PERIAPIKAL
BITEWING
OKLUSAL
RADIOGRAFI PERIAPIKAL
Ukuran Film :
A. Large film packets (31 x 41 mm) untuk dewasa
B. Small film packets (22 x 35 mm) untuk anak-anak dibawah 12 tahun
INDIKASI PERIAPIKAL
•INDIKASI
1. PEMERIKSAAN JARINGAN PERIAPIKAL GIGI ANTERIOR ATAS
2. DETEKSI KANINUS YG TDK ERUPSI, GIGI SUPERNUMERARY,ODONTOMA
3. EVALUASI UKURAN DAN PERLUASAN LESI SEPERTI KISTA DAN TUMOR
MAKSILA
4. PEMERIKSAAN FRAKTUR GIGI ANTERIOR DAN TULANG ALVEOLAR
5. PEMERIKSAAN BENDA ASING DI DALAM TULANG RAHANG DAN BATU
PADA GLANDULA SALIVA
UPPER STANDARD OCCLUSAL (STANDARD OCCLUSAL)
MACAM-MACAM PESAWAT SINAR X
DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI
Radiografi Ekstra Oral
PANORAMIK/
PANTOMOGRAPHY
INDIKASI
• EVALUASI MENYELURUH DARI GIGI GELIGI→ ERUPSI GIGI, PERGERAKAN GIGI, TUMPATAN
GIGI
• PEMERIKSAAN LESI INTRAOSEUS TERMASUK TUMOR, KISTA ATAU INFEKSI
• DETEKSI GIGI IMPAKSI
• TRAUMA DENTOMAKSILOFASIAL
• GANGGUAN PERTUMBUHAN DARI TULANG MAKSILOFASIAL
• PEMERIKSAAN TMJ
TEKNIK SEFALOMETRI/
CEPHALOMETRIC
DEFINISI
• MERUPAKAN CITRA RADIOGRAF YANG MENGGAMBARKAN RELASI DARI GIGI DAN RAHANG
SERTA RAHANG DAN TULANG MUKA
• INDIKASI UTAMANYA UNTUK KEPERLUAN ORTHODONTIK DAN BEDAH ORTHOGNATIK
PROYEKSI SEFALOMETRI
RADIASI
Suatu proses dari emisi, propagasi, dan transmisi dari atom energi yang
berjalan dalam suatu gelombang
SINAR PENGION
Adalah sinar yang dapat mengionkan materi
-Contoh: sinar X dan sinar gamma (ϒ); sinar X berbeda dgn sinar
gamma
Prinsip kerja terbentuknya sinar X
Sinar X
Sifat:
1. Menghitamkan plat film
2. Mengionisasi gas
3. Menembus berbagai zat
4. Fluoresensi
5. Merusak jaringan
6. Bukan partikel bermuatan
7. Tidak terlihat
8. Tidak berbau
Pembentukan laten-visual image
Menyimpan
energi ≈ Film
kepadatan
obyek/jaringa
n
Visual Image
Laten
image
Image will fade
Terminologi
Radiografi
– RADIOPAQUE
– RADIOLUSEN
– SUPERIMPOSED
– BENDA ASING
– ARTEFAK
– CONECUTTING
– OVERDEVELOPMENT
– UNDERDEVELOPMENT
RADIOPAQUE
9 1
Posisi Operator
Posisi operator pada 8 2
jam 9 atau 10
7 3
Posisi Perawat Gigi
Posisi Perawat Gigi pada jam 3
6 4
5
Nadya Dwi Winanda
P07125122007
Operator pada posisi jam 9 atau 10.
Asisten pada posisi jam 3. Kepala
pasien menoleh ke arah operator,
kaca mulut agak jauh dari bagian
oklusal gigi RA kiri, dekat dengan
bibir bawah. Daerah proksimal dan
gingiva akan mudah terlihat.
TITIS AMBARWATI
P07125122009
Indikasi Pencabutan Gigi Sulung
Gigi yang masih kuat tertanam dalam tulang, tetapi gigi
penggantinya sudah tumbuh atau keluar.
Gigi tersebut tidak akan tanggal degan sendirinya
meskipun sudah digoyang-goyangkan, oleh sebab itu
harus dicabut menggunakan alat di dokter gigi.
MARLINDA NUR AFIFAH / P07125122012
Persistensi Gigi Sulung
Persistensi gigi sulung merupakan gigi
sulung yang tidak tanggal ketika seharusnya
sudah tanggal. Gigi sulung yang masih ada
ketika gigi tetap pengganti muncul, akan
terlihat berjejal atau berlapis.
P07125122015/Muhamad Faisal
Kontraindikasi Gigi Sulung Dicabut
1. Infeksi gingiva yang akut
2. Perikoronitis
3.Sinusitis maxilaris
Lokal 4. Gigi yang berada pada jaringan tumor
5. Kelainan pada periapikal abses
P07125122015/Muhamad Faisal
KONTRAINDIKASI GIGI
SULUNG DICABUT
Dalam melakukan tindakan ekstraksi pada gigi
sulung, seorang operator harus benar-benar
mengetahui usia pasien. Karena hal ini berhubungan
dengan masa perkembangan gigi permanen, apakah
sudah waktunya erupsi atau tidak. Dan juga harus
memperhatikan keadaananatomi dari gigi sulung
yang nantinya direncakan untuk dilakukan
tindakan ekstraksi.
NAJMA DELIA SIBRINA
P07125122016
HAL-HAL YANG MENJADI SUATU LARANGAN/LEBIH
DIPERTIMBANGKAN DALAM MELAKUKAN EKSTRAKSI
GIGI SULUNG (KONTRAINDIKASI) :
1. Pasien dengan keluhan blood diserasia atau kelainan pada darah
yang bisa mengakibatkan perdarahan dan infeksi setelah
pencabutan. Yang tentunya, dilakukan konsultasi terlebih dahulu
dengan dokter ahli tentang penyakit dalam.
2. Pasien dengan keadaan infeksi akut. Diutamakan dalam
menghilangkan infeksi akut tersebut, baru dilakukan pencabutan.
3. Pada pasien penderita penyakit jantung bawaan. (Congenital
Heart Disease).
4. Pasien dengan gangguan penyakit sistemik bawaan misalnya
diabetes mellitus.
Pasal 14
Upaya pencegahan penyakit gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) huruf b meliputi:
a. bimbingan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut untuk individu
kelompok dan masyarakat,
b. penilaian faktor resiko penyakit gigi dan mulut,
c. pembersihan karang gigi,
d. penggunaan bahan/ material untuk pencegahan karies gigi melalui:
pengisian pit dan fissure gigi dengan bahan fissure sealent penambalan
ART aplikasi flour
e. skrining kesehatan gigi dan mulut, dan
f. pencabutan gigi sulung persistensi atau goyang derajat 3 dan 4
dengan lokal anestesi.
AMELYA RIZKA VIONELA
P07125122019
Pasal 16
1. Nama lengkap pasien: Ini penting untuk mencatat informasi pasien dengan benar.
2. Tanggal lahir: Ini penting untuk menentukan usia pasien, yang dapat mempengaruhi prosedur
pencabutan gigi.
3. Alamat dan informasi kontak: Untuk tujuan pemanggilan atau pengiriman hasil tes jika diperlukan.
4. Riwayat gigi yang akan dicabut apakah memiliki keluhan atau masalah khusus
5. Penyebab pencabutan gigi
6. Riwayat alergi: Apakah pasien memiliki alergi terhadap bahan-bahan tertentu, seperti lateks atau obat-
obatan yang mungkin digunakan selama prosedur
7. Riwayat merokok atau penggunaan alkohol
8. Riwayat kehamilan
TAHAP PEMERIKSAAN AWAL
SEBELUM PENCABUTAN GIGI
Tahap pemeriksaan awal sebelum pencabutan gigi melibatkan beberapa langkah sederhana.
Berikut ini adalah langkah-langkah umumnya:
1.Riwayat Medis
2.Pemeriksaan Klinis
3.Radiografi
4.Penjelasan Prosedur Nafisah Hasna’ Syafiqoh Sukmawan
5.Persiapan Sebelum Pencabutan P07125122020
6.Pemberian Anestesi
3. Persetujuan &
penjelasan
Dokter gigi menjelaskan prosedur pencabutan gigi
kepada kepada pasien dan mendapatkan persetujuan
sebelum melanjutkan
ESTY MULYATI
P07125122021
4. Persiapan
Pasien dipersiapkan untuk prosedur pencabutan
gigi.Ini termasuk pemberian anestesi lokal untuk
menghilangkan rasa sakit di area sekitar gigi yang
akan dicabut.
ESTY MULYATI
P07125122021
5. Pencabutan
gigi
ESTY MULYATI
P07125122021
6. Pemulihan
Pemulihan pasien dipantau selama beberapa waktu
setelah prosedur untuk memastikan tidak ada
komplikasi. pasien diberi wktu untuk pulih terlebih
dahulu sebelum diizinkan pulang.
1. Anastesi Topikal
Menghilangkan rasa sakit di bagian permukaan saja karena yang dikenai hanya ujung-ujung
serabut urat syaraf. Bahan yang digunakan berupa salf.
2. Anastesi Infiltrasi
Sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang bawah. Mudah
dikerjakan dan efektif. Daya penetrasi anastesi infiltrasi pada anak- anak cukup dalam
karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu kompak.
3. Anastesi Blok
Digunakan untuk pencabutan gigi molar tetap.
Elinda Herawati
P07125122024
Alat Pencabutan Gigi Sulung
Selain instrumen tang, dalam ekstrasi gigi untuk
anak anak juga menggunakan alat bantu seperti
bein atau elevator, dan Beberapa instrumen
standar untuk pemeriksaan seperti :
- Kaca Mulut
- Sonde
- Pinset
- Ekskavator
- Citoject / Injektor
- Cotton roll
- Betadine cane yang diisi betadine
Elinda Herawati
P07125122024
01
BAHAN-BAHAN PENCABUTAN GIGI SULUNG
Bethadine
Produk antiseptic yang bermanfaat untuk mencegah pertumbuhan dan
membunuh kuman penyebab infeksi.
Tampon dan Cotton Pellet
Untuk pengeringan atau aplikasi topical dari obat-obatan terutama dalam
kedokteran gigi.
Chloer ethyl
Anestesi local untuk mencegah rasa sakit akibat suntikan dan prosedur
bedah ringan.
. Carpul
Obat anestesi yang digunakan pada citoject.
Ishanugrah Milwanti
P07125122026
Sementara pada pasien, ada
beberapa hal yang perlu dilakukan
sebelum menjalani cabut gigi, yaitu:
PENGALAMAN ANAK
USIA ANAK ANAK KE DOKTER PERAWATAN BERKEBUTUHAN
GIGI SEBELUMNYA KHUSUS
pada anak usia 2 tahun yang tidak melakukan penjelasan ke anak dengan cara menerapkan distraksi untuk
kooperatif (menangis selama tindakan) yang menyenangkan, dan bila perlu dilakukan mengalihkan perhatian anak
biasanya akan dicek terlebih dahulu tindakan ,dokter gigi akan meminta izin
dengan menyediakan layar TV
kasusnya, jika tidak ada masalah terlebih dahulu kepada orang tua apakah
boleh dipegangi oleh orang tua dan dibantu
agar anak teralihkan dengan
darurat biasanya dokter gigi akan
melakukan pendekatan ke anak oleh tim perawat, tentunya dilakukan dengan menonton kartun kesukaannya
cepat dan memberikan apresiasi kepada anak
setelah tindakan dilakukan.
Nama : Ikbar Hafizh Saputra
Nim : P07125122031
Teknik Anastesi
Prinsip anastesi tidak jauh berbeda dengan teknik anastesi pada orang
dewasa, tetapi pada anak-anak dan termasuk anak berkebutuhan khusus
terdapat sedikit modifikasi pada waktu injeksi ke jaringan. Dalam
mengurangi rasa sakit teknik injeksi difokuskan pada daerah labial dan
dilanjutkan ke palatal/lingual dengan melalui interdental. Penggunakaan
citoject dapat digunakan karena penetrasi ke jaringan sangat kecil
sehingga trauma jaringan dapat dikurangi yang akibatnya dapat
mengurangi rasa sakit pada waktu prosedur anastesi.
hal ini untuk merencanakan kesehatan gigi anak dan cara terbaik
untuk melakukannya seperti
perawatan gigi dan jadwal
menyikat gigi secara teratur dan
perawatan gigi yang tepat
menghindari makanan dan minuman
untuk anak.
yang dapat merusak gigi.
Anissa Rosita
P07125122037
Persiapan untuk anak
berkebutuhan khusus.
Metode yang digunakan untuk
kenyamanan anak
berkebutuhan khusus dalam
menjalani pemeriksaan
Yosi Rahmawati
P07125122038
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan perawatan kepada anak
dengan kebutuhan khusus. Salah satunya
yaitu sebaiknya sebelum anak mendatangi
dokter gigi, orang tua membuat janji untuk
bertemu dahulu dan berkonsultasi, mengenai
identifikasi dini riwayat medis, kemampuan
koperatif dan pemahaman adanya fobia dan
hal hal lainnya. Hal ini akan menjadi dasar
pemilihan teknik managemen tingkah laku
yang diberikan pada anak.
Yosi Rahmawati
P07125122038
METODE PENDEKATAN
Pada khasus ringan dokter gigi akan melakukan
pendekatan non farmaklogi seperti:
5. Desensitisasi
2. Modelling 4. Distraksi
Yosi Rahmawati
P07125122038
Agenda hari ini
Sedaangkan pada khasus berat dokter gigi bisa
menggunakan metode teknik farmakologi:
Yosi Rahmawati
P07125122038
Materi 3 Drg Rurie Pencabutan Gigi
tidak tumbuh) di gambar itu gigi impaksi : 34, karena banyak lesi hingga mendorong
gigi 35 ke arah distal.
TEKNIK SEFALOMETRI/CEPHALOMETRIC
● Deteksi maloklusi
● Citra radiograf yang menggambarkan relasi dari gigi dan rahang serta rahang dan tulang
muka
● Indikasi utama : keperluan orthodontik dan bedah orthognatik
Klasifikasi ortho
● Kelas 2 : gigi anteriornya lebih ke depan implinasinya daripada gigi rahang bawah
(protrusif)
FUNGSI RADIOLOGI
Deteksi usia pasien
Deteksi waktu erupsi gigi
Deteksi karies gigi dan lesi periapikal
● karies : terjadi proses pelunakan pada jaringan keras pada gigi (demineralisasi-hilangnya
mineral pada jaringan keras gigi)
● karies : gambar rediolusen (karena jaringan lunak)
● jika karies di oklusal : maka merusak kontinuitas dari email
● jika karies tidak ditangani, maka vitalitas pulpa akan mulai hilang, pulpa tidak responsif
● jika pulpa non vital (saraf gigi mati), jika dibiarkan maka terjadi lesi periapikal
(penampakan pada radiograf kurang jelas, hanya terlihat sedikit perubahan dari gambar normal)
di gambar adalah karies di oklusal (mahkota rusak)
● kalau masih sakit yang berdenyut (pulpitis)
MATERI 4
PROTEKSI RADIASI
- Tujuan melakukan radiologi dental adalah mendapatkan informasi yang pasti untuk menegakkan
diagnosis di samping tetap memperhatikan paparan radiasi seminimal mungkin terhadap pasien
maupun operator --> upaya pembatasan dosis
- Paparan sinar x di KG untuk diagnosis --> menggunakan dosis yang sangat kecil
the international commission on radiological protection (ICRP) --> prinsip proteksi radiasi alara (As
low as reasonanly achivable) yang meliputi:
1. justification--- indikasi
2. optimazition--- teknik
3. limitation
Usaha-usaha penjagaan yang dilakukan untuk memperkecil resiko yang dapat ditimbulkan oleh
radiasi sinar x kepada pasien, operator dan lingkungan.
1. Pasien
- Pembatasan paparan radiasi hasil ---> penelitian 14 hari efek radiasi mengalami penurunan
- Pasien hamil harus mendapat pengamanan tambahan ---> pemeriksaan radiografi harus
menggunakan standar khusus yang sudah ditetapkan oleh ICPRP (dosis yang ditertima janin tidak
lebih dari 10 msv) dan memakai apron
untuk proteksi kelenjar tiroid tebal sekurang-kurangnya 0,5 mm lempengan PB pada 150 kvp
3. PENGGUNAAN KOLIMATOR
- kolimator akan mereduksi paparan sinar x yang diterima pasien dengan mereduksi ukuran
sinar x
Rectangular Collimator
untuk proteksi kelenjar tiroid tebal sekurang-kurangnya 0,5 mm lempengan PB PADA 150kvp
3. POSISI OPERATOR
semua panel kendali harus terlihat jelas pada panel kendali pesawat sinar x oleh operator
pada saat paparan sedang berlangsung
individu yang mengoperasikan alat radiografi harus menggunakan radiation badges untuk
mengukur jumlah paparan yang telah diterima
tidak ada seorangpun yang boleh berada dalam ruangan selama paparan sinar x kecuali pasien jika
terpaksa ada orang lain harus memenuhi persyaratan:
2. tidak berdiri pada arah sumber sinar berdiri minimal 6 kaki dari sumber sinar
yang termasuk kategori masyarakat umum adalah setiap orang yang tidak menerima paparan dosis
radiasi secara langsung sebagai pasien ataupun pekerja radiasi namun tanpa sengaja menjadi terkena
paparan titik misalnya orang yang menunggu di ruang tunggu.
-respon sel terhadap radiasi--->tergantung dosis dan jenis radiasi, sensitivitas jaringan, kemampuan
regenerasi dan konsentrasi oksigen
-oksigen intraseluler menentukan tingkat kerusakan DNA oleh sinar x ---> antioksidan untuk
mengurangi radikal bebas yang terbentuk akibat ionisasi DNA
protein ---> berfungsi sebagai enzim ---> memacu replikasi kromosom ---> pembentukan dan
perbaikan sel ---> regenerasi sel-sel yang rusak.
pasien pasca radioterapi ---> penurunan jumlah sel darah putih ---> resiko terjadi infeksi ---> nutrisi
tinggi protein dan kalori
KONTROL INFEKSI
hepatitis, HIV AIDS, TB, HSV (Herpes simplex virus), rubella, syphilis, diphteria, mumps, influenza,
encephalopathies.
1. pemeriksaan intra oral ---> operator bekerja langsung di area mulut pasien ---> resiko kontaminasi
saliva dan droplet
2. film intraoral
lakukan prosedur desinfeksi atau lapisi permukaan benda yang berkontrak dengan film atau image
reseptor dan tangan operator: kontrol panel, tombol exposure, x-ray tubehead, tombol pada kursi
pasien, pegangan pintu, tombol lampu.
-penggunaan barir atau cover efektif untuk benda-benda kecil yang sulit dibersihkan. contohnya
kantong plastik dengan atau tanpa tape (perekat) ---> bitetab opg, image receptor.
-prosedur sterilisasi---> untuk instrumen yang digunakan dalam mulut pasien intra oral: bitetab atau
bitewing dan film holder
- film intra oral analog dan plastik pembungkus image reseptor ---> disposable atau sekali pakai --->
dibuang dalam kontainer khusus tertutup
- operator membawa film dengan menggunakan wadah disposable contoh gelas plastik film tidak
boleh dimasukkan saku bajunya operator. operator sebaiknya menggunakan sarung tangan gloves
masker, pelindung mata, dan baju khusus seluruh pekerja medis termasuk mahasiswa, koas dan
residen. wajib menjalani Hepatitis b dan d.
pencabutan gigi🌤️✨
jastifikasi
optimisasi
pemilihan teknik rontgen yang tepat, sesuai ekonomi, sosial, dan kondisi pasien
limitasi
pembatasan
“Modern Dental Assiting Seventh Edition Chapter 37 Anesthesia and Pain Control:
General Anesthesia and Documentation of Anesthesia and Pain Control”
DISUSUN OLEH
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, nikmat, dan
karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan Makalah Dasar – Dasar Pencabutan Gigi dengan
judul “Bantuan Gigi Modern Edisi Ketujuh Bab 37 Anestesi dan Pengendalian Nyeri:
Anestesi Umum, serta Dokumentasi Anestesi dan Pengendalian Nyeri” dengan baik,
terstruktural, dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu
Aryani Widayati, S.SiT. MPH selaku dosen pengampu mata kuliah Asistensi Pelayanan
Kesehatan Gigi Dan Mulut. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang pengertian anestesi umum, tahapan anestesi, proses anestesi, pengertian dokumentasi
anestesi dan pengendalian nyeri, pendidikan pasien, dan implikasi hukum dan etika,.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami
dalam menyukseskan makalah ini. Melalui jurnal-jurnal mereka yang dapat kami gunakan
sebagai referensi.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan makalah ini.
Maka dari itu, kami menerima kritik dan saran dari pembaca sebagai bahan masukan dan
evaluasi dalam memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang.
Dengan adanya makalah ini, kami berharap banyak manfaat serta wawasan yang dapat
diambil oleh pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................................................. 5
BAB II ....................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6
a) Anestesi Umum ........................................................................................................... 6
b) Tahapan Anestesi ........................................................................................................ 6
c) Proses Anestesi ............................................................................................................ 7
d) Dokumentasi Anestesi dan Pengendalian Nyeri ......................................................... 7
e) Pendidikan Pasien ....................................................................................................... 8
f) Implikasi Hukum dan Etika......................................................................................... 8
BAB III...................................................................................................................................... 9
PENUTUP ................................................................................................................................. 9
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesi umum adalah suatu keadaan yang diinduksi oleh obat-obatan anestesi
untuk membuat pasien tidak sadar dan tidak merasakan nyeri selama prosedur medis
atau pembedahan. Ini mencakup penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi seluruh
sistem saraf pusat, menyebabkan hilangnya kesadaran, refleks, dan sensasi nyeri.
Anestesi umum diperlukan untuk prosedur-prosedur yang memerlukan kehilangan
kesadaran total dan relaksasi otot yang mendalam.
Dokumentasi anestesi pengendalian nyeri adalah proses mencatat secara rinci
informasi terkait dengan penatalaksanaan anestesi dan pengendalian nyeri yang
diberikan kepada pasien. Dokumentasi ini mencakup berbagai aspek, termasuk jenis
anestesi yang digunakan, dosis obat, respons pasien terhadap anestesi, monitoring
tanda-tanda vital, dan tindakan-tindakan yang diambil untuk mengatasi komplikasi atau
reaksi yang mungkin timbul selama atau setelah prosedur.
Dokumentasi anestesi umum dan pengendalian nyeri sangat penting karena
memiliki beberapa tujuan. Pertama, itu memastikan keselamatan pasien dengan
memberi tahu tim medis tentang kondisi pasien, alergi obat, dan respons terhadap
anestesi sebelumnya. Kedua, itu memberikan informasi penting kepada tim medis yang
merawat pasien setelah prosedur, memungkinkan mereka untuk memberikan perawatan
pascaoperasi yang sesuai. Ketiga, dokumentasi yang akurat dan rinci juga penting untuk
keperluan medico-legal, memberikan catatan tertulis yang dapat diacu untuk tujuan
hukum atau audit medis.
Dalam praktiknya, anestesi umum dan dokumentasi pengendalian nyeri harus
diurus oleh ahli anestesi yang terlatih dengan baik dan sangat berpengalaman. Mereka
harus memantau pasien dengan cermat selama prosedur dan secara akurat
mendokumentasikan setiap aspek perawatan anestesi, memastikan keamanan dan
kenyamanan pasien selama proses medis yang sering kali sangat kompleks dan berisiko
tinggi.
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
a) Anestesi Umum
Cara lain untuk memberikan agen anticemas adalah melalui anestesi umum. Anestesi
umum adalah keadaan ketidaksadaran terkendali yang ditandai dengan hilangnya
refleks pelindung, termasuk kemampuan untuk mempertahankan jalan napas secara
mandiri dan merespons dengan tepat terhadap rangsangan fisik atau perintah verbal.
Metode ini memberikan kondisi hilangnya kesadaran yang terkendali, atau anestesi
umum tahap.
Anestesi umum dicapai dengan menggunakan kombinasi gas, N2O/O2, campuran
halotan atau enflurane, dan agen IV seperti thiopental dan methohexital. Anestesi
umum paling aman diberikan di rumah sakit atau fasilitas lain yang memiliki peralatan
yang diperlukan untuk administrasi dan manajemen keadaan darurat. Ahli anestesi
adalah dokter yang berspesialisasi dalam bentuk anestesi ini.
b) Tahapan Anestesi
Agen anticemas tertentu atau kombinasi agen dapat menghasilkan tingkat kesadaran
dan ketidaksadaran yang berbeda. Tingkatan ini disebut tahapan anestesi.
o Tahap 1: Analgesia Analgesia adalah tahap di mana pasien dalam keadaan
rileks dan sadar sepenuhnya. Pasien dapat membuka mulut tanpa bantuan dan
mampu mengikuti arahan. Pasien mengalami rasa euforia dan berkurangnya
rasa sakit. Tanda-tanda vital normal. Tergantung pada agennya, pasien dapat
berpindah ke tingkat analgesia yang berbeda.
o Tahap II: Kegembiraan Kegembiraan adalah tahap di mana pasien kurang
menyadari lingkungan sekitar dan mungkin mulai tidak sadar. Pasien mungkin
menjadi bersemangat dan tidak terkendali. Mual dan muntah dapat terjadi.
Kegembiraan adalah tahap yang tidak diinginkan.
o Tahap III: Anestesi Umum Anestesi umum adalah tahap anestesi yang dimulai
ketika pasien menjadi tenang setelah tahap II. Pasien tidak merasakan sakit atau
sensasi. Pasien segera menjadi tidak sadar. Tahap anestesi ini hanya dapat
dilakukan di bawah bimbingan seorang ahli anestesi di lingkungan yang
terkendali seperti di rumah sakit.
6
o Stadium IV: Gagal Napas atau Henti Jantung Selama stadium IV, paru-paru
dan jantung melambat dan berhenti berfungsi. Jika tahap ini tidak segera diatasi,
pasien akan meninggal.
c) Proses Anestesi
• Persiapan Pasien
Dokter gigi meminta melalui rumah sakit agar pasien melakukan pemeriksaan
fisik pra operasi, tes laboratorium, atau keduanya dilakukan sebelum pemberian
obat bius. Pasien atau wali yang sah harus menandatangani formulir persetujuan
sebelum anestesi dan prosedur dapat dilakukan.
• Pendidikan Pasien
Dokter gigi akan menjelaskan prosedur serta risiko dan kemungkinan reaksi
terhadap anestesi umum. Sebagian besar prosedur dijadwalkan untuk
pembedahan dengan anestesi umum (status NPO). Pasien tidak boleh minum
atau makan apapun selama 8 hingga 12 jam sebelum prosedur, dan pasien harus
memiliki supir untuk mengantar pulang ke rumah setelah prosedur.
• Pemulihan Pasien
Setelah prosedur selesai, pasien akan dipantau secara ketat hingga refleksnya
kembali normal. Pasien harus merespons nama dan dapat menggerakkan
anggota tubuh. menoleh, dan berbicara dengan koheren. Pasien tidak boleh
ditinggalkan sendirian saat sadar kembali.
Menyimpan catatan yang akurat merupakan aspek penting dalam analgesia nyeri dan
kecemasan. Selalu dokumentasikan tindakan dan pengamatan berikut ini:
1. Tinjauan riwayat medis pasien.
2. Tanda-tanda vital sebelum dan sesudah operasi.
3. Volume tidal jika menggunakan sedasi inhalasi.
4. Waktu anestesi dimulai dan diakhiri.
5. Konsentrasi puncak yang diberikan.
6. Waktu pasca operasi (menit) untuk pemulihan pasien.
7. Efek samping atau keluhan pasien.
Catat informasi ini di bagian catatan perkembangan pada catatan pasien atau di formulir
terpisah.
7
e) Pendidikan Pasien
Beberapa tingkat risiko selalu dikaitkan dengan penggunaan obat apa pun, bahkan
ketika diberikan oleh orang yang terlatih. Dokter gigi dan tim dokter gigi bertanggung
jawab untuk meminimalkan risiko pada pasien yang menjalani perawatan gigi dengan
mengikuti panduan ini:
1. Gunakan hanya metode sedasi yang benar-benar mereka kuasai.
2. Batasi penggunaan metode sedasi hanya pada pasien yang memerlukannya,
3. Lakukan evaluasi pra operasi yang komprehensif terhadap pasien.
4. Pantau pasien secara terus menerus.
5. Mendokumentasikan semua catatan obat yang digunakan, dosis, tanda vital,
reaksi, dan pemulihan.
6. Rawat pasien berisiko tinggi di tempat yang sesuai.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anestesi umum adalah keadaan ketidaksadaran terkendali yang ditandai dengan
hilangnya refleks pelindung, termasuk kemampuan untuk mempertahankan jalan
napas secara mandiri dan merespons dengan tepat terhadap rangsangan fisik atau
perintah verbal.
- Tahapan Anestesi
Agen anticemas tertentu atau kombinasi agen dapat menghasilkan tingkat kesadaran
dan ketidaksadaran yang berbeda. Tingkatan ini disebut tahapan anestesi.
o Tahap I : Analgesia
o Tahap II : Kegembiraan
o Tahap III : Anestesi Umum
o Stadium IV : Gagal Napas atau Henti Jantung
-Proses Anestesi
• Persiapan Pasien
• Pendidikan Pasien
• Pemulihan Pasien
-Dokumentasi Anestesi dan Pengendalian Nyeri
Menyimpan catatan yang akurat merupakan aspek penting dalam analgesia nyeri dan
kecemasan.
-Pendidikan Pasien
Banyak pasien yang ragu-ragu untuk mendiskusikan ketakutan mereka yang
diakibatkan oleh cerita dari pasien yang memiliki pengalaman buruk atau berdasarkan
apa yang mereka pikirkan akan terjadi selama prosedur perawatan gigi.
- Implikasi Hukum dan Etika
Beberapa tingkat risiko selalu dikaitkan dengan penggunaan obat apa pun, bahkan
ketika diberikan oleh orang yang terlatih.
9
DAFTAR PUSTAKA
10
DASAR DASAR PENCABUTAN GIGI DAN MULUT
DISUSUN OLEH
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, nikmat, dan
karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan Makalah Dasar – Dasar Pencabutan Gigi dengan
judul “Bantuan Gigi Modern Edisi Ketujuh Bab 56 Oral and Maxilla Surgery :
Postsurgical Complications Alveolitis, Legal and Ethical Implications” dengan baik,
terstruktural, dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu
Aryani Widayati, S.SiT. MPH selaku dosen pengampu mata kuliah Dasar-Dasar Pencabutan
Gigi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengertian
anestesi umum, tahapan anestesi, proses anestesi, pengertian dokumentasi anestesi dan
pengendalian nyeri, pendidikan pasien, dan implikasi hukum dan etika,.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami
dalam menyukseskan makalah ini. Melalui jurnal-jurnal mereka yang dapat kami gunakan
sebagai referensi.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan makalah ini.
Maka dari itu, kami menerima kritik dan saran dari pembaca sebagai bahan masukan dan
evaluasi dalam memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang.
Dengan adanya makalah ini, kami berharap banyak manfaat serta wawasan yang dapat
diambil oleh pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................................... 2
BAB I ................................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang........................................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................................................................................ 5
BAB II ............................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................................................. 6
a) Tujuan Membantu Pengobatan Alveolitis ............................................................................................. 6
b) Perlengkapan dan Peralatannya ........................................................................................................... 6
c) Langkah - Langkah Prosedur ................................................................................................................. 6
d) Pendidikan Pasien ................................................................................................................................. 7
e) Implikasi Hukum dan Etika .................................................................................................................... 7
PENUTUP ......................................................................................................................................................... 8
a) Kesimpulan ............................................................................................................................................ 8
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasca bedah aveolitis adalah kondisi medis yang terjadi setelah pencabutan gigi.
Kondisi ini merupakan peradangan pada alveolus, yakni rongga tempat gigi berada.
Komplikasi pasca bedah aveolitis dapat melibatkan rasa nyeri yang parah,
pembengkakan, dan infeksi pada area yang mengalami pencabutan gigi.
Dalam konteks implikasi hukum, pasca bedah aveolitis dapat mengarah pada
pertanyaan etis dan hukum terkait standar perawatan pasca operasi. Penyedia layanan
kesehatan berkewajiban memberikan perawatan yang memadai dan memastikan bahwa
pasien menerima informasi yang jelas tentang perawatan pasca operasi. Jika pasien
mengalami komplikasi pasca bedah aveolitis dan perawatan yang diberikan tidak
memadai, ini dapat memicu pertanyaan hukum terkait kelalaian medis atau pelanggaran
etika medis.
Implikasi hukum melibatkan pertimbangan apakah penyedia layanan kesehatan
telah memberikan standar perawatan yang sesuai dan apakah pasien telah diberikan
informasi yang cukup tentang risiko dan perawatan pasca operasi. Di sisi lain, aspek
etis mencakup pertanyaan mengenai integritas moral dan profesional penyedia layanan
kesehatan serta hak pasien untuk menerima perawatan yang bermutu dan aman.
Penting untuk mencatat bahwa kasus-kasus hukum dan etika medis sering kali
kompleks dan memerlukan penilaian dari berbagai sudut pandang, termasuk perspektif
medis, hukum, dan etika. Keputusan-keputusan hukum dalam kasus semacam ini
seringkali didasarkan pada fakta konkret dan interpretasi hukum yang rumit.
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Tujuan: Untuk membantu dokter bedah yang kompeten dalam pengobatan alveolitis.
Penyiapan dasar
Gunting
Jarum suntik irigasi
Larutan garam hangat
Kasa Iodoform
Balutan obat
Ujung evakuator oral volume tinggi (HVE)
6
Gbr. 56-39 (Dari Kinn ME, Woods M: Asisten medis: administratif dan klinis, ed.
8, Philadelphia, 1999, Sauders.)
d) Pendidikan Pasien
Ketika mempersiapkan diri untuk operasi, pasien memiliki banyak ketakutan dan
kekhawatiran. Beberapa telah mendengar "cerita" dari orang lain yang menjalani
operasi yang sama dan memiliki "pengalaman buruk". Sebagai asisten bedah, salah satu
peran penting Anda adalah berbicara dengan pasien, menjawab setiap pertanyaan, dan
membantu menghilangkan rasa takut. Pastikan Anda percaya diri dan eksplisit saat
memberikan instruksi pra-operasi dan pasca-operasi kepada pasien.
Ketika sebuah prosedur pembedahan telah berpindah dari ruang operasi rumah sakit ke
ruang perawatan di tempat praktik pribadi, kesadaran hukum dan tanggung jawab
menjadi lebih besar bagi ahli bedah mulut dan tim bedah. Sebelum memulai
pembedahan, konfirmasikan hal-hal berikut ini dengan pasien:
1. Dokter bedah telah menjelaskan prosedur dan menjawab semua pertanyaan.
2. Pasien telah menandatangani semua formulir persetujuan, dengan seorang saksi
beserta tanda tangan dokter bedah dan tanggal.
3. Ada orang lain yang mengantar pasien pulang.
4. Semua instruksi pasca bedah telah diberikan secara lisan dan tertulis.
7
BAB III
PENUTUP
a) Kesimpulan
Prosedur pengobatan alveolitis melibatkan penggunaan peralatan medis seperti
gunting, jarum suntik irigasi, dan kasa iodoform. Langkah-langkah meliputi
pembersihan soket dengan larutan garam hangat, penggunaan kasa iodoform untuk
mencegah infeksi, dan pemberian obat untuk mengurangi rasa sakit. Pasien juga
diberikan instruksi dan harus kembali untuk pemantauan. Pendidikan pasien penting
untuk mengurangi kecemasan. Implikasi hukum dan etika melibatkan persetujuan
pasien, pemahaman prosedur, serta pemantauan dan pemenuhan instruksi pasca bedah
untuk memastikan kepatuhan hukum dan etika. Dengan menjalankan prosedur ini
dengan cermat, tindakan medis ini sesuai dengan standar medis dan hukum yang
berlaku.
8
DAFTAR PUSTAKA
9
DASAR – DASAR PENCABUTAN GIGI (EXODONTIA)
“BIOPSI, JAHITAN, PERAWATAN PASCA OPERASI”
DOSEN PEMBIMBING :
ARYANI WIDAYATI, S.SiT.MPH
KELOMPOK 3 :
1. CINESYA NUR FATMALA (P07125122022)
2. NUGRAHENI WULAN F (P07125122023)
3. ELINDA HERAWATI (P07125122024)
4. ANISA DWI A (P07125122025)
5. ISHANUGRAH MILWANTI (P07125122026)
6. ANIS SAYYID W (P07125122027)
7. ZELSY SIHKAPIYARSI D (P07125122028)
8. DYAH LESTARI PUTRI K (P07125122029)
9. NATASHA PUTRI A (P07125122030)
10. IKBAR HAFIZH S (P07125122031)
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Biopsi, Jahitan, dan Perawatan
Pasca Operasi” dengan baik dan tepat waktu.
Kami juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai refrensi pada
makalah ini.
Kami mengakui bahwa masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan makalah ini.
Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman.
Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai masukan yang dapat
memperbaiki makalah di masa datang.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari karya ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
kreatifitas serta pengetahuan pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu Biopsi.
2. Mengatahui apa itu Biopsi Insisional, Biopsi Eksisi, dan Biopsi Eksfoliatif.
3. Mengetahui apa itu Jahitan.
4. Mengetahui apa itu Penempatan Jahitan, Bahan Jahitan yang dapat diserap, dan
Bahan Jahitan yang tidak dapat diserap.
5. Mengetahui cara membantu Penempatan Jahitan.
6. Mengetahui apa itu Perawatan Pasca Operasi.
7. Mengetahui apa itu Pengendalian Pendarahan dan Pengendalian Pembengkakan.
8. Mengetahui melakukan Pelepasan Jahitan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biopsi
Biopsi adalah suatu proses di mana jaringan diangkat dan diperiksa untuk
membedakan keganasan (kanker) dari lesi non-ganas (non-kanker) lainnya di rongga
mulut. Tiga prosedur biopsi yang paling umum digunakan dalam kedokteran gigi
adalah biopsi insisional, biopsi eksisi, dan sitologi eksfoliatif.
Biopsi Insisional
Bila lesi terletak di area yang akan terganggu secara kosmetik atau fungsional
akibat pembedahan, biopsi insisional sering kali diindikasikan. Biopsi insisional
juga diindikasikan bila lesi lebih besar dari 1 cm di semua dimensi. Dokter
bedah memotong sepotong jaringan dari lesi, bersama dengan beberapa jaringan
normal untuk digunakan sebagai perbandingan. Pengangkatan lesi secara
menyeluruh tidak dilakukan sampai diagnosis akhir mengenai jenis lesi dibuat.
Biopsi Eksisi
Biopsi eksisi melibatkan pengangkatan seluruh lesi ditambah beberapa jaringan
normal di sekitarnya. Prosedur ini ideal untuk lesi kecil karena pengangkatan
total tidak akan menimbulkan masalah estetika atau fungsional. Misalnya, luka
kecil yang tidak dapat disembuhkan pada mukosa labial dapat diangkat
seluruhnya selama biopsi.
Biopsi Eksfoliatif
Biopsi eksfoliatif adalah teknik non-bedah yang kini lebih diterima oleh praktisi
gigi. Sikat steril dengan ujung datar digunakan untuk mengumpulkan sel
permukaan dari lesi mulut yang dicurigai. Tepi tajam sikat ditempatkan pada lesi
dan diputar beberapa kali. Sel-sel tersebut disebarkan ke kaca objek untuk
pemeriksaan mikroskopis atau analisis dengan bantuan komputer. Biopsi
eksfoliatif bersifat invasif minimal, tidak memerlukan anestesi, dan secara pasti
dapat membedakan lesi jinak, prakanker, dan kanker.
Hasil Biopsi
Laporan patologi menunjukkan apakah lesi tersebut ganas atau jinak. Tumor dan
kista nonmaligna diangkat jika ukuran dan lokasinya mengganggu penampilan
dan fungsi normal. Jika tidak mengganggu dan tidak menimbulkan ancaman
bagi pasien, pengangkatan dapat ditunda. Namun, situasinya harus ditinjau
secara berkala untuk menentukan apakah tumor telah berubah ukuran atau
bentuk.
Memberi tahu pasien tentang tumor ganas memerlukan kebaikan, empati, dan
kebijaksanaan khusus dari dokter gigi. Secara umum, hal ini tidak dilakukan
melalui telepon; idealnya, dokter gigi memberi tahu pasien secara langsung dan
didampingi oleh anggota keluarga dekat. Tumor ganas memerlukan pengobatan
segera oleh spesialis yang berkualifikasi.
B. Jahitan
Istilah jahitan mengacu pada tindakan menjahit. Biasanya, jika pisau bedah telah
digunakan, jahitan akan dipasang untuk mengontrol pendarahan dan mempercepat
penyembuhan. Oleh karena itu, ketika pisau bedah berada pada baki pemasangan,
peralatan jahitan akan ditambahkan (Gbr. 56-32)
Penempatan Jahitan
Jarum jahit biasanya disediakan sudah berulir dan dalam kemasan steril (Gbr.
56-33). Bahan jahitan tersedia dalam jenis yang dapat diserap dan tidak dapat
diserap.
Bahan jahitan yang dapat diserap larut dan diserap oleh enzim tubuh selama
proses penyembuhan. Jenis bahan jahitan yang dapat diserap yang paling umum
adalah (1) catgut polos, yang memberikan penyembuhan tercepat pada membran
mukosa dan jaringan subkutan; (2) catgut kromik, yang memberikan
penyembuhan lebih lambat, sehingga jaringan internal dapat pulih terlebih
dahulu; dan (3) poliglaktin 910 (Vicryl), yang merupakan bahan sintetis yang
dapat diserap.
Bahan jahitan yang tidak dapat diserap meliputi (1) sutra, karena
kekuatannya dan kemudahan pengaplikasiannya; (2) serat poliester, yang
merupakan salah satu jahitan terkuat; dan (3) nilon, karena kekuatan dan
elastisitasnya. Jahitan yang tidak dapat diserap biasanya dilepas 5 hingga 7 hari
setelah operasi. (Lihat Prosedur 56-7.)
Penghapusan Jahitan
Jika jahitan yang tidak dapat diserap dipasang, pasien akan dijadwalkan untuk
kembali untuk melepas jahitan dalam waktu sekitar 5 hingga 7 hari.
Penghapusan jahitan mungkin
Gbr.56-35
Membantu Penempatan Jahitan
Gambar 56-36
Fungsi yang diperluas di negara bagian tempat Anda berlatih. Jika ya, ada langkah
khusus dalam proses pelepasan jahitan. (Lihat Prosedur 56-8.)
Gbr. 56-37
Langkah-Langkah Prosedural
1. Ahli bedah memeriksa lokasi pembedahan untuk mengevaluasi
penyembuhan
(Gbr. 56-38, A). Jika penyembuhan memuaskan, jahitan dapat dilepas.
2. Usap area tersebut dengan bahan antiseptik untuk menghilangkan kotoran
(Gbr. 56-38, B)
3. Gunakan tang kapas untuk menahan jahitan secara perlahan menjauhi
jaringan agar ikatan simpul terlihat.
4. Selipkan satu helai gunting jahitan secara perlahan di bawah jahitan. Potong
di dekat jaringan (Gbr. 56-38, C).
5. Gunakan tang kapas untuk memegang simpul, dan tarik perlahan hingga
jahitan menembus jaringan (Gbr. 56-38, D).
Catatan : jangan sekali-kali menarik (“menarik) simpul melalui tisu.
6. Jika terjadi pendarahan, irigasi area bedah dengan larutan antiseptik atau
larutan garam hangat. Oleskan kompres sebentar ke lokasi bedah untuk
meningkatkan pembekuan.
7. Hitung jahitan yang telah dilepas dan bandingkan angka ini dengan angka
yang tertera pada rekam medis pasien.
(Gbr. 56-38)
BAB III
PENUTUP
DASAR – DASAR PENCABUTAN GIGI (EXODONTIA)
DOSEN PEMBIMBING :
ARYANI WIDAYATI, S.SiT.MPH
KELOMPOK 3 :
1. CINESYA NUR FATMALA (P07125122022)
2. NUGRAHENI WULAN F (P07125122023)
3. ELINDA HERAWATI (P07125122024)
4. ANISA DWI A (P07125122025)
5. ISHANUGRAH MILWANTI (P07125122026)
6. ANIS SAYYID W (P07125122027)
7. ZELSY SIHKAPIYARSI D (P07125122028)
8. DYAH LESTARI PUTRI K (P07125122029)
9. NATASHA PUTRI A (P07125122030)
10. IKBAR HAFIZH S (P07125122031)
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu sedasi inhalasi
2. Mengatahui kontraindikasi sedasi inhalasi
3. Mengetahui peralatan yang diperlukan untuk sedasi inhalasi
4. Mengetahui apa itu sistem pemulung
5. Mengetahui cara mengurangi paparan nitrous oksida
6. Mengetahui pemantauan, pendidikan pasien, dan administrasi
7. Mengetahui agen antianxiety dan sedasi intravena
8. Mengetahui cara membantu pemberian dan monitoring sedasi netrous oxide
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sedasi Inhalasi
Analgesia nitro oksida/oksigen (N,O/O) mungkin merupakan metode
sedasi paling aman yang digunakan dalam kedokteran gigi. Penggunaan nitrous
oksida dalam kedokteran gigi dimulai pada tahun 1844, ketika Dr. Horace Wells
pertama kali menggunakannya pada pasiennya. Tidak membuat ketagihan,
ringan, mudah diminum, lalu cepat dihilangkan oleh tubuh. N,0/0, analgesia
adalah jenis obat penenang inhalasi yang membantu menghilangkan rasa takut
dan membuat pasien rileks.
NO/O, sedasi menghasilkan anestesi tahap I (analgesia; lihat pembahasan
selanjutnya) dengan menggunakan kombinasi gas nitro oksida dan oksigen.
Pasien menghirup gas-gas ini melalui nosepiece dan segera merasakan efeknya,
N.O/O, sedasi menghasilkan pengalaman yang menyenangkan dan menenangkan
bagi pasien dan dikaitkan dengan onset yang mudah, efek samping yang minimal,
dan pemulihan yang cepat. Nitrous oksida dapat menumpulkan persepsi nyeri.
seperti saat penyuntikan anestesi lokal.
D. Sistem Pemulung
Sistem pemulung sangat penting untuk melindungi Anda dan petugas gigi
lainnya dari risiko nitrous oksida di tempat kerja. Sistem pemulung harus
memiliki laju aliran evakuasi 45 liter per menit (l /menit) dan dilengkapi masker
hidung atau tudung pemulung (Gbr. 37-21).
Anggota tim dokter gigi menggunakan sistem pemulung untuk
mengurangi jumlah NO yang lepas ke atmosfer, yang kemudian dihirup.
Penggunaan sistem scavenger dianjurkan untuk mengurangi NO yang dilepaskan
ke ruang perawatan.
Jenis obat penenang yang biasa diresepkan untuk pasien gigi adalah
secobarbital (Seconal), chlordiazepoxide (Librium), dan diazepam
(Valium). Dengan obat jenis ini, pasien akan diminta meminum obat
secara oral 30 hingga 60 menit sebelum janji temu. Pasien harus
diberitahu bahwa obat ini menyebabkan kantuk dan mereka tidak boleh
mengemudi sendiri ke tempat janji temu. Kloral hidrat (Noctec) adalah
obat penenang yang sering digunakan untuk menenangkan anak-anak, dan
menghasilkan efek yang sama.
o Sedasi Intravena
Sedasi sadar intravena (IV) menghasilkan tingkat kesadaran yang sedikit
tertekan. Pasien mempertahankan kemampuan untuk menjaga jalan napas
tetap terbuka dan merespons rangsangan fisik atau verbal dengan tepat.
Obat anticemas tertentu diberikan secara intravena (langsung ke
pembuluh darah) selama prosedur berlangsung dengan kecepatan yang
lebih lambat, sehingga memberikan tahap/analgesia yang lebih dalam
(Gbr. 37-23).
Proses memulai, memantau, dan menghilangkan sedasi IV hanya
diselesaikan oleh individu yang terlatih dan bersertifikat di bidang ini.
Ahli bedah mulut dan maksilofasial serta periodontis merupakan dua
spesialis gigi yang paling sering menerima pelatihan tambahan ini. Kantor
khusus mempekerjakan perawat terdaftar untuk mengatur dan memantau
prosedur sedasi IV.
Langkah Prosedural
Persiapan
1. Periksa tangki untuk pasokan gas yang cukup. Pilih dan letakkan masker
dengan ukuran yang sesuai pada tabung.
2. Tempatkan pasien, perbarui riwayat kesehatan, dan mengambil dan mencatat
tanda-tanda vital.
3. Tinjau penggunaan nitrous oksida dengan pasien.
Tujuan: Menginformasikan pasien sebelum pemberian membantu menghilangkan
rasa takut akan hal yang tidak diketahui.
4. Baringkan pasien dalam posisi terlentang.
5. Minta pasien memakai masker, dan sesuaikan yang cocok.
6. Kencangkan selang setelah terasa nyaman pada pasien (Gbr. 37-22).
Tujuan: Untuk menghilangkan kebutuhan pasien untuk memegang masker pada
tempatnya, dan mencegah kebocoran di sekitar masker.
7. Jika masker terjepit atau menyebabkan rasa tidak nyaman, letakkan kain kasa
di bawah tepinya.
Administrasi
8. Atas arahan dokter gigi, mulailah mengatur flowmeter untuk O, aliran saja.
Pasien diberikan oksigen 100% setidaknya selama 1 menit.
Tujuan : Untuk membantu dokter gigi dalam menentukan volume tidal pasien.
9. Atas arahan dokter gigi, sesuaikan aliran N,O dengan peningkatan 0,5 hingga 1
L/menit, dan kurangi aliran O dengan jumlah yang sesuai.
Catatan: Kebanyakan mesin menjalankan fungsi ini secara otomatis.
10. Dengan interval 1 menit, langkah sebelumnya diulangi hingga dokter gigi
menentukan bahwa pasien telah mencapai pembacaan dasar.
Tujuan: Proses lambat ini meminimalkan risiko pemberian terlalu banyak
dinitrogen oksida.
11. Catat level dasar pasien.
12. Pantau pasien dengan cermat selama prosedur berlangsung.
Oksigenasi
13. Menjelang akhir prosedur, N,O habis dan 100% O diberikan sesuai petunjuk
dokter gigi.
Tujuan: Oksigenasi pasien selama minimal 5 menit membantu mencegah
hipoksia difusi, yang menimbulkan perasaan pusing.
14. Setelah oksigenasi selesai, lepaskan masker. Perlahan posisikan pasien tegak.
Tujuan: Mendudukkan pasien terlalu cepat dapat menyebabkan hipotensi postural
(pingsan).
15. Setelah pasien pulang, catat kadar awal nitro oksida dan oksigen pasien serta
responsnya selama analgesia.
Tujuan: Dokumentasi ini memberikan catatan hukum perawatan dan berfungsi
sebagai referensi untuk perawatan di masa depan dan pemberian N0/0, sedasi
(analgesia).
BAB III
PENUTUP
MAKALAH
ANGGOTA KELOMPOK
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Pentingnya Sterilisasi Dalam Pembedahan
Gigi: Memahami Konsep Rantai Asepsis Dan Keberhasilan Penerapannya ” dengan baik
dan tepat waktu.
Kami juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai refrensi pada
makalah ini.
Kami mengakui bahwa masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan makalah ini. Tidak
semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami
akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai masukan yang dapat memperbaiki
makalah di masa datang.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari karya ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
kreatifitas serta pengetahuan pembaca
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan ..................................................................................................................... 5
D. Manfaat ................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 6
A. Pengertian dan Tujuan Tindakan Asepsis Bedah ........................................................ 6
B. Pengertian Bidang Steril ............................................................................................. 6
C. Langkah-Langkah Pemakaian Sarung Tangan ............................................................. 6
D. Proses Persiapan Tindakan Bedah .............................................................................. 7
E. Yang Harus Dipersiapkan Sebelum Ruang Perawatan Digunakan .............................. 9
F. Hal penting dalam proses pembedahan dan pasca pembedahan ............................ 10
BAB III ................................................................................................................................ 11
PENUTUP ........................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 11
B. SARAN ....................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adapun masalah yang akan kami bahas dalam penyusunan makalah ini,
yaitu sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan tindakan asepsis bedah dan apa tujuan dari
tindakan tersebut?
2. Apa yang dimaksud dengan bidang steril dan digunakan saat apa dalam
tindakan bedah?
3. Bagaimana cara pemakaian sarung tangan bedah yang benar serta langkah apa
saja yang dilakukan saat menggunakan sarung tangan steril?
4. Bagaimana proses yang dilakukan dalam persiapan tindakan bedah?
5. Hal apa saja yang harus dipersiapkan sebelum ruang perawatan digunakan?
6. Persiapan apa saja yang harus dilakukan pasien sebelum perawatan
dilakukan?
7. Hal penting apa saja yang harus diterapkan tenaga medis dalam proses
pembedahan dan pasca pembedahan?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang kami tetapkan dalam penyusunan makalah ini, diantarannya
yaitu:
1. Memberikan pengetahun para tenaga medis ahli bedah untuk melakukan
prosedur pembedahan secara tepat dan benar, sehingga pasien akan merasa
nyaman akan penanganan yang kita lakukan.
2. Untuk meminimalisir masalah yang mungkin terjadi selama perawatan
berlangsung.
3. Menjalin hubungan kerjasama yang baik dalam tim bedah sehingga perawatan
yang dilakukan dapat efektif dan efisien.
4. Menerapkan tindakan sesuai prosedur kerja dan menjaga peralatan yang akan
dilakukan tetap dalam keadaan steril siap pakai.
D. Manfaat
Dalam penyusunan makalah ini tentunya ada beberapa manfaat yang dapat
diperoleh yang pertama yaitu sebagai tenaga medis kita dapat mengetahui dan
memahami betapa pentingnya melakukan kinerja yang dilakukan sesuai prosedur,
selanjutnya yaitu membuka wawasan kita karena selama penyusunan makalah ini
tentunya kami membaca materi secara cermat dan teliti, dan manfat yang terakhir
yang kita dapatkan yaitu menerapkan ilmu yang telah kita dapat dalam bekerja
misalnya pentingnya menjaga peralatan teteap steril.
BAB II
PEMBAHASAN
Ketika pembedahan dilakukan, tim bedah harus melakukan tindakan pencegahan ini
selangkah lebih maju. Menetapkan dan mempertahankan rantai asepsis untuk suatu
prosedur menunjukkan bahwa instrumen, tirai bedah, dan tangan yang bersarung tangan
dari tim bedah harus steril. Kontak dengan benda atau permukaan yang tidak steril akan
memutus rantai asepsis dan mencemari area bedah. Setelah terbentuk, rantai asepsis tidak
boleh diputuskan. Karena prosedur pembedahan menyerang jaringan terbuka, tim bedah
harus mengikuti teknik steril. Tujuan dari metode ini adalah untuk meminimalkan jumlah
organisme yang dapat masuk ke dalam luka terbuka.
Bidang steril disiapkan untuk menyimpan instrumen bedah dan aksesori yang akan
digunakan selama operasi. Pengaturan steril disiapkan tepat sebelum asisten
mempersiapkan diri dan memulai prosedur. Jika suatu pengaturan bedah telah dibuka
selama lebih dari satu jam karena penundaan atau perubahan, pengaturan tersebut dianggap
tidak steril pada saat itu dan tidak boleh digunakan.
Sarung tangan steril adalah sarung tangan kemasan yang tersedia dalam berbagai ukuran.
Saat Anda membantu dalam prosedur invasif, Anda harus mengenakan sarung tangan steril.
Proses mengenakan sarung tangan steril penting dalam proses tanpa kontaminasi. Tujuan:
Memasang sarung tangan secara kompeten dengan menggunakan teknik steril.
Langkah-langkah Prosedur :
2. Gunakan sarung tangan pada tangan Anda yang dominan terlebih dahulu.
Tujuan: Memasang sarung tangan kedua lebih sulit, dan Anda harus lebih
cekatan dengan tangan yang dominan.
3. Tarik sarung tangan di atas tangan, hanya menyentuh manset yang terlipat.
Tujuan: Ingatlah bahwa Anda hanya ingin menyentuh bagian dalam sarung
tangan.
4. Dengan tangan yang dominan bersarung tangan, selipkan jari telunjuk di
bawah manset sarung tangan lainnya. Tujuan: Anda hanya dapat
menyentuh bagian sarung tangan yang steril dengan tangan dominan.
1. Persiapan Bedah
Apakah prosedur bedah dilakukan di ruang praktik utama atau di kamar operasi,
pemahaman protokol aseptik, pengetahuan tentang persediaan yang dibutuhkan, dan
pengetahuan tentang instrumen yang digunakan untuk suatu prosedur sangat penting
bagi peran asisten bedah. Tim bedah I akan mengikuti rutinitas setiap kali ada pasien,
dan rutinitas ini tidak boleh diubah.
Langkah-langkah Prosedur :
• Tongkat jeruk
Langkah-langkah Prosedur :
4. Basahi tangan dan lengan bawah hingga siku dengan air hangat, lalu
berikan sekitar 5 ml sabun antimikroba ke tangan yang ditangkupkan.
5. Gunakan sikat gosok bedah untuk menggosok tangan dan lengan bawah
selama 7 menit.
6. Bilas secara menyeluruh dengan air hangat. Angkat tangan Anda ke atas
dan di atas pinggang. Tujuan: Agar air mengalir ke arah siku Anda,
menjaga tangan Anda tetap bersih.
8. Cuci selama 7 menit tambahan tanpa menggunakan sikat. Bilas agar air
yang terkontaminasi mengalir ke lengan dan siku.
Langkah-langkah Prosedur :
2. Gunakan sarung tangan pada tangan Anda yang dominan terlebih dahulu.
Tujuan: Memasang sarung tangan kedua lebih sulit, dan Anda harus lebih
cekatan dengan tangan yang dominan.
3. Tarik sarung tangan di atas tangan, hanya menyentuh manset yang terlipat.
Tujuan: Ingatlah bahwa Anda hanya ingin menyentuh bagian dalam sarung
tangan.
4. Persiapan lanjutan
3. Siapkan obat pengontrol nyeri yang sesuai untuk diberikan (anestesi lokal,
inhalasi nitro oksida/oksigen, sedasi intravena).
2. Persiapan Pasien
2. Periksa apakah pasien telah meminum obat yang diresepkan sesuai petunjuk. Jika
tidak, dokter bedah harus segera diberitahu.
3. Tempatkan radiografi pada kotak tampilan.
5. Dudukkan dan selimuti pasien. Untuk melindungi pakaian pasien, tirai besar sering
kali digunakan sebagai tambahan dari handuk pasien.
6. Sesuaikan kursi ke dalam posisi berbaring yang nyaman. Jika anestesi umum akan
diberikan, letakkan pasien dalam posisi terlentang.
Hal penting yang harus diterapkan tenaga medis dalam proses pembedahan
6. Stabilkan kepala dan rahang bawah pasien jika perlu selama penggunaan palu dan
pahat.
Hal penting yang harus diterapkan tenaga medis dalam proses pasca pembedahan
1. Tetaplah bersama pasien hingga pasien pulih dan dapat meninggalkan ruangan.
2. Berikan instruksi pasca operasi secara lisan dan tertulis kepada pasien dan orang
yang bertanggung jawab yang mendampingi pasien.
3. Aturlah kunjungan pasca operasi seperti yang diarahkan oleh dokter gigi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anda telah mempelajari pentingnya pengendalian infeksi dalam kedokteran gigi dan
perlunya teknik desinfeksi dan sterilisasi. Namun, ketika pembedahan dilakukan, tim bedah
harus melakukan tindakan pencegahan ini selangkah lebih maju. Menetapkan dan
mempertahankan rantai asepsis untuk suatu prosedur menunjukkan bahwa instrumen, tirai
bedah, dan tangan yang bersarung tangan dari tim bedah harus steril. Bidang steril
disiapkan untuk menyimpan instrumen bedah dan aksesori yang akan digunakan selama
operasi. Pengaturan steril disiapkan tepat sebelum asisten mempersiapkan diri dan memulai
prosedur. Jika suatu pengaturan bedah telah dibuka selama lebih dari satu jam karena
penundaan atau perubahan, pengaturan tersebut dianggap tidak steril pada saat itu dan tidak
boleh digunakan.
Hal penting apa harus diterapkan tenaga medis dalam proses pembedahan
6. Stabilkan kepala dan rahang bawah pasien jika perlu selama penggunaan palu dan
pahat.
B. SARAN
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Marlinda Nur Afifah (P07125122012)
2. Maritza Khansa Daniswara (P07125122013)
3. Mahmudah Eka Cahyawati (P07125122014)
4. Muhammad Faisal (P07125122015)
5. Najma Delia Sibrina (P07125122016)
6. Nasywa Azzahra Khairunisa (P07125122017)
7. Vika Meilani Ekhsa Putri (P07125122018)
8. Amelya Rizka Vionela (P07125122019)
9. Nafisah Hasna’ Syafiqoh Sukmawan (P07125122020)
10. Esty Mulyati (P07125122021)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Memberikan Perawatan Gigi” dengan baik
dan tepat waktu.
Kami juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai refrensi pada
makalah ini.
Kami mengakui bahwa masih banyak kekurangan dalam menyelesaikan makalah ini. Tidak
semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami
akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai masukan yang dapat memperbaiki
makalah di masa datang.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari karya ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
kreatifitas serta pengetahuan pembaca.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesi lokal adalah suatu bentuk anestesi yang digunakan untuk
menghilangkan sensasi rasa sakit pada suatu area tubuh tertentu, tanpa memengaruhi
kesadaran pasien secara keseluruhan. Jenis anestesi ini bekerja dengan menghentikan
sinyal saraf di area yang diinginkan, sehingga pasien tidak merasakan nyeri selama
prosedur medis atau pembedahan. Anestesi lokal umumnya diberikan melalui injeksi
di sekitar area yang akan dioperasi atau diobati, dan efeknya bersifat sementara.
Berbeda dengan anestesi umum yang mempengaruhi kesadaran seluruh tubuh, anestesi
lokal memungkinkan pasien tetap sadar dan kooperatif selama prosedur, yang
seringkali membuatnya menjadi pilihan yang lebih aman dalam berbagai jenis tindakan
medis.
Anestesi lokal menjadi solusi efektif dalam mengatasi kecemasan dan
ketidaknyamanan yang sering dialami pasien selama prosedur medis. Kemampuannya
untuk meredakan rasa sakit memungkinkan pelayanan kesehatan memberikan
perawatan yang lebih manusiawi, meningkatkan pengalaman pasien, dan mendukung
proses penyembuhan. sejarah awal anestesi lokal, dimulai dari penemuan kokain oleh
Carl Koller pada akhir abad ke-19. Temuan ini menjadi dasar bagi perkembangan
teknik dan zat anestesi lokal selanjutnya, membuka jalan bagi inovasi dalam dunia
kedokteran.
Peningkatan pemahaman tentang farmakologi dan biokimia telah membawa perubahan
signifikan dalam pengembangan zat anestesi lokal yang lebih efektif dan aman. Sebagai
contoh, lidocaine telah menjadi pilihan utama dalam banyak prosedur medis. Selain itu,
kemajuan dalam teknologi penyuntikan dan pemantauan pasien turut meningkatkan
tingkat keamanan dan akurasi dalam penerapan anestesi lokal.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan kami bahas dalam kesempatan kali ini diantarannya yaitu
sebagai berikut :
1. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi akibat pengaturan anestesi lokal pada
prosedur medis atau bedah?
2. Bagaimana pengaturan anestesi lokal dalam jarum suntik digunakan dalam
pemberian anestesi lokal?
1
3. Jelaskan langkah langkah prosedur memilih anestesi?
4. Sebutkan hal hal yang dapat menyebabkan paresthesia?
5. Jelaskan mengenai sistem anestesi elektronik?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu diantarannya :
1. Memahami secara jelas apa saja komplikasi yang mungkin terjadi akibat pengaturan
anestesi local.
2. Untuk memungkinkan prosedur yang nyaman.
3. Mengetahui prosedur/Langkah Langkah dalam melakukan pengaturan anestesi
lokal.
D. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini tentunya untuk menambah pengetahuan
mengenai anestesi lokal dalam melakukan tindakan perawatan dan mengetahui
komplikasi apa saja yang mungkin bisa terjadi selama perawatan.serta mengetahui
prosedur/Langkah Langkah dalam melakukan pengaturan anestesi lokal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komplikasi Akibat Pengaturan Anestesi Lokal Pada Prosedur Medis Atau Bedah
1. Mati Rasa Sementara
Karena anestesi lokal secara efektif memblokir semua sensasi rasa sakit, pasien
harus berhati-hati agar tidak menggigit lidah, pipi, atau bibir saat mati rasa. Mati
rasa sementara ini akan hilang seiring dengan hilangnya efek obat bius. Karena otak
tidak menerima sensasi saraf yang normal, area yang mati rasa mungkin terasa
bengkak padahal tidak. Pasien mungkin mengeluh bahwa bibirnya terasa "gemuk".
2. Paresthesia
Paresthesia adalah suatu kondisi di mana mati rasa berlangsung setelah efek larutan
anestesi lokal hilang. Paresthesia dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. Penggunaan larutan anestesi yang terkontaminasi, paling sering
terkontaminasi dengan alkohol atau larutan sterilisasi yang digunakan untuk
mensterilkan mobil anestesi sebelum digunakan
b. Trauma (cedera) pada selubung saraf selama penyuntikan atau pembedahan
c. Perdarahan (pendarahan) ke dalam atau di sekitar selubung saraf
Parestesia dapat bersifat sementara atau permanen. Sebagian besar parestesia
sembuh dalam waktu sekitar 8 minggu tanpa pengobatan. Parestesia menjadi
permanen hanya jika usia bendungan pada saraf sangat parah.
3. Emboli
Emboli merupakan hambatan aliran darah akibat adanya benda asing di dalam
pembuluh darah. Hambatan ini juga bisa disebabkan oleh gumpalan darah dan
udara. Biasanya, emboli lebih sering terjadi pada tindakan operasi sistem saraf.
Anda juga berpotensi mengalaminya saat menjalani operasi di sekitar tulang
panggul. Risikonya dapat dikurangi dengan pemberian obat profilaksis
thromboembolic deterrents (TEDS) dan low molecular weight heparin (LMWH).
4
9. Pegang jarum suntik dengan satu tangan, dan gunakan cincin ibu jari untuk
menarik plunger. Dengan tangan lainnya, masukkan kartrid anestesi ke dalam
semprit. Ujung sumbat masuk terlebih dahulu, untuk menahan plunger.
10. Lepaskan cincin ibu jari, dan biarkan tombak masuk ke dalam sumbat
11. Gunakan tangan yang lain untuk memberikan tekanan yang kuat (ketuk gagang
pendorong jika perlu) hingga harpun masuk ke dalam sumbat
12. Untuk memeriksa apakah harpun sudah terpasang dengan benar, tarik kembali
pendorong secara perlahan.
Tujuan: Harpun harus terpasang dengan aman agar dokter gigi dapat melakukan
aspirasi selama penyuntikan.
5
6) Setelah penyuntikan selesai, mintalah pasien menghadap ke arah Anda. Bilas
mulut pasien menggunakan spuit udara- air dan evacuator volume tinggi atau
ejektor air liur.
7) Sebelum meninggalkan area perawatan gigi, lepaskan jarum bekas, dengan
pelindung jarum masih terpasang, dan buang ke dalam wadah benda tajam.
8) Keluarkan kartrid anestesi dan buang bersama limbah medis. Letakkan spuit
pada nampan untuk dikembalikan ke pusat sterilisasi
E. Anestesi Elektronik
Sistem anestesi elektronik adalah bentuk anestesi yang inovatif dan non-invasif. Sistem
ini dirancang untuk memblokir rasa sakit secara elektronik dengan menggunakan arus
listrik yang rendah. Bantalan kontak menargetkan bentuk gelombang elektronik
tertentu secara langsung ke bundel saraf di akar gigi,
Pasien duduk dan diposisikan dengan bantalan tangan yang diletakkan di punggung
masing-masing tangan. Area tempat operasi ditentukan, diisolasi, dan dikeringkan.
Bantalan ketiga, reseptor intraoral, ditempelkan pada sisi lingual 3 sampai 5 mm dari
margin gingiva. Seperti yang diinstruksikan, pasien memiliki kontrol dalam
mengaktifkan unit dan secara bertahap meningkatkan tingkat sinyal penghilang rasa
sakit.
Ini adalah alternatif psikologis dan fisiologis pendekatan alternatif untuk anestesi lokal
ini menguntungkan pasien untuk alasan berikut:
1) Tidak ada jarum
2) Tidak ada mati rasa atau bengkak pasca operasi
3) Metode pembiusan bebas bahan kimia
4) Tidak ada risiko kontaminasi silang
5) Mengurangi rasa takut dan kecemasan pada pasien
6) Kontrol pasien atas tingkat kenyamanan mereka sendiri
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paresthesia adalah suatu kondisi di mana mati rasa berlangsung setelah efek larutan
anestesi lokal hilang. Paresthesia dapat disebabkan oleh hal-hal berikut
1. Penggunaan larutan anestesi yang terkontaminasi, paling sering terkontaminasi
dengan alkohol atau larutan sterilisasi yang digunakan untuk mensterilkan mobil
anestesi sebelum digunakan
2. Trauma (cedera) pada selubung saraf selama penyuntikan atau pembedahan
3. Perdarahan (pendarahan) ke dalam atau di sekitar selubung saraf
Larutan anestesi lokal yang disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah dapat
mengubah fungsi organ-organ vital, terutama jantung. Untuk memastikan bahwa
larutan tersebut tidak disuntikkan ke dalam pembuluh darah, dokter gigi selalu
melakukan aspirasi sebelum memasukkan larutan anestesi lokal dengan menggunakan
spuit tipe aspirasi.
Sistem anestesi elektronik adalah bentuk anestesi yang inovatif dan non-invasif. Sistem
ini dirancang untuk memblokir rasa sakit secara elektronik dengan menggunakan arus
listrik yang rendah. Bantalan kontak menargetkan bentuk gelombang elektronik
tertentu secara langsung ke bundel saraf di akar gigi, Pasien duduk dan diposisikan
dengan bantalan tangan yang diletakkan di punggung masing-masing tangan.
B. Saran
Melalui pembahasan makalah mengenai peran asisten gigi dalam melakukan anestesi
local asisten dokter gigi dapat membantu meminimalkan atau menghilangkan
komplikasi ini dengan mengikuti tindakan pencegahan ketika membantu dokter gigi
dalam pemberian anestesi lokal
7
DAFTAR PUSTAKA
8
MAKALAH
BEDAH MULUT DALAM KEDOKTERAN GIGI
DISUSUN OLEH :
Feliza Farah Suswandi (P07125122001)
Welmi Firda Agung Prayoga (P07125122002)
Shalma Kurnia Pramesti (P07125122003)
Adinda Ayu Rindiani (P07125122004)
Julieta Syifa Maharani (P07125122005)
Lathifa Budiati (P07125122006)
Nadya Dwi Winanda (P07125122007)
Nasywa Natania Azzahra (P07125122008)
Titis Ambarwati (P07125122009)
Melafaiza Masayu Aulia Fatikah (P07125122010)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat,
nikmat, dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan Makalah Dasar-Dasar
Pencabutan Gigi dengan baik, terstruktural, dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Bu Aryani Widayati, S.Si.T. MPH. Selaku dosen pengampu mata kuliah
Dasar-Dasar Pencabutan Gigi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang pengertian bedah mulut dan instrumen-instrumen
yang digunakan saat tindakan bagi pembaca dan juga kami selaku penulis
makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam menyukseskan makalah ini. Melalui jurnal-jurnal mereka
yang dapat kami gunakan sebagai referensi dalam membuat makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
iii
p. Scrub Bedah ..............................................................................17
q. Sarung Tangan yang Benar ........................................................17
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Bedah mulut merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang
menggunakan metode pembedahan untuk mengoreksi penyakit, cedera, dan cacat
di kepala, leher, wajah, rahang, dan jaringan lunak dari mulut. Prinsip kerja
tindakan bedah pada umumnya menganut 3 hal yang harus dilakukan, yaitu
asepsis, atraumatik, dan dibawah anastesi yang baik.
Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan bedah dan oleh karena itu segala
langkah yang dilakukan harus berdasarkan prinsip yang sama dengan prinsip
tindakan bedah pada umumnya.
1
5. Apa yang dimaksud elevator?
6. Apa saja jenis-jenis tang dan alat-alat bedah mulut?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Seorang ahli bedah mulut dan maksilofasial (OMFS), juga disebut sebagai
ahli bedah mulut, adalah seorang dokter gigi yang telah menerima 4 hingga 6
tahun tambahan pelatihan pascasarjana di residensi berbasis rumah sakit. Ahli
bedah mulut menyelesaikan tahun bedah-medis inti sebelum menyelesaikannya,
dengan penekanan pada teknik bedah, anestesiologi, dan pengobatan mulut.
Dokter bedah harus lulus ujian standar nasional oleh American Board of Oral and
Maxillofacial Surgery untuk dapat berpraktik. Kebanyakan ahli bedah saat ini
juga telah memperoleh izin medis.
Asisten bedah adalah salah satu anggota tim bedah yang paling penting.
Karena sebagian besar prosedur bedah lebih invasif dan mendalam, asisten bedah
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan tingkat lanjut dalam (1) pengkajian
dan pemantauan pasien, (2) instrumen khusus, (3) asepsis bedah, (4) pembedahan.
prosedur, dan (5) teknik pengendalian nyeri.
3
Setelah menyelesaikan pendidikan umum dan pelatihan dalam program
bantuan gigi, asisten gigi dapat melanjutkan pendidikan dan pelatihan mereka
dalam program khusus untuk asisten gigi bedah atau dengan memperoleh
pelatihan tambahan "di tempat kerja". Selain itu, asisten gigi yang membantu ahli
bedah mulut di ruang operasi (OR) sering kali pertama kali mendapatkan
sertifikasi dalam dukungan kehidupan jantung tingkat lanjut.
Ahli bedah mulut beroperasi di dua lingkungan spesifik: klinik gigi swasta dan
rumah sakit.
1. Praktek Pribadi
Kantor bedah medikodental praktek swasta seorang ahli bedah mulut terdiri
dari area perawatan yang serupa dengan yang ada di praktik umum. Selain area
perawatan, klinik ini juga memiliki ruang bedah yang mirip dengan OR, namun
dalam skala yang jauh lebih kecil. Barang-barang tertentu yang hanya digunakan
untuk prosedur pembedahan, seperti peralatan pemantauan, unit pengontrol nyeri,
dan baki bergerak, menggantikan barang-barang yang ada di dokter gigi umum.
2. Ruang operasi
4
bergerak yang menampung instrumen dan perlengkapan, (4) penerangan di atas
kepala, (5) peralatan pemantauan, dan (6) ruang berdiri untuk ahli bedah, asisten
bedah, asisten keliling, dan ahli anestesi.
Gambar 56-1 Ruang operasi. (Dari Kinn ME, Woods M: Asisten medis:
administrasi dan klinis, ed 8, Philadelphia, 1999, Saunders.)
8. Biopsi
5
11. Pembedahan sendi temporomandibular
1. Elevator
Gambar 56-3 Lift lurus. (Atas izin Miltex Instruments, Bethpage, NY.)
6
Gambar 56-4 Pemetikan ujung akar. (Atas izin Miltex Instruments, Bethpage,
NY.)
tulang. Sebelum tang bedah dipasang di sekitar gigi, dokter gigi menggunakan
elevator periosteal untuk melepaskan jaringan gingiva dari sekitar leher (leher)
gigi.
Root tip picks adalah instrumen untuk menghilangkan ujung atau fragmen
akar yang mungkin terlepas dari gigi selama prosedur pencabutan (Gbr. 56-4).
2. Tang
Paruh tang dibentuk untuk memegang mahkota gigi dengan kuat pada atau
di bawah garis serviks. Permukaan bagian dalam paruh bisa berbentuk polos
(halus) atau bergerigi (kasar) untuk memberikan daya cengkeram tambahan saat
gigi dicabut. Pegangannya bisa horizontal (berdampingan) atau vertikal.
7
diperlukan untuk melakukan luksasi dan pencabutan gigi. Forsep universal
dirancang agar ahli bedah dapat menggunakan instrumen yang sama untuk sisi
kiri atau kanan lengkung gigi yang sama, serta untuk gigi tertentu.
Tabel 56-1 berisi daftar forceps yang paling umum digunakan untuk area mulut.
3. Kuret Bedah
Kuret bedah berbentuk sendok berujung ganda. alat berbentuk alat dengan
ujung tajam menyerupai sendok besar ekskavator dan digunakan dengan gerakan
menggores. Kuret digunakan setelah pencabutan untuk mengikis bagian dalam
soket guna mengangkat jaringan yang sakit atau abses. Kuret tersedia dalam
berbagai ukuran, dan tangkainya lurus atau bersudut untuk menjangkau berbagai
area mulut (Gbr. 56-5).
Gbr. 56-5 Kuret bedah. (Hak cipta Miltex Instruments, Bethpage, New York,
Amerika Serikat)
4. Rongeurs
8
asisten dengan paruh terbuka. Asisten kemudian dengan hati-hati membuang
kotoran tersebut dengan menyeka paruhnya menggunakan spons kain kasa steril.
5. Bone File
Gbr. 56-7 Kikir tulang. (Hak cipta Miltex Instruments, Bethpage, NY.)
6. Pisau bedah
Pisau bedah adalah pisau bedah yang digunakan untuk membuat sayatan
tepat pada jaringan lunak dengan trauma paling sedikit pada jaringan. Ukuran dan
bentuk pisau yang dipilih bergantung pada prosedur yang dilakukan dan pilihan
dokter gigi (Gbr. 56-8). Pisau bedah sekali pakai memiliki pegangan plastik
dengan bilah logam dan disediakan dalam kemasan tertutup yang steril. Instrumen
ini dirancang untuk digunakan satu kali dan kemudian dibuang ke dalam wadah
9
"benda tajam". Perhatian harus diberikan untuk menghindari cedera saat bilah
dipasang dan dilepas. Penggunaan penghilang pisau bedah mekanis membantu
menghindari cedera selama pelepasan pisau bedah.
10
Tang Ekstraksi Ujung Akar
7. Hemostat
11
Gbr. 56-9 Hemostat. (Hak cipta Miltex Instruments, Bethpage, New York,
Amerika Serikat)
Gbr. 56-8 Gagang dan bilah pisau bedah. (Atas izin Miltex Instruments, Bethpage,
NY.)
8. Penjepit Jarum
12
Gbr. 56-10 Penahan jarum. (Hak cipta Miltex Instruments, Bethpage, NY.)
Gunting bedah tersedia dengan mata pisau lurus atau melengkung yang
memiliki pemotongan halus atau bergerigi tepi (Gbr. 56-11). Pegangannya
memiliki rentang panjang dari sekitar 3 sampai 6%, inci. Gunting yang halus ini
digunakan untuk memotong jaringan lunak. Gunting bedah tidak boleh digunakan
untuk tugas-tugas non-bedah yang akan menumpulkan permukaan pemotongan.
13
Gambar 56-11 Gunting bedah
10. Retraktor
Retraktor pipi dan lidah Dirancang untuk menahan dan menarik kembali
pipi dan lidah selama prosedur bedah. Mereka adalah instrumen besar,
melengkung, bersudut yang terbuat dari logam atau plastik. Jika retraktor plastik
digunakan selama pembedahan, retraktor tersebut harus mampu melakukan
sterilisasi panas (Gbr. 56-13).
14
Gambar: 56-13 Retraktor pipi dan lidah Gambar. 56-14 Mouth props
15
dengan palu tangan. Tipe lainnya digerakkan oleh alat genggam bedah yang
dioperasikan dengan sistem kelistrikan.
Bur bedah yang dirancang khusus dengan betis ekstra panjang digunakan
untuk mengangkat tulang dan memotong atau membelah mahkota atau akar gigi.
Bur ini dibuat untuk handpiece lurus dan contra-angle yang digunakan pada
kecepatan rendah.
16
Scrub bedah digunakan untuk mengurangi kemungkinan infeksi.
Meskipun sarung tangan steril akan digunakan untuk prosedur bedah, jumlah
organisme di tangan seseorang harus dikurangi jika terjadi robekan atau kerusakan
pada sarung tangan. (Lihat Prosedur 56-2.)
Sarung tangan steril adalah sarung tangan yang dikemas dalam berbagai
ukuran. Saat Anda membantu prosedur invasif, Anda harus mengenakan sarung
tangan steril. Proses penggunaan sarung tangan steril penting dilakukan agar
proses tidak terkontaminasi. (Lihat Prosedur 56-3.)
PERSIAPAN BEDAH
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bedah mulut merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang
menggunakan metode pembedahan untuk mengoreksi penyakit, cedera, dan cacat
di kepala, leher, wajah, rahang, dan jaringan lunak dari mulut. Prinsip kerja
tindakan bedah pada umumnya menganut 3 hal yang harus dilakukan, yaitu
asepsis, atraumatik, dan dibawah anastesi yang baik.
Asisten bedah adalah salah satu anggota tim bedah yang paling penting.
Karena sebagian besar prosedur bedah lebih invasif dan mendalam, asisten bedah
harus memiliki pengetahuan dan keterampilan tingkat lanjut dalam (1) pengkajian
dan pemantauan pasien, (2) instrumen khusus, (3) asepsis bedah, (4) pembedahan.
prosedur, dan (5) teknik pengendalian nyeri. Ahli bedah mulut beroperasi di dua
lingkungan spesifik: klinik gigi swasta dan rumah sakit OR.
18
3.2 Saran
Makalah ini memang belum sempurna dan perlu ditingkatkan lagi terkait
bedah mulut dalam kedokteran gigi. Diharapkan bedah mulut dalam kedokteran
gigi lebih ditingkatkan lagi untuk memenuhi kebutuhan pasien yang berbeda
dengan pasien yang lainnya. Adaptasi dan teknik khusus juga perlu ditingkatkan
demi kenyamanan dan keamanan pasien. Persiapan dan instrumen yang digunakan
perlu diperhatikan untuk keberhasilan dan kelancaran prosedur.
19
MAKALAH
ANESTESI DAN KONTROL NYERI
DISUSUN OLEH :
Feliza Farah Suswandi (P07125122001)
Welmi Firda Agung Prayoga (P0712512202)
Salma Kurnia Pramesti (P07125122003)
Adinda Ayu Rindiani (P07125122004)
Julieta Syifa Maharani (P07125122005)
Lathifa Budiati (P07125122006)
Nadya Dwi Winanda (P07125122007)
Nasywa Natania Azzahra (P07125122008)
Titis Ambarwati (P07125122009)
Melafaiza Masayu Aulia Fatikah (P07125122011)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat,
nikmat, dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan Makalah Dasar-Dasar
Pencabutan Gigi dengan baik, terstruktural, dan tepat waktu.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Bu Aryani Widayati, S.Si.T. MPH. Selaku dosen pengampu mata kuliah
Dasar-Dasar Pencabutan Gigi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang berbagai macam prosedur pengendalian kecemasan
dan nyeri melalui anestesi ketika akan dilakukan pencabutan bagi pembaca dan
juga kami selaku penulis makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah
membantu kami dalam menyukseskan makalah ini. Melalui jurnal-jurnal mereka
yang dapat kami gunakan sebagai referensi dalam membuat makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sistem syaraf perifer ke sistem susunan syaraf pusat yang disebut dengan prosedur
anestesi lokal.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui jenis-jenis metode pengendalian rasa sakit dalam kedokteran
gigi.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan anestesi topikal.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan anestesi lokal.
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan anestesi infiltrasi.
5. Mengetahui cara kerja blokir anestesi.
6. Mengetahui cara penyiapan anestesi lokal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
permukaan jaringan mulut yang lebih besar. Anestesi ini berguna ketika
diterapkan di bagian belakang tenggorokan pada pasien dengan refleks gag
yang kuat yang membutuhkan tayangan atau radiografi intraoral. Hanya
sejumlah kecil agen anestesi topikal yang harus dioleskan ke area terbatas
untuk menghindari toksisitas obat. Lihat Prosedur 37-1.)
Gambar 37-1
Langkah Prosedural
Persiapan
1. Letakkan sedikit salep topikal pada aplikator berujung kapas, lalu pasang
kembali penutup salep.
Catatan: Jangan pernah memasukkan aplikator yang sama ke dalam salep
setelah digunakan dan terkontaminasi.
2. Jelaskan prosedurnya kepada pasien
4
Tujuan: Pasien akan merasa lebih nyaman dan tidak terlalu cemas bila
mereka mendapat informasi yang cukup dan mengetahui apa yang
diharapkan.
3. Tentukan tempat suntikan, dan keringkan perlahan tempat tersebut dengan
kain kasa.
Tujuan: Mengeringkan area tersebut memungkinkan salep menembus area
permukaan dengan lebih baik dan tidak diencerkan oleh air liur, sehingga
mengurangi efektivitasnya.
Penempatan
Gambar 37-2
2. Anestesi Lokal
5
semua perawatan gigi depan. Anestesi lokal harus memiliki karakteristik
sebagai berikut :
6
Durasi Kerja Induksi adalah lamanya waktu dari penyuntikan larutan
anestesi hingga penyumbatan konduksi yang lengkap dan efektif. Durasi
adalah lamanya waktu dari induksi hingga proses pembalikan selesai.
Gambar A Gambar B
Gambar 37-3 Anestesi gigi yang digunakan dalam kedokteran gigi. A, Kartrid
anestesi lokal dikemas dalam selongsong. B, Kartrid anestesi lokal dikemas
dalam kaleng
7
Anestesi Gigi yang Rutin Digunakan
8
semakin tinggi persentasenya usia vasokonstriktor seperti epinefrin di larutan.
Dalam kebanyakan situasi, diinginkan untuk menggunakan rasio serendah
mungkin.
Sebelum menyiapkan alat suntik, selalu periksa dulu dokter gigi mengenai jenis
larutan anestesi lokal dan vasokonstriktor yang diinginkan/rasio larutan
anestesi.
Lokasi dan persarafan gigi atau gigi untuk dibius menentukan anestesi topikal
penempatan dan jenis injeksi2.
1. Anestesi Infiltrasi
9
kanselus tulang memungkinkan larutan berdifusi melalui tulang dan mencapai
puncak gigi (Gbr. 37-5).
2. Blokir Anestesi
Karena sifat tulang mandibula yang padat dan kompak, larutan anestesi
tidak mudah berdifusi melalui itu. Oleh karena itu anestesi blok adalah jenis
injeksi yang diperlukan untuk sebagian besar gigi mandibula. Solusinya
disuntikkan di dekat saraf utama, dan seluruh area yang dilayani oleh saraf itu
mati rasa.
Persediaan saraf dan darah berdekatan satu sama lain, dan dokter gigi
harus berhati-hati untuk tidak menyuntikkan langsung ke pembuluh darah.
Pasien mengalami mati rasa setengahnya rahang bawah, termasuk gigi, lidah,
dan bibir.
Blok saraf tajam diberikan bila hanya gigi anterior mandibula atau gigi
premolar memerlukan anestesi. Suntikan blok tajam diberikan pada lokasi
foramen mental (Gbr. 37-7). Cabang saraf ini berlanjut di dalam kanalis
mandibula hingga ke puncak gigi anterior.
10
Gambar 37-5 A dan B, Diagram yang menunjukkan prosesnya
anestesi infiltrasi.
11
3. Injeksi Ligamen Periodontal
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berbagai macam prosedur pengendalian kecemasan dan nyeri telah
memungkinkan profesi gigi untuk memperluas perawatan kesehatan mulut
kepada jutaan individu yang seharusnya tetap tidak diobati. Metode
pengendalian rasa sakit yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi
untuk mengurangi atau mengurangi kecemasan dan rasa sakit
1. Agen anestesi
2. Sedasi inhalasi
3. Agen anti-kecemasan
4. Sedasi intravena
5. Anestesi umum
Sifat tulang mandibula yang padat dan kompak, larutan anestesi tidak mudah
berdifusi melalui itu. Oleh karena itu anestesi blok adalah jenis injeksi yang
diperlukan untuk sebagian besar gigi mandibula. Blok saraf alveolar inferior, sering
disebut sebagai blok mandibula, diperoleh dengan menyuntikkan larutan anestesi
di dekat, tetapi tidak di dalam, cabang-cabangnya saraf alveolar inferior dekat
mandibula foramen . Blok saraf tajam diberikan bila hanya gigi anterior mandibula
atau gigi premolar memerlukan anestesi.
13
3.2 SARAN
Makalah ini memang belum sempurna dan perlu ditingkatkan lagi terkait
prosedur pengendalian kecemasan dan nyeri dengan metode agen anestesi, sedasi
inhalasi, agen anti-kecemasan, sedasi intravena, dan anestesi umum.
Selain itu diharapkan pelaksanaan tindakan anestesi yang ada dalam praktek
kedokteran gigi dilakukan sesuai SOP kerja yang ada, hal ini dilakukan untuk
meminimalisir kesalahan dalam melakukan anestesi. Dengan pelaksanaan anestesi
yang tepat diharapkan pasien setelah melakukan perawatan kedokteran gigi tidak
akan mengalami rasa trauma atau cemas lagi. Serta dapat menurunkan angka
kecemasan pasien ketika akan dialkukan perawatan.
14