Anda di halaman 1dari 5

KONSEP KEBAHAGIAAN MENURUT ARISTOTELES

1 DEVA BAGUS CAHYA SAPUTRA (22402002)

2 SEFIA FIRGI ANDANI (22402022)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH - FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


ISLAAM - INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI, JAWA TIMUR, INDONESIA

Jalan Sunan Ampel No. 7 Ngronggo, Kec. Kota, Kota Kediri, Jawa Timur 64217

Email: 1 devabagus1994@gmail.com 2 andanisefi773@gmail.com

Abstract :

Happiness is a hope of every individual. Happiness is something that is very desirable for every
human being. Everyone, when asked if they want to be happy or miserable, of course will
choose to be happy, because in essence happiness is the goal of every human life. Broadly,
happiness can be divided into two, namely happiness in material and immaterial forms. The
main question posed is how the meaning of a concept of happiness according to the
philosophers of the ancient Greek era, especially according to Aristotle? Writing this article
aims to answer the main question which is how the concept of happiness according to the
philosopher, Aristotle.

Keywords: Aristotle, Human, Happiness

Abstrak :

Kebahagiaan adalah sebuah harapan setiap individu. Kebahagiaan merupakan suatu hal yang
sangat didambakan setiap manusia. Semua orang bila diberi pertanyaan ingin bahagia atau
sengsara tentu saja akan memilih bahagia, karena pada hakikatnnya kebahagian tujuan hidup
setiap manusia. Secara luas kebahagiaan dapat terbagi menjadi dua yaitu antara bahagia dalam
bentuk materi maupun bukan materi. Pertanyaan utama yang diajukan adalah bagaimana
makna sebuah konsep kebahagiaan menurut para filusuf pada era yunani kuno khususnya
menurut Aristoteles? Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan utama yang
mana adalah bagaimana konsep kebahagian menurut seorang filusuf, Aristoteles.

Kata Kunci : Aristoteles, Manusia, Kebahagiaan


PENDAHULUAN

Setiap langkah manusia selalu dihiasi oleh bermacam-macam harapan dan tujuan. Tujuan dan
harapan itu bisa terdiri dari banyak hal salah satunya adalah kebahagiaan. Bahkan kebahagiaan
seolah-olah telah menjadi semacam harapan atau tujuan yang dicita-citakan oleh semua
manusia secara umum. Peristiwa ini dibarengi dengan adanya realita yang menunjukkan bahwa
manusia akan selalu berusaha untuk menggapai sebuah kebahagiaan dalam menjalani
hidupnya.

Aristoteles pernah mengemukakan pemikirannya tentang arti sebuah kebahagiaan. Menurutnya


kebahagiaan merupakan tujuan hidup, dan bahwasanya usaha untuk mencapai kebahagiaan,
bila dipahami akan menghasilkan suatu perilaku bajik. Dalam segala perbuatannya manusia
mengejar sebuah tujuan . Ia mencari sesuatu yang baik baginya tetapi ada banyak macam
aktivitas manusia yang terarah pada berbagai macam tujuann tersebut. Karena manusia ingin
menggapai tujuan tertinggi baginya yaitu kebahagiaan.

PEMBAHASAN

Aristoteles

Telah 25 abad lamanya berlalu dan ia meninggalkan dunia ini. Tapi masih terkenal sebuah
nama dan pemikirannya. Ia seorang filusuf Yunani Kuno, Aristoteles. Aristoteles merupakan
murid dari Plato sekaligus guru dari Alexander Agung. Ia juga banya menulis berbagai macam
disiplin ilmu hingga dia dianggap menjadi salah seorang dari tiga filusu yang paling
berpengaruh dipemikian Barat.

Aristoteles lahir pada tahun 348 SM di Stagira lebih tepatnya kota disebelah Chalcidie,
Yunani (Dulunya termasuk dalam wilayah Makedonia tengah). Keluarganya sederhana,
ayahnya adalah sebuah tabib pribadi Raja Amyntas dari Maakedonia. Disaat usia 17 tahun, Ia
menjadi murid Plato di akademi yang didirikan plato pada 387 SM. Pada saat itu Plato sudah
sangat tua, dan selama 20 tahun Aristoteles berguru padanya dan Plato akhirnya meninggal.

Beberapa waktu setelahnya, Aristoteles meninggalkan Athena untuk pergi ke Makedonia


dikarekan rasa kesal yang dia rasakan saat di akademi plato dan akhirnya dia menjadi guru bagi
seorang pangeran muda, Alexander Agung. Setelah Alexander tumbuh dewa dan naik tahta
sebagai raja, Aristoteles pulang ke Athena dan mendirikan Akademinya sendiri yaitu Lyceum
yang mana menjadi saingan dari Akademi Plato. Saat raja Alexander meninggal pada tahun
323 SM, terjadi pemberontakan terhadap Kekaisaran Makedonia di Athena. Orang-orang di
Athena menuduh Aristoteles memihak pada Makedonia, karena dianggap sebagai sahabat raja
Alexander. Akhirnya Aristoteles pergi ke Chalcidice dan menghabiskan sisa nafasnya disana
dan meninggal dunia pada 322 SM.

Manusia

Secara umum menurut pandangan Aristoteles mengenai konsep manusia yang bersifat fisik
ilmu mengenai manusia menurut Aristoteles dimasukan kedalam disiplin ilmu fisika yang
kajiannya mencakup hal-hal fisis dan alamiah ,sehingga manusia diselidiki dalam ruang
lingkup hal hal fisik.

Manusia adalah makhluk hidup yang memiliku Psyche / jiwa, maka manusia menjadi
makhluk yang bahagia. Awalnya ia berpendapat bahwasanya antara jiwa dan badan itu tidak
berkesinambungan. Tetapi didalam bukunya “De Anima” ia mengemukakan pendapat yang
berbeda, bahwa jiwa dan badan dianggap sebagai dua aspek yang menyangkut satu subtansi
saja.dua aspek tersebut berkaitan satu sama lain : “materi ” dan “bentuk”,demikian makhluk
fisik yang juga mempunyai Psyche terdiri dari materi dan juga bentuk.

Badan adalah sebuah materi dan jiwa adalah sebuah bentuk. Karena materi dan bentuk
masing-masing mempunyai peran sebagai potensi dan aktus, dapat dikatakan bahwa manusia
adalah sebuah potensi, sedangkan jiwa mempunyai fungsi sebagai aktus. Menurut Aristoteles
jiwa adalah aktus (intelekheiya) pertama dalam sebuah bahan organis. Ia mengatakan, jiwa
termasuk "aktus" pertama karena jiwa adalah aktus paling fundemental. Aktus tersebut
menyebabkan badan menjadi hidup. Sedangkan aktus lain adalah "aktus" kedua. Aktus pertama
adalah sebuah identitas asli, sedangkan aktus kedua satu aktualisasi sebuah bentuk perbuatan,
sifat, dan warna. Dalam keskmoulannya aristoteles mengatakan bahwa jiwa seperti materi akan
musnah. Sebagaimana musnahnya jiwa hewan dan tumbuhan.

Kebahagiaan

Kebahagian telah menjadi suatu tujuan atau cita-cita yang wajib dimiliki oleh semua
manusia. Disamping itu, Aristoteles juga mengatakan bahwa manusia memiliki tujuan yang
perlu dicapai melalui segala perbuatan. Segala tujuan yang disebutkan disini pastilah memiliki
arah untuk tujuan terakhir. Aristoteles menuturkan bahwasanya tujuan terkahir ini disebut
eudaimonia atau kebahagiaan dalam artian well-being.

Eudaimonia disini memiliki arti kesempurnaan yang mengartikan bahwa kebahagiaan


bukanlah sarana melainkan tujuan terakhir manusia. Kebahagiaan tidak dapat didefinisikan
secara subjektif, Apabila seandainya kebahagiaan dapat didefinisikan melalui kondisi-kondisi
subjektif manusia, maka akan terjadi banyak pendefinisian dari kebahagiaan secara berbeda
diwaktu yang berbeda. Misalnya, Orang yang sakit akan mendefinisikan kebahagiaan itu
adalah sebuah kesembuhan, Orang miskin akan menganggap dia bahagia jika ia menjadi kaya,
dan sebagainya.

Oleh karena itulah harus adanya keserasian antara kebahagiaan dengan kebajikan tertinggi
yang merupakan keutamaan terbaik diri manusia. Disinilah rasio dipercayai sebagai bentuk
kemungkinan serta keutamaan tertinggi manusia, kegiatan yang berkaitan dengan pengetahuan,
teoritis, dan kontemplatif, menuntun manusia kepada kebahagiaan sempurna. Hal ini diperkuat
dengan pendapat dari Aristoteles yang mengatakan bahwa kehidupan ini lebih dari sekedar
manusia, karena elemen ketuhanan yang jauh mengatasi susunan alamiah manusia yaitu badan
dan jiwa yang ada dalam kehidupan itu.

Di samping itu Aristoteles juga meyakini bahwa manusia yang menjalani hidupnya dengan
selalu diarahkan oleh kecerdasan, yang mendidik, dan menjaga kecerdasannya adalah manusia
yang dicintai oleh dewa. Para dewa diyakini paling peduli dan senang hati dengan yang paling
baik dan paling serupa dengan mereka, yaitu kecerdasan manusia. Mengingat bahwa manusia
mencintai dan menghormati yang paling penting dan berharga bagi para dewa, diharapkan para
dewa membalas mereka dengan kebaikan.

Demikian, manusia tersebut menjadi pribadi yang paling dicintai para dewa dan karenanya
paling bahagia. Ini menjadi indikasi bahwa para filsuf memperoleh derajat kebahagiaan yang
lebih tinggi dibandingkan siapa pun.Seiring berjalannya zaman, muncul penolakan dari
berbagai pihak mengenai ajaran eudaimonisme Aristoteles. Akan tetapi, pada kenyataanya,
para penolak juga menganut ajaran ini dalam hidup mereka. Oleh karena itu, ajaran Aristoteles
mengenai eudaimonia diakui atau tidak selalu relevan bagi manusia, bahkan hingga saat ini.

Kesimpulan

Setelah mengetahui konsep dari kebahagiaan menurut Aristoteles atau yang sering disebut
eudaimonia, dapat ditarik sebuah garis besar bahwasanya kebahagiaan berorientasi pada dua
macam yaitu secara internalitas dan subjektifitas, Sebuah kebahagiaan tidak melulu bebicara
tentang pemenuhan ekonomi. Kebahagiaan juga dapat ditentukan dengan kondisi jiwa. Dengan
demikian dalam proses pencarian sebuah kebahagiaan diperlukannya jiwa yang baik, dimana
dapat dilihat dari penggunaan rasio atau akal dalam menjalani kehidupannya untuk mencapai
tujuan terakhir yaitu kebahagiaan.
Daftar Pustaka

Gufron Iffan Ahmad,2016,Menjadi Manusia Baik Dalam Perspektif Etika


Keutamaan,YAQZHAN Volume 2, No 1

Hasib Kholil,2019,Manusia dan Kebahagiaan:Pandangan Filsafat Yunani dan Respon Syed


Muhammad Naquid al-Attas,IAI Darullughah Wadda’ah Bangil, Pasuruan: Tasfiyah
Jurnal Pemikiran Islam.

Mohammad Darwis Al Mundzir, Makna Kebahagiaan Menurut Aristoteles,.skripsi: IAIN


Tulungagung, 2015.

Supriyono, Sutono Agus, 2021,Filsafat Manusia Sebagai Landasan Pendidikan


Humanis,Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume X, No 1.

Nugroho Benito Cahyo,2020,Eudaimonia: Elaborasi Filosofis Konsep Kebahagiaan


Aristoteles dan Yuan Noah Harari,Universitas Katolik Parahyangan, Bandung: Focus
Volume 1, No1

Anda mungkin juga menyukai