1 SP
1 SP
Pandecta
http:journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta
Abstract
Judges act as decision makers (legal decision makers) for
concrete cases in the judiciary, so the task of judges cannot
be separated from legal reasoning activities. Judges are
indeed one of the fields of law bearers whose activities are a
lot of legal reasoning. The judge's decision is the result of the
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
2
Perbankan Syariah dilakukan oleh menghadirkan hukum yang
pengadilan dalam lingkungan nantinya akan diterima oleh
Peradilan Agama.” Dituangkannya masyarakat sebagai pencari
ketentuan pada Pasal 49 UU keadilan. Itulah sebabnya tidak
3/2006 ke dalam Pasal 55 ayat (1) keliru bila masyarakat memahami
UU 21/2008, dimaksudkan untuk kekuasaan kehakiman sebagai
menyelaraskan sekaligus tumpuan masyarakat dalam
menegaskan penanganan perkara mencari keadilan, sebagaimana
ekonomi syariah, khususnya yang tercantum pada Pasal 10
bidang perbankan syariah ayat (1) UU 48/2009 bahwa,
merupakan kewenangan atau “Pengadilan dilarang menolak
kompetensi pengadilan agama. untuk memeriksa, mengadili, dan
Tujuan penyelesaian memutus suatu perkara yang
sengketa di Pengadilan Agama diajukan dengan dalih bahwa
sama dengan lembaga peradilan hukum tidak ada atau kurang
lainnya, yaitu melaksanakan jelas, melainkan wajib untuk
kekuasaan kehakiman, berupa memeriksa dan mengadilinya.”
pelenggaraan peradilan guna Menurut Sudikno
menegakkan hukum dan Mertokusumo (Sudikno
keadilan. Tujuan kekuasaan Mertokusumo, 2002), hakim
kehakiman tersebut diuraikan memiliki tugas yaitu: pertama,
lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (1) hakim menerima, memeriksa dan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun mengadili atau memutuskan serta
2009 tentang Kekuasaan menyelesaikan suatu perkara
Kehakiman (UU 48/2009), sampai pada pelaksanaannya,
menyatakan bahwa, “Hakim dan dengan berdasarkan nilai-nilai
hakim konstitusi wajib menggali, keadilan; dan kedua, hakim
mengikuti, dan memahami nilai- mampu melahirkan norma hukum
nilai hukum dan rasa keadilan baru.
yang hidup dalam masyarakat.” Persoalan atau sengketa
Berdasarkan rumusan tersebut perbankan syariah yang kerap
maka tugas hakim adalah diajukan ke Pengadilan Agama
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
4
(Denda Ta’zir), pengenaan denda tampak Di dalam pertimbangan
terhadap nasabah sebagai sanksi hukum yang dibuat majelis hakim
atas keterlambatan pembayaran, pada berbagai putusannya, hakim
harus dibuktikan dengan adanya sama sekali tidak
nasabah yang sebenarnya mampu mempertimbangkan
melakukan pembayaran tetapi ketidakmampuan nasabah
sengaja menunda-nunda membayar karena situasi
pembayaran. Bagi nasabah yang keuangannya yang sedang
tidak/belum mampu membayar bermasalah sehingga nasabah
akibat suatu keadaan yang tidak mampu melakukan
memaksa/force majeur tidak boleh kewajibannya membayar
dikenakan sanksi. Ketentuan ini kesengajaan menunda
diatur pada Diktum Kedua Fatwa pembayaran cicilan pembiayaan
DSN-MUI murabahah. adalah karena
No.17/DSN-MUI/IX/2000. nasabah/tergugat karena ada
Sehingga bagi nasabah yang iktikad buruk atau tidak, serta
melakukan penundaan apakah nasabah mengalami
pembayaran karena keadaan memaksa atau tidak.
ketidakmampuan akibat suatu Salah satunya adalah Putusan
keadaan yang memaksa tidak Hakim Pengadilan Agama
dapat dikenakan denda Purbalingga
keterlambatan sebagai denda No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg.
ta’zir. Hakim dalam membuat
Ketentuan dalam Diktum- putusannya memang memiliki
diktum Fatwa DSN-MUI kebebasan dan keleluasaan dalam
No.17/DSN-MUI/IX/2000 menegakkan hukum dan
seharusnya menjadi dasar bagi keadilan. Hal ini diatur pada Pasal
hakim Peradilan Agama dalam 24 Undang-Undang Dasar Negara
membuat pertimbangan Republik Indonesia Tahun 1945
pemberian sanksi berupa denda (UUD NRI Tahun 1945).
ta’zir. Namun nyatanya terdapat Kebebasan dalam rumusan
putusan hakim Peradilan Agama konstitusi tersebut, memberikan
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
6
lain: aliran hukum alam, aliran Indonesia akan dipengaruhi pula
positivisme hukum, aliran sistem hukum yang berlaku di
utilitarianisme, aliran mazhab Indonesia dan aliran yang
sejarah, aliran sociological mempengaruhi.
jurisprudence, dan aliran realisme Oleh karenanya dalam
hukum. Keenam aliran filsafat artikel ini akan secara khusus
hukum tersebut menjadi arus mengkaji beberapa permasalahan,
utama yang membentuk kerangka antara lain: Fokus masalah dalam
orientasi berpikir yuridis. Oleh makalah ini nantinya akan
karenanya, setiap aliran akan mengkaji mengenai: pertama,
memiliki pola penalaran hukum artikel ini akan menganalisis
tertentu pula (Shidarta, 2013). bagaimana cara berpikir hakim
Ketiga aspek kunci tersebut pada dan model penalaran hukum yang
akhirnya akan meletakkan pola dilakukan oleh hakim dalam
dasar pada model-model putusan mengenai pengenaan
penalaran hukum. Sebenarnya denda ta’zir akibat penunggakan
setiap aliran tidak secara pembayaran cicilan pembiayaan
mendalam menyinggung model murabahah. Kedua, memberikan
penalaran hukum, namun dapat pilihan atau alternatif model ideal
memberikan pengantar mengenai penalaran hukum yang dilakukan
pemahaman aspek ontologis, hakim Pengadilan Agama dalam
aspek epistemologis, dan aspek putusan hukum bidang ekonomi
aksiologis dari setiap model syariah yang berkenaan dengan
penalaran dalam aliran-aliran pengenaan denda ta’zir pada akad
tersebut (Shidarta, 2013). pembiayaan murabahah, sesuai
Penalaran hukum sebagai dengan Pasal 24 Undang-Undang
kegiatan berpikir, juga sangat Dasar Negara Republik Indonesia
dipengaruhi oleh suatu sistem Tahun 1945 (UUD NRI Tahun
hukum yang berlaku di negara 1945).
tersebut. Sehingga untuk Pada kajian artikel ini
menganalisis model penalaran nantinya tidak akan membahas
hukum yang dilakukan hakim di mengenai karakteristik keadaan
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
8
dalam menyelesaikan perkara perspektif maqasid al-syariah
hukum ekonomi syariah. (Jasser Auda, 2015).2
Kajian dari penelitian ini
A. Metode Penelitian bersifat deskriptif analitis. Sebab,
Kajian dalam makalah ini setelah melakukan deskripsi
adalah menilai pertimbangan yang tentang berbagai aspek
dibuat oleh hakim dalam Putusan pendekatan dalam penalaran
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg hukum akan dianalisis berupa
mengenai cara berpikir hakim dan uraian aspek-aspek tersebut
model penalaran hukum yang dalam Putusan Hakim Pengadilan
digunakan hakim dalam Agama Purbalingga Nomor
menghasilkan putusan yang 1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg. Untuk
mengenakan denda keterlambatan bahan kajian mengenai
(denda ta’zir), serta melihat model pemikiran-pemikiran di atas,
ideal penalaran hukum hakim sudah pasti data yang digunakan
pengadilan agama di Indonesia. adalah berupa data sekunder,
Untuk menganalisis cara berpikir yang tentunya terdiri dari bahan-
dan model penalaran hukum bahan hukum, baik primer,
dalam putusan tersebut, maka sekunder, maupun tersier. Bahan
dalam makalah ini menggunakan hukum primer yang digunakan
metode penelitian yuridis adalah beberapa bahan-bahan
normatif, karena kajian yang hukum baik berupa peraturan
diangkat menganalisis dan perundang-undangan maupun
melacak kesesuaian cara berpikir fatwa-fatwa DSN-MUI, dan dasar
dan model penalaran yang yuridis lainnya yang digunakan
digunakan hakim dengan teori- dalam putusan hakim. Bahan
teori hukum dan aliran-aliran hukum sekunder yaitu berupa
filsafat hukum. Penelitian dalam literatur-literatur, baik buku-
makalah ini juga mengkaji tujuan 2
Maqasid al-syariah adalah prinsip-prinsip
majelis hakim mengenakan denda yang menyediakan jawaban untuk pertanyaan-
pertanyaan tentang hukum Islam, atau dapat
keterlambatan (denda ta’zir) dari pula disebut sebagai hikmah dibalik hukum
yang menjadi tujuan-tujuan baik yang ingin
dicapai oleh hukum Islam.
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
10
d. Pola-pola perilaku sosial melalui penafsiran. Hukum
yang terlembagakan,
dipahami tidak terbatas pada
eksis sebagai variabel
sosial yang empirik; dan ketentuan hukum tertulis akan
e. Manifestasi makna-
tetapi hukum tidak tertulis yang
makna simbolik para
pelaku sosial hidup di masyarakat (A’an Effendi,
sebagaimana tampak
2019). Dan , kedua, hakim wajib
dalam interaksi di
antara mereka. menggali dan mengikuti hukum
yang hidup dan rasa keadilan
Uraian mengenai aspek
masyarakat (Hwian Christianto,
ontologis atau apa yang dimaknai
2021). Pada sisi kedua ini,
sebagai hakikat hukum dalam
menunjukkan pentingnya hakim
penalaran hukum di atas, maka
memahami hukum yang hidup di
jika ditarik ke dalam penalaran
masyarakat secara kontekstual
hukum bagi hakim berdasarkan
terkait perkara yang diajukan
Undang-Undang Kekuasaan
kepadanya. Hal ini tidak lepas
Kehakiman atau UU 48/2009,
dari pemahaman bahwa
dapat dimaknai pemahamannya
penafsiran bukan kegiatan
pada Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5
mekanistik yang sederhana, akan
ayat (1) UU 48/2009. Pemahaman
tetapi suatu pedoman atau
aspek ontologis penalaran hukum
standar memuat konsep hukum,
bagi hakim dalam UU 48/2009,
ketentuan hukum, dan
dapat ditafsirkan secara
pemahaman sistem hukum suatu
sistematis, bahwa pertama,
Negara (W. Baude dan S.E. Sachs,
adanya hukum dalam setiap
2017).
perkara yang diajukan oleh
Sumber-sumber hukum
pencari keadilan (Hwian
Islam di lingkungan pPeradilan
Christianto, 2021). Pemahaman
aAgama akan menjadi aspek
ini menandakan hakim sebagai
ontologis yang digunakan dalam
pelaksana kekuasaan kehakiman
kegiatan penemuan hukum yang
memiliki cara pandang berbeda
dilakukan oleh hakim. Pertanyaan
pada hukum yang berlaku di
kemudian yang muncul adalah
Indonesia untuk menemukan ide
apa yang dimaknai sebagai
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
12
atau titah mengenai pelarangan Aspek epistemologis dalam
seseorang untuk makan riba, dan penalaran hukum, menurut
lain sebagainya (Nyazee, 1994). Kenneth J. Vandevelde
Hukum Islam dalam arti fatwa menyebutkan terdapat 5 (lima)
adalah ketentuan-ketentuan yang langkah-langkah, antara lain
merupakan aplikasi dari hukum (Kenneth J. Vandevelde, 1996):
dalam arti syariah dan hukum a. Langkah Pertama:
mengindentifikasi
dalam arti fiqih untuk menjadi
sumber hukum yang
acuan dan menyelesaikan mungkin, biasanya
berupa peraturan
persoalan-persoalan yang terjadi
perundang-undangan
di dalam kehidupan masyarakat dan putusan-putusan
pengadilan (identify the
(Abdul Manan, 2017).
applicable sources of
Aspek epistemologis berupa law);
b. Langkah Kedua:
metode yang dimaksud dalam
menganalisis sumber
konteks penalaran hukum adalah, hukum tersebut untuk
menetapkan aturan
hal-hal yang terkait dengan cara-
hukum yang mungkin
cara penarikan kesimpulan dalam dan kebijakan dalam
aturan tersebut (analyze
suatu proses penalaran hukum.
the sources of law);
Sehingga penalaran hukum dari c. Langkah Ketiga:
mensintesiskan aturan
seorang hakim akan
hukum tersebut ke
direpresentasikan dalam dalam struktur yang
koheren, yakni struktur
rangkaian proses berpikir atau
yang mengelompokkan
bekerjanya hakim pada saat aturan-aturan khusus di
bawah aturan umum
menghadapi suatu kasus konkret
(synthesize the applicable
(Sidarta, 2013). Kajian dari sisi rules of law into a
coherent structure);
atau aspek epistemologis dalam
d. Langkah Keempat:
suatu putusan hakim adalah, menelaah fakta-fakta
yang tersedia (research
untuk melihat bagaimana hakim
the available facts); dan
memaknai hakikat hukum yang e. Langkah Kelima:
menerapkan struktur
dikaitkan dengan aspek ontologis
aturan tersebut kepada
dalam langkah-langkah penalaran fakta-fakta untuk
memastikan hak atau
hukum yang dilakukan.
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
14
hukum yang relevan “We are dealing with human
untuk kemudian mencari beings and not with things.
tahu kebijakan yang We must reasonable. This
terkandung di dalam means that the law and its
aturan hukum itu (the decisions must be supported
policie, underlying those by reasons, they must be the
rules), sehingga products of arbitary action.
dihasilkan suatu To be reasonable does not
struktur (peta) aturan necessarily mean to be
yang koheren; logical. Logic can lead to
d. Menghubungkan injustice, hence we must
struktur aturan dengan guard againts its abusieve
struktur kasus; use.”
e. Mencari alternatif-
alternatif penyelesaian Pemikiran William
yang mungkin; dan
Zelermyer di atas, dapat
f. Menetapkan pilihan atas
salah satu alternatif disimpulkan, bahwa aspek
untuk kemudian
aksiologis dari penalaran hukum
diformulasikan sebagai
putusan akhir. berupa tujuan-tujuan yang ingin
dicapai agar penalaran hukum
Aspek ketiga dalam suatu
tersebut tidak disalahgunakan,
penalaran hukum adalah aspek
sehingga akhirnya justru
aksiologis. Aspek aksiologis
bertentangan dengan prinsip-
adalah aspek yang berhubungan
prinsip hukum itu sendiri.
dengan tujuan dari aktivitas
Tujuan hukum merupakan
penalaran hukum. Diyakini
suatu kehendak yang
bahwa penalaran hukum tidak
menitikberatkan pada arah yang
dilakukan semata-mata untuk
akan dicapai dari berfungsinya
penalaran itu sendiri. Penalaran
hukum. Tujuan hukum berbeda
hukum memiliki misi tertentu
dengan tugas atau fungsi hukum.
yang dapat dikoheren dengan
Menurut Lawrence M. Friedman,
aspek ontologis dan aspek
fungsi atau tugas hukum adalah
epistemologis dari penalaran itu
meliputi pengendalian sosial
sendiri. Menurut William
(social control), penyelesaian
Zelermyer, bahwa aspek aksiologis
sengketa (dispute settlement), dan
dalam penalaran hukum adalah
perekayasaan sosial (social
(William Zelermyer, 1960):
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
16
jumlah masyarakat terbesar. Oleh dengan istilah ushul fiqh. Ushul
karena itu, pendekatan semula fiqh merupakan suatu kegiatan
kualitatif itu pun mulai bergeser pemahaman dan penafsiran
kepada pendekatan kuantitatif hukum berdasarkan tujuan dalam
(Shidarta, 2013). hukum Islam. Tujuan dalam
Kajian aksiologis lainnya hukum Islam dikenal dengan
yang dapat digunakan adalah istilah maqashid
pendekatan economic analysis of al-syariah/maqasid syariah.
law yang dikemukakan oleh Menurut Syatibi, tujuan utama
Richard. A. Posner. Analisa dari syariah atau hukum Islam
aksiologis yang dikemukakan oleh adalah untuk menjaga dan
Posner dengan melihat memperjuangkan 3 (tiga) kategori
pertimbangan-pertimbangan hukum, yaitu: keniscayaan
ekonomi, sehingga keadilan dapat (daruriyat), kebutuhan (hajjat),
menjadi economic standard yang dan kelengkapan (tahsiniat) (Wael
didasari oleh 3 (tiga) elemen B. Hallaq, 2001).
dasar, yaitu nilai (value), Keniscayaan (daruriyat)
kegunaan (utility), dan efisiensi adalah hal-hal esensial bagi
(efficiency). Pendekatan Richard A. kehidupan manusia atau sering
Posner dirasakan tepat digunakan dikatakan sebagai sasaran di balik
untuk mengkaji permasalahan- setiap hukum ilahi, yang terdiri
permasalahan pengenaan denda dari:
ta’zir pada akad pembiayaan a. Melestarikan/
memelihara jiwa;
murabahah, sebab dapat dilihat
b. Memelihara/
sejauh mana ketiga elemen dasar melestarikan keturunan;
c. Melestarikan/
pemikiran Posner menjadi acuan
memelihara kehormatan;
dalam pengenaan denda ta’zir. d. Memelihara/
melestarikan akal;
Penalaran hukum sebagai
e. Melestarikan/
kegiatan berpikir juga dikenal memelihara harta; dan
f. Melestarikan/
dalam bidang hukum Islam.
memelihara agama.
Kegiatan penalaran hukum dalam
hukum Islam lebih dikenal
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
18
makna simbolik para pelaku terompet undang-
undang);
sosial sebagaimana tampak dalam
b. Dalam kasus yang
interaksi di antara mereka. hukumnya atau
undang-undangnya
Sedangkan dalam hukum Islam,
tidak atau belum jelas
hakikat hukum dapat dimaknai maka hakim akan
menafsirkan hukum
atau ditunjukkan dalam beberapa
atau undang-undang
hal, antara lain: syariah, fiqih, melalui cara-cara atau
metode penafsiran yang
hukum syar’i, dan fatwa. Jika
lazim berlaku dalam
dilihat dari apa yang dimaknai ilmu hukum;
c. Dalam kasus dimana
sebagai hukum dari uraian di
terjadi
atas, maka pada dasarnya hakim pelanggaran/penerapan
hukum yang
pengadilan agama di Indonesia
bertentangan dengan
memiliki keluasan hukum yang hukum atau undang-
undang yang berlaku,
dapat digunakan dalam membuat
maka hakim akan
putusan. menggunakan hak
menguji (toetsingrecht
Keluasan hakikat hukum
atau judicial review)
yang telah dipetakan di atas yang dapat berupa
formele toetsing maupun
justru menjadi terbatas jika
materiele toetsing; dan
merujuk pada pendapat Purwoto d. Dalam kasus yang
belum ada undang-
S. Gandasubrata, menurutnya
undang atau hukum
terdapat beberapa hal yang harus yang mengaturnya
maka hakim harus
diperhatikan hakim di Indonesia
menemukan hukumnya
dalam membuat putusan, antara dengan menggali dan
mengikuti nilai-nilai
lain (Purwoto S. Gandasubrata,
hukum yang hidup
“Tugas Hakim Indonesia”, Dalam dalam masyarakat.
Buku, Selo Soemardjan, et.al,
Apa yang telah
1984):
dikemukakan oleh Purwoto S.
a. Dalam kasus yang
Gandasubrata tersebut,
hukumnya atau
undang-undangnya disebabkan pengaruh sistem
sudah jelas, tinggal
hukum yang berlaku di Indonesia.
menerapkan saja
hukumnya (hakim Sistem hukum nasional Indonesia
menjadi corong atau
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
20
yang digunakan oleh hakim di sebagaimana dikutip oleh Budiono
pengadilan agama dalam bidang Kusumohamidjojo (Budiono
ekonomi syariah adalah Kompilasi Kusumohamidjojo, 2016), adalah
Hukum Ekonomi Syariah yang memandang hukum sebagai apa
dikeluarkan melalui Peraturan yang sudah ditetapkan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun (diperintahkan, diputuskan,
2008 (Perma No.2/2008). dilaksanakan, ditoleransi, dan
Uraian-uraian di atas sebagainya), sebagaimana yang
menunjukkan karakteristik hakim dapat dikatakan dalam idiom yang
(termasuk hakim pengadilan modern, bahwa positivisme itu
agama) di Indonesia dalam adalah pandangan yang
menggunakan hukum saat memahami hukum sebagai suatu
menghadapi suatu perkara adalah konstruksi sosial. Pada mulanya
hukum sebagai norma positif hukum positif dipahami sebagai
dalam sistem perundang- segala ketentuan yang
undangan. Maka dari uraian menetapkan akibat hukum dari
tersebut dapat disimpulkan perbuatan manusia sebagaimana
bahwa hakikat hukum atau aspek dihasilkan oleh suatu
ontologis yang digambarkan kesepakatan yang bisa tidak
dalam penalaran hukum oleh tertulis, tetapi semakin lama
hakim yang terbatas pada norma semakin cenderung bersifat
positif dalam sistem perundang- tertulis.
undangan. Positivisme hukum dalam
Model penalaran hukum definisinya yang paling tradisional
yang memaknai hukum sebagai tentang hakikat hukum,
norma positif dapat dikelompokan memaknai norma positif dalam
sebagai model penalaran sistem perundang-undangan. Dari
positivisme hukum. Model segi ontologinya, pemaknaan
penalaran positivisme hukum demikian mencerminkan
adalah model penalaran hukum penggabungan antara idealisme
yang dipengaruhi teori positivisme dan materialisme. Penjelasan
hukum. Positivisme hukum mengenai pernyataan tersebut
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
22
(4) Akad Pembiayaan Murabahah dimaknai secara sempit hanya
No. 51/656-1/10/12 sebagai pada satu aturan hukum yang
hukum positif. Bahkan dalam berlaku saja. Hukum positif dalam
pertimbangannya tidak pula ilmu hukum sebagai objek,
tampak hakim mendasarkan pada dimaknai sebagai hukum yang
Fatwa DSN-MUI No.17/DSN- berlaku di suatu negara tertentu
MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas pada waktu tertentu (hukum yang
Nasabah Mampu yang Menunda- berlaku disini, atau sekarang,
nunda Pembayaran, atau biasa atau ius constitutum). Pada
disebut dengan Fatwa mengenai dasarnya, hukum positif adalah
Denda Ta’zir. sistem konseptual asas-asas
Pembatasan makna hukum, kaidah-kaidah hukum,
hakikat hukum sebatas pada apa dan putusan-putusan hukum
yang tertulis dalam Pasal 5 ayat produk kesadaran hukum dan
(4) Akad Pembiayaan Murabahah politik hukum yang bagian-
No. 51/656-1/10/12 oleh Hakim bagian pentingnya dipositifkan
Pengadilan Agama Purbalingga, oleh pengemban kewenangan
menunjukkan hakim sudah (otoritas) hukum dalam negara
semakin mempersempit yang bersangkutan, serta
pemaknaan hukum atau dimensi lembaga-lembaga hukum untuk
ontologis dalam proses penalaran mengaktualisasikan sistem
hukumnya. Akibat sempitnya konseptual tersebut dan
memaknai aspek ontologis prosesnya. Ditambahkan pula
pengenaan denda ta’zir, maka oleh B. Arief Sidharta, bahkan
hakim mempersempit pula bahan-bahan hukum positif
dimensi epistemologis dan tersebut saat diolah harus selalu
aksiologisnya dalam menarik mengacu pada keadilan dan
kesimpulan. konteks kesejahteraan dan
Perlu diingat menurut kemasyarakatan. Artinya dalam
pendapat B. Arief Sidharta (B. penalaran hukum, aspek ontologis
Arief Sidharta, 2000), bahwa tidak hanya sekedar dimaknai
hukum positif itu tidak dapat sebagai norma dalam perundang-
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
24
Langka fakta-fakta yang
h Uraian ada. Fakta
menurut
Pertam penggugat dan
a 1. Untuk dapat fakta menurut
menganalisis cara tergugat.
penemuan hukum Kedua 1. Hakim melakukan
oleh hakim, pengkualifikasian
adalah dengan dengan
mulai melakukan menerjemahkan
rekonstruksi kasus ke dalam
kasus. Langkah istilah yuridis.
pertama yang Pengkualifikasian
berisi struktur merupakan titik
kasus atau krusial dalam
struktur fakta, penalaran
memang tidak hukum. Fakta-
selalu berjalan fakta yang telah
linear mendahului diformulasikan di
langkah-langkah langkah pertama
berikutnya, tetapi dengan
langkah-langkah memberikan
tersebut justru simbol penggugat
saling adalah penjual
bertumpuan (B. dan tergugat
Arief Sidharta, adalah pembeli,
2000). serta terdapat
2. Terlihat pada objek yang
langkah pertama diperjualbelikan
yang dilakukan dengan cara
oleh hakim dalam menyepakati
pertimbangan harga jual beli
Putusan sekaligus margin
No.1039/Pdt.G/2 keuntungan
014/PA-Pbg ini penjual, dalam
menggunakan bahasa yuridis
logika induktif. menurut syariah
Pada logika fakta-fakta
induktif yang tersebut
terdapat dalam dikualifikasikan
struktur kasus sebagai kegiatan
yang disusun pembiayaan
hakim dapat murabahah.
dilihat bahwa, 2. Pada langkah
hakim melakukan kedua ini hakim
penarikan dalam Putusan
kesimpulan dalam No.1039/Pdt.G/2
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
014/PA-Pbg Agama
memang memiliki Purbalingga
pengetahuan dalam Putusan
mengenai No.1039/Pdt.G/2
kualifikasi 014/PA-Pbg,
perbuatan hukum sebatas pada
tersebut dengan norma atau
mendasarkan kaidah dalam
pada Fatwa DSN- perundang-
MUI No. 04/DSN- undangan dan
MUI/IV/2000 kontrak sebagai
tentang aspek ontologis.
Murabahah. Ketiga 1. Hakim melakukan
3. Kegiatan seleksi sumber-
pengkualifikasian sumber hukum
di tahap kedua ini dan aturan
sebenarnya sudah hukum yang
merupakan relevan untuk
kegiatan dilakukan
penemuan interpretasi
hukum. Sumber hukum.
hukum formal 2. Hakim Pengadilan
yang digunakan Agama
oleh hakim dalam Purbalingga dalam
pertimbangan langkah ketiga
hukumnya, tidak lebih fokus pada
hanya menggunakan
mendasarkan sumber-sumber
pada Fatwa DSN- peraturan tertulis,
MUI No. 04/DSN- sebab dalam
MUI/IV/2000, sumber hukum
tetapi juga Akad berupa peraturan
Murabahah tertulis ditemukan
Nomor : 51/656- aturan (rumusan
1/10/12 serta ketentuan
KUHPerdata. normatif) tertentu
Berdasarkan yang diperkirakan
pembahasan di relevan dengan
sub pembahasan konteks
sebelumnya, permasalahan
memang sumber- yang dihadapi.
sumber hukum 3. Pembacaan teks
formal yang yang dilakukan
digunakan oleh oleh hakim
hakim Pengadilan tentunya
26
dilakukan melalui mendasarkan
penafsiran. pada pendekatan
Penafsiran yang the textualist
dilakukan oleh approach (focus on
hakim mengenai the text) (Ellias E.
denda Savellos dan
keterlambatan Richard F. Galvin,
(denda ta’zir) 2001).
dalam Putusan Keempa 1. Pada langkah
No.1039/Pdt.G/2 t keempat, hakim
014/PA-Pbg, menghubungkan
adalah metode struktur aturan
penafsiran otentik dan struktur
terhadap Akad kasus dengan
Murabahah Nomor penarikan
: 51/656-1/10/12 kesimpulan atau
saja. konklusi secara
4. Hakim tidak dokrinal-deduktif.
melakukan 2. Struktur aturan
penafsiran secara adalah Sanksi
sistematis. yang disebut
Padahal dalam fatwa ini
ketentuan adalah sanksi
mengenai denda yang dikenakan
keterlambatan LKS kepada
(denda ta’zir), nasabah yang
hakim harus mampu
memastikan membayar, tetapi
bahwa nasabah menunda-nunda
bukanlah nasabah pembayaran
yang mampu dengan disengaja.
namun sengaja Nasabah mampu
menunda yang menunda-
pembayaran nunda
sebagaimana di pembayaran
atur dalam Fatwa dan/atau tidak
DSN-MUI mempunyai
No.17/DSN-MUI/I kemauan dan
X/2000. iktikad baik untuk
5. Hakim Pengadilan membayar
Agama hutangnya boleh
Purbalingga dalam dikenakan sanksi.
Putusan Nasabah yang
No.1039/Pdt.G/2 tidak/belum
014/PA-Pbg, mampu
menurut Savellos membayar
dan Galvin, hanya disebabkan force
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
28
putusan yang argumen hakim
paling sesuai dalam Putusan
dengan struktur No.1039/Pdt.G/2
kasus, atau 014/PA-Pbg,
disebut juga mempunyai titik-
dengan putusan. titik berdiri yang
2. Putusan menurut
No.1039/Pdt.G/2 M.Henket sebagai
014/PA-Pbg argumen-argumen
adalah produk bergantung atau
penalaran hukum, tidak bebas
berisi formulasi (afhankelijke
putusan. argumenten).
Formulasi Sebab, argumen
putusan terdapat hakim yang
teknik menyatakan
menguraikan tergugat
pembuktian dikenakan denda
(betoog). Sehingga keterlambatan/
teknik denda ta’zir
menguraikan sebagai titik
pembuktian ini berdiri, dibangun
merupakan oleh 2 (dua)
bagian paling argumen yang
penting menurut saling bergantung
perspektif untuk
penalaran hukum. mendukung titik
3. Menurut berdiri, yaitu titik
M.Henket, suatu berdirinya
uraian tergugat telah
pembuktian melakukan
terdiri dari 2 wanprestasi dan
(bagian), yaitu: a. tergugat sengaja
titik berdiri melakukannya.
(pendirian/standp Sumber: Kajian penulis
unt) dan argumen;
dan b. Titik berdiri berdasarkan literatur
antara
tussenstandpunte
n dan titik berdiri Analisis terhadap langkah-
akhir langkah penalaran hukum yang
(eindstandpunt)
(M. Henket dalam dilakukan oleh hakim dalam
terjemahan B. Putusan
Arief Sidharta,
2003). No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg,
4. Hubungan terlihat jelas model penalaran
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
30
Kepastian hukum sebagai (4) Akad Murabahah Nomor :
aspek aksiologis yang 51/656-1/10/12, yaitu para
diperjuangkan oleh positivisme pihak sepakat apabila pihak
hukum, menghasilkan cara tergugat melakukan ingkar
berpikir yang mengambil sumber janji/wanprestasi akan dikenakan
formal hukum berupa perundang- sanksi berupa denda
undangan. Pencapaian kepastian keterlambatan sebagai denda
hukum pada norma positif ta’zir berupa sejumlah nominal
merupakan bentuk ketegasan yang akan menjadi qardhul hasan.
positivisme hukum yang Hakim sama sekali tidak melihat
menghilangkan persyaratan keadaan kesulitan keuangan yang
koneksitas antara hukum dan menjadi penyebab
moral. Inti dari kepastian hukum ketidakmampuan
adalah kemampuan tergugat/nasabah melunasi
mempersepsikan “an individual kewajibannya. Disamping itu
ought to behave in a certain way” dalam pertimbangan yang dibuat
(Shidarta, 2013). pada Putusan
Permasalahannya adalah No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg,
pencapaian norma positif yang hakim juga tidak
ditegaskan dalam Putusan mempertimbangkan pengenaan
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg, denda ta’zir dengan tujuan
terdapat ketidaktepatan sebagaimana yang diatur dalam
pertimbangan terhadap syarat hukum Islam.
pengenaan denda ta’zir pada akad Hakim harus
pembiayaan murabahah. Sebab memperhatikan dan memenuhi
hakim pada Pengadilan Agama tujuan dikenakannya denda ta’zir
Purbalingga dalam Putusan sebagai sanksi di dalam hukum
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg, Islam. Adapun tujuan denda ta’zir
sangat mempersempit yang harus dipenuhi dalam setiap
penggunaan dasar hukum dalam putusan, antara lain (Muchlish
membuat putusan, hanya semata Khomayny, dan Muhammad
mendasarkan pada Pasal 5 ayat Wahyuddin Badullah, 2020):
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
32
Pengenaan denda ta’zir mengandung maysir,
gharar, haram, riba, dan
pada Putusan
bathil. Sebab dalam
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg juga transaksi tersebut akan
selalu terdapat pihak
sama sekali tidak menelaah pada
yang dirugikan. Dalam
sisi nilai-nilai ekonomi syariah. Di ekonomi Islam harus
terjadi suatu kerja sama
dalam nilai-nilai ekonomi syariah
yang saling
yang menjadi filosofi ekonomi menguntungkan antara
pihak yang bekerja sama.
Islam, terdapat beberapa asas-
3. Asas suka sama suka,
asas yang mendasari. Asas-asas yaitu suatu asas
kerelaan yang
tersebut menjadi kebijakan dasar
sebenarnya, bukan
yang menjadi acuan dalam sistem kerelaan yang bersifat
semu dan seketika.
ekonomi syariah, antara lain (M.
Kerelaan ini harus dapat
Nur Rianto, 2015): diekspresikan dalam
berbagai bentuk
1. Asas keadilan, asas ini
muamalah yang legal
dapat didefinisikan
dan dapat
sebagai keseimbangan
dipertanggungjawabkan.
atau kesetaraan antar
4. Asas tolong menolong,
individu atau komunitas.
merupakan asas yang
Keadilan tidak berarti
menentang perbuatan
kesamaan secara mutlak
eksploitasi dari pemilik
bahwa semua individu
modal kepada kelompok
harus sama rata.
masyarakat yang kurang
Kesetaraan yang mutlak
memiliki akses terhadap
hanya akan menciptakan
modal dan pasar.
ketidakadilan. Keadilan
harus mampu
Pengenaan denda ta’zir pada
menempatkan segala
sesuatu sesuai dengan Putusan
proporsinya. Keadilan
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
termasuk memberikan
kesempatan yang sama sama seperti putusan-putusan
untuk dapat berkembang
hakim pengadilan agama lainnya
sesuai dengan potensi
yang dimiliki. mengenai perkara wanprestasi
2. Asas saling
terhadap akad pembiayaan
menguntungkan, asas ini
dalam ekonomi syariah syariah. Hakim tidak mencoba
melarang transaksi yang
menganalisis pengenaan denda
mengandung unsur-
unsur dilarang, seperti ta’zir dengan kajian analisa
transaksi yang
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
34
konsep dasar ini, konsepsi yang terkait dengan pengenaan denda
dikembangkan oleh Posner ta’zir dalam kegiatan ekonomi
kemudian dikenal dengan the syariah, menunjukkan hakim
economic conception of justice, masih sebatas pada penafsiran
artinya hukum diciptakan dan tekstual-otentik yang sangat
diaplikasikan untuk tujuan utama mekanistik dan legalistiklegalistic,
meningkatkan kepentingan umum terpaku hanya pada satu sumber
seluas-luasnya (maximizing overall saja yaitu Pasal 5 ayat (4) Akad
social utility). The economic Pembiayaan Murabahah No.
conception of justice menjadi 51/656-1/10/12. Sehingga
acuan untuk menilai sampai kebebasan hakim dalam
sejauh mana dampak melakukan penemuan hukum
pemberlakuan suatu ketentuan sebatas pada bahan-bahan yuridis
hukum kepada masyarakat luas. normatif saja. Tidak ada suatu
Dari sini dapat lebih mudah hasil atau pandangan baru dalam
diketahui reaksi masyarakat dan melihat konsep pengenaan denda
kemanfaatan yang mampu ta’zir dari pendekatan ekonomi
diberikan oleh ketentuan hukum, dan kemanfaatannya. Tujuan atau
sebagaimana yang diutarakan aspek aksiologis yang dihasilkan
Posner (Richard A. Posner, 1981): dalam putusan semata-mata lebih
“... we can easily predict mengedepankan aspek kepastian
what reactions people may
hukum seperti yang diperagakan
have to a proposed act by
simply measuring, in oleh model penalaran positivisme
economic terms, how much
hukum.
people will get of what they
desire from the proposed Prioritas utama
act.”
penyelesaian masalah hukum
pada positivisme hukum adalah
Cara Ppenalaran
menekankan pada jaminan
hukumhokum, tepatnya secara
kepastian hukum. Doktrin
epistemologis yang terlihat dalam
kepastian hukum yang
Putusan Hakim
mengajarkan kepada setiap
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
pelaksana dan penegak hukum
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
36
hukum. Tujuan penalaran hukum penalaran hukum positivisme
terhadap pencapaian nilai-nilai yang bersifat top-down. Artinya
keadilan dan kemanfaatan bukan hanya fokus pada aturan yang
menjadi tujuan yang difokuskan ada saja untuk disesuaikan pada
dalam putusan tersebut. strukur kasus. Tetapi hakim perlu
Ada baiknya hakim melakukan model penalaran
Pengadilan Agama saat membuat hukum lainnya yang bersifat
putusan yang berkaitan dengan timbal balik (top-down dan bottom-
bidang-bidang ekonomi syariah, up).
khususnya saat mengenakan Bagian pendahuluan dari
denda ta’zir dalam akad makalah ini telah disinggung
pembiayaan syariah perlu sedikit mengenai macam-macam
menggunakan pendekatan dan model penalaran hukum yang
penggunaan analisa Posner, yang disebabkan pengaruh aliran
dasar pertimbangan hakim filsafat hukum yang
nantinya dapat disusun dengan melatarbelakangi pola atau cara
memperhatikan pertimbangan- berpikir. Salah satunya adalah
pertimbangan ekonomi. Apakah aliran Sociological Juriprudence
pengenaan denda ta’zir tersebut yang menghasilkan model
memiliki nilai, kegunaan, dan penalaran hukum Sociological
efisiensi saat dikenakan kepada Jurisprudence.
para nasabah dengan tidak Sociological Jurisprudence
menghilangkan unsur keadilan adalah model penalaran hukum
Analisa hakim dengan yang lahir dalam sistem hukum
memperhatikan aspek Anglo-Amerika. Sekalipun model
pertimbangan ekonomi dalam penalaran ini telah banyak
membuat putusannya, tentu saja dimodifikasi, khususnya saat
tidak dapat dilakukan bila model sistem hukum lain mencoba
penalaran hukum yang digunakan mengakomodasikannya. Salah
hakim hanya sebatas model satunya adalah Teori Hukum
penalaran hukum positivisme. Pembangunan yang dikemukakan
Sebab karakteristik model
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
38
lainnya yaitu, aliran Hukum positif dibiarkan terbuka untuk
Kodrat dan Utilitarianisme. diinterretasi ulang, sehingga
Kedua, secara metodologis monopoli kebenaran tidak lagi
Sociological Jurisprudence dapat tunggal.
menjembatani disiplin hukum dan Keempat, konsep penalaran
nonhukum. Kemampuan ini hukum Sociological Jurisprudence
dibutuhkan dalam rangka telah diterima dalam sistem
kerjasama multidisipliner dan hukum Indonesia dan menjadi
penciptaan norma baru yang dasar model penalaran Teori
interdisipliner dalam putusan Hukum Pembangunan oleh
hakim. Dalam perkara-perkara Mochtar Kusumaatmadja sejak
bidang hukum ekonomi syariah tahun 1973.
besar ketergantungannya pada Model penalaran hukum
bantuan disiplin ilmu lain, Sociological Jurisprudence
misalnya adalah ekonomi dan menempatkan posisi hakim
keuangan. sebagai pengemban hukum yang
Ketiga, Sociological tidak dapat dilepaskan dari
Jurisprudence merupakan model kegiatan penalaran hukum,
penalaran hukum yang dianggap adalah berada pada posisi tidak
paling moderat. Hal ini perlu selalu berpegang pada
dikarenakan sifat menyajikan sistem hukum positif. Hakim
eklektisme dari banyak teori dapat menyimpang dari sistem
dalam penalaran hukum yang hukum positif dengan menggali
dimiliki Sociological Jurisprudence. nilai-nilai yang hidup dalam
Pola penalaran yang top-down masyarakat atau disiplin ilmu lain
(doktrinal-deduktif) dan pola yang merupakan nonhukum.
bottom-up (nondoktrinal-induktif) Aspek ontologis dalam penalaran
secara simultan hukum yang ideal bagi hakim di
mengharuskannya bekerja keras pengadilan agama dalam konteks
menggunakan teknik-teknik keindonesiaan tidak terlepas dari
penafsiran dan konstruksi hukum landasan filosofis yang menjadi
secara maksimal. Sistem hukum pijakan berpikir, yakni cita negara
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
dan cita hukum Indonesia. Cita ada. Pada aspek aksiologis, model
negara dan cita hukum Indonesia penalaran Sociological
sebagaimana yang tertuang dalam Jurisprudence tersebut akan
Pancasila dan Pembukaan UUD mengangkat nilai-nilai keadila dan
NRI Tahun 1945. Pada aspek kemanfaatan secara simultan,
epistemologis hakim tidak yang kemudian diikuti dengan
terjebak pada pemutlakan kepastian hukum.
penalaran doktrinal-deduktif
semata. Pola ini menunjukkan E. Penutup
bahwa masih adanya sumber- MakalahArtikel ini
sumber hukum yang tidak menyimpulkan, bahwa cara
terakomodasi ke dalam norma- berpikir dan model penalaran
norma positif dalam sistem hukum yang dilakukan oleh
perundang-undangan atau majelis hakim pada Putusan
hukum tertulis. Artinya, setelah Hakim Pengadilan Agama
hakim menemukan pola No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
penalaran doktrinal-deduktif (top- yang mengenakan denda ta’zir
down) maka hakim masih harus akibat penunggakkan cicilan
melanjutkan pola pencarian pembayaran akad pembiayaan
dengan melakukan penalaran murabahah, sangat adalah cara
hukum bottom-up secara simultan berpikir dan model penalaran
dengan mengkritisi terkait dengan positivisme hukum. Hal ini
nilai-nilai di masyarakat dan terlihat pada aspek ontologis yang
disiplin ilmu lainnya. Ini dimaknai oleh hakim dalam
menunjukkan bahwa hakim di Putusan
pengadilan agama tidak hanya No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg
sebatas corong undang-undang hanya sebatas pada Pasal 5 ayat
saja melainkan hakim juga (4) Akad Murabahah Nomor :
bertindak sebagai evaluator atas 51/656-1/10/12. Pada aspek
ketentuan norma-norma yang ontologis demikian menyebabkan
40
aspek epistemologisnya pun tujuan-tujuan lain yang harus
hanya berupa penafsiran otentik dipenuhi dari konsep denda ta’zir
berdasarkan norma positif tertulis dalam hukum Islam.
yang tercantum pada Pasal 5 ayat Model penalaran hukum
(4) Akad Murabahah Nomor : yang ideal digunakan oleh hakim
51/656-1/10/12. Pada putusan pengadilan agama dalam
tersebut, sangat jelas hakim membuat putusan bidang
sebatas melakukan deduksi logis ekonomi syariah, adalah model
peristiwa hukum ke dalam konsep penalaran hukum yang
yuridis hukum. Penalaran hakim dipengaruhi oleh aliran
dijalankan dengan cara berpikir Sociological Jurisprudence. Sebab
pada aras peraturan/sumber dengan model penalaran hukum
yuridis normatif dan logika. ini, hakim tidak hanya berpikir
Menunjukkan cara berpikir dan sebatas menyesuaikan struktur
model penalaran hukum yang kasus konkret dengan struktur
dilakukan hakim masih sebatas hukum berupa hukum tertulis
pada penafsiran tekstual-otentik saja, melainkan juga memperluas
yang sangat mekanistik dan interpretasi dan konstruksi
legalistik. Hakim tidak berupaya hukum dengan menggunakan
untuk melihat dari pendekatan nilai-nilai di masyarakat dan/atau
lain dalam memutus perkara menggunakan disiplin ilmu lain
ekonomi syariah dengan nonhukum. Sehingga nantinya
menggunakan pendekatan hakim pengadilan agama yang
ekonomi yang dilihat dari segi menghadapi kasus-kasus
nilai (value), kegunaan(utility) dan pengenaan denda ta’zir sebagai
efisiensi (efficiency). Sehingga akibat wanprestasi akad
aspek aksiologis pengenaan denda pembiayaan syariah, dapat
ta’zir dalam Putusan menafsirkan pula dari segi
No.1039/Pdt.G/2014/PA-Pbg pendekatan ekonomi berupa nilai
hanya sebatas bertujuan sebagai (value), kegunaan(utility) dan
upaya represif atau menghukum efisiensi (efficiency), serta
saja, tanpa mempertimbangkan
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
42
Nomor Jurnal Al Iqtisaduna,
04/DSN-MUI/IV/2000 Volume 6 Nomor 2,
tentang Murabahah. (Desember 2020),
Fatwa Dewan Syariah Nasional- http://dx.doi.org/10.2425
Majelis Ulama Indonesia 2/iqtisaduna.v6i2.18117.
Nomor
17/DSN-MUI/IX/2000 M. Friedman, Lawrence, Law and
tentang Sanksi atas Society: An Introduction,
Nasabah Mampu yang New Jersey: Prentice Hal,
Menunda-nunda 1977.
Pembayaran (Denda Ta’zir).
Manan, Abdul, Pembaruan Hukum
Fatwa Dewan Syariah Nasional- Islam Di Indonesia, Depok:
Majelis Ulama Indonesia Kencana, 2017.
Nomor
43/DSN-MUI/VIII/2004 Mertokusumo, Sudikno,
tentang Ganti Rugi (Denda Penemuan Hukum Sebuah
Ta’widh). Pengantar, Yogyakarta:
Penerbit Universitas Atma
Henket, M, Teori Argumentasi dan Jaya Yogyakarta, Cetakan
Hukum, terjemahan B.Arief Kelima, 2014.
Sidharta, Bandung:
Penerbitan Tidak Berkala Mulyana, Ade, “Epistemologi,
No.6 Laboratorium Hukum Ontologi, Dan Aksiologi
Fakultas Hukum Hukum Islam”,
Universitas Katolik Muamalatuna Jurnal
Parahyangan, 2003. Hukum Ekonomi Syariah,
Volume 11 Nomor 1 (Juni
J. Vandevelde, Kenneth, Thinking 2019),
Like a Lawyer: An http://dx.doi.org/10.3703
Introduction to Legal 5.mua.v11i1.3324.
Reasoning, Colorado:
Westview Press, 1996. Muslih, M., “Negara Hukum
Indonesia Dalam Perspektif
Kusumohamidjojo, Budiono, Teori Teori Hukum Gustav
Hukum, Dilema Antara Radbruch (Tiga Nilai Dasar
Hukum dan Kekuasaan, Hukum)”, Jurnal Legalitas,
Bandung: Penerbit Yrama Volume IV Nomor 1, (Juni
Widya, 2016. 2013),
http://dx.doi.org/10.3308
Khomayny, Muchlish dan 7/legalitas.v4i1.117.
Muhammad Wahyuddin
Badullah, “Perlakuan Nur Rianto, M., Pengantar
Denda Pembiayaan Ekonomi Syariah, Teori dan
Berbasis Konsep Al-Adl Praktik, Bandung: Pustaka
Dalam Menjaga Eksistensi Setia, 2015.
Bisnis Bank Syariah”,
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)
Pandecta, Volume xxx, Number xxx, Juny 2021, Page xxx
44
Wignjosoebroto, Soetandyo,
Sebuah risalah ringkas
“Kriteria dan Pengertian
Hakim DalamPerspektif
Filosofis, Sosiologis dan
Yuridis” bahan diskusi
yang diselenggarakan
dalam rangka Seminar
Nasional bertema “Problem
Pengawasan Penegakan
Hukum di Indonesia”
diselenggarakan oleh
Komisi Yudisial dan PBNU-
LPBHNU di Jakarta 8
September 2006.
*
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 1]. ISSN: 1907-8919 (Cetak)
**
Alamat korespondensi: [isikan alamat email Penulis 2]. ISSN: 2337-5418 (Online)