Anda di halaman 1dari 8

NAMA : AHMAD RIZKY BATUBARA

NIM : 230301006

FAKULTAS : PERTANIAN, AGROTEKNOLOGI

Tugas 2 ( Individu )

Ketiga mainstream dalam bidang etika sebagaimana diuraikan di atas mewarnai sikap dan perilaku
masyarakat dewasa ini. Anda dipersilakan untuk menelusuri dan menemu kenali (mengidentifikasi) konsep
dan pengertian Eudaemonisme, Hedonisme, Utilitarianisme dalam kehidupan masyarakat di sekitar Anda!
laporkan secara tertulis.

Jawab :

1. Eudacmonisme

Pengertian Eudemonisme berasal dari kata Eudaimonia" yang berarti kebahagiaan. Pandangan ini berasal
dari filsuf Yunani besar, Aristoteles (384-322 S.M). Dalam bukunya Ethika Nikomakheia, ia mulai dengan
menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan. Bisa dikatakan juga, dalam
setiap perbuatan kita ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita. Seringkali kita mencari suatu tujuan
untuk mencapai suatu tujuan lain lagi. Misalnya, kita minum obat untuk bisa tidur dan kita tidur untuk
dapat memulihkan kesehatan. Timbul pertanyaan apakah ada juga tujuan yang dikejar karena dirinya
sendiri dan bukan karena sesuatu yang lain lagi apakah ada kebaikan terakhir yang tidak dicari demi
sesuatu yang lain lagi. Menurut Aristoteles, semua orang akan menyetujui bahwa tujuan tertinggi ini dalam
terminology modern kita bisa mengatakan makna terakhir hidup manusia adalah kebahagiaan
feudaimonial Tapi jika semua orang mudah menyepakati kebahagiaan sebagai tujuan terakhir hidup
manusia, itu belum memerlukan semua kesulitan, karena dengan kebahagiaan mereka mengerti banyak
hal yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan bahwa kesenangan adalah kebahagiaan, ada yang
berpendapat bahwa uang dan kekayaan adalah inti kebahagiaan dan ada pula yang menganggap status
sosial atau nama baik sebagai kebahagiaan. Tapi Aristoteles beranggapan bahwa semua hal itu tidak bisa
diterima sebagai tujuan terakhir. Kekayaan misalnya paling-

paling bisa dianggap tujuan untuk mencapai suatu tujuan lain. Karena itu

masih tetap tinggap pertanyaan: apa itu kebahagiaan?.

Menurut Aristoteles, seseorang mencapai tujuan terakhir dengan menjalankan fungsinya dengan baik.
Tujuan terakhir pemain suling adalah main dengan baik. Tujuan terakhir tukang sepatu adalah membikin
sepatu yang baik. Nah, jika manusia menjalankan fungsinya sebagai manusia

dengan baik, ia juga mencapai tujuan terakhirnya atau kebahagiaan. Apakah fungsi yang khas bagi manusia
itu apakah keunggulan manusia, dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain? Aristoteles menjawab: akal
budi atau rasio. Karena itu manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan secara paling baik
kegiatan-kegiatan rasionalnya. Dan tidak cukup ia melakukan demikian beberapa kali saja, tapi harus
sebagai suatu sikap tetap. Hal itu berarti bahwa kegiatan-kegiatan rasional itu harus dijalankan dengan
disertai keutamaan. Bagi Aristoteles ada dua macam keutamaan keutamaan intelektual dan keutamaan
moral. Keutamaan intelektual menyempurnakan langsung rasio itu sendiri.

Dengan keutamaan-keutamaan moral ini dibahas Aristoteles dengan panjang lebar. Keutamaan seperti
keberanian dan kemurahan hati merupakan pilihan yang dilaksanakan oleh rasio. Dalam hal ini rasio
menentukan jalan tengah antara dua ekstrem yang berlawanan, Atau dengan kata lain, keutamaan adalah
keseimbangan antara "kurang" dan "terlalu banyak". Misalnya, keberanian adalah keutamaan yang
memilih jalan tengah antara sikap gegabah dan sikap pengecut: kemurahan hati adalah keutamaan yang
mencari jalan tengah antara kekikiran dan pemborosan. Keutamaan yang menentukan jalan tengah itu
oleh Aristoteles di sebut phronesis (kebijaksanaan praktis). Phronesis menentukan apa yang bisa dianggap
sebagai keutamaan dalam suatu situasi konkret. Karena itu keutamaan ini merupakan inti seluruh
kehidupan moral.

Sekali lagi perlu ditekankan bahwa tidaklah cukup kita kebetulan atau satu kali saja mengadakan pilihan
rasional yang tepat dalam perbuatan kita sehari-hari Baru ada keutamaan jika kita bisa menentukan jalan
tengah di antara ekstrem-ekstrem itu dengan suatu sikap tetap. Menurut Aristoteles, manusia adalah baik
dalam srti moral, jika selalu mengadakan pilihan- pilihan rasional yang tepat dalam perbuatan-perbuatan
moralnya dan mencapai keunggulan dalam penalaran intelektual. Orang seperti itu adalah bahagia.
Kebahagiaan itu akan disertai kesenangan juga, walaupun kesenangan tidak merupakan inti yang
sebenarnya dari kebahagiaan.

Eudaemonisme yakni aliran filsafat etika yg menafsirkan tujuan manusia sehingga tercapainya
kebahagiaan vang paripurna akibat mekarnva segala potensi manusia. Aristoteles (384-322), dalam
bukunya yang berjudul "Nicomachean Ethics," mencetuskan apa yang disebut sebagai etika
"eudaemonisme" rasional (dari Yunani "eudaemon" yang berarti bahagia). Aristoteles mengatakan bahwa
segala aktivitas hidup manusia terarah kepada kebaikan. Kebaikan yang dikejar itulah yang disebut
kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan cetusan yang paling sempurna, ideal dan rasional dari aktivitas
tindakan manusia. Namun, apa yang disebut sebagai kebahagiaan menurut Aristoteles, bukanlah sesuatu
yang sudah selesai, rampung dan tuntas. Kebahagiaan harus disamakan dengan aktivitas yaitu aktivitas
mencari kebahagiaan. Dengan demikian, etika "cudaemonisme" Aristotelian adalah etika yang
berhubungan dengan rasionalitas manusia

Gagasan "eudaimonia" dalam pemahaman Epicuros, terwujud dalam "kenikmatan" (pleasure), yaitu
kenikmatan yang mengalir dari aktivitas makan dan minum (the roots of all good is the pleasure that comes
from the eating and drinking). Sedangkan menurut kaum Epicurian, kebahagiaan terletak pada aktivitas
dan kepuasan diri yang rendah. Tesis kaum Epicurian, kemudian dilanjutkan oleh Jeremy Bentham (1748-
1832). Bentham mengatakan, bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh dua unsur, yaitu perasaan sakit
dan kenikmatan (pain and pleasure). Pengertian ini mengandaikan sebuah karakter untuk menghindari
penderitaan dan mengejar kenikmatan, yaitu kenikmatan yang terbatas pada aktivitas makan dan minum.

Berbeda dengan Epicuros, Jeremy Bentham dan kaum Epicurian, Aristoteles tidak meletakkan
"eudaimonia" pada "rasa, cita rasa dan kenikmatan." Etika "eudaimonia" Aristoteles lebih mengarah
kepada karakter rasional. Bagi Aristoteles, manusia dengan rasionya (akal budinya), dapat meraih
kebahagiaan bagi hidupnya. Namun, menurut Aristoteles, manusia harus menjalankan aktivitasnya (akal
budinya) menurut keutamaan (virtue) untuk mencapai kebahagiaan, karena aktivitas
yang disertai keutamaan (virtue) dapat membuat manusia bahagia. Kebahagiaan menurut Aristoteles
tidak terletak pada pengertian menikmati hasil atau prestasi, tetapi pada karakter kontemplasi rasional
sebagai suatu aktivitas manusia untuk mengalami pencerahan.

Kebaikan yang dikejar itulah yang disebut kebahagiaan. Dengan kata lain, manusia selalu menginginkan
kebahagiaan dalam hidupnya. Kendatipun ada manusia yang menginginkan penderitaan dalam hidupnya.
hal itu disebabkan oleh karena situasi hidup yang dia hadapi. Artinya, manusia ingin menghindari
penderitaan itu sendiri. Realitas inilah yang terjadi pada bangsa kita sekarang ini, bahwa rakyat hidup
dalam realitas ketidakbahagiaan akibat kelaparan, kemiskinan, kekurangan perhatian pemerintah atas
penderitaan rakyat. Maka dapat disimpulkan bahwa aliran "eudaemonisme ini yaitu lebih mengedepankan
kepentingan Individual (pribadi), kelompok tertentu, daripada kepentingan Bersama".
Maka dari itu apabila aliran cudaemonisme ini dikorelasikan dengan cara beretika yang sesuai dengan
profesinya yaitu sebagai contoh: Rezim Pemerintah Yang Berlandaskan Sistem Pemerintahan Demokrasi

Bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang makmur. Namun, dalam kenyataannya, bangsa kita telah dikuasai
oleh kehausan akan harta, kekuasaan, keserakahan, dan keegoisan. Aneka persoalan memporak-
porandakan bangsa kita bagaikan lingkaran setan menghantui rakyat kecil. Rakyat menderita akibat ulah
pemerintah sendiri yang lebih mengedepankan kebahagiaan individual daripada kebahagiaan bersama.
Maka, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa pada tataran inilah etika "eudaimonia" Aristotelian
berada dalam posisi kenaifan, yaitu ketika pemerintah mengedepankan kebahagiaan individu daripada
kebahagiaan bersama, padahal terminologi kebahagiaan dalam etika "eudaimonisme" Aristotelian perlu
disimak dengan rasionalitas yang baik. Maksudnya, terminologi kebahagiaan dalam Aristotelian, bukan
hanya dimaksudkan pada kebahagiaan individu atau kelompok saja, tetapi juga menyangkut kebahagiaan
bersama. Maka rumusan prinsip pokok faham ini yang seharusnya adalah kebahagiaan bagi diri sendiri
dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles, untuk mencapai cudaemonia ini diperlukan 4 hal
yaitu

a) kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan,

b) kemauaan.

c) perbuatan baik, dan

d) pengetahuan batiniah.

Kebahagiaan bersama tercapai apabila masing-masing pihak menyadari apa arti kebahagiaan dalam hidup
manusia. Namun, persoalan yang kita hadapi adalah justru para penguasa bangsa kita tidak mampu
menciptakan kebahagiaan bersama. Yang terjadi sebaliknya adalah rakyat menderita akibat ulah penguasa
bangsa kita. Penguasa yang sesungguhnya menjadi pendorong untuk menciptakan "eudaimonia" bagi
rakyat, justru berbalik menjadi penghambat kebahagiaan itu sendiri. Rakyat kini terperangkap dalam
kemiskinan akibat kenaikan harga-harga. Tidak kalah pentingnya, rakyat kita semakin menderita, bahkan
kebahagiaan itu semakin menjauh dari harapan ketika apa yang kita miliki disewakan kepada orang lain.

Pengertian Eudaemonisme

Eudaemonisme atau dapat juga dieja eudaimonisme, atau eudemonisme, didalam etika, dapat diartikan
yakni sebagai teori realisasi-diri yang menjadikan kebahagiaan atau juga kesejahteraan pribadi ialah
sebagai yang utama baik bagi manusia.
Kebahagiaan, memang, biasanya itu dianggap sebagai keadaan pikiran yang dihasilkan dari atau menyertai
beberapa tindakan. Tetapi jawaban Aristoteles dalam pertanyaan "Apa itu eudaimonia?" (Yakni, "aktivitas
apa yang sesuai dengan kebajikan"; atau apa yang "kontemplasi").

Pertanyaan itu menunjukkan bahwa baginya cudaimonia bukanlah suatu keadaan pikiran akibat atau
menyertai kegiatan atau aktivitas tertentu tetapi merupakan nama untuk kegiatan atau aktivitas ini sendiri.
"Apa itu eudaimonia?" Lalu pertanyaan yang sama dengan "Apa kegiatan/aktivitas terbaik yang mampu
dilakukan manusia?".

⚫ Pemikiran Aristotelian ("Peripatetic")

Konsep eudaimonia: Kebajikan ini diperlukan walaupun tidak cukup untuk kehidupan cudaimonik: hanya
orang-orang yang cukup beruntung untuk dididik, agak kaya, sehat, serta bahkan cukup tampan dapat
mengejar cudaimonia. Esensi menjadi manusia ialah kemampuan dalam berpikir, serta kehidupan
eudaimonik ialah mengejar keunggulan dalam akal (yang mengarah pada kebajikan).

⚫ Pemikiran Epicurean

Konsep eudaimonia: Kebajikan bukanlah komponen intrinsik dari eudaimonia, tetapi hanya berperan
untuk dapat mencapainya. Tujuan hidup ialah untuk memaksimalkan kesenangan (di dalam jangka
panjang) serta meminimalkan rasa sakit (juga dalam jangka panjang).

Mengejar kebajikan ini membawa kesenangan serta mengurangi rasa sakit, jadi itu ialah salah satu alat
untuk menjadi eudaimon

⚫ Pemikiran Stoic

Konsep eudaimonia: Etika Stoic ialah versi eudaimonisme yang sangat kuat. Kaum Stoa ini membuat klaim
radikal bahwa kehidupan eudaimon merupakan suatu kehidupan yang bermoral baik. Kebajikan moral itu
baik. serta kejahatan moral buruk, serta segala hal lainnya, seperti kesehatan, kehormatan, dan juga
kekayaan.

Oleh sebab itu, para Stoa berkomitmen untuk dapat mengatakan bahwa barang-barang eksternal yakni
seperti kekayaan serta kecantikan fisik tidak seluruhnya baik. Kebaikan moral itu diperlukan sena cukup
untuk cudaimonia.

⚫ Contoh Eudaemonisme

Jika Anda adalah orang tua, Anda harus unggul dalam membesarkan anak- anak Anda; jika Anda seorang
dokter. Anda harus unggul dalam menyembuhkan orang: dan jika Anda seorang filsuf, Anda harus unggul
dalam memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan, dan memberikan pengajaran. Tentu saja, setiap
orang memainkan banyak peran dalam kehidupan, dan dengan unggul dalam semua peran itulah
seseorang mencapai Eudaimonia.

Aristoteles berpendapat bahwa, selain peran spesifik kita (orang tua, dokter, filsuf), semua manusia
berbagi tujuan-satu hal yang kita semua lakukan yang membuat kita menjadi manusia. Untuk mencapai
Eudaimonia sejati, Anda harus unggul dalam hal ini menjadi orang yang bermoral, mengendalikan emosi
Anda. Karena, Aristoteles berpendapat bahwa ini adalah kemampuan manusia yang paling maju dan unik.
Jadi, alih-alih kebahagiaan, Eudaimonia dapat diterjemahkan sebagai: pemenuhan, menjalani kehidupan
(moral) yang baik, pertumbuhan manusia, dan keberhasilan moral atau spiritual.

2. Hedonisme

⚫ Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan
mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang
menyakitkan. Hedonism merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan
merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia

⚫ Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran ini adalah untuk
menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia. Ciri
aliran hedonisme adalah kebahagiaan diperoleh dengan mencari perasaan- perasaan menyenangkan dan
sedapat mungkin menghindari perasaan-

perasaan yang tidak enak.

• Hedonisme merupakan salah satu teori etika yang paling tua, paling sederhana, paling kebenda-
bendaan, dan dari abad ke abad slalu kita temukan. Untuk aliran ini, kesenangan (kenikmatan) adalah
tujuan akhir hidup dan yang baik yang tertinggi. Kaum hedonis modern memilih kata kebahagiaan untuk
kesenangan. Hedonisme pertama-tama dirumuskan oleh Aristippus yang salah menafsirkan ajaran
gurunya. Socrates yang berkata bahwa tujuan hidup adalah kebahagiaan. Aristippus menyamakan
kebahagian dengan kesenangan. Menurutnya, kesenangan berkat gerakan lemah, rasa sakit berkat
gerakan kasar. Kesenangan sesaat yang dinikmati itu yang dihargai. Suatu perbuatan disebut baik jika dapat
menyebabkan kesenangan dan memberi kenikmatan. Kebajikan menahan kita agar tidak jatuh dalam
nafsu yang berlebihan yakni gerakan kasar jadi tidak menyenangkan.

"Hedonism" menurut kamus oxford memiliki makna The highest good

and proper aim of human life. Menurut John Winter dalam bukunya yang berjudul Agar Langkah Hidup
Anda Bahagia, mengatakan bahwa gaya hidup hedonisme diciptakan oleh sebuah zaman di mana zaman
ini telah mendahulukan keinginan yang bersumber dari hawa nafsu. bukan dari pikiran rasional yang nyata.
Maka aliran Hedonisme ini yakni "Hidup yang berisi dengan penuh kesenangan berfoya-foya,
menomorsatukan gengsi, kaum borjuis (eksklusifitas), dan terus menerus dilakukan tanpa memikirkan hal
lain dan memiliki pemikiran bahwa kesenangan yang dilakukan tak lekang oleh waktu, dan mereka yang
melakukan itu hanya bisa menggunakan fasilitas dari kekayaan orangtuanya, dan ciri dari aliran hedonisme
ini bagi yang menjalankan adalah selalu dimanja oleh orangtuanya, bahkan tidak pernah mendapatkan
perhatian dari orangtuanya, karena kesibukan orang tuanya".

Maka dari itu apabila aliran hedonism ini dikorelasikan dengan cara beretika yang sesuai dengan profesinya
yaitu sebagai contoh:

Berprofesi Sebagai Anggota Pembentuk Undang-Undang (Legislator), Maka seorang pembentuk undang-
undang ini seharusnya menkalankan profesinya sesuai dengan kode etik yang telah mengikat dirinya,
contoh pelanggaran dalam kode etik ini yaitu: Hanya dapat melakukan hal-hal kesenangan bagi dirinya
sendiri tanpa memikirkan orang lain disekitarnya yang benar-benar membutuhkan sebuah perubahan atas
suatu kebijakan yang telah dinantikan, dan didalam pemikirannya selalu ada prinsip bahwa "Tercipta
ataupun tidak, berjalan atau tidaknya sebuah produk Undang-Undang yang dihasilkan itu bukan masalah
bagi dirinya", maka banyak sekali produk undang-undang yang selalu tumpang tindih kewenangan, karena
dalam pembentukannya tanpa menyeimbangkan rasio dan hati, hanya berfoya-foya, dan selalu
menggunakan fasilitas yang ada, namun kinerjanya bagi saya pribadi 30%.

Berprofesi Sebagai Penegak Hukum (Hakim)

Adanya konspirasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan, misalkan dengan adanya penyuapan
(korupsi), hal ini selalu terjadi, dan apabila dikalkulasi di Indonesia sering terjadi hal semacam ini persekian
detik, menit, maupun jam. Maka seorang hakim yang seharusnya bersikap subyektif demi keadilan,
akhirnya bersikap obyektif karena adanya kepentingan dengan pihak lain, hal ini telah menyalahi kode etik
profesi yang ia jalankan serta menyalahi hukum di Indonesia.

⚫ Contohnya

makan akan menimbulkan kenikmatan jika membawa efek kesehatan, tetapi makan yang berlebihan akan
menimbulkan badan sakit. Hedonisme memiliki dampak negatif, yang paling banyak terjadi adalah
manusia sibuk mencari kesenangan yang lebih dan lebih sehingga muncul rasa tidak akan pernah puas
dalam dirinya. Dengan tidak pernah puasnya tersebut, manusia yang termasuk dalam golongan hedonis
akan cenderung egois atau mementingkan kepentingan pribadi demi kebahagiaan pribadi pula.

Menurut pendapat saya, hedonisme sudah terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia dewasa ini. Hal
ini dilihat semakin maraknya aksi korupsi massal yang bermunculan karena ingin mendapatkan sesuatu
yang lebih demi memenuhi kepuasan din, seperti belanja tas mahal, mobil mahal yang tujuannya hanya
menaikan gengsi semata. Para koruptor rela mengabaikan norma-norma yang telah dipegangnya demi
tercapainya sebuah kebahagian dirinya sendiri tanpa mementingkan hidup orang lain.

Contoh kasus terbaru terkait hedonisme yaitu peluncuran Blackberry terbaru oleh RIM yang memakan
korban. Para calon pembeli rela antri hanya untuk mendapatkan benda yang satu ini. Padahal yang antri
itu orang kaya dan memegang blackberry juga (versi lama). Apa yang mereka cari?? Mereka mencari
gengsi. Kalau gak punya "apa kata dunia?".

Bandingkan dengan sepeda motor yang dijual di indonesia. Anda akan melihat bahwa banyak varian
sepeda motor. Ada vario, beat, supra dll. Itu juga dibedakan dengan bentuk stiping dan warna yang
bermacam macam (hedonisme).

3. Utilitarianisme

• Utilitarianisme adalah faham atau aliran dalam filsafat moral yang

menekankan prinsip manfaat atau kegunaan (the principle of utility) sebagai prinsip moral yang paling
mendasar. Dengan prinsip kegunaan dimaksudkan prinsip yang menjadikan kegunaan sebagai tolak ukur
pokok untuk menilai dan mengambil keputusan apakah suatu tindakan itu secara moral dapat dibenarkan
atau tidak, teori etika normatif Utilitarisme, yakni Utilitarisme Tindakan dan Utilitarisme Peraturan.
Utilitarisme Tindakan kaidah dasarnya dapat dirumuskan sebagai berikut: "Bertindaklah sedemikian rupa
sehingga setiap tindakanmu itu menghasilkan akibat- akibat baik yang lebih besar di dunia daripada akibat
buruknya," Sedangkan Utilitarisme Peraturan kaidah dasarnya sekarang berbunyi: "Bertindaklah selalu
sesuai dengan kaidah-kaidah yang penerapannya menghasilkan akibat baik yang lebih besar di dunia ini
daripada akibat buruknya,"
• Utilitarisme yakni, bahwa kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga

menghasilkan akibat-akibat sebanyak mungkin dan sedapat dapatnya

mengelakan akibat-akibat buruk. Kebahagiaan tercapai jika ia memiliki

kesenangan dan bebas dari kesusahan. Suatu perbuatan dapat dinilai baik

atau buruk sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan

sebanyak mungkin orang. Menurut prinsip utilitarian Bentham kebahagiaan terbesar dari jumlah orang
terbesar. Prinsip kegunaan harus diterapkan secara kuantitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama
sedangkan aspek kuantitasnya dapat berbeda-beda. Dalam pandangan utilitarisme klasik, prinsip utilitas
adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah jumlah terbesar(the greatest happiness of the greatest number)
Menurut Bentham prinsip kegunaan tadi harus diterapkan secara kuantitatif belaka..

Akhirnya, Bentham mengatakan bahwa keuntungan bagi sebuah filsafat moral berdasarkan prinsip
utilitarian. Mulai dari prinsip utilitarian adalah bersih (dibandingkan dengan prinsip-prinsip moral lainnya).
memungkinkan bagi sasaran dan diskusi publik, dan memungkinkan keputusan dibuat untuk dimana
terlihat konflik (prima facie) keinginan yang legitimate. Selanjutnya, dalam menghitung kenikmatan dan
penderitaan terlibat dalam membawa sebuah masalah aksi (the "hedonic calculus"), ada sebuah
komitmen fundamental terhadap persamaan derajat manusia, Prinsip utilitarian mengandaikan bahwa
"one man is worth just the same as another man" ada garansi bahwa dalam menghitung the greatest
happiness "setiap orang dihitung satu dan tak lebih dari sekali".

Pandangan Jeremy Bentham sangat berbeda, dan dia beragumentasi bahwa "jangan terburu-buru menilai
mana yang baik dan mana yang salah, karena semuanya itu harus ditetapkan dan bertujuan untuk
memberikan kebaikan pada orang yang paling banyak".

Dengan kata lain, Kant menempatkan benar terlebih dahulu, baru yang baik, sedangkan Bentham
menempatkan baik terlebih dahulu, baru benar. Model atau mahzab yang menganut Kant disebut Kantian,
sedangkan model atau mahzab yang dianut Bentham disebut Utilitarianis. Bagi seorang Utilitarianis, dia
akan melakukan pembohongan, dengan alasan menyelamatkan nyawa lebih penting. dan apakah
berbohong itu salah. Utilitarianis akan mengatakan iya itu salah, tetapi menyelamatkan nyawa adalah hal
yang baik untuk dilakukan. Dalam hal inilah, baik dan benar ternyata tidak selalu seiring dan sejalan.
Kesimpulan dari aliran Utilitarisme ini adalah "Teori kebahagian terbesar yang mengajarkan manusia untuk
meraih kebahagiaan (kenikmatan) terbesar untuk orang terbanyak. Karena. kenikmatan adalah satu-
satunya kebaikan intrinsik, dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan intrinsik Oleh sebab itu,
Bentham memperkenalkan prinsip moral tertinggi yang disebutnya asas kegunaan atau manfaat (the
principle of utility). Kekuatan utilitarisme terletak dalam:

1. Rasionalitas tindakannya tindakan harus dipilih dan dipertanggungjawabkan (maka juga menekankan
tanggung jawab) apakah berguna bagi sebanyak mungkin orang atau tidak. Utilitarisme menciptakan
suasana pertanggungjawaban. Segala tindakan moral tidak dapat dikatakan benar, meski sesuai peraturan
abstrak sebelum dipertanggungjawabkan dari akibat-akibatnya terhadap semua pihak.

2. Universalitas akibat atau keberlakuan tindakannya mengatasi egoismetis, utilitarisme berikhtiar


mencapai kebahagiaan semua orang. Utilitarisme menuntut perhatian terhadap semua kepentingan
semua orang yang terpengaruh akibat tindakan itu, termasuk pelaku itu sendiri.
Empat unsur tolok ukur utilitarisme:

1. Mengukur moralitas sebuah peraturan atau tindakan dari akibat- akibatnya.

2. Akibat akibat yang ditimbulkan adalah akibat yang berguna.

3. Nilai utilitarisme adalah (eudemonisme) tindakan yang betul dalam arti moral adalah yang menunjang
kebahagiaan.

4. Utilitarisme menuntut agar kita selalu mengusahakan akibat baik atau nikmat sebanyak-banyaknya.

Maka dari itu apabila aliran utilitarisme ini dikorelasikan dengan cara beretika yang sesuai dengan
profesinya yaitu sebagai contoh:Degradasi Kepercayaan Masyarakat Terhadap Kinerja Pemerintah Saat
IniBermula dari permasalahan dan kondisi masyarakat yang semakin memprihatinkan, penyelesaian
kasus-kasus tidak kunjung selesai berdampak pada demontrasi dan tindakan-tindakan anarkis lainnya. Hal

Anda mungkin juga menyukai