Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Etika Hedonisme Filsafal Ilmu Edukaislam.

com -Pengertian Etika hedonisme dalam


buku-buku etika masuk dalam telologis, (dari kata Yunani telos, tujuan dan logos, kata atau
fikiran), terarah pada tujuan. Etika hedonisme, biasanya dimasukkan ke kelompok teori-teori
egoisme etis, karena mengusahakan kebahagiaan bagi orang yang bertindak itu sendiri
(individualistik). Karena berbicara tentang tindakan baik dan buruk, etika hedonisme juga masuk
dalam teori etika normative. Hedon (diikuti dengan -isme; Hedonisme) berasal dari bahasa
Yunani: hdon, yang berarti nikmat, kegembiraan, kesenangan, kepuasan (pleasure).
Hedonisme menggambarkan berbagai macam pemikiran yang menjadikan kesenangan
sebagai pusat kendali. Hedonisme secara umum bisa menyimpulkan bahwa kesenangan
adalah kebaikan tertinggi. Hedonisme bisa didefinisikan sebagai sebuah doktrin yang
berpegang pada anggapan bahwasanya kebiasaan manusia itu dimotivasi oleh hasrat akan
kesenangan atau kenikmatan dan menghindar dari penderitaan. Hedonisme berangkat dari
pendirian bahwa menurut kodratnya manusia mengusahakan kenikmatan atau kesenangan.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu menghindari rasa sakit, penderitaan, hal-hal
yang menyakitkan lainnya dan sebaliknya mengejar apa saja yang dapat menimbulkan
kesenangan atau kenikmatan. Seseorang dikatakan baik baginya apabila mengusahakan
kenikmatan. Seseorang dikatakan baik bila perilakunya dibiarkan ditentukan oleh pertanyaan
bagaimana caranya agar dirinya memperoleh kenikmatan yang sebesar-besarnya; dengan
bersikap seperti itu ia bukan hanya hidup sesuai dengan kodratnya, melainkan juga memenuhi
tujuan hidupnya. Hedonisme sering muncul sebagai teori yang mau menentang etika-etika
tradisional yang kaku dan kadang-kadang munafik, yang hanya menekankan peraturan saja,
tanpa dapat menjelaskan manfaat peraturan-peraturan itu. Melawan mereka kaum hedonis
bertanya secara provokatif: apa ada yang lebih masuk akal sebagai pedoman hidup daripada
mencari kebahagiaan, dan apakah kebahagiaan kecuali bahwa kita bebas dari penderitaan dan
memperoleh nikmat sebanyak mungkin? Hedonisme atau falsafah cari nikmat sampai sekarang
masih cukup popular di masyarakat bahkan berkembang luas menjadi gaya hidup. Dalam
masyarakat kita, di mana juga banyak orang hidup bagaikan murid setia hedonisme, hedonisme
mempunyai nama buruk dan biasanya dianggap amoral. Kemudian, untuk menilai hedonisme
dengan tepat, perlu kita perhatikan bahwa kebanyakan filosof hedonisme tidak menganjurkan
agar kita mengikuti segala dorongan nafsu begitu saja, melainkan agar kita dalam memenuhi
keinginan-keinginan yang menghasilkan nikmat bersikap bijaksana dan seimbang dan selalu
dapat menguasai diri

Sumber: http://www.edukaislam.com/2016/10/pengertian-etika-hedonisme.html
Tidak dilarang, meng-copy dan menyebarkan seluruh isi dengan tetap mencantumkan

ejarah dan Tokoh Etika Hedonisme Filsafal Ilmu Edukaislam.com - Etika hedonisme merupakan
teori etika yang paling kuno. Munculnya filsafat etika hedonisme sudah ditemukan pada
Aristippos dari Kyrene (sekitar 433-355 S.M.), seorang murid Socrates. Ketika Socrates bertanya
tentang apa tujuan akhir manusia, ia tidak memberikan jawaban. Ia hanya mengkritik jawaban-
jawaban dari pertanyaannya tersebut. Pertanyaannya dijawab Aristippos, bahwa yang sungguh
baik bagi manusia adalah kesenangan. Ia menyamakan kebahagiaan dengan kesenangan. Ia
menekankan lagi bahwa kesenangan harus dimengerti sebagai kesenangan aktual, bukan
kesenangan dari masa lampau dan kesenangan di masa mendatang. Kebahagiaan atau
kenikmatan yang baik dalam arti yang sebenarnya adalah kenikmatan kini dan di sini (sekarang).
Menurut Aristippos kenikmatan hanya bersifat badani, aktual dan individual. Kesenangan juga
perlu dibatasi pada kesenangan yang mudah diraih, bukan yang diupayakan dengan kerja keras.
Aristippos mengajarkan bahwa kesenangan merupakan satu-satunya yang ingin dicari manusia.
Aristippos mengajarkan kenikmatan ada di tanganku, bukannya aku yang ada di tangan
kenikmatan. Selanjutnya jangan sampai terpaku pada peristiwa sekejap, melainkan hendaknya
memandang kehidupan secara menyeluruh, karena yang utama adalah hasil akhir dari
kenikmatan. Mazhab Aristippos juga menampilkan kaum hedonis yang mengajarkan bahwa
tidaklah mungkin manusia selamanya terbebas dari rasa sakit. Salah seorang dari pengikut
Aristippos, Hegesias bahkan mengatakan bahwatujuan tersebut baru akan tercapai setelah mati.
Paham tersebut di atas kemudian muncul kembali setelah Aristoteles pada masa Hellenism.
Ketika itu Yunani dipimpin oleh pemerintahan Alexander Agung. Kekuasaannya melampaui
seluruh wilayahYunani bahkan sampai di kerajaan timur. Sesudah kematian Alexander pada
tahun 323 S.M. kesatuan politik kerajaan Yunani tidak terbatas lagi pada kota-kota Yunani, tetapi
mencakup juga seluruh wilayah yang ditaklukkan Alexander. Helenism, yang berasal dari kata
hellenizein = berbahasa Yunani, adalah roh dan kebudayaan Yunani, yang sepanjang roh dan
kebudayaan itu memberikan ciri-cirinya kepada para bangsa yang bukan Yunani di sekitar
Lautan Tengah, mengadakan perubahan-perubahan di bidang kesusasteraan, agama dan
keadaan bangsa-bangsa itu. Pada zaman ini ada perpindahan pemikiran filsafat, yaitu dari
filsafat yang teoritis menjadi filsafat praktis. Dimana aliran-aliran filsafat yang berkembang pada
masa ini antara lain: Epikurean, Staosisme, dan Skeptisisme. Athena tetap merupakan suatu
pusat yang penting dalam bidang filsafat, namun selain Athena, juga berkembang pula pusat-
pusat intelektual lain, terutama kota Alexandria. Pada masa hellenis, justru tidak banyak muncul
filosof-filosof besar, tetapi pengaruh filsafat sebagai salah satu unsure pendidikan, jauh lebih
luas dari masa sebelumnya. Sekolah-sekolah filsafat di Athena, seperti Akademia dan Lykeion
tetap meneruskan aktivitasnya. Tetapi juga didirikan beberapa sekolah baru. Filsafat terus
berkembang semakin luas menjadi suatu seni hidup. Orang bijak adalah orang yang mengatur
hidupnya menurut akal dan rasionya. Ada banyak aliran, semuanya berusaha menentukan cita-
cita hidup manusia. Ada aliran-aliran yang bersifat etis, yang menekankan kepada persoalan-
persoalan tentang kebijaksanaan hidup yang praktis, ada aliran-aliran yang diwarnai oleh
agama. Namun yang ditekankan pada zaman ini umumnya persoalan etika: bagaimana manusia
harus mengatur tingkah lakunya untuk hidup bahagia. Epikuros dan Stoa termasuk dalam aliran-
aliran yang bersifat etis ini. Epikuros (341-270 S.M) dilahirkan di Samos, tetapi mendapatkan
pendidikan di Athena. Sebagai tokoh masa Hellenisme ia lebih memilih argumen rinci tentang
Hedonisme, melanjutkan dan mengembangkan filsafat etika Aristippos, meskipun untuk sampai
pada teori etikanya ia banyak dipengaruhi oleh teori fisika Demokritos tentang teori atom.
Baginya kesenangan tetap menjadi sumber norma, tetapi tidak sekedar meliputi kesenangan
jasmaniah semata-mata, sebab kesenangan ini akhirnya akan menimbulkan rasa sakit pula.
Misalnya, terlalu banyak makan yang enak akan membuat sakit perut atau penyakit lainnya.
Bagi Epikuros, senang bermakna tidak adanya rasa sakit dalam badan dan tidak adanya
kesulitan kejiwaan. Artinya, lebih mencari argumen yang menghilangkan segala kerisauan jiwa.
Terlampau mengejar nilai kesenangan seperti uang, kehormatan, kekuasaan tidak akan
menimbulkan kepuasan jiwa. Sehingga puncak hedone bagi Epikuros ialah ketenangan jiwa.
Jiwa dapat meninjau kembali peristiwa-peristiwa yang menyenangkan. Jiwa dapat mengatasi
keterbatasan jasmani manusia. Epikurisme merupakan bentuk hedonisme yang bercorak
eudaimonistik. Pandangan bahwa tercapainya kebahagiaan mesti menjadi tujuan kehidupan
manusia dan bahwa oleh karena itu manusia hendaknya hidup dengan suatu cara yang
mendekatkannya pada kebahagiaan tersebut. Etika yang membuat pencaharian kebahagiaan
menjadi prinsip yang paling dasariah disebut eudemonisme (dari kata Yunani eudaimonia,
kebahagiaan). Pertimbangan yang mendasari etika kebahagiaan itu mudah dimengerti:
kebahagiaan adalah tujuan pada dirinya sendiri. Tidak ada yang mengatasinya. Orang yang
sudah bahagia, tidak memerlukan apa-apa lagi. Tampaknya masuk akal kalau kehidupan
diarahkan pada usaha untuk mencapai kebahagiaan. Berbeda seperti yang maksudkan oleh
Aristoteles, bapak peletak dasar filsafat etika. Baginya eudaimonia merupakan suatu keadaan
obyektif. Eudaimonia berarti mempunyai jiwa (daimon) dalam keadaan baik (eu). Epikuros,
dalam konsep etikanya, bermaksud memberikan ketenangan batin (ataraxia) kepada manusia.
Hal ini disebabkan karena ketenangan batin itu diancam oleh ketakutan, yaitu ketakutan
terhadap murka para dewa, terhadap maut, dan terhadap nasib. Bukankah para dewa tidak ikut
campur dalam urusan dunia? Para dewa tidak menjadikan jagat raya dan tidak mengurusinya.
Inilah pengaruh filsafat Demokritos terhadap Epikuros, yaitu tentang gerak atom-atom, satu-
satunya etika yang sesuai dengan materialisme mekanistis. Kaum Epikurean (murid, dan aliran-
aliran Epikuros) adalah penganut kebebasan kehendak. Mereka mau menyelamatkan
kebebasan manusia. Manusia bukan budak takdir, manusia dapat menentukan kehidupannya
sendiri. Mereka juga melawan mitos-mitos keagamaan, ingin mencerahkan manusia,
membebaskannya dari ketakutan-ketakutan terhadap dewa-dewa kematian, pengadilan sesudah
mati, serta neraka. Kaum Epikurean adalah penganut deisme. Karena itu, manusia hendaknya
mengatur hidupnya menurut kebijaksanaanya sendiri. Manusia yang bebas dari ancaman
takhayul dan agama dituntun untuk mencari kebahagiaan. Bagi Epikuros, yang baik adalah yang
menghasilkan nikmat, dan yang buruk adalah yang menghasilkan perasaan tidak enak. Karena
itu, Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan (phronesis). Orang bijaksana adalah seniman
hidup. Ia pandai mempertimbangkan apakah ia memilih nikmat atau rasa sakit. Dapat saja terjadi
bahwa memilih nikmat sesaat menghasilkan penderitaan kemudian, dan memilih perasaan sakit
sesaat meningkatkan kenikmatan jangka panjang. Bukan perasaan-perasaan nikmat yang hanya
sebentar saja yang menentukan apakah kita bahagia, melainkan nikmat yang bertahan selama
seluruh kehidupan. Karena itu, Epikuros menganjurkan manusia selalu menguasai diri. Orang
yang bijaksana tidak akan memperbanyak kebutuhan, melainkan sebaliknya membatasi
kebutuhan-kebutuhannya, agar dengan membatasi diri dapat menikmati kepuasan. Ia akan
menghindari tindakan yang berlebihan. Untuk itu, perlu seni perhitungan (symmetresis) dapat
mempertimbangkan segi-segi positif dan negative sehingga ia dapat memilih apa yang dalam
jangka panjang lebih mendekatkan kita pada ataraxia. Persamaan dan perbedaan pandangan
etika hedonisme antara Aristippos dan Epikuros adalah keduanya mengajarkan teori tentang
kenikmatan (hedone). Adapun perbedaannya bahwa menurut Aristippos kenikmatan badaniah
lebih berbobot dibanding kenikmatan rohani, akan tetapi sebaliknya bagi Epikuros. Aliran
hedonisme dari Yunani kuno timbul kembali pada abad 18 M di Inggris dengan ungkapannya,
bahwa kesenangan yang dianggap penting sebagai hasil dari setiap keputusan tindakan
manusia. Tokoh yang terkenal ialah Jeremy Bentham (1748-1832). Namun Bentham lebih
memperluas lagi filsafat etika hedonisme sebelumnya. Bentham, dalam bukunya An Introduction
to the Principles of Moral Legislation (1780) menulis, Nature has mankind place under
governance of two sovereign matter, pain and pleasure. Its for them alone to point out what we
ought to do, as well as to determine what we shall do. On the other hand the standard of right
and wrong, on the other chain of causes and effects, are fastened to their throne. They govern us
in all we do, in all we say, in all we think. Sikap etis bagi Bentham adalah kemampuan
menghitung dengan cermat rasa senang dan rasa sakit, sebagai hasil perbuatan untuk kemudian
sebanyak mungkin rasa sakit menuju sebanyak-banyaknya rasa senang. Bahkan Bentham
menawarkan konsep hedonistic calculus atau rumus menghitung rasa senang dan sakit.
Ukurannya meliputi tujuh unsure: 1) Intensity, kuat atau lemahnya rasa sakit dan senang, 2)
Duration, panjang atau pendeknya waktu berlakunya rasa sakit atau senang, 3) Certainty,
kepastian akan timbulnya rasa tersebut, 4) Propincuity, dekat atau jauhnya waktu terjadinya
perasaan sakit dan senang, 5) Facundity, kemungkinan rasa sakit dan senang diikuti oleh
perasaan yang sama, 6) Purity, kemurnian dalam arti tidak tercampurnya dengan perasaan
yang berlawanan, 7) Extent, jumlah orang yang terkena perasaan itu. Enam unsur pertama
tentang perbuatan yang menimbulkan rasa senang individual. Unsur ketujuh menjadikan etik
individual menjadi etik sosial. Bentham, dengan hedonistic calculus-nya, memberikan dasar
matematis pada bidang etika yang dapat memberikan arah bagi perbuatan manusia. Bentham
selanjutnya melahirkan etika utilitarianisme sebagai pengembangan dari hedonisme. Ia
merumuskan prinsip utilitarianisme sebagai kebahagiaan yang sebesar mungkin bagi jumlah
yang sebesar mungkin (the greatest happiness for the greatest number). Apa yang dimaksud
dengan kebahagiaan? Menurutnya, kehidupan manusia ditentukan oleh dua tetapan dasar:
nikmat (pleasure) dan perasaan sakit (pain). Karena itu, tujuan moral tindakan manusia adalah
memaksimalkan perasaan nikmat dan meminimalkan perasaan sakit. Ia mengatakan bahwa
kesenangan dan kesedihan seseorang bergantung kepada kebahagiaan dan kemakmuran pada
umumnya dari seluruh masyarakat. Kebaikan moral suatu perbuatan ditentukan oleh
kegunaannya atau kemanfaatannya dalam memajukan kesejahteraan bersama dari banyak
orang. Tujuan dari hidup adalah kebahagiaan yang paling besar bagi jumlah banyak orang.
Aliran utilitarianisme mencapai perkembangan sepenuhnya dalam diri John Stuart Mill (1809-
1873), namun masih dalam pengaruh hedonisme Bentham. Beberapa tuduhan yang ditolak Mill,
antara lain bahwa utilitarianisme memandang kesenangan jasmani sebagai tujuan hidup
manusia dan etika yang egois. Ia menegaskan bahwa yang dituntut oleh utilitarianisme bukan
mengusahakan kebahagiaannya sendiri, melainkan agar manusia mengusahakan kebahagiaan
sebesar-besarnya dari semua orang yang terkena dampak tindakannya. Meskipun etika
utilitarianisme Mill bersifat hedonisticdi mana nikmat diakui sebagai nilai akhir, ia
mempertahankan dan membenarkan kemungkinan untuk bertindak bukan egois, bahkan untuk
berkorban demi orang lain. Mill menyadari bahwa dua hal itu tidak mudah dipertahankan
bersama. Mill menjelaskan kemungkinan yang tampaknya kontradiktif itu dengan bantuan teori
Asosiasi Psikologis. Teori itu sendiri berdasarkan pengandaian bahwa manusia secara kodrati
bersifat social. Ia merasa nikmat jika orang lain nikmat.

Sumber: http://www.edukaislam.com/2016/10/sejarah-dan-tokoh-etika-hedonisme.html
Tidak dilarang, meng-copy dan menyebarkan seluruh isi dengan tetap mencantumkan
sumbernya www.edukaislam.com

ETIKA, HEDONISME, EGOISME


Pengertian Etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah Ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang
merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk jamaknya Mores, yang
berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih
kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral
atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk
pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.

Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti
norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang
baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh
akal.
Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.

Perbedaan Hedonisme dengan Egoisme


Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia
dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-
perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa
kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

Sedangkan Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan


pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoism berarti menempatkan diri
ditengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang
dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah egois. Dia tidak
peduli apa dampak yang orang lain rasakan dari apa yang telah ia lakukan. Yang terpenting
adalah kebahagiannya sendiri.

Terdapat perbedaan yang jelas antara Hedonisme dengan Egoisme. Hedonism dengan egoism
sama-sama ingin mendapatkan kebahagiaan. Akan tetapi, untuk Hedonisme masih
memperdulikan kebahagiaan orang lain, tetapi untuk Egoisme hanya mementingakn diri
sendiri, tanpa peduli dengan kebahagiaan orang lain
Teori Etika: Hedonisme, Utilitarianisme dan Self Realization
Dalam kelas minggu ini, 30 Mei 2014, akan membahas teori etika berikutnya, yakni hedonisme, utilitarianisme
dan self realization. Materi tersebut bersumber dari buku yang sama Reason for Living: a Basic Ethics oleh
Burton F. Porter. Sebagai hasil pembelajaran individu dapat diringkas bahwa:
Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran ini adalah untuk menghindari
kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia. Ciri aliran hedonisme
adalah kebahagiaan diperoleh dengan mencari perasaan-perasaan menyenangkan dan sedapat mungkin
menghindari perasaan-perasaan yang tidak enak. Contohnya adalah makan akan menimbulkan kenikmatan jika
membawa efek kesehatan, tetapi makan yang berlebihan akan menimbulkan badan sakit. Hedonisme memiliki
dampak negatif, yang paling banyak terjadi adalah manusia sibuk mencari kesenangan yang lebih dan lebih
sehingga muncul rasa tidak akan pernah puas dalam dirinya. Dengan tidak pernah puasnya tersebut, manusia
yang termasuk dalam golongan hedonis akan cenderung egois atau mementingkan kepentingan pribadi demi
kebahagiaan pribadi pula.
Menurut pendapat saya, hedonisme sudah terjadi di tengah-tenga masyarakat Indonesia dewasa ini. Hal ini
dilihat semakin maraknya aksi korupsi massal yang bermunculan karena ingin mendapatkan sesuatu yang lebih
demi memenuhi kepuasan diri, seperti belanja tas mahal, mobil mahal yang tujuannya hanya menaikan gengsi
semata. Para koruptor rela mengabaikan norma-norma yang telah dipegangnya demi tercapainya sebuah
kebahagian dirinya sendiri tanpa mementingkan hidup orang lain.
Utilitarianisme adalah faham atau aliran dalam filsafat moral yang menekankan prinsip manfaat atau kegunaan
(the principle of utility) sebagai prinsip moral yang paling mendasar. Dengan prinsip kegunaan dimaksudkan
prinsip yang menjadikan kegunaan sebagai tolak ukur pokok untuk menilai dan mengambil keputusan apakah
suatu tindakan itu secara moral dapat dibenarkan atau tidak. teori etika normatif Utilitarisme, yakni Utilitarisme
Tindakan dan Utilitarisme Peraturan. Utilitarisme Tindakan kaidah dasarnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bertindaklah sedemikian rupa sehingga setiap tindakanmu itu menghasilkan akibat-akibat baik yang lebih besar
di dunia daripada akibat buruknya. Sedangkan Utilitarisme Peraturan kaidah dasarnya sekarang berbunyi:
Bertindaklah selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang penerapannya menghasilkan akibat baik yang lebih besar
di dunia ini daripada akibat buruknya.
Self Realization merupakan sebuah doktrin kuno, pertama kali diungkapkan oleh filsuf Yunani beberapa abad
sebelum Kristus, tetapi telah muncul kembali sebagai teori kontemporer untuk kehidupan yang baik. Menurut
Self-realization, tujuan hidup adalah realisasi yang penuh potensi. Setiap orang memiliki bakat, minat, dan
kemampuan yang dapat mengembangkan dan membuat substansial. Kita harus mengakui kemampuan mereka,
kemampuan mereka untuk menyadari melalui proses introspeksi, dan dengan sengaja bertindak hati-hati
memilih, membuat potensi seseorang menjadi aktualitas. Semakin banyak diri kita merealisasi, semakin baik
kehidupan kita nanti.
Contoh penerapan teori ini dapat dilihat ketika seseorang menjalani psycho test masuk kerja agar dikemudian
hari tidak menysahkan diri sendiri dan bisa mengenali bakat dan potensi diri sehingga bisa memilih bidang apa
yang cocok untuk dirinya.

Anda mungkin juga menyukai