Anda di halaman 1dari 18

OBAT INOTROPIK

Oleh

Maulana Iqbal (H1AP21012)

Pembimbing

dr. Zulkimaulub Ritonga, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU DAN RS BHAYANGKARA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam manajemen medis darurat pada pasien, terapi obat vasoaktif digunakan untuk
memanipulasi distribusi relatif aliran darah dan mengembalikan perfusi jaringan. Agen-agen i
ni secara klasik dibagi berdasarkan jalur utama aktivitasnya, yang mana terbagi menjadi dua
kelas terpisah : vasopressor dan inotropik.1

Vasopressor mengatur vasokonstriksi dan dengan demikian meningkatkan tekanan dar


ah, sedangkan inotropik meningkatkan kinerja jantung dan dengan demikian meningkatkan c
ardiac output (CO). Fungsi agen vasopressor dan inotropik terutama dengan cara stimulasi res
eptor adrenergik atau dengan proses induksi intraseluler yang meniru titik akhir simpatis (me
ningkatkan cAMP). Banyak obat yang digunakan mempunyai efek yang bervariasi karena akt
ivitas reseptornya yang bercampur baur. Sebagian besar aktivitas tersebut berimbas secara lan
gsung atau tidak langsung terhadap system saraf simpatis dengan efek yang beragam sesuai d
engan kekuatan stimulus dan afinitas reseptor simpatik.1

Obat-obatan yang berefek langsung bekerja dengan cara merangsang reseptor sistem s
araf simpatik, sedangkan obat yang tidak berefek langsung bekerja dengan cara melepas nore
pinefrin, yang akhirnya menghasilkan efek yang dituju. Perbedaan farmakologi dari masing-
masing agent vasopressor dan inotropic ini menjadi pertimbangan pemilihan agent ini dalam
penggKeadaan hemodinamik sangat mempengaruhi fungsi penghantaran oksigen dalam tubu
h dan melibatkan fungsi jantung. Pada kondisi gangguan hemodinamik, diperlukan pemantau
an dan penanganan yang tepat sesuai kondisi pasien. Oleh sebab itu, penilaian dan penangana
n hemodinamik merupakan bagian penting pada pasien, termasuk pasien di ruang rawat inten
sif (intensive care unit/ICU).2

Kardiotonika adalah obat-obat dengan khasiat memperkuat kontraktilitas otot jantung


(efek inotrop positif). Terutama digunakan pada gagal al jantung (dekompensasi) untuk mem
perbaiki fungsi pompanya. Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkanan kontraksi s
i otot jantung (miokardium) dan digunakan untuk gagalal jantung. Kontraktilitas jantung yang
terganggu dapat menurunkan cardiac output sehingga tidak dapat memberikan perfusi maupu
n hantaran oksigen yang cukup ke jaringan. Keadaan tersebut terjadi karena jantung bekerja t
erlalu berat atau karena suatu hal otot jantung menjadi lemah. beban yang berat dapat disebab
kan oleh kebocoran katup jantung, kekakuan katup, atau kelainan sejak lahir dimana sekat jan
tung tidak terbentuk dengan sempurna.5
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Sistem Saraf Otonom dan Neurotransmitter

Sistem Saraf Otonom terdiri dari cabang simpatetik dan parasimpatetik, serat- serat ef
erenn serat- serat eferennya berasal dari nucleus di Sist ya berasal dari nucleus di Sistim Saraf
Pusat (SSP) im Saraf Pusat (SSP). Serat . Serat preganglion simpatetik keluar SSP lewat nerv
us spinalis thorak dan lumbal dan berakhir pada:

A. Ganglia paravertebralis yang terletak sepanjang persambungan ambungan columna ve


rtebralis (truncus simpatetik)
B. Ganglia prevertebralis.

Banyak organ yang dipersarafi baik oleh saraf simpatetik dan parasimpatetik yang ke
duanya mempunyai efek yang berlawanan . Control sistim saraf otonom melibatkan feedback
negatif dan terdapat banyak serat aferen (sensoris) yang menghantarkan informasi ke sentral
di hipotalamus dan medulla. Sentral ini mengendalikan outflow sistem saraf otonom.2

Gambar 1. Symphatetic dan parasymphatetic


Neurotransmitter

Neurotansmiter adalah substansi kimia yang disebut neurohormon. neurohormon. Ia d


ilepaskan pada ujung saraf yang memudahkan transmisi impuls saraf. Dua neurohormon (neo
rotransmiter) dari sistem saraf simpatis adalah epinephrine dan nor- epinephrine. Epinephrine
disekresikan oleh medulla adrenal. Norepinephrine disekresikan sebagian besar pada ujung sa
raf pada ujung saraf serat saraf simpatik, juga disebut adrenergic. Inaktivasi transmitter ini ter
jadi sebagian besar dengan reuptake kedalam ujung saraf.2

Gambar 2. Neurotransmitter

Serat saraf adrenergik memiliki salah satu reseptor alpha (ά) atau beta (β). Obat-obata
n adrenergik bisa bekerja pada hanya reseptor ά , hanya reseptor β, atau pada kedua reseptor
ά dan β. Sebagai contoh phenilephrine (Neo-Synephrine) utama bekerja pada reseptor ά; isop
roterenol utama bekerja pada reseptor β; dan epinephrine beraksi pada kedua reseptor ά dan
β. Apakah suatu obat suatu obat adrenergik adrenergik bekerja pada bekerja pada reseptor res
eptor ά ,β, atau ά dan β menyebabkan variasi respons untuk kelompok obat ini. Reseptor ά d
an β dapat lebih jauh dibagi kedalam reseptor adrenergic ά 1 dan ά 2 dan reseptor adrenergic
β1 dan β2.2
Gambar 3. Dasar Inotropik dalam peranan kontraktilitas jantung

2.2 Definisi Inotropik

Agen inotropik, atau inotropes adalah obat yang mengubah tekanan kontraksi otot jant
ung (detak jantung). Ada dua tipe berbeda obat-obatan inotropik: negatif dan positif. Ada 2 je
nis inotropes: inotropes positif dan inotropes negatif : Inotropes positif menguatkan tekanan d
etak jantung. Inotropes negatif melemahkan tekanan detak jantung dan membuat jantung berd
etak lebih lemah. Keduanya digunakan untuk menangani berbagai kondisi yang mempengaru
hi fungsi jantung. Faktor yang meningkatkan kontraktilitas disebut sebagai aksi inotropik posi
tif. 3

Faktor yang menurunkan kontraktilitas memiliki aksi inotropik negatif. Agen inotropi
k positif biasanya menstimulasi masuknya Ca2+2+ ke dalam sel otot jantung, kemudian akan
meningkatkan tekanan dan durasi dari kontraksi ventrikular. Agen inotropik negatif akan me
mblok pergerakan Ca2+2+ atau mendepresi metabolisme otot jantung. Faktor inotropik positi
f dan negatif termasuk pada aktivitas sistem saraf otonom, hormon, dan perubahan konsentras
i ion ekstraselular. Obat-obat inotropik yang meningkatkan kemampuan kekuatan kontraksi ot
ot jantung. Obat-obat simpatomimetik adalah obat inotropik kuat yang terutama digunakan un
tuk terapi gagal jantung berat pada suasana akut. 3,4

2.3 Agen-Agen Inotropik

a. Epinefrin
Epinefrin adalah simpatomimetik alami dengan aktivitas agonis adrenergic no
nselektif. Epinefrin merupakan katekolamin endogen dengan afinitas tinggi, obat ini d
isintesis, disimpan, dan dilepaskan oleh selsel kromafin medula adrenal sebagai respo
ns terhadap stres fisiologis. Ia berikatan dengan α, β1 (reseptor β dominan di jantung),
dan β2 (reseptor β dominan di paru dan pembuluh darah) reseptor. Epinefrin adalah ag
onis kuat α reseptor dan β1 reseptor dengan aktivitas β2 reseptor yang lebih kuat darip
ada norepinefrin. Epinefrin meningkatkan tekanan arteri rata-rata dengan meningkatk
an curah jantung dan tonus pembuluh darah perifer, sehingga epinefrin digunakan pad
a kondisi syok anafilaktik serta henti jantung. Epinefrin kira-kira 100 kali lipat lebih k
uat sebagai inotropik daripada dobutamin atau dopamin, dan dosis epinefrin rendah 0,
01 hingga 0,1 mcg/kg/menit digunakan untuk meningkatkan curah jantung dan atau la
ju nadi melalui stimulasi kuat reseptor β. Dosis epinefrin yang lebih tinggi (>0,1 µg/k
g/menit) menghasilkan peningkatan vasokonstriksi yang dimediasi α reseptor, menjad
ikannya vasopresor kuat serta efek inotropik mirip dengan kombinasi norepinefrin plu
s dobutamin.Efek β adrenergik lebih dominan pada dosis rendah (0,01-0,05 μg/kg/me
nit), dan efek α1 adrenergik lebih dominan pada dosis lebihtinggi. Tekanan arteri dan
vena paru meningkat melalui vasokonstriksi paru langsung dan peningkatan aliran dar
ah paru. Dosis epinefrin yang tinggi dan berkepanjangan dapat menyebabkan toksisita
s jantung langsung melalui kerusakan dinding arteri koroner, menyebabkan nekrosis d
aerah yang berhubungan dengan kontraksi miokard, dan melalui stimulasi langsung a
poptosis miosit.5

b. Norepinefrin
Norepinefrin adalah katekolamin endogen yang disintesis, disimpan, dan dilep
askan dari neuron simpatis. Neurotransmitter utama sistem saraf simpatis ini dilepask
an dari ujung saraf simpatis postganglionik dan mewakili 10% hingga 20% kandunga
n katekolamin medula adrenal. Norepinefrin memiliki sifat agonis α1-adrenergik dan
β1-adrenergik kuat termasuk peningkatan kronotropik, inotropic tinggi, peningkatan v
asokonstriksi perifer dengan aktivitas β2-adrenergik minimal. Efek hemodinamik nore
pinefrin didominasi oleh vasokonstriksi yang dimediasi oleh reseptor α1 dan peningka
tan resistensi vascular sistemik, sedangkan aktivasi reseptor β1 memberikan efek inotr
opik yang cukup untuk mempertahankan curah jantung. Norepinefrin meningkatkan te
kanan darah sistolik dan diastolik terutama karena peningkatan resistensi vaskular sist
emik. Curah jantung tidak meningkat karena peningkatan resistensi terhadap ejeksi ve
ntrikel. Denyut jantung tidak berubah atau sedikit menurun akibat kompensasi dari ba
roreseptor aktivitas vagal. Aliran darah renal, mesenterik, splanchnic, dan hepatic ber
kurang. Norepinefrin meningkatkan
resistensi pulmonary vascular resistance (PVR), mungkin akibat vasokonstriksi aktivi
tas reseptor α. Sebagai vasopressor, potensi norepinefrin sedikit lebih rendah daripada
epinefrin, namun sekitar 100 kali lipat lebih kuat daripada dopamin, dan kira-kira 3 sa
mpai 5 kali lebih kuat daripada fenilefrin untuk meningkatkan MAP. Dosis norepinefri
n > 0,5 hingga 1 µg/ kg/menit dianggap tinggi, tetapi tidak ada dosis maksimum norep
inefrin yang ditetapkan untuk syok refraktori. 4,5
Norepinefrin adalah vasopressor lini pertama untuk semua bentuk syok denga
n hipotensi berat, termasuk syok kardiogenik, syok tidak diketahui penyebabnya, serta
syok vasodilator/septik.Dosis infus norepinefrin dosis tinggi dapat menyebabkan iske
mia mikrovaskular, terutama di ginjal, splanknik, dan perifer, efek ini akan bertambah
berat pada pasien dengan penyakit pembuluh darah perifer atau ginjal kronis. Selain it
u, aritmia ventrikel dan nekrosis miokard langsung dapat terjadi tergantung dosis. 5,6

c. Dobutamin
Dobutamin adalah katekolamin sintetik dengan afinitas kuat pada reseptor β1
dan β2, dengan rasio ikatan masing-masing sebesar 3: 1. Dobutamin merupakan inotr
opik poten yang bekerja pada miokardium dengan menstimulasi reseptor β1-adrenergi
k, meningkatkan kontraktilitas, dan pada otot polos, bekerja pada reseptor β2- adrener
gik untuk menyebabkan vasodilatasi. menghasilkan peningkatan inotropi dan
kronotropi (menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen miokard) dan penurunan se
dang resistensi pembuluh darah perifer. Efek dobutamin pada dosis lebih tinggi (10-15
µg/kg/menit) menimbulkan efek peningkatan tekanan darah. Dosis hingga 15 µg/kg/m
enit meningkatkan kontraktilitas jantung tanpa memengaruhi resistensi perifer, mungk
in akibat efek penyeimbang dari vasokonstriksi reseptor α1-adrenergik dan vasodilata
si reseptor β2-adrenergik. Efek vasokonstriksi makin meningkat pada dosis infus yang
lebih tinggi.5
Dobutamin menghasilkan peningkatan laju jantung tergantung dosis, dosis ren
dah (hingga 5 µg/kg/menit) meningkatkan stroke volume melalui efek inotopik tanpa
peningkatan laju jantung yang signifikan, dosis >10 µg/kg/menit menghasilkan takika
rdia yang memburuk dengan peningkatan minimal curah jantung akibat stroke volume
menurun dari penurunan waktu pengisian diastolik.Dobutamin adalah inotrop yang le
bih sering digunakan untuk pasien akut tidak stabil seperti syok kardiogenik karena w
aktu paruh singkat dan onset cepat memungkinkan perbaikan segera pada curah jantu
ng dan dapat dititrasi secara cepat. Pada pasien gagal jantung kongestif, efek utama do
butamine adalah peningkatan kontraktilitas miokard dan ejeksi ventrikel yang dimedia
si oleh efek reseptor β1-adrenergik. Berbeda dengan epinefrin atau dopamin, dobutam
in umumnya menurunkan resistensi vaskular sistemik dengan kombinasi vasodilatasi l
angsung dan penurunan refleks tonus vaskular simpatis. Ini mungkin diimbangi denga
n peningkatan curah jantung, menyebabkan tidak ada perubahan atau penurunan tekan
an arteri rata-rata. Dobutamin umumnya mengurangi tekanan pengisian jantung dan re
sistensi pembuluh darah paru.5

d. Dopamin
Dopamin adalah katekolamin alami yang menstimulasi reseptor β1-dan α1-adr
energik, serta reseptor dopamine vaskular. Pada konsentrasi plasma rendah, dopamine
bertindak terutama pada reseptor D1 pembuluh darah ginjal serta mesenterika, mengh
asilkan vasodilatasi akibat hasil peningkatan laju filtrasi glomerulus, aliran darah ginj
al, ekskresi Na+, dan keluaran urin. Dosis rendah juga dapat menurunkan SVR. Dosis
lebih tinggi secara langsung merangsang reseptor β1 dan meningkatkan pelepasan nor
epinefrin dari terminal saraf simpatis untuk meningkatkan kontraktilitas miokard, den
yut jantung, tekanan darah sistolik, dan tekanan nadi. Tekanan darah diastolik menimb
ulkan efek minimal, namun resistensi pembuluh darah paru dapat meningkat. Pada do
sis tinggi, stimulasi reseptor α1-adrenergik lebih mendominasi, menghasilkan vasokon
striksi perifer umum.5,7
Secara umum dosis 0,5 hingga 3 μg/kg/menit merangsang terutama reseptor D
1-Dopamin, 3 hingga 10 μg/kg/menit merangsang terutama reseptor β1, sehingga me
miliki efek inotropic dan kronotropik dengan meningkatkan MAP, laju jantung, stroke
volume, serta curah jantung, dan dosis lebih besar dari 10 μg/
kg/menit terutama akan merangsang reseptor α-adrenergik menyebabkan vasokonstrik
si dan meningkatkan MAP dengan makin meningkatkan SVR. Namun, efek hemodina
mik dopamin sulit diprediksi secara klinis berdasarkan pedoman dosis empiris ini. Do
pamin dosis ginjal sering digunakan dengan pemberian infus dopamin dosis rendah
(1-3μg/kg/menit) sebagai pengobatan atau pencegahan gagal ginjal akut dengan tujua
n stimulasi selektif reseptor D1. Hal ini menyesatkan dan merupakan konsep usang, ef
ek dopamin bahkan dalam dosis rendah tidak terbatas pada ginjal saja. Meskipun dosi
s rendah dopamin meningkatkan aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, dan keluaran
urin, banyak penelitian seperti Australian and New Zealand Intensive Care Society (A
NZICS) Clinical Trials dan meta-analisis mengenai peran dopamin dosis ginjal telah
gagal menurunkan insidens gagal ginjal.4,5
e. Milrinon
Milrinon adalah Phosphodiesterase III inhibition (PDE3), dan karenanya meru
pakan inodilator noncatecholamine sintetik. Milrinon merupakan agen inotropik posit
if dan vasodilator perifer. Dengan menghambat PDE3, yang akan meningkatkan cycli
c adenosine monophosphate (cAMP), menyebabkan peningkatan pemasukan kalsium
ke dalam miosit jantung yang padaakhirnya meningkatkan kontraktilitas miokard. Pad
a otot polos vaskular, peningkatan cAMP terutama meningkatkan pembuangan kalsiu
m dari sel otot polos pembuluh darah, menyebabkan relaksasi dan vasodilatasi.22 Mil
rinon tidak seperti agen katekolaminergik lainnya, milrinon tidak meningkatkan laju j
antung, sehingga menguntungkan dengan tidak meningkatkan konsumsi oksigen miok
ard.18 Milrinon juga memiliki sifat lusitropik yang dapat meningkatan fungsi diastoli
k.22 Berdasarkan rendahnya hasil uji coba head-to-head, tidak ada referensi untuk mil
rinon dibandingkan dobutamin pada sebagian besar pasien.22 Milrinon merupakan jen
is obat inotropik yang lebih disukai pada pasien yang mengonsumsi obat penyekat β-a
drenergik, karena tidak menggunakan reseptor b-adrenergik untuk mendorong kontrak
tilitas jantung, tidak seperti inotropic lain dobutamin dan dopamin.22 Milrinon, melal
ui peningkatan cAMP, dapat mengurangi tekanan arteri pulmonalis melalui mekanism
e vasodilator dan, oleh karena itu, dapat meningkatkan fungsi ventrikel kanan. Dalam
studi Outcomes of Prospective Trial of Intravenous Milrinone for Exacerbations of C
hronic Heart Failure (OPTIME-CHF), tidak ada peranan milrinon intravena sebagai t
ambahan terapi standar pasien rawat inap dengan eksaserbasi gagal jantung.5
Sebagian besar studi klinis milrinon menggunakan dosis awal
dan maintenance 0,5 μg/kg/menit, dosis awal yang lebih rendah lebih sering digunaka
n dalam praktik klinis. Waktu paruh milrinone dapat meningkat dari 2 - 3 jam menjadi
hingga 4-6 jam pada pasien gagal ginjal, sehingga membutuhkan pengurangan dosis u
ntuk nilai creatinine clearance <50 mL/menit dan mewaspadai insufisiensi ginjal lebi
h lanjut akibat risiko akumulasi obat. Pada pasien hemodinamik stabil dengan gagal ja
ntung dekompensasi, milrinon 0,5 μg/kg/menit meningkatkan angka hipotensi dan tak
iaritmia tanpa meningkatkan hasil klinis dibandingkan plasebo, dengan peningkatan ri
siko kematian pada pasien dengan kardiomiopati iskemik. Kombinasi milrinon denga
n agonis reseptor β1-adrenergik langsung dapat secara aditif meningkatkan curah jant
ung pada pasien dengan fungsi jantung yang sangat terganggu.5

f. Levosimendan
Levosimendan adalah obat sensitisasi kalsium yang banyak digunakan di Erop
a tetapi belum disetujui di Amerika Serikat.22 Levosimendan meningkatkan sensitivit
as troponin C terhadap kalsium intraseluler, sehingga meningkatkan inotropi dan lusitr
opi jantung.22 Levosimendan juga menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh darah
dan vasodilatasi koroner dan perifer dengan cara membuka adenosis triphosphate (AT
P) pada otot polos.22 Levomisendan juga memiliki beberapa aktivitas penghambat P
DE-3. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penghambatan PDE-3 mungkin bertang
gung jawab atas sebagian besar efeknya.Levosimendan adalah inotrop terbaru untuk p
engobatan gagal jantung akut. Efek Levosimendan tergantung dosis dan efektif pada p
rofil hemodinamik pasien gagal jantung, efek metabolik aktifnya dapat bertahan hingg
a lima hari setelah penghentian obat.18 Dalam sebuah studi Randomized Multicenter
Evaluation of Intravenous Levosimendan Efficacy II (REVIVE II), kelompok levosim
endan memiliki perbaikan gejala yang cepat dan pengurangan kadar peptida natriureti
k jika levosimendan ditambahkan ke pengobatan standar, tetapi dengan risiko kematia
n yang jauh lebih tinggi.27 Studi LEvosimendan in Acute heart Failure following myo
cardial infarction (LEAF) menilai efikasi levosimendan dibandingkan dengan plasebo
pada pasien yang menjalani percutaneous coronary intervention (PCI) primer setelah
AMI yang memiliki komplikasi gagal jantung menunjukkan perbaikan kontraktilitas
miokard, tetapi tidak ada penurunan angka mortalitas. Sembilan pasien dalam percoba
an ini memiliki kondisi syok kardiogenik, tetapi tidak ada perbedaan signifikan denga
n pasien lain.5

g. Vasopresin
Vasopresin adalah hormon yang berikatan dengan reseptornya sendiri. Vasopre
sin bekerja pada reseptor otot polos V1 dan oksitosin. Pengikatan reseptor V1 menyeb
abkan vasokonstriksi karena kontraksi otot polos pembuluh darah, sementara stimulas
i V2 meningkatkan reabsorpsi air bebas ginjal. Dalam keadaan sehat, vasopresin dilep
askan dari hipofisis posterior sebagai respons terhadap rangsangan osmotik, kemorese
ptor, dan baroreseptor. Secara keseluruhan, stimulasi vasopresin cenderung menyebab
kan vasokonstriksi, tetapi respons tergantung lokasi reseptor dan konsentrasi vasopres
sin di sekitarnya. Vasopresin memodulasi fungsi otonom melalui aktivasi reseptor V1
batang otak dan dapat memodulasi status endokrin akibat merangsang pelepasan horm
on adrenokortikotropik melalui reseptor V3.29 Triglikil vasopresin atau terlipresin me
rupakan prodrug yang secara perlahan terdegradasi oleh hati dan ginjal menjadi lysine
vasopressin, memberikan durasi kerja yang lebih lama secara signifikan setelah pemb
erian bolus intravena dibandingkan jenis arginine vasopressin (aVP).
Terlipresin memiliki selektivitas yang lebih besar untuk reseptor V1 vaskular t
etapi selektivitas lebih sedikit untuk reseptor V2 pada tubular ginjal.29 Vasopresin me
nyebabkan lebih sedikit efek vasokonstriksi koroner dan serebral langsung daripada k
atekolamin, tergantung dosis dalam meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pe
ningkatan refleks tonus vagal. Peningkatan modulasi vasopressin pada sensitivitas pe
mbuluh darah terhadap norepinefrin akan menambah efek vasopressor dari vasopressi
n.19 Agen ini juga dapat secara langsung memengaruhi mekanisme patogenesis vasod
ilatasi, melalui penghambatan saluran kalium ATP yang diaktifkan, pelemahan produk
si nitrit oxide, dan pembalikan downregulasi reseptor adrenergik.Vasopresin diberikan
secara infus intravena secara terus-menerus. Berdasarkan penelitian, dosis rekomenda
si pada kondisi hipotensi adalah 0,01-0,04 unit/menit, di mana adanya peningkatan ko
mplikasi jantung jika dosis di atas 0,04 unit/menit

Tabel 1 . Obat-obat inotropic pada syok kardiogenik


2.4 Cara Kerja

Agen inotropik mempengaruhi kontraksi otot jantung. Inotropes positif menstimulasi


dan meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan detak jantung meningkat. A
gen inotropik negatif melemahkan tekanan kontraksi otot. Keadaan inotropic tergantung pada
jumlah kalsium pada sitoplasma dinding otot jantung, kontraktilitas jantung tergantung pada
kontrol kalsium intraselular, contoh kontrol pemasukan kalsium ke dalam membran sel dan p
enyimpanan kalsium pada retikulum sarkoplasma. Faktorfaktor utama kontrol pemasukan kal
sium adalah aktivitas saluran kalsium voltage gated dan ion-ion sodium, yang mempengaruhi
pergantian ion kalsium/sodium. Salah satu faktor paling penting yang mempengaruhi kekuata
n kontraksi otot jantung adalah tingkat kalsuim di dalam sel otot jantung. Kalsium adalah sala
h satu dari elektrolit yang paling
umum di tubuh manusia, sementara elektrolit lain yang umum adalah sodium, potassium, klor
ida, dan magnesium. Keseimbangan yang tepat dari elektrolit-elektrolit untuk fungsi jantung,
saraf, otot, dan ginjal yang baik merupakan hal yang sangat penting.5,6

Gambar 3 . skema kerja β- adrenergic


Gambar 4. Skema kerja α- adrenergik

Inotropik adalah obat-obatan yang digunakan pada pasien syok yang berguna sebagai
vasokonstriksi atau meningkatkan kontraktilitas jantung. Katekolamin menunjukkan efeknya
melalui stimulasi reseptor α1, β1, β2, dan dopaminergic (D1 dan D2). Inotropik meningkatka
n kontraktilitas jantung melalui peningkatan sinyal reseptor β1 atau β2 yang dapat meningkat
kan curah jantung dan stroke volume, membantu menjaga mean arterial pressure (MAP) dan
perfusi tubuh. Vasopresor meningkatkan vasokonstriksi, bekerja meningkatkan systemic vasc
ular resistance (SVR). Peningkatan SVR melalui vasokonstriksi arteriolar dengan peningkata
n sinyal reseptor α1 menyebabkan peningkatan MAP dan peningkatan perfusi ke organ. Vaso
presor yang paling sering digunakan adalah norepinefrin dan dopamin.7,8

Elektrolit memiliki muatan listrik, dan mengkonduksi impuls elektrik (listrik). Impuls
elektrik membuat kontraksi otot. Tingkat dari tiap elektrolit harus dijaga dalam kisaran yang
pendek agar tubuh dapat berfungsi dengan baik. Khususnya, penting untuk menjaga perbedaa
n yang pas antara tingkat elektrolit pada cairan di dalam dan luar sel. Perbedaan ini memungk
inkan sel-sel (khususnya saraf, jantung, dan otot) untuk menjaga tegangan listrik antara mem
bran sel, membuat impuls elektrik, dan memproduksi kontraksi otot.
Kalsium memainkan peranan penting pada proses kontraksi otot jantung. Pada umumnya, tin
gkat kalsium ditingkatkan dengan obat-obatan intoropik positif dan dikurangi dengan obat-ob
atan inotropik negatif. Namun obat-obatan inotropik dapat mengganti tingkat kalsium dengan
cara yang berbeda. Inotrope positif dan negatif bekerja dengan cara yang berbeda. Inotrope p
ositif membantu jantung memompa darah lebih banyak dengan detak jantung yang lebih sedi
kit. Ini artinya walaupun detak jantung lebih sedikit, namun detaknya lebih kuat untuk meme
nuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Inotrope negative termasuk beta blocker, calcium chan
nel blockers, dan obat-obatan antiaritmia dan semuanya bekerja dengan cara yang berbeda: B
eta-blocker “memblok” efek dari adrenalin untuk reseptor beta tubuh Anda. Ini memperlamba
t impuls saraf yang berjalan melewati jantung. Hasilnya, hati Anda tidak perlu bekerja terlalu
keras karena ia membutuhkan lebih sedikit darah dan oksigen. Beta blocker juga memblok im
puls yang dapat menyebabkan aritmia.6,7

Calcium channel blockers memperlambat kecepatan kalsium masuk ke dalam ke otot j


antung dan ke dalam dinding pembuluh darah. Ini akan melonggarkan pembuluh darah. Pemb
uluh darah dan memungkinkan darah mengalir lebih mudah, dan kemudian menurunkan teka
nan darah. Obat-obatan antiaritmia memperlambat konduksi listrik di dalam jantung.

Klasifikasi inotropik berdasarkan Efek dan kerjanya

2.5 Efek Samping Agen Inotropik

Efek simpang utama yang dimiliki amine simpatomimetik berkaitan dengan berkaitan
dengan aktivitas α atau β yang berlebihan. Potensi timbulnya bahaya dapat dipahami melalui
karakteristik reseptornya. Aktivitas β1 yang berlebihan dapat meningkatkan kontraktilitas jant
ung namun juga meningkatkan detak jantung dan konsumsi oksigen miokardium melebihi per
sediaan. Disritmia yang berat sering ditemukan pada keadaan aktivitas β1 yang berlebih seba
gai akibat peningkatan kecepatan konduksi, peningkatan kecepatan denyut jantung otomatis d
an iskemia. Aktivitas β2 memiliki potensi untuk meningkatkan curah jantung dengan mengur
angi resistensi (afterload) sementara menurunkan tekanan darah. Namun, suatu penurunan tek
anan diastol yang berlebihan mengurangi perfusi koroner obstruktif dan dapat memperburuk
keadaan iskemi miokardium. Efek β1 dan β2 agonis adrenergis lebih berguna secara klinis di
bandingkan dengan efek α1 dan dapat digunakan untuk jangka waktu yang lebih lama.5,6

Obat-obat dengan efek agonis α1 dapat menimbulkan peningkatan dalam tekanan dara
h seperti yang diinginkan namun mengurangi aliran darah total akibat peningkatan resistensi
arteri (afterload). Konstriksi vena α1 ksi vena α1 yang lebih berat dapat memperbaiki curah ja
ntung dengan meningkatkan preload atau juga dapat mempresipitasi timbulnya gagal jantung
apabila preload melebihi kemampuan kontraktil miokardium. Secara umum, efek α yang dimi
liki simpatomimetik hanya berguna saat dipakai untuk indikasi-indikasi yang spesifik dan den
gan waktu yang sesingkat mungkin. Tindakan-tindakan lain biasanya lebih efektif dalam me
mperbaiki aliran dan diindikasikan sebelum suatu presor digunakan. Satu-satunya saat diman
a sebuah amine adrenergis lebih baik digunakan daripada sebuah presor (atau dalam kisaran d
osis presor) tanpa mempertimbangkan alirah darah adalah pada saat tekanan perfusi arteri har
us ditingkatkan dengan segera untuk mencegah kematian atau keadaan patologis. Resusitasi j
antung paru merupakan contoh utama suatu situasi dimana efek presor diperlukan untuk men
ghasilkan perfusi koroner diastol selama pemijatan jantung dalam atau luar. Obat manapun de
ngan efek agonis α yang kuat akan cukup efektif dalam situasi ini. EPI, dengan tambahan efe
bahan efek β nya, telah menjadi obat lapis pertama untuk situasi seperti ini. Obat-obatan yang
menimbulkan vasodilatasi, seperti isoproterenol, tidak terlalu bermanfaat dalam kondisi ini w
alaupun mereka memiliki efek inotropik. Situasi lain dimana penggunaan vasokonstriktor pe
nggunaan vasokonstriktor dapat dibenarkan dibenarkan sebagai sebagai tindakan tindakan se
mentara sementara adalah hipotensi saat perfusi serebral, koroner atau bypass ekstrakorporal
merupakan pertimbangan utama.

Saat menggunakan agen inotropik, ada beberapa efek samping, termasuk: masalah pa
da penglihatan seperti pandangan kabur, ganda, atau melihat bercak kuning, hijau, atau putih
pada sekitar benda-benda Tekanan darah rendah (hipotensi), kelelahan,kehilangan nafsu mak
an atau sakit perut, muntah,sakit kepala, sensitivitas mata pada Cahaya, mimisan dan pendara
han gusi, detak jantung yang tidak beraturan kemudian menyebabkan pusing, merasa jantung
berdetak (palpitasi), kesulitan bernapas, berkeringat, atau pingsan, pusing atau berkunang-ku
nang, diare, disfungsi ereksi, pembesaran payudara pada pria, kurangnya hasrat seksual, dan r
uam atau gatal.
DAFTAR PUSTAKA
1. VanValkinburgh D, McGuigan JJ. Inotropes and vasopressors. StatPearls. Treasure Isl
and (FL) 2019.
2. McCorry LK. Physiology of the autonomic nervous system. Am J Pharm Educ. 2007
Aug 15;71(4):78. doi: 10.5688/aj710478. PMID: 17786266; PMCID: PMC1959222.
3. Overgaard CB, Dzavik V. Inotropes and vasopressors: Review of physiology and clini
cal use in cardiovascular disease. Circulation. 2008;118(10):1047-56.
4. Bangash MN, Kong M-L, Pearse RM. Use of inotropes and vasopressor agents in criti
cally ill patients. British Journal of Pharmacology. 2012;165(7):2015-33
5. Pratama, Agung R., and Muhammad Fadil. "Peranan Inotropik dan Vasopresor dalam
Terapi Syok Kardiogenik." Cermin Dunia Kedokteran, vol. 48, no. 6, 2021, doi:10.55
175/cdk.v48i6.1430.
6. Einav S, Helviz Y, Ippolito M, Cortegiani A. Vasopressor and inotrope treatment for s
eptic shock: An umbrella review of reviews. J Crit Care. 2021 Oct;65:65-71
7. Lehtonen, Lasse & Antila, Saila & Pentikäinen, Pertti. Pharmacokinetics and Pharmac
odynamics of Intravenous Inotropic Agents. Clinical pharmacokinetics. 43. 187-203.
2004.
8. Christopher B. Overgaard, MD and Vladimír Džavík, MD, Inotropes and Vasopressor
s. Circulation. 1047-105611010. 2008
9. Arthur, et al. 1993. Classification of positive inotropic. JACC Vol 22 No,4 . https://core.
ac.uk/download/pdf/82091405.pdf

Anda mungkin juga menyukai