,
Kesemua tujuan di atas
merupakan upaya kuratif atau
harus muncul sebagai dasar
tidak bagi nasabah yang
pertimbangan hakim mengenakan
sebenarnya mengalami kesulitan
denda ta’zir secara menyeluruh.
keuangan sehingga menunggak,
Jika ditelusuri Ddalam Putusan
atau apakah pengenaan denda
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg,
ta’zir tersebut benar-benar
tampak karena majelis hakim
menjadi upaya edukatif bagi
sama sekali tidak dalam
nasabah. Tujuan pengenaan
membuat pertimbangan apakah
denda ta’zir dalam Putusan
pengenaan denda ta’zir sebesar
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
Rp. 600.000,- (enam ratus ribu
semata hanya berupa tujuan
rupiah) hanya berdasarkan apa
represif atau menghukum saja.
yang telah ditetapkan
berdasarkan pada Pasal 5 ayat (4)

32

Pengenaan denda ta’zir mengandung maysir,
gharar, haram, riba, dan
pada Putusan
bathil. Sebab dalam
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg juga transaksi tersebut akan
selalu terdapat pihak
sama sekali tidak menelaah pada
yang dirugikan. Dalam
sisi nilai-nilai ekonomi syariah. Di ekonomi Islam harus
terjadi suatu kerja sama
dalam nilai-nilai ekonomi syariah
yang saling
yang menjadi filosofi ekonomi menguntungkan antara
pihak yang bekerja sama.
Islam, terdapat beberapa asas-
3. Asas suka sama suka,
asas yang mendasari. Asas-asas yaitu suatu asas
kerelaan yang
tersebut menjadi kebijakan dasar
sebenarnya, bukan
yang menjadi acuan dalam sistem kerelaan yang bersifat
semu dan seketika.
ekonomi syariah, antara lain (M.
Kerelaan ini harus dapat
Nur Rianto, 2015): diekspresikan dalam
berbagai bentuk
1. Asas keadilan, asas ini
muamalah yang legal
dapat didefinisikan
dan dapat
sebagai keseimbangan
dipertanggungjawabkan.
atau kesetaraan antar
4. Asas tolong menolong,
individu atau komunitas.
merupakan asas yang
Keadilan tidak berarti
menentang perbuatan
kesamaan secara mutlak
eksploitasi dari pemilik
bahwa semua individu
modal kepada kelompok
harus sama rata.
masyarakat yang kurang
Kesetaraan yang mutlak
memiliki akses terhadap
hanya akan menciptakan
modal dan pasar.
ketidakadilan. Keadilan
harus mampu
Pengenaan denda ta’zir pada
menempatkan segala
sesuatu sesuai dengan Putusan
proporsinya. Keadilan
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
termasuk memberikan
kesempatan yang sama sama seperti putusan-putusan
untuk dapat berkembang
hakim pengadilan agama lainnya
sesuai dengan potensi
yang dimiliki. mengenai perkara wanprestasi
2. Asas saling
terhadap akad pembiayaan
menguntungkan, asas ini
dalam ekonomi syariah syariah. Hakim tidak mencoba
melarang transaksi yang
menganalisis pengenaan denda
mengandung unsur-
unsur dilarang, seperti ta’zir dengan kajian analisa
transaksi yang

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

ekonomi. Mengapa hakim bantuan ilmu ekonomi dalam


sebaiknya mencoba menganalisis memperluas dimensi hukum.
kasus-kasus hukum ekonomi Pada hakikatnya Economic
syariah menggunakan kajian Analysis of Law mengembangkan
analisa ekonomi? Sebab menurut analisisnya secara normatif dan
pendapat B. Arief Sidharta (B. empiris (Richard A. Posner, 2007).
Arief Sidharta, 2003), yang Kegiatan ekonomi syariah
mengatakan bahwa ilmu hukum memiliki kemiripan dan erat
dewasa ini dituntut untuk kaitannya dengan distribusi
menjalankan tugas menciptakan kesejahteraan dalam kajian
hukum baru dalam rangka analisa ekonomi yang
mengakomodasi kepentingan- dikemukakan oleh Richard A.
kepentingan yang tumbuh dalam Posner, sebagaimana dikutip oleh
hubungan kemasyarakatan. Objek Mohammad Yassir Fauzi dan Vivi
telaah ilmu hukum harus lebih Purnamawati (Mohammad Yassir
terbuka dan mampu mengolah Fauzi dan Vivi Purnamawati,
produk berbagai ilmu lain, tanpa 2020).
harus berubah menjadi ilmu lain Pendekatan dan
tersebut dengan kehilangan penggunaan analisa Posner
khasnya sebagai ilmu normatif. disusun dengan pertimbangan-
Richard A. Posner pertimbangan ekonomi dengan
merupakan salah satu pemikir tidak menghilangkan unsur
hukum yang menggunakan keadilan, sehingga keadilan dapat
pendekatan atau bantuan ilmu menjadi economic standard yang
ekonomi dalam membuat analisis didasari oleh 3 (tiga) elemen
hukum. Posner dalam bukunya dasar, yaitu nilai (value),
yang berjudul “Economic Analysis kegunaan (utility), dan efisiensi
of Law” yang dipublikasikan pada (efficiency) yang didasari oleh
tahun 1973, membuat analisis rasionalitas manusia (Richard A.
hukum yang menggunakan Posner, 2007). Berdasarkan

34

konsep dasar ini, konsepsi yang terkait dengan pengenaan denda
dikembangkan oleh Posner ta’zir dalam kegiatan ekonomi
kemudian dikenal dengan the syariah, menunjukkan hakim
economic conception of justice, masih sebatas pada penafsiran
artinya hukum diciptakan dan tekstual-otentik yang sangat
diaplikasikan untuk tujuan utama mekanistik dan legalistiklegalistic,
meningkatkan kepentingan umum terpaku hanya pada satu sumber
seluas-luasnya (maximizing overall saja yaitu Pasal 5 ayat (4) Akad
social utility). The economic Pembiayaan Murabahah No.
conception of justice menjadi 51/656-1/10/12. Sehingga
acuan untuk menilai sampai kebebasan hakim dalam
sejauh mana dampak melakukan penemuan hukum
pemberlakuan suatu ketentuan sebatas pada bahan-bahan yuridis
hukum kepada masyarakat luas. normatif saja. Tidak ada suatu
Dari sini dapat lebih mudah hasil atau pandangan baru dalam
diketahui reaksi masyarakat dan melihat konsep pengenaan denda
kemanfaatan yang mampu ta’zir dari pendekatan ekonomi
diberikan oleh ketentuan hukum, dan kemanfaatannya. Tujuan atau
sebagaimana yang diutarakan aspek aksiologis yang dihasilkan
Posner (Richard A. Posner, 1981): dalam putusan semata-mata lebih
“... we can easily predict mengedepankan aspek kepastian
what reactions people may
hukum seperti yang diperagakan
have to a proposed act by
simply measuring, in oleh model penalaran positivisme
economic terms, how much
hukum.
people will get of what they
desire from the proposed Prioritas utama
act.”
penyelesaian masalah hukum
pada positivisme hukum adalah
Cara Ppenalaran
menekankan pada jaminan
hukumhokum, tepatnya secara
kepastian hukum. Doktrin
epistemologis yang terlihat dalam
kepastian hukum yang
Putusan Hakim
mengajarkan kepada setiap
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
pelaksana dan penegak hukum

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

untuk mendayagunakan hukum epistemologisnya, serta cara


yang sama untuk kasus yang berpikir hakim belum sampai
sama. Konsekuensi dari ajaran mengkritisi perlu atau tidaknya
atau doktrin ini terhadap setiap pengenaan denda ta’zir pada
ahli hukum, khususnya yang kasus yang dihadapi.
tengah bertugas sebagai hakim,
adalah hakim dan ahli hukum D. Model Penalaran Hukum
seolah-olah tidak dapat Ideal Oleh Hakim
menggunakan rujukan-rujukan Pengadilan Agama Dalam
normatif lain selain yang terbilang Membuat Putusan di
norma hukum guna menghukumi Bidang Ekonomi Syariah
sesuatu perkara (Sudiyana dan Penalaran hukum (legal
Suswoto, 2018). reasoning) secara sederhana dapat
Cara berpikir dan model didefinisikan sebagai kegiatan
penalaran hukum oleh hakim berpikir problematis
pada Putusan tersistematisasi dari subjek
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg, hukum sebagai mahluk individu
masih merupakan cara berpikir dan sosial di dalam lingkaran
atau penalaran hukum pada kebudayaannya (Shidarta, 2013).
tataran dogmatika. Sehingga Uraian pada sub
hakim hanya berfokus pada aspek pembahasan sebelumnya dapat
ontologis yang menghasilkan dikatakan, bahwa cara berpikir
aktivitas penalaran sebatas dan model penalaran hukum yang
pembentukan struktur kasus dan digunakan oleh hakim dalam
struktur aturan yang disimpulkan Putusan
dengan metode penafsiran atau No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
konstruksi hukum. Hakim tidak berupa penerapan model
mencoba untuk melihat atau penalaran positivisme hukum.
menganalisa dari sisi bidang ilmu Sehingga tujuan yang dikejar
lain dalam aspek adalah mencapai kepastian

36

hukum. Tujuan penalaran hukum penalaran hukum positivisme
terhadap pencapaian nilai-nilai yang bersifat top-down. Artinya
keadilan dan kemanfaatan bukan hanya fokus pada aturan yang
menjadi tujuan yang difokuskan ada saja untuk disesuaikan pada
dalam putusan tersebut. strukur kasus. Tetapi hakim perlu
Ada baiknya hakim melakukan model penalaran
Pengadilan Agama saat membuat hukum lainnya yang bersifat
putusan yang berkaitan dengan timbal balik (top-down dan bottom-
bidang-bidang ekonomi syariah, up).
khususnya saat mengenakan Bagian pendahuluan dari
denda ta’zir dalam akad makalah ini telah disinggung
pembiayaan syariah perlu sedikit mengenai macam-macam
menggunakan pendekatan dan model penalaran hukum yang
penggunaan analisa Posner, yang disebabkan pengaruh aliran
dasar pertimbangan hakim filsafat hukum yang
nantinya dapat disusun dengan melatarbelakangi pola atau cara
memperhatikan pertimbangan- berpikir. Salah satunya adalah
pertimbangan ekonomi. Apakah aliran Sociological Juriprudence
pengenaan denda ta’zir tersebut yang menghasilkan model
memiliki nilai, kegunaan, dan penalaran hukum Sociological
efisiensi saat dikenakan kepada Jurisprudence.
para nasabah dengan tidak Sociological Jurisprudence
menghilangkan unsur keadilan adalah model penalaran hukum
Analisa hakim dengan yang lahir dalam sistem hukum
memperhatikan aspek Anglo-Amerika. Sekalipun model
pertimbangan ekonomi dalam penalaran ini telah banyak
membuat putusannya, tentu saja dimodifikasi, khususnya saat
tidak dapat dilakukan bila model sistem hukum lain mencoba
penalaran hukum yang digunakan mengakomodasikannya. Salah
hakim hanya sebatas model satunya adalah Teori Hukum
penalaran hukum positivisme. Pembangunan yang dikemukakan
Sebab karakteristik model

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

oleh Mochtar Kusumaatmadja antithesis (Lili Rasjidi dan Ira


(Shidarta, 2013). Rasjidi, 2001.
Sociological Jurisprudence Menurut Shidarta, model
yang dikemukakan oleh pemikiran penalaran hukum yang ideal dan
Roscoe Pound sebagai penalaran sesuai dengan konteks
yang berakar dari sistem common keindonesiaan adalah model
law, memiliki kekhasan dalam penalaran hukum yaanag
aspek ontologisnya yang ditawarkan oleh aliran Sociological
mengindentifikasi hukum sebagai Jurisprudence. Pandangan
putusan hakim in-concreti. Shidarta ini didasarkan pada
Hukum adalah judge-made-law. beberapa alasan, antara lain
Pola penalaran yang digunakan (Shidarta, 2013): Pertama,
hakim dalam menyelesaikan Sociological Jurisprudence adalah
kasus-kasus konkret adalah model penalaran yang menyajikan
dengan memadukan 2 (dua) eklektisme dari banyak teori
pendekatan sekaligus secara dalam penalaran hukum.
bersamaan, yaitu pola top-down Beberapa model penalaran yang
yang doktrinal-deduktif dan pola disebut-sebut menyumbangkan
bottom-up yang nondoktrinal- polanya bagi Sociological
induktif. Bertolak dari kedua arah Jurisprudence adalah Positivisme
pendekatan tersebut, dapat Hukum dan Mazhab Sejarah.
dikatakan pandangan Sociological Dalam banyak segi, Sociological
Jurisprudence adalah sintesis dari Jurisprudence juga memiliki
2 (dua) aliran filsafat hukum, karakteristik yang sejalan dena
yaitu Positivisme Hukum dan Relisme Hukum. Kedua model
Mazhab Sejarah. Pandangan penalaran ini dapat berjalan
Positivisme Hukum merupakan seiring terutama karena direkat
tesis sedangkan pandangan oleh pendekatan sosiologis yang
Mazhab Sejarah merupakan kuat. Model penalaran hukum

38

lainnya yaitu, aliran Hukum positif dibiarkan terbuka untuk
Kodrat dan Utilitarianisme. diinterretasi ulang, sehingga
Kedua, secara metodologis monopoli kebenaran tidak lagi
Sociological Jurisprudence dapat tunggal.
menjembatani disiplin hukum dan Keempat, konsep penalaran
nonhukum. Kemampuan ini hukum Sociological Jurisprudence
dibutuhkan dalam rangka telah diterima dalam sistem
kerjasama multidisipliner dan hukum Indonesia dan menjadi
penciptaan norma baru yang dasar model penalaran Teori
interdisipliner dalam putusan Hukum Pembangunan oleh
hakim. Dalam perkara-perkara Mochtar Kusumaatmadja sejak
bidang hukum ekonomi syariah tahun 1973.
besar ketergantungannya pada Model penalaran hukum
bantuan disiplin ilmu lain, Sociological Jurisprudence
misalnya adalah ekonomi dan menempatkan posisi hakim
keuangan. sebagai pengemban hukum yang
Ketiga, Sociological tidak dapat dilepaskan dari
Jurisprudence merupakan model kegiatan penalaran hukum,
penalaran hukum yang dianggap adalah berada pada posisi tidak
paling moderat. Hal ini perlu selalu berpegang pada
dikarenakan sifat menyajikan sistem hukum positif. Hakim
eklektisme dari banyak teori dapat menyimpang dari sistem
dalam penalaran hukum yang hukum positif dengan menggali
dimiliki Sociological Jurisprudence. nilai-nilai yang hidup dalam
Pola penalaran yang top-down masyarakat atau disiplin ilmu lain
(doktrinal-deduktif) dan pola yang merupakan nonhukum.
bottom-up (nondoktrinal-induktif) Aspek ontologis dalam penalaran
secara simultan hukum yang ideal bagi hakim di
mengharuskannya bekerja keras pengadilan agama dalam konteks
menggunakan teknik-teknik keindonesiaan tidak terlepas dari
penafsiran dan konstruksi hukum landasan filosofis yang menjadi
secara maksimal. Sistem hukum pijakan berpikir, yakni cita negara

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

dan cita hukum Indonesia. Cita ada. Pada aspek aksiologis, model
negara dan cita hukum Indonesia penalaran Sociological
sebagaimana yang tertuang dalam Jurisprudence tersebut akan
Pancasila dan Pembukaan UUD mengangkat nilai-nilai keadila dan
NRI Tahun 1945. Pada aspek kemanfaatan secara simultan,
epistemologis hakim tidak yang kemudian diikuti dengan
terjebak pada pemutlakan kepastian hukum.
penalaran doktrinal-deduktif
semata. Pola ini menunjukkan E. Penutup
bahwa masih adanya sumber- MakalahArtikel ini
sumber hukum yang tidak menyimpulkan, bahwa cara
terakomodasi ke dalam norma- berpikir dan model penalaran
norma positif dalam sistem hukum yang dilakukan oleh
perundang-undangan atau majelis hakim pada Putusan
hukum tertulis. Artinya, setelah Hakim Pengadilan Agama
hakim menemukan pola No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
penalaran doktrinal-deduktif (top- yang mengenakan denda ta’zir
down) maka hakim masih harus akibat penunggakkan cicilan
melanjutkan pola pencarian pembayaran akad pembiayaan
dengan melakukan penalaran murabahah, sangat adalah cara
hukum bottom-up secara simultan berpikir dan model penalaran
dengan mengkritisi terkait dengan positivisme hukum. Hal ini
nilai-nilai di masyarakat dan terlihat pada aspek ontologis yang
disiplin ilmu lainnya. Ini dimaknai oleh hakim dalam
menunjukkan bahwa hakim di Putusan
pengadilan agama tidak hanya No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
sebatas corong undang-undang hanya sebatas pada Pasal 5 ayat
saja melainkan hakim juga (4) Akad Murabahah Nomor :
bertindak sebagai evaluator atas 51/656-1/10/12. Pada aspek
ketentuan norma-norma yang ontologis demikian menyebabkan

40

aspek epistemologisnya pun tujuan-tujuan lain yang harus
hanya berupa penafsiran otentik dipenuhi dari konsep denda ta’zir
berdasarkan norma positif tertulis dalam hukum Islam.
yang tercantum pada Pasal 5 ayat Model penalaran hukum
(4) Akad Murabahah Nomor : yang ideal digunakan oleh hakim
51/656-1/10/12. Pada putusan pengadilan agama dalam
tersebut, sangat jelas hakim membuat putusan bidang
sebatas melakukan deduksi logis ekonomi syariah, adalah model
peristiwa hukum ke dalam konsep penalaran hukum yang
yuridis hukum. Penalaran hakim dipengaruhi oleh aliran
dijalankan dengan cara berpikir Sociological Jurisprudence. Sebab
pada aras peraturan/sumber dengan model penalaran hukum
yuridis normatif dan logika. ini, hakim tidak hanya berpikir
Menunjukkan cara berpikir dan sebatas menyesuaikan struktur
model penalaran hukum yang kasus konkret dengan struktur
dilakukan hakim masih sebatas hukum berupa hukum tertulis
pada penafsiran tekstual-otentik saja, melainkan juga memperluas
yang sangat mekanistik dan interpretasi dan konstruksi
legalistik. Hakim tidak berupaya hukum dengan menggunakan
untuk melihat dari pendekatan nilai-nilai di masyarakat dan/atau
lain dalam memutus perkara menggunakan disiplin ilmu lain
ekonomi syariah dengan nonhukum. Sehingga nantinya
menggunakan pendekatan hakim pengadilan agama yang
ekonomi yang dilihat dari segi menghadapi kasus-kasus
nilai (value), kegunaan(utility) dan pengenaan denda ta’zir sebagai
efisiensi (efficiency). Sehingga akibat wanprestasi akad
aspek aksiologis pengenaan denda pembiayaan syariah, dapat
ta’zir dalam Putusan menafsirkan pula dari segi
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg pendekatan ekonomi berupa nilai
hanya sebatas bertujuan sebagai (value), kegunaan(utility) dan
upaya represif atau menghukum efisiensi (efficiency), serta
saja, tanpa mempertimbangkan

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

menggali dari segi maqasid RajaGrafindo Persada,


2001.
syariah.
Christianto, Hwian, “Penafsiran
Hukum “Melanggar
F. Daftar Pustaka
Kesusilaan” dalam
Arief Sidharta, B, Refleksi tentang Undang-Undang Informasi
Struktur Ilmu Hukum: dan Transaksi Elektronik
Sebuah Penelitian tentang (Kajian Putusan Nomor
Fondasi Kefilsafatan dan 265/Pid.Sus/2017/Pn.MT
Sifat Keilmuan Ilmu Hukum R juncto Putusan Nomor
Sebagai Landasan 574K/Pid.Sus/2018
Pengembangan Ilmu junctis Putusan Nomor 83
Hukum Nasional Indonesia, PK/PID.SUS/2019”, Jurnal
Bandung: Mandar Maju, Komisi Yudisial, Volume 14
Cetakan Kedua, 2000. Nomor 1, (April 2021),
https://DOI:10.29123/jy.v
Arief Sidharta, B., “Disiplin 14i1.423.
Hukum: Tentang
Hubungan antara Ilmu E. Savellos, Ellias dan Richard F.
Hukum, Teori Hukum dan Galvin, Reasoning and The
Filsafat Hukum”, Jurnal Law, The Elements,
Pro Justitia, Tahun XX Belmont: Wadsworth,
Nomor 3, (Juli 2002). 2001.

Auda, Jasser, Membumikan Effendi, A’an, “Interpretasi Modern


Hukum Islam Melalui Makna Menyalahgunakan
Maqasid Syariah, Wewenang dalam Tindak
Pendekatan Sistem, Pidana Korupsi”, Jurnal
Bandung: Mizan Pustaka, Yudisial, Volume 12 Nomor
2015. 3, (Desember 2019),
http://dx.doi.org/10.2912
A. Posner, Richard, The Economics 3/jy.v12i3.380.
of Justice, Massachuset:
Harvard University Press, Fadli, Penerapan Denda
1981. Murabahah Menurut Fatwa
Dewan Syariah Nasional”,
___________________, Economic Jurnal Ilmiah Syariah,
Analysis of Law, New York: Volume 16, Nomor 2,
Aspern Publisher, 7th ed, (Desember 2017),
2007. http://dx.doi.org/10.3195
8/juris.v16i2.
B. Hallaq, Wael, Sejarah Teori
Islam, Jakarta: Fatwa Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia

42

Nomor Jurnal Al Iqtisaduna,
04/DSN-MUI/IV/2000 Volume 6 Nomor 2,
tentang Murabahah. (Desember 2020),
Fatwa Dewan Syariah Nasional- http://dx.doi.org/10.2425
Majelis Ulama Indonesia 2/iqtisaduna.v6i2.18117.
Nomor
17/DSN-MUI/IX/2000 M. Friedman, Lawrence, Law and
tentang Sanksi atas Society: An Introduction,
Nasabah Mampu yang New Jersey: Prentice Hal,
Menunda-nunda 1977.
Pembayaran (Denda Ta’zir).
Manan, Abdul, Pembaruan Hukum
Fatwa Dewan Syariah Nasional- Islam Di Indonesia, Depok:
Majelis Ulama Indonesia Kencana, 2017.
Nomor
43/DSN-MUI/VIII/2004 Mertokusumo, Sudikno,
tentang Ganti Rugi (Denda Penemuan Hukum Sebuah
Ta’widh). Pengantar, Yogyakarta:
Penerbit Universitas Atma
Henket, M, Teori Argumentasi dan Jaya Yogyakarta, Cetakan
Hukum, terjemahan B.Arief Kelima, 2014.
Sidharta, Bandung:
Penerbitan Tidak Berkala Mulyana, Ade, “Epistemologi,
No.6 Laboratorium Hukum Ontologi, Dan Aksiologi
Fakultas Hukum Hukum Islam”,
Universitas Katolik Muamalatuna Jurnal
Parahyangan, 2003. Hukum Ekonomi Syariah,
Volume 11 Nomor 1 (Juni
J. Vandevelde, Kenneth, Thinking 2019),
Like a Lawyer: An http://dx.doi.org/10.3703
Introduction to Legal 5.mua.v11i1.3324.
Reasoning, Colorado:
Westview Press, 1996. Muslih, M., “Negara Hukum
Indonesia Dalam Perspektif
Kusumohamidjojo, Budiono, Teori Teori Hukum Gustav
Hukum, Dilema Antara Radbruch (Tiga Nilai Dasar
Hukum dan Kekuasaan, Hukum)”, Jurnal Legalitas,
Bandung: Penerbit Yrama Volume IV Nomor 1, (Juni
Widya, 2016. 2013),
http://dx.doi.org/10.3308
Khomayny, Muchlish dan 7/legalitas.v4i1.117.
Muhammad Wahyuddin
Badullah, “Perlakuan Nur Rianto, M., Pengantar
Denda Pembiayaan Ekonomi Syariah, Teori dan
Berbasis Konsep Al-Adl Praktik, Bandung: Pustaka
Dalam Menjaga Eksistensi Setia, 2015.
Bisnis Bank Syariah”,

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx

Nyazee, Theories of Islamic Law: Syauqoti, Roifatus, “Aplikasi Akad


The Methodology of Ijtihad, Murabahah Pada Lembaga
Islamabad: Islamic Keuangan Syariah”, Jurnal
Research Institute, 1994. Masharif Al-Syariah,
Volume 3 Nomor 1 (2018),
Radbruch, Gustav, http://dx.doi.org/10.3056
Rechtsphilosophie, Sturtgart: K.F. 1/jms.v3i1.1489.
Koehler, 1973.
Umdah Aulia Rahmah, “Konsep
Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi, Dasar- Force Majeur Dalam Akad
dasar Filsafat dan Teori Murabahah dan
Hukum, Bandung: Citra Implementasinya Pada
Aditya Bakti, Cetakan 8, Lembaga Keuangan
2001. Syariah”, Jurnal In
Renaissaince, Volume 4
Seno Adji, Oemar, Peradilan Bebas Nomor 1, (Januari 2019),
Negara Hukum, Jakarta: http://dx.doi.org/10.2088
Penerbit Erlangga, 1980. 5/JLR.vol4.iss1.art7.

S. Gandasubrata, Purwoto, “Tugas Undang-Undang Nomor 3 Tahun


Hakim Indonesia”, Dalam 2006 Tentang Perubahan
Buku, Selo Soemardjan, Atas Undang-Undang
et.al, Guru Pinandita: Nomor 7 Tahun 1989
Sumbangsih Untuk Prof. tentang Pengadilan Agama.
Djokosoetono, S.H.,
Jakarta: Lembaga Penerbit Undang-Undang Nomor 21 Tahun
FE UI, 1984. 2008 tentang Perbankan
Syariah.
Shidarta, Hukum Penalaran dan
Penalaran Hukum: Akar Ura Weruin, Urbanus, “Logika,
Filosofis, Yogyakarta: Penalaran, dan
Genta Publishing, Cetakan Argumentasi Hukum”,
1, 2013. Jurnal Konstitusi, Volume
14 Nomor 2 (Juni 2017),
Sudiyana dan Suswoto, “Kajian http://dx.doi.org/10.3107
Kritis Terhadap Teori 8/jk1427.
Positivisme Hukum Dalam
Mencari Keadilan W. Baude dan S.E. Sachs, “The
Substantif”, Jurnal Ilmiah Law of Interpretation”,
Ilmu Hukum QISTIE, Harvard Law Review,
Volume 11 Nomor 1, Volume 130 Nomor 4,
(2018), (Februari 2017),
http://dx.doi.org/10.3194 https://DOI:10.791147_on
2/jqi.v11i1.2225. line.

44

Wignjosoebroto, Soetandyo,
Sebuah risalah ringkas
“Kriteria dan Pengertian
Hakim DalamPerspektif
Filosofis, Sosiologis dan
Yuridis” bahan diskusi
yang diselenggarakan
dalam rangka Seminar
Nasional bertema “Problem
Pengawasan Penegakan
Hukum di Indonesia”
diselenggarakan oleh
Komisi Yudisial dan PBNU-
LPBHNU di Jakarta 8
September 2006.

Yassir Fauzi, Mohammad dan Vivi


Purnamawati, “Pendekatan
Analysis Economic of Law
Posner Terhadap Konsep
Wasiat Wajibah Dalam
Penyelesaian Sengketa
Waris Beda Agama”, Jurnal
ASAS Volume 12 Nomor 2,
(2020),
http://dx.doi.org/10.2404
2/asas.v12i2.8272.

Zelermyer, William, Legal


Reasoning: The
Evolutionary Process of
Law, Englewood Cliffs:
Prentice Hall, 1960.

Zulkarnaen dan Dewi


Mayaningsih, Hukum Acara
Peradilan Agama di
Indonesia (Lengkap dengan
Sejarah dan Kontribusi
Sistem Hukum terhadap
Perkembangan Lembaga
Peradilan Agama di
Indonesia), Bandung :
Pustaka Setia, 2017.

*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)

Anda mungkin juga menyukai